Kelayakan Usaha Perkebunan Kopi Arabika pada Anggota Koperasi Syariah Padamukti di Kabupaten Bandung Barat

KELAYAKAN USAHA PERKEBUNAN KOPI ARABIKA
PADA ANGGOTA KOPERASI SYARIAH PADAMUKTI
DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

MUHAMAD FADLI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelayakan Usaha
Perkebunan Kopi Arabika Pada Anggota Koperasi Syariah Padamukti di
Kabupaten Bandung Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Muhamad Fadli
NIM H34114055

3

ABSTRAK
MUHAMAD FADLI. Kelayakan Usaha Perkebunan Kopi Arabika Pada Anggota
Koperasi Syariah Padamukti di Kabupaten Bandung Barat. Dibimbing oleh
YANTI NURAENI MUFLIKH.
Dalam menjalankan usaha kopi arabika, Petani anggota Koperasi Syariah
Padamukti melakukan perjanjian kerjasama dengan Perum Perhutani melalui
program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) seluas 356.84 ha.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan usaha perkebunan
kopi arabika petani anggota koperasi dari skala usaha < 0.5 ha, 0.5 sampai 1 ha,
dan > 1 ha. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis non finansial
berupa aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial
dan lingkungan. Analisis finansial berdasarkan kriteria penilaian investasi berupa
NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period. Analisis sensitivitas menghitung
pengaruh perubahan harga dan penurunan produksi. Hasil analisis menunjukkan
bahwa usaha perkebunan kopi arabika anggota koperasi dari ketiga skala usaha
layak untuk dijalankan berdasarkan aspek finansial dan non finansial. Usaha
perkebunan kopi arabika pada skala < 0.5 ha dan 0.5 – 1 ha menghasilkan manfaat
yang lebih besar dibandingkan skala usaha > 1 ha. Hasil sensitivitas bahwa
penurunan harga dan penurunan produksi masih layak untuk dijalankan.
Kata kunci: kelayakan, perkebunan kopi arabika, petani anggota koperasi.

ABSTRACT
MUHAMAD FADLI. The feasibility of arabica coffee plantation on Syari'ah
Cooperation Padamukti members in West Bandung District. Supervised by
YANTI NURAENI MUFLIKH
In carrying out the arabica coffee business, the farmer cooperative members make
a Memorandum of Understanding with Perum Perhutani through forest

management with the community (PHBM) programme covering area of 356.84
hectare. The aim of this research is to analyze the feasibility of arabica coffee
plantation Of Syari'ah Cooperation Padamukti members based on 3 business
scales range < 0.5 ha, between 0.5-1 ha, and > 1 ha. Analysis method that has
been used is non financial analysis method such as market aspects, technical
aspects, management aspects, and legal aspects, social and environmental aspects.
Financial analysis is based on the assessment criteria of investment such as NPV,
IRR, Net B/C, and Payback Period. Sensitivity analysis calculates the changing
price effect and declining production. The analysis results showed based arabica
coffee plantation business of farmers Syari'ah Cooperation Padamukti members
based on 3 business scales are feasible and worth to run. On business scale < 0.5
ha and business scale between 0.5 ha - 1 ha greater benefits than business scale >
1 ha. The result from sensitivity that the canging price effect and declining period
still feasible to run.
Keywords: feasibility, arabica coffee plantation, farmers cooperative members

4

KELAYAKAN USAHA PERKEBUNAN KOPI ARABIKA
PADA ANGGOTA KOPERASI SYARIAH PADAMUKTI

DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

MUHAMAD FADLI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

5
Judul skripsi : Kelayakan Usaha Perkebunan Kopi Arabika pada Anggota
Koperasi Syariah Padamukti di Kabupaten Bandung Barat
Nama

: Muhamad Fadli
NIM
: H34114055

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat kepada Allah SWT, karena atas

berkat rahmat dan karunia-Nya penuils dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kelayakan Usaha Perkebunan Kopi Arabika pada Anggota Koperasi Syariah
Padamukti di Kabupaten Bandung Barat”. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah pada junjungan alam Nabi Muhammad SAW.
Penulisan skripsi melalui penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam
meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Departemen Agribisnis, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terwujudnya skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Penulis menghaturkan terima
kasih kepada berbagai pihak dan semoga Allah SWT memberikan rahmat dan
keberkahan yang melimpah.
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak.
Namun demikian, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
masukan berupa saran dan kritik yang dapat bermanfaat bagi perbaikan skripsi ini
ke arah yang lebih baik sehingga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua
pihak.

Bogor, Februari 2014

Muhamad Fadli


7

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Studi Kelayakan Bisnis
Analisis Sensitivitas
Kerangka Pemikiran Operasional
Lokasi dan Waktu Penelitian

Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Analisis Laporan Laba Rugi
Analisis Non Finansial
Analisis Finansial
Analisis Sensitivitas
Asumsi Dasar
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Lokasi dan Keadaan Umum
Sejarah Singkat Koperasi Syariah Padamukti
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Non Finansial
Aspek Pasar
Aspek Teknis
Analisis Aspek Manajemen dan Hukum
Analisis Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Aspek Finansial
Arus Masuk (Inflow)
Arus Keluar (Outlfow)
Biaya Operasional

Analisis Laba Rugi
Kriteria Investasi
Analisis Sensitivitas
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
iv
iv
1
1
5
7
7
8
11
11

12
17
17
20
20
21
21
22
23
25
25
26
26
27
29
29
29
32
37
39

40
41
41
42
43
43
45
47
47
48
48
50

8

DAFTAR TABEL
1 Produksi kopi menurut provinsi di Indonesia 2008 – 2012
2 Luas areal tanaman kopi arabika di Kab. Bandung Barat tahun 2012
3 Jumlah permintaan dan persentase perubahan permintaan
terhadap biji kopi masyarakat Indonesia pada tahun 2009 – 2012
4 Peralatan pertanian budi daya kopi arabika petani anggota Koperasi
Syariah Padamukti tahun 2013
5 Penerimaan petani kopi per luasan 1 ha untuk 3 skala usaha yang berbeda
6 Rincian biaya investasi usaha perkebunan kopi arabika per luasan 1 ha
untuk 3 skala usaha yang berbeda
7 Rincian biaya variabel usaha perkebunan kopi arabika per luasan 1 ha
8 hasil kriteria investasi usaha perkeunan kopi arabika per luasan 1 ha
untuk 3 skala usaha yang berbeda
9 Perbandingan harga jual buah kopi arabika sebesar 14.3% per luasan
1 ha untuk 3 skala usaha yang berbeda
10 Perbandingan penurunan jumlah produksi buah kopi arabika sebesar
5% per luasan 1 ha untuk 3 skala usaha yang berbeda

2
4
29
33
41
42
43
44
46
46

DAFTAR GAMBAR
Produksi, ekspor, impor, dan konsumsi biji kopi Indonesia 2008 – 2012
Perbandingan harga kopi arabika dan kopi robusta di dunia 2008-2012
Kerangka pemikiran operasional
Alur tataniaga kopi arabika Koperasi Syariah Padamukti
Pohon kopi dengan intensitas cahaya yang cukup dan akibat pohon
naungan terlalu rimbun
6 Skema jarak tanam kopi dan pinus
7 Perangkap hama Hypothenemus

1
2
3
4
5

1
3
19
31
32
34
36

DAFTAR LAMPIRAN
1 Layout perkebunan kopi arabika petani anggota koperasi di Desa Cipada
Kecamatan Cikalong Wetan Tahun 2008 2012
2 Peta penafsiran citra satelit Koperasi Syariah Padamukti
3 Laporan laba rugi petani anggota koperasi per luasan 1 ha untuk skala
usaha < 0.5 ha
4 Laporan laba rugi petani anggota koperasi per luasan 1 ha untuk skala
usaha 0.5 - 1 ha

51
52
53
54

9
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Laporan laba rugi petani anggota koperasi per luasan 1 ha untuk skala
usaha > 1 ha
Cashflow usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan 1 ha untuk
skala usaha < 0.5 ha
Cashflow usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan 1 ha untuk
skala usaha 0.5 ha - 1 ha
Cashflow usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan 1 ha untuk
skala usaha > 1 ha
Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan
1 ha untuk skala usaha < 0.5 ha dengan penurunan harga sebesar 14.3%
Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan
1 ha untuk skala usaha 0.5 -1 ha dengan penurunan harga sebesar 14.3%
Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan
1 ha untuk skala usaha > 1 ha dengan penurunan harga sebesar 14.3%
Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan
1 ha untuk skala usaha < 0.5 ha dengan penurunan produksi sebesar 5%
Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan
1 ha untuk skala usaha 0.5 -1 ha dengan penurunan produksi sebesar 5%
Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan
1 ha untuk skala usaha > 1 ha dengan penurunan produksi sebesar 5%
Foto dokumentasi

55
56
58
60
62
64
66
68
70
72
74

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Volume (ton)

Indonesia kini merupakan negara produsen kopi ke-3 terbesar dunia setelah
Brazil, dan Vietnam dengan sumbangan devisa yang cukup besar. Menurut data
International Coffee Organization (ICO) Indonesia memperoleh devisa sebesar
US$1.20 miliar. Devisa sebesar itu diperoleh dari ekspor biji kopi robusta dan
arabika sebanyak 446 279 ton meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya
mencapai 368 817 ton. Pengiriman biji kopi dari Indonesia menurun dalam dua
tahun terakhir pada tahun 2010 dan 2011. Penurunan itu dipicu pembelian besar
industri pengolah biji kopi domestik serta hasil panen yang turun imbas yang
disebabkan oleh curah hujan yang cukup tinggi1 (Gambar 1).
Pada tahun 2012 produksi kopi meningkat mencapai 748 109 ton. Menurut
Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) peningkatan tersebut disebabkan
karena cuaca yang mendukung untuk pembungaan dan pembentukan buah kopi.
Maka pengaruh cuaca merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi
tingkat produksi kopi nasional. Volume ekspor kopi Indonesia rata-rata berkisar
430 000 ton/ tahun meliputi kopi robusta 85% dan arabika 15%. Terdapat lebih
dari 50 negara tujuan ekspor kopi Indonesia dengan USA, Jepang, Jerman, Italia,
dan Inggris menjadi tujuan utama2.

800,000
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
-

2008

2009

2010

2011

2012

698,016

682,591

686,921

638,647

748,109

impor

5,948

14,064

18,550

17,300

47,129

ekspor

468,025

510,152

417,968

338,817

446,279

Konsumsi

235,939

186,503

287,503

317,130

348,959

produksi

Sumber : Ditjen Perkebunan, AEKI, 2013

Gambar 1 Produksi, ekspor, impor, dan konsumsi biji kopi Indonesia tahun
2008-2012
Salah satu kendala dalam peningkatan produksi kopi di Indonesia adalah
masih rendahnya produktivitas perkebunan kopi yang ada. Saat ini rata-rata
1

http://bisnis.liputan6.com/read/608804/sudah-dua-tahun-ekspor-kopi-indonesia-anjlok [diunduh
2013 oktober 07]
2
http://www.aeki-aice.org/page/ekspor/id [diunduh 2013 Desember 02]

2
produktivitas tanaman kopi di Indonesia dalam bentuk biji kering baru mencapai
700 kg biji kopi/ha/tahun untuk robusta dan 800 kg biji kopi/ha/tahun untuk
arabika3, namun menurut Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat produktivitas
kopi untuk robusta dapat mencapai 1 600 kg/ha/tahun dan 2 000 kg/ha/tahun
untuk arabika4. Rendahnya produktivitas kopi tersebut disebabkan 96%
merupakan lahan perkebunan kopi rakyat dan sisanya 4% milik perkebunan
swasta dan Pemerintah (PTP Nusantara) dari total luas areal perkebunan kopi
Indonesia yang saat ini mencapai 1.2 juta ha. Rendahnya produktivitas kopi rakyat
menurut Dirjen Perkebunan disebabkan sebagian besar tanaman kopi sudah tua
dan berasal dari varietas lokal atau alasan sementara yaitu varietas kopi lokal yang
dikembangkan oleh masyarakat saat ini sebagian besar adalah jenis seedling
berasal dari bahan tanaman biji sapuan dengan tingkat produktivitas relatif rendah
676 kg/ha.
Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan, luas areal perkebunan kopi di
Jawa Barat cenderung bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2007 luas areal
perkebunan kopi Jawa Barat sebesar 25 322 ha dan pada tahun 2013 luas
perkebunan kopi yang tercatat seluas 30 620 ha, yaitu terdiri dari 30 205 ha
(98.64%) merupakan perkebunan kopi milik rakyat dan sekitar 415 ha (1.36%)
adalah perkebunan milik perusahaan swasta. Keseluruhan lahan perkebunan kopi
tersebut tersebar di 18 Kabupaten/Kota Jawa Barat5. Peningkatan luas areal
perkebunan kopi di Jawa Barat diikuti pula oleh peningkatan produksinya. Jika
pada tahun 2008 produksi biji kopi di Jawa Barat baru sebanyak 9 861 ton, maka
di tahun 2012 meningkat menjadi 14 749 ton, dengan laju pertumbuhan produksi
rata-rata 2011 sampai 2012 sebesar 2.9%. Data sentra produksi perkebunan kopi
menurut provinsi di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Produksi kopi arabika dan robusta menurut provinsi di Indonesia tahun
2008 – 2012a
No.

Provinsi

Tahun (Ton)

2008
2009
1
Lampung
140 087 145 220
2
Sumatera Selatan
155 372 131 601
3
Sumatera Utara
54 944
54 355
4
Bengkulu
54 267
55 418
5
Aceh
47 811
50 171
6
Jawa Timur
51 634
54 012
7
Sulawesi Selatan
33 510
31 964
8
Sumatera Barat
33 340
33 319
9
NTT
20 548
20 580
10
Jawa Tengah
15 897
16 412
11
Jawa Barat
9 861
11 601
12
Jambi
10 539
12 731
13
Provinsi lain
210 293 210 427
Indonesia
698 016 682 591
a
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2012)

3

2010
145 025
138 385
55 753
55 992
47 739
56 200
36 555
30 693
20 280
17 710
13 732
12 703
201 179
686 921

2011
144 526
127 397
56 834
53 818
52 281
37 396
30 589
30 833
19 917
10 458
14 334
12 797
191 993
638 647

2012c
148 711
131 080
58 479
55 376
53 795
38 479
31 475
31 726
20 494
10 761
14 749
13 168
197 556
657 138

http://kemenperin.go.id/artikel/6611/Produksi-Kopi-Nusantara-Ketiga-Terbesar-DiDunia[diunduh 2013 Desember 02]
4
http://disbun.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/606 [diunduh 2013 Desember 02]
5
http://disbun.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/656[diunduh 2013 Desember 02]

Rata-rata
(Ton/tahun)
144 714
136 767
56 073
54 974
50 359
47 544
32 819
31 982
20 364
14 248
12 855
12 388
202 290
672 663

3

US$/Tom

Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jawa Barat masih
memiliki lahan yang potensial untuk pengembangan kopi seluas 136 508 ha.
Lahan seluas itu tersebar di 17 wilayah kabupaten/kota. Kabupaten Bandung
(termasuk Bandung Barat) memiliki lahan potensial komoditas kopi yang paling
luas yaitu 50 814 ha, kemudian Kabupaten Sumedang seluas 15 048 ha, dan
Kabupaten Ciamis seluas 12 918 ha. Wilayah kabupaten/kota lainnya memiliki
lahan potensial komoditas kopi kurang dari 10 000 ha6. Secara komersial ada dua
jenis kopi yang dihasilkan di Indonesia yaitu kopi arabika dan kopi robusta.
Tanaman kopi arabika tumbuh dan berbuah optimal pada ketinggian diatas 1 000
m dpl, sedangkan kopi robusta 400 – 800 m dpl. Mengingat di Indonesia lahan
dengan ketinggian diatas 1 000 m dpl pada umumnya berupa hutan, maka
perkembangan tanaman kopi arabika masih terbatas7.
Kopi arabika saat ini telah menguasai sebagian besar pasar kopi dunia dan
memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan kopi robusta. Keunggulan
kompetitif tersebut salah satunya adalah harga yang lebih tinggi daripada jenis
kopi robusta (Gambar 2). Berdasarkan data ICO, harga kopi arabika di tingkat
dunia cenderung terus meningkat hingga pada tahun 2011 mencapai US$ 5
918/ton. Namun pada tahun 2012 mengalami penurunan karena adanya surplus
produksi dari Brazil sebagai produsen utama kopi arabika yang mencapai 3 juta
ton. Perbedaan harga kopi arabika yang lebih tinggi dari kopi robusta salah
satunya disebabkan oleh tingkat rasa kopi arabika yang lebih diminati oleh
konsumen dunia dan kandungan kafein yang rendah yaitu 0.8 sampai 1.4%
dibandingkan kopi robusta 1.7 sampai 4.0%8.

7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

2008

2009

2010

2011

2012

Arabika

2766

2832

3888

5918

4062

Robusta

2126

1544

1682

2512

2396

Sumber : International Coffee Organization (ICO) 2013

Gambar 2 Perbandingan harga kopi arabika dan kopi robusta di dunia tahun
2008-2012
Potensi pengembangan komoditi kopi di Kabupaten Bandung berperan aktif
untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Menurut Direktorat Jenderal Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Pertanian, jenis kopi yang cocok untuk dikembangkan di
6

http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php?ia=32&ic=62 [diunduh
2013 Sep 29]
7
http://www.aeki-aice.org/page/areal-dan-produksi/id [diunduh 2013 Desember 02]
8

4
Kabupaten Bandung adalah arabika. Kopi jenis ini mempunyai banyak
keunggulan seperti aroma yang tajam. Sebagian besar tanaman kopi ditanam
tumpangsari di lahan milik Perhutani melalui kegiatan program Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Harga kopi arabika berasan9 masih cukup
tinggi, berada pada kisaran Rp20 000 sampai Rp25 000/kg. Saat ini pemerintah
berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatan produksi dan produktivitas
“kopi preanger” sebagai kopi khas Jawa Barat. Beberapa programya adalah
pengembangan dan rehabilitasi kopi arabika di berbagai wilayah di Kabupaten
Bandung yang potensial untuk tanaman kopi dengan memberikan bantuan bibit
kopi arabika kepada para petani10.
Di Kabupaten Bandung Barat, sebagian besar perkebunan kopi arabika
terdapat di Kawasan Gunung Burangrang. Sesuai dengan kondisi wilayahnya
yang berada di ketinggian lebih dari 1 000 m dpl maka tanaman kopi yang cocok
dibudidayakan adalah jenis kopi arabika. Selain di Kawasan Gunung Burangrang,
kopi arabika dibudidayakan pula di lahan hutan negara dan lahan milik rakyat
setempat yang meliputi kawasan Gunung Manglayang, Kecamatan Lembang,
Parongpong, Cisarua, Cikalong Wetan, Wanayasa, Gunung Kadaka dan
Bukanagara. Para petani kopi dihimpun dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH) yang ada di masing-masing kawasan hutan.
Menurut data statistik potensi kopi arabika Perum Perhutani KPH Bandung
Utara tahun 2012, terdapat areal tanaman kopi arabika di wilayah Bandung Barat
dan Kawasan Hutan Bandung Utara seluas 445.72 ha dengan jumlah tanaman
kopi sebanyak 452 397 pohon. Luas areal tanaman kopi terbesar berada di wilayah
kecamatan Padalarang dan Cikalong Wetan di bawah naungan LMDH Padamaju
yang mencapai 164 ha dengan potensi tanaman sebanyak 249 360 pohon. Areal
terbesar lainnya terdapat di Kecamatan Manglayang di bawah naungan LMDH
Bina Mitra Mandiri seluas 134 ha, tetapi potensi tanamannya hanya sekitar 3 000
pohon. Secara rinci potensi luas areal tanaman kopi arabika di Kabupaten
Bandung Barat disajikan dalam tabel 2.
Tabel 2 Luas areal tanaman kopi arabika di Kabupaten Bandung Barat tahun
2012a
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
a

Kecamatan
Lembang
Lembang
Manglayang Barat
Padalarang &
Cikalong Wetan
Manglayang
Lembang
Cisalak Wanayasa
Cisalak
Cisalak
Cisalak
Cisalak
Kecamatan lainnya
Jumlah

Luas
8.25
9.09
1.20

Luas areal tanaman (Ha)
Nama LMDH
Bina Mitra Mandiri
Khayang
Sunten Jaya

Lokasi
Cikole
Cisarua
Lembang

Jumlah pohon
8 000
15 000
1 000

164.00

Padamaju

Padalarang

249 360

134.00
2.00
30.00
16.59
8.00
15.57
11.69
45.33
445.72

Bina Mitra Mandiri
Lembah Harapan Jaya
Giri Pusaka
Mayang
Giri Mandiri
Paku Haji
Sukakerti
LMDH lainnya

Lembang
Jayagiri
Wanayasa
Bukanagara
Gn Kramat

3 000
27 000
20 000
20 000
17 128
12 859
10 000
69 050
452 397

Sumber : Perum Perhutani KPH Bandung Utara, 2012

9

kopi biji yang sudah tidak berkulit tanduk dan siap diperdagangkan dengan kadar air 14 sampai
18%
10
http://pphp.deptan.go.id/beranda.html [diunduh 2013 Desember 02]

5

Di Kecamatan Cikalong Wetan, usaha perkebunan kopi terbesar berada di
Desa Cipada, Mekarjaya dan Ganjarsari yang terhimpun dalam LMDH Padamaju.
Bentuk usaha perkebunan kopi di LMDH Padamaju ini adalah lahan perkebunan
kopi arabika merupakan lahan milik Perum Perhutani RPH Burangrang Selatan
yang diberdayakan untuk petani di sekitar wilayah hutan melalui program PHBM.
Petani melakukan usaha perkebunan kopi arabika di atas lahan milik Perum
Perhutani secara tumpangsari dengan tanaman hutan yaitu pinus. Petani
penggarap merupakan anggota Koperasi Syari’ah Padamukti yang melakukan
perjanjian kerjasama dengan pihak Perum Perhutani mengenai bagi hasil
pemberdayaan lahan. Petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti dapat
menggarap lahan Perhutani seluas 356.84 ha. Saat ini anggota koperasi telah
memberdayakan lahan perhutani seluas 129 ha, sehingga potensi sisa lahan yang
dapat dikembangkan untuk ekstensifikasi yaitu 227.84 ha. Dalam perkembangan
usaha perkebunan kopi arabika petani anggota koperasi, perlu dilakukan analisis
untuk mengetahui usaha baik dari aspek non finansial maupun finansial untuk
menghindari risiko dari investasi yang ditanamkan.

Rumusan Masalah
Setiap usaha yang bergerak dalam sektor pertanian khususnya perkebunan
berkaitan dengan besarnya jumlah investasi yang ditanamkan, sehingga perlu
dilakukan analisis pada usaha atau proyek tersebut. Usaha perkebunan kopi
arabika memiliki karakteristik yang sama dengan usaha agribisnis lainnya. Selain
terpengaruhnya terhadap lingkungan eksternal seperti lingkungan, cuaca, iklim,
tanaman perkebunan merupakan produk yang membutuhkan lahan luas. Hal ini
membuat usaha perkebunan kopi arabika membutuhkan investasi yang cukup
besar. Agar suatu investasi tidak mengalami kerugian dan memberikan
keuntungan maksimal maka diperlukan suatu perencanaan yang matang berupa
perhitungan manfaat dan biaya, untuk mendapatkan informasi kelayakan finansial
usaha perkebunan kopi arabika.
Usaha perkebunan kopi di Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung
Barat dilaksanakan melalui Program PHBM. Dalam melaksanakan usaha budi
daya kopi ini, petani menghimpun diri dalam wadah Koperasi Syari’ah Padamukti
di Desa Cipada, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat. Kopi
arabika yang dibudidayakan oleh petani anggota koperasi ditanam di bawah
naungan pohon pinus karena kopi termasuk kelompok tanaman yang memerlukan
cahaya tidak penuh11. Berdasarkan perjanjian kerjasama antara anggota Koperasi
Syari’ah Padamukti dan Perum Perhutani, lahan hutan yang dapat digunakan
untuk budidaya kopi arabika adalah seluas 356.84 ha.
Petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti dalam mengusahakan tanaman
kopi saat ini telah berjalan selama 4 tahun. Dimulai sejak penanaman tahun 2010
hingga saat ini seluas 129 ha yang telah digarap oleh 168 petani anggota Koperasi
Syari’ah Padamukti dari skala usaha yang berbeda-beda mulai dari 2 000 m2
hingga 20 000 m2 tergantung modal yang dimiliki oleh petani. Sisa lahan seluas
11

Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar [Diunduh 2014 Februari 08]

6
227.84 ha rencana akan digunakan untuk perluasan penanaman usaha perkebunan
kopi arabika. Menurut data Koperasi Syari’ah Padamukti, populasi pohon kopi
arabika yang sudah ada adalah sebanyak 257 236 pohon. Saat ini kopi arabika
petani anggota koperasi telah berbuah dan telah menghasilkan kopi gelondong
segar12 sebesar 75.16 ton. Hasil tersebut belum maksimal karena sebanyak 107
000 pohon masih belum menghasilkan, sehingga potensi produksi kopi arabika
anggota Koperasi Syariah Padamukti dari tanaman yang menghasilkan dan belum
menghasilkan masih besar mengingat masa produktif kopi yaitu dapat lebih dari
15 tahun dengan puncak produksi pada tahun ke-11 tergantung varietas yang
ditanam.
Koperasi Syariah Padamukti merupakan kelembagaan pemasaran kopi pada
petani anggota yang bertindak sebagai pedagang perantara. Aktivitas pemasaran
yang saat ini berjalan yaitu petani kopi arabika anggota koperasi menjual kopi
gelondong segar ke Koperasi Syari’ah Padamukti, koperasi mengolah kopi
gelondong segar menjadi bentuk gabah13 untuk dijual ke Malabar Coffee yang
saat ini merupakan pasar tunggal Koperasi Syari’ah Padamukti. Mengingat
produksi kopi dari anggota Koperasi Syari’ah Padamukti belum optimal
sedangkan potensi kopi tersebut masih besar, memberikan peluang untuk
memberikan kontribusi bagi pasar domestik maupun pasar ekspor kopi yang
masih luas dan belum terpenuhi. Menurut Menteri Perdagangan dan Perindustrian
menyatakan bahwa pengembangan industri pengolahan kopi di dalam
negeri memiliki prospek yang sangat baik, selain itu kopi arabika di Indonesia
sebagian besar digunakan untuk domestik.
Usaha perkebunan kopi arabika petani anggota koperasi dihadapkan dalam
kendala belum optimalnya pemeliharaan yang memungkinkan terjadi penurunan
produksi kopi arabika serta adanya fluktuatif harga jual kopi arabika di tingkat
petani. Terbatasnya modal masyarakat sekitar hutan yang akan menggarap dari
sisa lahan hasil perjanjian kerjasama antara Koperasi Syari’ah Padamukti dengan
Perum Perhutani seluas 227.84 ha. Adanya rencana kebijakan dari LMDH bahwa
maksimal pengusahaan kopi hanya dibatasi maksimal seluas 2 ha. sehingga perlu
penelitian finansial dan non finansial mengenai kelayakan skala usaha perkebunan
kopi arabika yang dapat dijangkau oleh petani dengan manfaat yang cukup besar.
Selain itu juga dilakukan penelitian analisis kelayakan finansial dan sensitivitas.
Analisis sensitivitas diperlukan untuk menganalisis lebih lanjut mengenai
perubahan harga dan perubahan produksi sampai sejauh mana dapat
mempengaruhi penerimaan dari kelayakan suatu investasi.
Berdasarkan uraian di atas, adapun permasalahan yang dibahas di dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kelayakan usaha perkebunan kopi arabika pada petani anggota
Koperasi Syari’ah Padamukti dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial dan lingkungan pada berbagai
skala usaha?
2. Bagaimana kelayakan usaha perkebunan kopi arabika pada petani anggota
Koperasi Syari’ah Padamukti secara finansial pada berbagai skala usaha?
12

kopi yang baru dipanen dari kebun
biji kopi yang masih dilapisi kulit kopi tanduk yang sudah dicuci bersih dan sudah dijemur
beberapa saat sampai mencapai kering air dengan kadar air sekitar 40 sampai 45%

13

7
3. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha perkebunan kopi
arabika pada petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti terhadap perubahan
harga dan produksi pada berbagai skala usaha?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kelayakan usaha perkebunan kopi arabika pada petani anggota
Koperasi Syari’ah Padamukti secara non finansial dilihat dari aspek pasar,
aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial dan
lingkungan pada berbagai skala usaha.
2. Menganalisis kelayakan usaha perkebunan kopi arabika pada petani anggota
Koperasi Syari’ah Padamukti secara finansial pada berbagai skala usaha.
3. Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) dari perubahan pada harga
output, dan volume produksi terhadap kelayakan usaha perkebunan kopi
arabika pada anggota Koperasi Syari’ah Padamukti secara finansial pada
berbagai skala usaha.

Manfaat Penelitian
1.

2.
3.
4.
5.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
Bagi petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti adalah berguna sebagai
masukan untuk menentukan kebijakan terkait dengan kegiatan operasional dan
pengembangan usahanya.
Bagi penulis, untuk mengaplikasikan ilmu yang dipelajari selama masa
perkuliahan.
Bagi akademisi dan peneliti, sebagai informasi dan bahan pembanding untuk
penelitian selanjutnya.
Bagi investor, sebagai informasi dan acuan dalam proses pengambilan
keputusan investasi untuk alokasi modal yang akan ditanamkan.
Bagi kreditor, pihak kreditor memerlukan studi kelayakan bisnis sebagai salah
satu dasar dalam mengambil keputusan untuk memberikan kredit.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada petani anggota Koperasi Syari’ah
Padamukti di Desa Cipada Kecamatan Cikalong Wetan Kabupaten Bandung Barat
yang melakukan usaha perkebunan kopi arabika dengan output produksi buah
kopi gelondong segar. Menganalisis kelayakan usaha berdasarkan aspek pasar,
aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan lingkungan serta
analisis aspek finansial berdasarkan kondisi usaha berjalan pada berbagai skala
usaha.

8

TINJAUAN PUSTAKA
Kopi arabika baik tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian
di atas 1 000 m dpl. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan mengatakan
lahan pertanaman kopi yang tersedia di Indonesia sampai saat ini sebagian besar
berada di ketinggian antara 700 sampai 900 m dpl. Hal ini yang menyebabkan
sebagian besar (sekitar 95%) jenis kopi di Indonesia adalah kopi robusta. Oleh
sebagian besar negara pengguna kopi, kopi arabika dikonsumsi dalam jumlah
lebih banyak dibanding kopi robusta. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan cara
minum kopi yaitu dua pertiga atau lebih campuran seduhan merupakan kopi
arabika, sedangkan sisanya adalah kopi robusta. Secara tidak langsung kebiasaan
tersebut juga mempengaruhi pangsa pasar kopi dunia terhadap kebutuhan kopi
arabika. Hal ini dapat ditunjukan pada penelitian Siahaan (2008) tentang analisis
daya saing komoditas kopi arabika Indonesia di pasar internasional, bahwa kopi
arabika nasional mempunyai keunggulan kompetitif mencakup keunggulan harga
kopi arabika di pasar Internasional yang berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penawaran kopi di Indonesia, sehingga tiap kenaikan tingkat harga
internasional arabika sebesar satu satuan akan mengakibatkan peningkatan ekspor
kopi sebesar 0.009%.

Aspek Non Finansial
Aspek non finansial mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, dan hukum, aspek sosial, ekonomi, serta aspek lingkungan. Aspek
pasar adalah bagian dari aspek non finansial yang pertama dikaji karena ada
tidaknya pasar merupakan faktor utama dalam menentukan usaha. Adanya
jaminan pasar melalui kontrak dengan perusahaan lain memberikan kepastian
antara produsen dengan konsumen. Hal ini dapat ditunjukan dari penelitian
Zuraida (2008) tentang usaha pembibitan acasia crassicarpa bahwa Koperasi
Bunut Abadi mempunyai jaminan pasar dari konsumen yaitu PT Arara Abadi.
Peluang pasar merupakan salah satu tolak ukur layaknya usaha yang akan
dijalankan. Pada komoditas kopi arabika, apabila saluran pemasaran kurang
efisien maka posisi tawar (bargaining position) petani kopi arabika akan lemah.
Hal ini ditunjukan oleh penelitian Sallatu (2006) tentang analisis pangsa pasar dan
tataniaga kopi arabika di Kabupaten Tana Toraja Sulawesi Selatan bahwa struktur
pasar yang tidak bersaing sempurna, perilaku pasar yang cenderung meningkatkan
ketergantungan petani serta keterpaduan pasar yang mengukuhkan dominasi
eksportir dan pedagang besar mengakibatkan posisi tawar petani lemah sedangkan
potensi pasar kopi arabika baik domestik maupun internasional masih terbuka.
Pada aspek teknis, lokasi usaha di bidang pertanian harus cocok dengan
iklim setempat karena pertanian dipengaruhi oleh cuaca dan iklim. Faktor
lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kopi antara lain
ketinggian tempat, curah hujan, sinar matahari, dan tanah. Menurut Balai
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, kopi arabika baik tumbuh pada
ketinggian di atas 1 000 m dpl dengan curah hujan 1 500 sampai 2 500 mm per
tahun, rata-rata bulan kering 1 sampai 3 bulan dan suhu rata-rata 15 sampai 25 0C.

9
Selain itu, salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kopi
adalah intensitas cahaya. Hal ini dapat ditunjukan oleh penelitian Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar mengenai pengaruh jenis tanaman penaung
terhadap pertumbuhan dan persentase tanaman berbuah pada kopi arabika bahwa
jenis pohon penaung berpengaruh nyata terhadap komponen tinggi tanaman,
jumlah buku cabang primer, jumlah cabang primer, diameter batang, dan diameter
tajuk, tetapi tidak berpengaruh terhadap jarak antar cabang. Menurut Wisman
(2010) beberapa jenis tanaman pelindung yang cocok bagi tanaman kopi antara
lain lamtoro (Leucaena glauca), sengon (Paraserianthes falcataria) dan jenis
tanaman pelindung yang paling dianjurkan adalah mahoni karena tidak mudah
terserang hama dan penyakit tanaman kopi.
Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa
pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi. Pengalaman dan
keahlian yang dibutuhkan untuk mengelola bisnis tidak dapat dilukiskan secara
visual, namun selama persiapan investasi kegiatan bisnis evaluasi aspek
manajemen harus dilakukan dengan baik. Dapat ditunjukan pada penelitian
Listiawati (2010) mengenai analisis kelayakan usaha jambu biji di Kabupaten
Bogor bahwa ditinjau pada faktor manajemen para petani dalam kegiatan
budidaya, manajemen pemasaran hasil produksi, dan manajemen petani dalam
kaitannya dengan kelembagaan Gapoktan, menunjukkan bahwa manajemen para
petani telah dilakukan dengan baik dan sesuai.
Berdasarkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan yang dinilai adalah
seberapa besar usaha yang dilakukan memberikan kontribusi kepada negara
berupa pajak, ikut serta dalam melestarikan lingkungan karena usaha yang
dijalankan tidak menimbulkan limbah yang dapat membahayakan lingkungan
sekitar usaha dan mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat di sekitar lokasi
usaha. Ditunjukan pada penelitian Zuraida (2008) pada aspek sosial, usaha ini
layak untuk diusahakan karena memiliki peran sosial dalam penyediaan
kesempatan kerja, peningkatan kesejahteraan masyarakat serta menyumbang
pajak untuk pemerintah daerah. Selain itu, usaha pembibitan Acacia crassicarpa
memberikan manfaat positif untuk kegiatan pembibitan Acacia crassicarpa pada
Koperasi Bunut Abadi. Hal ini dikarenakan dengan permintaan untuk bibit Acacia
crassicarpa pada Koperasi Bunut Abadi. Dari aspek hukum, usaha yang
dijalankan oleh tidak menyalahi aturan-aturan hukum di Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan adanya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selain itu
Koperasi Bunut Abadi memiliki izin pendirian usaha dari Menteri Negara
Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dan surat izin usaha perdagangan dari
Departemen Perindustrian.

Aspek Finansial
Aspek finansial pada usaha yang akan atau sedang dijalankan dinyatakan
layak apabila telah memenuhi 4 kriteria investasi yaitu Net B/C lebih dari 1, NPV
yang positif, IRR diatas discount rate dan payback periode yang kurang dari umur
proyek. Kopi arabika merupakan salah satu tanaman tahunan yang membutuhkan
proyek jangka panjang dalam menjalankan usaha. Beberapa penelitian mengenai
kopi menjelaskan bahwa kopi arabika lebih menguntungkan dalam segi finansial

10
dibanding kopi robusta. Dapat ditunjukan pada penelitian Saragih (2007)
mengenai analisis pendapatan usatani dan pemasaran kopi arabika dan kopi
robusta di Provinsi Sumatera Utara. Hasil analisis menunjukan penerimaan ratarata usahatani kopi arabika adalah Rp18 477 000/ha/tahun dengan biaya tunai
rata-rata Rp3 743 000/ha/tahun dan biaya tidak tunai rata-rata Rp5 748
366/ha/tahun maka total pendapatan rata-rata petani setiap tahunnya adalah Rp8
985 634/ha/tahun. Sedangkan pada kopi robusta rata-rata penerimaan petani
sebesar Rp16 020 000/ha/tahun dengan biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp5
226 500/ha/tahun dan biaya tidak tunai sebesar Rp7 948 366/ha/tahun maka total
pendapatan rata-rata petani sebesar Rp2 843 134/ha/tahun.
Perkebunan kopi dapat tumbuh baik dengan adanya pohon naungan karena
kopi tidak menghendaki intensitas cahaya penuh. Kopi yang ditanam tumpangsari
dengan tanaman kehutanan telah banyak dilakukan sebagian besar Perum
Perhutani sebagai program untuk masyarakat sekitar hutan. Hal ini merupakan
usaha yang memberikan nilai tambah pada lahan yang diusahakan. Dapat
ditunjukan pada penelitian Wisman (2010) mengenai kelayakan usaha agroforestri
mahoni dan kopi dengan sistem bagi hasil di Jawa Tengah. Hasil analisisnya
menunjukan bahwa agroforestri mahoni dan kopi merupakan suatu usaha yang
layak untuk terus dijalankan, baik diusahakan secara bersama maupun secara
terpisah berdasarkan sistem bagi hasil. Hasil NPV sebesar Rp19 348 796/ha
diperoleh pada pengusahaan hutan (bersama) hasil BCR sebesar 3.29 dan IRR
sebesar 104.76%. Pada analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha
agroforestri mahoni dan kopi sudah tidak layak untuk dilaksanakan saat terjadi
peningkatan biaya produksi dan penurunan harga hasil produksi sebesar 10% pada
tingkat suku bunga sebesar 18% dengan tambahan biaya manajemen 20%.
Tanaman perkebunan lainnya yang banyak diminati oleh masyarakat karena
mempunyai potensi pasar yang cukup besar adalah kakao. Perkebunan kakao
rakyat sangat potensial untuk dikembangkan. Hasil penelitian mengenai Analisis
pengembangan perkebunan kakao rakyat oleh Baktiawan (2008) menunjukan
bahwa NPV > 0 yaitu antara Rp19 014 723 sampai Rp31 990 514, Net B/C > 1
yaitu sebesar 4.59 dan IRR antara 20% sampai 31% dengan payback period
selama 6 tahun dari umur proyek 20 tahun. Keseluruhan kelayakan investasi yang
dihitung berdasarkan discount rate sebesar 17%. Perubahan tingkat suku bunga
mempengaruhi nilai keuntungan nominal demikian juga halnya dengan perubahan
harga dan tingkat produksi merupakan yang sangat mempengaruhi tingkat
kelayakan investasi. Dapat ditunjukan pada penelitian Saragih (2002) bahwa
Kelayakan investasi pada pengembangan perkebunan biji kakao pada tingkat suku
bunga yang berlaku pada saat itu, investasi layak untuk dilakukan. Keuntungan
dapat ditingkatkan dengan melakukan pinjaman ke bank lokal. Selain dari
penentuan 4 kriteria investasi, perlu juga dilakukan perhitungan untuk mengukur
seberapa besar usaha dapat bertahan atau menghadapi perubahan.
Kopi arabika apabila dijual dalam bentuk gelondong segar kurang
memberikan keuntungan yang ekonomis pada petani. Untuk mendapatkan
keuntungan yang ekonomis, petani perlu melakukan fungsi pengolahan untuk
mendapatkan nilai tambah yang lebih. Hal ini dibuktikan pada penelitian Jati
(2006) mengenai analisis nilai tambah dan strategi pemasaran kopi bubuk arabika
di Semarang bahwa nilai tambah yang dihasikan setelah dijual dalam bentuk
produk olahan adalah Rp7 100/kg.

11
Analisis sensitivitas dan switching value merupakan metode untuk
mengukur ketahanan usaha apabila menghadapi goncangan dari beberapa variabel
yang berpengaruh terhadap usahanya. Hal ini ditunjukan pada penelitian Zuraida
(2008) dengan analisis sensitivitas menggunakan skenario, usaha pembibitan
Acacia crassicarpa ini tetap layak untuk diusahakan pada peningkatan biaya
bahan bakar bakar minyak (BBM). Usaha pembibitan Acacia crassicarpa tidak
sensitif terhadap perubahan pada biaya bahan bakar minyak (BBM) baik untuk
usaha pembibitan Acasia crassicarpa dengan pola usaha I maupun dengan pola
usaha II. Sedangkan usaha pembibitan Acacia crassicarpa dengan pola usaha II
sangat sensitif terhadap penurunan jumlah output yang dijual.
Sedangkan analisis switching value, mengukur seberapa kuat usaha dapat
bertahan hingga keuntungan sama dengan 0. Berdasarkan penelitian Listiawati
(2010) untuk variabel penurunan jumlah produksi jambu biji, penurunan yang
masih diperbolehkan terjadi agar usaha budi daya jambu biji masih layak
diusahakan adalah maksimal sebesar 51%. Sedangkan untuk penurunan harga jual
jambu biji, penurunan yang masih diperbolehkan adalah maksimal sebesar 45.5%
atau harga jualnya menjadi Rp1 090/kg. Hasil analisis ini menunjukkan harga jual
jambu biji merupakan variabel yang paling sensitif dan mempengaruhi usaha budi
daya jambu biji di Desa Babakan Sadeng. sedangkan menurut Sakina (2009)
dengan menggunakan analisis switching value, penurunan jumlah produksi
pengusahaan srikaya organik adalah hal yang paling berpengaruh terhadap
kelangsungan usaha dibandingkan dengan penurunan biaya operasional. Selain
itu, menurut Saragih (2002) harga kakao yang fluktuatif mengakibatkan nilai
keuntungan nominal tidak bisa ditetapkan secara jelas namun adanya analisis
switching value akan sangat membantu perusahaan untuk mengantisipasi hal
tersebut. Sehingga acuan referensi terdahulu ini dapat memberikan pandangan
terhadap aspek finansial dan non finansial usaha kopi arabika pada anggota
Koperasi Syari’ah Padamukti.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kegiatan investasi yang dilakukan di sektor pertanian khususnya
perkebunan mempunyai risiko yang cukup besar. Karena itu diperlukan
perencanaan serta pengkajian yang mendalam dan menyeluruh mengenai
pemanfaatan modal, untuk mengetahui besarnya manfaat yang diperoleh dan
besarnya biaya yang akan dikeluarkan. Hal itu terjadi karena modal merupakan
salah satu faktor produksi yang langka, sehingga di dalam usaha untuk memiliki,
menguasai, mengontrolnya harus dilakukan secara ekonomis. Oleh karena itu
sebelum anggota Koperasi Syari’ah Padamukti memutuskan untuk intensifikasi
dan memperluas usaha kopi arabika harus dilakukan suatu analisis yang disebut
studi kelayakan usaha, yang melihat secara menyeluruh berbagai aspek mengenai
kemampuan suatu usaha dalam memberikan manfaat sehingga risiko kerugian di
masa yang akan datang dapat diantisipasi. Penelitian ini disusun melalui dasar
pemikiran yang dilandasi dengan konsep-konsep dan teori yang relevan guna

12
memecahkan masalah penelitian. Berikut adalah kerangka pemikiran teoritis yang
akan dijelaskan secara terperinci.
Studi Kelayakan Bisnis
Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan untuk melakukan
pengambilan keputusan mengenai apakah suatu rencana bisnis diterima atau
ditolak serta apakah akan menghentikan atau mempertahankan bisnis yang sudah
atau sedang dilaksanakan (Nurmalina et al. 2010).
Studi kelayakan digunakan hampir pada setiap sektor usaha yang akan
didirikan, dikembangkan dan diperluas ataupun dilikuidasi, bahkan dibeberapa
departemen/instansi pemerintah, pengusulan proyek harus disertai studi
kelayakan. Kekeliruan dan kesalahan dalam menilai investasi akan menyebabkan
kerugian dan risiko besar. penilaian investasi termasuk dalam studi kelayakan
yang bertujuan untuk menghindari terjadinya ketelanjuran investasi yang tidak
menguntungkan karena usaha yang tidak layak. Studi kelayakan bisnis adalah
penelitian tentang dapat tidaknya suatu bisnis (biasanya merupakan bisnis
investasi) dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Muhammad 2000). Suatu
bisnis dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria manfaat investasi
sebagai berikut :
1. Manfaat ekonomis bisnis terhadap usaha itu sendiri (biasa disebut juga sebagai
manfaat finansial).
2. Manfaat bisnis bagi negara tempat usaha itu dilaksanakan (disebut juga
manfaat ekonomi nasional).
3. Manfaat sosial bisnis tersebut bagi masyarakat di sekitar bisnis.
Tujuan melakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari kerugian
penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak
menguntungkan. Studi kelayakan memerlukan biaya, namun biaya tersebut relatif
lebih kecil apabila dibandingkan dengan risiko kegagalan suatu proyek yang
menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Muhammad 2000).
Menurut Kasmir dan Jakfar (2012), 5 tujuan studi kelayakan bisnis dilakukan
yaitu untuk menghindari risiko kerugian, memudahkan perencanaan,
memudahkan pelaksanaan pekerjaan, memudahkan pengawasan, dan
memudahkan pengendalian.
Aspek-Aspek Analisis Kelayakan
Aspek yang perlu diperhatikan dalam studi kelayakan terbagi dalam 2
kelompok yaitu aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial
terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan hukum, aspek sosial,
ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan. Banyaknya aspek yang perlu
diperhatikan dalam suatu studi kelayakan sangat tergantung kepada karakteristik
dari masing-masing bisnis (Nurmalina et al 2010). Dengan menganalisa setiap
aspek yang ada, maka dapat dilihat kelayakan usaha yang sedang dijalankan oleh
anggota Koperasi Syari’ah Padamukti.
Aspek Pasar dan Pemasaran
Aspek pasar dikatakan layak jika terdapat potensi pasar dan peluang pasar
yang dapat diraih pelaku usaha dalam melakukan usaha. Menurut Gittinger (2008)
pengajian aspek pasar harus dimulai paling awal karena ada tidaknya pasar yang
cukup menarik dari produk yang dihasilkan merupakan faktor pokok dalam

13
menentukan keputusan proyek. Pengkajian aspek pasar harus mencakup hal-hal
seperti : perkiraan penawaran dan permintaan produk, pangsa pasar, dan strategi
pemasaran.
Analisis aspek pasar pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui berapa
besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market share dari produk yang
akan dihasilkan (Umar 2007). Menurut Nurmalina et al (2010), aspek pasar dan
pemasaran mencoba mempelajari tentang:
1. Permintaan
Permintaan yang diamati baik secara keseluruhan maupun diperinci
menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai serta
memperkirakan proyeksi permintaan tersebut.
2. Penawaran
Penawaran dapat berasal dari dalam negeri maupun berasal dari impor.
Bagaimana perkembangan di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang
akan datang. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran ini seperti
jenis barang yang dapat menyaingi, kebijakan dari pemerintah, dan
sebagainya.
3. Harga
Harga ditentukan berdasarkan perbandingan dengan barang-barang impor
dan produksi dalam negeri. Apakah ada kecenderungan perubahan harga dan
bagaimana polanya.
4. Program pemasaran
Program pemasaran mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan
bauran pemasaran (marketing mix).
5. Perkiraan penjualan yang dapat dicapai perusahaan
Market share yang bisa dikuasai perusahaan dapat dihitung dengan satuan
unit jumlah penjualan perusahaan dibagi jumlah penjualan industri.
Aspek Teknis
Aspek teknis dinyatakan layak jika lokasi usaha, teknologi, proses produksi,
dan tata letak usaha dapat menghasilkan produk secara optimal. Menurut
Nurmalina et al. (2010), aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan
dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah
bisnis tersebut selesai dibangun. Aspek-aspek teknis dapat dianalisis dari beberapa
faktor, yaitu :
1. Penentuan Lokasi Bisnis
Hal yang perlu diperhatikan untuk pemilihan lokasi bisnis antara lain
ketersedian bahan baku, letak pasar yang dituju, ketersediaan tenaga kerja, dan
iklim serta keadaan tanah (agroekosistem) dari lokasi bisnis.
2. Proses Produksi
Berdasarkan proses produksi dikenal adanya 3 jenis proses, yaitu proses
produksi yang terputus-putus, kontinyu, dan kombinasi. Sistem yang kontinyu
akan lebih mampu menekan risiko kerugian akibat fluktuasi harga dan
efektivitas tenaga kerja yang lebih baik dibandingkan dengan sistem terputus.
3. Layout
Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan
fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Pengertian layout mencakup

14
layout site (layout lahan lokasi bisnis), layout pabrik, layout bangunan bukan
pabrik, dan fasilitas-fasilitasnya.
4. Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment
Kriteria yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah
seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang
diharapkan, disamping kriteria yang lain yakni:
a. Ketepatan jenis teknologi yang dipilih dengan bahan mentah yang
digunakan.
b. Keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut di tempat lain yang
memiliki ciri-ciri yang mendekati dengan lokasi bisnis.
c. Kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) setempat dan
kemungkinan pengembangannya, juga kemungkinan penggunaan tenaga
kerja asing.
d. Pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan sebagai salinan
teknologi yang akan dipilih sebagai akibat keusangan.
Mesin dan peralatan meliputi yang bergerak dan tidak bergerak, yang secara
umum digolongkan dalam mesin pabrik, peralatan mekanik, peralatan elektronik,
peralatan angkutan, dan peralatan lainnya. Pemilihan mesin wajib mengikuti
ketentuan jenis teknologi yang telah ditetapkan dan perlu mempertimbangkan
berbagai macam faktor non teknologis seperti:
1. Keadaan infrastruktur dan fasilitas pengangkutan mesin dari tempat
pembongkaran pertama sampai ke lokasi bisnis.
2. Keadaan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan mesin maupun peralatan yang
ada di sekitar lokasi bisnis.
3. Kemungkinan memperoleh tenaga ahli yang akan mengelola mesin dan
peralatan tersebut.
Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek manajemen merupakan bentuk kegiatan dan cara pengelolaan dari
gagasan usaha yang direncanakan secara efisien. aspek ini dikatakan layak jika
planning, organizing, actuating, dan controlling dijalankan sesuai dengan
pedoman yang dianjurkan. Menurut Nurmalina et al (2010) uang, tanah, gedung,
mesin, dan bahan baku adalah benda mati tanpa manusia dibelakangnya, faktor
produksi tersebut tidak dapat beroperasi. Aspek manajemen perlu memperhatikan
deskripsi dari masing masing jabatan dan perhitungan tenaga kerja yang akan
digunakan serta struktur organisasi yang jelas dan terperinci. Pada masa
pembangunan, aspek manajemen mempelajari siapa yang akan menjadi pelaksana
bisnis, jadwal penyelesaian bisnis, dan siapa yang akan melakukan studi
kelayakan bisnis untuk masing-masing aspek. Aspek manajemen juga harus
mempertimbangkan persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk bisa
menjalankan pekerjaan-pekerjaan tersebut.
Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan
digunakan dan mempelajari jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan
menggunakan sumber dana yang berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat, dan
izin (Nurmalina et al, 2010). Mencakup status badan hukum perusahaan, izin
usaha dan peraturan yang mengendalikan kegiatan usaha. Menurut undangundang, ada 2 macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha, yaitu :

15
1. Membuat pembukuan (sesuai dengan pasal 6 KUH Dagang Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusa