Faktor-Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta Ke Kopi Arabika
FAKTOR- FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK ALIH
FUNGSI USAHA PERKEBUNAN KOPI ROBUSTA(
Coffea
robusta L
) KE KOPI ARABIKA
(Coffea arabica)
(Studi Kasus: Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)
SKRIPSI
ARIANTY LEDIANA DAMANIK
090304036
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
FAKTOR- FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK ALIH
FUNGSI USAHA PERKEBUNAN KOPI ROBUSTA (
Coffea
robusta L)
KE KOPI ARABIKA (
Coffea arabica)
(Studi Kasus: Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)
SKRIPSI
OLEH:
ARIANTY LEDIANA DAMANIK
090304036
AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Ir. Diana Chalil M.Si, Ph.D Sri Fajar Ayu, SP.MM. DBA NIP. 19670303199802001 NIP. 197008272008122001
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ABSTRAK
ARIANTY LEDIANA DAMANIK (090304036), dengan judul skripsi Faktor-Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta Ke Kopi Arabika. Peneliti dibimbing oleh Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP. MM.DBA.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor pendorong dan penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta Ke Kopi Arabika. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, penentuan sampel dalam penelitian dilakukan dengan metode Snowball. Metode analisis yang digunakan adalah Uji Beda rata- rata.
Kopi adalah salah satu komoditi perkebunan yang berperan dalam peningkatan devisa negara dan pendapatan petani. Dengan demikian produksi kopi dari tahun ke tahun harus meningkat untuk memenuhi permintaan domestik dan pasar internasional. Untuk itu petani banyak melakukan alih fungsi usaha perkebunan Kopi Robusta ke Kopi Arabika. Sehingga dari tahun ke tahun luas lahan Kopi Robusta mengalami penurunan sedangkan luas lahan Kopi Arabika meningkat setiap tahunnya. Hasil estimasi dengan uji beda rata rata menunjukan bahwa faktor penarik terjadinya alih fungsi usaha Kopi Robusta ke Kopi Arabika adalah Umur panen I Kopi Arabika yang lebih cepat, Intensitas panen yang lebih tinggi, , harga jual lebih tinggi, waktu kerja usaha tani, Produktivitas yang lebih tinggi, waktu pengeringan yang lebih cepat, jam kerja pasca panen yang lebih singkat, biaya pupuk yang lebih rendah dan yang menjadi faktor pendorong alih fungsi usaha adalah umur tanaman Kopi Robusta yang telah melewati umur ekonomis.
(4)
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Silau Marihat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada tangal 30 September 1991. Merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari Bapak J.Damanik dan Ibu L. Gultom.
Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
1. Tahun 2003 lulus dari Sekolah Dasar Negeri 095151 Silau Marihat.
2. Tahun 2006 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pematang Raya. 3. Tahun 2009 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pematang Raya. 4. Tahun 2009 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara melalui jalur reguler Ujian Masuk Bersama (UMB).
Pada bulan Juli-Agustus 2013, penulis melaksanakan Prakter Kerja Lapangan (PKL) di Desa Laut Tador, Kecamatan Tebing Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai. Dan pada tahun yang sama di bulan Maret penulis melaksanakan penelitian skripsi di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisai kemahasiswaan, Organisasi Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP), Unit Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara (UKM-KMK USU).
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Faktor-Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta Ke Kopi Arabika. (Studi Kasus: Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun)’’.
Skripsi ini diajukan untuk Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan merupakan suatu karya ilmiah yang disusun sebagai syarat untuk melengkapi kewajiban penulis sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si.Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu Sri Fajar Ayu, SP.MM.DBA selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaiakn skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir.Salmiah, M.Si selaku ketua Program Studi Agribisnis FP USU. 3. Bapak Dr.Ir.Satia Negara Lubis, M.Ec selaku sekretaris Program Studi
Agribisnis FP USU.
4. Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dan membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan,
(6)
5. Seluruh pegawai Program Studi Agribisnis Fakulatas Pertanian Universitas Sumatera Utara khususnya Kak Lisbet, Kak Runi dan Kak Yani yang membantu penulis dalam administrasi kampus.
6. Seluruh jajaran Dinas Perkebunan Kab. Simalungun yang telah membantu penulis dan staff pemerintahan Kecamatan Raya dan kepada masyarakat kecamatan Raya yang telah banyak membantu dalam penelitian penulis.
Penulis juga menyampaikan terimakasih secara khusus kepada Ayahanda J. Damanik dan Ibunda L.Gultom atas semangat, kasih sayang, dan dukungan baik materi, doa serta kesabarannya dalam mendidik penulis selama ini. Juga ucapan terimakasih kepasa Kakanda Ferawaty Marlija Damani, ST, Adinda Poly Persada Damanik, Adinda Afni Debora Damanik, Adinda Tri Nata Damanik yang juga memberikan dukungan, motivasi, dan doa kepada penulis.
Penulis juga berterima kasih kepada semua teman-teman stambuk 2009 Agribisnis, yang menjadi inspirai selama penulis menjalani perkuliahan, secara khusus kepada sahabat-sahabat saya Septionery Sibuea, Sartika Panggabean, dan Siti Ulparia untuk setiap saran, motivasi dan doa yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang membaca skripsi ini demi tercapainya karya terbaru ke depannya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ...viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penulisan ... 6
1.4. Kegunaan Penulisan ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 8
2.2. Landasan Teori ... 17
2.3. Kerangka Pemikiran ... 21
2.4. Hipotesis Penelitian ... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 25
3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 25
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 26
3.4. Metode Analisis Data ... 27
3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ... 28
3.5.1. Defenisi ... 28
3.5.2. Batasan Operasional ... 29
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 31
4.2. Keadaan Penduduk ... 33
(8)
4.4. Karakteristik Petani Sampel ... 37
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Faktor-Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta Ke Kopi Arabika ... 40
5.1.1. Perbedaan Umur Panen I ... 44
5.1.2. Intensitas Panen ... 46
5.1.3. Harga Jual ... 48
5.1.4. Waktu Kerja Usaha Tani ... 51
5.1.5. Produktivitas ... 52
5.1.6. Waktu Pengeringan ... 55
5.1.7. Jam Kerja Pasca Panen ... 57
5.1.8. Biaya Pupuk ... 59
5.1.9. Pengalaman Usaha Tani ` ... 61
5.1.10. Luas Lahan ... 63
5.1.11. Umur Petani ... 64
5.1.12. Umur Tanaman ... 66
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 70
6.2. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel
JudulHal
1
Perkembangan LuasLahan,Produksi, dan Produktivitas Kopi Arabika Di Simalungun Tahun 2007-20113
2
Harga Kopi Rata-Rata Kecamatan di Simalungun Tahun 20114
3
Perbedaan Kopi Arabika dan Kopi Robusta9
4
Grade Kopi Arabika di Sumatera11
5
Spesifikasi Persyaratan Mutu Biji Kopi11
6
Luas Lahan Tanaman Kopi Arabika di Kabupaten Simalungun Tahun 201124
7
Perubahan Luas Lahan Kopi Robusta dan Arabika di KecamatanRaya
25
8
Luas Wilayah Menurut Desa/ Kelurahan dan Jenis PenggunaanLahan di Kecamatan Raya Tahun 2011 (Ha)
31
9
Luas Tanaman dan Produksi menurut Jenis Tanaman PerkebuananRakyat Di Kecamatan Raya Tahun 2011
32
10
Luas Panen dan Rata-Rata Produksi Tanaman Bahan MakananMenurut Jenis Tanaman di Kecamatan Raya Tahun 2011
33
11
Jumlah Penduduk Berdasarkan Desa/ Kelurahan dan JenisKelamin di Kecamatan Raya Tahun 2011
34
12
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin diKecamatan Raya Tahun 2011
34
13
Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha dan Nagori(Desa)/Kelurahan
35
14
Keadaan Sarana dan Prasarana Kecamatan Raya Tahun 201135
15
Panjang Jalan menurut Kondisi Jalan Di Kecamatan Raya Tahun 201136
16
Panjang Jalan Menurut Permukaan Jalan di Kecamatan Raya,37
(10)
Tahun 2011 (Km)
17
Karakteristik Petani Sampel di Kecamatan Raya37
18
Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta Ke Kopi Arabika39
19
Kecenderungan Faktor-Faktor Pendorong dan Penarik Alih FungsiUsaha Perkebunan Kopi Robusta ke Kopi Arabika
42
20
Kecenderungan Faktor-Faktor Penyebab Petani Bertahan BertanamRobusta
43
21
Uji Beda Rata-Rata Faktor Pendorong dan Penarik Alih FungsiUsaha Perkebunan Kopi Robusta ke Kopi Arabika
43
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Hal
1 Grafik perubahan Luas Lahan Kopi Robusta dan
Arabika di Kabupaten Simalungun 2007-2011 ... 5 2 Kerangka Pemikiran ... 21
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Lampiran
1. Karakteristik Petani Sampel Yang Mengalihkan Lahan dari Kopi Robusta Ke Kopi Arabika
2. Karakteristik Petani Robusta
3. Jam Kerja Usaha Tani Kopi Arabika/Tahun 4. Jam Kerja Usaha Tani Robusta/ Tahun 5. Jam Kerja Pengolahan Kopi Arabika/Tahun 6. Jam Kerja Pengolahan Robusta
7. Perkembangan Luas Lahan Kopi Robusta dan Kopi Arabika Di Simalungun
8. Biaya Pupuk Kopi Arabika/Tahun/Ha
9. Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Kopi Robusta/Ha/Tahun
10. Perkembangan Harga Kopi Arabika dan Kopi Robusta di Kabupaten Simalungun
11. Perkembangan Harga Kopi Arabika per Bulan Tahun 2011 di Kabupaten Simalungun
12. Perkembangan Harga Kopi Robusta Per Bulan di Kabuapaten Simalungun Tahun 2011
13. Faktor-Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta ke Kopi Arabika di Kabupaten Simalungun
14. Standard Produktivitas Kopi Robusta dan ArabikaBerdasarkan Umur Tanaman
15. Kecenderungan Faktor- Faktor Petani Tetap Menanam Kopi Robusta 16. Kecenderungaan Faktor- Faktor Pendorong dan Penarik Alih fungsi Usaha
Perkebunan
(13)
ABSTRAK
ARIANTY LEDIANA DAMANIK (090304036), dengan judul skripsi Faktor-Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta Ke Kopi Arabika. Peneliti dibimbing oleh Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP. MM.DBA.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor pendorong dan penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta Ke Kopi Arabika. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, penentuan sampel dalam penelitian dilakukan dengan metode Snowball. Metode analisis yang digunakan adalah Uji Beda rata- rata.
Kopi adalah salah satu komoditi perkebunan yang berperan dalam peningkatan devisa negara dan pendapatan petani. Dengan demikian produksi kopi dari tahun ke tahun harus meningkat untuk memenuhi permintaan domestik dan pasar internasional. Untuk itu petani banyak melakukan alih fungsi usaha perkebunan Kopi Robusta ke Kopi Arabika. Sehingga dari tahun ke tahun luas lahan Kopi Robusta mengalami penurunan sedangkan luas lahan Kopi Arabika meningkat setiap tahunnya. Hasil estimasi dengan uji beda rata rata menunjukan bahwa faktor penarik terjadinya alih fungsi usaha Kopi Robusta ke Kopi Arabika adalah Umur panen I Kopi Arabika yang lebih cepat, Intensitas panen yang lebih tinggi, , harga jual lebih tinggi, waktu kerja usaha tani, Produktivitas yang lebih tinggi, waktu pengeringan yang lebih cepat, jam kerja pasca panen yang lebih singkat, biaya pupuk yang lebih rendah dan yang menjadi faktor pendorong alih fungsi usaha adalah umur tanaman Kopi Robusta yang telah melewati umur ekonomis.
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu komoditas penting. Pada tahun 1981 dihasilkan devisa sebesar US$ 347,8 juta dari ekspor kopi sebesar 210.800 ton. Nilai ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat pada tahun 2001, komoditas kopi mampu menghasilkan devisa sebesar US$597,7 juta dan dan menduduki peringkat pertama diantara komoditas ekspor subsektor perkebunan. Namun, produksi kopi Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2001 (390.000 ton) hingga tahun 2004 (300.000 ton). Salah satu penyebabnya adalah kurangnya perawatan lahan dan frekuensi pemupukan menurun. Dan bagi petani itu sendiri kopi sudah puluhan tahun mempunyai arti ekonomis sebagai sumber pendapatan karena tanpa pemeliharaan intensif pun kopi cukup untuk menambah penghasilan dan mendatangkan keuntungan yang berlipat jika diusahakan dengan sebaik-baiknya (Najiyati, 2008).
Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara. Kopi memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia yang merupakan salah satu komoditi perkebunan nasional. Peran tersebut dapat berupa pembukaan kesempatan kerja serta sebagai sumber pendapatan petani (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Indonesia adalah produsen keempat terbesar kopi dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolumbia, dengan sumbangan devisa cukup besar. Harga Kopi Robusta dan
(15)
terakhir yaitu tahun 2009-2011. Pada transaksi April 2011 harga Kopi Robusta tercatat US$ 259 per ton, sangat jauh dibandingkan dengan harga rata-rata pada 2009 yang hanya US$ 165 per ton. Demikian pula, harga Kopi Arabika yang tercatat telah melampaui US$ 660 per ton, suatu lonjakan tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata pada 2009 yang hanya US$ 317 per ton. Dengan kinerja ekspor yang mencapai 300 ribu ton saja, maka devisa yang dapat dikumpulkan Indonesia mampu mencapai US$ 77,7 juta (Arifin, 2011).
Di Indonesia tanaman kopi mempunyai lahan dengan luas pada peringkat ketiga setelah karet dan kelapa sawit. Tanaman ini memiliki pertumbuhan produktivitas yang cenderung terus naik. Harga jualnya juga terus meningkat. Tanaman kopi adalah komoditas ekspor yang cukup menjanjikan karena mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi di pasaran dunia (Suwarto, 2010).
Total produksi kopi Indonesia selama setahun, menurut data, hanya mencapai 700.000 ton, dengan kontribusi produksi Kopi Arabika sebesar 10%-15% setahun. Produksi kopi Indonesia saat ini telah mencapai lebih kurang 650.000 ton per tahun, dimana sektor perkebunan rakyat merupakan penghasil utama kopi Indonesia (96,2%), sisanya dari sektor perkebunan swasta lebih kurang sebesar 10.000 ton (1,5%) dan dari sektor perkebunan negara menyumbang rata-rata 15.000 ton (2,3%) per tahun (Purba, 2011).
Dalam peningkatan produksi kopi banyak warga Simalungun yang mengalihkan lahannya dari pertanaman Kopi Robusta untuk dijadikan pertanaman Kopi Arabika, karena mereka menganggap usaha pertanaman Kopi Arabika lebih
(16)
sebagai akibat dari harga jual yang tinggi dari Kopi Arabika tersebut. Pertanaman kopi dijadikan sebagai andalan pertanian warga karena, selain tingkat pendapatan yang tinggi juga teknik pengerjaan yang praktis. Dengan harapan petani pada pertanaman Kopi Arabika maka luas lahan yang digunakan petani untuk pertanaman Kopi Arabika semakin luas.
Tabel 1. Perkembangan Luas Lahan,Produksi, dan Produktivitas Kopi Arabika Di Simalungun Tahun 2007-2011
Tahun LuasKopiArabika Produksi/Tahun (Ton)
Produktivitas
2007 5.759,41 6817,82 1,01
2008 6.235,74 6460,52 1,036
2009 6.677,27 7245,39 1,08
2010 6.769,23 8487,45 1,25
2011 7.067,23 8077,11 1,14
Sumber: Disbun Simalungun, 2012
Dari data diatas jelas terlihat bahwa perkembangan luas lahan Kopi Arabika dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dan perkembangan luas lahan tersebut sejalan dengan perkembangan produksi yang juga semakin meningkat. Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa produktivitas Kopi Arabika di Simalungun dari tahun ke tahun akan semakin tinggi.
Namun demikian untuk produktivitas, Sumatera Utara masih tergolong produktivitas rendah. "Produksi Kopi Arabika di Sumut tahun 2008 sebesar 43.643,32 ton dengan luas areal 53.869,36 hektar. Kemudian pada tahun 2009 produksi meningkat menjadi 45.482,81 ton dengan luas areal 57.141,89 hektar,
(17)
jenis itu sebanyak 46.655,75 ton per tahun dengan luas areal 58.418,32 hektar, maka produktivitas sekitar 0,79% (Silalahi, 2012).
Harga merupakan faktor yang mempengaruhi petani untuk mengusahakan suatu komoditi. Untuk komoditi kopi harga jualnya cenderung stabil. Namun harga Kopi Robusta lebih rendah disbanding Kopi Arabika. Sebagaimana dapat kita lihat pada table berikut ini.
Tabel 2. Harga Kopi Rata-Rata Kecamatan di Simalungun Tahun 2011
Sumber: Disbun Simalungun Tahun 2011. Bulan Harga Kopi
Arabika(Rp/Kg)
Harga Kopi Robusta (Rp/Kg)
Januari 21.454 13.625
Februari 24.727 11.375
Maret 21.409 11.937
April 24.200 14.562
Mei 29.136 16.062
Juni 29.550 17.375
Juli 23.777 16.562
Agustus 24.777 16.687
September 25.318 15.550
Oktober 24.318 15.562
November 26.309 15.250
Desember 28.545 17.250
Harga Rata-Rata
(18)
Peningkatan produktivitas dari usaha tani kopi memerlukan kebijakan dari pemerintah yaitu dalam penyediaan modal dan bantuan sarana produksi yang diperlukan. Hingga petani tidak hanya memperluas lahan tetapi dapat meningkatkan produktivitas. Dengan adanya pengalihan lahan dari Kopi Robusta ke Arabika maka luas lahan Arabika akan semakin meningkat sedangkan luas lahan Robusta akan semakin menurun sebagaimana ditunjukan oleh grafik di bawah ini:
Gbr1. Grafik Perubahan Luas Lahan Kopi Robusta dan Arabika di Kabupaten Simalungun 2007-2011
Kemampuan produksi tanaman itu sendiri pun dapat menjadi penyebab dilakukannya konversi tanaman ke tanaman lain. Seperti yang kita ketahui kemampuan produksi tanaman dapat bervariasi disebabkan oleh faktor genetis, umur, dan lingkungan. Untuk mendapatkan keuntungan maksimum dengan biaya yang seefisien mungkin, perkebunan harus mempunyai program pengelolaan tertentu. Setelah mencapai suatu siklus pertanaman atau karena pertimbangan tertentu maka suatu areal tanaman yang telah menjadi tidak produktif lagi dan
0,00 1.000,00 2.000,00 3.000,00 4.000,00 5.000,00 6.000,00 7.000,00 8.000,00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
LU
AS
TAHUN
Luas Kopi Robusta Luas Kopi Arabika
(19)
diganti dengan tanaman yang baru. Jika tanaman diganti atau ditanam dengan jenis tanaman yang sejenis pada lahan yang sama maka hal ini disebut “peremajaan” atau” Replanting” . jika diganti atau ditanam dengan tanaman lain maka hal ini disebut “konversi” (Herlina, 2002).
Tanaman kopi mempunyai umur ekonomis 10 -15 tahun. Apabila telah mencapai umur ekonomis maka produktivitas akan menurun sehingga keuntungan marjinal akan menurun. Sehingga alternatif untuk melakukan peremajaan atau konversi menjadi pilihan yang tepat untuk mendapatakan investasi terbaik. Peremajaan maupun konversi memerlukan biaya yang cukup besar dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan. Dan keberadaaan modal yang terbatas membuat para pengambil keputusan harus benar- benar mempertimbangkan keputusannya.
Petani di Simalungun yang sebelumnya mengusahakan Kopi Robusta dalam skala yang luas kini banyak yang telah mengganti tanaman Kopi Robusta menjadi tanaman Kopi Arabika, sehingga dari tahun ke tahun luas tanaman Kopi Robusta di Simalungun semakin menurun, padahal sebelumnya Kopi Robusta adalah salah satu komoditi yang menjadi sumber penghasilan masyarakat di Simalungun.
Dengan melihat fenomena dan permasalahan yang ada maka ada ketertarikan penulis untu meneliti faktor- faktor apa yang menyebabkan adanya kecenderungan masyarakat untuk mengalihfungsikan usaha tani perkebunan Kopi Robusta menjadi Kopi Arabika di Simalungun.
(20)
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan yaitu faktor apa saja yang merupakan pendorong dan penarik petani melakukan alih fungsi lahan dari tanaman Kopi Robusta ke tanaman Kopi Arabika.
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor- faktor pendorong dan penarik petani melakukan alih fungsi usaha dari tanaman Kopi Robusta ke tanaman Kopi Arabika.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian dalam hal ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai berikut: 1. Sebagai bahan informasi dan masukan berupa pemikiran bagi setiap orang
yang terkait dalam pengalihan lahan Kopi Robusta ke tanaman Kopi Arabika secara khusus kepada petani di daerah penelitian.
2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa khususnya di Jurusan Agribisnis. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dengan adanya kebijakan yang
berpihak kepada petani sehingga keputusan petani dalam alih fungsi usaha perkebunan menjadi keputusan yang tepat.
(21)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1.Tinjauan Pustaka
Kopi Arabika di Indonesia dengan luasan hanya 3,6% dari luas areal kopi, sedang ditinjau letak geografisnya adalah merupakan daerah potensi tanaman Kopi Robusta dan Arabika. Produktivitas kopi rata-rata masih rendah, yaitu sekitar 564 Kg/Ha. Selain itu kopi Indonesia umumnya dikenal mempunyai cita rasa yang rendah. Peningkatan produksi kopi dapat dilakukan melalui intensifikasi pengelolaan kebun yang sudah ada, konversi dari komoditas lain menjadi kopi, serta pengembangan kopi di lahan baru. Upaya tersebut perlu didasari dengan pengetahuan persyaratan lahan, teknis budidaya, maupun cara pengolahan yang tepat agar diperoleh mutu hasil yang baik, sehingga pekebun dapat memperoleh harga yang tinggi (Anonimus1, 2012).
Jenis kopi yang tumbuh di sebagian besar Provinsi Sumatera Utara adalah Arabika. Kabupaten penghasil Kopi Arabika terbaik dari Indonesia berada di Kabupaten Tapanuli Utara – Kopi Lintong, Kabupaten Mandailing-Kopi Mandailing, dan Kabupaten Gayo-Kopi Gayo. Dari hasil pengamatan penulis terdapat dua kabupaten yang banyak mengalami perluasan areal perkebunan kopi yaitu Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Samosir. Pada tahun 2006 luas areal perkebunan kopi di Sumatera Utara sekitar 51.044 hektar dengan jumlah produksi mencapai 41.709 ton/tahun (Panggabean, 2011).
(22)
Dalam Najiyati (2008), Lebih dari 90% tanaman kopi di Indonesia diusahakan oleh rakyat. Umumnya, tanaman kopi rakyat sudah berumur cukup tua sehingga tidak produktif lagi. Penerapan teknologi pun masih sederhana. Sehingga produksi dan mutunya rendah. Untuk mengatasi hal ini maka langkah yang perlu ditempuh oleh petani sebagai berikut:
1. Mengembangkan varietas Kopi Arabika unggul pada lahan yang sesuai.
2. Mengganti tanaman tua dengan tanaman muda varietas unggul yang dianjurkan (peremajaan)
3. Menerapkan teknik budidaya yang benar, baik sistem penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, maupun pengaturan naungan
4. Menerapkan sistem pemanenan dan pengolahan yang benar, baik cara pemetikan, pengolahan, pengeringan maupun sortasi.
Perbedaan antara Kopi Robusta dan Arabika adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Perbedaan Kopi Arabika dan Kopi Robusta
Perbedaan Kopi Arabika Kopi Robusta
Tahun Ditemukan 1753 1895
Kromosom (2n) 44 22
Waktu dari berbunga sampai berbuah
9 bulan 10-11 bulan
Berbunga Setelah hujan Tidak tetap
Buah Matang Jatuh Dipohon
Akar Dalam Dangkal
Temperatur optimal(rata-rata/tahun)
(23)
Curah Hujan optimal 1500-2000mm 2000-3000 mm
Kandungan Kafein 0,8-1,4% 1,7-4,0%
Bentuk Biji Datar Oval
Karakter Rebusan Asam Pahit
Sumber: ICO, 2008
Tercatat, panen kopi 2011 turun menjadi 633.991 ton dibanding panen 2010 yang mencapai 686.921 ton. Angka panen itu akan mempengaruhi produktivitas lahan pada 2011 yang hanya memproduksi 672 kilogram per hektar. Padahal pada 2010 mencapai 780 kilogram per hektare. Sesuai data Direktorat Jenderal Perkebunan melengkapi pencapaian panen pada 2011 sebanyak 487.230 adalah kopi jenis Robusta. Sementara sisanya jenis Arabika. Kopi Arabika mengalami pertumbuhan yang lebih signifikan dibanding Robusta. Jenis Arabika mampu tumbuh 9,93% per tahun sedangkan Robusta hanya 3,58% (Purwo,2012).
Ketepatan waktu panen sangat berpengaruh terhadap mutu kopi yang dihasilkan. Oleh sebab itu kopi harus dipanen pada tingkat kematangan yang tepat. Tingkat kematangan yang tepat ditandai dengan buah yang telah berwarna merah terang. Iklim dan jenis kopi mempengaruhi masa pembungaan sehingga waktu panen juga dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Menurut Nurul (2008), untuk menghasilkan produk yang baik maka diperlukan tenaga kerja wanita untuk melakukan grading yaitu memilih kopi tersebut sesuai dengan kelasnya. Untuk grading Kopi Arabika dengan kadar kering 13 % berdasarkan kualitas di Sumatera (Sumatera Utara dan Dataran Tinggi Gayo NAD)adalahsebagai berikut :
(24)
Tabel 4. Grade Kopi Arabika di Sumatera Grade Nilai
1 0-11
2 12-25
3 26-44
4a 45-60
4b 61-80
5 81-150
6 151-225
Sumber: Tim Karya Tani Mandiri, 2010
Dalam buku Tim Karya Mandiri (2011), yang berjudul Pedoman Budidaya Tanaman Kopi dijelaskan bahwa standar mutu diperlukan sebagai tolak ukur dalam pengawasan mutu dan merupakan perangkat pemasaran dalam menghadapi klaim dari konsumen dan dalam memberikan umpan balik ke bagian pabrik dan bagian kebun. Standar ini harus dipenuhi agar kopi yang telah diolah oleh pabrik dapat diterima oleh konsumen dan sebagai tolak ukur apakah sudah memenuhi kriteria yang telah ditentukan atau belum. Standar nasional Indonesia biji kopi menurut SNI No 01-2907-1999 adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Spesifikasi Persyaratan Mutu Biji Kopi
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Kadar air (b/b) % Masksimum 12
2 Kadar kotoran berupa ranting, batu, tanah dan benda-benda asing lainnya
% Masksimum 0,5
3 Serangga hidup - Bebas
(25)
5 Biji ukuran besar, tidak lolos ayakan lubang bulat ukuran diameter 7.5 mm (b/b)
% Maksimum lulus 2.5
6 Biji ukuran sedang lolos ayakan lubang bulat ukuran diameter 7.5 mm,tidak lolos ayakan lubang bulat ukuran diameter 6.5 mm (b/b)
% Maksimum lulus 2.5
7 Biji ukuran kecil, lolos ayakan lubang bulat ukuran diameter 6.5 mm, tidak lolos ayakan lubang bulat ukuran diameter 5,5 mm (b/b)
% Maksimum lulus 2.5
Sumber: Star Farm, 2009
Dalam penentuan harga maka kelas mutu adalah salah satu faktor yang mempengaruhi harga , semakin sedikit jumlah biji kopi yang cacat maka harganya pun semakin tinggi dan sebaliknya semakin banyak cacat kopi maka harganya semakin rendah. Pada dasarnya kelas mutu satu dan dua adalah sebagai komoditi ekspor ke luar negeri (Saragih, 2007).
Dengan pertimbangan harga jual yang lebih mahal dibanding Kopi Robusta dan dengan melihat minat yang tinggi di pasaran, pengembangan Kopi Arabika dinilai sangat menguntungkan. Di daerah Sumatera Utara banyak lahan yang cocok untuk ditanami Kopi Arabika. Sebaiknya pemerintah di masing- masing daerah sentra kopi melirik peluang tersebut. Jika luas areal pertanaman Arabika dikembangkan sejalan dengan peremajaan Kopi Robusta, maka produksi kopi dalam negeri akan banyak. Dengan kemampuan untuk memproduksi kopi yang meningkat maka akan memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kopi (Silalahi, 2012).
(26)
Pakpahan, et.al (1993) dalam Munir (2008), membagi faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan dalam kaitannya dengan petani, yakni faktor tidak langsung dan faktor langsung.
1. Faktor tidak langsung antara lain perubahan struktur ekonomi, petumbuhan penduduk, arus urbanisasi dan konsistensi implementasi rencana tata ruang.
2. Faktor langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan sebaran lahan sawah prasarana dan sarana transportasi dan komunikasi yang memadai telah membuka wawasan penduduk pedesaan terhadap dunia baru di luar lingkungannnya.
Dari hasil penelitian Tarwyati (1991), yang berjudul” Evaluasi Proyek Konversi Tanaman Kopi Menjadi Tanaman Teh” dijelaskan pada proyek konversi tanaman kopi menjadi tanaman teh menunjukan penggantian atau pembongkaran areal tanaman kopi dan diganti dengan penanaman tanaman teh. Hal ini disebabkan siklus produksi tanaman kopi sudah mencapai tahap penurunan dengan bertambahnya waktu, dengan kata lain umur tanaman kopi telah tua sehingga produktivitas tanaman menurun. Penurunan produktivitas kopi akan menurunkan pendapatan dari usaha tanaman kopi sedangkan pendapatan dari tanaman kopi akan meningkat sejalan dengan peningkatan produktivitas tanaman (cateris paribus). Usaha peremajaan atau konversi tanaman dengan tanaman lain dianggap lebih menguntungkan dalam hal ini adalah tanaman teh.
Berdasarkan hasil penelitian Hutasoit (2010) yang berjudul “ Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Petani Mengganti Tanaman Coklat Ke Tanaman Sawit di Desa
(27)
Blok X Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai” bahwa faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan adalah modal dan cara kerja, harga sawit yang terus meningkat dan akibat pengaruh adanya masyarakat yang telah menanam sehingga ada keinginan untuk mengikutinya.
Dalam penelitian Purba (2009), yang berjudul” Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun” faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan dari teh menjadi kelapa sawit yaitu harga teh, yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alih fungsi lahan. Berarti penurunan harga teh mengakibatkan peningkatan alih fungsi lahan. Dan pengaruh harga TBS berpengaruh positif dan signifikan terhadap alih fungsi lahan dan faktor selanjutnya adalah jumlah tenaga kerja. Dimana perubahan alih fungsi lahan secara langsung merespon ketiga variabel tersebut.
Dari hasil penelitian Supriadi (2010) di Desa Kubu, Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara, diketahui bahwa faktor penyebab yang paling dominan menjadi faktor penyebab adalah harga, yang selanjutnya pendapatan yang lebih tinggi, modal, pengetahuan dan pendidikan petani itu sendiri.
Pada hasil penelitian Aprianita (2011) “Alih Fungsi Lahan Tebu Menjadi Lahan Kelapa sawitdi PTPN II Unit Kebun Tandem”bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi kebun kelapa sawit diganti menjadi tanaman kelapa sawit di PTPN II unit tandem adalah pengaruh tingkat pendapatan. Dimana pendapatan dipengaruhi oleh rendemen. Dalam hal ini rendemen tebu mengalami penurunan
(28)
(6%) sedangkan kelapa sawit rendemennya sekitar 22% untu CPO dan PKO sekitar 4%.
Pada dasarnya adanya konversi tanaman Kopi Robusta ke Kopi Arabika dilakukan dengan berbagai pertimbangan antara lain adanya perbedaan harga kopi dimana harga Kopi Arabika lebih tinggi dibandingkan Kopi Robusta secara khusus di pasar dunia. Pada dasarnya secara global komposisi kopi dunia masih didominasi oleh Kopi Robusta, sedangkan Kopi Arabika hanya mencapai 6 persen. Banyak lahan yang ditanami Kopi Robusta yang sebenarnya sesuai syarat kesesuain lahan lebih cocok untuk pertanaman Kopi Arabika. Tanaman Kopi Arabika yang merupakan hasil konversi dengan proses penyambungan dapat menghasilkan lebih awal dibandingkan dengan tanaman kopi yang dihasilkan dari penanaman biji. Harapannya Kopi Arabika dapat mencapai 30 persen dari produksi kopi nasional. Diasumsikan produksi kopi nasional saat ini 450.000 ton per tahun, dan diharapkan terjadi peningkatan sekitar 30 persen per tahun pada produksi Kopi Arabika serta selisih harga nominal antara Kopi Robusta dan Kopi Arabika minimal US$ 1, dengan demikian diharapkan adanya peningkatan devisa hingga mencapai US$ 67.500 juta atau sekitar Rp 141.750 milyar. Pendapatan petani juga akan meningkat dengan penanaman Kopi Arabika dibandingkan jika petani menanam Kopi Robusta (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Untuk peningkatan nilai ekspor komoditi kopi, pemerintah sedang menggalakkan program pengembangan Kopi Arabika yang dikaitkan dengan tanaman Kopi Robusta. Yaitu dengan melihat lahan areal pertanaman Kopi Robusta yang sesuai untuk pertanaman Kopi Arabika. Dalam artian akan dilakukan perluasan areal
(29)
pertanamanan Kopi Arabika dengan pemanfaatan lahan yang digunakan sebelumnya untuk pertanaman Kopi Robusta.Dimana areal yang sesuai untuk pertanaman Kopi Arabika yaitu daerah yang memiliki ketinggian tempat 700 m dpl atau lebih. Dimana aspek budidaya Kopi Arabika meliputi pemilihan bahan tanam, persiapan lahan, penanaman pohon penaung, dan teknik pemangkasan tanaman kopi (Anonimus2, 2012).
Menurut Muljana (2010), bahwa 80% terdiri dari Kopi Arabika dan 20% jenis Kopi Robusta. Sebenarnya memang ada lagi jenis Kopi Liberika, akan tetapi jenis ini sekarang tidak lagi banyak ditanam oleh orang karena banyak mengandung rasa asam hingga tidak begitu disukai. Kopi yang banyak ditanam di Indonesia adalah jenis dari Arabika dan Robusta. Akan tetapi sebenarnya jenis kopi tersebut bukanlah merupakan tanaman asli Indonesia. Asal dari kopi tersebut dari Benua Afrika.
Utomo dkk (1992), mendefinisikan alih fungsi lahan adalah adanya perubahan pada fungsi lahan dari fungsi sebelumnya baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian dari lahan menjadi fungsi lain yang akan memberikan dampak negatif baik pada lingkungan maupun pada potensi lahan itu sendiri. Sehingga dilakukan dua pendekatan yang dapat ditempuh untuk tindakan pengendalian proses alih fungsi lahan yaitu pendekatan secara kelembagaan dan pendekatan secara ekonomi. Adapun pendekatan kelembagaan menyangkut pembuatan larangan alih fungsi lahan untuk jenis lahan tertentu, sedangkan untuk pendekatan secara ekonomi menyangkut tindakan pemberian insentif bagi petani sehingga petani tidak menjual lahan mereka kepada para investor.
(30)
Adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran lahan akan memacu terjadinya alih fungsi lahan dimana permintaan lahan tidak terbatas sedangkan penawaran lahan terbatas. Menurut Barlowe ( 1978), faktor- faktor yang mempengaruhi penawaran lahan adalah karakteristik fisik alamiah, faktor ekonomi, faktor teknologi, dan faktor kelembagaan. Selain itu, faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan lahan adalah adalah populasi penduduk, perkembangan teknologi, kebiasaan dan tradisi, pendidikan dan kebudayaan, pendapatan dan pengeluaran, selera dan tujuan, serta perubahan sikap dan nilai – nilai yang disebabkan oleh perkembangan usia.
Perkembangan luas lahan Kopi Robusta yang semakin menurun 5 tahun terakhir di daerah penelitian disebabkan oleh beralihnya petani menanam Kopi Arabika karena pengaruh harga Kopi Arabika lebih tinggi, umur tanaman yang singkat. Dan kebanyakan tanaman Kopi Robusta sudah lebih tua dan tidak ada yang menanamnya lagi hanya melakukan perawatan terhadap tanaman yang masih ada dan banyak tanaman Kopi Robusta yang ditebang karena tidak produktif (Sinaga, 2008).
2.2.Landasan Teori
Alih fungsi lahan atau yang lazimnya disebut konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi yang lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/ penyesuaian, peruntukan penggunaan disebabkan oleh faktor-faktor
(31)
yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Ningrum, 2011).
Menurut Nasution dan Winoto (1996) dalam Alamsyah (2010) dikatakan bahwa secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh faktor: sistem kelembagaan yang dikembangkan masyarakat dan pemerintah dan faktor non lembaga yang berkembang secara alami di masyarakat.
Menurut Suwandi (2002) dalam Prakarsa (2010), bahwa alih fungsi itu pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan situasi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mengakibatkan penggunaan lahan yang lebih luas. Hal ini disebabkan nilai land rent dari aktivitas yang baru lebih tinggi daripada aktivitas sebelumnya.
I’adjarajani (2001), menjelaskan bahwa alih fungsi lahan pertanian diakibatkan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani tersebut, yang diidentifikasikan dari adanya: (1) perubahan jenis mata pencaharian pokok di bidang pertanian, (2) penurunan konsumsi kebutuhan pokok sehari-hari keluarga, (3) Penurunan kemampuan pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga (4) Penurunan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal keluarga, (5) Penurunan kemampuan pengembangan pendidikan keluarga, (6) Penurunan kemampuan mobilitas.
Wahyunto et al, (2001) dalam Purba (2009) menyatakan bahwa pada dasarnya perubahan penggunaan lahan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan pembangunan. Perubahan tersebut dapat diakibatkan oleh dua hal. Yang pertama untuk memenuhi kebutuhan hidup dan yang kedua untuk memenuhi tuntutan
(32)
kehidupan yang lebih baik. Dan pendapat para ahli menyatakan bahwa perubahan itu cenderung diakibatkan oleh keinginan dan kebutuhan manusia.
Menurut Lestari (2009) dalam Prakarsa (2010) menyatakan bahwa alih fungsi yang merupakan perubahan fungsi seluruh atau sebagian lahan menjadi fungsi yang lain. Perubahan fungsi ini disebabkan oleh faktor- faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin bertambah dan hidup yang lebih baik.
Dalam kegiatan usaha tani keputusan petani dipengaruhi karakteristik sosial ekonomi. Pada dasarnya produksi dan pendapatan petani merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Untuk peningkatan pendapatan petani kopi maka diperlukan suatu tindakan pengelolaan sehingga kegiatan usaha tani dapat dilakukan secara efisien dengan biaya yang diminimalisir. Jika pengelolaan usaha tani kopi sudah dilakukan dengan benar maka usaha tani kopi akan layak dilakukan secara finansial (Rahma, 2012).
Pokok persoalan ekonomi yang dihadapi produsen adalah bagaimana dengan sumberdaya yang terbatas dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Produsen dikatakan berhasil secara ekonomi apabila usahanya itu rendabel atau menghasilkan laba. Untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan seorang produsen harus bertindak secara ekonomis, artinya mesti mempertimbangkan hasil dan pengorbanan. Hasil yaitu produk ( barang/jasa) yang dihasilkan yang dinilai dengan uang menurut harga pasar menimbulkan penerimaan. Pengorbanan yaitu faktor-faktor produksi yang digunakan: bahan tenaga kerja, mesin dan
(33)
peralatan dan sebagainya yang dinilai dalam uang yang menurut harga pasar adalah biaya (Gilarso, 2003).
Dalam keputusan memproduksi suatu barang masyarakat selalu dihadapkan pada masalah yang harus dipecahkan. Masyarakat ekonomi dihadapkan pada pilihan diakibatkan sumberdaya untuk memproduksi suatu barang bersifat terbatas atau langka. Dengan adanya kendala ataupun keterbatasan ini maka masyarakat harus mempertimbangkan barang atau jasa yang akan diproduksi. Dan tidak hanya jenis barang atau jasa apa saja yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat, tetapi juga menyangkut jumlah yang akan di produksi. Pada kenyataannnya tidak ada perekonomian yang mampu memproduksi sejumlah yang diinginkan masyarakat. Jika terjadi penambahan jumlah yang diproduksi pada suatu barang/ jasa maka akan terjadi pengurangan jumlah pada barang/ jasa yang lain. Hal ini lah yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat dalam mengambil keputusan barang apa yang akan diproduksi dan berapa jumlah barang tersebut (Salvatore, 2006).
Menurut Suwandi (2002) dalam Matondang (2011), model klasik dari alokasi lahan adalah model Ricardo (Ricardian Rent). Menurut model ini, alokasi lahan akan mengarah pada penggunaan yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent) yang lebih tinggi, yang tergantung pada derajat kualitas lahan yang ditentukan oleh kesuburannya serta kelangkaan lahan.
Dalam model Ricardian rent dijelaskan bahwa adanya alokasi penggunaan lahan ke penggunaan lain dikarenakan adanya perbedaan land rent yang memberikan penggunaan lebih menguntungkan. Oleh karena itu adanya alih fungsi komoditi
(34)
yang secara ekonomis dianggap lebih menguntungkan.Dalam model ini dijelaskan adanya alokasi penggunaan lahan dikarenakan adanya perbedaan land rent yang menghasilkan keuntungan lebih. Dan hal ini adalah pemicu alih fungsi lahan komoditi yang dianggap lebih menguntungkan secara ekonomis.
Menurut Winoto (2005) dalam Prakarsa (2010), hubungan antara land rent yang dapat dikatakan surplus ekonomi merupakan kelebihan produksi diatas biaya total dan alokasi sumberdaya lahan memiliki hubungan yang sangat erat dikarenakan adanya kompetisi antara berbagai sektor yang strategis. Jika sektor tersebut memiliki nilai komersial yang tinggi sektor tersebut dikatakan memiliki land rent
yang tinggi dan pada keadaan stategis, sedangkan apabila sektor tersebut memiliki nilai komersial yang rendah dikatakan memiliki land rent yang kecil.
(35)
2.3.Kerangka Pemikiran
Gbr 2. Skema Kerangka Pemikiran
ALIH FUNGSI TIDAK ALIH
FUNGSI
Faktor Pendorong dan Penarik
1. Umur Panen I 2. Intensitas Panen 3. Perbedaan Harga Jual 4. Waktu Pengerjan Usaha Tani 5. Perbedaan Produktivitas 6. Waktu pengeringan 7. Jam Kerja
Pasca Panen 8. Biaya Pupuk 9. Pengalaman
Usahatani 10.Luas Lahan 11.Umur Petani 12.Umur
Tanaman
Faktor Pendorong dan Penarik
1. Umur Panen I 2. Intensitas Panen 3. Perbedaan Harga Jual 4. Waktu Pengerjan Usaha Tani 5. Perbedaan Produktivitas 6. Waktu pengeringan 7. Jam Kerja
Pasca Panen 8. Biaya Pupuk 9. Pengalaman
Usaha Tani 10.Luas Lahan 11.Umur Petani 12.Umur
Tanaman
(36)
Dalam mempertahankan hidupnya penduduk menggunakan lahan sebagai sumberdaya baik dalam pertanian, peternakan, kehutanan, pertambanagan, perindustrian dan perdagangan, dan lain sebagainya. Sehingga sering terjadi perubahan bentuk penggunaan lahan pertanian yang dilakukan oleh penduduk.
Lahan merupakan input produksi yang sering mengalami konflik diakibatkan ketersediaan yang terbatas sedangkan kepentingan atau kebutuhan akan lahan yang meningkat dari tahun ke tahun. Lahan merupakan suatu input produksi yang sangat berpengaruh pada keberlanjutan produksi pertanian . Lahan Kopi Robusta yang luas sangat penting untuk memperoleh hasil produksi yang maksimal. Namun seiring dengan alih fungsi lahan Kopi Robusta menjadi lahan Kopi Arabika yang terjadi maka luas lahan Kopi Robusta semakin menurun. Dan hal ini akan mengakibatkan penurunan produksi Kopi Robusta yang harus diperhitungkan sebagai dampak negatif alih fungsi Kopi Robusta menjadi Kopi Arabika.
Daerah Kecamatan Raya adalah daerah yang produktif untuk usaha tani Kopi Robusta tetapi saat ini pertanian Robusta mengalami alih fungsi lahan menjadi komoditi Kopi Arabika. Pada daerah ini petani yang pada awalnya menggunakan lahan nya untuk pertanaman Kopi Robusta kini mengubah fungsi lahan tersebut menjadi areal penananaman Kopi Arabika. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini diduga bahwa ada faktor-faktor yang menjadi penarik dan pendorong petani melakukan alih fungsi lahan. Faktor-faktor tersebut adalah Umur panen I, Intensitas Panen, Perbedaan Harga Jual, Waktu Pengerjaan Usaha Tani, Perbedaan Produktivitas, Waktu Pengeringan ,
(37)
Jam Kerja Pasca Panen, Biaya Pupuk, Pengalaman Usaha Tani, Luas Lahan, Umur Petani, dan Umur Tanman antara Kopi Robusta dan Kopi Arabika.
Dari hal tersebut perlu adanya usaha pemilihan jenis kopi yang mempunyai nilai ekonomis dan rasa yang relatif baik serta yang tahan terhadap penyakit karat daun. Usaha untuk merebut peluang pasar kopi antara lain dengan pengembangan tanaman Kopi Arabika melalui kegiatan peremajaan, peluasan dan rehabilitasi tanaman kopi dari Kopi Robusta menjadi Kopi Arabika.
2.4.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan umur panen 1, intensitas panen, perbedaan harga jual, jam kerja usaha tani, perbedaan produktivitas, waktu pengeringan, jam kerja pasca panen, biaya pupuk, pengalaman usaha tani, luas lahan, umur petani dan umur tanaman pada usaha tani Kopi Robusta dan Kopi Arabika.
(38)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Penentuan ini dilakukan secara purposive, dengan alasan Kecamatan Raya merupakan Kecamatan yang menghasilkan Kopi Arabika dalam luasan nomor dua yang paling besar di Kabupaten Simalungun dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Di daerah Kecamatan Raya banyak terdapat petani yang mengalihfungsikan usahanya dari Kopi Robusta ke Kopi Arabika. Pada tahun 2011 luas tanaman Kopi Arabika di Kecamatan Raya adalah 1140,93 Ha.
Tabel 6. Luas Lahan Tanaman Kopi Arabika di Kabupaten Simalungun Tahun 2011
No Kecamatan/Kot a
Luas Areal Produksi
TBM TM TR/TT M
Jumlah Ton Rata-Rata
Kg/Ha
1 Silimakuta 48.5 449.29 23.18 520.97 697.78 1,553.07
2 Pematang Silimakuta
152.58 763.69 36.17 952.36 1,188.43 1,556.17
3 Purba 164.96 1,012.88 43.05 1,220.89 1,545.06 1,525,41
4 DolokPardamea n
83.64 713.57 29.42 826.63 1,131.46 1,585.63
5 Sidamanik 185.63 357.42 12.5 555.55 517.2 1,447.04
6 Girsang Sip.Bolon
35.94 288.76 15.16 339.86 417.68 1,446.46
7 Tanah Jawa - 9.15 - 9.15 12.94 1,414.21
8 Dolok Panribuan
11.31 113.71 - 125.02 171.71 1,510.07
9 Jorlang Hataran 11.51 71.70 - 83.21 96.38 1,344.21
(39)
11 Raya 226.75 894.92 19.26 1140,93 1,356.47 1,515.74
12 Dolok Silau 141.48 522.43 21.61 685.52 690.95 1,322.57
13 Silau Kahean 10.63 - - 10.63 - -
14 Raya Kahean - 18.64 - 18.64 22.94 1,230.69
15 Dolok Batu Nanggar
- - - -
16 Tapian Dolok - 53 - 53 69.22 1,306.04
17 Siantar 0.63 - - 0.63 - -
18 Panombean Pane
8 39.88 - 47.88 58.31 1,462.14
19 Hatonduhan - 15.25 - 15.25 21.59 1,415.74
20 Pem. Sidamanik
63.57 239.09 - 302.66 345.48 1,444.98
JUMLAH 1,211.24 5,655.64 200.35 7.067.23 8,487.45 1,500.71 Sumber: Dinas Perkebunan Simalungun, 2012.
Adapun perubahan luas lahan Kopi Robusta dan Kopi Arabika di Kecamatan Raya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 7. Perubahan Luas Lahan Kopi Robusta dan Arabika di Kecamatan Raya
Tahun Luas Lahan %Perubahan
Luas Lahan Kopi Robusta % Perubahan Luas Lahan Kopi Arabika Robusta (Ha) Arabika (Ha)
2007 630,11 885,18 0 0
2008 605,11 1.016,62 -3,96 14,85%
2009 578,11 1.088,93 -4,46% 7,11%
2010 551,11 1.090,93 -4,67% 0,18%
2011 532,11 1.140,93 -3,45% 4,58%
(40)
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa terjadi perluasan lahan Kopi Arabika setiap tahunnya sedangkan pada Kopi Robusta di Kecamatan Raya menurun setiap tahunnya. Pertumbuhan luas lahan Kopi Arabika tertingi yaitu pada tahun 2008 (18,85%) sedangkan penurunan luas lahan Kopi Robusta tertinggi berada pada tahun 2010 (-4,67%).
3.2. Metode Penarikan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan alih fungsi lahan Kopi Robusta menjadi tanaman Kopi Arabika dan petani yang tetap bertahan menanam Kopi Robusta. Jumlah populasi dari masing- masing kelompok tidak diketahui sehingga ditetapkan sebanyak 30 sampel untuk masing- masing kelompok. Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan secara Snowball.
Dimana dalam pengambilan sampel dimulai dengan sekelompok orang yang kemudian akan menunjuk sampel berikutnya dimana sampel yang di ambil yaitu yang memiliki kriteria mengalihkan lahan dari Kopi Robusta ke Kopi Arabika di lokasi penelitian dengan umur tanaman 4-9 tahun dengan menanyakan secara secara langsung kepada masyarakat dan secara berlanjut. Pengambilan sampel dengan metode ini dilakukan secara berantai yang dimulai dari sampel yang kecil sampai dengan sampel dalam jumlah besar. Ibarat bola salju yang menggelinding sehingga semakin lama jumlah sampel semakin besar. Sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang petani. Usahatani Kopi di daerah penelitian adalah usahatani keluarga dan tidak dikelola oleh perusahaan swasta atau pemerintah. Sampel yang di ambil yaitu di lokasi Kecamatan Raya.
(41)
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas : data primer dan data sekunder. Data primer mengenai pendapatan petani Kopi Arabika yang diperoleh dari wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuisioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi atau dinas terkait dengan penelitian seperti Dinas Perkebunan Simalungun , Dinas Pertanian Simalungun dan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Adapun data sekunder yang dibutuhkan yaitu data perkembangan luas lahan dan produksi Kopi Arabika dan Robusta di Kabupaten Simalungun, data harga kopi di Kabupaten Simalungun dan data kependudukan dan wilayah daerah penelitian, sedangkan data primer yang diperoleh melalui kuisioner yaitu data faktor-faktor pendorong dan penarik alih fungsi Kopi Robusta ke Kopi Arabika berupa intensitas panen, waktu pengeringan, jam kerja usaha tani yang dibutuhkan, jam kerja pasca panen, biaya pupuk, produktivitas, umur petani, umur tanaman, pengalaman usaha tani dan data lainnya.
3.4. Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan dengan menggunakan tabulasi, kemudian dibuat hipotesis, dilanjutkan dengan metode analisis yang sesuai dengan hipotesis tersebut. Untuk menentukan faktor- faktor pendorong dan penarik alih fungsi usaha perkebunan Kopi Robusta ke Kopi Arabika dilakukan secara deskriptif dengan melihat jumlah persentase yang mengemukakan alas an untuk masing-masing faktor. Untuk melihat perbedaan pada variabel faktor- faktor yang mendorong petani untuk melakukan alih fungsi lahan tersebut di analisis
(42)
dengan metode uji beda rata-rata atau t-hitung dengan uji 2 arah (Independent Sample T- Test). Dalam hal ini jumlah sampel sama (n1 = n2). Data yang ada akan diolah dengan program SPSS. Secara sistematis, untuk mendapatkan t hitung digunakan rumus sebagai berikut:
�= ����� −1 �����2
�(�1−1)�12+ (�2−1)�22
�(� − �)
Keterangan: �1
���� : Rata-Rata nilai variabel (Umur Panen I, Intensitas Panen, Harga Jual, Waktu Kerja Usaha Tani, Produktivitas, Waktu Pengeringan, Waktu
Pasca Panen, Biaya Pupuk, ,Pengalaman Usaha Tani, Luas Lahan, Umur Petani dan Umur Tanaman) Kopi Arabika.
�2
���� : Rata –Rata nilai variabel (Umur Panen I, Intensitas Panen, Harga Jual, Waktu Kerja Usaha Tani, Produktivitas, Waktu Pengeringan, Waktu Pasca Panen, Biaya Pupuk, Pengalaman Usaha Tani, Luas Lahan, Umur
Petani dan Umur Tanaman ) Kopi Robusta. n1 : besar sampel usaha tani Kopi Arabika n2 : besar sampel usaha tani Kopi Robusta s12 : varian dari Usaha Tani Kopi Arabika s22 : Varian dari Usaha Tani Kopi Robusta
Kriteria Uji:
Jika t hitung > t tabel atau sig. < 0.05, maka H0 di tolak dan H1 diterima Jika t hitung < t tabel atau sig. > 0.05, maka H0 di terima dan H1 ditolak
(43)
Harga Jual, Jam Kerja Usaha Tani, Produktivitas, Waktu Pengeringan, Jam Kerja Pasca Panen, Biaya Pupuk, Pengalaman Usaha Tani, Luas Lahan, Umur Petani) usaha tani Kopi Arabika dan Kopi Robusta
H1 : ada perbedaan nilai variabel (Umur Tanaman, Intensitas Panen, Harga Jual, Jam Kerja Usaha Tani, Produktivitas, Waktu Pengeringan, Jam Kerja Pasca Panen, Biaya Pupuk, Pengalaman Usaha Tani, Luas Lahan, Umur Petani) usaha tani Kopi Arabika dan Kopi Robusta
3.5. Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran penelitian ini maka digunakan defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:
Defenisi
1) Alih fungsi lahan yang dimaksud adalah perubahan atau penukaran fungsi lahan dari Kopi Robusta ke Lahan Tanaman Kopi Arabika
2) Petani yang dimaksud adalah petani yang melakukan alih fungsi lahan dari Kopi Robusta ke Kopi Arabika dan petani Kopi Robusta.
3) Umur panen I adalah umur tanaman untuk pertama kali menghasilkan 4) Jam Kerja Usaha Tani adalah waktu yang dibutuhkan dalam setiap
melakukan setiapa tahapan pemeliharaan sampai panen untuk tanaman kopi
5) Waktu pengeringan adalah waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan kopi hingga kadar air ±13%
(44)
6) Jam Kerja pasca panen waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengolahan untuk menghasilkan biji kopi kering mulai dari panen sampai layak jual
7) Perbedaan harga adalah perbedaan harga yang diterima ditingkat petani
Batasan Operasional
1) Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. 2) Petani Sampel adalah petani yang mengalihkan lahan dari pertanaman
Kopi Robusta ke Kopi Arabika di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun
(45)
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten yang termasuk kedalam kategori lokasi absolut, yakni berada di garis 02 36’03 18’ LUdan 98 32’99 35’. Wilayah Kabupaten Simalungun memiliki luas 4.386,60 Km2 serta berbatasan dengan 7 wilayah Kabupaten/Kota, yaitu:
Sebelah Timur : Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batubara Sebelah Barat : Kabupaten Karo
Sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai Sebelah Selatan : Kabupaten Toba Samosir
Suhu udara rata-rata di Kabupaten Simalungun adalah 25,5 C dengan suhu terendah 21,1 C dan suhu tertinggi 31,5 C. Suhu udara di wilayah Kabupaten Simalungun setiap tahunnya mengalami kenaikan. Jumlah penduduk Kabupaten Simalungun pada Tahun 2011 sebanyak 828.778 Jiwa, dimana penduduk laki-laki sebanyak 413.361 dan penduduk perempuan 415.417 Jiwa, sementara jumlah rumah tangga di Kabupaten Simalungun ada sebanyak 211.765 KK.
Kecamatan Raya merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Simalungun. Kecamatan Raya merupakan kecamatan terbesar dan terluas di Kabupaten Simalungun dan sekaligus Ibukota Kabupaten Simalungun berada di Kecamatan ini tepatnya di Pematang Raya. Kecamatan Raya memiliki luas 328,5 Km2 dengan ketinggian tempat 900 meter dpl. Kecamatan Raya terletak antara 2053’28”LU-30 5’58”LU dan 98044’27”BT- 9900’23”. Jumlah penduduk
(46)
Kecamatan Raya sebesar 31.295 Jiwa. Kecamatan Raya mencakup 17 desa yaitu: Dolog Huluan, Sondi Raya, Raya Usang, Raya Bayu, Dalig Raya, Merek Raya, Bahapal Raya, Bah Bolon, Raya Huluan, Siporkas, Silou Huluan, Silou Buttu, Bonguron Kariahan, Sihubu Raya, Raya Bosi, Simbou Baru, Bintang Mariah, dan 1 Kelurahan yaitu Kelurahan Pematang Raya. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Raya adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Raya Kahean/Silou Kahean Sebelah Selatan : Kecamatan Dolok Pardamean
Sebelah Barat : Kecamatan Purba dan Dolok Silau Sebelah Timur : Kecamatan Panombean Panei
Penggunaan lahan di kecamatan Raya dapat digambarkan pada tabel berikut ini:
Tabel 8. Luas Wilayah Menurut Desa/ Kelurahan dan Jenis Penggunaan Lahan di KecamatanRaya Tahun 2011 (Ha)
No Desa/Kelurahan Lahan Sawah
Lahan Kering
Halaman Pekarangan
Lainnya Jumlah
1 Dolog Huluan - 1300 91 129 1520
2 Raya Usang 72 1200 78 430 1780
3 Raya Bayu 200 2075 87 238 2600
4 Dalig Raya 38 885 56 241 1220
5 Pematang Raya 53 3257 251 239 3800
6 Merek Raya 117 1126 135 282 1660
7 Bahapal Raya 20 1738 46 596 2400
8 Sondi Raya 45 890 190 1715 2840
9 Bah Bolon - 80 450 450 980
10 Raya Huluan 20 90 550 360 1020
11 Siporkas 45 720 100 895 1760
12 Silou Huluan - 968 39 473 1480
13 Silou Buttu 17 960 49 784 1810
14 Bonguron Kariahan
20 1096 42 282 1440
15 Sihubu Raya 186 1318 120 96 1720
16 Raya Bosi 157 980 112 71 1320
17 Simbou Baru 17 1269 22 892 2200
18 Bintang Mariah 63 961 42 234 1300
Jumlah 1070 20913 2460 8407 32850
(47)
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa lahan yang ada di Kecamatan Raya sebagian besar digunakan untuk lahan kering baik untuk tanaman perkebunan, tanaman holtikultura, maupun padi darat. Jadi dapat dikatakan bahwa petani di Kecamatan Raya sebagian besar mengusahakan lahannya untuk usaha tani lahan kering.
Tabel 9. Luas Tanaman dan Produksi menurut Jenis Tanaman Perkebuanan Rakyat Di Kecamatan Raya Tahun 2011
No Jenis Tanaman
Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
Jumlah Petani
TBM TM TTM Jumlah
1 Karet 107,40 319,00 - 426,40 295,02 192 2 Kopi 515,11 17,00 - 532,11 451,59 592 3 Coklat 36,63 52,91 - 89,54 51,22 156 4 Kulit
Manis
- 29,50 7,00 36,50 6,43 80
5 Kemiri - 22,00 4,00 26,00 36,89 50
6 Aren - 138,75 6,00 144,75 134,70 540
7 Pinang - 5,30 - 5,30 2,69 11
Sumber: Kecamatan Raya Dalam Angka, 2012.
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa di Kecamatan Raya komoditi perkebunan yang paling luas adalah perkebunan kopi. Dan tidak hanya luasan lahan tetapi juga banyak petani yang tertarik untuk mengusahakan komoditi ini yang ditunjukan pada tabel diatas bahwa jumlah petani yang paling banyak mengusahakan komoditi perkebunan adalah perkebunan kopi.
Sedangkan penggunaan lahan yang digunakan untuk pertanaman tanaman bahan makanan juga tergolong luas di Kecamatan Raya. Sebagaimana ditunjukan pada tabel di bawah ini:
(48)
Tabel 10. Luas Panen dan Rata-Rata Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Jenis Tanaman di Kecamatan Raya Tahun 2011
No Jenis Tanaman
Luas Panen (Ha)
Produksi(Ton) Rata-Rata Produksi (Kw/Ha)
1 Padi Sawah 1514 7047 46,55
2 Padi Ladang 1772 5058 28,54
3 Jagung 3509 20262 57,74
4 Ubi Kayu 257 6970 271,21
5 Ubi Jalar 41 408 99,51
6 Kacang Tanah 56 40 7,14
7 Kedelai 18 14 7,78
Sumber: Kecamatan Raya dalam Angka 2012
Kondisi Topografi
Desa- Desa yang ada di Kecamatan Raya berada pada ketinggian 251-1400 meter diatas permukaan laut. Berdasarkan topografinya daerah ini berada di wilayah perbukitan dimana sekitar 53,80 % dari keseluruhan wilayah berada pada ketinggian 751-1000 m. Diatas permukaan laut. Berdasarkan kemiringan tanah Kecamatan Raya terletak pada lahan yang terjal, dengan sekitar 57,72% lahan berada pada kemiringan di atas 15%. Berdasarkan penggunaan lahan, wilayah Raya merupakan areal pertanian yang sangat produktif, dengan lebih dari 60% merupakan lahan pertanian non sawah.
4.2. Keadaan Penduduk
Adapun keadaan penduduk Kecamatan Raya berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2011 adalah sebagai berikut:
(49)
Tabel 11. Jumlah Penduduk Berdasarkan Desa/ Kelurahan dan Jenis Kelamin di KecamatanRaya Tahun 2011
No Desa/Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Dolog Huluan 876 843 1.719
2 Raya Usang 754 762 1.516
3 Raya Bayu 967 976 1.943
4 Dalig Raya 955 950 1.905
5 Pematang Raya 3.331 3.356 6.687
6 Merek raya 1.469 1.488 2.957
7 Bahapal Raya 1.306 1.238 2.544
8 Sondi Raya 1.659 1.675 3.334
9 Bah Bolon 452 381 833
10 Raya Huluan 858 791 1.649
11 Siporkas 861 860 1.721
12 Silou Huluan 270 236 506
13 Silou Buttu 289 283 572
14 Bonguron Kariahan 581 546 1.127
15 Sihubu Raya 249 254 503
16 Raya Bosi 307 317 624
17 Simbou Baru 320 324 644
18 Bintang Mariah 265 246 511
Total 15.769 15.526 31.295
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun Koordinator Statistik Kecamatan Raya, 2012.
Dari Tabel 7 menunjukan jumlah penduduk terbanyak berada di desa Pematang Raya (6.687 Jiwa), dan jumlah penduduk terbanyak yaitu dengan jenis kelamin Laki- Laki yaitu sebanyak 15.769 (50,39%). Dan ini akan berkaitan pada ketersediaan tenaga kerja anatra laki-laki dan perempuan. Keadaan penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel 8 berikut:
Tabel 12. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Raya Tahun 2011
No Kelompok
Umur
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Produktif 5.885 9.727 15.612
2 Non Produktif 9.884 5.799 15.683
Total 15.769 15.526 31.295
(50)
Tabel 8 menunjukan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada pada kelompok umur non produktif yaitu 15.683 (50,11). Penduduk di Kecamatan Raya bekerja pada berbagai lapangan usaha.Sebagaimana di tunjukan pada tabel berikut ini:
Tabel 13. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha dan Nagori (Desa)/Kelurahan
Lapangan Usaha Jumlah
Pertambangan dan Penggalian 9
Industri Pengolahan 821
Listrik, Gas dan Air 9
Konstruksi 15
Perdangan Besar dan Eceran 1797
Akomodasi dan Makan Minum 902
Transportasi, Penggudangan, dan Komunikasi 247
Perantara Keuangan 77
Usaha Persewaan 171
Jasa Pendidikan 796
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 86
Jasa Kemasyarakatan,Sosbud, Hiburan dan Perorangan Lainnya 272 Sumber: Kecamatan Raya dalam Angka 2011
4.3. Sarana dan Prasarana
Keadaan sarana dan prasarana di Kecamatan Raya dapat digambarkan melalui tabel berikut:
Tabel 14. Keadaan Sarana dan Prasarana Kecamatan Raya Tahun 2011
No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)
1 SD Negeri 55
2 SMP Negeri/Swasta 6
3 SMA Negeri/Swasta 4
4 Bank 3
5 Lembaga Keuangan Bukan Bank 5
6 Kantor Pos 1
7 Pasar 2
8 KUD 1
9 Toko Grosir Saprodi 7
10 Koperasi Non KUD 23
(51)
Sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Raya mencakup sarana kesehatan berupa rumah sakit, puskesmas pembantu, dan poskesdes. Sedangkan sarana pendidikan di Kecamatan Raya terdapat sekolah tingkat SLTA milik pemerintah dan swasta, demikian juga untuk sekolah tingkat SLTP. Sementara sekolah tingkat SD seluruhnya adalah milik pemerintah dan juga Lembaga Keuangan Bukan Bank, Kantor Pos, Pasar, KUD, Toko Grosir Saprodi dan Koperasi Non KUD .
Prasarana jalan merupakan faktor penting untuk memperlancar dan mendorong kegiatan perekonomian. Makin meningkatnya usaha pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari suatu daerah ke daerah lain. Adapun kondisi jalan di Kecamatan Raya tahun 2011 dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 15. Panjang Jalan menurut Kondisi Jalan Di Kecamatan Raya Tahun 2011
No Kondisi Jalan 2011
1 Baik 12,46
2 Sedang 51,15
3 Rusak 34,65
4 Rusak Berat 12,98
Jumlah 111,24
Sumber: Dinas PU Bina Marga Kab. Simalungun
Seluruh desa dapat diakses melaui jalan darat, sebagian besar permukaan jalan telah diaspal, hanya ada beberapa nagori yang jenis jalannya diperkeras dan hanya 1 desa saja yang masih memiliki jalan tanah yaitu desa simbou baru yang berada di sekitar kaki Gunung Simbolon. Adapun kondisi permukaan jalan ditunjukan dalam tabel berikut:
(52)
Tabel 16. Panjang Jalan Menurut Permukaan Jalan di Kecamatan Raya, Tahun 2011 (Km)
No Jenis Permukaan 2011
1 Beraspal 44,14
2 Lapen 22,48
3 Kerikil 23,44
4 Tanah 21,18
Jumlah 111,24
Sumber: Dinas PU Bina Marga Kabupaten Simalungun
4.4. Karakteristik Petani Sampel
Tabel 17. Karakteristik Petani Sampel di Kecamatan Raya
No Karakteristik Petani
Satuan Petani Robusta Petani Yang Beralih dari Robusta ke Arabika Range Rataan Range Rataan
1 Umur Tahun 32-63 54 29-67 53
2 Tingkat Pendidikan
Tahun 6-16 8 6-16 9
3 Lama
Berusahatani
Tahun 16-41 32 17-49 30
4 Luas Lahan Ha 0,08-1,6 0,31 0,04-0,48 0,21
5 Jumlah Tanggungan
Orang 1-5 2 1-5 2
Sumber: Data Primer Diolah
Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa umur petani Robusta berada pada rentang 32-63 Tahun dengan rataan 54 tahun dan petani yang beralih dari kopi Robusta ke Kopi Arabika berada pada rentang 29-67 tahun dengan rataan 53 tahun.
Tingkat pendidikan petani robusta berkisar antara 6-16 tahun dengan kisaran 8 tahun dan petani yang mengalihkan lahan dari Kopi Robusta ke Kopi Arabika berkisar anatara 6-16 tahun dengan rataan 9 tahun. Dari rataan tersebut diketahui bahwa sebagian besar petani Kopi di daerah penelitian dengan tingkat pendidikan
(53)
Lama berusaha tani bagi petani Kopi Robusta berkisar 16-41 tahun dengan rataan 32 tahun dan bagi petani yang mengalihkan lahan dari Kopi Robusta ke Kopi Arabika berkisar antara 17-49 tahun dengan rataan 30 tahun.
Luas lahan Kopi Robusta berkisar antara 0,08 Ha-1,60 Ha dengan rataan 0,31 Ha, sedangkan luas lahan Kopi Robusta yang telah dialihkan lahannya jadi pertanaman Kopi Arabika berkisar 0,04-0,48 Ha dengan rataan 0,21 Ha.
Jumlah tanggungan petani Kopi Robusta berkisar antara 1-5 dengan rataan 2 orang. Dan jumlah tanggungan petani yang beralih dari Kopi Robusta ke Kopi Arabika juga berkisar antara 1-5 orang dengan rataan 2 orang.
Hasil tanaman perkebunan di Kecamatan Raya di dominasi oleh tanaman kopi, terutama jenis Kopi Arabika (sering juga disebut kopi ateng oleh masyarakat setempat) dan tanaman kakao. Komoditi perkebunan yang lahannya terluas di desa di Kecamatan Raya yaitu Kopi dan sesuai data BPS Kabupaten Simalungun 2011 kopi memiliki produksi yang tertinggi di tahun 2011 untuk tanaman perkebunan sehingga tanaman ini merupakan komoditi unggulan perkebunan di Kecamatan Raya.
(54)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Faktor-Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta Ke Kopi Arabika
Ada beberapa faktor yang diduga sebagai pendorong dan penarik terjadinya alih fungsi usaha perkebunan Kopi Robusta ke Kopi Arabika di Kabupaten Simalungun diantaranya: perbedaan umur panen I, intensitas panen,perbedaan harga jual, jam kerja usaha tani, perbedaan produktivitas, waktu pengeringan, jam kerja pasca panen, biaya pupuk, pengalaman usaha tani, luas lahan, umur petani dan umur tanaman .Secara deskriptif faktor pendorong dan penarik alih fungsi lahan dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 18. Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta Ke Kopi Arabika
No Faktor Satuan Alih Fungsi Tidak Alih Fungsi
Rata-Rata Range Rata-Rata Range
1 Umur Panen I Tahun 2,58 2-3 4,50 4-5
2 Intensitas
Panen
/Tahun 21,37 19-24 6,00 4-8
3 Harga Jual Rp/Kg 17.717 15.500-20.000 15.333 12.000-
16.000
4 Waktu
Pengerjaan Usaha Tani
Jam 3506 500-
2.458,33
1114,69 300-
9.642,86
5 Perbedaan
Produktivitas
Kg/Ha/Thn 1449,87 1100-1850 675,63 375-1250
6 Waktu
Pengeringan
Jam 3,20 2-6 7,80 4-10
7 Jam Kerja
Pasca Panen
Jam 21,69 0.21-2.15 1,67 0.47-3.33
8 Biaya Pupuk Rp 3.170.446,43 650.000-
9.642,86
4.818.591,43 2.500.000-
3.328,57
9 Pengalaman
Usaha Tani
Tahun 30,13 17-49 31,70 16-41
10 Luas Lahan Ha 0,21 0,04-0,48 0,31 0,08-1,60
11 Umur Petani Tahun 52,97 29-67 54,27 32-69
12 Umur
Tanaman
(55)
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat besar antara umur I panen antara Kopi Arabika dan Kopi Robusta. Hal ini sangat berpengaruh pada keputusan alih fungsi usaha perkebunan Kopi Robusta ke Kopi Arabika. Umur Panen I merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keputusan alih fungsi dikarenakan berkaitan dengan jumlah biaya investasi yang harus dikeluarkan .
Pada perbedaan intensitas panen sangat berbeda jauh yaitu sekitar 3 kali lipat. Hal ini akan sangat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan selama satu tahun. Dan pada akhirnya akan berdampak pada penerimaan petani. Intensitas panen ini akan memberikan ketersediaan modal pada petani dalam interval waktu yang relatif lebih singkat dibanding pada pertanaman Kopi Robusta.
Harga jual yang yang tidak berbeda jauh juga menjadi faktor penarik karena bagi petani perbedaan ini sangat berarti. Dan pada waktu pengerjaan usaha tani yang sangat jauh berbeda juga merupakan faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan. Namun dalam hal ini perbedaan ini dikarenakan tanaman kopi Robusta sudah tidak dirawat dengan baik oleh petani. Produktivitas yang berbeda antara keduanya menjadi pertimbangan penting bagi petani untuk melakukan alih fungsi. Karena akan berdampak kepada penerimaan usahatani. Jika produktivitas tanaman sudah menurun sampai pada batas yang tidak ekonomis maka akan menimbulkan kerugian bagi petani.
Waktu pengeringan yang berbeda sampai dua kali lipat akan dilihat petani sebagai satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan karena akan mempengaruhi jam
(56)
Robusta dikarenakan peluang yang hilang dibandingkan jika petani menggunakan waktu pengeringan tersebut untuk bekerja di usaha tani nya untuk merawat tanaman lainnya atau pun untuk melakukan hal lainnya untuk memperoleh pendapatan.
Jam kerja pasca panen yang berbeda sangat jauh sampai 21 kali lipat akan mengorbankan waktu kerja yang sangat besar pada petani Kopi Robusta untuk melakukan pengolahan buah kopi menjadi biji kering yang layak jual. Maka alih fungsi usaha perkebunan dari Kopi Robusta ke Kopi Arabika akan mengurangi jam kerja pengolahan pasca panen sehingga akan lebih cepat dipasarkan dan memberikan penerimaan yang lebih cepat.
Biaya pupuk antara keduanya berbeda dikarenakan tanaman Kopi Robusta sudah melebihi umur ekonomis sehingga membutuhkan pemupukan yang lebih banyak. Dalam pengalaman usaha tani tidak jauh berbeda meskipun umur tanaman Kopi Robusta sudah tua, hal ini dikarenakan petaninya mengusahakan tanaman Kopi Robusta turunan dari orang tua mereka.
Luas lahan antara kedua perkebunan tidak jauh berbeda dan luas lahan Arabika lebih sempit dikarenakan adanya keterbatasan modal untuk melakukan alih fungsi usaha perkebunan tersebut. Pada perbedaan umur petani tidak berbeda jauh dikarenakan petani yang mengusahakan tanaman kopi Robusta yang berumur sudah tidak ekonomis merupkan petani yang mengusahakan perkebunan turunan orang tua mereka.
(57)
memiliki interval 16-26 tahun. Umur tanaman yang sudah tua akan menjadi faktor yang mendorong petani melakukan alih fungsi usaha perkebunan. Umur tanaman ini akan mempengaruhi produktivitas kopi yang diusahakan. Secara deskriptif kecenderungan faktor- faktor pendorong dan penarik alih fungsi usaha perkebunan dapat digambarkan pada tabel berikut ini:
Tabel 19. Kecenderungan Faktor-Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta ke Kopi Arabika
No Faktor Pendorong dan Penarik Jumlah Petani (%)
1 Umur Panen I 100
2 Intensitas Panen 100
3 Harga Jual 80
4 Waktu Pengerjaan Usaha Tani 33
5 Perbedaan Produktivitas 77
6 Waktu Pengeringan 87
7 Jam Kerja Pasca Panen 100
8 Biaya Pupuk 27
9 Pengalaman Usaha Tani 23
10 Luas Lahan 30
11 Umur Petani 30
12 Umur Tanaman 60
Sumber: Lampiran 16
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa faktor yang yang memiliki tingkat kecenderungan paling tinggi (100%) yaitu Umur panen I, intensitas panen, dan jam kerja pasca panen. Dan yang selanjutnya waktu pengeringan (87%), harga jual (80%), produktivitas (77%), umur tanaman (60%), waktu pengerjaan usaha tani (33%), biaya pupuk (27%).
(58)
Tabel 20. Kecenderungan Faktor-Faktor Penyebab Petani Bertahan Bertanam Robusta
No Faktor Kecenderungan (%)
1 Kemudahan Pemeliharaan 63,33
2 Umur Produktif 63,33
3 Modal Yang Kurang 83,33
Sumber: Lampiran 17
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa secara deskriptif kecenderungan faktor- faktor penyebab petani bertahan bertanam Kopi Robusta yaitu akibat kurangnya modal untuk membongkar Kopi Robusta untuk ditanami Kopi Arabika (83,33%), kemudahan pemeliharaan (63,33%) dan umur produktif yang lebih lama (63,33%). Adapun hasil uji beda rata-rata faktor penarik dan pendorong alih fungsi usaha Kopi Robusta ke Kopi Arabika dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 21. Uji Beda Rata-Rata Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan KopiRobusta ke Kopi Arabika
No Faktor Satuan Mean t hitung Sig.
Alih Fungsi Tidak
1 Umur Panen I Tahun 2,58 4,50 -17,01 0,000 2 Intensitas
Panen
Jumlah panen /Tahun
21,37 6,00 40,87 0.000
3 Harga Jual Rp/Kg 17.717 15.333,33 8,14 0.000 4 Waktu
Pengerjaan Usaha Tani
Jam 3.506 1114,7 5,78 0.000
5 Perbedaan Produktivitas
Kg/Ha/T hn
1449,87 675,63 14,42 0.000 6 Waktu
Pengeringan
Jam 3,20 7,80 -10,81 0.000
7 Jam Kerja
Pasca Panen
Jam 0,72 1,67 -5,11 0.000
8 Biaya Pupuk Rp 3.170.446 4.818.591 -3,97 0.000 9 Pengalaman
Usaha Tani
Tahun 30,13 31,70 -0,71 0,482
10 Luas Lahan Ha 0,21 0,31 -1,74 0,088
11 Umur Petani Tahun 52,97 54,27 -0,56 0,580 12 Umur
Tanaman
(59)
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa dari 12 faktor penarik dan pendorong ada 9 faktor yang signifikan yaitu umur panen I, intensitas panen, harga jual, waktu pengerjaan usaha tani, perbedaan produktivitas, waktu pengeringan, jam kerja pasca panen, biaya pupuk, dan umur tanaman dan 3 faktor yang tidak signifikan yaitu pengalaman usaha tani, luas lahan dan umur petani.
Pengalaman usaha tani antara petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika tidak berbeda nyata hal ini dikarenakan antara petani Robusta dan Arabika memiliki umur yang relatif sama dan mereka sebagian besar sudah bertani dari awal mereka menikah atau berkeluarga.
Luas lahan yang digunakan untuk pertanaman Kopi Arabika dan Kopi Robusta tidak berbeda nyata dikarenakan petani yang keseluruhan mengusahakan lahan milik sendiri menagalami keterbatasan modal dalam mengkonversi tanaman Kopi Robusta ke Kopi Arabika sehingga lahan yang dialihkan hanya sedikit saja.
Umur petani antara kedua komoditi tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan umur petani memiliki interval yang relatif sama. Meskipun umur tanaman Kopi robusta jauh lebih tua namun hal ini disebabkan tanaman Kopi Robusta merupakan turunan dari orang tua mereka.
5.1.1. Perbedaan Umur Panen I
Umur panen I yang dimaksud yaitu umur tanaman kopi dimana tanaman kopi sudah menghasilkan buah dan dapat dipanen sehingga memberikan penerimaan kepada petani. Pada tanaman Kopi Arabika umur panen I berada pada kisaran
(60)
umur 2-3 tahun sedangkan pada tanaman Kopi Robusta berada pada kisaran 4-5 tahun.
Perbedaan rata-rata umur I panen antara Kopi Arabika dan Kopi Robusta adalah sebesar 1,92 tahun. Terlihat juga nilai tingkat signifikansi (Sig. 2 –tailed) rata-rata umur panen I adalah 0,000. Karena nilai Signifikansinya 0,000< 0,05, dan t hitung (17,01) > t tabel (2,001717) maka H0 tolak dan H1 terima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada umur panen I antara Kopi Arabika dan Kopi Robusta.
Umur panen Kopi Arabika yang lebih cepat menjadi faktor penarik bagi petani untuk melakukan alih fungsi Robusta dimana dengan umur panen yang lebih cepat maka biaya investasi yang dibutuhkan akan lebih sedikit dibanding Kopi Robusta. Dengan umur panen I yang lebih cepat mengakibatkan petani lebih cepat memperoleh penerimaan usaha tani yang pada akhirnya akan digunakan untuk biaya usaha tani dan juga kebutuhan keluarga petani.
Karena pada dasarnya petani di daerah penelitian mayoritas menjadikan pertanian adalah satu-satunya sumber mata pencaharian dan memiliki keterbatasan modal maka mereka sangat bergantung pada penerimaan usaha taninya. Dengan umur panen yang lebih cepat maka petani dapat menggunakan penerimaan tersebut untuk perkembangan usaha tani nya.
Dengan umur panen I yang lebih cepat maka akan memberi peluang kepada petani untuk memberi perlakuan yang lebih baik pada usaha taninya. Hal ini dikarenakan petani lebih fleksibel untuk menggunakan modal yang dimilikinya untuk membeli
(61)
akan panen pada umur 2-3 tahun. Maka hal ini akan berdampak pada peningkatan produktivitas kopi yang dimiliki petani.
Umur panen I yang lebih cepat juga akan berdampak pada penggunaan biaya operasional yang lebih sedikit sebelum panen. Dan petani dapat mengunakan penerimaannya untuk di rotasikan degan komoditi pada tanaman lainnya yang diusahakan petani karena pada dasarnya petani di daerah penelitian tidak hanya menanam satu jenis komoditi saja.
Umur panen I yang lebih cepat akan menjadi penarik bagi petani karena jika petani dapat memanen lebih cepat maka nilai guna lahan yang diusahakan oleh petani dapat dengan cepat dirasakan oleh petani. Sehingga modal investasi yang tertanam di awal usaha tani yang jumlahnya besar akan lebih cepat dapat diganti.
5.1.2. Intensitas Panen
Intensitas panen yaitu frekuensi panen kopi dalam setahun yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi kopi. Pada umumnya Kopi Arabika dapat dipanen 1 kali dalam 2 minggu sedangkan untuk Kopi Robusta intensitas panennya lebih jarang yaitu hanya sekitar 4-8 kali dalam setahun.
Dalam Dairi pers 7 Maret 2007 dalam Angkat (2010), dijelaskan bahwa petani dapat menuai hasil panen kopi Arabika sekali dalam dua minggu secara rutin. Pada penelitian Khairati (2011) yang berjudul Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin di Kabupaten Dairi, dikatakan bahwa di daerah penelitian kopi Arabika panen dilakukan sekali dalam 2 minggu.
(62)
Perbedaan rata-rata Intensitas panen antara Kopi Arabika dan Kopi Robusta adalah sebesar 15,37. Terlihat juga nilai tingkat signifikansi (Sig. 2 –tailed) rata-rata intensitas panen adalah 0,000. Karena nilai Signifikansinya 0,000 < 0,05, dan nilai t hitung (40,87) > t tabel (2,001717) maka H0 tolak dan H1 terima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada intensitas panen antara Kopi Arabika dan Kopi Robusta.
Dengan intensitas panen yang lebih tinggi maka petani dapat secara teratur akan memperoleh penghasilan usaha tani. Hal ini akan berdampak pada tersedianya modal yang dapat disalurkan petani bagi usaha taninya dan dapat memenuhi kebutuhan hidup petani secara teratur dan dapat dijadikan jaminan jika pada saat tertentu petani membutuhkan modal yang lebih besar untuk kebutuhan yang mendadak. Sehingga membutuhkan pinjaman dari tetangga atau dari pedagang yang biasa membeli hasil usaha tani secara khusus pedagang yang membeli hasil kopi petani tersebut. Dengan adanya panen yang intensitasnya bisa dijamin petani maka petani akan memiliki jaminan pengembalian hutang dalam waktu yang relatif singkat dan dalam hal ini petani melakukan peminjaman kepada pedagang yang biasanya membeli hasil usaha tani mereka maupun kepada petani lainnya.
Apabila petani telah menghabiskan hasil penjualan satu kali panen untuk membeli sarana produksi untuk usaha taninya maka petani tidak menunggu terlalu lama untuk panen berikutnya sehingga petani tidak perlu khawatir akan pemenuhan kebutuhan hidupnya karena interval antara panen yang satu dengan panen berikutnya relatif pendek.
(1)
Waktu Kerja Pasca Panen
Group Statistics
Alih Fungsi
Lahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Waktu Kerja Pasca Panen 1 30 .7229 .59639 .10888
2 30 1.6655 .81609 .14900
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Waktu Kerja Pasca Panen
Equal variances
assumed 4.910 .031 -5.108 58 .000 -.94264 .18454 -1.31205 -.57324
Equal variances not
(2)
Biaya Pupuk
Group Statistics
Alih Fungsi
Lahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Biaya Pupuk 1 30 3.1704E6 1.96434E6 3.58637E5
2 30 4.8186E6 1.14322E6 2.08722E5
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Biaya Pupuk Equal variances assumed 7.338 .009 -3.972 58 .000 -1.64815E6 4.14953E5 -2.47876E6 -8.17527E5
(3)
Pengalaman Usaha Tani
Group Statistics
Alih Fungsi
Lahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Pengalaman Usaha Tani 1 30 30.1333 9.33563 1.70445
2 30 31.7000 7.75553 1.41596
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Pengalaman Usaha Tani Equal variances assumed .936 .337 -.707 58 .482 -1.56667 2.21587 -6.00221 2.86888
(4)
Luas Lahan
Group Statistics
Alih Fungsi
Lahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Luas Lahan 1 30 .2107 .13572 .02478
2 30 .3080 .27536 .05027
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Luas Lahan Equal variances assumed .763 .386 -1.737 58 .088 -.09733 .05605 -.20953 .01486
(5)
Umur Petani
Group Statistics
Alih Fungsi
Lahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Umur Petani 1 30 52.9667 9.51399 1.73701
2 30 54.2667 8.53768 1.55876
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Umur Petani Equal variances assumed .413 .523 -.557 58 .580 -1.30000 2.33387 -5.97174 3.37174
(6)
Umur Tanaman
Group Statistics
Alih Fungsi
Lahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Umur Tanaman 1 30 6.0667 1.68018 .30676
2 30 20.0000 2.36352 .43152
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Umur Tanaman Equal variances assumed .348 .558 -26.317 58 .000 -13.93333 .52944 -14.99312 -12.87354