KONTEKSTUALISASI AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
KONTEKSTUALISASI AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Oleh Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA.
Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah dan UMJ
Prolog
Semua Nabi dan Rasul mengemban misi suci, yaitu dakwah dengan amar ma’ruf
nahyi munkar, karena kemunkaran, kesesatan, kedzaliman, dan kemaksiatan itu selalu
terjadi pada masyarakat manapun dan kapanpun. Para Rasul itu diutus untuk merubah
dan memperbaiki masyarakat yang menyimpang dari ajaran Allah Swt menuju
masyarakat yang bertauhid, beriman kepada Allah Swt, berilmu, dan beramal shalih.
Setelah Rasulullah Saw tiada, apakah tugas mulia amar ma‟ruf dan nahi munkar
itu berakhir? Jika harus dilanjutkan oleh umatnya, bagaimana kontekstualisasi amar
ma‟ru nahi munkar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara:
apakah amar ma'ruf dan nahi munkar harus dibarengi tindak kekerasan? Selanjutnya,
apa implikasinya jika amar ma'ruf nahi munkar tidak berjalan dalam kehidupan
masyarakat? Bagaimana etika beramar ma'ruf nahi munkar?
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar berasal dari bahasa Arab (al-amr) berarti perintah, memerintahkan, atau
menyuruh. Sedangkan ma'ruf (ma‟ruf) artinya yang dikenal, diketahui dan diakui
baik, oleh akal sehat, masyarakat, dan atau syariat. Redaksi yang sebenarnya adalah
al-amru bi al-ma’ruf. Ma'ruf itu mengandung makna kebaikan yang sudah dikenal
dan diakui oleh „uruf (kebiasaan) yang berlaku di masyarakat, misalnya: mencium
tangan orang tua setelah bersalaman, menyingkirkan duri di jalan, menolong dan
memberi makan orang miskin, gotong royong dalam rangka kebersihan kampung, dan
sebagainya.
Ma’ruf merupakan antonim (lawan kata) munkar (ditolak, dibenci, dan diingkari
oleh akal sehat, masyarakat, dan syariat), seperti: aksi begal, judi, membuang sampah
sembarangan, illegal loging, korupsi, dan sebagainya. Ma’ruf merupakan kebaikan
yang bersifat lokal, dan berbeda dengan al-khair, yang mengandung arti kebaikan
atau kebajikan yang bersifat universal, berlaku umum di seluruh penjuru dunia,
seperti: berbakti kepada orang tua, membantu sesama, mengentaskan kemiskinan,
menghapuskan buta aksara, memberikan pendidikan yang baik bagi umat manusia,
membudayakan hidup sehat, menolong korban bencana alam, dan sebagainya.
Sedangkan nahi munkar (an-Nahyu ‘an al-munkar) melarang, mencegah sesuatu
yang ditolak, dibenci, dinilai tidak baik oleh akal sehat, masyarakat, dan syariat,
seperti: mencuri, merampok, membegal, korupsi, membuang sampah sembarang,
1
merokok di area publik atau di tempat ber-AC, meminum minuman keras, berjudi,
dan sebagainya.
Melarang atau mencegah kemunkaran berarti menjauhkan diri sendiri dan orang
lain dari perbuatan yang tidak patut dikerjakan karena memang dibenci, ditolak, dan
tidak diakui baik oleh akal sehat, masyarakat, dan syariat. Biasanya nahi munkar itu
lebih “berat dan sulit” daripada amar ma‟ruf, karena pihak yang dicegah boleh jadi
“melawan” atau tidak suka sehingga berpotensi menimbulkan ketegangan atau
konflik. Tidak jarang, nahi munkar mengakibatkan adanya korban dari salah satu atau
kedua belah pihak.
Dasar Hukum AMNM
Beramar ma‟ruf dan bernahi munkar merupakan ajaran Islam yang sangat
mulia, karena bertujuan untuk merubah kondisi manusia atau masyarakat menjadi
lebih baik. Dasar hukum Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (AMNM) adalah firman Allah
sebagai berikut.
ِ
ك ُ ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن
ْ ََ َِولْتَ ُكن ِمْ ُك ْم أَُمةٌ يَ ْدعُو َن إ
َ ِاَِْْْ َويَأْ ُم ُرو َن بِالْ َم ْع ُروف َويـَْـ َه ْو َن َع ِن الْ ُمْ َك ِر َوأ ُْولَـئ
)407 :(آل عمران
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104).
Ayat tersebut memerintahkan kita untuk menyeru/mengajak kepada kebaikan (alkhair), memerintahkan yang ma'ruf, dan mencegah kemungkaran. Berdasarkan ayat
inilah muncul istilah Dakwah Amar ma'ruf Nahi Munkar. Dakwah AMNM dalam arti
luas tidak terbatas pada dakwah bi al-lisan (ceramah, pidato, taushiyah, orasi, dan
penyampaian mauizhah hasanah, nasehat yang baik), melainkan juga dapat berupa
pengembangan lembaga dan sistem pendidikan, pengembangan dan pemberdayaan
ekonomi umat, penguatan sistem dan penegakan hukum yang adil, dan sebagainya.
Oleh karena itu, dakwah amar ma‟ruf nahi munkar dapat dilaksanakan oleh
sekelompok orang dalam umat. Menurut para ulama, hukum melakukan AMNM itu
fardhu kifāyah (kewajiban kolektif). Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa
amar ma'ruf nahi munkar itu wajib ‘ain (kewajiban individual) bagi setiap Muslim,
minimal mengajak diri sendiri dan keluarganya ke jalan yang benar dan baik, sesuai
dengan firman Allah sebagai berikut:
2
ِ
ِ ودها الناس وال
ِ
ََ ظ ِش َدا ٌد
ٌ ََ ْح َج َارةُ َعلَْي َها َم ََئِ َكةٌ ِغ
َ ُ ُس ُك ْم َوأ َْهلي ُك ْم نَ ًارا َوق
َ ين
َ ُ
َ يَاأَي َها الذ
َ آمنُوا قُوا أَن ُف
َ6 :صو َن اللهَ َما أ ََم َرُه ْم َويَ ْف َعلُو َن َما يُ ْؤَم ُرو َن ُالتحريم
ُ يَ ْع
Artinya: Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, di atasnya terdapat malaikat
yang sangat keras dan tegas yang tidak pernah melanggar perintah Allah, dan selalu
melaksanakan yang diperintahkan (kepada mereka). (QS. At-Tahrim: 6)
Spirit dan Etos AMNM
Dakwah AMNM merupakan tugas kolektif umat Muhammad SAW. Menurut alQur‟an, dakwah ini merupakan amalan terbaik di mata Allah Swt.
ِ ومن أَحسن قَـواً َِِن دعا إِ ََ اللَ ِ وع ِمل ص
ِ
ِِ
ن
َ َاِاً َوق
ََ
َ ال إِن َِِ م َن الْ ُم ْسلم
َ َ ََ
ْ ُ َ ْ ْ ََ
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS al-Fushshilat: 33)
Menurut Abdullah bin Abdul Aziz al-Aidan, kalimat istifham (pertanyaan) dalam
ayat ini mengandung arti nafy (peniadaan, negasi). Artinya, tidak ada satu pun yang
lebih baik ucapan dan perbuatannya di sisi Allah swt selain orang yang berdakwah di
jalan-Nya.
Mengemban misi dakwah AMNM merupakan etos dakwah dan karakter umat
terbaik. Artinya, melalui spirit AMNM, umat Islam harus terus melakukan perubahan
ke arah yang lebih baik, lebih berprestasi, lebih sukses, lebih bahagia, sejahtera, lebih
adil, dan lebih berkah. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut:
ِ
ِ ِ ِ
ِ
ِ ِت ل
ْ ُك ْنتُ ْم َخ ْي َر أُم ٍة أُ ْخ ِر َج
ُ لناس تَأ ُْم ُرو َن بال َْم ْع ُروف َوتَ ْن َه ْو َن َع ِن ال ُْم ْن َك ِر َوتُ ْؤمنُو َن بالله َولَ ْو آ ََم َن أ َْه
ِ اب لَ َكا َن َخي را لَهم ِم ْن هم الْم ْؤِمنُو َن وأَ ْكثَرهم الْ َف
ِ ال
ِ َْكت
َ111 :اس ُقو َن ُآل عمران
ُ ُ ُ ْ ُ ًْ
ُ ُُ َ
Spirit AMNM adalah spirit perubahan, spirit perbaikan, dan spirit peningkatan
kualitas hidup. Karena dalam masyarakat dipastikan ada kemunkaran atau
kemaksiatan. Amar ma'ruf nahi munkar merupakan jalan kenabian, karena semua
Nabi dan Rasul Allah itu selalu berjuang di jalan Allah melalui amar ma'ruf nahi
munkar.
Sedemikian pentingnya nilai atau ajaran AMNM, sehingga aliran Mu‟tazilah
(aliran teologi rasional dalam Islam) menjadikan AMNM ini menjadi salah satu pilar
3
utama ajaran teologi mereka, selain tauhid, al-manzilah baina al-manzilatain (suatu
posisi di akhirat di antara dua posisi: surga dan neraka), al-’adalah (keadilan) dan alwa’du wa al-wa’id (jinji/surga dan ancaman/neraka).
Melakukan AMNM bukan hanya kewajiban agama, melainkan merupakan
kebutuhan umat, karena di dalam kehidupan masyarakat pasti ada “kemunkaran” atau
penyakit sosial yang perlu dirubah menjadi kema'rufan, kebaikan. Tentu saja sebagai
Muslim kita tidak merasa nyaman jika membiarkan terjadikan kemunkaran, karena
akan berakibat pada kerusakan dan kebobrokan sistem sosial. Karena itu, Nabi Saw
bersabda:
ٍ عن أَي س
ِ َ َي رضي اه ع ق
(من َرأى ِم ُكم
ُ َول اهِ صلى اه علي وسلم ي
َ عت ِر ُس
ِ عيد اُْدر
ُ ََ :ال
َ :قول
َْ
َ
ِ
ِِ
ِِ ِ
ِ ََضعف اإم
] (روا568[)ان
َ طع فَبِ َقلبِ َو َذل
ُ َْ ك أ
ْ َ فَِإ ْن ََْ يَست، طع فَبِل َسان
ْ َ فَِإ ْن ََْ يَست، ُم َكَراً فَليُـغَيِـ ْرُ بِيَد
(مسلم
Artinya: “Siapa yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah dengan
tangannya. Jika tidak mampu dengan tangannya, maka rubahlah dengan lisannya.
Dan jika tidak mampu dengan lisannya, rubahlah dengan sikap hatinya (antipati
terhadap kemungkaran itu). Sikap terakhir ini merupakan iman yang paling
lemah.” (HR. Muslim)
Hadits ini menjelaskan tiga strategi atau cara beramar ma'ruf nahi munkar, yaitu
dengan tangan atau kekuasaan, kewenangan, dan posisi sosial yang kita miliki, lalu
lisan (pendapat, opini, nasehat, dan sebagainya), dan dengan sikap hati (anti terhadap
perbuatan munkar). Cara terakhir dinilai sebagai manifestasi dari iman yang paling
lemah.
Bencana yang paling berbahaya mengancam kehidupan masyarakat muslim
adalah bencana kemungkaran, sebab jika kemaksiatan telah merajalela, maka rusaklah
integritas dan moralitas masyarakat. Tidak ada bencana yang lebih hebat dalam
merusak tatanan kehidupan muslim melebihi kemungkaran, karena kemungkaran
merupakan tanda hilangnya rasa malu, merosotnya harga diri dan harkat martabat
masyarakat.
Kriteria Ma’ruf dan Munkar
Menurut buya Hamka, kata ma’ruf itu semakna dengan urf (ada istiadat), artinya:
yang dikenal atau yang dimengerti dan dapat dipahami serta diterima oleh
masyarakat, bahkan dipuji. Indikator dari ma‟ruf adalah patut dan layak menurut
logika masyarakat secara umum, sekaligus sudah menjadi kebiasaan baik yang
dilakukan secara turun-temurun.
4
Sebaliknya, kata munkar itu mengandung arti yang dibenci, yang tidak disenangi,
yang ditolak masyarakat karena tidak patut atau tidak pantas dilakukan. Oleh karena
itu, kriteria ma'ruf dan munkar, yang baik dan yang buruk, itu ditentukan oleh
pendapat umum (common sense) atau pendapat masyarakat. Selanjutnya, Hamka
menjelaskan dalam tafsirnya bahwa dakwah amar ma'ruf nahi munkar itu, antara lain,
dengan membentuk pendapat umum tentang sesuatu yang baik atau yang buruk.
Kriteria AMNM juga dapat dikaitkan dengan tujuan pembumian syariat Islam,
yaitu: (1) menjaga agama (hifdz al-din), (2) menjaga akal (hifdz al-‘aql), (3) menjaga
keturunan atau kehormatan (hifdz al-nasl atau al-‘irdh), (4) menjaga jiwa (hifdz alnafs), dan (5) menjaga harta benda (properti) (hifdz al-mal).
Dakwah AMNM idealnya juga harus berorientasi kepada terjaminnya eksistensi
agama; agama tidak dikebiri dan dijadikan semata-mata alat legitimasi. AMNM harus
dapat mewujudkan pendidikan akal rasional, bukan pembiaran kebodohan di tengah
masyarakat.
Dalam aktualisasinya, dakwah AMNM dapat diwujudkan melalui:
1. Dakwah bi al-lisan (pertama kepada istri, keluarga dan sahabat, teman dekat)
2. Dakwah bi al-kitabah (mengirim surat ajakan bertauhid atau berislam kepada
para pemimpin, raja dan kepala pemerintahan di sekitar Jazirah Arabia)
3. Dakwah bi al-hal (Mempraktikkan ajaran Islam dan memberikan keteladanan
yang baik bagi semua orang).
Dakwah AMNM juga dapat dilakukan dengan hikmah (wisdom), mauizhah
hasanah (nasihat yang baik, pendidikan dan pengajaran, komunikasi persuasi) dan
ahsan mujadalah (debat terbaik, adu argumentasi yang paling meyakinkan).
ِ
ِ ِ ْ اِِكْم ِة والْمو ِعظَِة
ِ
ِ َ ِْادعُ إِ ََ سبِ ِيل رب
ض َل
َ ََح َس ُن إِ َن َرب
َ ك ُ َو أ َْعلَ ُم َِ ْن
ْ اَِ َسَة َو َجادُْ ْم بِالَِِ َي أ
َْ َ َ ْ ك ب
َ َ
ِ ِ
ِِ ِ
)458 :ين (ال حل
َ َع ْن َسبيل َوُ َو أ َْعلَ ُم بالْ ُم ْهتَد
Serulah/ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan penuh hikmah, nasehat yang baik, dan
debatlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Maha
Mengatahui orang yang sesat dari jalan-Nya. Dia juga Maha Mengetahuai orangorang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl/16: 125)
Kontekstualisasi Dakwah AMNM
Perintah untuk melakukan AMNM sebagaimana tercantum dalam ayat 104 surat
Ali Imran tersebut telah menginspirasi lahirnya organisasi sosial keagamaan
Muhammadiyah. Pendirinya, KH. Ahmad Dahlan, memahami bahwa tugas dakwah
5
AMNM itu tidak akan berhasil jika dilakukan secara individu-individu, melainkan
harus diwujudkan melalui gerakan yang terorganisir dengan baik.
Menurut M. Dawam Rahardjo, menegakkan kebajikan dan melaksanakan AMNM
itu adalah esensi tugas negara. Artinya, negara –sebut: pemerintah– berkewajiban
melakukan program-program yang dapat mewujudkan keamanan, kesejahteraan,
kemakmuran, dan keadilan bagi semua. Pemerintah wajib memberantas korupsi,
pembegalan, perjudian, perampokan, terorisme, tindak kekerasan, dan sebagainya
agar terwujud kedamaian dan kemasalahatan bersama.
AMNM dapat dikontekstualisasikan dalam bentuk pengembangan model
pendidikan holistik, pendidikan nilai, pendidikan akhlak, dan pendidikan lainnya yang
berorientasi kepada pencerdasan dan pencerahan anak bangsa. Nahi munkar dapat
dikontekstualisasikan dalam bentuk kontrol sosial, koreksi terhadap kebijakan
pemerintah yang keliru, dan evaluasi kinerja pemerintah yang tidak berpihak kepada
kemaslahatan umat.
Etika Dakwah AMNM
Dalam melaksanakan dakwah AMNM, kita harus selalu mengindahkan etika
sebagai berikut, agar tujuan dan nilai dakwah kita tidak “rusak” oleh perbuatan kita
sendiri. Etika dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Mendidik, bukan menghardik
2. Merangkul, bukan memukul
3. Menasehati, bukan menggurui.
4. Membuat mulia, bukan menghina.
5. Mengapresiasi dan mempersuasi, bukan melukai dan menyakitkan hati.
6. Memberi teladan, bukan melawan kebenaran
7. Memberdayakan, bukan memperdayakan
8. Menghormati keragaman, bukan memaksakan tindakan
9. Memudahkan, bukan menyulitkan
10. Menggembirakan, bukan menyedihkan
11. Mengedepankan ketaatan, bukan kemaksiatan.
Nabi Muhammad Saw sukses berdakwah AMNM bukan karena kekayaan,
kekuatan dan kekuasaan politik yang dimilikinya, melainkan karena keluhuran dan
kemuliaan akhlak dan keteladannya yang luar biasa melampaui budi pukerti manusia
manapun di dunia ini.
Epilog
Amar ma'ruf nahi munkar merupakan ajaran Islam yang sangat penting dan
mendasar bagi setiap Muslim. Sebab dengan mengamalkan ajaran ini, Islam sebagai
rahmatan lil ‘alamin dapat membumi dalam kehidupan sehari-hari. AMNM
6
merupakan kewajiban kolektif, karena keburukan, kemunkaran, dan kemaksiatan
yang terjadi di dalam masyarakat tidak berdiri sendiri.
Oleh karena itu, pencegahan kemunkaran dan penyeruan berbuat kebaikan
merupakan tanggung jawab bersama, dilakukan secara kolektif, terorganisasi secara
baik, dan lebih-lebih dilakukan oleh negara, karena negara mempunyai kekuasaan dan
kekuatan yang besar. AMNM juga bisa dilakukan oleh setiap muslim sesuai dengan
kompetensi dan posisi masing-masing. Pemimpinan ber-AMNM dengan kebijakan
dan keadilannya, hakim dengan putasannya yang objektif dan adil, guru dan dosen
dengan ilmunya, dokter ber-AMNM dengan pengobatan dan penyehatan masyarakat,
penguasaha/orang kaya dengan kedermawannya, dan orang miskin dengan dukungan
moril dan doanya. Wallahu’alam bish as-shawab!
*Artikel ini pernah dimuat dalam Majalah Tabligh, edisi Juni 2015
7
Oleh Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA.
Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah dan UMJ
Prolog
Semua Nabi dan Rasul mengemban misi suci, yaitu dakwah dengan amar ma’ruf
nahyi munkar, karena kemunkaran, kesesatan, kedzaliman, dan kemaksiatan itu selalu
terjadi pada masyarakat manapun dan kapanpun. Para Rasul itu diutus untuk merubah
dan memperbaiki masyarakat yang menyimpang dari ajaran Allah Swt menuju
masyarakat yang bertauhid, beriman kepada Allah Swt, berilmu, dan beramal shalih.
Setelah Rasulullah Saw tiada, apakah tugas mulia amar ma‟ruf dan nahi munkar
itu berakhir? Jika harus dilanjutkan oleh umatnya, bagaimana kontekstualisasi amar
ma‟ru nahi munkar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara:
apakah amar ma'ruf dan nahi munkar harus dibarengi tindak kekerasan? Selanjutnya,
apa implikasinya jika amar ma'ruf nahi munkar tidak berjalan dalam kehidupan
masyarakat? Bagaimana etika beramar ma'ruf nahi munkar?
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar berasal dari bahasa Arab (al-amr) berarti perintah, memerintahkan, atau
menyuruh. Sedangkan ma'ruf (ma‟ruf) artinya yang dikenal, diketahui dan diakui
baik, oleh akal sehat, masyarakat, dan atau syariat. Redaksi yang sebenarnya adalah
al-amru bi al-ma’ruf. Ma'ruf itu mengandung makna kebaikan yang sudah dikenal
dan diakui oleh „uruf (kebiasaan) yang berlaku di masyarakat, misalnya: mencium
tangan orang tua setelah bersalaman, menyingkirkan duri di jalan, menolong dan
memberi makan orang miskin, gotong royong dalam rangka kebersihan kampung, dan
sebagainya.
Ma’ruf merupakan antonim (lawan kata) munkar (ditolak, dibenci, dan diingkari
oleh akal sehat, masyarakat, dan syariat), seperti: aksi begal, judi, membuang sampah
sembarangan, illegal loging, korupsi, dan sebagainya. Ma’ruf merupakan kebaikan
yang bersifat lokal, dan berbeda dengan al-khair, yang mengandung arti kebaikan
atau kebajikan yang bersifat universal, berlaku umum di seluruh penjuru dunia,
seperti: berbakti kepada orang tua, membantu sesama, mengentaskan kemiskinan,
menghapuskan buta aksara, memberikan pendidikan yang baik bagi umat manusia,
membudayakan hidup sehat, menolong korban bencana alam, dan sebagainya.
Sedangkan nahi munkar (an-Nahyu ‘an al-munkar) melarang, mencegah sesuatu
yang ditolak, dibenci, dinilai tidak baik oleh akal sehat, masyarakat, dan syariat,
seperti: mencuri, merampok, membegal, korupsi, membuang sampah sembarang,
1
merokok di area publik atau di tempat ber-AC, meminum minuman keras, berjudi,
dan sebagainya.
Melarang atau mencegah kemunkaran berarti menjauhkan diri sendiri dan orang
lain dari perbuatan yang tidak patut dikerjakan karena memang dibenci, ditolak, dan
tidak diakui baik oleh akal sehat, masyarakat, dan syariat. Biasanya nahi munkar itu
lebih “berat dan sulit” daripada amar ma‟ruf, karena pihak yang dicegah boleh jadi
“melawan” atau tidak suka sehingga berpotensi menimbulkan ketegangan atau
konflik. Tidak jarang, nahi munkar mengakibatkan adanya korban dari salah satu atau
kedua belah pihak.
Dasar Hukum AMNM
Beramar ma‟ruf dan bernahi munkar merupakan ajaran Islam yang sangat
mulia, karena bertujuan untuk merubah kondisi manusia atau masyarakat menjadi
lebih baik. Dasar hukum Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (AMNM) adalah firman Allah
sebagai berikut.
ِ
ك ُ ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن
ْ ََ َِولْتَ ُكن ِمْ ُك ْم أَُمةٌ يَ ْدعُو َن إ
َ ِاَِْْْ َويَأْ ُم ُرو َن بِالْ َم ْع ُروف َويـَْـ َه ْو َن َع ِن الْ ُمْ َك ِر َوأ ُْولَـئ
)407 :(آل عمران
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104).
Ayat tersebut memerintahkan kita untuk menyeru/mengajak kepada kebaikan (alkhair), memerintahkan yang ma'ruf, dan mencegah kemungkaran. Berdasarkan ayat
inilah muncul istilah Dakwah Amar ma'ruf Nahi Munkar. Dakwah AMNM dalam arti
luas tidak terbatas pada dakwah bi al-lisan (ceramah, pidato, taushiyah, orasi, dan
penyampaian mauizhah hasanah, nasehat yang baik), melainkan juga dapat berupa
pengembangan lembaga dan sistem pendidikan, pengembangan dan pemberdayaan
ekonomi umat, penguatan sistem dan penegakan hukum yang adil, dan sebagainya.
Oleh karena itu, dakwah amar ma‟ruf nahi munkar dapat dilaksanakan oleh
sekelompok orang dalam umat. Menurut para ulama, hukum melakukan AMNM itu
fardhu kifāyah (kewajiban kolektif). Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa
amar ma'ruf nahi munkar itu wajib ‘ain (kewajiban individual) bagi setiap Muslim,
minimal mengajak diri sendiri dan keluarganya ke jalan yang benar dan baik, sesuai
dengan firman Allah sebagai berikut:
2
ِ
ِ ودها الناس وال
ِ
ََ ظ ِش َدا ٌد
ٌ ََ ْح َج َارةُ َعلَْي َها َم ََئِ َكةٌ ِغ
َ ُ ُس ُك ْم َوأ َْهلي ُك ْم نَ ًارا َوق
َ ين
َ ُ
َ يَاأَي َها الذ
َ آمنُوا قُوا أَن ُف
َ6 :صو َن اللهَ َما أ ََم َرُه ْم َويَ ْف َعلُو َن َما يُ ْؤَم ُرو َن ُالتحريم
ُ يَ ْع
Artinya: Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, di atasnya terdapat malaikat
yang sangat keras dan tegas yang tidak pernah melanggar perintah Allah, dan selalu
melaksanakan yang diperintahkan (kepada mereka). (QS. At-Tahrim: 6)
Spirit dan Etos AMNM
Dakwah AMNM merupakan tugas kolektif umat Muhammad SAW. Menurut alQur‟an, dakwah ini merupakan amalan terbaik di mata Allah Swt.
ِ ومن أَحسن قَـواً َِِن دعا إِ ََ اللَ ِ وع ِمل ص
ِ
ِِ
ن
َ َاِاً َوق
ََ
َ ال إِن َِِ م َن الْ ُم ْسلم
َ َ ََ
ْ ُ َ ْ ْ ََ
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS al-Fushshilat: 33)
Menurut Abdullah bin Abdul Aziz al-Aidan, kalimat istifham (pertanyaan) dalam
ayat ini mengandung arti nafy (peniadaan, negasi). Artinya, tidak ada satu pun yang
lebih baik ucapan dan perbuatannya di sisi Allah swt selain orang yang berdakwah di
jalan-Nya.
Mengemban misi dakwah AMNM merupakan etos dakwah dan karakter umat
terbaik. Artinya, melalui spirit AMNM, umat Islam harus terus melakukan perubahan
ke arah yang lebih baik, lebih berprestasi, lebih sukses, lebih bahagia, sejahtera, lebih
adil, dan lebih berkah. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut:
ِ
ِ ِ ِ
ِ
ِ ِت ل
ْ ُك ْنتُ ْم َخ ْي َر أُم ٍة أُ ْخ ِر َج
ُ لناس تَأ ُْم ُرو َن بال َْم ْع ُروف َوتَ ْن َه ْو َن َع ِن ال ُْم ْن َك ِر َوتُ ْؤمنُو َن بالله َولَ ْو آ ََم َن أ َْه
ِ اب لَ َكا َن َخي را لَهم ِم ْن هم الْم ْؤِمنُو َن وأَ ْكثَرهم الْ َف
ِ ال
ِ َْكت
َ111 :اس ُقو َن ُآل عمران
ُ ُ ُ ْ ُ ًْ
ُ ُُ َ
Spirit AMNM adalah spirit perubahan, spirit perbaikan, dan spirit peningkatan
kualitas hidup. Karena dalam masyarakat dipastikan ada kemunkaran atau
kemaksiatan. Amar ma'ruf nahi munkar merupakan jalan kenabian, karena semua
Nabi dan Rasul Allah itu selalu berjuang di jalan Allah melalui amar ma'ruf nahi
munkar.
Sedemikian pentingnya nilai atau ajaran AMNM, sehingga aliran Mu‟tazilah
(aliran teologi rasional dalam Islam) menjadikan AMNM ini menjadi salah satu pilar
3
utama ajaran teologi mereka, selain tauhid, al-manzilah baina al-manzilatain (suatu
posisi di akhirat di antara dua posisi: surga dan neraka), al-’adalah (keadilan) dan alwa’du wa al-wa’id (jinji/surga dan ancaman/neraka).
Melakukan AMNM bukan hanya kewajiban agama, melainkan merupakan
kebutuhan umat, karena di dalam kehidupan masyarakat pasti ada “kemunkaran” atau
penyakit sosial yang perlu dirubah menjadi kema'rufan, kebaikan. Tentu saja sebagai
Muslim kita tidak merasa nyaman jika membiarkan terjadikan kemunkaran, karena
akan berakibat pada kerusakan dan kebobrokan sistem sosial. Karena itu, Nabi Saw
bersabda:
ٍ عن أَي س
ِ َ َي رضي اه ع ق
(من َرأى ِم ُكم
ُ َول اهِ صلى اه علي وسلم ي
َ عت ِر ُس
ِ عيد اُْدر
ُ ََ :ال
َ :قول
َْ
َ
ِ
ِِ
ِِ ِ
ِ ََضعف اإم
] (روا568[)ان
َ طع فَبِ َقلبِ َو َذل
ُ َْ ك أ
ْ َ فَِإ ْن ََْ يَست، طع فَبِل َسان
ْ َ فَِإ ْن ََْ يَست، ُم َكَراً فَليُـغَيِـ ْرُ بِيَد
(مسلم
Artinya: “Siapa yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah dengan
tangannya. Jika tidak mampu dengan tangannya, maka rubahlah dengan lisannya.
Dan jika tidak mampu dengan lisannya, rubahlah dengan sikap hatinya (antipati
terhadap kemungkaran itu). Sikap terakhir ini merupakan iman yang paling
lemah.” (HR. Muslim)
Hadits ini menjelaskan tiga strategi atau cara beramar ma'ruf nahi munkar, yaitu
dengan tangan atau kekuasaan, kewenangan, dan posisi sosial yang kita miliki, lalu
lisan (pendapat, opini, nasehat, dan sebagainya), dan dengan sikap hati (anti terhadap
perbuatan munkar). Cara terakhir dinilai sebagai manifestasi dari iman yang paling
lemah.
Bencana yang paling berbahaya mengancam kehidupan masyarakat muslim
adalah bencana kemungkaran, sebab jika kemaksiatan telah merajalela, maka rusaklah
integritas dan moralitas masyarakat. Tidak ada bencana yang lebih hebat dalam
merusak tatanan kehidupan muslim melebihi kemungkaran, karena kemungkaran
merupakan tanda hilangnya rasa malu, merosotnya harga diri dan harkat martabat
masyarakat.
Kriteria Ma’ruf dan Munkar
Menurut buya Hamka, kata ma’ruf itu semakna dengan urf (ada istiadat), artinya:
yang dikenal atau yang dimengerti dan dapat dipahami serta diterima oleh
masyarakat, bahkan dipuji. Indikator dari ma‟ruf adalah patut dan layak menurut
logika masyarakat secara umum, sekaligus sudah menjadi kebiasaan baik yang
dilakukan secara turun-temurun.
4
Sebaliknya, kata munkar itu mengandung arti yang dibenci, yang tidak disenangi,
yang ditolak masyarakat karena tidak patut atau tidak pantas dilakukan. Oleh karena
itu, kriteria ma'ruf dan munkar, yang baik dan yang buruk, itu ditentukan oleh
pendapat umum (common sense) atau pendapat masyarakat. Selanjutnya, Hamka
menjelaskan dalam tafsirnya bahwa dakwah amar ma'ruf nahi munkar itu, antara lain,
dengan membentuk pendapat umum tentang sesuatu yang baik atau yang buruk.
Kriteria AMNM juga dapat dikaitkan dengan tujuan pembumian syariat Islam,
yaitu: (1) menjaga agama (hifdz al-din), (2) menjaga akal (hifdz al-‘aql), (3) menjaga
keturunan atau kehormatan (hifdz al-nasl atau al-‘irdh), (4) menjaga jiwa (hifdz alnafs), dan (5) menjaga harta benda (properti) (hifdz al-mal).
Dakwah AMNM idealnya juga harus berorientasi kepada terjaminnya eksistensi
agama; agama tidak dikebiri dan dijadikan semata-mata alat legitimasi. AMNM harus
dapat mewujudkan pendidikan akal rasional, bukan pembiaran kebodohan di tengah
masyarakat.
Dalam aktualisasinya, dakwah AMNM dapat diwujudkan melalui:
1. Dakwah bi al-lisan (pertama kepada istri, keluarga dan sahabat, teman dekat)
2. Dakwah bi al-kitabah (mengirim surat ajakan bertauhid atau berislam kepada
para pemimpin, raja dan kepala pemerintahan di sekitar Jazirah Arabia)
3. Dakwah bi al-hal (Mempraktikkan ajaran Islam dan memberikan keteladanan
yang baik bagi semua orang).
Dakwah AMNM juga dapat dilakukan dengan hikmah (wisdom), mauizhah
hasanah (nasihat yang baik, pendidikan dan pengajaran, komunikasi persuasi) dan
ahsan mujadalah (debat terbaik, adu argumentasi yang paling meyakinkan).
ِ
ِ ِ ْ اِِكْم ِة والْمو ِعظَِة
ِ
ِ َ ِْادعُ إِ ََ سبِ ِيل رب
ض َل
َ ََح َس ُن إِ َن َرب
َ ك ُ َو أ َْعلَ ُم َِ ْن
ْ اَِ َسَة َو َجادُْ ْم بِالَِِ َي أ
َْ َ َ ْ ك ب
َ َ
ِ ِ
ِِ ِ
)458 :ين (ال حل
َ َع ْن َسبيل َوُ َو أ َْعلَ ُم بالْ ُم ْهتَد
Serulah/ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan penuh hikmah, nasehat yang baik, dan
debatlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Maha
Mengatahui orang yang sesat dari jalan-Nya. Dia juga Maha Mengetahuai orangorang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl/16: 125)
Kontekstualisasi Dakwah AMNM
Perintah untuk melakukan AMNM sebagaimana tercantum dalam ayat 104 surat
Ali Imran tersebut telah menginspirasi lahirnya organisasi sosial keagamaan
Muhammadiyah. Pendirinya, KH. Ahmad Dahlan, memahami bahwa tugas dakwah
5
AMNM itu tidak akan berhasil jika dilakukan secara individu-individu, melainkan
harus diwujudkan melalui gerakan yang terorganisir dengan baik.
Menurut M. Dawam Rahardjo, menegakkan kebajikan dan melaksanakan AMNM
itu adalah esensi tugas negara. Artinya, negara –sebut: pemerintah– berkewajiban
melakukan program-program yang dapat mewujudkan keamanan, kesejahteraan,
kemakmuran, dan keadilan bagi semua. Pemerintah wajib memberantas korupsi,
pembegalan, perjudian, perampokan, terorisme, tindak kekerasan, dan sebagainya
agar terwujud kedamaian dan kemasalahatan bersama.
AMNM dapat dikontekstualisasikan dalam bentuk pengembangan model
pendidikan holistik, pendidikan nilai, pendidikan akhlak, dan pendidikan lainnya yang
berorientasi kepada pencerdasan dan pencerahan anak bangsa. Nahi munkar dapat
dikontekstualisasikan dalam bentuk kontrol sosial, koreksi terhadap kebijakan
pemerintah yang keliru, dan evaluasi kinerja pemerintah yang tidak berpihak kepada
kemaslahatan umat.
Etika Dakwah AMNM
Dalam melaksanakan dakwah AMNM, kita harus selalu mengindahkan etika
sebagai berikut, agar tujuan dan nilai dakwah kita tidak “rusak” oleh perbuatan kita
sendiri. Etika dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Mendidik, bukan menghardik
2. Merangkul, bukan memukul
3. Menasehati, bukan menggurui.
4. Membuat mulia, bukan menghina.
5. Mengapresiasi dan mempersuasi, bukan melukai dan menyakitkan hati.
6. Memberi teladan, bukan melawan kebenaran
7. Memberdayakan, bukan memperdayakan
8. Menghormati keragaman, bukan memaksakan tindakan
9. Memudahkan, bukan menyulitkan
10. Menggembirakan, bukan menyedihkan
11. Mengedepankan ketaatan, bukan kemaksiatan.
Nabi Muhammad Saw sukses berdakwah AMNM bukan karena kekayaan,
kekuatan dan kekuasaan politik yang dimilikinya, melainkan karena keluhuran dan
kemuliaan akhlak dan keteladannya yang luar biasa melampaui budi pukerti manusia
manapun di dunia ini.
Epilog
Amar ma'ruf nahi munkar merupakan ajaran Islam yang sangat penting dan
mendasar bagi setiap Muslim. Sebab dengan mengamalkan ajaran ini, Islam sebagai
rahmatan lil ‘alamin dapat membumi dalam kehidupan sehari-hari. AMNM
6
merupakan kewajiban kolektif, karena keburukan, kemunkaran, dan kemaksiatan
yang terjadi di dalam masyarakat tidak berdiri sendiri.
Oleh karena itu, pencegahan kemunkaran dan penyeruan berbuat kebaikan
merupakan tanggung jawab bersama, dilakukan secara kolektif, terorganisasi secara
baik, dan lebih-lebih dilakukan oleh negara, karena negara mempunyai kekuasaan dan
kekuatan yang besar. AMNM juga bisa dilakukan oleh setiap muslim sesuai dengan
kompetensi dan posisi masing-masing. Pemimpinan ber-AMNM dengan kebijakan
dan keadilannya, hakim dengan putasannya yang objektif dan adil, guru dan dosen
dengan ilmunya, dokter ber-AMNM dengan pengobatan dan penyehatan masyarakat,
penguasaha/orang kaya dengan kedermawannya, dan orang miskin dengan dukungan
moril dan doanya. Wallahu’alam bish as-shawab!
*Artikel ini pernah dimuat dalam Majalah Tabligh, edisi Juni 2015
7