Uji Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Pakan Komplit Hasil Samping Ubi Kayu Klon Pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih

(1)

UJI KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK

PAKAN KOMPLIT HASIL SAMPING UBI KAYU KLON

PADA DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

BERRY OKTA LIBRA 090306051

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UJI KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK

PAKAN KOMPLIT HASIL SAMPING UBI KAYU KLON

PADA DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

BERRY OKTA LIBRA 090306051

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Skripsi : Uji Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Pakan Komplit Hasil Samping Ubi Kayu Klon pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih.

Nama : Berry Okta Libra

NIM : 090306051

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Ir. R. Edhy Mirwandhono, M. Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan


(4)

ABSTRAK

BERRY OKTA LIBRA, 2014 “Pengaruh Pemberian Pakan Komplit Hasil Samping Ubi kayu klon Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Domba Jantan lokal. Dibimbing oleh Tri Hesti Wahyuni selaku ketua komisi pembimbing dan R.Edhy Mirwandhono selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecernaan bahan kering dan bahan organik hasil samping ubi kayu klon yang pada domba jantan lokal lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanaian Univesitas Sumatera Utara pada bulan September sampai Desember 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitaian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan 4 ulangan terdiri atas p1: (rumput hijauan 100 %); p2( hijauan 50% dan 50% pakan komplit); (p3 pakan komplit 100%).

Hasil penelitaian menunjukan rataan kecernaan bahan kering 52,70% dan kecernaan bahan organik 58,18%. Kecernaan bahan kering paling tinggi terdapat di perlakuan p3 dengan rataan 54,31% dan kecernaan bahan organik paling tinggi terdapat di perlakuan p3 dengan rataan 59,95%. Uji statistik menunjukan bahwa pemberian pakan hasil samping ubi kayu berpengaruh sangat nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Kesimpulan dari hasil penelitian pemberian pakan hasil samping ubi kayu memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik.


(5)

ABSTRACT

BERRY OKTA LIBRA, 2014 " Effect Complete feed byproducts Cassava clones towards digestibility dry matter and Organic Materials local sheep male. Guidance under supervised by Mrs. Tri Hesti Wahyuni and co supervised by Mr. R.Edhy Mirwandhono.

This study aims to analyze the digestibility of dry matter and organic matter byproducts cassava clones on the weaning local male sheep. This study was conducted at Biology Laboratory Faculty of Agriculture University of North Sumatra September to December 2013 . The design used in this research is completely randomized design ( CRD ) with 3 treatment and 4 repetition. consists of p1 : ( 100 % grass ), p2 ( 50 % grass and 50 % byproduct of cassava ) ; ( p3 100 % cassava feed byproduct )

The results showed the average digestibility dry matter 52.70 % and organic matter 58.18 %. The high average dry matter digestibility showed on P3 54,31% and high average organic matter digestibility showed on P3 59,95%. Statistical test results showed that feeding cassava side very significant effect on the digestibility of dry matter and organic matter . The conclusions from this study is feeding cassava byproduct showed very significant effect on the digestibility of dry matter and organic matter.

Keywords : cassava , byproduct , local sheep male .


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “Uji Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Pakan Komplit Hasil Samping Ubi Kayu Klon Pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih”. Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tri Hesti Wahyuni selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Edhy Mirwandhono selaku anggota komisi pembimbing dan semua pihak yang ikut membantu.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada civitas akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sembahe pada tanggal 20 Oktober 1990 dari Ayah Meter Tarigan dan Ibu Mishanarinta Br Barus. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pancur Batu dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Penulis memilih program studi peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasisiwa Peternakan (IMAPET). Selain itu penulis pernah menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP). Penulis juga pernah menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di desa Pardugul Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir dimulai dari bulan Juli sampai dengan September 2012.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... ii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba ... 4

Pakan Domba ... 5

Pertumbuhan Ternak Domba ... 7

Ubi Kayu ... 9

Hijauan ... 12

Bahan Penyusun Pelet ... Onggok ... Bungkil Inti Sawit ... 12

Molases ... 13

Urea ... 14

Mineral ... 14

Garam ... 15

Pelet ... 16

Parameter Penelitian ... 17

Pencernaan Ruminansia ... 17

Kecernaan Bahan Pakan... 18

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu ... 20

Bahan dan Alat ... 20

Metode Penelitian ... 20

Parameter Penelitian ... 22

Konsumsi ... 22

Kecernaan Bahan Kering ... 22

Kecernaan Bahan Organik ... 22

Pelaksanaan Penelitian ... 23

Alur Pembuatan Pakan Komplit ... 23

Persiapan Kandang ... 23

Pengacakan Domba ... 24

Pemberian Pakan dan Air Minum ... 24

Pemberian obat-obatan ... 24

Tahapan Penelitian ... 24


(9)

Teknik Penampungan Feses ... 25

Periode Koleksi Data ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(10)

DAFTAR TABEL

No. ... Hal.

1. Kebutuhan harian zat-zat nutrisi untuk domba ... 6

2. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan ... 7

3. Kandungan nutrisi limbah ubi kayu ... 10

4. Nilai nutrisi onggok ... 11

5. Nilai nutrisi bungkil inti sawit ... 13

6. Kandungan nilai gizi molases ... 14

7. Kandungan beberapa mineral... 15

8. Rataan konsumsi bahan kering pakan domba jantan lokal ... 27

9. Analisa sidik ragam bahan kering domba jantan lokal ... 28

10.Rataan konsumsi bahan organik pakan domba jantan lokal ... 29

11.Analisa sidik ragam bahan organik pakan domba lokal ... 30

12.Kecernaan bahan kering selama penelitian ... 31

13.Analisis keragaman bahan kering selama penelitian ... 32

14.Kecernaan bahan organik selama penelitian ... 33

15.Analisis keragaman bahan organik selama penelitian ... 34


(11)

ABSTRAK

BERRY OKTA LIBRA, 2014 “Pengaruh Pemberian Pakan Komplit Hasil Samping Ubi kayu klon Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Domba Jantan lokal. Dibimbing oleh Tri Hesti Wahyuni selaku ketua komisi pembimbing dan R.Edhy Mirwandhono selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecernaan bahan kering dan bahan organik hasil samping ubi kayu klon yang pada domba jantan lokal lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanaian Univesitas Sumatera Utara pada bulan September sampai Desember 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitaian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan 4 ulangan terdiri atas p1: (rumput hijauan 100 %); p2( hijauan 50% dan 50% pakan komplit); (p3 pakan komplit 100%).

Hasil penelitaian menunjukan rataan kecernaan bahan kering 52,70% dan kecernaan bahan organik 58,18%. Kecernaan bahan kering paling tinggi terdapat di perlakuan p3 dengan rataan 54,31% dan kecernaan bahan organik paling tinggi terdapat di perlakuan p3 dengan rataan 59,95%. Uji statistik menunjukan bahwa pemberian pakan hasil samping ubi kayu berpengaruh sangat nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Kesimpulan dari hasil penelitian pemberian pakan hasil samping ubi kayu memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik.


(12)

ABSTRACT

BERRY OKTA LIBRA, 2014 " Effect Complete feed byproducts Cassava clones towards digestibility dry matter and Organic Materials local sheep male. Guidance under supervised by Mrs. Tri Hesti Wahyuni and co supervised by Mr. R.Edhy Mirwandhono.

This study aims to analyze the digestibility of dry matter and organic matter byproducts cassava clones on the weaning local male sheep. This study was conducted at Biology Laboratory Faculty of Agriculture University of North Sumatra September to December 2013 . The design used in this research is completely randomized design ( CRD ) with 3 treatment and 4 repetition. consists of p1 : ( 100 % grass ), p2 ( 50 % grass and 50 % byproduct of cassava ) ; ( p3 100 % cassava feed byproduct )

The results showed the average digestibility dry matter 52.70 % and organic matter 58.18 %. The high average dry matter digestibility showed on P3 54,31% and high average organic matter digestibility showed on P3 59,95%. Statistical test results showed that feeding cassava side very significant effect on the digestibility of dry matter and organic matter . The conclusions from this study is feeding cassava byproduct showed very significant effect on the digestibility of dry matter and organic matter.

Keywords : cassava , byproduct , local sheep male .


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada ternak ruminansia, hijauan merupakan bahan pakan utama. Salah satu yang menjadi kendala adalah tidak tersedianya hijauan yang berkualitas pada sepanjang tahun. Pada musim kemarau, hijauan menjadi sangat sulit diperoleh dan harganya pun mahal sehingga pemeliharaan ternak menjadi tidak layak lagi secara ekonomi. Sedangkan pengembangan produksi hijauan terbentur pada masalah lahan, dimana penggunaan lahan semakin meningkat untuk keperluan tempat pemukiman dan keperluan lahan untuk pangan.

Pakan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi sukses tidaknya usaha peternakan domba. Salah satu upaya dalam pengadaan pakan bagi ternak adalah memanfaatkan seoptimal mungkin lahan serta pemanfaatan hasil samping komoditi pertanian. Hal ini tidak terlepas dari semakin sulitnya memperoleh hijauan pakan ternak karena semakin banyaknya usaha peternakan domba yang berdiri.

Saat ini dibutuhkan suatu pemecahan masalah pakan untuk ternak domba. Salah satu faktor pembatas laju peningkatan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan dan merupakan faktor pembatas terbesar adalah pembiayaan produksi peternakan. Untuk mengatasi masalah tersebut alternatif pilihan adalah pemanfaatan hasil samping pertanian yang salah satunya adalah ubi kayu. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki produk samping pertanian yang cukup banyak dan tersedia sepanjang tahun. Namun, pemanfaatan produk samping pertanian tersebut untuk bahan pakan ternak ruminansia belum


(14)

maksimal. Penyebabnya adalah kualitas gizinya rendah dan memerlukan pengolahan untuk memanfaatkannya

Produksi ubi kayu di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat dalam lima tahun terakhir ini dari sebesar 19.321.183 ton pada tahun 2005 menjadi 21.786.691 ton pada tahun 2009, atau mengalami peningkatan sebesar 11,32% (Deptan, 2009). Peningkatan produksi tersebut menyebabkan hasil samping pengolahan ubi kayu dan agroindustrinya juga meningkat sehingga cukup potensial digunakan sebagai pakan. Bahan pakan yang berasal dari limbah pascapanen tanaman ubi kayu antara lain pucuk ubi kayu, batang ubi kayu, kulit ubi kayu dan onggok tergolong sebagai pakan sumber karbohidrat mudah dicerna.

Pemanfaatan limbah ubi kayu sebagi sumber bahan pakan ternak masi sangat sedikit sementara perkembangan peternakan terus meningkat dengan laju pertumbuhan 12,9%/ tahun. Meningkatnya produksi hasil samping tanaman dan produksi ubi, Hasil samping tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan pengganti hijauan yang ketersediaanya semakin terbatas. Dengan demikian, pemanfaatan limbah tanaman pangan merupakan salah satu solusi untuk mengembangkannya.

Sehubungan dengan letak geografis Sumatera Utara yang cukup strategis telah membuka peluang untuk masuknya produk peternakan diantaranya daging baik dari beberapa propinsi lain maupun dari luar negeri. Hal tersebut dimungkinkan karena Sumatera Utara harus memenuhi permintaan lokal yang sampai saat ini masih belum dapat dipenuhi sendiri. Selain itu dengan masuknya era pasar bebas telah membuka peluang masuknya produk peternakan asing baik yang legal maupun ilegal. Data dari dinas peternakan propinsi menunjukkan


(15)

bahwa saat Sumatera Utara masih kekurangan daging setara dengan 10.000 ekor sapi setiap tahunnya (Anonimus, 2008). Kondisi tersebut dapat menjadikan dorongan bagi Sumatera Utara untuk dapat mengembangkan industri peternakan dengan menekankan potensi lokal serta mendorong partisipasi penanam modal setempat.

Atas dasar pemikiran inilah perlu diadakan suatu penelitian tentang pemanfaatan hasil samping ubi kayu klon sebagai pakan ternak yang diharapkan dapat meningkatkan kecernaan domba jantan lokal lepas sapih.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kecernaan bahan kering dan bahan organik hasil samping ubi kayu klon yang pada domba jantan lokal lepas sapih.

Hipotesis Penelitian

Kecernaan bahan kering dan bahan organik hasil samping ubi kayu klon berpengaruh positif pada domba jantan lokal lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti, peternak dalam pengembangan usaha peternakan domba dan instansi terkait tentang pemanfaatan hasil samping ubi kayu klon pada domba jantan lokal lepas sapih.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Domba

Ternak domba dapat diklasifikasikan pada sub family caprinae dan semua jenis domba domestika termasuk genus ovies aries. Ada empat spesies domba liar yaitu : domba mouffon (O. musimon) terdapat di Eropa dan Asia Barat, domba Urial (O.orientalis ; O. vignei) terdapat di Asia tengah serta domba Bighorn (O.Canadensis) terdapat di asia Utara dan amerika Utara. Tiga jenis domba tersebut merupakan domba yang membentuk genetika dari domba-domba modern sekarang (Williamson dan Payne, 1993).

Jika kita hendak memeilihara ternak, maka terlebih dahulu kita perlu mengetahui sifat-sifat dan seluk beluknya. Dengan memahami semua sifat itu, berarti peternak sudah belajar dari ternak-ternak tersebut. Jangan sekali-kali peternak memaksa kehendaknya sendiri kepada ternaknya. Jika ia bertindak demikian maka peternak tersebut akan mengalami kegagalan total terhadap peternakannya. Peternak harus tahu dan yakin betul bagaimana dan apa keinginan ternaknya, misalnya dengan jalan mempelajari tentang pakan kesukaan ternak yang akan kita pelihara tersebut, kemudian tempat dan iklim mana yang cocok (Sumoprastowo, 1993).

Secara umum ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaan seperti: 1) Cepat berkembang biak dan dapat beranak lebih dari satu ekor serta dapat beranak dua kali setahun, 2) Berjalan dengan jarak lebih dekat sehingga lebih mudah dalam pemeliharaan, 3) Pemakan rumput,kurang memilih pakan yang diberikan dan penciumannya tajam sehinnga lebih mudah


(17)

dalam pemeliharaan, 4) kotorannya dapat dipergunakan sebagai pupuk kandang untuk keperluan pertanian (Tomaszweska et all.,1993).

Pakan Domba

Hijauan merupakan bahan pakan berserat sebagai sumber energi. Hijauan umumnya merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang relatif tinggi. Ruminansia mampu mencerna hijauan karena adanya mikroorganisme sehingga kemampuan untuk mencerna selulosa tinggi (Siregar, 1994).

Defisiensi nutrient dapat terjadi karena pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak, sehinnga ternak mudah terserang penyakit, penyediaan dan pemberian pakan harus diupayakan secara terus menerus sesuai dengan standar gizi menurut umur ternak (Cahyono, 1998).

Kebutuhan ternak domba akan dicerminkan oleh kebutuhan terhadap nutrisi, jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusu), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkuangan hidupnya serta berat badannya. Jadi setiap ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Tomaszeweskal et all., 1993).

Konsumsi bahan kering (BK) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : 1) faktor pakan,meliputi daya cerna dan palabilitas, 2) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak (Lubis,1993). Parakkasi (1995) menyatakan bahwa palabilitas pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi pakan.


(18)

Kebutuhan harian zat-zat nutrisi untuk ternak domba dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat nutrisi untuk domba

BB(Kg) BK Energi Protein Ca P

(kg) %BB ME Mcal

TDN (kg)

Total DD (g) (g)

5 0,14 2,8 0,6 0,61 51 41 1,91 1,4

10 0,25 2,5 1,01 1,28 81 68 2,3 1,6

15 0,36 2,4 1,37 0,38 115 92 2,8 1,9

20 0,51 2,6 1,8 0,5 150 120 3,4 2,3

25 0,62 2,5 1,91 0,53 160 128 4,1 2,8 30 0,81 2,7 2,44 0,67 204 163 4,8 2,3 Sumber : NRC (National Resource Council) (1995).

Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan di cerminkan oleh kebutuhan nya terhadap nutrisi, jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban, nisbi udara), serta berat badannya. Jadi setiap ekor ternak berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997).

Pakan yang dikonsumsi oleh ternak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan perawatan tubuh (hidup pokok) yaitu mempertahankan suhu tubuh, kerja tubuh yang normal (jantung berdenyut atau bernafas), memperbaiki jaringan, bergerak selain itu juga untuk produksi pertumbuhan, penggemukan, reproduksi, produksi susu dan bekerja (Purbowati, 2009).


(19)

Tabel 2. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan

Energi Protein

Bobot Badan(Kg) PBB (Kg/hari) DE (Mkal) ME (Mkal) TP (Kg) DP (Kg) Bahan Kering Total

10 0,50

1,00 1,49 1,98 1,22 1,62 73,70 102,70 35,20 54,00 0,51 0,68

14 0,50

1,00 1,81 2,30 1,49 1,89 86,90 116,90 52,00 70,70 0,62 0,79

18 0,50

1,00 2,14 2,62 1,75 2,15 93,60 112,60 68,70 70,70 0,68 0,84

20 0,50

1,00 2,30 2,78 1,88 2.28 106,80 135,80 87,40 95,80 0,78 0,98 Ket: PBB (Pertambahan bobot badan)

DE (Digestible energy/ energy tercerna) ME (Metabolisble energy)

TP (Total protein)

DP (Digestible protein/ protein tercerna) Sumber: (Haryanto dan Andi, 1993)

Pakan yang baik akan menjadikan ternak sanggup melaksanakan kegiatan serta fungsi proses dalam tubuh secara normal. Pemberian pakan harus dilandasi beberapa kebutuhan antara lain : kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pokok meskipun ternak domba dalam keadaan hidup tidak mengalami pertumbuhan dan kegiatan, kebutuhan untuk pertumbuhan, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak domba untuk memproduksi jaringan tubuh dan menambah berat tubuh, kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak domba untuk proses reproduksi, kebutuhan laktasi, yaitu kebutuhan ternak domba untuk memproduksi air susu (Murtidjo, 1993).

Pertumbuhan Ternak Domba

Pertumbuhan adalah kenaikan bobot badan dengan melakukan perkembangan berulang- ulang yang dinyatakan dalam pertumbuhan bobot badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lain (Tillman et all., 1991). Menurut


(20)

Anggorodi (1990) pertumbuhan murni mencakup dalam bentuk dan berat jaringan- jaringan pembalut seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh.

Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen atau pengelolaan yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim. Menurut Tomaszewska et all.,(1993) bahwa laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa.

Dalam pertumbuhan hewan tidak sekedar meningkatkan berat badannya, tetapi juga menyebabkan konfirmasi oleh perbedaan tingkat pertumbuhan komponen tubuh, dalam hal ini urat daging dari karkas atau daging yang akan dikomsumsi manusia (Parakkasi, 1995).

Seperti pada umumnya domba mengalami proses pertumbuhan yang sama, yakni pada awal berlangsung lambat, kemudian lebih lama meningkat lebih cepat sampai domba itu berumur 3 – 4 bulan. Namun, pertumbuhan tersebut akhirnya kembali lebih lambat pada saat domba itu mendekati kedewasaan tubuh (Sudarmono dan Sugeng, 2003).

Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan memiliki respon yang baik terhadap pakan yang diberikan dan memiliki efisiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan kering rumput yang disebabkan oleh beda kualitas , daya cerna dan spesies tanaman (Devendra dan Burns,1970). Sedangkan pengurangan pakan akan memperlambat kecepatan pertumbuhan dan bila pengurangan pakan sangat


(21)

berlebihan akan menyebabkan hewan kehilangan berat badannya (Tillman et all., 1984).

Hijauan

Hijauan pakan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral. Hijauan pakan dapat menunjang kehidupan ternak, mempunyai nilai gizi yang cukup untuk kebutuhan hidupnya. Kebanyakan untuk menilai gizi suatu hijauan pakan didasarkan pada kandungan protein. Karena protein merupakan suatu zat yang banyak berperan didalam kehidupan ternak (Murtid jo, 1992).

Survei yan g telah dilakukan Sabrani et all., (1982), menunjukkan bahwa penyediaan hijauan sepanjang tahun dibatasi oleh perubahan iklim yang sangat dipengaruhi jenis dan bentuk hijauan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Hal ini menhgakibatkan kekurangan produksi hijauan pakan pada musim kemarau tetapi kelimpahan pada musim hujan. Pada saat kekurangan hhijauan segar maka yang sering diberikan kepada ternak adalah limbah pertanian.

Ubi Kayu (Manihot utillissima)

Ubi kayu (Manihot utillissima) termasuk family Euphorbiaceae dan sebenarnya termasuk tanaman tahunan karena dapat hidup sampai beberapa tahun. Pohonnya kecil dan akar – akarnya dapat menebal menjadi umbi. Batangnya berkayu, akan tetapi mudah patah. Didalam batang ini ada lobang yang berisi semacam gabus yang berwarna putih (Sosrosoedirdjo, 1982).


(22)

Dalam sistematika ( taksonomi ) tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae ( tumbuh – tumbuhan ), Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji ), Subdivisio : Angiospermae, Kelas :Dicotyledonae ( biji bekeping

dua), Ordo : Euphorbiales, Famili : Euphorbiaceae, Genus : Manihot, Species : Manihot glaziovii Muell ( Purwanti, 2007 )

Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar (Anonimus, 2008)

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Limbah Ubi Kayu

Bahan Bahan Kering Protein TDN Serat Kasar Lemak Ca P HCN mg/kg Daun (%) 22,33 21,45 61,00 25,71 9,72 0,72 0,59 - Kulit (%) 17,45 8,11 74,73 15.20 1.29 0.63 0.22 143,3* Onggok

(%) 85.50 10.51 82.76 0.25 1.03 0.47 0.01 Sumber : Sudaratno, 1986

Ubi kayu (Manihot utillissima) termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1 – 4 meter. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah (Iptek, 2009).


(23)

Coursey and Holiday (1974) menyatakan bahwa bagian yang terpenting dari ubi kayu adalah akarnya, akar dikenal dengan umbi. Selain itu daunnya juga dapat digunakan sebagai pakan ternak.

Produksi onggok di Indonesia sangat berlimpah, pada tahun 2010 terjadi kenaikan angka produksi onggok yaitu sebesar 2.521.249,308 ton (Hidayat, 2010). Peningkatan produksi onggok sejalan dengan peningkatan produksi tapioka, hal ini dikarenakan setiap ton ubi kayu mengihasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok. Ketersediaan ubi kayu pada tahun 2011 bila di akumulasi menjadi limbah onggok dapat menyebabkan ganggu lingkungan (Tabrani et all., 2002).

Singkong merupakan tanaman yang mudah dijumpai dan banyak dihasilkan di Indonesia. Bagian singkong yang dapat digunakan sebagai bahan pakan adalah umbi gaplek. Daun singkong adalah sumber vitamin C dan mengandung provitamin A. Daun singkong mengandung tannin atau HCN (racun). Tannin atau HCN pada daun singkong segar akan banyak berkurang bila daun singkong dicacah, dijemur dan dilayukan selama1-2 hari sebelum dijadikan campuran konsentrat. Daun singkong dapat digunakan sebagai sumber protein

untuk bahan pakan ternak karena mengandung protein tinggi yaitu sekitar 24,1% (Sutardi, 1980). Kelemahan pada daun singkong adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi yaitu sekitar 15% (Eviyati,1993) serta kandungan HCN dari daun singkong dapat mencapai 6 kali kandungan HCN umbinya (Ravindran et all.,1985).


(24)

Bahan Penyusun Pelet Onggok

Pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah varietas dan

mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, ekstraksi pati tapioka. Moertinah (1984) melaporkan bahwa dalam pengolahan ubi kayu menghasilkan

15-20 % dan 5-20 % onggok kering, sedangkan onggok basah dihasilkan 70-79 %, kandungan lemak 13% dan serat kasarnya 12%. Adapun nilai gizi nutrisi

onggok dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai nutrisi onggok

Zan nutrisi Kandungan (%)

Bahan kering 81,7

Protein kasar 0,6

Lemak kasar 0,4

Serat kasar 12

TDN 76

Sumber: Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan, FP-USU (2000).

Bungkil Inti Sawit

Pemberian bungkil inti sawit yang optimal adalah 1,5% dari bobot badan untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ternak domba. Pertambahan bobot badan harian akan semakin besar jika semakin besar persentase bungkil inti sawit yang diberikan dalam ransum (Silitonga, 1993).

Bungkil inti sawit adalah merupakan hasil akhir proses ekstrasi minyak inti sawit. Penggunaannya sebagai pakan ternak telah banyak dilaporkan oleh para peneliti. Pengujian nilai nutrisinya telah dilakukan pada domba dan sapi perah (Davendra, 1997).


(25)

Bungkil inti sawit mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik dari pada solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/ hari/ pabrik. Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak, namun penggunaannya sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya (Mathius, 2003).

Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil yang lain. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino esensial cukup lengkap, imbangan kalsium dan posfornya cukup seimbang (Lubis, 1993). Kandungan nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai nutrisi bungkil inti sawit

Zat nutrisi Kandungan (%)

Protein kasar Serat kasar Bahan kering Lemak kasar Ca

P

15-16 16,18 91,83 6,49 0,56 0,84 Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000).

Molases

Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Kandungan nutrisi molases dapat dilihat pada Tabel 6.


(26)

Tabel 6. Kandungan nilai gizi molases (%)

Kandungan Zat Nilai Gizi

Bahan kering (%) 67,5a

Protein kasar (%) 3,4a

Serat kasar (%) 0,38a

Lemak kasar (%) 0,08a

Kalsium (%) 1,5a

Fosfor (%) 0,02a

Total digestible nutriens (TDN) 56,7b

Sumber: a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Program Studi Peternakan FP USU Medan(2009) b. Batubara et all., (1993). Disitasi oleh Muzakki (2011)

Urea

Urea adalah bahan pakan sebagai sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna (Kartadisastra, 1997).

Urea tidak dapat digunakan secara berlebihan, apabila berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa aliran darah ke hati dibentuk kembali amonium yang kemudian disekresikan melalui urin (Parakkasi, 1995).

Mineral

Mineral merupakan nutrisi yang esensial selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi hanya 15 jenis mineral yang tergolong esensial untuk ternak ruminansia. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral esensial makro seperti Ca, K, P, Mg, Na, Cl dan S, 4 jenis esensial mikro seperti Cu, Fe, Mn dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka seperti I, Mo, Co dan Se (Siregar, 2008).


(27)

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan darah dan pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim

yang berperan dalam proses metabolisme di dalam makanan (Setiadi dan Inounim,1991).

Kandungan beberapa mineral dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kandungan beberapa mineral (%)

Uraian Kandungan

Kalsium karbonat 50,00

Pospor 5,00

Mangan 0,35

Iodium 0,20

Kalium 0,10

Cuprum 0,15

Sodium 22,00

Magnesium 0,15

Clorida 1,05

Sumber: Eka Farma (2005).

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan Asmira, 1997).

Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat dalam hewan herbivore dari pada hewan lainnya. Karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang dan produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).


(28)

Pelet

Bahan baku mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap kualitas pelet. Kandungan perekat (binder) alami (misalnya pati), protein, serat, mineral dan lemak dari bahan baku akan mempengaruhi kualitas pellet. Barley, gandum, kanola dan rape seed meal mengandung perekat alami yang membentuk ikatan fisik – kimia selama proses untuk menghasilkan pelet yang berkualitas lebih baik (Dozier, 2001).

Proses pengolahan ransum di pabrik pakan merupakan proses produksi dengan menggunakan mesin-mesin pemrosesan yang menghasilkan ransum dalam bentuk mash, pellet dan crumble. Dewasa ini ada kecenderungan pakan diberikan kepada ternak bentuk komplit (complete feed), karena dinilai sangat efektif, apalagi pakan tersebut dikemas dalam bentuk pelet. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pakan komplit berbentuk pelet lebih acceptable (bisa diterima) bagi ternak, disamping pemberiannyapun relatife lebih mudah dan tidak berabu (Rantan Krisnan danGinting).

Pembuatan pakan komplit dalam bentuk pelet mengharuskan adanya proses penepungan agar diperoleh bentuk dan tekstur pelet yang baik. Proses penepungan dapat meningkatkan konsumsi roughage, walaupun sering disertai pula dengan penurunan tingkat kecernaan, akibat menurunnya waktu tahan pakan di dalam rumen (Uden, 1988).

Peletisasi meningkatkan densitas pakan komplit, dan dapat menghilangkan seleksi terhadap komponen pakan tertentu, sehingga konsumsi komponen pakan yang palatabilitasnya rendah menjadi meningkat. Oleh karena itu, peletisasi lebih menjamin terciptanya asupan nutrisi sesuai dengan yang


(29)

diperhitungkan saat membuat formula ransum. Dengan demikian, manfaat penggunaan pakan komplit dalam bentuk pelet biasanya lebih nyata pada ransum dengan kandungan roughage

Pencernaan Ruminansia

Hewan herbivora (pemakan rumput) seperti domba, sapi, kerbau disebut sebagai hewan memamah biak (ruminansia). Sistem pencernaan pada hewan ini lebih panjang dan kompleks. Pakan hewan ini banyak mengandung selulosa yang sulit dicerna oleh hewan pada umumnya sehingga sistem pencernaannya berbeda dengan sistem pencernaan hewan lain. Perbedaan sistem pencernaan pakan pada hewan ruminansia, tempat pada struktur gizi, yaitu terdapat geraham belakang (molar yang besar), berfungsi untuk mengunyah rerumputaan yang sulit dicerna. Disamping itu terdapat pada hewan ruminansia modifikasi lambung yang dibedakan menjadi 4 bagian, yaitu rumen (perut besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kiitab) dan abomasums (perut masaro). Dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, abomasum 7-8% (Prawirokusumo, 1994).

Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun kimiawi. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah pencernaan (Tillman et all., 1991).

Mikroorganisme hidup dalam beberapa bagian dari saluran pencernaan yang sangat penting dalam proses pencernaan ruminansia, dan pada


(30)

non-ruminansia proses ini kurang penting. Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga dilakukan secara enzimatik yang enzimnya di hasilkan oleh sel-sel mikroorganisme. Tempat utama pencernaan microbial ini adalah retikulo rumen pada ruminansia dan pada usus besar (Yasi dan Indarsih, 1991).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hijauan yang dicincang sekitar 5 -10 cm akan lebih efisien dikonsumsi oleh domba, karena bentuknya yang kecil-kecil. Dengan pencincangan, domba akan mengambil cincangan hijauan tersebut sesuai dengan kapasitas mulutnya. Berbeda halnya dengan hijauan yang masih utuh, domba mengambilnya dalam jumlah yang lebih banyak, dan sesekali berebut dengan domba lainnya. Ada kalanya hijauan tersebut terlepas dan jatuh ke lantai kandang yang kotor. Akhirnya hijauan tidak terkonsumsi. Pencincangan hijauan membutuhkan beberapa tindakan lain agar tujuan efisiensi pemberian pakan tercapai (Sodiq dan Abidin, 2002).

Rumen merupakan lambung besar dengan berbagai kantong penyimpanan dan dicampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Kerja ekstensif bakteri dan mikroba terhadap zat-zat makanan menghasilkan produk akhir yang dapat diasimilasi. Ruminoccocus flavivacilus, Streptoccocus bovis dan lain-lain yang dapat merombak glukosa, selulosa, pati menjadi asam asetat, asam laktat (Arora, 1995).

Kecernaan Bahan Pakan

Kecernaan pakan adalah bagian pakan yang tidak diekskresikan dalam feses dan selanjutnya dapat diasumsikan sebagai bagian yang diserap oleh ternak. Selisih antara nutrien yang dikandung dalam bahan makanan dengan nutrien yang ada dalam feses merupakan bagian nutrien yang dicerna (McDonald et all., 1995).


(31)

Kecernaan merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrien yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan yang terkandung dalam feses. Nutrien yang tidak terdapat dalam feses diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap McDonald et all., (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu pakan didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak diekskresikan melalui feses dan diasumsikan bagian tersebut diserap oleh ternak.

Faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan antara lain pakan, ternak dan lingkungan. Ditinjau dari segi pakan kecernaan dipengaruhi oleh faktor perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan dan cara pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak. Menurut Anggorodi (1994) umur ternak, kemampuan mikroba rumen mencerna pakan, jenis ternak, serta kondisi lingkungan seperti derajat keasaman (pH), suhu dan

udara juga dapat menentukan nilai kecernaan, selain itu menurut Mackie et all., (2002) adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat

mempengaruhi kecernaan. Menurut Tillman et all., (1991), beberapa hal yang mempengaruhi daya cerna adalah komposisi pakan. Pakan dengan kandungan nutrisi yang lengkap akan meningkatkan daya cerna pakan itu sendiri.

Tillman et all., (1984) melaporkan bahwa serat kasar suatu bahan pakan merupakan komponen kimia yang besar pengaruhnya terhadap pencernaan. Kecernaan setiap pakan atau ransum di pengaruhhi oleh (1). Spesies hewan, (2). Bentuk fisik pakan, (3). Komposisi bahan pakan, (4). Tingkat pemberian pakan, (5). Temperatur lingkungan.


(32)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian berlangsung selama 3 bulan di mulai dari September 2013 sampai Desember 2013.

Bahan dan Alat

Adapun jumlah domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 12 ekor domba dengan kisaran bobot badan (7,75±1.75), ransum terdiri dari kulit buah ubi kayu, batang muda ubi kayu, BIS, garam, daun ubi kayu dan molases, air minum dberikan secara adlibitum, obat-obatan seperti obat cacing (kalbazen),anti bloat (kembung) dan vitamin.

Alat

Kandang individual 12 unit beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minumnya masing-masing 12 buah, timbangan bobot hidup dan bobot non karkas berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 50 g, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan, mesin penggiling pakan (chopper), alat pembersih kandang seperti sapu lidi,dan sekop, thermometer untuk mengetahui suhu kandang, pisau dan cutter, ember, plastik, alat tulis, buku data dan kalkulator.


(33)

Metode penelitian

Adapun metode yang digunakan adalah rancangn acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 3 perlakuan 4 ulangan, yaitu:

P1: pemberian pakan hijauan 100%

P2: pemberian pakan komplit 50% + hijauan 50 % P3: peberian pakan komplit 100%

Formulasi pakan selama penelitian

Perlakuan Bahan pakan Kandungan Nutrisi

Jumlah (%) PK SK TDN

P1 Rumput lapang 100 10,62 23,25 68,00

P2 Daun ubi 25 4.28 4.87 19.13

Batang muda 10 0.62 3.79 6.48

Onggok 2,5 0.05 0.41 1.92

BIS 10 1.54 1.05 8.10

Molases 1.5 0.01 0.01 1.22

Urea 0,5 1.01 0.00 0.00

Garam 0,25 0.00 0.00 0.00

Mineral 0.25 0.00 0.00 0.00

Rumput lapang 50% 50 5.31 11.63 34.00

12.82 21.75 70.84

P3 Daun ubi 50 8,56 9,73 38.25

Batang muda 20 1,23 7,59 12.95

Onngok 5 0,10 0,82 3.85

BIS 20 3,08 2,10 16.20

Molases 3 0,02 0,01 2.43

Urea 1 2,02 0 0.00

Garam 0.5 0 0 0.00

Mineral 0.5 0 0 0.00


(34)

Parameter Penelitian

Konsumsi (bahan kering dan bahan organik)

Konsumsi bahan kering dan bahan organik diukur dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan kering dan bahan organik yang diperoleh dari data analisis di laboratorium. Periode pengukuran dilakukan selama satu minggu.

Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

Kecernaan bahan kering didapatkan dengan cara mengurangi bahan kering konsumsi dengan bahan kering feses lalu dibagi dengan bahan kering konsumsi yang kemudian dikali seratus persen. Bahan kering konsumsi didasarkan pada hasil analisis proksimat dan bahan kering feses diukur dari hasil rata-rata pengukuran bahan kering feses selama tujuh hari terakhir setiap periode penelitian. Koefisien cerna bahan kering dihitung dengan menggunakan rumus:

KcBK = (Konsumsi BK – Pengeluaran BK ) Konsumsi BK

x 100%

Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Kecernaan bahan organik didapatkan dengan cara mengurangi bahan organik konsumsi dengan bahan organik feses lalu dibagi dengan bahan organik konsumsi yang kemudian dikali seratus persen. Bahan organik konsumsi didasarkan pada hasil analisis proksimat dan bahan organik feses diukur dari hasil rata-rata pengukuran bahan organik feses selama tujuh hari terakhir setiap periode penelitian. Koefisien cerna bahan organik dihitung dengan menggunakan rumus:

KcBO = (Konsumsi BO – Pengeluaran BO) Konsumsi BO


(35)

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kandang

Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian dilakukan pengapuran pada lantai dan dinding kandang sebelum proses pemeliharaan. Selanjutnya kandang dan semua peralatan disemprot dengan Rhodallon (dosis 10 ml / 2,5 liter air).

Pengacakan Domba

Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 ekor, penempatan domba dengan sistem acak yang tidak membedakan bobot badan domba. Sebelum dilakukan penimbangan bobot awal domba.

Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan adalah rumput segar, rumput segar dicampur dengan pakan komplit dalam bentuk pellet dan pakan pellet, kemudian pakan dan air minum diberi secara ad libitum, air diganti setiap harinya dan tempat air dicuci bersih. Sisa pakan ditimbang untuk mengetahui konsumsi ternak tersebut.

Pemberian Obat-Obatan

Ternak domba sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu diberikan obat cacing Kalbazen selama adaptasi untuk menghilangkan parasit dalam saluran pencernaan, sedangkan obat lainnya diberikan apabila ternak sakit dan disesuaikan.


(36)

Tahapan Penelitian:

a. Periode pendahuluan

Pada periode ini ternak diberi pakan yang dicobakan sedikit demi sedikit untuk menggantikan pakan awal sampai domba mengkonsumsi pakan perlakuan seluruhnya. Adaptasi pakan dilakukan dengan cara memberikan pakan hijauan dan pakan perlakuan serta air minum secara ad libitum. Manfaat dari periode ini adalah membiasakan ternak untuk berada dalam kandang dan membiasakan pada pakan yang dicobakan. Periode adaptasi dilakukan selama 1 minggu, pada akhir periode adaptasi dilakukan penimbangan bobot badan ternak. Periode ini ternak diberi pakan perlakuan sampai konsumsinya konstan. Tahap penghomogenan ini bertujuan untuk menghilangkan pengaruh pakan perlakuan sebelumnya. Periode penghomogenan berlangsung selama 1 minggu.

b. Teknik Penampungan Feses

Kandang domba disempitkan terlebih dahulu, agar ternak tidak lasak

kemudian feses di tampung dengan menggunakan jaring yang berukuran 1 x 0.5m/plot.

c. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada minggu terakhir dari setiap periode. Pengumpulan total feses dilakukan setiap hari selama satu minggu dimana berat feses ditimbang setiap hari. Dengan cara sebagai berikut :

1. Diambil sampel feses dilakukan setiap pukul 15.00 WIB dengan cara mengoleksi total feses yang diekskresikan setiap hari (24 jam) kemudian ditampung dalam tempat penampungan.


(37)

2. Ditampung feses didalam plastik, diikat, dan diberi label sesuai perlakuan. 3. Disimpan feses setiap perlakuan didalam freezer selama kolekting.

4. Ditimbang feses untuk mengetahui berat totalnya. 5. Dihomogenkan feses dengan cara diaduk hingga merata.

6. Dimasukkan feses kedalam oven dengan suhu 60oCselama 24 jam. 7. Diambil 10 % dari berat total feses dan digiling.

8. Dimasukkan sampel 10 % feses setiap perlakuan kedalam oven dengan suhu 105oCselama 24 jam untuk kecernaan bahan kering.

9. Dimasukkan sampel 10 % feses setiap perlakuan kedalam tanur dengan suhu 500oCselama 24 jam untuk mendapatkan kadar abu.

10.Dilakukan analisis proksimat pada feses di Laboratorium. Pengambilan data konsumsi pakan sebagai berikut:

a. Ditimbang pakan yang diberikan pada domba pada pukul 08.00 WIB dan pukul 17.00 WIB.

b. Ditimbang pakan sisa pada keesokan harinya pada pukul 07.30 WIB. c. Dilakukan setiap hari penimbangan pakan selama penelitian berlangsung. d. Dicatat data yang sudah didapat.


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering domba lokal jantan dihitung dari total konsumsi hijauan dan pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berbentuk pellet yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan keringnya. Pengambilan data konsumsi bahan kering diambil selama 7 hari terakhir dari masa pemeliharaan domba lokal jantan. Data konsumsi bahan kering domba disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan konsumsi bahan kering pakan domba jantan lokal selama 7 hari (g/ekor/hari)

ULANGAN

PERLAKUAN I II III IV Total Rataan

P1 531.45 536.24 494.20 511.19 2073.08 518.27A P2 292.95 332.62 320.84 318.42 1264.83 316.20 AB P3 235.64 255.56 264.64 264.69 1020.53 255.13 B Total 1060.04 1124.42 1079.68 1094.3 4358.44

Rataan 353.347 374.807 359.89 364.77 363.60

Keretangan : Notasi berbeda manunjukan hasil yang berbeda sangat nyata

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat rataan konsumsi bahan kering domba sebesar 363.60 g/ekor/hari. Rataan konsumsi bahan kering pakan tertinggi terdapat pada perlakuan P1( Hijauan 100% ) sebesar 518,27, sedangkan rataan konsumsi pakan terendah terdapat pada perlakuan P3(Pakan komplit 100% )


(39)

sebesar 255,133 g/ekor/hari. Hasil uji analisis keragaman konsumsi bahan kering domba jantan lepasa sapih selama 7 hari dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisa sidik ragam konsumsi bahan kering domba jantan lepas sapih (g/ekor/hari)

SK DB JK KT Fhit

F. Tabel 0,05 0,01

Perlakuan 2 19,76 9,88 12,13** 4,26 8,02

Galat 9 7,33 0,81

Total 11 27,09

Keterangan : * * menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata

Secara pengamatan dapat diketahui bahwa pemberian pakan komplit hasil samping ubi kayu klon memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P>0,01) terhadap konsumsi bahan kering domba. hal ini dikarenakan kandungan nutrisi dari pakan perlakuan tidak sama, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hasil dari konsumsi pakan domba berbeda sangat nyata (P>0,01) antar perlakuan. Nilai kandungan nutrisi dan tingkat palatabilitas pakan mempengaruhi pakan yang dikonsumsi. Sesuai dengan pendapat Lubis (1992) yang menyatakan bahwa konsumsi bahan kering (BK) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : 1) Faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan 2) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Parakkasi (1995) yang juga menyatakan bahwa palatabilitas pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Menurut Kartadisastra (1997) bahwa palatabilitas dicerminkan


(40)

pakan komplit hasil samping ubi klon berbentuk pelet ini berwarna coklat, bau tidak terlalu manis, rasa asin. Pakan komplit hasil samping kayu berbentuk pelet tidak merubah kenampakan, bau rasa, dan tekstur dari pakan pelet lainnya. Menurut Kartadisastra (1997), keadaan fisik dan kimiawi pakan ditunjukkan oleh kenampakan, bau, rasa, dan tekstur menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya. Konsumsi bahan kering biasanya dipengaruhi terutama oleh ukuran tubuh, jumlah energi yang terkandung dalam pakan dan laju

pencernaan (Kearl,1982). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Kardisastra (1997), palatabilitas pakan, kadar protein kasar dan perlakuan pakan

akan berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering ternak ruminansia.

Konsumsi bahan organik

Perhitungan konsumsi bahan organik pakan pada domba lokal jantan dihitung dari total konsumsi hijauan dan pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berbentuk pelet yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan organiknya. Data konsumsi bahan organik selama 7 hari dapat dilihat pada Tabel 10.


(41)

Tabel 10. Rataan konsumsi bahan organik pakan domba jantan lokal selama 7 hari (g/ekor/hari)

ULANGAN

PERLAKUAN I II III IV Total Rataan

P1 250 254 240 249 993.00

248.25± 5,91A

P2 244 267 234 251 996.00 249.00

P3 251 255.56 244.64 248.69 999.89 249.97

Total 745 776.56 718.64 748.69 2988.89

Rataan 248.33 258.85 239.547 249.563 249.074

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat rataan konsumsi bahan organik pakan domba jantan lokal sebesar 249,074 g/ekor/hari. Rataan konsumsi bahan organik pakan pada domba jantan lokal tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 sebesar 249,97 g/ekor/hari dan konsumsi bahan organik terendah diperoleh pada perlakuan P1 sebesar 248,25 kg/ekor/hari.

Tabel 11. Analisa sidik ragam konsumsi bahan oranik domba jantan lepas sapi (g/ekor/hari)

SK DB JK KT Fhit

F tabel

0,05 0,01

Perlakuan 2 26,79 13,40 9,02 4,26 8,02

Galat 9 13,36 1,48


(42)

Secara pengamatan dapat diketahui bahwa pemberian pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berbentuk pelet memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P>0,01) terhadap konsumsi bahan organik domba jantan lokal. Hal ini sejalan dengan hasil analisis keragaman konsumsi bahan kering pakan yang juga menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P>0,01). Pemberian pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berbentuk pellet menghasilkan konsumsi bahan organik tertinggi terletak pada P3 hal ini dikarenakan konsumsi bahan kering yang tinggi menghasilkan konsumsi bahan organik yang tinggi, begitu juga sebaliknya. Kualitas pakan yang baik akan menghasilkan konsumsi pakan yang tinggi dan dapat meningkatkan kecernaan yang tinggi.

Perbedaan yang sangat nyata dari konsumsi bahan organik ini disebabkan oleh konsumsi bahan kering yang berbeda sangat nyata pula. Jumlah konsumsi bahan kering akan berpengaruh terhadap konsumsi bahan organik, semakin meningkat konsumsi bahan kering maka konsumsi bahan organik juga meningkat dan sebaliknya (Kamal, 1994). Konsumsi bahan organik berkorelasi positif dengan konsumsi bahan kering, hal ini disebabkan karena zat-zat yang terkandung

dalam bahan organik terdapat pula pada bahan kering. Menurut Tillman et all., (1998), bahan kering terdiri dari bahan organik dan anorganik, di

dalam bahan organik itu sendiri terkandung lemak kasar, protein kasar, serat kasar, dan BETN, sedangkan bahan organik terdiri dari abu.


(43)

Kecernaan bahan kering

Kecernaan merupakan bagian dari pakan yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman et all., 1998). Kecernaan pakan dapat digunakan sabagai petunjuk tentang pemanfaatan pakan oleh ternak atau menentukan jumlah nutrisi dari bahan pakan yang diserap oleh saluran pencernaan ( Anggorodi, 1994).

Kecernaan bahan kering pakan pada domba jantan lokal dihitung dari selisih konsumsi bahan kering pakan yang dikonsumsi dikurangi dengan feses domba (dalam bahan kering) yang dikeluarkan.

Kecernaan bahan kering pada domba menunjukkan tingginya zat makanan yang dapat dicerna oleh mikroba dan enzim pencernaan pada rumen. Semakin tinggi persentase kecernaan bahan kering suatu bahan pakan, menunjukkan bahwa semakin tinggi pula kualitas bahan pakan tersebut. Hasil rata-rata perhitungan pengukuran kecernaan bahan kering selama penelitian dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Kecernaan bahan kering selama penelitian (%).

PERLAKUAN I II III IV Total Rataan

P1 51.03 51.78 50.40 51.79 205.01 51.25

P2 51.39 52.56 52.23 52.37 208.56 52.14

P3 53.08 53.27 55.58 55.30 217.23 54.31

Total 155.51 157.61 158.21 159.46 630.79

Rataan 51.84 52.54 52.74 53.15 52.57

Keterangan : notasi yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata


(44)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kecernaan bahan kering (KcBK) masing- masing perlakuan adalah 51,25% ± 0,66 (P1), 52,14% ± 0,51(P2) , 54,31% ± 1,31 (P3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering paling tinggi terdapat pada P3 (54,31% ± 1,31) dan kecernaan bahan kering terendah pada P1 (51,25% ± 0,66). Kecernaan yang mempunyai nilai tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien tertentu pada ternak. Sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak (Yusmadi et all., 2008).

Nilai koefisien kecernaan bahan kering pakan pada penelitian ini bisa dikatakan sedang karena nilai koefisiennya diantara 51,25%-54,31% dengan rataan 52,57%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harahap (2011), yang menyatakan bahwa tingkat kecernaan akan menentukan seberapa besar gizi yang terkandung dalam bahan pakan secara potensial dapat dimanfaatkan untuk produksi ternak. Kecernaan nutrisi tinggi bila nilainya 70% dan rendah bila nilainya lebih kecil dari 50%.

Efek pakan hijauan dan pakan komplit hasil samping ubi kayu klon terhadap kecernaan bahan kering domba jantan lokal dapat diketahui dengan melakukan analisis keragaman. Analisis keragaman kecernaan bahan kering domba jantan lokal dapat dilihat pada Tabel 13 .


(45)

Tabel 13. Analisis keragaman kecernaan bahan kering domba jantan lokal lepas sapih

SK DB JK KT Fhit

F table

0.05 0.01 Perlakuan 2 19.76 9.88 12.13** 4.26 8.02

Galat 9 7.33 0.81

Total 11 27.09

Keterangan : * * menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata

Berdasarkan tabel analisis keragaman menunjukkan bahwa pakan komplit hasil samping ubi kayu klon memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kecernaan bahan kering domba lokal jantan lepas sapih, hal ini disebabkan oleh pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berbentuk pelet yang diberikan kepada ternak domba memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, sehingga dapat meningkatkan daya cerna pakan itu sendiri dan yang mempengaruhi daya cerna

tersebut adalah komposisi pakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tilman et all., (1991) yang menyatakan bahwa yang mempengaruhi daya cerna

adalah konsumsi pakan dan pakan dengan kandungan nutrisi yang lengkap akan meningkatkan daya cerna pakan itu sendiri.

Tingkat kecernaan bahan kering dapat dipengaruhi oleh konsumsi ransum perlakuan dan komposisi kimia ransum perlakuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1979) faktor yang berpengaruh terhadap daya cerna diantaranya adalahbentuk fisik pakan, komposisi ransum, suhu, laju perjalanan melalui alat pencernaan dan pengaruh terhadap perbandingan nutrien lainnya.


(46)

Kecernaan bahan organik

Kecernaan bahan organik pakan pada domba jantan lokal dihitung dari selisih konsumsi bahan organik pakan pada domba yang dikurangi dengan feses domba (dalam bahan organik) yang dikeluarkan dibandingkan dengan konsumsi bahan organik domba. Data kecernaan bahan organik domba dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Data kecernaan bahan organik selama penelitian (%)

PERLAKUAN I II III IV Total Rataan

P1 56.85 56.44 55.01 56.89 225.19 56.30

P2 58.10 59.57 55.93 59.61 233.21 58.30

P3 60.75 60.17 58.79 60.10 239.81 59.95

Total 175.70 176.17 169.73 176.60 698.20

Rataan 58.57 58.72 56.58 58.87 58.18

Menurut Sutardi (1980), nilai kecernaan bahan organik dari suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan tersebut. Berdasarkan dapat dilihat rataan kecernaan bahan organik feses domba jantan lokal sebesar 58,18%. Rataan kecernaan bahan organik feses pada domba jantan lokal tertinggi diperoleh dari perlakuan P3 sebesar 59,95% dan kecernaan bahan kering feses terendah diperoleh dari perlakuan P1 sebesar 56,30%.

Efek penggunaan hijauan dan hasil samping ubi kayu klon berbentuk pellet terhadap kecernaan bahan organik dapat diketahui dengan melakukan


(47)

analisis keragaman. Analisis keragam kecernaan bahan organik domba jantan lokal dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Analisis keragaman kecernaan bahan organik domba jantan lokal lepas sapih

SK DB JK KT Fhit

F table

0.05 0.01 Perlakuan 2 26.79 13.40 9.02** 4.26 8.02

Galat 9 13.36 1.48

Total 11 40.15

Keterangan : * * menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata

Pakan yang diberikan pada domba jantan lepas sapi penelitian tersebut cukup memberikan nilai nutrisi bagi pertumbuhan mikroorganisme rumen, terutama dalam sintesis protein tubuhnya,. Menurut (Van Soest, 1994) kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis ternak, komposisi kimia makanan dan penyiapan makanan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daya cerna suatau bahan makanan atau ransum tergantung pada keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya.

Nilai koefisien cerna bahan organik (KCBO) menunjukkan jumlah nutrien seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang dapat dicerna oleh ternak (Elita, 2006). Kecernaan BO menggambarkan ketersediaan nutrien dari pakan dan menunjukkan nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi KcBO (Tillman et all.,1998). Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi kecernaan zat-zat makanan


(48)

berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin (Gatenby, 1986). Peningkatan kecernaan bahan organik selalu diiringi dengan meningkatnya kecernaan bahan kering ransum. Seperti yang dilaporkan oleh Sutardi (2001), peningkatan kecernaan bahan kering sejalan dengan meningkatnya kecernaan bahan organik, karena sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya kecernaan bahan organik.

Rekapitulasi hasil penelitian

Tabel 16. Rekapitulasi hasil penelitian

Perlakuan Konsumsi BK (g/ekor/hari)

Konsumsi BO (g/ekor/hari)

Kecernaan BK (%)

Kecernaan BO (%)

P1 518.27 248.25 51.25 248.25

P2 316.208 249.00 52.14 249.00

P3 255.133 249.97 54.31 249.97

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata Berdasarkan rekapitulasi data penelitian diperoleh bahan kering P1 (hijauan 100 %) yaitu 518.27, P2 (Hijauan 50 % + pakan komplit 50 %) 316.208 dan P3 (pakan komplit 100 %) 255.133, konsumsi bahan organik yaitu P1 (hijauan 100 %) yaitu 248.25, P2 (Hijauan 50 % + pakan komplit 50 %) 249.00 dan P3 (pakan komplit 100 %) 249.97, kecernaan bahan kering P1 (hijauan 100 %) yaitu 51.25, P2 (Hijauan 50 % + pakan komplit 50 %) 51.14 dan P3 (pakan komplit 100 %) 54.31 dan kecernaan bahan organik yaitu P1 (hijauan 100 %)


(49)

yaitu 248.25, P2 (Hijauan 50 % + pakan komplit 50 %) 249.00 dan P3 (pakan komplit 100 %) 249.97.


(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan hasil samping ubi kayu klon pada ternak domba memiliki tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput.

Saran

Disarankan hasil samping ubi kayu klon diolah menjadi pakan ternak ruminansia dikarenakan dapat mengimbangi hijauan sehingga lahan tempat tumbuh rumput dapat dijadikan sebagai lahan perkebunan ubi kayu dan dioptimalkan sistem integrasi peternakan dengan ubi kayu.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta. ___________. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta. Anonimus, 2008. Pengolahan Ubi Kay

wordpress.com/2008/02/ubi-kayu.jpg.(17 Maret2009).

Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia. Terjemahan Retno Muwarni Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Cahyono, B., 1998. Beternak Kambing dan Domba.Kanisius , Yogyakarta.

Davendra,C. and M. Burns, 1970. Utilization of Feedingstuff From The Oil Palm, Feeding stuff for Livestock In South East Asia, Serdang, Malaysia.

Davendra, C., 1977. Utilization of Feedingstuff From The Oil Palm, Feeding stuff for Livestock In South East Asia, Serdang, Malaysia.

Departemen Pertanian, 2009. Basis Data Pertanian. http://database.deptan.go.id/bdsp/hasil_kom_asp.

Eviyati, 1993. Pemberian tepung daun singkong dalam konsentrat dan pengaruhnya terhadap domba. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB: Bogor. Haryanto, B dan Andi J. 1993. Pemenuhan kebutuhan zat-zat Pakan Ruminansia

Kecil. Balai Produksi Kambing dan Domba di Indonesia, editorMonica W., dkk., Solo: Sebelas Maret University Press. Surabaya.

Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak 1. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kartadisastra, H.R., 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Kanisius, Yogyakarta.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2000. IPB. Bogor.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2009. Departemen Peternakan FP USU, Medan.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000. Departemen Peternakan FP USU, Medan.


(52)

Mackie, R. I, C. S. McSweeney and A. V. Klieve. 2002. Microbial Ecology of The Ovine Rumen. Dalam: M. Freer dan H. Dove (Ed). Sheep Nutrition.

CSIRO Plant Industry. Canberra. Australia. P: 73-80.

Mc.Donald, P., R. A. Edwards and J. F. D. Greenhalgh. 1995. Animal Nutrition. Foutrh Edition. Copublished in The United States with John Wiley and Sons, Inc.New York.

Mc.Donald, P., R. A. Edwards and J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002.

Animal Nutrition. Sixth Edition. Ashford Colour Press. Gosport.

Mathius, I. W. 2003. Perkebunan kelapa sawit dapat menjadi basis pengembangan sapi potong. Warta Litbang Pertanian 25 (5): 1-4.

Murtidjo, B.A., 1992. Beternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta. ____________.,1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.

N. R. C. 1995, Nutrient Requirement of Sheep. National Academy of Science, Wasington DC

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta. Pardede, S. I dan S. Asmira. 1997. Pengolahan Produk Sampingan Industri Pertanian Menjadi Permen Jilat Untuk Sapi Potong Yang Dipelihara Secara Tradisional. Karya Tulis Ilmiah Bidang Studi Peternakan, Universitas Andalas. Padang.

Prawirokusumo, S., 1994. Ilmu Gizi Komparatif. UGM-Press, Yogyakarta.

Setiadi, B dan Inounu, I., 1991. Beternak Kambing dan Domba Sebagai Ternak Potong. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Silitonga, S. 1993. Penggunaan Inti Kelapa Sawit Dalam Ransum Domba. Balai Penelitian Ternak. Ciami, Bogor.

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. __________. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Sodiq, A. dan Z. Abidin, 2002. Penggemukan Domba. Agromedia Pustaka, Jakart a.

Sudarmono, A.S. dan Y.B. Sugeng., 2003. Beternak Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sudaratno, B. 1986. Daun Singkong Sebagai Sumber Pakan Trnak. Poultry Indonesia, Vol. VII. No. 75, Jakarta.


(53)

Sumoprastowo, R. M. 1993. Beternak Domba Pedaging. Bhratara. Jakarta

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB: Bogor.

Sutardi, T. 2001. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB: Bogor.

Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo., 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

______, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika. A. Djajanegara, S. Gardiner dan T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Universitas Sebelas Maret. Surabaya.

Van Soest, P.J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. 2nd Edition. Comstock Publishing Associates a Division of Cornell University Press, Ithaca and London.

Williamson G. And W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.Terjemahan oleh: IGN Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(54)

LAMPIRAN

Konsumsi BK selama 7 hari (g/ekor/hari)

PERLAKUAN

ULANGAN

Total rataan

I II III IV sd

P1 460,63 468,43 490,21 490,1 1909,37 477,34 15,13348 P2 298,85 318,82 328,84 325,9 1272,41 318,10 13,5064 P3 252,32 255,88 259,96 258,9 1027,06 256,77 3,430622 Total 1011,80 1043,13 1079,01 1074,90 4208,84

Rataan 337,27 347,71 359,67 358,30 350,7367

Total BK fases

PERLAKUAN

ULANGAN

Total rataan

I II III IV

P1 260,23 258,56 245,12 246,45 1010,36 252,59

P2 142,39 157,78 153,28 151,65 605,10 151,28

P3 110,56 119,43 117,55 118,32 465,86 116,47

Total 513,18 535,77 515,95 516,42 2081,32

Rataan 171,06 178,59 171,9833 172,14 173,4433

Kecernaan bahan kering (KcBk)

PERLAKUAN

Ulangan

Total rataan

I II III IV Sd

P1 43,51 44,80 50,00 49,71 188,02 47,00 3,34

P2 52,35 50,51 53,39 53,47 209,72 52,43 1,38

P3 56,18 53,33 54,78 54,30 218,59 54,65 1,19

Total 152,04 148,64 158,17 157,48 616,33

Rataan 50,68 49,55 52,72 52,49 51,36

Analisis Keragaman Kecernaan Bahan Kering

SK DB JK KT Fhit

F tabel

0,05 0,01

Perlakuan 2 123,67 61,83 12,85 4,26 8,02

Galat 9 43,31 4,81


(55)

Uji lanjut BNJ 0,01

Perlakuan Rataan Notasi

P3 54,65 A

P2 52,43 A

P1 47,00 B

Konsumsi bahan organik pakan selama 7 hari (g/ekor/hari)

Perlakuan

ULANGAN

Total rataan

I II III IV sd

P1 298,98 299,64 307,45 304,12 1210,19 302,55 3,99

P2 216,77 216,53 215,32 229,82 878,44 219,61 6,84

P3 182,51 183,45 180,15 184,78 730,89 182,72 1,95

Total 698,26 699,62 702,92 718,72 2819,52

Rataan 232,75 233,21 234,31 239,57 234,96

Total fases BO domba selama 7 hari (g/ekor/hari)

PERLAKUAN

ULANGAN

Total rataan

I II III IV

P1 149,87 148,65 152,98 151,34 602,84 150,71

P2 102,24 107,96 103,12 101,37 414,69 103,67

P3 78,53 81,79 80,81 89,23 330,36 82,59

Total 330,64 338,40 336,91 341,94 1347,89

Rataan 110,21 112,80 112,30 113,98 112,32

Kecernaan BO

PERLAKUAN

Ulangan

Total rataan

I II III IV sd

P1 49,87 50,39 50,24 50,24 200,74 50,19 0,22

P2 52,83 50,14 52,11 55,89 210,98 52,74 2,39

P3 56,97 55,42 55,14 51,71 219,24 54,81 2,22

Total 159,68 155,95 157,49 157,84 630,96


(56)

Analisis keragaman kecernaan bahan organic

SK DB JK KT Fhit

F tabel

0,05 0,01

Perlakuan 2 42,94 21,47 6,04* 4,26 8,02

Galat 9 32,00 3,56

total 11 74,94

Uji lanjut BNJ 0,01

Perlakuan Rataan Notasi

P3 54,81 A

P2 52,74 A


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta. ___________. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta. Anonimus, 2008. Pengolahan Ubi Kay

wordpress.com/2008/02/ubi-kayu.jpg.(17 Maret2009).

Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia. Terjemahan Retno Muwarni Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Cahyono, B., 1998. Beternak Kambing dan Domba.Kanisius , Yogyakarta.

Davendra,C. and M. Burns, 1970. Utilization of Feedingstuff From The Oil Palm, Feeding stuff for Livestock In South East Asia, Serdang, Malaysia.

Davendra, C., 1977. Utilization of Feedingstuff From The Oil Palm, Feeding stuff for Livestock In South East Asia, Serdang, Malaysia.

Departemen Pertanian, 2009. Basis Data Pertanian. http://database.deptan.go.id/bdsp/hasil_kom_asp.

Eviyati, 1993. Pemberian tepung daun singkong dalam konsentrat dan pengaruhnya terhadap domba. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB: Bogor. Haryanto, B dan Andi J. 1993. Pemenuhan kebutuhan zat-zat Pakan Ruminansia

Kecil. Balai Produksi Kambing dan Domba di Indonesia, editorMonica W., dkk., Solo: Sebelas Maret University Press. Surabaya.

Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak 1. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kartadisastra, H.R., 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Kanisius, Yogyakarta.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2000. IPB. Bogor.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2009. Departemen Peternakan FP USU, Medan.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000. Departemen Peternakan FP USU, Medan.


(2)

Mackie, R. I, C. S. McSweeney and A. V. Klieve. 2002. Microbial Ecology of The Ovine Rumen. Dalam: M. Freer dan H. Dove (Ed). Sheep Nutrition.

CSIRO Plant Industry. Canberra. Australia. P: 73-80.

Mc.Donald, P., R. A. Edwards and J. F. D. Greenhalgh. 1995. Animal Nutrition. Foutrh Edition. Copublished in The United States with John Wiley and Sons, Inc.New York.

Mc.Donald, P., R. A. Edwards and J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002.

Animal Nutrition. Sixth Edition. Ashford Colour Press. Gosport.

Mathius, I. W. 2003. Perkebunan kelapa sawit dapat menjadi basis pengembangan sapi potong. Warta Litbang Pertanian 25 (5): 1-4.

Murtidjo, B.A., 1992. Beternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta. ____________.,1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.

N. R. C. 1995, Nutrient Requirement of Sheep. National Academy of Science, Wasington DC

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta. Pardede, S. I dan S. Asmira. 1997. Pengolahan Produk Sampingan Industri Pertanian Menjadi Permen Jilat Untuk Sapi Potong Yang Dipelihara Secara Tradisional. Karya Tulis Ilmiah Bidang Studi Peternakan, Universitas Andalas. Padang.

Prawirokusumo, S., 1994. Ilmu Gizi Komparatif. UGM-Press, Yogyakarta.

Setiadi, B dan Inounu, I., 1991. Beternak Kambing dan Domba Sebagai Ternak Potong. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Silitonga, S. 1993. Penggunaan Inti Kelapa Sawit Dalam Ransum Domba. Balai Penelitian Ternak. Ciami, Bogor.

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. __________. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Sodiq, A. dan Z. Abidin, 2002. Penggemukan Domba. Agromedia Pustaka, Jakart a.

Sudarmono, A.S. dan Y.B. Sugeng., 2003. Beternak Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sudaratno, B. 1986. Daun Singkong Sebagai Sumber Pakan Trnak. Poultry Indonesia, Vol. VII. No. 75, Jakarta.


(3)

Sumoprastowo, R. M. 1993. Beternak Domba Pedaging. Bhratara. Jakarta

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB: Bogor.

Sutardi, T. 2001. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB: Bogor.

Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo., 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

______, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika. A. Djajanegara, S. Gardiner dan T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Universitas Sebelas Maret. Surabaya.

Van Soest, P.J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. 2nd Edition. Comstock Publishing Associates a Division of Cornell University Press, Ithaca and London.

Williamson G. And W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.Terjemahan oleh: IGN Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(4)

LAMPIRAN

Konsumsi BK selama 7 hari (g/ekor/hari)

PERLAKUAN

ULANGAN

Total rataan

I II III IV sd

P1 460,63 468,43 490,21 490,1 1909,37 477,34 15,13348 P2 298,85 318,82 328,84 325,9 1272,41 318,10 13,5064 P3 252,32 255,88 259,96 258,9 1027,06 256,77 3,430622 Total 1011,80 1043,13 1079,01 1074,90 4208,84

Rataan 337,27 347,71 359,67 358,30 350,7367

Total BK fases

PERLAKUAN

ULANGAN

Total rataan

I II III IV

P1 260,23 258,56 245,12 246,45 1010,36 252,59

P2 142,39 157,78 153,28 151,65 605,10 151,28

P3 110,56 119,43 117,55 118,32 465,86 116,47

Total 513,18 535,77 515,95 516,42 2081,32

Rataan 171,06 178,59 171,9833 172,14 173,4433

Kecernaan bahan kering (KcBk)

PERLAKUAN

Ulangan

Total rataan

I II III IV Sd

P1 43,51 44,80 50,00 49,71 188,02 47,00 3,34

P2 52,35 50,51 53,39 53,47 209,72 52,43 1,38

P3 56,18 53,33 54,78 54,30 218,59 54,65 1,19

Total 152,04 148,64 158,17 157,48 616,33

Rataan 50,68 49,55 52,72 52,49 51,36

Analisis Keragaman Kecernaan Bahan Kering

SK DB JK KT Fhit

F tabel

0,05 0,01

Perlakuan 2 123,67 61,83 12,85 4,26 8,02

Galat 9 43,31 4,81


(5)

Uji lanjut BNJ 0,01

Perlakuan Rataan Notasi

P3 54,65 A

P2 52,43 A

P1 47,00 B

Konsumsi bahan organik pakan selama 7 hari (g/ekor/hari)

Perlakuan

ULANGAN

Total rataan

I II III IV sd

P1 298,98 299,64 307,45 304,12 1210,19 302,55 3,99

P2 216,77 216,53 215,32 229,82 878,44 219,61 6,84

P3 182,51 183,45 180,15 184,78 730,89 182,72 1,95

Total 698,26 699,62 702,92 718,72 2819,52

Rataan 232,75 233,21 234,31 239,57 234,96

Total fases BO domba selama 7 hari (g/ekor/hari)

PERLAKUAN

ULANGAN

Total rataan

I II III IV

P1 149,87 148,65 152,98 151,34 602,84 150,71

P2 102,24 107,96 103,12 101,37 414,69 103,67

P3 78,53 81,79 80,81 89,23 330,36 82,59

Total 330,64 338,40 336,91 341,94 1347,89

Rataan 110,21 112,80 112,30 113,98 112,32

Kecernaan BO

PERLAKUAN

Ulangan

Total rataan

I II III IV sd

P1 49,87 50,39 50,24 50,24 200,74 50,19 0,22

P2 52,83 50,14 52,11 55,89 210,98 52,74 2,39

P3 56,97 55,42 55,14 51,71 219,24 54,81 2,22

Total 159,68 155,95 157,49 157,84 630,96


(6)

Analisis keragaman kecernaan bahan organic

SK DB JK KT Fhit

F tabel

0,05 0,01

Perlakuan 2 42,94 21,47 6,04* 4,26 8,02

Galat 9 32,00 3,56

total 11 74,94

Uji lanjut BNJ 0,01

Perlakuan Rataan Notasi

P3 54,81 A

P2 52,74 A