Sabdaraja Keraton Yogyakarta Kerangka Dasar Teori

24

f. Syarat terjadinya persepsi

Syarat timbulnya persepsi yakni, adanya objek, adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk megadakan persepsi, adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus yakni saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak dan dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respons Sunaryo, 2004. Secara umum, terdapat beberapa sifat persepsi, antara lain bahwa persepsi timbul secara spontan pada manusia, yaitu ketika seseorang berhadapan dengan dunia yang penuh dengan rangsangan. Persepsi merupakan sifat paling asli yang merupakan titik tolak perubahan. Dalam mempersepsikan tidak selalu dipersepsikan secara keseluruhan, mungkin cukup hanya diingat. Persepsi tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi atau bergantung pada konteks dan pengalaman Baiqhaqi, 2005.

2. Sabdaraja Keraton Yogyakarta

Raja Kraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X memastikan surat penjelasan Sabdaraja akan segera dikirimkan kepada Kementerian Dalam Negeri. Terkait permintaan dewan untuk menjelaskan Paugeran kepada publik, Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan bahwa dirinya sudah bertemu dengan perwakilan dari masyarakat baik itu ulama dan sebagainya, tetapi hal tersebut tidak dipublikasikan. Soal Internal Kraton Yogyakarta, Opini, Kedaulatan Rakyat. Mei 2015 25 Menangapi penolakan Sabdaraja maupun Dhawuhraja dari 11 adik- adiknya, Sultan Hamengku Buwono X masih menyangsikan apakah betul seluruh adik-adiknya tersebut tidak sependapat. Pasalnya, ada Beberapa adik-adiknya yang berdomisili di jakarta justru telah bertemu dengannya, sementara Adik-adik yang berdomisi di yogyakarta justru belum bertemu dengan dirinya. Terlebih mengenai permintaan rayi-rayi dalem tersebut agar membatalkan demi hukum sabda raja maupun dhawuh raja, sultan justru bertanya balik “ batal demi hukum itu apa ? ini aturan keraton bukan undang-undang atau konstitusi republik. Jadi demi hukum yang mana?. Misalkan ada tradisi itu hukum yang mana bisa membatalkannya. Sultan itu kan mutlak, “ imbuhnya. Dengan demikian sabda raja dari sultan itu mutlak. Sultan SabdaRaja itu Mutlak, Opini, Kedaulatan Rakyat. 13 Mei 2015 Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X membenarkan ada penghapusan gelar Khalifatullah yang melekat padanya. Pelepasan gelar itu saat Sultan HB X menyampaikan Sabda Raja pertama pada 30 April 2015 secara tertutup. Meski hilang, namun nama itu diganti dengan sebutan Panoto Gomo. Alasan Sultan menghapus nama Khalifah karena mendapat „perintah’ langsung dari leluhurnya. Perintah itu diperoleh sehari sebelum menyampaikan Sabda Raja. “Saya hanya menyampaikan pesan dari leluhur. Saya tidak berani menetang leluhur karena ini perintah yang harus saya jalankan,” kata Sultan dalam penjelasan terbuka terkait sabda raja di Pendopo Ndalem Wironegaran, tempat tinggal putri sulungnya, GKR Mangkubumi, Jumat 852015. Sultan tak menepis pergantian nama itu menuai risiko, seperti yang selama 26 ini menjadi terjadi di masyarakat. Namun, Sultan punya alasan tetap menghilangkan nama Khalifatullah karena itu perintah dari leluhurnya. “Semua ada risiko, saya yang menjalankan perintah juga memiliki risiko, tapi saya lebih takut jika perintah leluhur tidak dijalankan,” jelasnya. Risiko itu seperti penolakan dari kerabat-kerabatnya maupun masyarakat umum. Sultan juga berharap tidak terjadi hal yang buruk pada siapa saja yang menentang sabda raja. Dia tidak akan mempermasalahkan karena melihat sabda raja akan keliru jika mengunakan logika atau pikiran. “Orang Jawa itu kan melihat sesuatu dengan rasa, bukan pikiran. Kalau dengan pikiran, apa yang dilihat keliru. Yang bener itu belum tentu bener pas atau sesua i,” ujarnya. Tuhan Allah, Tuhan Agung, Maha Pencipta, ketahuilah para adik- adik, saudara, keluarga di Kraton dan abdi dalem, saya menerima perintah dari Allah, ayah saya, nenek moyang saya dan para leluhur Mataram, mulai saat ini saya bernama Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo. Sabda Raja ini perlu dimengerti, dihayati dan dilaksanakan seperti itu sabda saya. Sri Sultan Hamengku Buwono X tiba-tiba mengeluarkan perintah tertinggi atau sabdatama di Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta. Dalam delapan poin perintah raja yang ditulis dalam bahasa Jawa itu, tertuang dengan tegas bahwa Sri Sultan HB X tidak menghendaki orang di luar keraton ikut campur urusan suksesi takhta Keraton Mataram Yogyakarta. 27 Hal itu tersirat dengan pernyataan pada poin pertama, yakni ora isa sopo wae, ngungkuli utowo ndhuwuri mungguhing kraton tidak seorang pun boleh melebihi kewenangan keratonraja. Sebelum membacakan pernyataan tersebut, Sultan yang berbusana Jawa lengkap didampingi permaisurinya, GKR Hemas dan Sri Paduka Paku Alam IX, berkata,Mangertiya, ingsun uga netepi pranatan, paugeran lan janjiku marang Gusti Allah, Gusti Agung kang kuasa lan cipta uga marang leluhur kabeh. Mulo ingsun paring dhawuh yaiku ,” Mengertilah, aku juga mematuhi aturan, tata krama, dan janji terhadap Tuhan yang Mahakuasa, serta menghormati para leluhur. Oleh karena itu, aku memberi perintah. Poin kedua, Sri Sultan menyebutkan,Ora isa sopo wae mutusake utawa rembugan babagan Mataram, luwih-luwih kalenggahan tatanan Mataram. Kalebu gandheng cenenge karo tatanan pamerintahan. Kang bisa mutusne Raja. Tidak seorang pun bisa memutuskan atau membicarakan persoalan Mataram. Terlebih berkaitan dengan Raja, termasuk tatanan dan aturan pemerintahannya. Yang bisa memutuskan hanya Raja. Ketiga, marang sopo wae kang kaparingan kalenggahan, manut karo Raja sing maringi kalenggahan. barang siapa yang sudah diberikan jabatan harus mengikuti perintah Raja yang memberikan jabatan. Keempat, sing gelem lan ngrumangsani bagian saka alam lan gelem nyawiji karo alam, kuwi sing pantes diparingi lan diparengake ngleksanaake dhawuh lan isa diugemi yaiku: - pangucape isa diugemi - ngrumangsani sopo to sejatine -ngugemi asal usule. - kang gumelar iki wis 28 ono kang noto. Dumadi onolir gumanti ora kepareng dirusuhi. Siapa saja yang merasa bagian dari alam dan mau menjadi satu dengan alam, dialah yang layak diberi dan diperbolehkan melaksanakan perintah dan bisa dipercaya. Ucapannya harus bisa dipercaya, tahu siapa jati dirinya, menghayati asal-usulnya. Bagian ini sudah ada yang mengatur. Bila ada pergantian, tidak boleh diganggu. Kelima, sing disebut tedak turun kraton, sopo wae lanang utowo wedok, durung mesti diparengake ngleksanaake dhawuh kalenggahan. Kang kadhawuhake wis tinitik. Dadi yen ono kang omong babagan kalenggahan Nata Nagari Mataram, sopo wae, luwih-luwih pengageng pangembating projo ora diparengake, lir e kleru utowo luput. Yang disebut keturunan keraton, siapa saja laki-laki atau perempuan, belum tentu bisa melaksanakan perintah untuk mendapatkan kedudukan Raja. Yang diberi wewenang sudah ditunjuk. Jadi, tidak ada yang diperbolehkan membahas atau membicarakan soal takhta Mataram, terlebih-lebih para pejabat istana, khawatir terjadi kekeliruan. Keenam, anane sabdatama, kanggo ancer-ancer parembagan opo wae, uga paugeran kraton, semana uga negara, gunakake undang-undang. sabdatama ini dimunculkan sebagai rujukan untuk membahas apa saja, juga menjadi tata cara keraton dan negara, dan berlaku seperti undang- undang. Ketujuh, sabdatama kang kapungkur kawedarake jumbuh anane undang-undang keistimewaan, jumbuh anane perdais dan danais. sabdatama yang lalu terkait perda istimewa dan dana istimewa. 29 Kedelapan, Yen butuh mbenerake undang-undang keistimewaan, sabdo tomo lan ngowahi undang-undange. Kuwi kabeh dhawuh kang perlu dimangerteni lan diugemi. jika membutuhkan untuk memperbaiki Undang-Undang Keistimewaan, dasarnya sabdatama. Itulah perintah yang harus dimengerti dan dilaksanakan. Larangan itu disampaikan Sultan bagi seluruh keluarga keraton dan warga Yogyakarta dan tidak seorang pun bisa memutuskan persoalan Mataram, apalagi yang berkaitan dengan urusan kedudukan di tatanan pemerintahannya. Sabdatama tersebut harus dijadikan rujukan untuk urusan apa pun di Keraton Yogyakara. Pembacaan sabdatama tersebut berlangsung singkat. Para kerabat keraton pun enggan memberikan komentar akan latar belakang munculnya sabda raja tersebut. Di antara kerabat Keraton, yang hadir, seperti KGPH Hadiwinoto, GBPH Prabukusumo, GBPH Yudhaningrat, Gusti Cakraningrat, juga tampak Bupati Gunungkidul Badingah, dan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti. Pengageng Tepas Tondo Yekti Keraton Yogyakarta KRT Yudohadiningrat mengatakan sabdatama ini tidak ada kaitan dengan pembahasan raperdais tata cara pengisian jabatan gubernur yang sedang dibahas oleh DPRD DIY. Yang mempunyai kewenangan untuk menyusun dan menetapkan tata cara pengisian gubernur dalam menjabarkan Perda Keistimewaan Perdais itu kewenangan DPRD dan pemda. Sedangkan untuk kesultanan menjadi kewenangan raja. 30 Sedang Parentah Hageng Keraton Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung KRT Yudahadiningrat mengatakan sabdatama merupakan perintah bagi warga Keraton Yogtakarta untuk tidak mengomentari suksesi raja. Pada waktunya nanti, sultan sendiri yang akan berbicara tentang pewaris takhtanya, katanya. Adik Sri Sultan HB X, GBPH Prabukusumo mengatakan Sri Sultan memberi perintah sangat mendadak. Dia bahkan tidak mengetahui rencana akan adanya sabdatama. Baru tadi pagi saya ditelepon, mendadak sekali. Pada prinsipnya, tidak setiap orang bisa menduduki, tidak boleh komentar, kata Prabukusumo. Menurutnya, sabdatama tersebut berkaitan dengan isu panas yang beredar di masyarakat terkait pengisian jabatan gubernur dalam Perdais Pasal 3 Ayat 1 huruf m tentang persyaratan gubernur DIY. Banyak yang mengaitkan hal tersebut dengan suksesi di Keraton Yogyakarta karena salah satu syarat gubernur adalah Sri Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta.Ini bentuk pernyataan Sri Sultan untuk menjawab polemik yang ada di masyarakat di mana beliau menegaskan bahwa keraton memiliki cara sendiri untuk mengatasi permasalahan yang ada yaitu melalui sabdatama ini. Prinsipnya kami akan menaati dan tidak akan banyak berkomentar terkait hal tersebut, untuk bagaimanannya monggo terserah pada masyarakat saja, ucapnya FLAMMA Edisi 15, Serial Polimik Keistimewaan, IRE, Yogyakarta. 31

3. Teori Konflik