Efektivitas dakwah lembaga pengembangan tilawatil qur'an provinsi DKI Jakarta melalui program musabaqah tilawatil qur'an (MTQ) tahun 2009

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Sos. I)

Oleh Silma Mausuli NIM : 105051001988

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H / 2010 M


(2)

EFEKTIVITAS DAKWAH LEMBAGA PENGEMBANGAN TILAWATIL QUR’AN (LPTQ) PROVINSI DKI JAKARTA MELALUI PROGRAM

MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN (MTQ) TAHUN 2009

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Sos. I)

Oleh

Silma Mausuli NIM : 105051001988

Di Bawah Bimbingan :

Dr. H. A. Wahib Mu’thi, MA. NIP : 19481212 197803 1 001

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H / 2010 M


(3)

Skripsi berjudul EFEKTIVITAS DAKWAH LEMBAGA PENGEMBANGAN TILAWATIL QUR’AN (LPTQ) MELALUI PROGRAM MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN (MTQ) TAHUN 2009

telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jum’at tanggal 25 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Sos. I) pada Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam.

Jakarta, 25 Juni 2010

Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,

Drs. Study Rizal, LK, MA Umi Musyarrofah, MA NIP : 19640428 199303 1 002 NIP : 19710816 199703 2 002

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Drs. H. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA Drs. Jumroni, M.Si

NIP : 19660605 199403 1 005 NIP : 19630515 199203 1 006

Pembimbing,

Dr. H. Wahib Mu’thi, MA NIP : 19481212 197803 1 001


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Juni 2010


(5)

Efektivitas Dakwah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta Melalui Program Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tahun 2009

Secara garis besar, banyak lembaga-lembaga yang bergerak dibidang dakwah. Media yang digunakan pun berbeda-beda walaupun tujuannya sama, diantaranya yaitu dengan media al-Qur’an.

Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) adalah salah satu dari lembaga yang berdakwah melalui media al-Qur’an. Dalam berdakwah, lembaga ini memiliki program-program diantaranya Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ). Yakni suatu kegiatan dimana diadakannya berbagai macam perlombaan yang berkaitan dengan al-Qur’an, dari mulai seni membaca, menulis sampai memahami isi kandungan al-Qur’an. Kegiatan ini juga merupakan salah satu syiar terhadap agama Islam.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana LPTQ mengimplementasikan dakwahnya melalui program MTQ. Dan seberapa besar keefektivan dakwah LPTQ melalui MTQ. Dalam penelitian ini data-data yang didapatkan bersumber langsung dari lembaga yang penulis teliti. Diantaranya melalui wawancara langsung kepada pengurus lembaga, referensi buku-buku yang terkait dengan permasalahan yang diambil sehingga mencapai suatu hasil atau kesimpulan.

Dalam dakwahnya melalui program MTQ, ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh LPTQ. Diantara tahapan-tahapannya itu adalah mengadakan pembinaan al-Qur’an yang berkesinambungan, mengadakan kerjasama-kerjasama dengan lembaga lain atau instansi yang terkait seperti sekolah-sekolah umum, madrasah Islam, maupun media elektronik. Sehingga mencapai suatu hasil yang sesuai dengan fungsi, visi dan misi LPTQ itu sendiri antara lain: “Menjadi penggerak pengalaman al-Qur’an bagi terwujudnya masyarakat Jakarta yang Islami dan tersedianya sumber daya manusia yang potensial, berkualitas serta mampu bersaing pada MTQ/ STQ Nasional maupun Internasional.

i


(6)

KATA PENGANTAR ﻦﻤﺣﺮﻟاﷲاﻢﺴﺑ ﻢﻴﺣﺮﻟا

Alhamdulillah wa Syukrulillah puji syukur penulis panjatkan atas semua ni’mat dan karunia yang Allah berikan selama ini, yang tak henti-hentinya memberikan kekuatan yang luar biasa disaat penulis merasakan lelah dan jenuh menghadapi semua kesulitan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi yang berjudul Efektivitas Dakwah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta Melalui Program Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)

telah selesai disusun.

Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Rasulullah Nabi Besar Muhammad SAW yang dengan limpahaan syafa’atnya menuntun ummatnya kejalan kebaikan, yaitu jalan yang diridhoi Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah semata karena sesungguhnya tanpa kehendak-Nya segala sesuatu tidak mungkin terjadi. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Betapapun hebatnya manusia, tak ada yang bisa melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan orang lain. Untuk itu perkenankanlah penulis secara khusus dengan rasa hormat dan bangga menyampaikan ucapan terimakasih yang mendalam kepada:

ii


(7)

2. Pembantu Dekan Bidang Akademik, Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum dan Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

3. Bapak Drs. Jumroni, MSi, selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

4. Ibu Umi Musyarofah MA, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini. Terutama dalam pengurusan nilai-nilai kuliah

5. Bapak Dr. H. A. Wahib Mu’thi MA, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak henti-hentinya meluangkan waktu, fikiran dan tenaga dalam memberikan arahan dan bimbingannya disela-sela kesibukan beliau

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan wawasan serta kontribusi yang tak ternilai harganya. Semoga menjadi amal ibadah yang tak akan terputus. Dan tidak lupa pula kepada seluruh staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga para staff perpustakan Fakultas maupun Universitas yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di kampus ini

iii


(8)

7. Seluruh pengurus Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta, khususnya kepada Bapak H. Heder A, S. Ip, selaku Ketua Harian LPTQ yang telah banyak membantu dan mempermudah jalan penulis untuk melakukan penelitian di LPTQ Provinsi DKI Jakarta ini, sehingga penulis mampu menyelesaikannya dengan baik. Untuk Ibu Ati, Ibu Ika, Ibu Ida, Bapak Adi, Bapak Tri, Bapak Edi, Bapak Marwan, dan seluruh jajaran staff LPTQ yang telah memberikan bantuannya dalam hal memperoleh data-data guna kelengkapan skripsi ini. Jazaakumullah Ahsanal Jazaa …

8. Seluruh keluarga Besar H. Sahal Amsir (Alm) dan H. Tarmidzi Dahlan (Alm), Ayahanda dan Ummi tercinta Rusli Sahal S. Pd. I dan Umroh yang dengan kasih sayangnya tak pernah kenal lelah dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya dan selalu memberika motivasi, doa dan seluruh pengorbanannya baik moril maupun materil. Sehingga penulis bisa seperti sekarang ini. Jasa kalian tidak dapat terbayar oleh apapun. Bahkan Goresan tinta tidak akan mampu mewakili besarnya perjuangan kalian

Terimakasih ayah, umi …

9. Semua saudara-saudaraku, kakak dan adik-adikku, Lita, Tia, dan adik bontot ku Fifi. Terima kasih atas semua dukungan kalian selama ini. Semoga hal baik yang ada dalam diri penulis, bisa menjadi contoh yang baik pula untuk kalian, khususnya untuk adik-adiku yang masih studi,

Semangat terusuntuk jadi oang yang sukses dunia akhirat. Amin…

iv


(9)

getirnya lika liku kehidupan dan jatuh bangun kita lalui bersama. Semoga apa yang kamu lakuin buat buyah senantiasa dibalas kebaikan yang berlipat oleh Allah SWT. Dan semua yang sudah kita perjuangkan selama ini akan terus membawa keberkahan lahir bathin, dunia akhirat, dengan harapan kita bisa mewujudkan cita-cita kita berdua menuju keluarga yang

sakinah, mawaddah wa rahmah…

Terimakasih banyak ya habibi …

11. Keluarga Besar Moch. Shobir Ugi dan Keluarga, A Udin, Teh Aan, Nanhie, Nanhue, Miftahuddin dan si bontot Mila, terimakasih dan terimakasih yang sebesar-besarnya atas do’a dan dukungan kalian selama ini untuk penulis, yang selalu memberikan dorongan dan motivasi untuk menjadi lebih baik dalam segala hal. Semoga Allah senantiasa membalas amal baik kalian semua. Amin …

12. Teman-teman seperjuangan Komunikasi Penyiaran Islam Angkatan 2005, terimakasih banyak selama ini telah memberikan dukungan, doa, dan motivasi selama kita menjalani kuliah di kampus ini. Semoga jalan hidup yang kita ambil, tidak akan memutuskan ikatan silaturrahim kita selama ini dan akan tetap baik selamanya. Amin Allahumma Amin…

v


(10)

Akhir kata, hanya do’a dan harapan yang dapat penulis panjatkan, semoga semua kebaikan kalian, senantiasa Allah balas dengan limpahan karunia dan kebarkahan bagi kita semua. Amin Amin Yaa Robbal ‘Aalamiin…

Jakarta, 25 Juni 2010

Silma Mausuli

vi


(11)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Efektivitas ... 1. Pengertian Efektivitas ... 12

2. Pengukuran Efektivitas ... 14

B. Konsep Dasar Implementasi ... 14

C. Konsep Dasar Dakwah ... 1. Pengertian Dakwah ... 15

2. Sejarah Dakwah ... 17

3. Hukum Dakwah ... 23

4. Prinsip-prinsip Dakwah ... 25

5. Unsur-unsur Dakwah ... 28

vii


(12)

viii

 

D. Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ... 1. Pengertian MTQ ... 30 2. Sejarah Perkembangan MTQ ... 35 3. Tata Cara Pelaksanaan MTQ ... 36

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PENGEMBANGAN

TILAWATIL QUR’AN (LPTQ) PROVINSI DKI JAKARTA A. Sejarah Berdiri LPTQ Provinsi DKI Jakarta ... 45 B. Visi dan Misi LPTQ Provinsi DKI Jakarta ... 47 C. Tugas Pokok, Fungsi, dan Strategi Fungsional LPTQ Provinsi

DKI Jakarta ... 47

BAB IV EFEKTIVITAS DAKWAH LEMBAGA PENGEMBANGAN TILAWATIL QUR’AN (LPTQ) PROVINSI DKI JAKARTA MELALUI PROGRAM MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN (MTQ)

A. Implementasi Dakwah LPTQ melalui Program MTQ ... 52 B. Seberapa Efektiv Dakwah yang dilakukan LPTQ Provinsi DKI

Jakarta melalui Program MTQ ... 57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama dakwah.1 Artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukan nya.2 Karena itu al-Qur’an dalam menyebut kegiatan dakwah dengan Ahsanu Qaula. Dengan kata lain bisa disimpulkan bahwa dakwah menempati posisi yang tinggi dan mulia dalam kemajuan agama Islam.

Implikasi dari pernyataan Islam sebagai agama dakwah menuntut ummatnya agar selalu menyampaikan dakwah. Karena kegiatan ini merupakan aktivitas yang tidak pernah usai selama kehidupan dunia masih berlangsung dan akan terus melekat dalam situasi dan kondisi apapun bentuk dan ragamnya. Dengan kata lain dakwah adalah mengajak dan menyeru manusia untuk melaksanakan perintah Allah berupa iman kepada-Nya dan seluruh ajaran Rasul-Nya.3

Adapun cara berdakwah itu ada tiga macam, yakni da’wah bil lisan,

da’wah bil qolam dan da’wah bil hal. Dari ketiga cara tersebut, yang

1

M. Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral (Jakarta: Al- Amin Press, 1997), h. 8.

2

Didin Hafiuddin, Dakwah Aktual (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet. Ke-3, h. 76. 3

Fawaz bin Hulail Al Suhaimi, Usus Manhaj Salaf fi Da’wah Ila Allah (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 31


(14)

2

terpenting tidak keluar atau melenceng dari pedoman agama Islam itu sendiri, yakni al-Qur’an dan Hadis.

Da’wah bil lisan yaitu ajakan atau seruan dengan menggunakan

ucapan, dakwah semacam ini sering kita lihat pada seorang yang sering ceramah ataupun berbicara dengan tujuan kearah kebaikan. Sedangkan da’wah bil qolam yaitu ajakan atau seruan dengan menggunakan pena yang dituliskan diatas kertas dengan maksud tujuan yang positif, hal ini bisa kita lihat diberbagai media cetak atau buku-buku Islami. Sedangkan da’wah bil-hal

yaitu ajakan atau seruan dengan tingkah laku kita, tentunya yang mengarah kejalan Allah SWT.

Adapun firman Allah yang berkenaan dengan seruan dakwah ada di dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125, sebagai berikut:

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl: 125)

Berdakwah juga bukan hanya dilaksanakan diatas mimbar, artinya da’i berceramah di depan audien atau mad’u sementara audiennya hanya mendengarkan saja, melainkan banyak cara yang dapat ditempuh, diantaranya


(15)

melalui seni baca al-Qur’an.

Membaca kitab suci al-Qur’an dengan seni baca dalam artian benar dan indah merupakan sunnah Rasulullah SAW. Nabi Muhammad memiliki suara yang merdu dan indah. Keindahan intonasi dan kelembutan suaranya bukan saja didengar pada saat berbicara dengan keluarga dan para sahabat, namun terlebih ketika membaca ayat-ayat suci al-Qur’an.4

Menurut Sidi Gazalba, kesenian mengandung daya tarik yang berkesan kenapa tidak memanfaatkannya untuk berdakwah sehingga dakwah dapat menarik sasarannya dan pemanfaatan seni bertujuan untuk menimbulkan kesenangan yang bersifat estetika dan senang kepada keindahan merupakan naluri atau fitrah manusia.5

Ketika seseorang sedang melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an dengan begitu indah dan merdu, tentu seseorang sebagai mustami’ atau pendengar akan merasa tersentuh hatinya, dan pada saat seperti itulah seseorang mulai mengingat kebesaran Allah SWT bahwa keindahan adalah suatu anugerah yang diberikan Allah SWT.

Seni merupakan perkara yang sangat penting karena berhubungan dengan hati dan perasaan manusia. Seni berusaha membentuk kecenderungan dan perasaan jiwa manusia dengan panca indera manusia itu sendiri.6

Seni juga merupakan fitrah insani dan kebutuhan emosional manusia.

4

H, Muhsin Salim, Ilmu Naghom al-Qur’an (Jakarta : PT Kebayoran Ripta, 2000), Cet. Ke-1, h. 14.

5

Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1998), h. 186. 6


(16)

4

Allah SWT menciptakan manusia untuk dapat menilai dan mencintai keindahan, sedangkan salah satu keindahan yang dicintai manusia adalah seni. Islam yang merupakan agama besar justru menanamkan rasa cinta dan rasa suka akan keindahan di lubuk hati setiap muslim. al-Qur’an pun mengajak manusia agar memperhatikan dan mengingatkan pikiran dan qolbu untuk melihat keindahan yang khas dari bagian-bagian alam dan berbagai detailnya.

Berdasarkan ajaran agama, bahwa membaca al-Qur’an dengan seni baca keindahan suara adalah dapat dikategorikan sebagai ibadah dan dakwah. Karena lagu yang indah sesuai dengan kaidah-kaidah seni bacaan al-Qur’an dapat mengantarkan suatu bacaan yang lebih meresap kedalam sanubari pembacanya maupun pendengarnya.

Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an atau LPTQ adalah sebuah lembaga yang mempunyai program-program yang berkaitan dengan seni baca, tulis dan pendalaman makna kandungan isi al-Qur’an. Salah satu program yang dikeluarkan oleh lembaga ini adalah dengan menyelenggarakan Musabaqah Tilawatil Qur’an, yang dimulai dari tingkat Kelurahan, Kecamatan, Walikota, Provinsi, sampai tingkat Nasional.

Dengan diadakannya program tersebut diharapkan masyarakat dapat tertarik untuk belajar bahkan mendalami seni-seni dan kandungan-kandungan yang ada dalam al-Qur’an, baik dari segi ilmu tajwid, ilmu naghom (seni), dan

ilmu tafsir (pemaknaan). Selain itu, tujuannya untuk mencari orang-orang

yang berbakat dalam bidang ini, kemudian diberikan pembinaan dan arahan dalam mengembangkan potensi yang ada sehingga menjadi orang yang lebih kompeten dalam bidang seni suara dan tulis al-Qur’an.


(17)

Dari uraian diatas penulis melihat suatu keistimewaan yaitu sebuah lembaga yang berdakwah melalui media perlombaan atau Musabaqah Tilawatil Qur’an. Untuk itu penulis tertarik untuk mengangkat hal ini sebagai bahan skripsi dengan judul “Efektivitas Dakwah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta Melalui Program Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tahun 2009.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian kali ini hanya akan meneliti Efektifitas Dakwah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an Tingkat Provinsi DKI Jakarta saja dan Pada MTQ Tahun 2009.

2. Perumusan Masalah

Dengan pembatasan masalah di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana implementasi dakwah LPTQ Provinsi DKI Jakarta melalui MTQ ?

b. Seberapa efektif dakwah yang dilakukan LPTQ Provinsi DKI Jakarta melalui program MTQ ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:


(18)

6

a. Untuk mengetahui bagaimana cara LPTQ DKI Jakarta

mengimplementasikan dakwah melalui program MTQ

b. Untuk mengetahui keefektivan dakwah LPTQ DKI Jakarta melalui program MTQ.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Sebagai tambahan referensi serta diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan penelitian melalui pendekatan ilmu komunikasi sebagai alat bantu utama pada jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan para aktivis dakwah Islam pada umumnya dan bagi Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an khususnya.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah bersifat analisis deskriptif, yaitu suatu metode penelitian melalui pendekatan kualitatif yang dihasilkan dari suatu data yang dikumpulkan melalui survei di lapangan. Data tersebut berupa data-data, kata-kata, gambar dan dokumen.


(19)

Menurut Bagdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Moelong dalam bukunya penelitian kualitatif ialah “sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”. Artinya dalam penelitian ini penulis berupaya menghimpun data mengenai keefektivan dakwah LPTQ melalui MTQ dan kemudian penulis mengolah dan menganalisa data secara deskriptif dengan menafsirkan secara kualitatif.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah efektivitas dakwah lembaga tersebut melalui program Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ). 3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, maka penulis menggunakan jenis penelitian diantaranya Field Research (Penelitian Lapangan), penulis mengadakan jenis penelitian dengan datang langsung ke lapangan (objek) penelitian di LPTQ Provinsi DKI Jakarta, sedangkan data yang diperoleh dari metode ini merupakan data primer (utama) penelitian.

Dalam penelitian lapangan ini, akan menggunakan beberapa teknik untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan pembahasan diantaranya sebagai berikut:


(20)

8

Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena yang diselidiki.7 Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap fenomena yang ada di Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta sebagai upaya memperkecil kemungkinan yang dapat menghambat pelaksanaan penelitian.

b. Wawancara (interview)

Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih.Dalam hal ini juga akan digunakan teknik interview bebas terpimpin; yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada para responden yang telah dipersiapkan, lalu dijawab oleh pemberi data (responden) dengan bebas dan terbuka.

c. Dokumentasi

Dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Yakni menggunakan data-data dan sumber-sumber yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas. Sedangkan data-data ini, penulis peroleh dari buku-buku, profile

company, arsip-arsip maupun diktat-diktat yang berhubungan dengan

masalah penelitian di LPTQ Provinsi DKI Jakarta. 4. Teknik Analisa Data

Dalam menganalisis data, akan digunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu teknik analisis data, dimana terlebih dahulu akan

7

Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta : Andi Ofset, 1992), Cet. Ke-2, h. 129.


(21)

dipaparkan semua data yang diperoleh dari pengamatan, kemudian menganalisanya dengan berpedoman kepada sumber-sumber yang tertulis.

5. Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini berpedoman pada “Pedoman Penulisan

Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Press Tahun 2008 dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk penulisan al-Qur’an tidak memakai footnote, dan diketik satu

spasi dengan terjemah dicetak miring, dengan berpedoman pada terjemahan dari Departemen Agama RI

b. Guna mempermudah dalam penulisan ini, kalimat Lembaga

Pengembangan Tilawatil Qur’an disingkat dengan LPTQ, dan kalimat Musabaqah Tilawatil Qur’an disingkat dengan MTQ.

E. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa skripsi yang menjadi tinjauan pustaka kali ini. Namun ada beberapa poin penting yang dapat diambil sebagai perbandingan antara skripsi yang sudah ada dengan skripsi ini, antara lain:

1. Subjek pada skripsi sebelumnya hanya terfokus pada sosok individu saja, sedangkan subjek yang diangkat kali ini adalah sebuah lembaga

2. Objek pada skripsi sebelumnya hanya terfokus pada dakwah melalui seni membaca al-Qur’an, sedangkan pada skripsi ini dakwah yang dilakukan


(22)

10

tidak hanya terfokus pada seni membaca al-Qur’annya saja namun secara keseluruhan, baik dari seni membaca, menulis sampai menafsirkan isi kandungan al-Qur’an.

Adapun skripsi yang menjadi rujukan atau tinjauan pustaka pada skripsi ini adalah:

1. Heny Haryani, Seni Membaca al-Qur’an Sebagai Media Dakwah Menurut H. Muammar ZA, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, KPI, 2006

2. Lilis Sholihah, Dakwah Melalui Seni Baca al-Qur’an (Studi Kasus di Pondok Pesantren al-Qur’an Assanusiah Pandeglang Banten), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, KPI, 2006

3. Idham Cholid, Dakwah Drs. KH. M. Ali Melalui Seni Baca al-Qur’an, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, KPI, 2007.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, maka akan dibagi sistematika sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini menguraikan Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II : Tinjauan Teoritis


(23)

(Pengertian dan Pengukuran Efektivitas), Konsep Dasar Implementasi (Pengertian Implementasi), Konsep Dasar Dakwah: (Sejarah Dakwah, Pengertian Dakwah, Hukum Dakwah, Prinsip-prinsip Dakwah, Unsur-unsur Dakwah), Pengertian MTQ, Sejarah Perkembangan MTQ, Tata Cara Pelaksanaan MTQ

BAB III : Profil Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an

Bab ini meliputi Sejarah Berdirinya LPTQ Provinsi DKI Jakarta, Visi dan Misi LPTQ Provinsi DKI Jakarta, Tugas Pokok, Fungsi, dan Strategi fungsional LPTQ Provinsi DKI Jakarta, Struktur LPTQ Provinsi DKI Jakarta dan Susunan Kepengurusan LPTQ Provinsi DKI Jakarta

BAB IV : Efektivitas Dakwah LPTQ Provinsi DKI Jakarta Melalui Program MTQ

Bab ini merupakan isi, yang meliputi: Implementasi dakwah LPTQ Provinsi DKI Jakarta melalui program MTQ dn Seberapa Efektif dakwah yang dilakukan LPTQ Provinsi DKI Jakarta melalui program MTQ

BAB V : Penutup


(24)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Efektivitas

1. Pengertian Efektivitas

Efektivitas dalam kamus besar bahasa Indonesia berasal dari kata efektif, yang diartikan dengan : a) adanya efek (akibat, pengaruh, kesan), b) manjur atau mujarab, c) dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan).1 Efektivitas berhubungan dengan penentuan apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau tidak. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menuliskan bahwa efektivitas adalah keberpengaruhan atau keadaan berpengaruh (keberhasilan) setelah melakukan sesuatu.2 Efektivitas menunjukan pada keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah diterapkan. Hasil yang semakin mendekati sasaran berarti semakin tinggi tingkat efektivitasnya.3

Mengenai pengertian efektivitas, beberapa ahli berpendapat:

a. John M. Echols dan Hasan Shadly, menuliskan bahwa efektivitas secara etimologi berasal dari kata efektif yang artinya berhasil guna4

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 219.

2

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B) Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-7, Edisi Ke-2, h. 250

3

Ensiklopedia Nasional Indonesia (Jakarta: Cipta Adi Pusaka, 1989), jilid Ke-5, h. 12 4

John M. Echols, Hasan Shadzily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1990), Cet. Ke-8, h. 207.


(25)

b. Suharto, menerangkan bahwa efektivitas merupakan keterangan yang artinya ukuran hasil tugas atau keberhasilan dalam pencapaian tujuan5 c. Dennis Mc. Quail, efektivitas secara teori komunikasi berasal dari kata

efektif. Artinya terjadinya suatu perubahan atau tindakan sebagai akibat diterimanya suatu pesan, dan perubahan terjadi dari segi hubungan antara keduanya yakni pesan yang diterima dan tindakan tersebut6

d. Peter F. Drucker, salah satu tokoh yang memeberikan perhatian besar terhadap efektivitas mengatakan bahwa efektivitas itu dapat dan harus dipelajari secara sistematis, sebab ia bukanlah bentuk sebuah keahlian yang lahir secara alamiah. Efektivitas kerja dapat diwujudkan melalui sebuah rangkaian kerja, latihan intens, terarah dan sistematis, bekerja dengan cepat sehingga menghasilkan kreativitas7

e. Sondang Siagian, menuliskan bahwa efektivitas berkaitan erat bukan hanya dengan pengguna suatu daya, dana, sarana dan prasarana kerja yang tepat, akan tetapi juga dengan tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya dalam batas waktu yang telah ditetapkan.

Dari pengertian diatas menunjukan bahwa efektivitas merupakan suatu tingkat keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran atau tujuan

5

John M. Echols, Hasan Shadly, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1990), Cet. Ke-8, h. 207.

6

Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga Pratama, 1992), h. 281.

7

Peter F. Ducker, Bagaimana Menjadi Eksekutif yang Efektif (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1986), h. 5.


(26)

14

yang telah ditetapkan.hasil yang semakin mendekati sasaran atau tujuan, berarti semakin tinggi tingkat efektivitasnya.

2. Pengukuran Efektivitas

Menurut ahli manajemen Peter F. Drucker, efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right thing) sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing thing right).

Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.8

Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, seorang manajer efektif dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau metode (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan.

B. Konsep Dasar Implementasi

Dalam kamus besar bahasa Indonesia implementasi diartikan dengan penerapan atau pelaksanaan.9 Implementasi juga berarti perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Pengertian-pengertian ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, tindakan atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas semata, akan tetapi juga kegiatan terencana dan dilakukan

8

T. Hani Handoko, Manajemen (Yogyakarta: BPFE, 1998), Edisi Ke-2, h. 7. 9


(27)

secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai suatu tujuan kegiatan.

Dapat dikatakan bahwasanya implementasi mengandung arti bukan sekedar hanya aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

C. Konsep Dasar Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Secara etimologi (bahasa) dakwah berasal dari bahasa Arab (اﻮﻋﺪﻳ - ﺎﻋد) yang artinya mengajak, mengundang atau memanggil.

Kemudian menjadi kata (ةﻮﻋد) yang mengandung arti panggilan, undangan atau ajakan.10

Adapun pengertian dakwah secara terminologi yang dikemukakan oleh ahli adalah sebagai berikut: Amrullah Ahmad dalam “dakwah Islam

dan perubahan sosial”, menjelaskan tentang dakwah Islam sebagai

berikut:

“Dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam bentuk suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosiokultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan cara tertentu.”11

10

Hamzah Ya’kub, Pulisistik Islam, Teknik Dakwah Islam dan Leadership (Bandung: CV Diponegoro, 1986), Cet. Ke-2, h. 13.

11

Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial (Yogyakarta: PLPM, 1985), h. 2


(28)

16

Menurut H. M. Arifin dalam bukunya Psikologi Dakwah suatu pengantar studi, bahwa:

“Dakwah sebagai suatu kegiatan ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilaksanakan secara sadar dan berencana dalam mempengaruhi orang lain. Baik secara individu maupun kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan. Serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan.”

Definisi lain mengenai dakwah juga dikatakan oleh Prof. Toha Yahya Umar, bahwa pengertian dakwah dibagi menjadi dua bagian:

a. Pengertian umum. Dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan yang

berisikan cara-cara, tuntunan, bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi, pendapat dan pekerjaan tertentu

b. Pengertian khusus. Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.

Dari definisi-definisi tersebut diatas, meskipun terdapat perbedaan dalam perumusan tetapi apabila diperbandingkan satu sama lain, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa dakwah adalah usaha manusia untuk menyeru atau mengajak orang kepada jalan yang diridhoi Allah SWT melalui cara atau metode tertentu agar terwujud pengalaman ajaran-ajaran Islam dengan baik dan benar agar mendapat kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.


(29)

2. Sejarah Dakwah

Sebagian ulama (jumhur) cenderung berpendapat bahwa ayat pertama atau wahyu yang pertama yaitu surah Al-A’laq (iqra) yang diterima oleh Rasulullah melalui malaikat Jibril adalah merupakan permulaan dari sejarah dimulainya dakwah. Dengan demikian wahyu yang pertama diterima oleh Rasulullah, langsung beliau sampaikan kepada isterinya, yang kemudian diceritakan kembali oleh Waraqah bin Naufal, walaupun secara formal belum bisa dikatakan dengan dakwah. Akan tetapi, secara informal itu sudah dapat dikategorikan sebagai dakwah. Sebab Rasulullah sudah menyampaikan dan memberitahukannya kepada orang lain, walaupun masih dalam lingkungan yang terbatas.12

Dengan wahyu pertama itulah setelah beliau mengalami pertentangan jiwa dan kecemasan yang cukup lama, akhirnya Nabi Muhammad SAW sampai kepada puncak keyakinan misi kerasulannya. Pada periode ini Nabi melakukan dakwah dengan sembunyi-sembunyi dan melakukan kegiatan dakwah yang dimulai dari keluarga atau kerabat dan orang yang pertama masuk Islam adalah isteri beliau yakni Khadijah. Pada periode ini disebut dengan Periode Makkah yang ditandai dengan aktivitas dakwah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dikarenakan banyak tantangan dari orang kafir Quraisy.

Setelah sepuluh tahun Nabi mengalami banyak cobaan dan rintangan, akhirnya Nabi hijrah ke Kota Yatsrib (Madinah) dan melakukan dakwah di

12


(30)

18

Kota Madinah dengan sambutaan yang sangaat baik oleh penduduk Madinah pada saat itu, menurut Thomas W. Arnold dalam bukunya The Preaching of

Islam, di Kota Madinah terdapat sebagian orang Yahudi yang mengenal ide

tentang Messiah (juru selamat) yang akan turun, dan lebih cenderung menerima Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Berbeda dengan penduduk agama Makkah, dimana ide tentang agama wahyu dan Nabi baru adalah asing sama sekali, bahkan bertentangan dengan rasa martabat mereka yang menganggap dirinya lebih tinggi dari suku-suku agama lain, dan lebih makmur karena menjadi pewaris yang mendapat kehormatan dalam menjaga koleksi patung-patung berhala nasional disekeliling Ka’bah yang dimuliakan.

Kemudian juga karena faktor antara suku asli bangsa Arab yaitu; Khazraj dan suku Aus telah lama terjadi pertentangan antara mereka, sehingga mereka pun benar-benar merindukan agar terciptanya perdamaian dan ketentraman dan juga karena dari para pemuka masyarakat setempat bahwa dengan memeluk agama Islam dapat diharapkan teratasi segala penderitaan akibat tidak adanya jaminan hukum yang positif selama ini. Faktor ini membuktikan selama delapan tahun sesudah Nabi hijrah yang dengan kekuatan sepuluh ribu anggota pasukan dapat menaklukan Kota Makkah yang selama sepuluh tahun berdakwah, yang sebelumnya hanya memperoleh suatu yang awal dalam kehidupan nasionalisme Arab terhadap perkembangan Islam di seluruh dunia.

Dengan kondisi serta situasi yang seperti ini, Nabi dapat melakukan aktivitas dakwahnya dengan secara terang-terangan dan Nabi pun mulai


(31)

membangun dan merealisasikan ajaran Islam di kota Madinah dengan menggunakan metode atau strategi yang secara garis besar menurut A. Halimi13 dapat dibedakan menjadi empat sejarah peradaban dalam ajaran Islam, yaitu:

a. Sosio-Religius

Yang dimaksud sejarah dalam sosio-religius ini adalah pemantapan nilai-nilai religius (Madinah) sebagai masyarakat islam baru artinya, pola dan juga sikap hidup masyarakat yang dikondisikan untuk menerima dan mempraktekkan aspek religius kedalam kehidupan sosial melalui masjid sebagai sarana dan juga media dakwahnya. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa langkah pertama Nabi adalah menerapkan strategi dengan cara membangun masjid, langkah semakin mantap setelah jamiatan 1 (16 Robiul Awal H/ 20 September 662 M) Nabi menyampaikan khutbah jum’at pertamanya yang secara garis besar berisi:

1) Bertaubat dan beristighfar hanya kepada Allah SWT

2) Mencari petunjuk Allah dengan senantiasa selalu bertaqwa kepada-Nya

3) Memperbaiki hubungan yang vertikal kepada Allah serta menjalin hubungan yang baik dengan sesamanya

4) Memperbaiki dzikir dan selalu beramal shaleh.

13

A. Halimi, Strategi Dakwah: Islam Yang Terabaikan, Pada Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 5 No. 1 (Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, April 2002), h. 48-51.


(32)

20

Apabila pada khutbah jum’at yang pertama Nabi lebih menekankan aspek-aspek religius, maka khutbah jum’at yang terakhir (25 Dzulhijjah di Arafah), Nabi menekankan pada aspek keadilan sosial, yang oleh para ahli disebut dengan “pernyataan akan hak-hak asasi manusia”. Isinya antara lain:

1) Perlindungan terhadap hak-hak hidup

2) Kewajiban memenuhi semua amanah yang telah diterima 3) Penghapusan riba

4) Persaudaraan sesama muslim. b. Sosio-Politik

Bukti yang nyata dalam penerapan sejarah sosio-politik ini adalah dengan disepakatinya satu konstitusi yang mengatur tata kehidupan sosial bermasyarakat dan bernegara, antara masyarakat Islam dengan masyarakat non Islam dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW. Konstitusi yang dimulai pada tahun 622 M itulah oleh Arnold dinilai “sebagai suatu gerakan yang sangat jitu”, dimana perubahan besar telah terjadi dan juga dialami oleh para pengikutnya yaitu, dari kelompok powerless (tanpa adanya kekuasaan) yang menjadi satu komunitas yang memiliki kekuatan sosial-politik.

Dari berbagai strategi ini, ada beberapa prinsip dakwah dalam menata kehidupan sosial masyarakat dapat ditegakan. Antara lain: prinsip persaudaraan, persamaan, persatuan, kebebasan, membela yang teraniaya. Prinsip kebebasan beragama, pertahanan dan perdamaian.


(33)

c. Sosio-Ekonomi

Setelah umat Islam memiliki kekuatan sosial-politik di kota Madinah, maka yang menjadi masalah utama adalah miskinnya perekonomian yang tersedia. Hal ini semakin memprihatinkan setelah secara kualitas strata sosial umat Islam saat ini mayoritas sentra-sentra perekonomian dikuasai oleh orang-orang Yahudi seperti Bani Nadhir dan Bani Quraidzah yang menguasai wilayah pertanian kurma di selatan kota Madinah.

Untuk mengatasi strategi semacam ini, ada dua teknik yang dipergunakan oleh kecerdasan Nabi dalam membaca peta sosial ummat, dan langkah selanjutnya adalah legitimasi dari kehendak Allah SWT. Dari kedua teknik ini adalah:

1) Memacu dalam semangat etos kerja serta produktivitas umat Islam dengan berdagang dan bertani (kurma)

2) Memblokir jalur perdagangan yang menuju pasar-pasar diwilayah sebelah utara. Pemblokiran ini tidak berarti umat Islam menghalalkan segala cara dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Tentu hal ini dilakukan dengan sesungguhnya sebagai upaya umat Islam dapat memperoleh kembali akan harta kekayaannya yang telah dirampas oleh bangsa kafir Quraisy, yang pada saat itu umat Islam terusir dari kota Makkah

3) Sedangkan legitimasi yang telah dilakukan adalah dengan cara

mengeluarkan zakat dan shodaqoh yang sekaligus pengharaman praktek-praktek riba. Dalam ketetapan ini tentu sangant


(34)

22

menguntungkan dikarenakan telah tersediannya dana, proses dan aktivitas dakwah akan semakin lancar.

d. Sejarah Diplomasi dan Korespondensi

Diplomasi (dialog) dan korespondensi (da’wah bil khitabah)

sesungguhnya merupakan strategi yang terbilang cerdas, sebab dengan cara strategi ini banyak ditentukan kepiawaian dalam diplomasi pelaku dakwah. Baik diplomasi yang dilakukan secara verbal (dialog) maupun diplomasi yang dilakukan secara non verbal (korespondensi). Oleh karena itu, penguasaan logika dan juga bahasa sangat diperlukan dalam strategi ini demi untuk menghadapi mitra dialog yang berbeda agama.

Untuk itulah dengan cara berdialog dapat diharapkan untuk saling mengenal dan juga dapat menimba ilmu pengetahuan tentang agama mitra dialognya dan juga dapat mencari titik persamaan serta kesepakatan untuk dijadikan landasan hidup yang rukun dalam suatu masyarakat.

Keempat sejarah dakwah Nabi tersebut penerapannya selalu didasarkan kepada budi pekerti yang luhur. Karenanya, tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa kunci utama kesuksesan dalam dakwah Nabi, disamping sasaran yang tepat dalam merumuskan strategi, teknik serta metodenya juga disebabkan oleh sikap dan kepribadian Nabi SAW. Demikian setelah Islam berkembang pada masa Madinah, dakwah Islam pun secara terus menerus berkembang dengan pesat hingga pada masa Khulafaur Rasyidin dengan sebuah prinsip toleransi yang dikembangkannya.14

14

Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam: Sejarah Dakwah Islam (Jakarta: Wijaya, 1981), Cet. Ke-2.


(35)

3. Hukum Dakwah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum mengandung arti undang-undang atau peraturan. Dengan demikian, hukum dakwah adalah suatu undang-undang atau peraturan yang mengatur pelaksanaan dakwah, tentu saja undang-undang atau peraturan ini disandarkan kepada hukum syariat Islam yakni al-Qur’an dan al-Hadis.

Dakwah atau berdakwah hukumnya adalah wajib bagi yang mengaku dirinya muslim, kewajiban ini merupakan kesepakatan kolektif yang dilakukan pada masa sahabat dan para tabi’in.m karena dakwah hukumnya wajib, maka setiapn muslim wajib menunaikan dakwah kapan dan dimana saja dengan kapasitas kemampuannya masing-masing.

Bagi orang muslim, dakwah merupakan manifestasi iman yang mantap dan didukung oleh tingkat kesadaran yang tinggi. Iman dalam arti yang luas bukan hanya pengakuan hati yang terdalam dan juga ucapan yang verbal dimulut. Akan tetapi, iman harus diaktualisasikan dengan berupa tindakan-tindakan, perbuatan dalam rangka menegakkan syariat Islam dimuka bumi ini. Al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan rujukan utama ummat manusia menjelaskan secara gamblang tentang kewajiban dalam dakwah ini. Sebagaimana terdapat pada ayat-ayat berikut ini:

a. Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 :


(36)

24

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah

dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik, Sesungguhnya Tuhan-mu Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pula yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

(QS. An-Nahl: 125)

b. Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 110 :

Artinya: “Kamu adalah ummat yang terbaik, yang dilahirkan untuk manusia. Menyeru kepada yang munkar dan berimanlah hanya keapda Allah SWT. Sekiranya Ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman dan

kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS.

Ali-Imran: 110)

Masih banyak lagi ayat-ayat al-Qur’an serta hadis Nabi yang menunjukan tentang kewajiban dalam dakwah, sehingga dakwah merupakan suatu hal yang wajib. Hal ini bisa dilihat dari ayat-ayat dan hadis Nabi dari segi lafadznya. Misalnya pada kalimat wal-takun “dan hendaklah ada” pada kalimat diatas dalam tata bahasa Arab, huruf lam yang terdapat dalam kalimat


(37)

tersebut adalah lam amar (lamul amri) yang artinya mengandung kepada perintah. Demikian pula dengan surat An-Nahl ayat 125 pada kalimat ‘ud-u “serulah, ajaklah” adalah merupakan fi’il amar yang bersifat perintah.

Menurut A. Syafi’i Ma’arif dalam bukunya Islam dan Politik “upaya

membingkai peradaban” menyatakan bahwa dakwah Islam adalah yang

bertujuan untuk mengharapkan potensi manusia agar eksistensi mereka memiliki makna di hadapan Tuhan dan juga memiliki sejarah kehidupannya, karena pada dasarnya manusia memiliki hakikat fitrah (QS. 30; 30) dan manusia telah melakukan kesaksiannya bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang sebenarnya.15

Dengan demikian, tujuan akhir dakwah Islam adalah terwujudnya

“Khairul Ummah” yang basisnya didukung oleh muslim yang berkualitas

“Khairul Bariyyah” yang oleh Allah dijanjikan ridho-Nya (QS. 98; 7-8).

Namun khairul ummah harus terlebih dahulu oleh terwujudnya khairul bariyyah, karena ummah merupakan sebuah konsep kesatuan yang fikrah. Sedangkan khairul bariyyah merupakan konsep sumber daya syaksiyah. Untuk itu, tegaknya khairul ummah bersifat determinatif atas terwujudnya khirul usrah. Khairul usrah juga merupakan determinatif atas terwujudnya khairul ummah.

4. Prinsip-Prinsip Dakwah

Prinsip mengandung pengertian dasar atau asas kebenaran yang

15

A. Syafi’I Ma’arif, Islam dan Politik: Upaya Membingkai Peradaban (Jakarta: Pustaka Dinamika, 1999), h. 15.


(38)

26

menjadi pokok pada dasarnya berfikir, bertindak, dan sebagainya. Pada esensinya dakwah adalah meletakkan prinsipnya kepada Qur’an dan al-Hadis. Menurut H.A. Hasanuddin bahwa prinsip dakwah selalu terbuka kepada kesempatan yang luas untuk melakukan ijtihad.

Sekalipun dakwah merupakan kewajiban terhadap setiap muslim tanpa memadang apakah ia berasal dari golongan manapun dan mengesampingkan status sosialnya. Akan tetapi, bukan berarti dakwah dapat dilaksanakan sekehendak hati tanpa mengindahkan tata cara yang sopan dan juga santun, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam melakukan misi dakwahnya dengan cara ditampilkan dengan sempurna supaya setiap orang ataupun masyarakat yang diserunya itu merasa tergugah hatinya, yang pada akhirnya ingin mengikuti jejak ajaran Islam yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan sadar dan juga penuh dengan tanggung jawab. Oleh karena itu, disinilah signifikasi prinsip-prinsip dakwah yang harus menjadi pedoman terhadap para pelaku dakwah.

Secara tersurat prinsip-prinsip dakwah terdapat dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125, yang didalamnya terdapat tiga hal penting sebagai acuan dalam melakukan dakwah.

Yang pertama dengan hikmah. Dalam berdakwah yang harus terlebih dahulu dilakukan adalah dengan cara hikmah, yakni dengan memperhatikan tingkat pelajaran yang akan dijelaskan kepada objek dakwah setiap kalinya (berdakwah). Sehingga tidak memberatkan dengan tugas-tugas yang banyak sebelum cukup persiapan mental para mad’u. Menurut Said al-Qathani dalam


(39)

bukunya yang berjudul Dakwah Islam Dakwah Bijak, menjelaskan bahwa hikmah mengandung pengertian tentang perkataan dan juga mengandung akan perbuatan dalam melakukan sesuatu pada tempatnya. Dakwah dengan menggunakan hikmah harus terlebih dahulu diawali dengan berbagai persiapan agar apa-apa yang akan dicapai itu menjadi kenyataan.

Analisa ini menyangkut kepada sumber daya pelaku dakwah (da’i),

materi, media, metode dan objek dakwah serta situasi dan juga kondisi yang berkembang, sehingga dakwah yang telah dilaksanakan itu akan benar-benar dapat menghujam secara langsung kepada masalah yang dihadapi oleh masyarakat pada saat yang bersamaan.

Yang kedua adalah dengan memberikan pelajaran yang baik

(mauidzah hasanah). Pelajaran dengan baik dan indah yang dilakukan oleh

juru dakwah akan masuk dengan baik pula, serta akan menyelami sebuah perasaan dengan lemah lembut dan akan menerima kesejukan terhadap para objek dakwah. Dakwah bukan dilakukan dengan kekerasan serta dengan hadirkan yang tidak perlu disampaikan. Sesungguhnya dengan berlemah lembut dalam memberi pelajaran sering kali dapat membuka hati yang kasat dan akan dapat melembutkan hati yang sekeras batu, dan akan menghasilkan yang lebih baik dari pada dakwah yang dilakukan dengan cara kekerasan, ancaman dan hinaan.

Ketiga adalah dengan cara berdiskusi dengan baik (mujaadalah).

Apabila dakwah terpaksa dilakukan dengan perdebatan, maka berdiskusilah dengan cara yang baik. Berdiskusi dengan tidak menekankan serta melecehkan seseorang yang beda pendapat, tidak menghina dan juga


(40)

28

merendahkan.

Seorang juru dakwah harus tetap menghormati seseorang yang diajak bicara tanpa melihat akan status sosialnya. Yang terpenting adalah harus terlenbih dahulu memiliki prinsip-prinsip yang kokoh bahwasanya kemenangan dalam berdiskusi bukan tujuan utama. Akan tetapi berdiskusi hanyalah semata-mata menyampaikan sebuah informasi yang benar dan membawanya kepada jalan kebenaran.

5. Unsur-Unsur Dakwah

Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang didalamnya melibatkan sejumlah unsur-unsur tertentu. Dimana unsur tersebut membentuk dalam sebuah sistem yang saling berhubungan secara kolektif, saling mendukung dan juga saling menjelaskan.

Adapun unsur-unsur dakwah tersebut adalah sebagai berikut: a. Da’i

Pada prinsipnya seseorang yang telah mengaku dirinya sebagai seorang muslim adalah Da’i (pelaku dakwah). Setiap muslim yang mukallaf wajib menyampaikan dakwahnya kepada orang lain sesuai dengan kemampuannya masing-masiing, dan sebagai seorang juru dakwah sekurang-kurangnya harus memiliki hal-hal sebagai berikut:

Pertama, sanggup dalam menyelesaikan beban yang bditegaskan

kepada dirinya khususnya dalam mempertahankan ajaran agama sebagai kebenaran yang mutlak, dan menyebarluaskan nilai-nilai keagamaan sebagai keyakinan dan prinsip hidup yang benar. Kedua, mampu merubah


(41)

hidup manusia menjadi lebih berharga (bernilai) dan juga memberi kemampuan kepada mereka untuk menjadikan hidupnya di dunia ini sebagai investasi kehidupannya di akhirat kelak. Ketiga, pribadi yang selalu eksis dan konsisten terhadap tujuan dakwah.

b. Mad’u

Mad’u adalah segenap manusia. Terlepas apakah ia dalam kepastiannya sebagai mahluk individu, keluarga, kelompok, masyarakat. Pada dasarnya manusia dalam pandangan Islam terbagi kedalam dua kelompok, yakni kelompok yang telah menyatakan dirinya sebagai muslim dan kelompok manusia yang diluar Islam. Kedua golongan inilah yang akan menjadi sasaran dakwah.

Dalam perspektif psikologi manusia hanya dapat didekati dari tiga

pendekatan. Pertama, manusia sebagai mahluk individu memilik

keinginan yang harus terpenuhi secara seimbang, yakni kebutuhan akan material (kebendaan), pemenuhan aspek ini akan memberikan kesenangan terhadap kehidupan manusia. Kemudian kebutuhan (spiritual) dalam pemenuhan aspek ini akan memberikan suatu ketenangan, ketentraman dan kedamaian dalam hatinya.

Kedua, sebagai makhluk sosial, manusia cenderung untuk selalu

hidup berkelompok dan selalu berinteraksi dengan sesamanya. Oleh karena itu, secara esensial manusia dapat survive dimuka bumi ini apabila ia (manusia) dapat bekerjasama dengan yang lainnya. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak dapat hidup sekehendaknya, dikarenakan


(42)

30

manusia telah terikat dengan aturan-aturan atau norma yang telah berlaku dilingkungannya. Menurut Jamaludin Kafie dalam bukunya psikologi

dakwah, mengemukakan bahwasanya manusia terikat dalam sistem hidup

tiga dimensi: yakni dimensi kultural (kebudayaan dan peradaban), dimensi struktural (bentuk hubungan sosial) dan dimensi normatif (tatakrama dalam kehidupan sosial).

D. Musabaqah Tilawatil Qur’an

1. Pengertian Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)

Jumlah umat Islam yang dapat memahami al-Qur’an sebagai kitab suci dan mukjizat sangat sedikit, sebagian besar tidak mengetahuinya,

namun mereka senang membacanya baik dengan Tartil maupun

Mujawwad. Faktor apakah yang mendorong mereka untuk membacanya

berulangkali bahkan menghafalnya bahwa perbuatannya itu merupakan ibadah kepada Allah SWT.

Menurut A. Mukti Ali, bahwa al-Qur’an mempunyai dimensi yang sangat luas dan dapat menimbulkan tiga hal sekaligus, yaitu seni, ilmu dan agama. Dengan seni hidup menjadi maju dan indah, dengan agama hidup menjadi bermakna dan bahagia. Tanpa seni hidup menjadi kasar, tanpa ilmu hidup menjadi sulit dan tanpa agama hidup menjadi tidak bermakna.

Oleh karena al-Qur’an merupakan sumber hidayah, maka para sahabat Nabi mempunyai perhatian yang sangat besar. Ada diantara para sahabat Nabi yang dapat membaca al-Qur’an dengan bacaan yang sangat


(43)

menarik seperti Abu Musa al-Asy’ari karena ia memiliki suara yang merdu, sehingga Rasulullah SAW sangat senang mendengarkan bacaannya Tilawah al-Qur’an mendapat perhatian yang culuk besar dari kalangan ummat Islam, mengingat tujuan al-Qur’an diturunkan sebagai pedoman hidup, untuk dibaca, dipelajari, dipahami dan diamalkan sebagaimana yang sering diungkapkan dalam al-Qur’an itu sendiri. Untuk mencapai tujuan tersebut, banyak cara dan usaha yang telah dilakukan oleh ummat Islam, salah satu diantaranya dengan mengadakan MTQ.

Musabaqah Tilawatil al-Qur’an adalah suatu jenis lomba membaca al-Qur’an dengan bacaaan mujawwad dan murattal yaitu bacaan al-Qur’an yang mengandung nilai ilmu membaca, seni baca dan adab membaca menurut pedoman yang telah ditentukan.

MTQ kini telah demikian membudi daya di masyarakat, baik tingkat Nasional maupun Internasional. Hal ini merupakan media dan sarana dakwah yang cukup efektif, tidak kurang dari 30 Provinsi di seluruh Indonesia yang turut ambil bagian baik sebagai peserta maupun sebagai penyelenggara, karena MTQ diadakan secara bergilir dari satu Provinsi ke Provinsi lain. Demikian juga MTQ Internasional saat ini ada 13 Negara yang mengadakan Musabaqoh Tilawatil Qur’an dengan partisipan lebih kurang 50 Negara yang turut ambil bagian.

Tilawah identik dengan kata qira’ah, yang mempunyai arti bacaan. Berkaitan dengan MTQ yang dimaksud tilawah yaitu Qiraatul Qur’an bi al-alhan atau membaca al-Qur’an dengan lagu.


(44)

32

MTQ merupakan suatu manifestasi budaya Islam. Dalam bentuk asalnya membaca al-Qur’an merupakan suatu pelaksanaan ajaran, suatu ibadah, bentuk persembahan dan pengabdian suci seorang hamba kepada Allah, Zat yang berfirman. Firman atau kalam Allah dalam wujud al-Qur’an al-Karim terlalu agung untuk didekati manusia, karena mengandung kemukjizatan dalam berbagai dimensi. Tak ada yang bisa menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan (QS. Al-Waqiah: 77-80). Maka segala pendekatan pun dilakukan, dengan membacanya, menghafalnya dan mempelajarinya. Qurra (jamak ‘Qori’) Huffazh (jamak

‘Hafizh) selalu tampil dikalangan kontemporer berupaya menggali

maknanya dengan menyusun kitab-kitab tafsir serta ilmu-ilmu al-Qur’an dengan memakai berbagai perangkat keilmuan. Semuanya adalah bentuk pengabdian dalam rangka mewujudkan fungsi utamanya untuk membimbing perjalanan hidup manusia melalui jalan yang paling lurus (Inna haadzal-Qur’ana yahdy lillaty hiya aqwam, QS. Al-Isra: 9).

Membaca al-Qur’an (Tilawah al-Qur’an) jelas merupakan ibadah utama yang sangat dianjurkan. Selain itu membaca al-Qur’an merupakan langkah pembuka atau pintu masuk untuk menyelami kedalaman al-Qur’an dan mengarungi luasnya lautan maknanya yang tiada bertepi. Bila semua orang tak sanggup melakukan upaya menyelami kedalaman dan keluasan maknaya, maka sekurang-kurangnya berilah kesempatan kepada mereka untuk ikut meneguk kenikmatan dan keagungan firman itu dengan membacanya. Betapa indah firman-firman itu dilantunkan dengan tartil,


(45)

Apalagi bila lantunan firman itu dibawakan dengan suara merdu dalam lagu dan gaya bahasa asalnya yang indah, bil luhun al-A’rab. Membaca al-Qur’an dengan cara demikian sungguh mengasyikan, tidak jemu pembacanya, tidak bosan pendengarannya.

Tidak heran bila Tilawah al-Qur’an hidup mengakar dan tumbuh subur dalam budaya Nusantara, bumi pemeluk Islam setia, meski mereka bangsa ‘ajam (non Arab). Ketika Tilawah al-Qur’an tumbuh melalui suatu pengajaran disuatu tempat terus akan merambah menyebah keranah lain tak terbendung. Dan ketika Tilawah al-Qur’an menyebar, para Qori bermunculan serta kelompok-kelompok pengajian tilawah al-Qur’an menjamur diberbagai daerah maka apresiasi itu secara kuantitatif dan kualitatif bermuara pada lomba membaca al-Qur’an yang lazim dikenal dengan sebutan Musabaqah

Tilawatil Qur’an (MTQ). Dengan apresiasi yang meriah kemudian MTQ

menjadi pesta budaya keagamaan yang penuh makna. Maka pemerintah Indonesia pun sejak tahun 1968 mengakomodasinya menjadi salah satu program rutin negara, sebagaimana negara-negara muslim lainnya. Karena melalui al-Qur’an itulah seluruh umat Islam bersatu padu terpanggil tanpa memandang faham atau aliran yang dianut, kelompok atau golongan yang menjadi apresiasinya.

Setiap mukmin yakin, bahwa membaca al-Qur’an saja sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda, sebab yang dibacanya itu adalah kitab Allah SWT. Al-Qur’an adalah sebagai bacaan


(46)

34

bagi orang mukmin, baik dikala senang maupun dikala susah, dikala gembira ataupun dikala sedih. Terlebih membaca al-Qur’an bukan saja menjadi amal dan ibadah, tetapi juga menjadi obor dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.

Bacaan al-Qur’an yang dapat memukau dan dapat melunakan hati adalah bacaan al-Qur’an yang baik bertajwid dan berirama yang merdu. Bila al-Qur’an itu dibaca dengan lidah yang fashih, dengan suara yang baik dan merdu akan memberi pengaruh kepada jiwa orang yang mendengarkannya, sehingga seolah-olah yang mendengarkannya sudah di alam ghaib, bertemu langsung dengan Khalik-nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 2 yang artinya sebagai berikut:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal : 2)

Membaca al-Qur’an itu terkandung unsur Ta’abbudi. Artinya

membaca al-Qur’an harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku menurut Shahibul Kalamnya. Para Sahabat Nabi, Tabi’in dan Imam-Imam Qira’at telah berijma’ mengenai bolehnya membaguskan suara dalam


(47)

membaca al-Qur’an dengan suara yang baik, ini mengandung beberapa manfaat, diantaranya:

a. Lebih meresap ke dalam hati dan memberi bekas kepada jiwa dan dapat memperhatikan pendengarnya

b. Memberikan dorongan untuk memperhatikan suara baik c. Sebagai media dakwah.

2. Sejarah Perkembangan Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ)

Memperindah suara, membaguskan dan mengangkat adalah berdasarkan sunnah Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, sejak masa Nabi Muhammad SAW tilawah telah dimulai berkembang. Banyak diantarnya Sahabat beliau yang terkenal dengan suaranya yang bagus dalam membaca al-Qur’an, seperti Abu Musa al-Asy’ari yang mendapat pujian dari Nabi Muhammad SAW, serta para sahabat, seperti Salim Maula, Abi Hudzaifah, Utbah Bin Amir, Alqomah bin Nakhai, Umar Bin Abdul Aziz.16

Setelah zaman Rasulullah SAW, kemudian tilawah berkembang lagi pada masa sahabat, masa tabi’in , masa tabi’in-tabi’in dan seterusnya. Dalam perkembangan ini muncullah para Qurra’ yang terkenal dari berbagai generasi dengan pesatnya.

Perlu diketahui bahwa perkembangan yang paling pesat dalam masalah tilawah adalah perkembangan yang ada di Mesir. Negara tersebut menjadi kiblat bagi seluruh Qurra’ dari segala penjuru dunia dewasa ini. Diantaranya Syaikh-Syaikh Qurra’ yang muncul dengan prestasi yang tinggi adalah Syaikh

16


(48)

36

Mahmud Khalil al-Husari, Syaikh Yusuf al-Maulawi, Syaikh ‘Abd. al-Siddiq Munsyawi, Syaikh Abd. Basit Abd. Somad, Syaikh Mahmud Ali al-Banna, Syaikh Abu al-Ainain Syu’aisya’ dan lain-lain.

Di Indonesia, Tilawatil Qur’an berkembang pesat karena menjadi bagian dari kebudayaan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana dilihat dalam buktinya pada:

a. Dalam berbagai upacara telah terbiasa dibuka dengan pembacaan al-Qur’an

b. Terdapat berbagai pengajian, kursus-kursus, diklat serta kegiatan-kegiatan lain yang bersifat individual Training Center tentang tilawatil Qur’an

c. Diselenggarakannya diberbagai Haflah Tilawah al-Qur’an

d. Dengan diselenggarakannya MTQ, baik tingkat Nasional yang

dilaksanakan oleh pemerintah maupun MTQ yang diselenggarakan oleh instansi-instansi maupun lembaga-lembaga.

3. Tata Cara Pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)

a. Cabang MTQ

Cabang tilawah al-Qur’an terdiri dari enam golongan yang bisa diikuti oleh kelompok pria (Qori) dan wanita (Qoriah), yaitu :

1) Golongan Tartil al-Qur’an 2) Golongan Anak-anak 3) Golongan Remaja 4) Golongan Dewasa


(49)

5) Golongan Cacat Netra 6) Golongan Qiraah Sab’ah b. Peserta MTQ

Peserta Musabaqah cabang Tilawah al-Qur’an adalah Qari atau Qariah yang memenuhi ketentuan umum dengan persyaratan umur sebagai berikut:

1) Golongan Tartil, umur maksimal 9 tahun 11 bulan 29 hari (10 tahun) 2) Golongan Anak-anak, umur maksimal 13 tahun 11 bulan 29 hari (14

tahun)

3) Golongan Remaja, umur maksimal 21 tahun 11 bulan 29 hari (22 hari) 4) Golongan cacat Netra, umur maksimal 40 tahun 11 bulan 29 hari (41

tahun)

5) Golongan Qiraat, umur maksimal 40 tahun 11 bulan 29 hari (41 tahun).

c. Qiraat

Qiraat Cabang Tilawah yang digunakan adalah Qiraat Imam Ashim riwayat Hafsh Thariq al-Syatibiyah dengan Martabat mujawwad.

d. Maqra

1) Maqra adalah ayat-ayat yang harus dibaca oleh peserta dalam

pelaksanaan Musabaqah yang ditetapkan oleh LPTQ untuk semua peserta pada MTQ atau STQ, baik pada babak penyisihan dan atau pada babak final


(50)

38

dalam babak final ditentukan sebagai berikut:

a) Golongan Tartil - Juz 1 s.d. Juz 10

b) Golongan Anak-anak - Juz 1 s.d. Juz 10

c) Golongan Dewasa - Juz I s.d. Juz 20

d) Golongan Dewasa - Juz 1 s.d. Juz 30

e) Golongan Cacat Netra - Juz 1 s.d. Juz 30

f) Golongan Qiraat - Juz 1 s.d. Juz 30

e. Susunan Lagu atau Irama yang dibawakan

1) Bayyaati

2) Shobah

3) Hijaz

4) Nahawan

5) Rast

6) Syika

7) Jiharka

f. Cara Penampilan 1) Babak Penyisihan

a) Penentuan Maqra

Penentuan maqra peserta yang akan tampil dilakukan sebagai berikut:

1. Peserta Dewasa, 10 menit sebelum naik mimbar tilawah 2. Pesera Tartil, Anak-anak dan Remaja, 16 jam sebelum tampil 3. Peserta Cacat Netra, 30 menit sebelum acara penampilan.


(51)

waktu pendaftaran. b) Penampilan

Penampilan peserta musabaqah dilaksanakan seperti berikut:

1. Giliran tampil:

a. Penampilan peserta diatur berdasarkan giliran

b. Penentuan giliran (urutan membaca) pada penampilan harian dilaksanakan 30 menit sebelum musabaqah dimulai.

2. Lama Penampilan

Lama penampilan bagin setiap peserta sebagai berikut:

a. Golongan Tartil : 5-7 menit (penyisihan dan final) b. Golongan Anak-anak : 7-8 menit (penyisihan dan final) c. Golongan Remaja dan

Cacat Netra : 8-9 menit (penyisihan dan final) d. Golongan Dewasa : 9-10 menit (babak penyisihan)

: 10-12 menit (babak final)

3. Cara Tampil

a. Peserta musabaqah cabang tilawah tampil dengan cara membaca maqra wajib melalui mushaf, baik babak penyisihan maupun babak final

b. Tanda persiapan, mulai, persiapan akhir dan selesainya waktu diatur oleh Majelis Hakim

c. Penentuan Finalis


(52)

40

Dewan Hakim

d. Pengumuman Finalis dilaksanakan oleh Dewan Hakim 2) Babak Final

a) Penentuan maqra

Penentuan maqra bagi semua golongan yang akan tampil sebagai berikut:

1. Maqra Golongan Dewasa, diberikan kurang lebih 10 menit sebelum naik mimbar tilawah

2. Maqra Golongan Remaja, Anak-anak dan Tartil diberikan 30 menit sebelum acara musabaqah

3. Maqra Golongan Cacat Netra:

a. Menyerahkan 3 maqra hafalan selain yang telah dibaca pada babak penyisihan selambatnya 4 jam sebelum tampil dan ditentukan 30 menit sebelum acara penampilan

b. Yang akan tampil membaca Mushaf Brille melaporkan selambatnya 5 jam sebelum tampil, selanjutnya ditentukan 30 menit sebelum acara penampilan.

b) Penampilan

1. Cara penampilan (giliran dan lama tampil) peserta pada babak final sama dengan cara penampilan pada babak penyisiahan 2. Penampilan finalis golongan remaja dilaksanakan

bersama-sama dengan penampilan finalis golongan dewasa. g. Cara Penilaian atau Perhakiman


(53)

1) Norma Penilaian

Cara penilaian Cabang Tilawah al-Qur’an adalah ketentuan-ketentuan penilaian yang diterapkan dalam perhakiman cabang tersebut, baik yang berhubungan dengan bidang da materi penilaian maupun yang berkaitan dengan teknis penilaian.

Norma penilian tersebut meliputi: bidang penilaian dan materi yang dinilai, ketentuan penilaian dan tata cara penilian

a) Bidang dan materi yang dinilai: 1) Bidang Tajwid dan materi:

a) Makharij al-Huruf

b) Shifat al-Huruf

c) Ahkam al-Huruf

d) Ahkam al-Mad wa al-Qashar.

2) Bidang Fashahah, dengan materi: a. Ahkam al- Waqf wa al-Ibtida

b. Mura’at al huruf wa al- Harakat

c. Mura’at al kalimat wal ayat.

3) Bidang Suara:

a. Kejernihan atau kebeningan suara b. Kehalusan suara

c. Kenyaringan suara d. Keutuhan suara


(54)

42

4) Bidang Lagu:

a. Lagu pertama dan penutup b. Jumlah lagu

c. Peralihan, keutuhan dan tempo lagu d. Irama dan gaya

e. Variasi. b) Kriteria Kesalahan

1) Bidang Tajwid dan Fashahah

a. Kesalahan Jali, yaitu kesalahan dalam pengucapan lafazd al-Qur’an yang merusak ketentuan-ketentuan qiraat atau bacaan menurut riwayat Hafsh, baik yang mengakibatkan rusaknya makna maupun tidak seperti, Pengucapan huruf

tho dibaca ta, Perubahan harakat kasrah dibaca fathah b. Kesalahan Khofi, yaitu kesalahan dalam pengucapan lapadz

sehingga menyimpang dari ketentuan Qiraat Ashim riwayat Hafsh, tetapi tidak merusak makna.

Kesalahan Khofi terbagi menjadi 2 bagian:

a. Kesahan Khofi yang hanya diketahui oleh Ulama Qiraat (theory), seperti meninggalkan idgham, idzhar, ikhfa, iklab, dan lain-lain

b. Kesalahan Khofi yang hanya diketahui oleh orang-orang yang mahir (practicy) dalam Qiraah seperti, Menggetar-getarkan huruf ra, Mendemonstrasikan nafas panjang tanpa menghiraukan norma al-Waqf wa al ibtida, dan lain-lain.


(55)

2) Bidang Suara dan Lagu

a. Lagu yang dipergunakan dalam cabang tilawah al-Qur’an adalah lagu-lagu Arabi yang sudah masyhur dikalangan para Qori/ Qori’ah, baik yang dianggap sebagai lagu Mishri maupun lagu-lagu Makkawi, seperti Bayyati atau Husaini,

Hijaz, Sika dan lain-lain dengan segala variasinya

b. Jumlah lagu yang harus dibawakan oleh golongan dewasa dan remaja minimal 5 jenis lagu, baik pada babak penyisihan maupun babak final

c. Jumlah lagu yang harus dibawakan oleh golongan anak-anak dan cacat netra minimal 4 jenis lagu baik pada babak penyisihan maupun babak final

d. Lagu pertama harus dimulai dengan lagu Bayyati atau

Husaini yang dibawakan minimal dengan tiga tangga nada, setelah itu baru pindah kepada jenis lagu yang lain. Dan juga haruis ditutup dengan lagu bayyati atau husaini. Ketentuan ini berlaku, baik pada babak penyisihan maupun babak final.

2) Perhakiman a) Personalia

1) Komposisi Majlis Hakim

Majlis Hakim tiap golongan pada cabang tilawah al-Qur’an terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota dibantu oleh seorang


(56)

44

panitera.

2) Ketua majlis merangkap sebagai anggota. Anggota adalah hakim penilai yang terdiri dari:

a. Hakim penilai bidang tajwid b. Hakim penilai bidang fashahah c. Hakim penilai bidang suara d. Hakim penilai bidang lagu. 3) Kompetensi yang diperlukan peserta

a. Memiliki suara yang bagus

b. Mampu membaca al-Qur’an dengan lancar c. Menguasai ilmu tajwid

d. Menguasai tausyih

e. Memahami makna secara lafdziyyah

f. Memahami Qiraat

g. Hafal al-Qur’an, minimal hafal Maqra yang akan dibaca. Pada MTQ, peserta dituntut untuk melakukan beberapa hal, antara lain: 1. Usaha memahami ayat-ayat al-Qur’an. Jika seorang Qori/ Qoriah

memahami makna ayat-ayat yang dibaca maka akan mampu melahirkan bacaan yang indah, syahdu serta disertai dengan tadabbur al-ma’ani. Bacaan demikian akan menimbulkan pengaruh bagi orang yang mendengarkan, sehingga pendengar ingin mengetahui isi yang terkandung didalamnya. Hal ini pernah terjadi pada MTQ Nasional ke-6 di Mataram.

“…..satu keluarga menyatakan masuk Islam karena pada mulanya hati mereka terketuk dengan bacaan al-Qur’an pada MTQ yang berlangsung


(57)

di kota itu”17

2. Berperilaku atau berakhlak sesuai dengan ajaran al-Qur’an. Peserta adalah penyampai Firman Allah, maka mereka harus mengawali pengamalan al-Qur’an pada dirinya sendiri. Adanya penilaian “adabuttilawah” dengan maksud untuk mendidik peserta agar berprilaku sesuai dengan kesucian al-Qur’an.

17


(58)

BAB III

GAMBARAN UMUM LEMBAGA PENGEMBANGAN TILAWATIL QUR’AN (LPTQ) PROVINSI DKI JAKARTA

A. Sejarah Berdiri LPTQ Provinsi DKI Jakarta

Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Daerah Khusus Ibukota Jakarta berdiri sejak tahun 1978. Dalam perjalanannya, LPTQ Provinsi DKI Jakarta telah banyak mewarnai perkembangan kegiatan Nasional, khususnya dalam bidang Tilawah, Tahfizh dan Tafsir al-Qur’an. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan Cabang/ Golongan pada musabaqah yang merupakan ide dan ditampilkan pertama kali dalam eksibisi MTQ Tingkat Nasional oleh LPTQ Provinsi DKI Jakarta.

Lebih jauh dari itu Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta mempunyai andil yang cukup besar dalam kelahiran LPTQ Nasional dan LPTQ se-Indonesia. Berdirinya LPTQ didasari Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 9 Tahun 1977 dan Nomor : 151 Tahun 1977 tentang Pembentukan Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an. Dalam konsideran Keputusan Bersama Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor : AGA-4/ 2/ 18 dan Nomor : 1151/ A/ K/ BKD/ 76 tanggal 31 Mei 1976 tentang Konsepsi Pelembagaan Musabaqah Tilawatil Qur’an.

Sejak berdirinya LPTQ Provinsi DKI Jakarta hingga Saat ini telah beberapa kali berhasil membawa nama harum Provinsi DKI Jakarta melalui


(59)

event MTQ/ STQ Timgkat Nasional maupun Internasional dan dalam sejarah per MTQan tahun 2006 LPTQ Provinsi DKI Jakarta mendapat piagam penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai prestasi terbanyak dalam kejuaraan MTQ Tingkat Nasional ke XXII tahun 2006 di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.

Adapun dasar hukum berdirinya LPTQ Provinsi DKI Jakarta ini adalah:

1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 2. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

3. Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Dalam Negeri RI

Nomor 9 Tahun 1997 tentang Pembentukan Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an

4. Keputusan Bersama Mentri Agama RI dan Menteri Dalam Negeri RI

Nomor 128 A Tahun 1988 dan Nomor 48 Tahun 1988 tentang Pengembangan Tilawatil Qur’an

5. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi da Tata Kerja Perangkat Daerah Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

6. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 98 Tahun 1978 tentang Pembentukan Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an DKI Jakarta


(60)

47

7. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1204/ 2008 tentang Pengangkatan Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an Provinsi DKI Jakarta.

B. Visi dan Misi LPTQ Provinsi DKI Jakarta

Visi:

Menjadi penggerak pengalaman al-Qur’an bagi terwujudnya masyarakat Jakarta yang Islami dan tersedianya SDM yang potensial, berkualitas serta mampu bersaing pada MTQ/ STQ Nasional maupun Internasional.

Misi:

1. Meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengalaman al-Qur’an dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat menuju tatanan kehidupan yang diridhoi Allah SWT.

2. Mempersiapkan Duta-duta Provinsi DKI Jakarta yang potensial dan berkualitas untuk mengikuti MTQ/ STQ Nasional maupun MTQ Internasional.

C. Tugas Pokok dan Fungsi LPTQ Provinsi DKI Jakarta

1. Tugas Pokok LPTQ Provinsi DKI Jakarta

a. Menyelenggarakan MTQ dan STQ berjenjang mulai tingkat kelurahan sampai tingkat Provinsi DKI Jakarta


(61)

c. Menyelenggarakan pembinaan dalam rangka menghadapi MTQ/ STQ: 1) Bidang Tilawah ( Seni Baca, Tajwid, Lagu dan Suara)

2) Bidang Tahfizh ( Hafalan al-Qur’an 1-30 Juz)

3) Bidang Tafsir ( Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris) 4) Bidang Khattil Qur’an ( Kaligrafi : Mushaf, Dekorasi dan Hiasan)

5) Bidang Fahmil Qur’an

6) Bidang Syarhil Qur’an

d. Meningkatkan pendidikan, penghayatan dan pengamalan serta usaha-usaha lain yang berkaitan dengan al-Qur’an

e. Meningkatkan pembinaan terhadap organisasi, lembaga, ma’had,

pesantren yang bergerak dalam bidang al-Qur’an

f. Meningkatkan pemahaman al-Qur’an melalui penterjemahan,

penafsiran, pengkajian, puitisasi dan klasifikasi ayat-ayat al-Qur’an. 2. Fungsi LPTQ Provinsi DKI Jakarta

a. Menyelenggarakan MTQ/ STQ berjenjang mulai dari Tingkat

Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/ Kotamadya sampai dengan Tingkat Provinsi DKI Jakarta

b. Menyelenggarakan pembinaan cabang Tilawah, Tahfizh, Tafsir,

Kaligrafi, Cerdas cermat isi kandungan al-Qur’an, Pensyarahan dan Puitisasi Terjemahan al-Qur ‘an

c. Meningkatkan pendidikan, pengkajian dan pengalaman serta usaha lain yang berkaitan dengan seni baca al-Qur’an


(62)

49

d. Meningkatkan pembinaan terhadap Organisasi dan Lembaga yang

bergerak dalam bidang al-Qur’an di Wilayah Provinsi DKI Jakarta. 3. Strategi Fungsional LPTQ Provinsi DKI Jakarta

a. Strategi Fungsional Pembinaan (Bidang Pembinaan)

1) Menggerakan partisipasi masyarakat Jakarta dalam mencari bibit dan membina para kader peserta MTQ/ STQ, terutama dari lingkungan masyarakat Jakarta sendiri

2) Mengkoordinasikan pembinaan para kader peserta MTQ/ STQ

dengan organisasi kemasyarakatan–keagamaan, khususnya yang bergerak dalam ilmu al-Qur’an, untuk dapat meningkatkan kemampuan para kader peserta MTQ/ STQ agar siap tampil dalam berbagai Musabaqoh Tingkat Nasional maupun Internasional 3) Meningkatkan kualitas ilmiah insan al-Qur’an

4) Menggerakkan keperansertaan masyarakat Jakarta untuk

pemahaman, penghayatan dan pengalaman al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

b. Strategi Fungsional Pendidikan dan Latihan (Bidang Diklat)

1) Menyelenggarakan pengkajian dan menyediakan bahan–bahan

yang diperlukan untuk penyelenggaraan diklat MTQ/ STQ

2) Menyelenggarakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan diklat

bagi para calon peserta MTQ/ STQ untuk memaksimalkan kemampuan,sehingga siap tampil dan berprestasi dalam Musabaqoh tingkat Nasional maupun Internasional


(63)

3) Menyiapkan dan Mengkoordinasikan para pelatih yang berkompeten dan berkualitas pada setiap bidang, cabang MTQ/ STQ

4) Mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan ilmiah di bidang al-Qur’an dan kepelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan wawasan para pelatih

5) Menyelenggarakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan diklat

bagi kader peserta MTQ/ STQ Nasional maupun Internasional. c. Strategi Fungsional Musabaqah dan Perhakiman (Bidang Perhakiman)

1) Menyiapkan dan mengkoordinasikanpara hakim yang berkompeten dan berkualitas pada bidang–bidang MTQ/ STQ untuk penyelenggaraan MTQ/ STQ Tingkat Provinsi DKI Jakarta

2) Mengkoordinasikan kegiatan pengembangan dan silaturahim para hakim dalam rangka peningkatan kemampuan dan wawasan tentang al-Qur’an dan bidang–bidang MTQ/ STQ

3) Mengkaji dan menyiapkan bahan–bahan yang diperlukan dalam bidang perhakiman

4) Mengkoordinasikan pelaksanaan MTQ/ STQ horizontal dan

vertikal di DKI Jakarta sehingga dapat berjalan dengan sukses dan menghasilkan para kader peserta MTQ/ STQ di tingkat Nasional dan Internasional yang berkualitas.

d. Strategi Fungsional Penelitian dan Pengembangan (Bidang Penelitian dan Pengembangan)


(64)

51

1) Mengadakan penelitian pelaksanaan MTQ dan STQ di semua

tingkatan

2) Pemetaan potensi calon peserta di semua cabang dan golongan 3) Mengevaluasi keberadaan dan kinerja LPTQ Tingkat Kecamatan

dan Kotamadya/ Kabupaten.

e. Strategi Fungsional Publikasi dan Dokumentasi (Bidang Publikasi dan Dokumentasi)

1) Menyebarluaskan informasi dan memasyarakatkam kegiatan LPTQ DKI Jakarta bekerja sama dengan berbagai media massa

2) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pendataan para ahli al-Qur’an dan sentra pembinaannya diseluruh DKI Jakarta

3) Menerbitkan dan menyebarluaskan buku, majalah, buletin, dan brosur yang berhubungan dengan pengembangan ilmu al-Qur’an dan MTQ.


(65)

QUR’AN (LPTQ) PROVINSI DKI JAKARTA MELALUI PROGRAM MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN (MTQ) TAHUN 2009

A. Implementasi Dakwah LPTQ Provinsi DKI Jakarta Melalui MTQ

Di Jakarta, sebagaimana daerah lain di Indonesia, pengenalan huruf al-Qur’an dimulai sejak anak berusia antara 3 hingga 5 tahun dengan cara mengaji di Mushalla atau Masjid. Di kala itu, belum ada kendala yang menyibukkan anak-anak untuk berkumpul di Mushalla pada sore hari. Pemandangan di kampung-kampung tahun 1960-an, terutama setelah penumpasan G30S PKI tahun 1965 menampakkan kesemarakan beragama, mushalla dan masjid selalu ramai. Sejak sore anak-anak menunggu maghrib dengan mengenakan sarung, baju koko, dan peci berbagai jenis di Mushalla atau Masjid. Anak-anak itu meninggalkan rumah mereka sambil membawa dan meletakkan al-Qur’an di atas kepala. Itu adalah bentuk hormat mereka terhadap al-Qur’an. Mereka tidak meletakkan al-Qur’an di ketiak atau dibiarkan ikut melambai bersama tangan mereka saat berjalan.

Usai shalat maghrib mereka duduk berjajar rapi mengelilingi meja menghadap guru atau mu’allim sambil membuka al-Qur’an. Satu persatu mereka membaca al-Qur’an dihadapan mu’allim itu. Wajah puas mereka tampak ketika mereka mampu membacanya ayat demi ayat dengan benar. Suasana pun menjadi riuh dengan suara anak mengaji yang bersaut-sautan.


(66)

53

Kadang, terdengar juga suara jeritan dan suara keras anak-anak yang berebut tempat untuk mendapat giliran lebih awal.

Setelah murid berhasil membaca huruf dan menyambungnya, lantas diperkenalkan membaca surat-surat pendek yang terdapat dalam Juz ke-30 atau yang populer dengan sebutan Juz ‘Amma, karena Juz tersebut dimulai dengan ayat ’amma yatasaaluun, surat An-Naba. Setelah selesai Juz ‘Amma mereka akan melanjutkan membaca surat Al-Baqaroh.

Mengaji al-Qur’an dihadapan guru mushafahah atau talaqqy adalah suatu keharusan bagi anak-anak zaman itu. Saat itu mereka mengaji dengan bacaan yang benar-benar teliti dalam mengucapkan setiap huruf, setiap kalimat atau ayat dengan tempo yang lambat demikian disebut dengan martabat tahqiq. Dengan talaqqy dihadapan guru secara tartil, seorang anak akan menguasai praktek bacaan yang benar sesuai hukum tajwid.

Persoalan membaca al-Qur’an dengan tartil demikian tidak sederhana. Hukum-hukum tajwid tidak cukup diketahui secara teoritis, tetapi harus dilatih secara praktek berkali-kali sehingga menjadi terbiasa. Belum lagi bacaan-bacaan yang asing, seperti dimana dan bagaimana membaca saktah, imalah, isymam dan lain sebagainya. Begitu juga cara berhenti (waqaf) yang benar dan cara memulai (ibtida) bacaan ketika waqaf dilakukan bukan pada tempat yang seharusnya.

Dalam implementasinya berdakwah melalui Musabaqah Tilawatil Qur’an, Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an melakukan beberapa langkah, diantaranya:


(67)

1. Kerjasama dengan Sentra-sentra al-Qur’an

Kerjasama dengan sentra-sentra al-Qur’an dimulai dari sentra pembinaan al-Qur’an usia dini sampai usia dewasa, seperti TPA, Madrasah-madrasah Islam (Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah) ataupun Sekolah-sekolah umum (SD, SMP, SMA) dan Pondok-pondok pesantren yang berada di DKI Jakarta.

Dalam kerjasama ini, LPTQ Provinsi DKI Jakarta memberikan kontribusi kepada sentra-sentra al-Qur’an tersebut, diantaranya menyiapkan pembinaan-pembinaan yang berkesinambungan di sentra-sentra al-Qur’an baik membina guru-guru ditempat tersebut dengan tenaga ahli atau pakar al-Qur’an maupun pengutusan langsung tenaga ahli untuk mengajar di tempat tersebut, memberikan bantuan-bantuan atau fasilitas penunjang pembinaan seperti al-Qur’an dan fasilitas lain sesuai dengan anggaran yang ada.

LPTQ juga mengadakan perlombaan-perlombaan di sentra-sentra al-Qur’an tersebut. Dengan tujuan untuk memotivasi anak-anak dalam belajar al-Qur’an, serta mencari kader-kader yang memiliki kemampuan dalam Qur’an baik dari segi membaca, menulis dan menafsirkan al-Qur’an dengan baik dan benar.

Pembinaan ini dalam rangka meningkatkan kemampuan di bidang Tilawah, Tahfizh, Tafsir, Kaligrafi, Fahmil dan Syahril Qur’an agar siap tampil di tingkat Provinsi DKI Jakarta,Nasional maupun Internasional.


(68)

55

Adapun Sentra-sentra al-Qur’an tersebut antara lain: a. PTIQ

b. IIQ

c. PONPES BAITUL QURRO

d. AL KAUTSAR

e. AL MAHBUBIYAH

f. UMMUL QURRO

g. LEMKA

h. AL ITQON

i. PPIQ

j. AL FATIMAH

k. AL MUKHLISIN

l. PONPES AR ROHMAH

m. PONPES AS SYIFA

n. PONPES DARUNNAJAH

2. Kerjasama dengan Media Elektronik

LPTQ Provinsi DKI Jakarta juga menjadikan media elektronik seperti radio dan televisi sebagai partner dalam rangka syiar Islam yang dalam hal ini berdakwah melalui MTQ. Diantara kerjasamanya yaitu mengadakan program acara seperti, kajian-kajian al-Qur’an dan perlombaan membaca al-Qur’an (MTQ) yang biasa diadakan pada bulan suci Ramadhan baik di radio maupun di televisi untuk kalangan masyarakat umum. Tujuannya agar masyarakat lebih termotivasi untuk


(1)

1. Struktur Organisasi LPTQ DKI Jakarta

KETUA PEMBINA

KETUA I KETUA HARIAN

KETUA UMUM

KETUA II

KETUA III

SEK. I, II, III

SEKRETARIAT SEK. UMUM

BENDAHARA

BIDANG DIKLAT

BIDANG LITBANG

LPTQ KOTAMADYA LPTQ KOTAMADYA LPTQ KOTAMADYA LPTQ KOTAMADYA LPTQ KOTAMADYA

KAB. ADM. KEP. SERIBU BIDANG PERHAKIMAN

BIDANG PUB. DAN

DOK BIDANG


(2)

2. Susunan Kepengurusan LPTQ Provinsi DKI Jakarta

SUSUNAN PENGURUS LPTQ PROVINSI DKI JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

JAKARTA NOMOR 1204/ 2008

TENTANG PENGANGKATAN PENGURUS LEMBAGA PENGEMBANGAN TILAWATIL QUR’AN (LPTQ) PROVINSI DAERAH IBUKOTA JAKARTA

Ketua Pembina : Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta H. Prijanto

Wakil Ketua merankap Anggota : Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Drs. H. Muhayat

Sekretaris merangkap Anggota : Asisten Kesmas Sekda Provinsi DKI Jakarta Ir. Aururora Tambunan, M.Si Wakil Sekretaris : Ka.Kanwil Depag Provinsi DKI

Jakarta

Angota

1. Ka. Bapeda Prov. DKI Jakarta 2. Ka. Dinas Bintal & Kesos

Prov. DKI Jakarta 3. Ka. Biro Keuangan Prov. DKI Jakarta


(3)

4. Rektor PTIQ Provinsi DKI Jakarta

5. Rektor IIQ Provinsi DKI Jakarta

6. Ketua MUI Provinsi DKI Jakarta

7. K.H. Yusuf Hamdani

8. Drs. H. Nasrulloh Jamaluddin, Lc

Pengurus Harian

Ketua Umum : Ka. Biro Adm. Kesmas Prov. DKI Jakarta

Ketua Harian : H. Heder A., S. Ip

Ketua I : Kepala Bagian Mental Spiritual & Kebud Biro Administrasi Kesma Setda Provinsi DKI Jakarta

Ketua II : Kabid Penamas Kanwil Depag Provinsi DKI Jakarta

Ketua III : Dra. Hj. Maria Ulfa, MA (Qoriah Internasional) SekretarisUmum : H. Mursani, S. Ag

Sekretaris I : Kepala Subbag Pemberdayaan Lembaga Mental Spiritual Biro


(4)

Adm. Kesma setda Prov. DKI Jakarta

Sekretaris II : Rohandi

Sekretaris III : H. Syahrir Ali Basya, SQ

Bendahara : Solikah

A. Bidang Pembinaan

Ketua : Drs. H. Muntaha Azhari, MA

(Dosen PTIQ Jakarta)

Anggota 1. Drs. H. D. Sirajuddin AR., M.Ag (Dosen UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta)

2. Drs. H. Ishomuddin Bisri, M. Hum (Dosen PTIQ Jakarta) 3. Drs. H. Muhammad Ali

(Unsur Masyarakat Qur’ani) B. Bidang Diklat

Ketua : DR. Hj. Umi Husnul Khotimah (Dosen IIQ Jakarta)

Anggota 1. H. Hasyim Ahmad

(Unsur Masyarakat Qur’ani) 2. DR. Hj. Faizah Ali


(5)

3. DR. Hj. Romlah Hidayati (Dosen IIQ Jakarta) C. Bidang Perhakiman

Ketua : Drs. H. A. Muhajir

(Unsur Masyarakat Qur’ani) Anggota 1. Drs. H. Ilhamuddin Qosim, MA

(Dosen PTIQ Jakarta)

2. H. M. Nafis Qurtubi, Lc, MA (Unsur Masyarakat Qur’ani) 3. Dra. Hj. Khodijatus Sholihah,

M. Ag (Dosen IIQ Jakarta) D. Bidang Litbang

Ketua : Prof. DR. H. Hamdani Anwar

(Dosen PTIQ Jakarta)

Anggota 1. DR. H. Ahmad Fathoni

(Dosen IIQ Jakarta)

2. DR. Hj. Sri Mulyati (Dosen IIQ Jakarta) 3. DR. H. A. Husnul Hakim

(Dosen PTIQ Jakarta) E. Bidang Pub. & Dok.

Ketua : Drs. H. Abdurrahim Hasan, M. Ag (Dosen PTIQ Jakarta)


(6)

Anggota 1. H.Masrur Ichwan,SQ (Dosen PTIQ Jakarta) 2. Tri Setiawan S.E 3. Armedias Marwan