from scientific and technical research, exchange of patent rights, and standardization of product”.
28
Kartel merupakan isu yang tidak pernah lepas dari kegiatan usaha khususnya dalam pasar yang berstruktur oligopoli. Perilaku ini melawan hukum
karena selain dilarang oleh undang – undang dan menjadi strategi pencapaian keuntungan maksimal maximum profit dengan cara menutup persaingan dan
mengambil keuntungan ekonomi konsumen. Kartel dapat terjadi dalam beberapa bentuk, contohnya para pemasok mengatur agen penjual tunggal yang membeli
semua output mereka dengan harga yang disetujui dan mengadakan pengaturan dalam memasarkan produk tersebut secara terkoordinasi.
29
Kartel dibentuk untuk mematikan pelaku usaha baru dengan menciptakan barrier to entry hambatan masuk. Keuntungan yang akan diraup oleh para
kartelis juga tidak sedikit, bahkan bisa mencapai triliunan dalam satu komoditas. Kartel diartikan bersifat sama dengan rentenir yang sangat merugikan konsumen.
2.4.2 Unsur-Unsur Perjanjian Kartel
Dalam Pasal 11 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikonstruksikan bahwa kartel adalah perjanjian horizontal untuk memengaruhi harga dengan
mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Unsur yang bisa diartikan sebagai kartel menurut Pasal 11, yaitu: 1. perjanjian dengan pelaku usaha saingannya;
2. bermaksud memengaruhi harga; 3. dengan mengatur produksi danatau pemasaran;
4. dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.
30
2.4.3 Dampak Terjadinya Perjanjian Kartel
Kartel biasanya dipraktikkan oleh beberapa pelaku usaha yang saling bekerjasama. Bahaya yang diakibatkan dari kerja sama antar pelaku usaha
tersebut baru akan muncul bila kegiatan yang dilakukan ditujukan untuk mengatur
28
Hermansyah. 2009. Pokok –Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Jakarta: Kencana, Hlm. 32.
29
Hermansyah, Op.Cit., Hlm. 33.
30
Arief Siswanto. 2002. Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hlm 85.
harga karena akan menghambat serta menghalangi terjadinya suatu persaingan yang sehat.
31
Di kebanyakan Negara, pengertian kartel meliputi perjanjian antara para pesaing untuk membagi pasar, mengalokasikan pelanggan, dan menetapkan
harga. Kartel diakui sebagai kolaborasi bisnis yang paling merugikan dengan cara mengontrol pasar untuk keuntungan mereka.
32
Secara klasik, kartel dapat dilakukan melalui tiga hal, yaitu dalam hal harga, produksi, dan wilayah pemasaran. Terdapat dua kerugian yang terjadi pada
kartel yaitu terjadinya praktik monopoli oleh para kartelis sehingga secara makro mengakibatkan inefisiensi alokasi sumber daya yang dicerminkan dengan
timbulnya deadweight loss atau bobot hilang yang umumnya disebabkan kebijaksanaan pembatasan produksi yang biasa dipraktikkan oleh perusahaan
monopoli untuk menjaga agar harga tetap tinggi dan dari segi konsumen akan kehilangan pilihan harga, kualitas yang bersaing, dan layanan purna jual yang
baik.
33
Perjanjian semacam kartel ini menyebabkan peminimalisasian atau bahkan meniadakan adanya persaingan dan menyebabkan konsumen tidak ada pilihan
terutama dalam hal harga beli karena semua barang sejenis telah diatur harganya sehingga menyebabkan mau tidak mau konsumen membeli meskipun dengan
harga tinggi atau tidak wajar. Hal tersebut menjadi sangat merugikan konsumen pada pelaku usaha tertentu yang sangat dibutuhkan, misalnya bila kartel tersebut
terjadi pada bisnis obat-obatan. Jika terjadi kartel di sana maka masyarakat sebagai konsumen akan dihadapkan dengan harga yang tidak wajar atau pilihan
yang tidak semestinya karena tidak adanya persaingan dan pengupayaan untuk menghilangkan atau meminimalisir persaingan.
31
Johnny Ibrahim. 2007. Hukum Persaingan Usaha. Malang: Bayumedia Publishing. Hlm. 230.
32
Anna Maria Tri Anggraini. 2003. Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Perse Illegal dan Rule of Reason. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Hlm. 207.
33
Mustafa Kamal Rokan. 2010. Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 106.
2.5 Persekongkolan 2.5.1 Pengertian Persekongkolan