Evaluasi Debit di Daerah Aliran SungaiHapasuk HPHTI PT. Toba Pulp Lestari

EVALUASI DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI
HAPASUK HPHTI PT.TOBA PULP LESTARI

Hasil Penelitian

Oleh :
IWAN F. NABABAN
021202035/BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii

PENDAHULUAN
Latar Belakang..................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah aliran sungai (DAS) ................................................................................. 4
Pola drainase dan sistem aliran sungai.................................................................. 5
Karakteristik daerah aliran sungai ........................................................................ 7
Bentuk bentuk daerah aliran sungai ...................................................................... 8
Evaluasi kualitatif ................................................................................................ 9
Hubungan hutan dengan sedimentasi ................................................................. 11
Pengaruh hutan terhadap tata air (Hidrologis) .................................................... 12
Pengaruh hutan terhadap erosi ........................................................................... 13
Pengaruh hutan terhadap banjir .......................................................................... 14
Pengaruh hutan terhadap persedian air ............................................................... 15
Gambaran umum hutan tanaman industri ........................................................... 16
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan luas .................................................................................................... 18
Bentuk dan Jaringan Drainase ............................................................................ 18
Jenis vegetasi ..................................................................................................... 18

Jenis Tanah dan Topografi ................................................................................. 18
Iklim ................................................................................................................. 19
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................................... 19
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Penelitian ............................................................................................... 20
Bahan dan Alat .................................................................................................. 20
Metode Penelitian .............................................................................................. 20
Analisa Data ...................................................................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bentuk Luas Penampang DAS Hapasuk ............................................................. 26
Lengkung Kalibrasi DAS Hapasuk .................................................................... 29
Analisis Sedimentasi DAS Hapasuk ................................................................... 30

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan........................................................................................................ 35
Saran ................................................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini tepat pada
waktunya.
Adapun judul dari hasil penelitian ini adalah “Evaluasi Debit di Daerah Aliran
Sungai Hapasuk HPHTI PT. Toba Pulp Lestari “.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing saya bapak Bejo Slamet S.Hut. M.Si sebagai
ketua komisi pembimbing dan bapak Achmad Siddik Thoha S.Hut. M.Si sebagai anggota
komisi pembimbing penulis serta kedua orang tua saya yang selalu membantu saya dalam
memberikan doa, dukungan dan material, serta teman-teman seperjuangan saya yang
selalu membantu saya dalam menyelesaikan hasil penelitian dalam bentuk dukungan,
semangat dan masukan agar tersusun dengan baik.
Penulis juga menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun hasil
penelitian ini sehingga kedepan dapat berguna. Akhirnya penulis mengucapkan terima
kasih semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Medan,

Desember 2008

Iwan F.Nababan

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN


Latar Belakang

Debit aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam satuan SI
besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik (m3/dtk). Data debit atau
aliran sungai merupakan informasi yang paling penting dalam pengelolaan air.
Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir.
Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi
pemanfaatan air untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim kemarau
panjang. Debit aliran rata – rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi
sumber daya yang dapat dimanfaatkan dari suatu aliran sungai (Asdak, 1995).
Proses alih ragam curah hujan menjadi debit sebenarnya melalui dua
tahap. Tahap pertama fungsi produksi, yaitu perubahan dari hujan bruto menjadi
hujan efektifyang kemudian bergerak menuju jaringan aliran terdekat, dan tahap
kedua adalah fungsi transfer yang mentransfer air dari titik masuknya di jaringan
aliran sampai outlet yang diekspresikan dalam bentuk kurva hidrograf satuan
sesaat yang merupakan fungsi debit aliran terhadap waktu (Dooge, 1973 ).
Penutupan lahan oleh vegetasi sangat mempengaruhi debit dan kualitas air
sungai. Air yang jatuh melalui proses presipitasi ke permukaan tanah tertahan oleh
vegetasi tanaman (tajuk tanaman) dan serasah yang terdapat daerah hutan masuk

ke aliran sungai sehingga proses pemecahan partikel-partikel tanah semakin kecil
dan partikel tanah tidak terbawa langsung ke badan sungai atau. Vegetasi dan

Universitas Sumatera Utara

serasah dapat mengurangi laju kecepatan air yang akan membawa sedimentasi dan
bahan bahan kimia yang digunakan pihak HPHTI sehingga kualitas air diharapkan
dapat terjaga dengan baik.
Perubahan iklim yang terjadi dari waktu kewaktu yang semakin tidak
menentu dapat mengakibatkan perubahan debit, tingkat sedimentasi dan tinggi
muka air pada DAS. Penelitian tentang hubungan dari debit, sedimentasi dan
tinggi muka air dengan menggunakan regresi diharapkan dapat mewakili data
yang mendukung terhadap perubahan yang terjadi pada DAS tersebut sehingga
dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar DAS tidak merugikan.
Selain berpengaruh terhadap besarnya debit yang terukur, keberadaan
vegetasi juga berpengaruh terhadap kualitas air terutama kandungan sedimen
yang terbawa oleh aliran. Untuk itu perlu juga dilakukan penelitian mengenai
sedimen yang terbawa oleh aliran air sungai agar dapat diketahui kemampuan
tutupan lahan vegetasi dalam mengurangi erosi.


Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dilakukan untuk :
1. Untuk menngetahui fluktuasi debit air Sungai Hapasuk
2. Mengetahui tingkat sedimentasi di daerah aliran sungai Hapasuk
3. Mendapatkan hubungan antara debit air dengan sedimentasi dan tinggi
muka air daerah aliran sungai Hapasuk

Universitas Sumatera Utara

Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah debit akan berfluktuasi bersamaan
dengan berfluktuasinya curah hujan yang jatuh di daerah aliran sungai Hapasuk.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk
mendapatkan besar fluktuasi debit aliran sungai dan hubungan antara debit,
sedimen dan tinggi muka air.

Universitas Sumatera Utara


TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai (DAS)
Suatu DAS adalah Daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik
tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS – DAS disebelahnya oleh
suatu pembagi (devide), atau punggung bukit/gunung yang dapat ditelusuri pada
peta topografi. Semua air permukaan yang berasal dari yang di kelilingi oleh
pembagi tersebut dialirkan melalui titik terendah pembagi, yaitu tepat yang dilalui
oleh sungai utama pada DAS yang bersangkutan (Linsley dan Franzini, 1989).
Pengetahuan tentang proses – proses hidrologi yang berlangsung dalam
ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumberdaya air dalam skala
DAS. Dalam sistem hidrologi ini, peranan vegetasi sangat penting karena
kemungkinan intervensi manusia terhadap unsur tersebut amat besar. Vegetasi
dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dalam hubungannya dengan air, dapat
mempengaruhi kondisi permukaan tanah, dan dengan demikian mempengaruhi
besar kecilnya aliran permukaan (Asdak, 2002).
Dalam suatu DAS, anak sungai dibagian atas akan bersambung dengan
anak sungai yang lebih besar dibawahnya. Setiap anak sungai menghasilkan
hidrograf aliran yang menunjukkan respon DAS terhadap curah hujan. Respon
tersebut diwujudkan dalam bentuk kurva hidrograf aliran kemudian dapat

dimanfaatkan untuk mengevaluasi kondisi hidrologi DAS yang bersangkutan.
Ketika satu anak sungai bergabung dengan anak sungai yang lain dibawahnya,
aliran air kedua anak sungai tersebut akan menjadi satu, tetapi debit puncak untuk
kedua anak sungai tersebut tidak terjadi secara bersamaan. Debit puncak untuk

Universitas Sumatera Utara

satu anak sungai mungkin telah terlampaui, sementara pada anak sungai
berikutnya debit puncak akan segera terjadi. Pengaruh ketidaksamaan waktu
terjadinya debit puncak pada masing – masing anak sungai tersebut dapat
menurunkan besarnya debit puncak total pada sungai utama (Damanhuri, 1997).

Pola Drainase dan Sistem Aliran Sungai
Kedudukan aliran sungai dapat diklasifikasikan secara sistematik
berdasarkan urutan daerah aliran sungai. Setiap aliran sungai yang tidak
bercabang disebut sub DAS urutan pertama. Sungai dibawahnya yang hanya
menerima aliran dari sub DAS urutan pertama disebut sub-DAS urutan kedua, dan
demikian seterusnya. Oleh karenanya, suatu DAS dapat terdiri dari sub-DAS
urutan pertama, sub DAS urutan Kedua dan seterusnya (Asdak, 2002).
Tipe pola radial biasanya dijumpai di daerah lereng gunung api atau

daerah

dengan berbentuk kubah. Pola rektangular terdapat di deerah batuan

kapur. Tipe dari pada pola sungai terdiri dari beberapa jenis yaitu dendritik, trellis,
multi basin, dan radial. Paling umum tipe dendritik dengan karakteristik terjadinya
penyatuan daripada banyak anak – anak sungai yang kecil menjadi sungai dengan
tingkat yang lebih tinggi. Kemudian membentuk sungai besar disuatu daerah.
Anak sungai tersebut sering kali terjadi karena adanya aliran permukaan dengan
jumlah yang mencukupi dari curah hujan yang tidak masuk kesaluran yang sudah
ada. Pola trellis memiliki karakteristik sungai utama yang panjang dapat
menerima anak sungai pendek dari berbagai sudut. Pola multi-basin juga dikenal
dengan sistem gila (deranged) yang terjadi di daerah payau, kemiringan rendah
dan secara normal hanya memiliki sedikit anak sungai (Viessman et.al, 1989).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Pola drainase daerah aliran sungai ( Soewarno, 1991)

Sistem (aliran) sungai diklasifikasikan sebagai sistem influent, effluent,

dan intermitten. Sistem aliran sungai influent adalah aliran sungai yang memasok
(memberikan masukan) air tanah. Sebaliknya aliran sungai sistem effluent,
sumber aliran sungai berasal dari tanah. Sistem aliran ini umumnya berlangsung
sepanjang tahun. Oleh karena adanya sering disebut juga aliran tahunan atau
parennial stream. Sistem aliran terputus atau intermitten umumnya berlangsung
segera setelah terjadinya hujan besar. Aliran jenis inilah yang umumnya menjadi
sumber air dari apa yang dikenal sebagai air tanah musiman (parched water
table). Dalam suatu DAS, dapat dijumpai kombinasi dari berbagai sistem aliran
sungai tersebut (Asdak, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Klasifikasi geologi terhadap sistem aliran sungai (Asdak, 2002)

Karakteristik Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai merupakan daerah dimana semua air mengalir ke
dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini pada umumnya dibatasi oleh
topografi, yang berarti ditetapkan berdasar aliran air permukaan. Batas ini tidak
ditetapkan berdasar air bawah tanah karena air tanah selalu berubah sesuai dengan
musim dan tingkat pemakaian, nama DAS ditandai dengan nama sungai yang
bersangkutan dan dibatasi oleh titik kontrol, yang umumnya merupakan stasiun
hidrometri. Penetapan batas DAS sangat diperlukan untuk analisis, penetapan ini
mudah dilakukan dari peta topografi untuk bagian sungai sebelah hulu
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Daerah

aliran

sungai

adalah

daerah

tempat

presipitasi

ini

mengkonsentrasikan jatuhnya air ke sungai melalui permukaan tanah, garis batas

Universitas Sumatera Utara

daerah aliran sungai yang memiliki luas pada peta topografi, daerah aliran sungai,
topografi, tumbuh-tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh terhadap debit
banjir, debit aliran sungai dasar dan seterusnya (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Bentuk – Bentuk Daerah Aliran Sungai
Sosradarsono dan Takeda (2003) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk DAS
yang umum dijumpai adalah :
• Daerah aliran sungai berbentuk bulu burung
Jalur daerah kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke
sungai utama disebut daerah pengaliran bulu burung. Daerah pengaliran yang
demikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari
anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjir berlangsung agak lama.


Daerah aliran sungai berbentuk radial (menyebar)
Daerah aliran sungai yang berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anak-

anak sungai menkonsentrasikan kesuatu titik secara radial disebut daerah aliran
sungai radial. Daerah aliran sungai dengan bentuk demikian mempunyai banjir
yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai.


Daerah aliran sungai berbentuk pararel
Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah aliran sungai yang

bersatu di bagian hilir. Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai


Daerah aliran sungai yang kompleks
Hanya beberapa buah daerah aliran sungai yang mempunyai bentuk-bentuk ini

dan disebut daerah aliran sungai yang kompleks.

Universitas Sumatera Utara

Evaluasi Kualitatif
Dalam penyusunan model hidrologi, titik berat analisis dipusatkan pada
proses pengalihragaman (transformation) hujan menjadi debit melalui sistem
DAS. Semua komponen yang berpengaruh dalam proses ini perlu diamati dan
ditelaah dengan cermat. Baik komponen hidrologi, meteorologi, geologi, secara
kuantatif memberikan informasi tentang sifat masing-masing komponen maupun
hubungan antar komponen dan kemungkinan jangkau nilai-nilai ekstrem yang
terjadi di sistem DAS yang dimaksud (Sri Harto, 1993).
Sifat topografik DAS, berupa gunung, jurang, lereng yang sangat
bervariasi dari suatu tempat ketempat lainnya. Pola tata guna lahan yang
cenderung berubah pada setiap saat juga perlu mendapatkan perhatian. Perubahan
yang terjadi lebih banyak disebabkan oleh intensitas kegiatan manusia
(human activities), yang dapat menimbulkan perubahan sifat hidrologik secara
perlahan ataupun perubahan secara mendadak. Keduanya perlu diperhatikan dan
diantisipasi sebaik-baiknya (Sri Harto, 1993).
Debit aliaran (Q) yang keluar dari ujung bawah (outlet) suatu DAS selalu
menjadi fokus perhatian untuk evaluasi hidrologi, terutama debit banjir (flood
flows) dan debit puncak (peak flows). Kedua jenis aliran air dalam sungai tersebut
menjadi indicator respon DAS terhadap masukan yang berupa hujan. Dalam hal
ini perlu ditekankan bahwa dalam evaluasi hidrologi dalam skala DAS, penting
sekali untuk memperoleh data aliran air yang bervariasi, dari mulai aliaran kecil
(low flow) hingga debit banjir (peak flow). Cara yang biasa dilakukan adalah
dengan melempar alat apung ketengah aliran sungai, kemudian mengukur waktu
yang diperlukan untuk mencapai jarak yang telah ditentukan. (Soewarno, 1991).

Universitas Sumatera Utara

Sedimen adalah hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan, erosi
parit, atau jenis erosi lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah
kaki bukit, di daerah genangan banjir, sungai dan waduk. Sedimen sering
dijumpai di dalam sungai, baik terlarut atau tidak terlarut, adalah produk dari
pelapukan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama perubahan
iklim. Hasil pelapukan batuan induk tersebut dikenal dengan partikel-partikel
tanah. Oleh karena adanya transpor sedimen menyebabkan pendangkalan sungai,
waduk, saluran irigasi, dan terbentuknya tanah baru dipinggir yang berbentuk
delta-delta sungai (Effendy, 2003).
Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah serta
komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya, maka dikenal dengan
berbagai macam jenis sedimen seperti pasir, liat, dan lain sebagainya. Tergantung
dari ukuran partikelnya, sedimen ditemukan terlarut dalam sungai atau disebut
muatan sedimen dan merayap didasar sungai atau dikenal sebagai sedimen
merayap (bed load). Jenis sedimen dibedakan atas 4 jenis sedimen yaitu: liat
ukuran partikelnya < 0,0039, debu ukuran partikelnya 0,0039 – 0,0625, pasir
ukuran partikelnya 0,0625 – 2,0 dan pasir besar ukuran partikelnya 2,0 – 64,0
(Asdak, 2002).
Kajian terhadap contoh sedimen sangat berguna untuk penentuan sifat fisik
sedimen serta komposisi kandungannya. Interpretasi terhadap informasi tentang
sifat fisik dan komposisi kandungan sedimen sangat penting untuk dikembangkan
menjadi kajian lanjutan untuk analisis dinamika batimetri, ketahanan tanah,
potensi penambangan atau pencemaran. Sedimen yang berukuran besar misalnya :
pasir kasar, kerikil cenderung resisten terhadap gerakan arus. Jika kekuatan arus

Universitas Sumatera Utara

cukup besar, sedimen tersebut cenderung terangkut dengan kontak yang kontiniu
(mengelinding, meluncur, atau melompat-lompat) dengan dasar perairan. Sedimen
yang berukuran kecil cenderung terangkut sebagai suspensi dengan kecepatan dan
arah yang mengikuti kecepatan arah arus (Poerbandono dan Djurnarsjah, 2005).

Hubungan Hutan dengan Sedimentasi
Aktivitas pemanfaatan lahan antara lain adalah dalam bentuk pembalakan
hutan, perubahan tata guna lahan, pembuatan bangunan-bangunan konservasi
tanah dan air, pengembangan tanaman pertanian dan aktivitas lain yang bersifat
mengubah kondisi permukaan tanah biasanya dikonsentrasikan di daerah hulu dan
tengah suatu DAS. Pemanfaatan lahan tersebut dapat meningkatkan jumlah
mineral dan komponen komponen organik dan anorganik lain yang terangkut
masuk ke dalam sungai dan pada gilirannya dapat menimbulkan dampak yang
signifikan terhadap keseimbangan ion-ion yang ada dalam suatu daerah aliran
sungai (Asdak, 2002).
Dampak yang ditimbulkan oleh adanya pembalakan hutan adalah
sedimentasi yang besarnya bisa mencapai dua hingga tiga kali daripada normal.
Muatan sedimen meningkat dari 180 ppm sebelum pembalakan menjadi 320 ppm
selama tahun pertama setelah pembalakan (Hamilton dan King, 1983 dalam
Harto, 1991). Perbedaan besarnya sedimentasi pada waktu yang berbeda tersebut
disebabkan oleh adanya karakteristik aliran hujan yang berlangsung di tempat
penelitian tersebut. Sedangkan sumber utama sedimen berasal dari tempat yang
dianggap rentan untuk terjadinya erosi seperti lokasi jalan hutan yang tidak
dilengkapi dengan sarana pembuangan air, jalan sarad yang berdekatan atau

Universitas Sumatera Utara

sejajar dengan aliran sungai dan tempat tempat lain yang memiliki kemiringan
lereng besar (Asdak, 2002).

Pengaruh Hutan Terhadap Tata Air (Hidrologi)
Seperti juga pengertian pada bagian sebelumnya, pengertian rusaknya
sumber daya air dan sumber-sumber air dapat diartikan sebagai terjadinya
perubahan baik langsung maupun tidak langsung terhadap air dan sumber air yang
mengakibatkan air dan sumber air tersebut menjadi tidak dapat lagi mendukung
pembangunan yang berkelanjutan. Pada dasarnya air terdapat di bumi ini dalam
suatu siklus yang disebut siklus hidrologi, sehingga dapat dipahami kerusakan air
dan sumber air terjadi akibat terganggunya siklus tersebut. Gambar 3.
menunjukkan proses terjadinya hujan sampai ke tanah dan mengalirkannya ke
badan sungai (Andreanov dan Trihono, 2003).

Gambar 3. Siklus Hidrologi (Andreanov dan Trihono, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3 menunjukkan bahwa keberadaan air di bumi sangat tergantung
dari baik-buruknya siklus hidrologi yang berjalan. Jika kita dapat menjaga siklus
hidrologi, dalam artian tetap membuat siklus tersebut berjalan alamiah, dimana air
yang harusnya meresap ke dalam tanah dibiarkan untuk meresap agar menjadi air
tanah, air permukaan dijaga agar tidak tercemar sehingga dapat dimanfaatkan, air
hujan yang turun ke bumi melewati atmosfer yang bersih sehingga menjadi air
angkasa yang berkualitas baik tentu keberadaan air dan sumber-sumber air
(Andreanov dan Trihono, 2003).
Terganggunya siklus hidrologi yang mengakibatkan suplai air menjadi
berkurang ditiap kondisi yang dilewati dalam siklusnya akan mengakibatkan
dampak yang sangat luas, antara lain : kekeringan yang mengakibatkan gagal
panen sehingga berlanjut pada krisis pangan, kesehatan yang mengakibatkan
terjadinya penyakit dimana-mana, khususnya penyakit yang dikatagorikan sebagai
waterborne desease (Andreanov dan Trihono, 2003).

Pengaruh Hutan Terhadap Erosi
Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah : (1) melindungi
permukaan tanah dari permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan
kecepatan terminal dan memperkecil diamater air hujan), (2) menurunkan
kecepatan dan volume air larian, (3) menahan partikel tanah pada tempatnya
melalui

sistem

perakarannya

dan

serasah

yang

dihasilkan,

dan

(4)

mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (Arsyad, 2000).
Dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah-tidaknya tanah
tererosi, harus dilihat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur

Universitas Sumatera Utara

tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan
memperkecil diameter tetesan air hujan. Telah dikemukakan bahwa yang lebih
berperan dalam menurukan besarnya erosi adalah tumbuhan bawah karena
tumbuhan bawah merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan
besar-kecilnya erosi. Dengan kata lain, semakin rendah atau rapat tumbuhan
bawah semakin efektif pengaruh vegetasi dalam melindungi permukaan tanah
terhadap ancaman erosi karena tumbuhan bawah akan menurunkan kecepatan
aliran terminal air hujan, dan dengan demikian, menurunkan besarnya tumbukan
tetesan air hujan kepermukaan tanah. Oleh karenanya, dalam melaksanakan
program konservasi tanah dan air melalui cara vegetatif, sistem pertanaman
(tanaman pertanian) dan pengaturan struktur tegakan (vegetasi hutan) diusahakan
agar tidak terjadi erosi (Arsyad, 2000).

Pengaruh Hutan Terhadap Persedian Air
Kegiatan tata guna lahan yang bersifat mengubah bentang lahan dalam
suatu DAS sering kali dapat mempengaruhi hasil air (water yield). Pada batas
tertentu, kegiatan tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi kualitas air.
Pengaruh yang sama juga dapat terjadi oleh aktivitas pembalakan hutan (forest
logging) yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh negara-negara tropis,
terutama yang masih memiliki hutan yang cukup luas. Pembalakan hutan,
perubahan dari satu jenis vegetasi hutan menjadi jenis vegetasi hutan yang
lainnya, perladangan berpindah, atau perubahan tata guna lahan hutan menjadi
areal pertanian atau padang rumput adalah contoh-contoh kegiatan yang sering
dijumpai pada negara berkembang. Terjadinya perubahan tataguna lahan dan jenis

Universitas Sumatera Utara

vegetasi tersebut, dalam skala besar dan bersifat permanen, dapat mempengaruhi
besar-kecilnya hasil air. Meskipun masih dalam perbedaan pendapat, pembabatan
hutan (biasanya mengacu kepada hutan tropis) secara meluas dikhawatirkan dapat
mempengaruhi distribusi dan pola curah hujan dan perubahan iklim lokal, regional
dan bahkan lokal global (Hariyadi, 1988).
Pengelolaan vegetasi, khususnya vegetasi hutan, dapat mempengaruhi
waktu dan penyebaran aliran air. Beberapa pengelola DAS beranggapan bahwa
hutan dapat dipandang sebagai pengatur aliran air (streamflow regulator), artinya
bahwa hutan dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya pada
musim kemarau. Konsenkuensi logis dari adanya anggapan seperti itu adalah
bahwa keberadaan hutan dapat menghidupkan mata-mata air yang telah lama
tidak mengalirkan air, keberadaan hutan dapat mencegah terjadinya banjir besar
(flash flood) dan kemudian menjadi kelihatan logis bahwa hilangnya areal hutan
akan mengakibatkan terjadinya kekeringan atau bahkan mengubah daerah yang
sebelumnya tampak hijau dan subur menjadi daerah seperti padang pasir
(desertification). Anggapan diatas tersebut, pada banyak kasus tidak sesuai
dengan hasil-hasil penelitian hidrologi hutan yang telah banyak dilakukan di
daerah berilklim sedang (temperate zone) maupun didaerah tropis. Oleh karena
itu, lebih didasarkan pada anggapan atau mitos daripada kenyataan, bahkan di
negara yang sudah majupun sekalian. Namun demikian, harus diakui bahwa
adanya anggapan tersebut telah mengilhami meluasnya gerakan konservasi air dan
tanah dibeberapa negara Eropa lainnya ( Hariyadi,1988).

Universitas Sumatera Utara

Gambaran Umum Hutan Tanaman Industri
Hutan tanaman industri muncul dilatar belakangi oleh kebutuhan kayu
untuk keperluan industri dan kebutuhan papan bagi masyarakat yang semakin
meningkat. Pada saat ini sumber daya alam (kayu) di hutan semakin berkurang,
dimana permintaan dan kebutuhan industri dan masyarakat sebagai konsumen
produk hasil hutan semakin meningkat jumlahnya. Untuk menanggulangi masalah
tersebut maka muncullah pembangunan hutan tanaman industri (HTI) yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan/kualitas lingkungan hidup dan
membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan bagi masyarakat sekitar
hutan (Iskandar et al., 2003).
Kehutanan merupakan suatu kegiatan yang bersangkut paut dengan
pengelolaan ekosistem hutan dan pengurusannya, sehingga ekosistem tersebut
mampu memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Tujuan pembangunan
kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang
terdiri atas, pengelolaan hutan produksi berfungsi ekonomi dan ekologi yang kuat
atau seimbang, pengelolaan hutan konservasi yang berfungsi ekologi. Pengelolaan
hutan kebun raya sebagai fungsi ekonomi. Saat sekarang telah ditetapkan bahwa
pembangunan kehutanan dan perkebunan dititikberatkan pada pemanfaatan
sumber daya hutan dan kebun pada kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial
secara simbang (Arief, 1994).
Defenisi hutan menurut pendapat Organisasi Pertanian dan Pangan
Persatuan Bangsa-Bangsa (FAO), berdasarkan hasil rumusan pada konverensi
kayu di Bretton pada tahun 1944, adalah Seluruh lahan yang menunjang
kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi

Universitas Sumatera Utara

ataupun tidak, dapat menghasilkan kayu atau lainnya, mempengaruhi iklim atau
tata air atau memberikan tempat tinggal untuk binatang ternak dan suaka alam
(Loetsch dan Halter, 1964).
`

Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu danTempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan mulai April –Mei 2008 di
Hutan Tanaman Industri PT.Toba Pulp Lestari.Tbk Sektor Aek Nauli dan di
laboratorium PT. Toba Pulp Lestari.Tbk di Porsea.

Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi penutupan
lahan DAS Hapasuk, Peta kontur Wilayah Penelitian, Peta sub DAS Hapasuk dan
data curah hujan yang terjadi di sektor Aek Nauli.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkat ukur, meteran
(50 m), gabus, stopwatch, kalkulator, botol sampel air, gelas ukur, termos tempat
sample air, cool box, blanko isian, alat tulis.
Metode Penelitian
1. Pengukuran Kadar Air Sedimentasi
a. Dibuat alat pengukuran kadar air pada daerah penelitian,
dimasukkan ke dalam botol sampel air kemudian

dihitung

untuk setiap harinya dengan persamaan :
KA = BB – BK
BK

x 100%

Dimana : BB = berat basah
BK = berat kering

Universitas Sumatera Utara

2. Pengukuran debit
Prosedur pengukuran debit terdiri dari 2 bagian yaitu pengukuran
kecepatan aliran sungai dan luas penampang basah. Adapun prosedur
pengukuran untuk kedua parameter tersebut adalah :
2. a. Pengukuran kecepatan aliran yang dilakukan dengan cara :
a) Dibuat pembuatan titik stasioner dengan jarak 10 meter antara titik
stasioner A ke B
b) Dibuat pelampung dengan ukuran 5x5x5 cm kemudiaan sebelum
titik stasioner A pelampung dijatuhkan
c) Dihitung waktu tempuh pada saat pelampung tepat berada dititik
stasioner A dengan menggunakan alat penghitung (stop watch)
d) Setelah diperoleh hasil perhitungan waktu dari A ke B kemudian
dihitung kecepatan rata-ratanya.
e) Untuk mendapatkan nilai rata – rata maka pengukuran dilakukan
dengan ulangan sebanyak 3 kali
2.b. Pengukuran luas penampang yang dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a) Diukur lebar aliran dengan menggunakan meteran.
b) Dilakukan pengukuran kedalaman aliran dengan menggunakan alat
ukur kedalaman di setiap vertikal yang telah ditentukan jaraknya
c) Dilakukan perhitungan debit dengan rumus sebagai berikut
(Soewarno, 1991) :
Q=AxV
Keterangan : Q = Debit aliran sungai (m3/detik)
A = Luas penampang sungai (m2)
V = Kecepatan rata-rata air sungai (m/detik)

Universitas Sumatera Utara

3. Penentuan Sedimentasi
Penentuan sedimentasi ditentukan di laboratorium. Metode yang
digunakan yaitu metode penyaringan. Prosedur kerja yang dilakukan dengan
metode penyaringan adalah sebagai berikut :
a. Contoh sedimen di dalam botol terlebih dahulu dikocok
b. Contoh air dituangkan dalam corong yang sudah dipasang kertas
saring (dan sudah dihubungkan dengan pompa vakum), serta
kemudian air saringannya ditampung dalam Erlenmeyer
c. Setelah contoh sedimen semuanya disaring, kemudian kertas saring
yang berisi endapan sedimen dimasukkan oven pada suhu 105o C
d. Kertas saring dimasukkan ke dalam eksikator, setelah dingin
ditimbang, sehingga diperoleh berat kertas saring dengan
sedimennya
Untuk

menentukan

konsentrasi

sedimennya

dapat

digunakan

persamaan berikut (Soewarno, 1991):
C=

1000
x (b-a) x 1000 (mg/l)
V

Keterangan : C = Konsentrasi sedimen (mg/l)
V = Volume sample sedimen (ml)
b = Berat cawan berisi endapan sedimen (gram)
a = Berat cawan kosong (gram)

Universitas Sumatera Utara

4. Pencatatan Data Pengukuran
Hasil pengukuran untuk semua parameter penelitian kemudian dicatat
dalam Tally Sheet seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tally Sheet Pencatatan Data Penelitian
Debit pengukuran

Debit rata-

Sedimen

(Ltr/det)

rata/hari

tasi

Tangg

CH

No

al

(mm)

07.00

13.00

18.00

(Ltr/hari)

(mg/l)

H(m)

Nilai C

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

Koefisien

Keterangan : Kolom 2,3,4,5,6 = hasil pengukuran
Kolom 7 = Kolom (3+4+5)/ 3
Kolom 8 = hasil pengukuran
Kolom 9 = hasil pengukuran
Kolom 10 = Kolom 7/ Kolom 3

Universitas Sumatera Utara

a. Analisa Deskriptif
Hasil pengukuran debit harian kemudian diplotkan dalam kurva yang
menunjukkan hubungan antara waktu dengan debit harian kemudian dihubungkan
dengan tinggi muka air dan sedimentasi dimana yang dianalisa berupa nilai rataratal, nilai maksimum/tertinggi dan nilai terendah/minimum dari setiap variabel
yang dianalisa.

b. Lengkung Kalibrasi
Setelah diperoleh data debit hasil perhitungan untuk berbagai ketinggian
muka air, maka data tersebut diplotkan pada kertas logaritma. Hubungan antara
debit dan muka air sungai pada suatu tempat dapat digambarkan dalam persamaan
garis liku kalibrasi, yang pada umumnya berbentuk lengkung (rating curve).
Menurut Soewarno (1991) persamaan yang sesuai dalam menentukan lengkung
kalibrasi dari DAS Hapasuk adalah : Q = a H b
dimana : Q adalah debit aliran (m3/detik)
H adalah tinggi muka air (m)
a dan b adalah kostanta
Untuk menentukan kostanta a dan b menggunkan rumus :
∑ (Y) – m log a – b ∑ (X) = 0
2
∑ (XY) - ∑ (X) log a – b ∑ (X ) = 0
dimana : Y

adalah jumlah nilai-nilai log Q

X

adalah jumlah nilai-nilai log H

2

X adalah jumlah nilai-nilai kuadran dari X
XY adalah jumlah dari nilai X dikal
m adalah jumlah pengamatan

Universitas Sumatera Utara

c. Perhitungan Koefisien Nilai C
Koefisien nilai C = Debit (mm)
Curah hujan (mm)

d.

Analisa Sedimentasi
Pendugaan besarnya sedimen dilakukan dengan membuat regresi
hubungan antara debit dengan sedimen.

Pengukuran

Sedimentasi
(C)

luas permukaan(A)

Kecepatan(V)

Tinggi muka air acuan(H)

Curah hujan

Debit (Q)

Lengkung kalibrasi

Grafik hubungan debit dengan sedimen

Grafik hubungan debit dengan curah hujan

Koefisien nilai C
Gambar 4. Alur Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Hasil dan Pembahasan

Luas Penampang Sungai Hapasuk

Titik stasioner yang dijadikan sebagai tempat pengukuran debit dibuat
sebanyak 1 titik. Lokasi titik stasioner tersebut disajikan pada gambar 5.

Gambar 5. Peta Lokasi Penentuan Titik Stasioner Daerah Aliran Sungai Hapasuk

Luas penampang basah sungai Hapasuk pada titik stasioner pertama
2

sebesar 8,075m . Lebar dari penampang pada titik stasioner pertama sebesar 10 m
dimana jarak antar patok/pacak sebesar 1 m antar patok/pacak. Pembuatan jarak
antar patok/patok bertujuan untuk mengetahui bentuk penampang daerah aliran
sungai Hapasuk dimana semakin kecil jarak antar patok/pacak maka bentuk
penampang daerah aliran sungai akan semakin baik karena data yang dihasilkan
akan semakin banyak dan bentuk penampang DAS akan semakin jelas.
Pembuatan penampang basah pada titik staioner pertama berguna sebagai titik

Universitas Sumatera Utara

acuan dalam menentukan tinggi muka air sehingga dapat menentukan besar debit
air sungai Hapasuk.
10 m
10

9

8

7

6

5

4

3

2

1

0

Gambar 6. Bentuk Penampang Basah Sungai Hapasuk Pada Titik Stasioner
Pertama

Hasil pengukuran tinggi muka air dan sedimentasi DAS Hapasuk disajikan
pada Lampiran 2 dan 3. Dimana hasil ini diperoleh dari hasil penelitian dan
dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan perhitungan debit dan
rumus perhitungan sedimentasi. Penyajian data tersebut

bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara debit, sedimentasi dan tinggi muka air dan
pembuatan data debit, sedimentasi dan tinggi muka berguna untuk menganalisa
data kedalam persamaan regresi sehingga dapat dilihat hubungan antara variabel
yang diamati.
Perbandingan besar tinggi muka yang terjadi pada lokasi penelitian
berbanding lurus terhadap debit air terjadi pada daerah tersebut sehingga kadar
sedimen yang terdapat pada lokasi penelitian berbanding lurus juga terhadap debit
air sungai yang diperoleh dari hasil penelitian dan berbanding terbalik dengan
tinggi muka air yang terjadi pada daerah penelitian. Rata-rata sebesar 1,1835 m
dengan tinggi muka air minimum/ terendah sebesar 0,73 m dan data tinggi muka
air maksimum/tertinggi tertinggi sebesar 1,92 m. Data debit air yang terdapat pada

Universitas Sumatera Utara

lokasi penelitian dengan rata-rata 2,5325 m3/dtk, dimana debit tertinggi sebesar
57,31 m3/dtk dan data debit air terendah sebesar 1,30 m3/dtk. Data debit
sedimentasi yang diperoleh dari hasil penelitian rata-rata sedimentasi sebesar
21,5473 mg/hari dengan berat sedimen terkecil sebesar 4,77 mg /hari dan yang
terberat sebesar 88,31 mg/hari. Hasil analisa di atas dapat dilihat di lampiran 4.
Pada tabel analisis deskriptip antara debit, sedimen dan tinggi muka air
Dari tabel hubungan antara debit, sedimentasi dan tinggi muka air dapat
ditampilkan dalam bentuk grafik sehingga dapat mengetahui pengaruh dari
sedimen, tinggi muka air terhadap debit air yang terjadi.

50

80

40

sedimen

100

60

30

40

20

20

10

0

0
1

3

5

7

debit

hubungan debit dengan sedimen

9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
Waktu

sedimen

debit

Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Sedimentasi, Tinggi Muka Air dan Debit

Universitas Sumatera Utara

Lengkung Kalibrasi DAS Hapasuk
Pembuatan lengkung kalibrasi diperlukan karena alat pencatat tinggi muka
air belum menunjukkan seberapa besar debit air yang mengalir di DAS Hapasuk,
sehingga diperlukan persamaan yang menunjukkan hubungan antara tinggi muka
air dengan debit. Data yang digunakan untuk membuat lengkung kalibrasi aliran
sungai Sub DAS Hapasuk adalah data pengukuran langsung tinggi muka air (H)
dan data perhitungan debit (Q). Hubungan antara tinggi muka air dengan besarnya
debit pada Sub DAS Hapasuk secara matematik dinyatakan dengan persamaan
lengkung kalibrasi sebagai berikut :
Q = 0,35 H

0,262

Keterangan : Q adalah debit sungai (m3/dtk)
H adalah tinggi muka air (m)

Berdasarkan analisis data diketahui bahwa nilai intersep adalah sebesar
0,35. Tanda positip pada nilai intersep tersebut menunjukkan hubungan yang
searah antara variabel debit air dengan intersep berarti memiliki nilai fulktuasi air

Universitas Sumatera Utara

akan selalu meningkat sebesar 0,35. Dari hasil persamaan ini dapat kita lihat
bahwa tinggi muka air berbanding lurus dengan debit air. Bila debit air yang
terjadi pada DAS Hapasuk tinggi maka Tinggi muka air Pada sub DAS Hapasuk
akan semakin tinggi dan sebaliknya.
Sifat lengkung kalibrasi tergantung daripada penampang kendali disebelah
hilir lokasi pos duga air (station control). Penampang kendali adalah penampang
melintang sungai yang berada di sebelah hilir lokasi pos duga air yang berfungsi
sebagai pengendali tinggi muka air. Menurut Soewarno (1991), penampang
kendali dapat dibedakan :
 tunggal atau ganda
 tetap atau berubah
 untuk air tinggi atau air rendah
 alam atau buatan
Penampang sub DAS Hapasuk termasuk dalam penampang kendali alami
karena pada bagian hilir penampang kendali tidak dibuat permanen. Perubahan
pada luas penampang dari waktu ke waktu masih dapat terjadi sehingga lengkung
debit harus dibuat setiap periode waktu pengukuran tertentu dimana pengukuran
hanya dapat dalam kurun waktu satu tahun.

Analisis Sedimentasi DAS Hapasuk
Dari hasil analisis data yang dilakukan hubungan antara sedimentasi
dengan tinggi muka air dapat dilihat dengan persamaan regresi hubungan
sedimentasi dengan debit air. Persamaan regresi sedimen dengan tinggi muka air
adalah :

Universitas Sumatera Utara

Y = 1.958 Q

0,651

Keterangan : Y adalah sedimentasi (mg/hari)
Q adalah debit (m3/dtk)

Persamaan diatas menunjukkan hubungan yang searah antara sedimentasi
dengan debit dimana apabila debit air tinggi maka tingkat sedimentasi akan ikut
tinggi dan sebaliknya.Persamaan diatas dapat disajikan dalam grafik 8. Persamaan
antara debit dengan sedimentasi DAS Hapasuk.

Gambar 8. Grafik Persamaan Antara Debit Dengan Sedimentasi DAS Hapasuk

Universitas Sumatera Utara

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

1.0

0.8

0.6

Expected Cum Prob
0.4

0.2

0.0
0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Observed Cum Prob

Gambar 9. Grafik Probalitas Normal Residual

Berdasarkan Gambar 9. diperoleh bahwa titik residual yang dihasilkan
mendekati garis lurus yang artinya persamaan regresi yang dihasilkan sebelumnya
telah mendekati distribusi normal. Menurut Iriawan dan Puji Astuti (2006) apabila
titik residual,maka residual mendekati garis lurus yang ditentukan berdasarkan
data residual, maka residual dapat dikatakan telah mengikuti distribusi normal.
Apabila residual tidak mengikuti garis residual atau banyak menyimpang, maka
ada indikasi bahwa residual tidak mengikuti garis normal.

Universitas Sumatera Utara

Hubungan antara debit air sungai Hapasuk berbanding lurus terhadap
sedimentasi dan tinggi muka air. Koefisien persamaan dari hubungan tersebut
bertanda positip yang menunjukkan bahwa apabila debit air sungai Hapasuk
Tinggi maka tinggi muka air dan sedimentasi yang terdapat pada DAS Hapasuk
akan ikut tinggi dan sebalinya bila debit sungai Hapasuk rendah maka tinggi muka
air dan sedimentasi akan rendah pula. Hal ini didukung oleh Asdak (1990) yang
menyatakan hubungan langsung dan tidak langsung terhadap perubahan debit
sungai tergantung pada lama terjadinya hujan pada suatu daerah dan vegetasi yang
terdapat pada daerah aliran sungai juga mempengaruhi besar sedimen yang
terdapat pada daerah tersebut.
Persamaan yang diperoleh dari dari analisa regresi diperoleh persamaan
hubungan

antara

Y = 0,35 Q

0,262

sedimen

dengan

debit

dimana

persamaan

adalah

dimana dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa hubungan

antara debit dengan sedimentasi memiliki hubungan yang searah atau berbanding
lurus dan sebaliknya hal ini didukung oleh Gultom (2007) menyatakan koefisien
positip akan memberikan penambahan pada nilai variabel yang diamati dan
sebaliknya.
Pengaruh pengolahan lahan yang terjadi pada DAS Hapasuk sangat
mempengaruhi kualitas sumber air yang terdapat pada daerah tersebut seperti
pemadatan tanah yang dilaksanakan pihak pengelola lahan akan mengurangi daya
resapan air yang terjadi pada tanah sehingga air yang jatuh pada permukaan tanah
langsung dialirkan ke badan sungai dan hal ini sangat berbahaya bagi pihak yang
menggunakan air tersebut secara langsung karena dapat mengakibatkan penyakit
terhadap pengguna langsung maupun tidak langsung air tersebut. Pada Hamilton

Universitas Sumatera Utara

dan King (1997) mengatakan pengalih fungsian dari hutan alam menjadi hutan
buatan dapat mengakibatkan perubahan besar debit, endapan yang terjadi pada
daerah aliran sungai.
Vegetasi yang menutupi daerah aliran sungai Hapasuk merupakan vegetasi
hutan tanaman industri berupa vegetasi berdaun lebar yaitu Eucalyptus sp.
Kemampuan menyerap air

vegetasi ini sangat tinggi sehingga pada musim

kemarau air yang mengalir sungai Hapasuk dangkal. Hamilton dan King (1997)
mengatakan pengalihan fungsi lahan hutan alami menjadi hutan buatan dapat
mengurangi daya resapan tanah terhadap air yang jatuh keprermukaan tanah. Hal
ini disebabkan karena tindakan pengelohan lahan yang mengakibatkan tanah
tersebut mengalami gangguan seperti penggunaan alat berat dalam mengelola
lahan mengakibatkan pemadatan pori-pori tanah dan penggunaan bahan-bahan
kimia yang terjadi pada daerah pengolahan mengakibatkan pencemaran tanah
sehingga kemampuan tanah dalam menyerap air terganggu. Akibatnya proporsi
urah hujan yang menjadi runoff semakin besar.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Nilai fluktuasi maksimum DAS Hapasuk sebesar 5,97 m3/dtk dan nilai
fluktuasi minimum sebesar 0,17 m3/dtk dengan nilai rata-rata fluktuasi
sebesar 3,0685 m3/dtk.
2. Tingkat sedimentasi maksimum DAS Hapasuk Sebesar 88,31 mg/l dan tingkat
sedimentasi minimum sebesar 4,77 mg/l dengan rata-rata sedimentasi sebesar
23,`1618 mg/l.
3. Hubungan antara variabel debit air dengan sedimentasi berbanding lurus
2,048

dengan persamaan Y=6,699 Q

dimana koefisien dari persamaan bernilai

positip yang menunjukkan hubungan yang searah/lurus

Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah agar stasiun kontrol dibuat permanen
tempat penentuan debit sungai Hapasuk sehingga lengkung kalibrasi dapat digunakan
seterusnya.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Andreanov dan Trihono. 2003. Pengamatan Debit Sedimen Suspensi pada Aliran
di Pintu Air Manggarai Jakarta, Laporan penelitian Jurusan Teknik Sipil
Universitas Trisakti.
Anonim. 2005. Standard Operating Prosedure. PT. Toba Pulp Lestari, Porsea.
Arief, A. 1994. Hutan, Hakikat Dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor, Intitut Pertanian Bogor.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Damanhuri, T.P. 1997. Pemantauan Kualitas Air dan Udara. Dalam: Makalah
pada Pelatihan Minimisasi Limbah. Bandung 3-13 November 1997.
Djunarsyah, E. 2001. Standard Survei (Baru) Dalam Survei Hihrografi (SP-44
IHO Edisi Ke-4 Tahun 1998). Forum Ilmiah Tahunan ISI. Surabaya.
Gultom, Y. B. 2007. Dalam Skripsi Yang Berjudul Nilai Ekonomi Keberadaan
Pohon-Pohon Di Taman Olahraga Dan Rekreasi Gajah Mada. Press.
Universitas Sumatera Utara, Medan
Hariyadi, R. 1988. Model Pengukuran Keberhasilan Pengelolaan DAS Ditinjau
dari Pendekatan Hydro Ekologis. Makalah Simposium Model Hidrologi
Rekayasa dan Lingkungan Untuk Perencanaan Regional dan Perancangan.
Bandung, 17-18 Maret 1988.
Iskandar, U. 2001. Kehutanan Menapak Ekonomi Daerah. Debut Press.
Yogyakarta.
Iriawan, N. dan Puji Astuti, S. 2006. Mengolah data Statistik dengan
menggunakan minitab. Penerbit Andi. Yogyakarta
King, P.N dan S.H. Hamilton. 1992. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika.
Penerjemah Suryanta K. Ir, Tjitrosoepomo G, editor. Yogyakarta Press
Universitas Gajah Mada terjemahan dari Tropical Forested Watershed,
Hidrologic and Soil Respon to Major Uses of Convercions.
Linsley, R.K, M.A. Kohler, J.L.H. Paulhus. 1982. Hidrologi Untuk Insinyur.
Hermawan Y, penerjemah; Sianipar Y, Haryadi E, editor. Jakarta: Penerbit
Erlangga Terjemahan dari Hydrology For Engieneers.

Universitas Sumatera Utara

Poerbandono dan Djunarsyah, E. 2005. Survei Hidrologi. PT. Refika Aditama.
Bandung.
Purwanto, E. 1992. Pemanfaatan dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai Dengan
Menggunakan Parameter Hidrologi. (Majalah Kehutanan Indonesia, Edisi
No. 10 th 1991/1992, Diterbitkan oleh Departemen Kehutanan RI, STT.
No. 1162/SK/DITJEN PPG/SST/1987). Jakarta: Departemen Kehutanan
RI.
Soewarno, 1991.Pengukuran dan Pengolahan data Aliran Sungai(Hidrometri).
Nova, Bandung
Sosrodarsono, D, Takeda K. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan .PT. Pradnya
Paramita. Jakarta.
Sri Harto. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Umum.
Viessman W, Lewis GL, Knapp JW. 1989. Introduction to Hidrology. Ed Ke-3.
New York: Harper & Row, Publisher, Inc.

Universitas Sumatera Utara

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Luas
Secara geografis Sub DAS Hapasuk terletak diantara 01º15’00’’ - 02º50’00’’ LU
dan

98º20’00’’ - 99º33’00’’BT. Sub DAS Hapasuk secara administrasi terletak di

wilayah Desa Talun Sungkit, Kecamatan G. Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun.
Luas

Sub

DAS

Hapasuk

Secara

keseluruhan

adalah

243,56

Ha

( Anonim, 2005).
Bentuk dan Jaringan Drainase Sub DAS Hapasuk
Sub DAS Hapasuk memiliki pola drainase dendritik dan bentuk Sub DAS
Hapasuk adalah kipas dengan outlet pengukuran di Talun Sungkit. Panjang sungai Sub
DAS Hapasuk dari hulu sampai SPAS ( stasiun pengamat aliran sungai ) Talun Sungkit
adalah 7,21 Km. Bentuk lereng Sub DAS Hapasuk Umumnya agak curam dan sangat
curam, dengan aliran air sungai mengalir sepanjang tahun ( Anonim, 2005).
Jenis Vegetasi
Jenis Tanaman yang terdapat pada sektor Aek Nauli yaitu Eucalyptus grandis,
Eucalyptus urophylla, Eucalyptus hybrid dan Eucalyptus pellita. Tanaman yang paling
banyak terdapat pada sektor Aek Nauli yaitu Eucalyptus hybrid (Anonim, 2005).
Jenis Tanah dan Topografi
Kondisi topografi termasuk daerah berbukit dengan ketinggian 500 -1400 mdpl,
mempunyai kelerengan yang datar seluas 5.964 Ha (32,6 %), landai seluas 5.458 Ha
(29,9 %) agak curam seluas 4.401 Ha (24,1 %), curam seluas 1.880 Ha (10,3%) dan
sangat curam seluas 572 (3,1%). Struktur geologinya didominasi batuan Toba : Podzolik,
vulkan tersier, aluvial muda. Jenis tanah pada lapisan atas (top soil) 100% terdiri dari

Universitas Sumatera Utara

jenis tanah podzolik, Litosol, Regosol. Kedalaman efektif (solum tanah) adalah 30-50 cm
dengan tekstur tanah adalah kasar ( Anonim, 2005).
Iklim
Iklim Sub DAS Hapasuk menurut Schmidt dan Ferguson adalah Tipe A
( sangat basah ) dengan temperatur rata-rata 20 0 C dengan curah hujan rata-rata 2.808,12
mm/tahun. Curah hujan terbesar tercatat pada bulan November, Desember dan terendah
pada bulan Juni (Anonim, 2005 ).
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada daerah HPHTI PT.Toba Pulp Lestari Tbk. di sector
Aek Nauli dengan lokasi Desa Talun Sungkit Kabupaten Simalungun. Jarak tempuh
derah penelitian dengan jalan utama lebih kurang 15 Km dimana transportasi menuju
daerah penelitian tidak ada sehingga sulit untuk melakukan akses penelitian. Masyarakat
sekitar DAS tidak ada sehingga sulit mencari informasi tentang kondisi daerah penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Rekapitulasi Data Pengukuran Debit, Sedimentasi dan Tinggi Muka Air
DAS Hapasuk
Stasioner 1 (satu)
Patok

Seksi

Lebar antar seksi
(m)

1

1.0

0

Kedalaman (meter)

Luas Seksi (m2)

0.00

1

20.28
0.55

2

1.0

2

0.67
0.79

3

1.0

3

1.35
1.90

4

1.0

4

1.40
0.89

5

1.0

5

0.89
0.89

6

1.0

6

0.64
0.39

7

1.0

7

0.49
0.59

8

1.0

8

0.49
0.39

9

1.0

9

0.29
0.19

10

1.0

0.10

10
Lebar sungai(m)

10.0

Dalam Sungai (m)

1.90
2

Luas penampang sungai (m )

8,075

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Rekapitulasi Data Pengukuran Debit dan Tinggi Muka Air Das Hapasuk
Debit (m3/dtk)

Tinggi
Muka Air
(m)
1.59
1.62
1.8
1.62
1.74
1.56
0.91
0.89
1.23
1.47
0.86
1.32
1.47
0.83
0.92
0.91
0.89
0.83
0.83
0.91

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Tanggal
1/4/2008
2/4/2008
3/4/2008
4/4/2008
5/4/2008
6/4/2008
7/4/2008
8/4/2008
9/4/2008
10/4/2008
11/4/2008
12/4/2008
13/04/08
14/04/08
15/04/08
16/04/08
17/04/08
18/04/08
21/04/08
22/04/08

CH(mm)
0
0
0
15
0
7
8
22
13
15
22
12
5
0
0
0
0
0
20
23

7.00
5.223
5.223
5.32746
5.01408
5.01408
5.01408
1.67136
2.0892
1.81064
2.22848
1.81064
2.29812
2.29812
1.801935
1.81064
2.01956
1.801935
1.81064
1.906395
1.6017