Latar Belakang HUBUNGAN DUKUNGAN AYAH DENGAN PENATALAKSANAAN BALITA SAKIT MENGGUNAKAN PENDEKATAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DAU

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian bayi dan balita merupakan parameter kesehatan di sebuah Negara. Angka kematian bayi juga merupakan indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak di suatu negara Hidayat, 2008. Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia SDKI tahun 2012 menunjukkan bahwa angka kematian bayi AKB di Indonesia mencapai 34 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan Angka kematian balita di Indonesia yaitu 43 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah tersebut belum mampu mencapai salah satu target MDG’s Millennium Development Goals untuk menurunkan angka kematian anak ≤ 23 per 1000 kelahiran hidup. MDG’s Indonesia memiliki 8 target yang ingin dicapai yaitu 1 Memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem; 2 Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua; 3 Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4 Menurunkan angka kematian anak; 5 meningkatkan kesehatan ibu; 6 Memerangi HIV Human Immunodeficiency Virus dan AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome, Malaria serta penyakit lainnya; 7 Memastikan kelestarian lingkungan; 8 Promote global partnership for development Stalker, 2008. Sebagai upaya nyata Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah memberlakukan peningkatan pelayanan kesehatan menggunakan pendekatan 1 MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit sejak tahun 1997. MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan untuk balita sakit dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan serta kualitas pelayanan kesehatan. Dikatakan terpadu karena bentuk pengelolaannya dilaksanakan secara bersamaan dan penanganan kasusnya tidak terpisah yang meliputi manajemen anak sakit, pemberian nutrisi, pemberian imunisasi, pencegahan penyakit, serta konseling ibu. Bentuk pengelolaan ini dapat dilaksanaan pada pelayanan tingkat pertama seperti di puskesmas dan polindes Hidayat, 2008. Balita adalah anak usia diatas satu tahun atau anak dibawah usia 5 tahun Muaris, 2006. Menurut Person, sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah sistem biologis dan kondisi penyesuaian. Balita sakit adalah anak usia 1 sampai 5 tahun yang mengalami ketidakseimbangan fungsi normal tubuh, termasuk sistem biologis. Ketika balita sakit akan berpengaruh pada keluarga diantaranya perubahan peran, masalah keuangan serta perubahan kebiasaan sosial dalam keluarga Asmadi, 2008. Dalam Handayani, 2012 pencapaian MTBS diharapkan mampu mencapai target sebesar 100, namun pada kenyataannya di Puskesmas Kabupaten Kulonprogo pada tahun 2009 baru mencapai angka 49,30, tahun 2010 sebesar 45,90 dan tahun 2011 mencapai 55,6 dimana hasil tersebut belum mampu mencapai target tersebut diatas. Pendapat lain mengatakan bahwa, menurut Agha, 2007 dalam penelitiannya mengatakan bahwa 31,2 penatalaksanaan MTBS mendapatkan dukungan pria ayah. Indonesia juga mengenal sistem patriarki Syukrie, 2003 dimana masyarakat menempatkan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, ekonomi dan budaya Pinem, 2009. Di dalam sebuah keluarga laki-laki nantinya akan menjadi suami sekaligus ayah yang memiliki peran dan keterlibatan dengan anak-anaknya. Lamb dalam Budi Ariyani dan Koentjoro, 2004 menjelaskan keterlibatan ayah terhadap anak meliputi tiga hal yaitu: Engangement atau interaksi langsung satu dengan satu anak; Accesibility yaitu kedekatan dengan anak tanpa harus melakukan interaksi langsung; Responsibility yang berupa tanggung jawab ayah terhadap anak karena dalam bagian ini ayah memiliki keterlibatan yang intens mencakup perencanaan, pengambilan keputusan ayah terhadap anak, termasuk jika anak mengalami sakit. Sehingga ketika anak mengalami sakit ayah juga memiliki kewajiban untuk mendampingi anak selama proses pengobatan dan penyembuhan. Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Puskesmas Dau pada bulan Mei tahun 2014, dari 537 kunjungan balita sakit di wilayah kerja Puskesmas Dau 97 balita sakit yang mendapatkan pelayanan MTBS. Peneliti juga menemukan mayoritas pengunjung balita diantarkan ke poli anak oleh ibunya. Sebagian ayah hanya mengantarkan sampai tempat parkir karena beranggapan bahwa hanya ibu saja yang memiliki kewajiban atau peran dalam mendampingi anak ketika berobat atau mendapatkan terapi, sehingga kebanyakan ibu hanya mengantarkan anaknya ke poli anak sendirian tanpa didampingi suaminya. Belum adanya penelitian tentang hubungan dukungan ayah dengan penatalaksanaan balita sakit menggunakan pendekatan MTBS sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan balita, maka peneliti ingin mengetahui adanya “hubungan dukungan ayah dengan penatalaksanaan balita sakit menggunakan pendekatan MTBS di Puskesmas Dau Kabupaten Malang”.

1.2 Rumusan Masalah