Analisis Penatalaksanaan Pneumonia Pada Balita Dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Medan Denai Kota Medan Tahun 2014

(1)

(2)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat

Oleh :

FITRI HANIFFA NIM. 101000055

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

(4)

penurunan. Tahun 2013 jumlah balita di Kota Medan adalah sebanyak 244.730 balita. Penderita pneumonia di Kota Medan yang ditemukan dan ditangani ada sebanyak 4.269 balita (17,3%), angka ini masih jauh dari jumlah perkiraan penderita pneumonia yaitu 24.474 balita. MTBS adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-5 tahun (balita) secara menyeluruh. Jumlah kunjungan balita di Puskesmas Medan Denai pada tahun 2013 adalah sebanyak 2.278 balita dan balita yang ditangani dengan MTBS sebanyak 405 balita (26,0%).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang penatalaksanaan pneuomonia dengan MTBS di Puskesmas Medan Denai. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang, yang terdiri dari 1 orang pegawai Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Puskesmas Medan Denai, Kepala Ruangan Poli Anak, 1 orang Pengelola MTBS di Puskesmas Medan Denai, dan 2 orang Ibu Balita. Analisa data dengan metode Miles dan Huberman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS belum berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan tidak adanya pemberian konseling, masih kurangnya tenaga terlatih MTBS sehingga tidak ada tim MTBS, kurangnya sarana, prasarana dan peralatan untuk penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS, dan tidak adanya pendanaan untuk pelaksanaan MTBS. Selain itu, pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas Medan Denai dan Dinas Kesehatan Kota Medan belum dilaksanakan dengan maksimal.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan puskesmas bisa meningkatkan pelayanan preventif dan promotif. Selain itu, diharapkan instruksi yang jelas dan tegas serta evaluasi yang jelas dari Dinas Kesehatan Kota Medan secara hirarki kepada Kepala Puskesmas Medan Denai dan dilanjutkan kepada pengelola MTBS agar pelaksanaan MTBS dapat berjalan dengan baik.


(5)

ABSTRACT

Pneumonia is a common illness that happened to children under five. This diseases always ranks as top 10 biggest disease in health care facilities in Indonesia each year, such as public health centers. Coverage of children under five because of pneumonia has decreased. In 2013 the number of children under five in Medan were 244.730 children. Patients with pneumonia in Medan City who found and handled was 4,269 children (17.3%), this number was still far from the estimated number as many 24,474 children. IMCI is an integrated approach / integrated management of childhood illness with a focus on the health of children aged 0-5 years. The number of children under five who visited Medan Denai health center in 2013 were 2,278 children and 405 children were handled with IMCI (26.0%).

This research was a qualitative research that aimed to see more clearly and deeply about pneuomonia management with IMCI in Medan Denai Public Health Centers. Methods of data colecction was doned by deep interview and observation. Informants in this research amounted to 6 informants, consisting of 1 Officer of city Health office of Medan, Head of Medan Denai Public Health Center, Head of kids Poly Room in Medan Denai Public Health Centers, 1 manager of IMCI in Medan Denai Public Health Center, 2 Mother Toddler. Analysis of the data used Miles and Huberman method.

The results showed that treatment of pneumonia with IMCI was not going well, is characterized by the lack of counseling, lack of personnels who have been trained IMCI, so that no team for IMCI, lack of facilities, infrastructure and equipment for the treatment of pneumonia with IMCI, and the lack of funding for the implementation of IMCI. In addition, supervision and coaching is done by the head of the Public health center and the city health office not yet implemented to the maximum.

Based on the results of the research, expected to Public health centers can improve preventive and promotive services. Beside that, expected that the clear and unequivocal instructions and clear evaluation of Medan Health Department hierarchically to the head of public health centers and proceed to the managers of IMCI in health centers, in order implementattion of IMCI to run well.


(6)

Nama : Fitri Haniffa

Tempat/Tanggal Lahir : Bukittinggi / 7 April 1992

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 3 Bersaudara

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah :Jl. Raya Bukittinggi-Payakumbuh, Parik Putuih, Ampek Angkek, Agam, Sumatra Barat

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1997-1998 : TK Al-Azhar Bukittinggi

2. Tahun 1998-2004 : SD Negeri 03 Pakan Labuah

Bukittinggi

3. Tahun 2004-2007 : MTs Negeri I Bukittinggi

4. Tahun 2008-2010 : SMA Negeri 1 Bukittinggi

5. Tahun 2010-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT karena atas rahmat dan karunia–Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Penatalaksanaan Pneumonia Pada Balita Dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (Mtbs) di Puskesmas Medan Denai Kota Medan Tahun 2014” yang merupakansalah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyusunan skripsi ini mulai dari awal hingga akhir penulis banyak memperoleh bimbingan, dukungan, bantuan, saran dan kritik dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar–besarnya kepada :

1. Bapak Dr.Drs.Surya Utama,M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Heldy B.Z., MPH, selaku Ketua Depatermen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan kritik, saran dan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu, bimbingan, pengarahan, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.


(8)

5. Bapak dr. Fauzi, S.K.M, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan kritik, saran dan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini. 6. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU, terutama Departemen AKK yang telah

memberikan ilmu, bimbingan serta dukungan moral selama perkuliahan.

7. Ibu Ummi Suryawati, SKM dan Ibu Sondang, SKM, M.Kes selaku Pegawai Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

8. Bapak dr. Budi Ikhsan selaku Kepala Puskesmas, Ibu Roni, SKM selaku Kepala Tata Usaha dan Ibu dr. Aisyah Umeda dan Ibu Berliana selaku tenaga kesehatan di Puskesmas Medan Denai yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

9. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, Ayahanda Asrizal, S.Pd dan Ibunda Mun’im, S.Pd yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, semangat, serta dukungan kepada penulis selama ini.

10. Adik-adik tersayang Fauza Hamda dan Ummul Khaira dan seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 11. Sahabat-sahabat GSP tersayang Amartiwi, Debi Septia Devani, Nursyifa

Yusena, Rany Prima Sari, Yesi Agusti yang telah memberikan dukungan kepada penulis.


(9)

12. Sahabat-sahabat Jangakers tersayang Rizki Fajariyah, Ria Sutiani, Nadia Chalida Nur, Febria Octasari, Sri Novita Amelia, Mabruri Pratama yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

13. Kak Heni Haryati, S.Kep, Erda Ridha, S.Kg, Tri Sumaria selaku warga kos Picauli 25 yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 14. Teman- teman Departemen AKK FKM USU, terkhusus kepada teman-teman

seperjuangan AKK angkatan 2010 Ayu, Riri, Anggi, Nancy, Eela, Siti, Arnis, Martin, Ashela, Reni, Magda, Vani, Tasya, Era, Sukaria.

15. Seluruh keluarga besar FKM USU, terkhusus kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2010 FKM USU.

16. Seluruh keluarga besar Ikatan Mahasiswa Imam Bonjol (IMIB) USU.

17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu, memberikan semangat, dukungan dan do’a selama ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, April 2014


(10)

Abstract iii

Riwayat Hidup Penulis iv

Kata Pengantar v

Daftar Isi viii

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 9

1.3 Tujuan Penelitian 9

1.4 Manfaat Penelitian 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11

2.1 Pneumonia 11

2.1.1 Penyebab Pneumonia 11

2.1.2 Klasifikasi Pneumonia 14

2.1.3 Gejala dan Tanda Pneumonia 15

2.1.4 Faktor-Faktor Resiko Pneumonia 15 2.1.5 Diagnosis dan Tatalaksana Pneumonia 16

2.1.6 Pencegahan Pneumonia 17

2.2 Pusat Kesehatan Masyarakat 18

2.2.1 Upaya dan Azas Penyelenggaraan 19

2.2.1.1 Upaya 19

2.2.1.2 Azas Penyelenggaraan 20

2.3 Manajemen Terpadu Balita Sakit 24

2.3.1 Sejarah MTBS di Indonesia 24

2.3.2 Sasaran 25

2.3.3 Tujuan 25

2.3.4 Manfaat 25

2.3.5 Materi 26

2.3.6 Strategi menuju MTBS 28

2.3.7 Komponen MTBS 29

2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas 30

2.4.1 Persiapan MTBS di Puskesmas 30

2.4.2 Penerapan MTBS di Puskesmas 34

2.4.3 Pencatatan dan Pelaporan 35


(11)

2.5.1 Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit 37 2.5.2 Menentukan Tindakan dan Memberi

Pengobatan 39

2.5.3 Konseling Bagi Ibu 41

2.5.4 Tindak Lanjut 42

2.6 Fokus Penelitian 43

BAB III METODE PENELITIAN 45

3.1 Jenis Penelitian 45

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 45

3.2.1 Lokasi 45

3.2.2 Waktu 46

3.3 Informan Penelitian 46

3.4 Metode Pengumpulan Data 46

3.4.1 Data Primer 46

3.4.2 Data Sekunder 47

3.5 Triangulasi 47

3.6 Metode Analisa Data 47

BAB IV HASIL PENELITIAN 48

4.1 Gambaran Umum Puskesmasas Medan Denai 48

4.2 Karakteristik Informan 49

4.3 Alur Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS

di Puskesmas Medan Denai 51

4.3.1 Alur Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS yang diterima oleh Balita (Informan 5)

di Puskesmas Medan Denai 51

4.3.2 Alur Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS yang diterima oleh Balita (Informan 6)

di Puskesmas Medan Denai 52

4.4 Verbatim Wawancara Penatalaksanaan Pneumonia

dengan MTBS di Puskesmas Medan Denai 53 4.4.1 Pernyataan Informan Tentang MTBS 53 4.4.2 Pernyataan Informan tentang prose persiapan

penerapan MTBS di Puskesmas 54

4.4.3 Pernyataan Informan tentang Pendanaan Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS

Di Puskesmas Medan Denai 55

4.4.4 Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana dalam Penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di Puskesmas


(12)

di Puskesmas Medan Denai 59 4.4.7 Pernyataan Informan tentang Sistem Monitoring

dan Evaluasi dalam Proses Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas

Medan Denai 60

4.4.8 Pernyataan Informan tentang Tantangan Internal dan Eksternal dalam Proses Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas

Medan Denai 62

4.4.9 Pernyataan Informan tentang Strategi yang dilakukan dalam Mengatasi Kendala Proses Penatalaksanaan Pneumoni dengan MTBS

di Puskesmas Medan Denai 63

4.4.10 Pernyataan Informan tentang Beban Kerja dan Efisiensi Kinerja Tenaga Kesehatan dalam Proses Penatalaksanaan Pneumonia dengan

MTBS di Puskesmas Medan Denai 65

4.5 Lampiran Hasil Observasi Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Medan Denai 66

BAB V PEMBAHASAN 68

5.1 Input 68

5.1.1 Tenaga Kesehatan 68

5.1.2 Dana 70

5.1.3 Sarana, Prasarana dan Peralatan 72

5.2 Proses 75

5.2.1 Proses Penatalaksanaan Pneumonia dengan

MTBS 75

5.2.2 Monitoring dan Evaluasi 79

5.3 Output 81

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 83

6.1 Kesimpulan 83


(13)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Pedoman Wawancara

Surat Izin Penelitian dar FKM USU

Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Meda Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian


(14)

Tabel 2.1. Gejala dan Klasifikasi pneumonia pada anak

umur 2 bulan sampai 5 tahun 38

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Denai

Tahun 2013 48

Tabel 4.2 Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas

Medan Denai Tahun 2014 49

Tabel 4.3 Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Medan Denai

Tahun 2014 49

Tabel 4.4 Karakterikstik Informan 50

Tabel 4.5 Matriks Pernyataan Informan tentang Manajemen Terpadu

Balita Sakit 53

Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan tentang proses persiapan

penerapan MTBS di Puskesmas 54

Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan tentang Pendanaan Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di

Puskesmas Medan Denai 55

Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana

dalam Penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS 56 Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan tentang Pelayanan

Penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS 57

Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan tentang Proses Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di

Puskesmas Medan Denai 59

Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan tentang Sistem Monitoring dan Evaluasi dalam Proses Penatalaksanaan

Pneumonia dengan MTBS 60

Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan tentang Tantangan Internal dan Eksternal dalam Proses Penatalaksanaan Pneumonia

dengan MTBS di Puskesmas Medan Denai 62

Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan tentang Strategi yang dilakukan dalam Mengatasi Kendala Proses Penatalaksanaan Pneumonia

dengan MTBS di Puskesmas Medan Denai 63

Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan tentang Beban Kerja dan Efisiensi Kinerja Tenaga Kesehatan dalam Proses Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS


(15)

Tabel 4.15 Lampiran Hasil Observasi Penatalaksanaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)


(16)

Gambar 1.1 Grafik Cakupan dan Target Pneumonia balita

tahun 2008-2012 4

Gambar 2.1 Alur Pelayanan penatalaksanaan penyakit dengan

MTBS yang diberikan oleh 3 orang tenaga kesehatan 34

Gambar 2.2 Fokus Penelitian 43

Gambar 4.1 Alur Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS yang diterima oleh Balita (Informan 5)

di Puskesmas Medan Denai 51

Gambar 4.2 Alur Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS yang diterima oleh Balita (Informan 6)


(17)

ABSTRAK

Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Penyakit ini selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan di Indonesia, seperti puskesmas. Cakupan penemuan balita pneumonia mengalami penurunan. Tahun 2013 jumlah balita di Kota Medan adalah sebanyak 244.730 balita. Penderita pneumonia di Kota Medan yang ditemukan dan ditangani ada sebanyak 4.269 balita (17,3%), angka ini masih jauh dari jumlah perkiraan penderita pneumonia yaitu 24.474 balita. MTBS adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-5 tahun (balita) secara menyeluruh. Jumlah kunjungan balita di Puskesmas Medan Denai pada tahun 2013 adalah sebanyak 2.278 balita dan balita yang ditangani dengan MTBS sebanyak 405 balita (26,0%).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang penatalaksanaan pneuomonia dengan MTBS di Puskesmas Medan Denai. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang, yang terdiri dari 1 orang pegawai Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Puskesmas Medan Denai, Kepala Ruangan Poli Anak, 1 orang Pengelola MTBS di Puskesmas Medan Denai, dan 2 orang Ibu Balita. Analisa data dengan metode Miles dan Huberman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS belum berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan tidak adanya pemberian konseling, masih kurangnya tenaga terlatih MTBS sehingga tidak ada tim MTBS, kurangnya sarana, prasarana dan peralatan untuk penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS, dan tidak adanya pendanaan untuk pelaksanaan MTBS. Selain itu, pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas Medan Denai dan Dinas Kesehatan Kota Medan belum dilaksanakan dengan maksimal.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan puskesmas bisa meningkatkan pelayanan preventif dan promotif. Selain itu, diharapkan instruksi yang jelas dan tegas serta evaluasi yang jelas dari Dinas Kesehatan Kota Medan secara hirarki kepada Kepala Puskesmas Medan Denai dan dilanjutkan kepada pengelola MTBS agar pelaksanaan MTBS dapat berjalan dengan baik.


(18)

pneumonia has decreased. In 2013 the number of children under five in Medan were 244.730 children. Patients with pneumonia in Medan City who found and handled was 4,269 children (17.3%), this number was still far from the estimated number as many 24,474 children. IMCI is an integrated approach / integrated management of childhood illness with a focus on the health of children aged 0-5 years. The number of children under five who visited Medan Denai health center in 2013 were 2,278 children and 405 children were handled with IMCI (26.0%).

This research was a qualitative research that aimed to see more clearly and deeply about pneuomonia management with IMCI in Medan Denai Public Health Centers. Methods of data colecction was doned by deep interview and observation. Informants in this research amounted to 6 informants, consisting of 1 Officer of city Health office of Medan, Head of Medan Denai Public Health Center, Head of kids Poly Room in Medan Denai Public Health Centers, 1 manager of IMCI in Medan Denai Public Health Center, 2 Mother Toddler. Analysis of the data used Miles and Huberman method.

The results showed that treatment of pneumonia with IMCI was not going well, is characterized by the lack of counseling, lack of personnels who have been trained IMCI, so that no team for IMCI, lack of facilities, infrastructure and equipment for the treatment of pneumonia with IMCI, and the lack of funding for the implementation of IMCI. In addition, supervision and coaching is done by the head of the Public health center and the city health office not yet implemented to the maximum.

Based on the results of the research, expected to Public health centers can improve preventive and promotive services. Beside that, expected that the clear and unequivocal instructions and clear evaluation of Medan Health Department hierarchically to the head of public health centers and proceed to the managers of IMCI in health centers, in order implementattion of IMCI to run well.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa Indonesia yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah subsistem upaya kesehatan. Subsistem upaya kesehatan menurut SKN adalah bentuk dan cara penyelenggaraan upaya kesehatan yang paripurna, terpadu, dan berkualitas; meliputi upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan yang diselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Terdapat tiga tingkatan upaya kesehatan, yaitu upaya kesehatan primer, upaya kesehatan sekunder, upaya kesehatan tersier (Kemenkes RI, 2012).

Pusat Kesehatan Masyarakat atau biasa disingkat puskesmas termasuk sebagai sarana penyelenggara upaya kesehatan primer, yaitu upaya kesehatan dimana terjadi kontak pertama masyarakat dengan pelayanan kesehatan (Hartono, 2010). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2012 terdapat 10 besar penyakit di Kota Medan yang merupakan 10 besar penyakit yang ada di puskesmas Kota Medan yaitu, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), hipertensi, penyakit pada sistem otot dan jarigan ikat, penyakit lain pada saluran pernapasan atas, penyakit kulit infeksi, diare, penyakit pulpa dan jaringan


(20)

periapikal, penyakit kulit alergi, tonsilitis, penyakit ginggivitis dan penyakit periodental (Dinkes, 2013).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran napas mulai hidung-alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura) (Dinkes Prov Sumut, 2013). Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA disebabkan oleh virus/ bakteri yang diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala (tenggorokan sakit, nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak) (Kemenkes RI, 2013). Hingga saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju, hal ini karena masih tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA (Lumban Batu, 2011).

ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA yang mengenai jaringan paru-paru atau ISPA berat, dapat menjadi pneumonia (Dinkes Prov Sumut, 2013). Pneumonia merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian khususnya pada balita diantara penyakit ISPA lainnya yaitu sekitar 80-90% (Kemenkes RI, 2013). Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara 1.000 balita (Kemenkes RI, 2012).

Pneumonia adalah Infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru yang menyebabkan paru-paru meradang (Dinkes Prov Sumut, 2013). Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% dari seluruh penduduk Amerika. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang


(21)

3

antibiotik, pneumonia masih menjadi masalah kesehatan yang mencolok. Ini disebabkan karena munculnya organisme nosokomial (yang didapat di rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik, ditemukannya organisme-organisme yang baru (seperti legionella), bertambahnya jumlah pejamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan adanya penyakit seperti AIDS yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan penyebab pneumonia. Bayi dan balita lebih rentan terhadap pneumonia karena respon imunitas masih belum berkembang dengan baik (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

Data WHO tahun 2007 melaporkan bahwa terdapat 1,8 juta kematian akibat pneumonia atau sekitar 20% dari total 9 juta kematian pada balita (Soepardi, 2010). Pada tahun 2008 dari 8,8 juta kematian balita terdapat 1,6 kematian karena pneumonia dan 1,3 juta karena diare. Lebih dari 98% kematian pneumonia dan diare pada anak-anak terjadi di 68 negara berkembang (Weber dan Handy, 2010).

Pada tahun 2011 berdasarkan data WHO terdapat 1,3 juta balita meninggal karena pneumonia. Pada tahun 2012, 1,1 juta anak balita meninggal karena pneumonia, sebagian besar dari mereka berusia kurang dari 2 tahun, dan 99% dari kematian ini berada di negara-negara berkembang, di mana akses ke fasilitas kesehatan dan pengobatan di luar jangkauan bagi banyak anak (WHO, 2012 dan WHO, 2013).

Di Indonesia dari tahun ke tahun, pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan anak balita dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan,seperti puskesmas (Kemenkes RI,


(22)

(23)

5

Gambaran persebaran kasus diperoleh berdasarkan data insiden pneumonia balita berobat, yaitu jumlah penderita balita yang diobati dibagi dengan total populasi balita di wilayah program dikali seratus persen. Gambaran peta insiden kasus pneumonia berobat dari tahun 2005 sampai tahun 2009 menunjukkan bahwa pneumonia tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 2005 Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki insiden pneumonia tertinggi (>4%) (Kemenkes RI, 2010).

Cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Sumatera Utara masih rendah. Pada tahun 2012, dari 148.431 perkiraan balita yang menderita penemonia yang ditemukan dan ditangani hanya 17.443 balita atau 11,74%; angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2011 yaitu 22.442 balita atau 15,56%. Dari 33 kabupaten/kota, terdapat 3 kabupaten/kota yang melaporkan 0 (nol) kasus yaitu Kabupaten Nias Utara, Batubara dan Kota Binjai. Kabupaten dengan jumlah penderita kasus ditemukan dan ditangani terbanyak adalah Kabupaten Simalungun yaitu 32,44%, disusul dengan Kota Medan sebesar 25,50% dan Kabupaten Deli Serdang sebesar 21,53% (Profil Kesehatan Provinsi Sumut, 2012).

Tahun 2013 jumlah balita di Kota Medan adalah sebanyak 244.730 balita. Penderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani ada sebanyak 4.269 balita (17,3%). Angka ini masih jauh dari jumlah perkiraan penderita pneumonia di Kota Medan tahun 2013 yaitu 24.474 balita. Jumlah penderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani pada tahun 2013 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan


(24)

tahun 2012, Tahun 2012 jumlah penderita yang ditemukan dan ditangani 4.943 balita (22,0%) dengan jumlah perkiraan penderita 22.859 balita (Dinkes Kota Medan, 2013).

Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan strata pertama telah melakukan berbagai upaya dalam pengobatan pneumonia, yaitu dengan pengobatan pneumonia secara terpisah ataupun dengan menggabungkan manajemen perwatan beberapa penyakit pada balita yang disebut manajemen terpadu balita sakit (MTBS). MTBS adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-5 tahun (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksanakan balita sakit. MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kemenkes RI, WHO, United Nations International Children's Emergency Fund (Unicef) dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). WHO memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita di negara-negara berkembang (Depkes RI, 2008).

Bank Dunia tahun 1993 menjabarkan bahwa MTBS adalah intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh pneumonia, diare, campak, malaria, kurang gizi, yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut (Depkes RI, 2008). Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan MTBS sejak tahun 1997. Sejak itu penerapan


(25)

7

MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date buku bagan MTBS dilakukan secara berkala (Dirjen Bina Kesehatan Anak, 2011).

Dalam kurun tahun 2007-2008, Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan IDAI yang terkait, United States Agency for International Development (USAID), WHO serta Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) melaksanakan serangkaian kegiatan untuk meng-up datemodul MTBS tersebut yang didasarkan pada evidence and recomnedations for further adaptations dalam technical updates of the guidelines on Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) yang diterbitkan WHO tahun 2005 serta adanya perubahan kebijakan pada beberapa program terkait tentang tatalaksana penyakit untuk MTBS (Depkes RI, 2008).

Namun dalam pelaksanaan MTBS yang standar masih mengalami kendala di lapangan,salah satu faktor penyebab yaitu masih kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman tenaga di Puskesmas dalam menangani bayi atau anak balita yang sakit secara optimal. MTBS memerlukan waktu dalam memberikan pelayanan yang lengkap dan berkesinambungan, juga membuat pencatatan serta pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten (Nurhayati,2010). Adapun Manajemen kasus balita sakit dengan MTBS yaitu, penilaian dan klasifikasi anak sakit, menentukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling ibu, dan tindak lanjut (Depkes, 2008).


(26)

Penelitian sebelumnya tentang MTBS oleh Mardijanto dkk (2005) tentang evaluasi manajemen terpadu balita sakit di Kabupaten Pekalongan mengatakan bahwa pelaksanaan MTBS telah berjalan bergantung pada tenaga yang sudah pernah dilatih. Kinerja proses seperti kelengkapan pengisian formulir dan pembuatan klasifikasi keluhan terjadi tidak bertambah baik selama periode tiga tahun. Meskipun mutu pelayanan dan pengelolaan pneumonia bertambah baik, angka rasio kotrimoksasol belum menggembirakan, menurut Mardijanto dkk hasil penelitian ini terkait dengan dukungan manajemen yang lemah di tingkat puskesmas maupun dinas kesehatan.

Hasil penelitian tentang gambaran pelaksanaan MTBS umur 2 bulan–5 tahun di puskesmas di Kota Makasar tahun 2012 bahwa sebagian besar puskesmas di Kota Makasar tidak menerapkan MTBS untuk menangani balita sakit. Hal ini dapat terlihat dari aspek input,proses,output, aspek input menunjukkan hasil yang belum baik, aspek proses belum sesuai dengan pedoman MTBS yang telah ditetapkan oleh Kemenkes RI, aspek output belum memenuhi kriteria menggunakan MTBS pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas (Husni dkk, 2012).

Sedangkan penelitian yang mengevaluasi pelayanan MTBS terhadap kesembuhan pneumonia pada anak balita di Provinsi Jambi dilakukan oleh Nurhayati, dkk (2010), hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan MTBS yang standar memberikan peningkatan peluang keberhasilan yang lebih tinggi dalam kesembuhan pneumonia pada anak balita dibandingkan dengan pelayanan MTBS yang tidak standar, selain itu pendidikan dan jarak tempuh dari tempat tinggal ke pelayanan kesehatan juga memengaruhi keberhasilan pneumonia pada anak balita.


(27)

9

Berdasarkan hasil dari survey awal di Dinas Kesehatan Kota Medan, terdapat beberapa puskesmas di Kota Medan yang petugasnya telah mendapat pelatihan MTBS dan menerapkan MTBS dalam penatalaksanaan balita sakit, diantaranya adalah Puskesmas Medan Denai.

Puskesmas Medan Denai merupakan puskesmas yang berada di Kecamatan Medan Denai. Pada tahun 2013 angka cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita yang ditemukan dan ditangani adalah sebanyak 242 balita dari perkiraan jumlah penderita 419 balita dan dengan jumlah balita di wilayah kerja puskesmas yaitu 4.195 balita. Jumlah kunjungan balita di Puskesmas Medan Denai pada tahun 2013 adalah sebanyak 2.278 balita dan balita yang ditangani dengan MTBS sebanyak 405 balita (26,0%). Data tersebut menunjukkan bahwa tidak semua balita yang datang ke Puskesmas Medan Denai ditangani dengan MTBS. Puskesmas Medan Denai memiliki 3 orang tenaga terlatih MTBS (Dinkes Kota Medan, 2013).

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Medan Denai Kota Medan Tahun 2014.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukakan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Medan Denai Kota Medan Tahun 2014.


(28)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Medan Denai Kota Medan Tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitan

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Dapat memberikan informasi kepada stakeholder dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Medan tentang bagaimana penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan menggunakan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Medan Denai

2. Sebagai masukan bagi pihak Puskesmas Medan Denai tentang bagaimana penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan menggunakan MTBS dalam terwujudnya penurunan balita yang menderita pneumonia.

3. Sebagai bahan menambah ilmu pengetahuan sekaligus menambah wawasan secara nyata bagi penulis

4. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian yang berhubungan dengan penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia

Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsilidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009).

Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa, dan pada orang usia lanjut (Misnadiarly, 2008).

2.1.1 Penyebab Pneumonia

1) Pneumonia Karena Infeksi Bakteri

Bakteri yang pada umumnya muncul antara lain : a. Pneumonia karena infeksiStreptococus pneumoniae

Streptococusadalah penyebab pneumonia bakteri yang paling sering, terutama pada anak kecil.Streptococus penumoniaesudah ada di kerongkongan manusia yang sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, malnutrisi, bakteri akan segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan (Misnadiarly, 2008).

Penyakit ini ditandai dengan gejala akut berupa demam, nyeri dada dan pernapasan cepat yang sering disertai suara mendengkur. Pada pemeriksaan fisik akan


(30)

ditemukan konsolidasi segmen atau lobus dan dikonfirmasi dengan rontgen (Hull dan Johnston, 2008).

Stadium dari pneumonia karenaPneumococcusadalah sebagai berikut :

i. Kongesti (4-12 jam pertama) : eksudat serosa masuk ke dalam alveolus dari pembuluh darah yang bocor.

ii. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus. iii. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan

fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.

iv. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali kepada struktur semula (Somantri, 2009).

b. Pneumonia karena infeksiHaemophilusInfluenza tipe B

Di seluruh dunia dilaporkan bahwa infeksi ini merupakan penyebab kedua tersering pada pneumonia bakteri. Rontgen toraks biasanya memperlihatkan pola bronkopneumonia yang menyebar dan tidak memperlihatkan bayangan pada lobus. Umumnya berespon terhadap pengobatan amoksilin oral (Hull dan Johnston, 2008). c. Pneumonia karena InfeksiStafilokokus aureus

Stafilokokus aureus merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang pasien rawat inap yang lemah, dan cenderung menyebabkan bronkopneumoni. Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam tinggi dan septikemia, disertai konsolidasi segmen atau lobus yang mungkin akan mengakibatkan komplikasi empisema atau pneumutoraks yang memerlukan drainase (Hull dan Johnston, 2008).


(31)

13

d. Pneumonia karena infeksiKlebsiella sp

Ciri khas dari pneumonia jenis ini adalah sputum kental yang disebut ‘Red Currant Jelly’. Kebanyakan pasien klebsiella adalah laki-laki usia pertengahan atau tua yang menjadi peminum alkohol kronik atau yang menderita penyakit kronik lainnya (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

e. Pneumonia karena InfeksiPseudomonas sp

Pneumonia jenis ini paling sering ditemukan pada pasien yang sakit berat yang dirawat di rumah sakit, atau yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh (misal, pasien dengan leukimia atau transplantasi ginjal yang mendapat obat imunosupresif dosis tinggi. Infeksi Pseudomonas seringkali diakibatkan kontaminasi peralatan ventilasi (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

2) Pneumonia karena Infeksi Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak virus yang berhasil diidentifikasi. Sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun apabila infeksi terjadi bersamaan dengan influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).

3) Pneumonia karena Infeksi Mikoplasma

Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan dan sering disebut pneumonia yang tidak tipikal (Atypical Pneumonia). Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan


(32)

tersebar luas. Angka kematian sangat rendah,bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).

4) Pneumonia Jenis Lain

Termasuk golongan ini adalahPneumocystitis CariniiPneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur. PCP dan biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS (Misnadiarly, 2008). Pneumonia Carinii belakangan ini menjadi infeksi berat yang fatal bagi penderita AIDS akibat kelemahan sistem kekebalan tubuh mereka. PCP merupakan infeksi oportunistik dan dapat juga terjadi pada pejamu dengan gangguan imunitas seperti pasien yang mendapat terapi imunisupresif untuk pengobatan kanker atau transplantasi organ (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

Pneumonia lain yang lebih jarang adalah disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu, maupun jamur. Ricketsia juga masuk golongan antara virus dan bakteri yang menyebakan demam Rocky Mountai, demam Q, Tipus, dan Psittacocis (Misnadiarly, 2008).

2.1.2 Klasifikasi Pneumonia

Menurut Brunner dan Suddarth (2002) berdasarkan agen penyebab dikategorikan sebagai:

a. Pneumonia Bakterialis

Pneumonia yang disebabkan oleh, Pneumonia Streptokokus; Pneumonia Stafilokokus; Pneumonia Klebsiella; Pneumonia Pseudomonas; Haemophilus Influenza


(33)

15

b. Pneumonia Atipikal

Pneumonia atipikal beragam gejalanya, tergantung kepada agen penyebab, Penyakit Legionnaires ; Pneumonia Mikoplasma; Pneumonia Virus; Pneumonia Pneumosistis Carinii (PPC); Pneumonia Fungi; Pneumonia Klamidia; Tuberkulosis

2.1.3 Gejala dan Tanda Pneumonia a. Gejala

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

b. Tanda

Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus (nasal discharge) ; Suara napas lemah ; Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis (kebiru-biruan) ; Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekakuan dan nyeri otot; Sesak napas; Menggigil; Berkeringat ; Lelah ;Terkadang kulit menjadi lembab ; Mual dan muntah 2.1.4 Faktor–Faktor Resiko Pneumonia

Menurut Misnadiarly (2008), Faktor-faktor risiko pneumonia pada balita adalah :


(34)

a. Dikarenakan sang ibu : Menderita ISPA, pecandu alkohol, perokok, menderita penyakit kronik menahun, tingkat pendidikannya rendah, kurang mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai

b. Dikarenakan bayi yang dilahirkan:Kekurangan nutrisi, umur dibawah 2 bulan, jenis kelamin laki-laki (lebih rentan), gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, terkena polusi udara, tinggal di lingkungan kumuh, tidak mendapatkan imunisasi yang memadai, defisiensi vitamin A

2.1.5 Diagnosis dan Tatalaksana Pneumonia a) Pneumonia Ringan

Diagnosis

Disamping batuk atau sukar bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas cepat pada anak umur 2 bulan–11 bulan yaitu ≥ 50 kali/menit sedangkan pada anak umur 1 tahun- 5 tahun adalah≥ 40 kali/menit.

Tatalaksana

i. Anak di rawat jalan

ii. Pemberian antibiotik: kontrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau amoksilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.

b) Pneumonia Berat Diagnosis

Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini: Kepala terangguk-angguk, Pernapasan cuping hidung, Tarikan dinding dada bagian


(35)

17

bawah ke dalam, Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll).

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

i. Napas cepat : a. Anak umur < 2 bulan :≥ 60 kali/menit b. Anak umur 2-11 bulan :≥ 50 kali/menit c. Anak umur 1-5 tahun :≥ 40 kali/menit d. Anak umur≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit ii. Suara merintih (grunting) pada bayi muda

iii. Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara pernapasan bronkial.

Bila keadaan yang sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat menyusui, kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat.

Tatalaksana

i. Anak dirawat di rumah sakit

ii. Terapi antibiotik, seperti amoksilin/ampisilin, kloramfenikol.

iii. Terapi oksigen seperti,pulse oximetry, nasal prongs(WHO et al, 2009). 2.1.6 Pencegahan Pneumonia

I. Menghindarkan bayi/balita dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat keramaian yang berpotensi penularan

II. Menghindarkan bayi/balita dari kontak dengan penderita ISPA III. Membiasakan pemberian ASI


(36)

IV. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas, dan adanya tarikan pada otot di antara rusuk (retraksi)

V. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan dan segera ke Rumah Sakit jika kondisi anak memburuk

VI. Imunisasi Hib untuk memberikan kekebalan terhadap Haemphilus influenza, vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD=Invasive pneumococcal disease) dan vaksinanasi influenza pada anak resiko tinggi, terutama usia 6-23 bulan (Misnadiarly, 2008).

2.2 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Puskesmas adalah salah satu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota/Kab (UPTD) yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerjanya. Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Menkes RI, 2004).

Puskesmas merupakan suatu kesatuan yang bersifat fungsionil dan langsung berada dalam pengawasan administrasi maupun teknis dari dinas kesehatan kota/kabupaten. Pembentukan puskesmas termasuk dalam program kesehatan nasional, dengan maksud memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang


(37)

setinggi-19

tingginya. Dalam wilayah administrasi pemerintahan tempat kedudukan sebuah puskesmas adalah di tingkat kecamatan (Entjang, 2000).

2.2.1 Upaya dan Azas Penyelenggaraan 2.2.1.1 Upaya

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tiggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

a. Upaya Promosi Kesehatan b. Upaya Kesehatan Lingkungan

c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular f. Upaya Pengobatan

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni:

a. Upaya Kesehatan Sekolah b. Upaya Kesehatan Olahraga


(38)

d. Upaya Kesehatan Kerja

e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut f. Upaya Kesehatan Jiwa

g. Upaya Kesehatan Mata h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut

i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Menkes RI, 2004). 2.2.1.2 Azas Penyelenggaraan

1. Azas Pertanggungjawaban Wilayah

Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Berbagai kegaiatn yang dilakukan puskesmas adalah:

a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga berwawasan kesehatan

b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya

c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya

d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.

2. Azas Pemberdayaan Masyarakat

Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Beberapa kegiatan


(39)

21

yang harus dilakukan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain:

a. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita b. Upaya Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD)

c. Upaya Perbaikan Gizi : Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

d. Upaya Kesehatan Sekolah : Dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

e. Upaya Kesehatan Lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)

f. Upaya Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti werda g. Upaya Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)

h. Upaya Kesehatan Jiwa: Posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Mayarakat (TPKJM)

i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional : Taman Obat Keluarga (TOGA), Pembinaan Pengobatan Tradisional (Batra)

j. Upaya Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (inovatif) : dana sehat, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), Mobilisasi dana keagamaan.


(40)

3. Azas Keterpaduan

a. Keterpaduan Lintas Program

Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program :

1) Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) : keterpadua KIA dengan P2M, Gizi, Promosi Kesehatan, pengobatan

2) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) : keterpaduan kesehatan lingkungan dengan Promosi Kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan eksehatan jiwa

3) Puskesmas Keliling : Keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi kesehatan, kesehatan gigi

4) Posyandu : Keterpaduan KIA dengan KB, Gizi, P2M, Kesehatan Jiwa, Promosi Kesehatan

b. Keterpaduan Lintas Sektor

Upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor:

1) Upaya Kesehatan Sekolah : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama

2) Upaya Promosi Kesehatan : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, agama, dan pertanian


(41)

23

3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, dan PLKB 4. Azas Rujukan

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni :

a. Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan

Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:

1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal operasi) dan lain-lain

2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap

3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas

b. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat

Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam : 1) Rujukan sarana dan logistik


(42)

3) Rujukan operasional (Menkes RI, 2004). 2.3 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau dalam bahasa inggris yaitu Integrated Management Of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan teintegrasi/ terpadu dalam tata laksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi, maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Depkes, 2008).

MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/ cara menatalaksana balita sakit. World Health Organization (WHO) telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan di negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita (Prasetyawati, 2012).

2.3.1 Sejarah MTBS di Indonesia

Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Modul MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kemenkes RI, WHO, Unicef, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap danup-datemodul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI.

Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab,


(43)

25

diantaranya belum adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana prasarana untuk pelaksanaan kegiatan (Depkes, 2008).

2.3.2 Sasaran

Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran, yaitu :

a. kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan) b. kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun.

2.3.3 Tujuan

Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas.

2.3.4 Manfaat MTBS

MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat : a. Menurunkan angka kematian balita

b. Memperbaiki status gizi

c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan

e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah

Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas yang menguntungkan, yaitu :


(44)

1) Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tata laksana kasus balita sakit (selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien apabila sudah dilatih)

2) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS)

3) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan).

2.3.5 Materi MTBS

Materi MTBS terdiri atas langkah : 1. Penilaian

Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan penilaian oleh MTBS adalah :

a. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas b. Penilaian dan klasifikasi diare

c. Penilaian dan klasifikasi demam (demam untuk malaria, demam untuk DBD, demam untuk campak)

d. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga e. Memeriksa status gizi

f. Memeriksa anemia g. Memeriksa status anemia


(45)

27

h. Memeriksa pemberian vitamin A

i. Menilai masalah/ keluhan lain (Depkes RI, 2008) 2. Klasifkasi Penyakit

Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk menggolongkan tingkat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis penyakit yang spesifik. Setiap Klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar, yaitu :

a. Merah : Penanganan segera atau perlu dirujuk

b. Kuning : Pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan c. Hijau : Perawatan di rumah

3. Identifikasi Tindakan

Dari klasifikasi baru bisa ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan. 4. Pengobatan

Bagan pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik obat yang harus diberikan di klinik maupun obat yang harus diteruskan di rumah.

5. Konseling

Alur konseling merupakan nasehat perawatan termasuk pemberian makan dan cairan di rumah dan nasehat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk tindak lanjut.


(46)

2.3.6 Strategi Menuju MTBS

a. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan kelaurga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi Posyandu

b. Meningkatkan kemampuan tenaga dalam manajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas

c. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul vitamin A, MP-ASI, dan makanan tambahan

d. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat e. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/ dunia usaha

masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang

f. Meningkatkan perilaku sadar gizi dengan : 1) Memantau berat badan

2) Memberi ASI ekslusif pada bayi 0–6 bulan 3) Makan beraneka ragam

4) Menggunakan garam beryodium


(47)

29

g. Intervensi gizi dan kesehatan dalam MTBS

1) Memberikan perawatan / pengobatan di Rumah Sakit dan Puskesmas pada anak balita gizi buruk disertai penyakit penyerta

2) Pendampingan pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6 – 23 bulan dan PMT pemulihan pada anak 24 – 59 bulan kepada balita gizi kurang baik yang memiliki penyakit penyerta ataupun tidak ada penyakit penyerta h. Advokasi dan pendampingan MTBS

1) Menyiapkan materi/ strategi advokasi MTBS

2) Diskusi dan rapat kerja dengan DPRD secara berkala tentang pelaksanaan dan anggaran MTBS

3) Melakukan pendampingan di semua Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota (Prasetyawati, 2012).

2.3.7 Komponen MTBS

Dalam rencana aksi MTBS 2009-2014 Kementrian Kesehatan RI menetapkan ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu :

1) Komponen I

Improving case management skills of first level workers through training and follow up yaitu, meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah diadaptasi (dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan).


(48)

2) Komponen II

Ensuring that health facility supports reqired to provide effective IMCI care are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada balita lebih efektif

3) Komponen III

Household and community component, yaitu meningkatkan praktek /peran keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai ‘Manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat’) (Prasetyawati, 2012).

2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas 2.4.1 Persiapan MTBS di Puskesmas

Puskesmas yang akan menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita sakit perlu melakukan :

2.4.1.1 Diseminasi Informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas

Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh tenaga yang meliputi perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga imunisasi, tenaga obat, pengelola SP3, pengelola program P2M, tenaga loket dan lain-lain. Diseminasi informasi dilaksanakan oleh tenaga yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten. Informasi yang harus disampaikan: Konsep umum


(49)

31

MTBS, Peran dan tanggung jawab tenaga Puskesmas dalam menerapkan MTBS (Depkes, 2008).

Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan rencana penerapan MTBS di Puskesmas yang meliputi persiapan logistik, penyusaian alur pelayanan, penerapan MTBS di Puskesmas dan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan MTBS (Depkes, 2008).

2.4.1.2 Rencana persiapan logistik

Persiapan sebelum menerapkan MTBS adalah : 1) Persiapan Obat dan Alat

a. Obat

Obat –obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah lazim ada, kecuali beberapa obat yang belum tersedia di Puskesmas. Obat yang digunakan termasuk dalam Daftar Obat Eesensial (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas.

Obat-obat yang diperlukan adalah : Kotrimoksazol tablet dewasa, kotrimoksazol tablet anak, sirup kotimoksazol, sirup amoksilin, tablet amoksilin, kapsul tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet metronidazol, tablet primakuin, tablet kina, tablet artesunate, tablet amodiakuin, tablet parasetamol, tablet albendazol, tablet pirantel pamoat, tablet besi, sirup besi, suntikan ampisilin, suntikan gentamisin, suntikan penisilin prokain, suntikan artemeter, suntikan kinin HCL, suntikan fenobarbital, suntikan diazepam, tetrasiklin atau kloramfenikol salep mata, gentian violet 1%, tablet nistatin, gliserin, vitamin A 200.000 IU, vitamin A 100.000 IU,


(50)

tablet zinc, aqua bides untuk pelarut, oralit 200 cc, cairan infus Na Cl 0,9%, cairan infus ringer laktat, cairan infus detrose 5%, alkohol, povidone iodine (Depkes RI, 2008).

b. Peralatan

Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah : i. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik

ii. Tensimeter dan manset anak (bila ada)

iii. Gelas, sendok, dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok oralit)

iv. Infus set dengan wing needles no 23 dan no 25 v. Semprit dan jarum suntik: 1 ml ; 2.5 ml; 5 ml; 10 ml vi. Timbangan bayi

vii. Termometer viii. Kasa/ kapas

ix. Pipa lambung (nasogastire tube- NGT) x. Alat penumbuk obat

xi. Alat pengisap lendir

xii. RDT- Rapid Diagnostic Test untuk malaria

xiii. Kalau mungkin Mikroskop untuk pemeriksaan malaria 2) Persiapan formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI)

Formulir rawat jalan MTBS merupakan logistik pencatatan yang belum ada di puskesmas. Langkah-langkah dalam persiapan formulir MTBS dan KNI :


(51)

33

a. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitung kunjungan per bulan. Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan formulir MTBS selama satu bulan. Formulir ini adalah untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda, didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas, karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal. b. Untuk pencetakan jumlah KNI sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit dalam

sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan.

c. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetak formulir pencatatan dan KNI untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama

3) Penyesuaian alur pelayanan

Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit, perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan. Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh balita sakit :

a. Pendaftaran


(52)

c. Pemberian tindakan yang diperlukan d. Pemberian obat

e. Rujukan bila diperlukan (Depkes RI, 2008).

Gambar 2.1 Alur Pelayanan penatalaksanaan penyakit dengan MTBS yang diberikan oleh 3 orang tenaga kesehatan

2.4.2 Penerapan MTBS di Puskesmas

Seluruh balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus per hari). Akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih

1. Pemeriksaan(Memeriksa dan membuat klasifikasi, identifikasi pengobatan) 2. Konseling(cara pemberian obat di

rumah, kapan kembali, pemberian makan 3. Pemberian kode diagnosa dalam SP3 4. Tindakan yang diperlukan(pengobatan

pra rujukan dan imunisasi)

Pemberian Obat

Pulang Rujuk

Pendaftaran +

Memberi formulir MTBS + Family Folder

Petugas 2. di ruang periksa melakukan seluruh langkah sejak • Pengukuran suhu

badan

• Penimbangan berat badan hingga konseling

Petugas 3. di Apotik Datang

Petugas 1. di loket : mengisi formulir MTBS (Identitas dan status kunjungan)


(53)

35

MTBS dan jumlah kunjungan balita sakit per hari cukup besar maka penerapan MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap, hal ini tergantung kepada apakah tenaga tersebut juga dibebani untuk menangani pasien yang bukan balita, kegiatan ke posyandu, dan lain-lain (Depkes RI, 2008).

Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut:

a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita.

b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari, memberikan pelayanan kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS.

c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari, memberikan pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS (Depkes, 2008).

2.4.3 Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan

Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3). Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah konvensi klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan.


(54)

2.4.3.1 Pencatatan Hasil Pelayanan

Pencatatan seluruh hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan hingga penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan khusus. Pencatatan yang telah ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan. Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah :

a. Register kunjungan b. Register rawat jalan c. Register kohort bayi d. Register kohort balita e. Register imunisasi

f. Register malaria, demam berdarah dengue, diare, ISPA, gizi, dll g. Register Obat

2.4.3.2 Pelaporan Hasil Pelayanan

Pelaporan yang digunakan adalah :

a. Laporan bulanan 1/ Laporan bulanan data kesakitan (LB1) b. Laporan pemeriksaan dan lembar permintaan obat (LPLPO) c. Laporan bulanan gizi, KIA, Imunisasi dan P2M (LB3) d. Laporan Minggu diare

e. Laporan kejadian luar biasa

Diperlukan konvensi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnosa dan menggunakan penomoran kode LB1 (Depkes RI, 2008).


(55)

37

2.5 Penatalaksaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit 2.5.1 Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit

i. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya

Bagan MTBS tidak digunakan bagi anak sehat yang dibawa untuk imunisasi atau bagi anak dengan keracunan, kecelakaan atau luka bakar. Tentukan apakah kunjungan merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang

ii. Memeriksa tanda bahaya umum

Periksa tanda bahaya umum pada anak sakit. Anak dengan tanda bahaya umum memiliki masalah kesehatan serius dan sebagian besar perlu segera dirujuk. Tanda bahaya umum adalah:

a. Tidak bisa minum atau menyusui b. Memuntahkan semuanya

c. Kejang

d. Letargis atau tidak sadar

iii. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernapas

Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau infeksi saluran pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam.


(56)

a. Menilai batuk atau sukar bernapas

Anak yang batuk atau sukar bernapas dinilai untuk: Sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, Napas cepat, Tarikan dinding dada ke dalam, Stridor (Depkes, 2008).

b. Klasifikasi batuk atau sukar bernapas

Pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga lajur :

1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan harus segera dirujuk. Ini adalah klasifikasi yang berat

2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan khusus, misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan pengawasan atau pengobatan lainnya

3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak di rumah.

Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan batuk atau sekedar bernapas.

Tabel 2.1 Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan-5 Tahun

Gejala • Ada tanda bahaya umum

• Tarikan dinding dada ke dalam atau

• Stridor

Klasifikasi

Pneumonia berat atau penyakit sangat berat

Napas cepat Pneumonia

Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat


(57)

39

iv. Memeriksa status gizi v. Memeriksa anemia

vi. Memeriksa status imunisasi anak

vii. Memeriksa pemberian vitamin A (Depkes, 2008). 2.5.2 Menentukan Tindakan dan Memberi Pengobatan 2.5.2.1 Menentukan perlunya dilakukan rujukan segera

a) Rujukan untuk anak dengan tanda bahaya umum

Anak dengan tanda bahaya umum berarti mempunyai klasifikasi berat, sehingga mereka memerlukan rujukan.

b) Rujukan untuk pneumonia berat atau penyakit sangat berat

Anak dengan klasifikasi Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, benar-benar menderita sakit yang serius dan membutuhkan rujukan segera untuk tindakan seperti oksigen dan lain-lain. Sebelum anak dirujuk, beri dosis pertama antibiotik yang sesuai untuk membantu mencegah pneumonia berat menjadi lebih parah, serta membantu mengobati infeksi berat seperti sepsis atau meningitis (radang selaput otak) (Depkes, 2008).

2.5.2.2 Menentukan tindakan/ pengobatan pra rujukan

Sebelum merujuk biasanya dilakukan tindakan/pengobatan pra rujukan. Tindakan/pengobatan pra rujukan diperlukan untuk menyelamatkan kelangsungan hidup anak. Sebelum melakukan tindakan /pengobatan pra rujukan tenaga meminta persetujuan orang tua (informed consent)(Depkes, 2008).


(58)

2.5.2.3 Merujuk anak

Hal yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum merujuk anak ke rumah sakit, yaitu:

i. Menjelaskan tentang pentingnya rujukan dan meminta persetujuan ibu untuk membawa anaknya ke rumah sakit.

ii. Menghilangkan kekhawatiran ibu dan membantu untuk mengatasi setiap masalahnya.

iii. Menulis surat rujukan untuk dibawa ke rumah sakit. Memberi tahu ibu untuk memberikannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit (Depkes, 2008). 2.5.2.4 Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan

rujukan

Anak yang tidak memerlukan rujukan dapat ditangani di puskesmas atau klinik. Klasifikasi untuk pneumonia yang dapat ditangani di puskesmas atau klinik yaitu, pneumonia dan batuk bukan pneumonia.

Tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan rujukan segera meliputi :

i. Memilih obat oral yang sesuai dan menentukan dosis serta jadwal pemberian ii. Memberi cairan tambahan dan tablet zinc untuk diare dan melanjutkan

pemberian makan

iii. Memberi tindakan dan pengobatan infeksi lokal iv. Memberi imunisasi sesuai kebutuhan


(59)

41

2.5.2.5 Kunjungan Ulang

Kunjungan ulang diperlukan untuk klasifikasi pneumonia yang memerlukan untuk dilihat kembali hasilnya setelah beberapa hari makan obat. Waktu untuk kunjungan ulang dicatat pada tempat yang disediakan di bagian akhir atau kanan bawah formulir pencatatan. Waktu kunjungan ulang disampaikan oleh tenaga kepada ibu balita (Depkes, 2008).

2.5.3 Konseling bagi Ibu

Adapun yang dilakukan tenaga kesehatan saat memberikan ibu balita konseling yaitu:

a. Menggunakan Keterampilan Komunikasi yang Baik

Pengobatan di Puskesmas perlu dilanjutkan di rumah. Keberhasilan pengobatan di rumah tergantung keterampilan komunikasi tenaga kesehatan dengan ibu penderita yang meliputi : Menasehati ibu cara pengobatan di rumah (memberi penjelasan, memberi contoh, memberi kesempatan praktek), mengecek pemahaman ibu.

b. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah

Langkah-langkah dalam mengajari ibu cara memberikan obat oral di rumah kepada balita yang menderita pneumonia seperti, menentukan jenis dan dosis obat yang sesuai untuk umur atau berat badan anak, memberi tahu ibu alasan pemberian obat kepada anak, memperagakan cara mengukur satu dosis, mengamati cara ibu menyiapkan obat satu dosis, menjelaskan cara memberi obat, kemudian bungkus obat diberi tanda, dan lain-lain.


(60)

c. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah. d. Menganjurkan pemberian ASI dan makanan.

e. Menasehati ibu tentang masalah pemberian makan pada anak.

f. Menasehati ibu kapan harus kembali ke tenaga kesehatan (Depkes, 2008). 2.5.4 Tindak Lanjut

Setiap anak dengan pneumonia harus kembali ke tenaga kesehatan setelah 2 hari untuk kunjungan ulang dengan syarat:

a. Jika frekuensi napas cepat atau nafsu makan tidak membaik, beri antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia. Sebelumnya tenaga memastikan bahwa ibu memberikan antibiotik kepada balita nya 2 hari terakhir.

i. Jika anak tidak minum antibiotik atau dosis yang diberikan terlalu rendah atau terlalu jarang, obati lagi dengan antibiotik yang sama. Satu dosis diberikan didepan tenaga kesehatan dan memastikan ibu tahu cara memberi obat di rumah. ii. Jika anak telah mendapat antibiotik dengan benar namun tidak membaik, tenaga

mengganti dengan antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia. Biasanya untuk 3 hari, misalnya bila anak sudah mendapat kotrimoksazol ganti dengan amoksilin. b. Jika anak harus melanjutkan pengobatan antibiotik hingga seluruhnya 3 hari,

pastikan ibu mengerti pentingnya menghabiskan obat tersebut walaupun keadaan anak membaik (Depkes, 2008).


(61)

43

2.6 Fokus Penelitian

Pada prinsipnya keberhasilan penatalaksanaan pneumonia dengan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output).Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut :

Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut:

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS agar dapat berjalan dengan baik, meliputi : Tenaga Kesehatan; Pendanaan; Sarana, Prasarana dan Peralatan.

a. Tenaga adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat pelatihan MTBS dan menerapkan MTBS dalam penatalaksanaan balita yang menderita pneumonia. b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk

pelaksanaan MTBS.

c. Sarana, Prasarana dan peralatan termasuk didalamnya yaitu: obat, peralatan untuk pemeriksaan, formulir MTBS, kartu nasehat ibu (KNI), dan ruangan

Input :

1. Tenaga Kesehatan 2.Pendanaan

3.Sarana, Prasarana dan peralatan

Process : Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS

Output : Balita Pneumonia

ditangani dengan MTBS Gambar 2.2 Fokus Penelitian


(62)

khusus untuk MTBS yang mendukung terlaksananya penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS.

2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi : Penilaian dan klasifikasi balita sakit, menetukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling bagi ibu, tindak lanjut. 3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu penatalaksanaan pneumonia dengan

manajemen terpadu balita sakit (MTBS), diharapkan semua balita yang menderita pneumonia dapat ditangani dengan MTBS.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang penatalaksanaan pneuomonia dengan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Medan Denai. Pendekatan kualitatif menurut Benister et al yang dikutip oleh Herdiansyah (2012) adalah penelitian yang bertujuan untuk menangkap dan memberi gambaran terhadap suatu fenomena, sebagai metode untuk mengeksplorasi fenomena, dan sebagai metode untuk memberikan penjelasan dari suatu fenomena yang diteliti.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Medan Denai Kota Medan Provinsi Sumatera Utara, dengan pertimbangan yaitu :

1. Puskesmas Medan Denai merupakan Puskesmas di Kota Medan yang menerapkan MTBS dan mempunyai tenaga kesehatan yang telah terlatih MTBS.

2. Puskesmas Medan Denai memiliki angka penemuan dan penanganan penderita pneumonia tahun 2013 sebanyak 242 balita dari perkiraan penderita 419 balita. Jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas Medan Denai adalah 4.195 balita.


(64)

3. Jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas Medan Denai tahun 2013 adalah 2.278 balita dengan jumlah balita sakit yang ditangani dengan MTBS adalah sebanyak 405 balita. Jumlah tenaga kesehatan terlatih MTBS adalah sebanyak 3 petugas (Dinkes Kota Medan, 2013).

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah selama 14 minggu terhitung sejak bulan Februari 2014 sampai April 2014 (Survei pendahuluan dan penelitian).

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah:

A. Pegawai bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan B. Kepala Puskesmas Medan Denai

C. Penanggungjawab Ruang Poli Anak dimana MTBS dilaksanakan D. Tenaga Kesehatan pengelola MTBS

E. Ibu balita yang datang ke Puskesmas yang anaknya menderita salah satu dari klasifikasi pneumonia menurut MTBS.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melaui :

1. Wawancara, yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur yang dilengkapi dengan pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan dan penggunaan kata (Herdiansyah, 2012).


(65)

47

2. Observasi, yaitu sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati prilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu (Cartwright dalam Herdiansyah, 2012). Observasi disini yaitu mengamati bagaimana penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan MTBS oleh tenaga kesehatan di puskesmas.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Medan Denai, dan referensi buku-buku serta hasil penelitian yang berhubungan dengan penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS.

3.5 Triangulasi

Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu dengan memilih informan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Patton dalam Moleong, 2007).

3.6 Metode Analisa Data

Analisis data kualitatif dilakukan secara simultan dengan proses pengumpulan data, interpretasi data dan dibuat matriks untuk mempermudah dalam melihat data secara lebih sistematis (Miles dan Huberman dalam Herdiansyah, 2012).


(66)

Puskesmas Medan Denai terletak di Jalan Jermal XV No. 6 Lingkungan I, Kecamatan Medan Denai. Puskesmas Medan Denai memiliki luas wilayah 324.5 ha dan memiliki dua kelurahan yaitu Kelurahan Denai dan Kelurahan Medan Tenggara. Puskesmas Medan Denai memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kelurahan Tegal Sari Mandala III 2. Sebelah Selatan : Kelurahan Amplas

3. Sebelah Barat : Kelurahan Desa Binjai

4. Sebelah Timur : Kelurahan Deli Serdang PTPN II

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Denai Tahun 2013

No Kelurahan Jumlah

Lingkungan

Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan

1 Denai 9 7.442 7.858

2 Medan Tenggara 11 11.517 10.515


(67)

49

Tabel 4.2 Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Denai Tahun 2014

No Sarana Kesehatan Jumlah

1 Rumah Sakit Swasta 2

2 Balai Pengobatan 3

3 Rumah Bersalin/Klinik 11

4 Apotik 9

5 Praktek Dokter Umum 8

6 Praktek Dokter Spesialis 3

7 Praktek Dokter Gigi 1

8 Praktek Bidan 11

9 Toko Obat Berizin 3

10 Pos Kesehatan Keluarga 3

Sumber. Puskesmas Medan Denai Tahun 2013

Tabel 4.3 Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Medan Denai Tahun 2014

No Tenaga Kesehatan Jumlah

1 Dokter Umum 4

2 Dokter Gigi 1

3 Sarjana Kesehatan Masyarakat 1

4 Perawat 5

5 Perawat Gigi 2

6 Bidan 5

7 SAA 1

8 Pelaksana Gizi 1

9 Analisa Kesehatan 1

10 Kesehatan Lingkungan 1

11 Honor 3

Sumber. Puskesmas Medan Denai Tahun 2013 4.2 Karakteristik Informan

Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini, dapat dilihat pada tabel berikut.


(1)

PEDOMAN WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR DAN OBSERVASI PENATALAKSANAAN PNEUMONIA PADA BALITA DENGAN MANAJEMEN

TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS MEDAN DENAI TAHUN 2014

A. Daftar Pertanyaan untuk Informan di Bidang Pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Medan

I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

1. Sesuai dengan jabatan yang Bapak/Ibu emban, apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai MTBS?

A. Apa itu MTBS? B. Sejarah MTBS?

C. Apa saja penyakit yang ditangani dengan MTBS D. Apakah ada peraturan mengenai MTBS

2. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana proses persiapan penerapan MTBS di Puskesmas?

A. Apakah ada diseminasi informasi B. Frekuensi Pelatihan

3. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan MTBS

4. Bagaimana dengan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pelaksanaan MTBS


(2)

5. Sesuai dengan jabatan yang Bapak/Ibu emban pada saat ini, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai pelaksanaan MTBS?

6. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana proses penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di Puskesmas?

7. Bagaimana sistem monitoring dan evaluasi yang Bapak/Ibu lakukan dalam penatalaksanaan penyakit dengan MTBS ?

A. ketepatan waktu pelaporan B. Kelengkapan data

C. Akurasi data

8. Terkait dengan pelaksanaan MTBS, apa saja tantangan internal maupun eksternak yang ditemui di lapangan?

9. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala (internal dan eksternal)?

10. Terkait dengan beban kerja & efisiensi kinerja, bagaimana menurut pendapat Ibu/ Bapak mengenai beban kerja petugas MTBS?

A. Apakah jumlah petugas MTBS yang dilatih sudah mencukupi B. Bagaimana kinerja petugas kesehatan selama ini?

11. Apa saja saran yang dapat Bapak/Ibu ajukan untuk perbaikan pelaksanaan MTBS ?

B. Daftar Pertanyaan untuk Kepala Puskesmas I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara :


(3)

11. Sesuai dengan jabatan Bapak sebagai Kepala Puskesmas, apa saja yang Bapak ketahui mengenai MTBS?

A. Apa itu MTBS? B. Sejarah MTBS?

C. Apa saja penyakit yang ditangani dengan MTBS D. Apakah ada peraturan mengenai MTBS

2. Sepengetahuan Bapak bagaimana proses persiapan penerapan MTBS di Puskesmas?

A. Apakah ada diseminasi informasi B. Frekuensi Pelatihan

3. Bagaimana menurut bapak dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan MTBS 4. Bagaimana menurut bapak dengan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk

pelaksanaan MTBS

5. Sesuai dengan jabatan yang Bapak emban pada saat ini, bagaimana pendapat Bapak mengenai pelaksanaan MTBS?

6. Sepengetahuan Bapak bagaimana proses penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di Puskesmas?

7. Bagaimana sistem monitoring dan evaluasi yang Bapak lakukan dalam penatalaksanaan penyakit dengan MTBS ?

A. ketepatan waktu pelaporan B. Kelengkapan data

C. Akurasi data

8. Terkait dengan pelaksanaan MTBS, apa saja tantangan internal maupun eksternak yang ditemui di lapangan?

9. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala (internal dan eksternal)?

10. Terkait dengan beban kerja & efisiensi kinerja, bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai beban kerja petugas MTBS?


(4)

B. Bagaimana kinerja petugas kesehatan selama ini?

11. Apa saja saran yang dapat Bapak ajukan untuk perbaikan pelaksanaan MTBS ?

C. Daftar Pertanyaan untuk Informan di Puskesmas (Penanggung Jawab Ruang Poli Anak / MTBS dan Petugas pelaksana MTBS)

I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

11. Sesuai dengan jabatan yang Ibu emban, apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai MTBS?

A. Apa itu MTBS? B. Sejarah MTBS?

C. Apa saja penyakit yang ditangani dengan MTBS D. Apakah ada peraturan mengenai MTBS

2. Sepengetahuan Ibu bagaimana proses persiapan penerapan MTBS di Puskesmas?

A. Apakah ada diseminasi informasi B. Frekuensi Pelatihan

3. Bagaimana menurut ibu dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan MTBS 4. Bagaimana menurut ibu dengan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk

pelaksanaan MTBS

5. Sesuai dengan jabatan yang Ibu emban pada saat ini, bagaimana pendapat Ibu mengenai pelaksanaan MTBS?

6. Sepengetahuan Ibu bagaimana proses penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di Puskesmas?


(5)

7. Bagaimana sistem monitoring dan evaluasi yang Ibu lakukan dalam penatalaksanaan penyakit dengan MTBS ?

A. ketepatan waktu pelaporan B. Kelengkapan data

C. Akurasi data

8. Terkait dengan pelaksanaan MTBS, apa saja tantangan internal maupun eksternak yang ditemui di lapangan?

9. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala (internal dan eksternal)?

10. Terkait dengan beban kerja & efisiensi kinerja, bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai beban kerja petugas MTBS?

A. Apakah jumlah petugas MTBS yang dilatih sudah mencukupi B. Bagaimana kinerja petugas kesehatan selama ini?

11. Apa saja saran yang dapat Ibu ajukan untuk perbaikan pelaksanaan MTBS ?

D. Daftar Pertanyaan untuk Ibu Balita I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

1. Ketika ibu membawa balita ibu ke Puskesmas.

A. Apakah ada petugas menjelaskan tentang apa itu MTBS? B. Apa penyakit anak ibu saat ini?

2. Setelah anak ibu berobat di Puskesmas ini, bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas?


(6)

3. Menurut pendapat Bapak/Ibu bagaimana dengan kelengkapan saran dan prasaranan selama anak Bapak/Ibu berobat di puskesmas ini?

3. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana alur pemeriksaan yang dilakukan selama anak ibu berobat disini?

4. Menurut pendapat Bapak/Ibu bagaimana pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan di puskesmas ini?