34 fasa cair merupakan fasa yang sedikit polimernya dan akan membentuk pori
membran. Proses presipitasi pemadatan diawali dengan transisi dari satu fasa cair menjadi dua fasa cair liquid-liquid demixing. Pada kondisi tertentu selama
demixing , satu dari fasa cair tersebut fasa dengan konsentrasi polimer tinggi
akan memadat sehingga terbentuk suatu matriks padatan dan fasa cair lainnya fasa dengan konsentrasi polimer rendah akan membentuk pori membran.
2.6. Parameter yang Mempengaruhi Morfologi Membran
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi morfologi dan kinerja membran, contohnya pemilihan polimer, pemilihan sistem pelarut dan koagulan,
media presipitasi, waktu evaporasi, pemilihan pembawa, serta aditif. 2.6.1. Pemilihan Polimer
Pada dasarnya semua jenis polimer dapat digunakan sebagai membran, namun karena sifat fisik dan kimianya yang berbeda sehingga hanya beberapa
jenis polimer saja yang dapat digunakan sebagai membran. Polimer yang ideal adalah yang kuat, amorf, dan tidak rapuh dengan pemakaian pada temperatur di
bawah T
g
-nya. Polimer juga harus larut dalam pelarut yang sedikit larut dalam air. Pemilihan polimer adalah faktor yang sangat penting karena akan mempengaruhi
unjuk kerja membran secara langsung. Sifat pemisahan tergantung pada struktur dan sifat kimia polimer tersebut.
Membran yang sering digunakan untuk pemisahan gas CO
2
dan CH
4
adalah selulosa asetat, polisulfon, polikarbonat, dan poliimida. Perbandingan rasio
35 difusivitas, solubilitas, dan permeabilitas gas CO
2
dan CH
4
pada keempat jenis membran tersebut dapat dilihat pada tabel 2 Mulder, 2000.
Tabel 2. Perbandingan Rasio Difusivitas, Solubilitas, dan Permeabilitas Gas CO
2
dan CH
4
pada Beberapa Polimer Polimer
P CO
2
barrer D CO
2
D CH
4
S CO
2
S CH
4
P CO
2
P CH
4
selulosa asetat 6,0
4,2 7,3
30,8 poliimida
0,2 15,4
4,1 63,6
polikarbonat 10,0
6,8 3,6
24,4 Polisulfon
4,4 8,9
3,2 28,3
Keterangan : P = permeabilitas ; D = difusivitas ; S = solubilitas 1 Barrer = 10
-10
cm
3 STP
cmcm
2
s cm Hg
Berdasarkan data di atas, walaupun rasio difusivitas gas CO
2
terhadap CH
4
pada membran selulosa asetat memiliki harga terkecil namun selulosa asetat dipilih karena harga solubilitas CO
2
dan CH
4
cukup tinggi nilainya. Pemilihan selulosa asetat ini juga didasarkan pada sifatnya yang non polar, sama seperti gas
CO
2
yang lebih non polar dibandingkan gas CH
4
. Karena sifatnya yang non polar, selulosa asetat memiliki afinitas yang tinggi terhadap CO
2
dan akan meningkatkan laju permeasi gas CO
2
sehingga nilainya lebih tinggi dari polimer lainnya. Selulosa asetat adalah ester dari asam asetat dan selulosa Dari segi
produksi, selulosa asetat merupakan bahan kimia yang mudah diproduksi karena terbuat dari selulosa yang tersedia melimpah di alam seperti dari serat kapas dan
pulp kayu.
36 Gambar 9. Selulosa Asetat
2.6.2. Pemilihan Sistem Pelarut dan Koagulan Pemilihan pelarut tergantung pada morfologi membran yang diinginkan.
Aseton merupakan salah satu pelarut yang mempunyai parameter solubilitas yang rendah terhadap air dan laju penguapan yang cepat dibandingkan pelarut lainnya
seperti dimetilformadida DMF, dimetilacetamid DMAc, dan N-Metilpirolidin NMP. Aseton juga dapat melarutkan selulosa asetat dengan baik. Saat koagulasi
dengan air, aseton akan mengalami pemadatan yang lambat pada pencetakkan sehingga dihasilkan membran yang relatif tidak berpori dense. Pada pemisahan
gas, membran ini sangat cocok karena akan memberikan selektivitas yang tinggi. Aseton adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah
terbakar.
Gambar 10. Aseton
37 2.6.3. Media Presipitasi
Media presipitasi yang umum digunakan adalah air karena akan menghasilkan membran yang mempunyai fluks yang lebih tinggi dibandingkan
media presipitasi lainnya seperti i-propanol ataupun metanol. Media presipitasi dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak dan harus sering diganti sehingga
dari segi lingkungan tidak boleh dipilih suatu media presipitasi yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Air merupakan media presipitasi yang
ramah lingkungan. Selain itu, air juga merupakan media yang murah dan mudah didapat.
2.6.4. Waktu Evaporasi Setelah membran dicetak, pelarut yang terdapat dalam membran tersebut
akan diuapkan dalam waktu yang dapat divariasikan. Semakin singkat penguapan maka pori membran yang terbentuk akan semakin kecil dan densitas lapisan tipis
akan semakin kecil juga. Tetapi pada tekanan tinggi, densitas lapisan tipis tidak bisa terlalu kecil karena membran yang terlalu tipis tidak dapat menahan tekanan
yang terlalu tinggi. 2.6.5. Pemilihan Pembawa
Biasanya membran terbuat dari bahan padat dan jarang sekali berupa cairan. Akan tetapi prinsip keduanya sama yaitu pemisahan antara komponen
yang satu dari komponen yang lain. Pemisahan pada membran terjadi karena adanya perbedaan solubilitas dan difusivitas. Media pembawa dapat
mengefektifkan fungsi absorbsi diluar peranan solubilitas dan difusivitas. Adanya pembawa juga dapat meningkatkan kemurnian dari gas yang dipisahkan. Namun
38 jika pembawa ada di dalam membran dengan kemampuan yang kompleks, maka
fluks dapat ditingkatkan. Pembawa dapat berupa cairan yang bersifat bergerak mobile ataupun yang tetap mobilitasnya terbatas dan dapat berikatan secara
kimia kovalen atau fisika terhadap polimer membran.
a b
Gambar 11. Perpindahan Massa pada Membran dengan Media Pembawa. a Pembawa Bergerak, b Pembawa Tetap
Pada sistem pembawa yang bergerak, molekul pembawa berdifusi melewati membran. Sedangkan pada sistem pembawa tetap, gas yang berikatan
dengan pembawa akan bergerak pindah dari sisi pembawa yang satu ke sisi pembawa yang lainnya.
Gambar 12. Polietilen Glikol
Pemilihan pembawa dilakukan berdasarkan kemampuannya untuk mengabsorbsi CO
2
sehingga fluks dan selektivitasnya dapat ditingkatkan. Absorban yang biasa digunakan pada pemisahan dengan metode absorbsi adalah
amina, karbonat, dan etilen glikol. Berdasarkan penelitian Li, dkk 1995
39 polietilen glikol PEG dapat melarutkan gas-gas yang bersifat asam seperti CO
2
. penggunaan PEG juga memberikan pengaruh terhadap selektivitas dan laju
permeasi CO
2
seperti terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Selektivitas dan Laju Permeasi Membran yang Menggunakan PEG Membran
Selektivitas Permeasi CO
2
cm
3 STP
cm
2
s cmHg Tekanan
cmHg Referensi
PEG 6000 dicampur selulosa
asetat
25,6 6,16 x 10
-10
20 Li, dkk. 1998
PEG 20000 dicampur selulosa
asetat
30,3 7,49 x 10
-10
20 Li, dkk. 1998
PEG 20000 untuk pelapisan
polisulfon
23,8 9,5 x 10
-7
517 H.J, dkk 1999
PEG 20000 dicampur
polivinilamina
63,1 5,8 x 10
-6
96 C. Yi, dkk.
2005
PEG 400 dicampur selulosa
asetat
178,4 2,55 x 10
-6
103,4 Lucia, 2006
Satu hal yang mendasar pada membran dengan pembawa adalah reaksi pengikatan antara carrier dengan solute harus bersifat reversible, karena jika tidak
reversibel maka transportasi gas akan berhenti ketika semua molekul pembawa telah berikatan dengan gas yang terlarut. Energi ikatan yang dapat bersifat
reversibel berkisar antara 10 – 50 kJmol King. Skema transportasi dapat dilihat dalam gambar berikut ini :
40 Gambar 13. Proses Transportasi CO
2
Melewati Membran Dengan Pembawa
CO
2
adalah solute, R adalah carrier dan RCO
2
adalah ikatan yang terjadi antara gas terlarut dengan pembawa.
2.6.6. Pemilihan Aditif Kriteria aditif yang digunakan adalah aditif harus larut dengan pelarut
tetapi tidak mudah menguap. Sifat ini dibutuhkan saat evaporasi, agar pori membran dapat terbentuk dengan baik. Dalam penelitian ini digunakan formamida
karena sifatnya yang lebih sukar menguap dibandingkan aseton dan pada penelitian sebelumnya dinilai cukup optimal Lucia, 2006. Formamida berbentuk
cairan tidak berwarna namun dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Penambahan formamida pada membran bertujuan meningkatkan jumlah pori serta
pori yang lebih besar pada sublayer. Hal ini akan memudahkan keluarnya gas-gas yang telah diseleksi pada lapisan membran yang lebih rapat dense sehingga akan
memberikan permeabilitas gas CO
2
yang tinggi.
Gambar 14. Formamida
41
2.7. Defect Pada Membran