Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hukum Atas Hak Perlindungan Tanama

Novia Ujianty Silitonga : Perlindungan Hukum Terhadap Varietas Tanaman, 2008. USU Repository © 2009

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK

PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

A. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hukum Atas Hak Perlindungan Tanama

Peraturan perundang-undangan yang memberi perlindungan terhadap varietas tanaman selain memberi keuntungan bagi pemilik atau pemegang hak PVT, juga memberi perlindungan hukum bagi para pihak yang terkait dalam kegiatan pemuliaan tanaman tersebut. Perlindungan yang dimaksud mencakup pengakuan terhadap pengetahuan tradisional masyarakat yang dimiliki para petani tradisional. Pada umumnya kemampuan para petani tradisional merupakan pengetahuan yang dimiliki secara turun temurun. Untuk melindungi kepentingan para petani tradisional dalam proses pemuliaan tanaman diperlukan sistem sui generis, melalui pemberian hak pemulia. Sistem sui generis bagi perlindungan varietas tanaman harus mencakup unsur-unsur sebagai berikut: 1. varietas tanaman tidak dapat diberikan paten, karena bertentangan dengan tujuan untuk melindungi kehidupan tanaman sebagai makhluk hidup 2. petani harus diizinkan untuk menggunakan kembali benih yang didapat dari varietas yang dilindungi, dengan cara menyimpan sebagian hasil panen untuk ditanam pada masa tanam berikutnya, tanpa adanya keharusaan membayar royalti kepada pemegang hak selama tidak mengkomersilkan benih tersebut 3. setiap pihak harus diizinkan untuk menggunakan bahan tanaman yang dilindungi untuk pengembangan varietas lebih lanjut tanpa persetujuan dari pemegang hak dengan memberikan kompensasi kepada pemegang hak 4. pemegang hak harus menyediakan kompensasi bagi petani tradisional yang telah menyediakan varietas lokal atau pengetahuan untuk pengembangan varietas yang dilindungi, karena menyangkut hak komunitas lokal sebagai tradisi dan pengetahuan yang telah dimiliki secara turun temurun Novia Ujianty Silitonga : Perlindungan Hukum Terhadap Varietas Tanaman, 2008. USU Repository © 2009 5. lisensi wajib harus disediakan untuk kepentingan umum terutama menyangkut hal-hal yang mendesak dan berkaitan dengan kepentingan umum. 59 Adanya pengetahuan tradisional memungkinkan komunitas lokal memiliki hak untuk mengakses penggunaan tanah dan sumber daya genetik sebagai sumber mata pencaharian. Kepemilikan pengetahuan tradisional masyarakat bersifat kolektif dan komunal, karena pengetahuan tradisional yang dimiliki secara turun temurun. Perlindungan terhadap pengetahuan tradisional memberi keuntungan berupa: a. menghapus atau mengurangi rasa ketidakadilan, karena para petani akan mendapatkan kompensasi b. mencegah penggunaan pengetahuan dalam cara yang merugikan pemiliknya c. pengakuan luar biasa terhadap nilai pengetahuan tradisional dan menghormati siapapun yang telah memeliharanya d. menjaga sumber daya secara optimal untuk memunculkan standar kehidupan dan tingkat pembangunan, khususnya di negara berkembang e. pemanfaatan pengetahuan tradisional yang lebih berguna di seluruh dunia f. memelihara gaya hidup tradisional g. melindungi atau memelihara lingkungan. 60 Di Indonesia, pelanggaran terhadap pengetahuan tradisional masyarakat sering terjadi, misalnya adanya kasus pematenan tanaman tradisional Indonesia sebagai bahan baku pembuatan kosmetik oleh perusahaan Shiseido dari Jepang. Sejak tahun 1995, perusahaan kosmetik Shiseido dari Jepang telah melakukan pembajakan hayati biopiracy dengan mengajukan 51 permohonan hak paten terhadap tanaman obat dan rempah asli Indonesia. Secara diam-diam perusahaan tersebut telah mendapatkan hak paten untuk tanaman obat dan rempah yang telah digunakan dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia secara turun 59 Andriana Krisnawati, op. cit, hlm. 39 60 Ibid, hlm. 42 Novia Ujianty Silitonga : Perlindungan Hukum Terhadap Varietas Tanaman, 2008. USU Repository © 2009 temurun. Perusahaan Shiseido telah memiliki 9 paten yaitu paten perawatan kepala bernomor register JP 10316541 dengan subjek paten meliputi kayu rapet Parameria laevigata, kemukus Piper cubeba, tempuyung Sonchus arvensis L, belantas Pluchea indica L, mesoyi Massoia aromatica Becc, pule Alstonia scholaris, pulowaras Alycia reindwartii Bl, daan sintok Cinamomumsintoc BL. Selain itu tanaman lain yang juga termasuk dalam subjek paten adalah kayu legi, kelabet, lempuyang, remujung, dan brotowali. Tanaman tersebut terbagi atas 3 hak paten dan merupakan bahan anti penuaan. Sementara untuk perawatan kulit, tanaman yang didaftarkan adalah tanaman wolo Borassus flabellifer, regulo Abelmoschus moschatus, dan bunga cangkok Schima wallichii dan ekstrak cabe jawa dari Piperaceae didaftarkan hak patennya untuk tonik rambut. Perusahaan kosmetik tersebut mematenkan tanaman-tanaman asli Indonesia tersebut di kantor paten di Jepang, dan untuk mendapatkan double protection tanaman tersebut juga didaftarkan di lembaga paten Eropa untuk negara Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia. Pendaftaran hak paten untuk tanaman dan rempah asli dari Indonesia tersebut digugat oleh suatu organisasi non pemerintah di Indonesia. Gugatan diajukan melalui pengadilan di Jepang dan akhirnya perusahaan kosmetik tersebut membatalkan permohonan registrasi hak paten yang menggunakan tanaman obat dan rempah asli Indonesia untuk keperluan kosmetik yang sebelumnya telah diajukan ke kantor paten di Tokyo, Jepang. Pembatalan tersebut dilakukan karena perusahaan Shiseido menyadari bahwa tanaman hayati Indonesia yang termasuk dalam permohonan hak paten yang diajukannya telah menjadi bahan baku obat dan kosmetika tradisional sejak zaman dahulu dan dikenal luas masyarakat Novia Ujianty Silitonga : Perlindungan Hukum Terhadap Varietas Tanaman, 2008. USU Repository © 2009 sebagai jamu. Selain itu juga dikemukakan bahwa dari semua permohonan paten yang diajukan ternyata hanya satu yang telah diregistrasi di Jepang yaitu ramuan yang menggunakan tanaman lempuyang untuk pemutih kulit. Namun menurut perusahaan Shiseido, yang diberi hak paten bukanlah tanaman lempuyangnya melainkan proses pembuatan kosmetik yang menggunakan bahan baku lempuyang sehingga bangsa Indonesia tetap bisa memanfaatkan tanaman tersebut. 61 Sebelum dikeluarkannya UU No. 29 tahun 2000, perlindungan terhadap tanaman dilakukan dengan menggunakan hak paten, dalam kasus tersebut tampak ketidakpahaman sebagian masyarakat terhadap sistem paten terutama dalam membedakan antara produk dan proses yang dilindungi hak paten. Berdasarkan pengakuan dari pihak Shiseido, ketidakpahaman tersebut mengakibatkan penafsiran yang salah terhadap subjek yang didaftarkan oleh perusahaan Jepang tersebut dimana Indonesia menganggap yang didaftarkan paten adalah tanaman obat dan rempah tradisional Indonesia, sementara yang didaftarkan perusahaan tersebut adalah proses pembuatan kosmetik yang menggunakan bahan tanaman tersebut. Permasalahan tersebut juga ditimbulkan karena belum adanya sistem perlindungan hukum bagi pengetahuan tradisional masyarakat traditional knowledge. Belum terbentuknya sistem perlindungan hukum terhadap traditional kmowledge ini mengakibatkan terjadinya pembajakan hayati biopiracy oleh perusahaan Shiseido karena tanaman obat dan rempah-rempah asli tanaman 61 “Shiseido Batalkan Paten Rempah Indonesia” dalam Kompas 26 Maret 2002. Novia Ujianty Silitonga : Perlindungan Hukum Terhadap Varietas Tanaman, 2008. USU Repository © 2009 Indonesia tersebut masih menjadi milik umum public domain sehingga setiap orang dapat memanfaatkannya. Sebelum membentuk peraturan baru untuk perlindungan terhadap pengetahuan tradisional masyarakat tersebut, maka pemerintah dapat memanfaatkan ketentuan pasal 7 UU No. 29 tahun 2000 UU PVT yang memuat: a. Varietas lokal milik masyarakat dikuasai oleh negara b. Penguasaan oleh negara dilaksanakan oleh pemerintah c. Pemerintah berkewajiban memberikan penamaan terhadap varietas lokal tersebut d. Ketentuan penamaan, pendaftaran, dan penggunaan varietas lokal serta instansi yang diberi tugas untuk melaksanakannya diatur lebih lanjut oleh pemerintah. 62 Varietas lokal tersebut adalah varietas tanaman yang telah ada dan dibudidayakan secara turun temurun oleh petani, serta menjadi milik masyarakat umum. Yang diatur pemerintah meliputi pengaturan hak imbalan dan penggunaan varietas tanaman tersebut dalam hubungannya dengan perlindungan hukum yang diberikan terhadap varietas tanaman serta usaha-usaha pelestarian plasma nutfah. Penggunaan varietas lokal tersebut mencakup kepemilikan dan pengaturan manfaat ekonomi bagi masyarakat pemilik dari varietas lokal tersebut. Penerapan ketentuan pasal 7 UU PVT dapat mencegah pemanfaatan kekayaan hayati secara illegal biopiracy yang dilakukan oleh pihak asing, karena ketentuan pasal tersebut memberikan kesempatan penuntutan hukum berdasarkan ketentuan UU PVT Indonesia jika terjadi pelanggaran. 62 Pasal 7 UU No. 29 Tahun 2000 Novia Ujianty Silitonga : Perlindungan Hukum Terhadap Varietas Tanaman, 2008. USU Repository © 2009 Salah satu tanaman pangan yang telah mendapatkan hak PVT di Indonesia adalah jagung. Jagung merupakan salah satu tanaman pangan terpenting selain beras dan kedelai. Sampai tahun 2001 jumlah lahan yang ditanami jagung hibrida di Indonesia hanya mencapai 15, sangat jauh jika dibandingkan dengan Filipina dengan angka 40 atau Thailand dengan angka 86. Gambaran ini menjadi argumentasi untuk meningkatkan penggunaan benih jagung hibrida. Dewan Jagung Nasional 63 Permasalahan yang lebih besar dapat dilihat pada kasus dominasi bibit paten yang diproduksi oleh PT. Monsanto di Amerika yang mencapai sekitar 85 di seluruh ladang kedelai, 45 dari seluruh ladang jagung dan 76 untuk ladang kapas. Petani di berbagai daerah di Amerika mengeluhkan sulitnya bercocok tanam tanpa tersangkut masalah pelanggaran hak paten, sedangkan untuk beralih ke bibit alami sudah tidak mungkin karena kelangkaan bibit alami di pasaran. PT. yang beranggotakan wakil pemerintah dan industri, menargetkan peningkatan penggunaan jagung hibrida. Ditargetkan areal tanam 3,3 juta Ha saat ini dapat menjadi 7,5 juta ha. Yang menjadi potensi masalah bukan pada target peningkatan produksi jagung tersebut, namun sifat dari hal paten yang, melekat pada benih jagung hibrida. Dengan meningkatkan target pemakaian benih hibrida, maka meningkat pula ketergantungan petani pada benih yang dipatenkan tersebut. Berkaca dari kasus tuntutan hukum yang pernah ada seringkali tidak jelas definisi pelanggaran hukum yang dituduhkan kepada petani. Dan tidak kalah mengerikan adalah dengan adanya PVT perusahaan benih jagung multinasional memiliki peluang yang menentukan arah kebijakan pengembangan jagung di Indonesia. 63 Dalam struktur Dewan Jagung terdapat eksekutif PT. Dupont Indonesia, PT. BISI, PT. Monagri Utama, dan PT. Syngeta Novia Ujianty Silitonga : Perlindungan Hukum Terhadap Varietas Tanaman, 2008. USU Repository © 2009 Monsanto menyatakan bahwa sejak tahun 1998 hingga 2004 telah dibuka sidang ribuan petani dengan tuntutan pelanggaran hak paten bibit produksinya. Tidak setengah-setengah, PT. Monsanto mengerahkan anggota khusus penyelidikan kemungkinana pelanggaran hak paten sebanyak 75 staf dengan anggaran sebesar 10. Kasus serupa juga mulai terjadi di Indonesia, tepatnya di Jawa Timur. Dimana sejumlah petani di Jawa Timur diseret ke pengadilan karena dituduh memalsukan benih jagung. Seorang petani malah diadili di dua pengadilan berbeda. Putusan hakim di kedua pengadilan pun tidak sama. Hal ini terjadi saat PT. BISI, anak perusahaan dari PT. Charoen Pokhpand merupakan produsen bibit jagung unggul. Seperti produsen benih lainnya propagasi benih di serahkan ke petani-petani jagung lokal dengan ikatan kontrak. Seorang petani bernama Pak Tukirin mengikuti program propagasi bibit jagung produksi PT. BISI tersebut selama beberapa tahun, bahkan sempat memenangkan juara terbaik kedua penghasil benih jagung se-Kecamatan Ngoronggot. Setelah selesai kontrak pembenihan dengan PT. BISI, Pak Tukirin membeli benih jagung produksi PT.BISI bukan ikatan kontrak untuk dibudidayakan dengan tujuan konsumsi dan bukan penangkaran benih. Dari sini Pak Tukirin mencoba untuk menciptakan bibit unggul sendiri berdasarkan pengalamannya. Kegiatan ini kemudian dilaporkan PT BISI sebagai tindakan pelanggaran PVT jagung produksi PT BISI. Setelah tidak terbukti demikian, tuntutan dialihkan sebagai pelanggaran berupa peniruan cara berbudidaya. Secara hukum tuntutan atas Pak Tukirin memiliki banyak kecacatan. Tuduhan yang dikenakan terhadap Pak Tukirin tidak berdasar hukum sama sekali. Novia Ujianty Silitonga : Perlindungan Hukum Terhadap Varietas Tanaman, 2008. USU Repository © 2009 Fakta kejadian bahwa Pak Tukirin mencoba melakukan persilangan dengan caranya sendiri kemudian dituduh merupakan usaha sertifikasi yang illegal berdasarkan UU. No.12 mengenai Sistem Budidaya Tumbuhan. Bila dicermati tuntutan tersebut sangat menyimpang dari kejadian yang sebenarnya. Nasib apes juga menimpa Budi Purwo Utomo. Setelah divonis bebas oleh PN Tulungagung, pria yang bekerja sebagai petani itu kembali harus berurusan dengan pengadilan. Kali ini ia diseret jaksa ke Pengadilan negeri Kediri. Di pengadilan terakhir, Budi dihukum percobaan. Budi bukanlah pelaku terorisme atau pembunuhan berencana. Ia adalah salah seorang dari beberapa petani di Jawa Timur yang kesandung masalah hukum karena benih jagung. Jumlah petani yang menghadapi kasus serupa cukup banyak. Di Kediri saja, tak kurang dari 11 petani dilaporkan ke polisi dan harus duduk di kursi terdakwa. Sebagian di antaranya sudah mendapatkan vonis di tingkat pertama. Burhana, misalnya. Pria ini divonis lima bulan penjara karena dituduh mengedarkan benih jagung tanpa sertifikasi. Petani lain ada yang dijerat dengan tuduhan meniru cara bercocok tanam perusahaan, ada pula yang dituduh memalsukan merek, atau pencurian benih. Ada banyak celah yang dipakai jaksa untuk menjerat petani seperti Burhana. Maka, Senin 1812 siang Burhana datang ke Komisi Yudisial ditemani sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat. Mereka menemui Zainal Arifin, Koordinator Bidang Pelayanan Masyarakat Komisi Yudisial KY. “Kami ingin melaporkan prilaku hakim yang menangani perkara para petani ini,“ ujar Tejo Wahyu Djatmiko, bekas Direktur Eksekutif Konphalindo, yang dalam hal ini mewakili ICEL.. Novia Ujianty Silitonga : Perlindungan Hukum Terhadap Varietas Tanaman, 2008. USU Repository © 2009 Prilaku hakim yang dimaksud sikap hakim yang begitu saja menerima dakwaan jaksa terhadap para petani yang dilaporkan oleh perusahaan perbenihan setempat. Salah satu yang terasa janggal adalah adanya dua putusan berbeda dari dua pengadilan berbeda terhadap Budi Purwo Utomo. “Kami melihat proses pengadilan yang berlangsung sejak 2004 di Jawa Timur mengabaikan hak-hak petani dan membuat petani enggan untuk mengembangkan benih sesuai dengan teknik yang mereka miliki,“ ujar Fuad Bahari, Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Petani Indonesia. Setidaknya, ada dua kejanggalan yang dikeluhkan para petani, termasuk ke Komisi Yudisial. Pertama, berkaitan dengan UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. UU ini mengatur sanksi bagi pihak yang melakukan budidaya tanpa izin atau sertifikasi tanpa izin. Menurut Burhana, salah seorang petani yang pernah dipidana, petani tidak mungkin memenuhi persyaratan uji coba agar mendapatkan sertifikasi. Sebab, uji coba harus dilakukan di 15 provinsi dan tiap provinsi diuji coba di lima kabupaten. “Aturan ini hanya akan menguntungkan pemodal besar. Petani tak akan bisa berkembang,“ tandasnya. Kedua, para petani ini bisa saja dihukum kalau mereka terbukti melakukan pelanggaran terhadap UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Masalahnya, jaksa seperti enggan menggunakan UU tersebut karena perusahaan yang melaporkan pun diduga sulit membuktikan pelanggaran terhadap varietas tanaman mereka. Petani kecil yang pada umumnya awam terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan kontrak perjanjian dan hukum, menjadi sasaran empuk penuntutan-penuntutan hukum yang tidak jelas dasarnya tanpa ada perlawanan. Petani tidak berkutik dalam sistem hukum karena tidak mampu menyewa pengacara bahkan pembayaran biaya sidang. Novia Ujianty Silitonga : Perlindungan Hukum Terhadap Varietas Tanaman, 2008. USU Repository © 2009

B. Penyelesaian Sengketa atau Pelanggaran Hukum Atas Hak Perlindungan Tanaman