Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.
Instrument pokok geza yang lain yaitu; nohkan, take-bue, kotsuzumi, o-tsuzumi, taiko, o- daiko,
dan berbagai alat musik tabuh seperti gong, hyoushigi dan bel yang memiliki berbagai macam warnanada.
Geza juga meliputi efek suara yang lebih nyata, misalnya pada adegan salju yang jatuh yang dibuat hampir tidak ada bunyi, tetapi dentaman o-daiko yang lambat memberi kesan redam
pemandangan yang ditutupi salju. Bunyi ombak yang memukul diiringi oleh pukulan ombak yang disebut bunyi ombak nami no oto. Banyak efek-efek musik yang demikian digunakan
untuk meniru suara desiran angin, rintik hujan, atau air yang mengalir sehingga menambah suasana pertunjukan kabuki.
2.2.2. Gidayu
Gidayu merupakan nyanyian dengan iringan shamisen. Bentuk dari cerita yang dinyanyikan dimulai oleh Takemoto Gidayu 1651-1741 dan para pemain mempelajarinya
semenjak usia dini untk mengembangkan suara-suara mereka. Di dalam bunraku, nyanyian menggunakan suara yang memiliki warnanadauntuk berbicara pada boneka-boneka.
Nyanyiannya sangat dramatis dan jumlah penyanyi hampir sebanyak pemain sebagai pemusik. Namun di dalam Kabuki, peran ini terutama pada penyediaan tafsiran pemikiran karakter dan
emosi untuk menggambarkan adegan di atas pentas. Shamisen yang digunakan lebih besar dari instrument baku dan warnanada yang
dihasilkan lebih nyaring dan merdu. Panggilan-panggilan yang dibuat oleh pemain shamisen sangat penting dalam memberi isyarat-isyarat pemilihan waktu yang tepat bagi para aktor dan
penyanyi. Shamisen dan nyanyian bisa disembunyikan di belakang sebuah tirai bamboo di atas lantai sebelah kanan yang menaik, tetapi pada umumnya mereka memperlihatkan degatari, di
dalam sebuah platform yang berputar di bawah layar.
Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.
2.2.3. Nagauta
Nyanyian panjang indah yang dinyanyikan lincah, sedih dan berirama disebut nagauta. Pada zaman Edo tahun 1976-1736 nagauta terlaksana dengan baik dengan format paling tua dan
musik yang murni yang berkembang bersamaan dengan teater. Nagauta didesain sebagai suatu gaya yang diperluas dari musik berirama, cocok untuk iringan tari-tarian panjang. Gaya ini juga
menampilkan banyak tari-tarian kabuki yang paling terkenal dan tarian drama musisi yang diperlihatkan di atas debayashi. Sekitar delapan orang pemain shamisen berlutut di atas platform
merah bagian tengah atas. Alat musik yang sering dipakai yaitu; taiko, o-tsuzumi, dua atau tiga ko-tsuzumi, shinobue, nohkan
dan take-bue.
2.2.4. Tokiwazu, Kiyomoto, Kato Bushi
Tokiwazu merupakan gaya musik Joruri yang digunakan dalam tari-tarin untuk memutar
dan tidak pernah muncul dengan wayang. Gaya bernyanyi tokiwazu jauh lebih ringan dan lebih bersemangat daripada gidayu. Selain itu, teks yang diucapkan lebih mudah dan sangat logis. Hal
itu membuat gaya Kabuki dari Joruri dekat dengan gaya liris utamono. Gaya Tokiwazu merupakan jenis musik tertua yang berasal dari Bungo Bushi. Beberapa
gaya Bungo Bushi antara lain; tokiwazu tomimoto, kiyomoto dan shinnai. Tomimoto sudah hampir hilang dan shinnai hampir tidak pernah muncul dalam teater. Bungo Bushi berasal dari
nama Miyako Bungo-no-Jo yang berpergian dari Kyoto ke Edo dan menjadi terkenal akan keindahan suara dan gaya berpakaiannya. Miyako muncul dalam Kabuki, dan sering memainkan
adegan bunuh diri sehingga dilarang diputar oleh shogun. Akhirnya Bungo-no-Jo kembali ke Kyoto dan meninggal pada tahun 1740.
Salah satu siswa siswa dari Bungo-no-Jo yang tetap tinggal di Edo mulai melakukannya dengan nama Tokiwazu-Mojitayu 1709-1781. Periode pertama kebesaran Tokiwazu yaitu pada
tahun 1750 ketika ia memainkan adegan dengan panjang dan penuh warna. Periode kedua kebesaran Tokiwazu dimulai pada awal abad ke-19 ketik ada seorang yang sangat tergila-gila
Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.
pada ”hengemono” atau ”transformasi tarian.” hal ini merupakan bagian tarian singkat dengan masing-masing karakter tertentu dan biasanya dilakukan oleh seorang aktor yand dapat dengan
cepat membuat perubahan dari karakter ke karakter yang lain. Kiyomoto merupakan ekspresi musik pengiring untuk narasi nyanyian Jepang yang
anggun. Gaya Kiyomoto dimulai oleh Kiyomoto Enjudayu 1977-1985. Ciri khas gaya musik ini adalah suara vokal falsetto yang sangat tinggi. Pada umumnya Kiyomoto sering
diperdengarkan sebagai iringan adegan cinta. Kato bushi merupakan suatu gaya amatir yang hanya terdengar dalam satu permainan,
Sukeroku , yang tampil di awal pertunjukan dan untuk deha terkenal serta tarian pada hanamichi.
Coly Juliarta Hutabarat : Kabuki No Jyou’en Ni Bansou Ni Suru, 2009.
BAB III ALAT-ALAT MUSIK PRNGIRING PERTUNJUKAN KABUKI