- 2.0 ha 2.0 - 2.5 ha - 3.0 ha 3.0 ha
                                                                                Gambar 22 Tanaman akasia model kemitraan antara PT. Hutan Rindang Banua dengan masyarakat di Kecamatan Jorong.
Sebagaimana telah dijelaskan, penanaman kayu jabon di desa ini dipicu oleh tawaran dari PT. Hendratna, sebuah perusahan kayu lapis yang memiliki pabrik di
Banjarmasin.  Sebagian  besar  petani  65  menerima  tawaran  tersebut  karena menganggap  bahwa  tanaman  jabon  akan  menjadi  sumber  pendapatan  tabungan
keluarga  yang  cukup  menjanjikan.  Tujuan  ekonomi  merupakan  motif  utama penanaman kayu seperti diperlihatkan oleh Gambar 16.
Jaminan  kepastian  pasar  juga  menjadi  isu  penting  yang  berkembang  di kalangan  para  petani  kayu  jabon  pada  akhir-akhir  ini.  Pada  saat  investasi
penanaman  dilakukan,  para  petani  merasa  yakin  bahwa  tanaman  jabon  mereka akan ditampung oleh perusahaan kayu lapis yang memberikan bibit secara cuma-
cuma.  Namun  demikian  perusahaan  tersebut  kini  mengalami  kebangkrutan  dan sudah  tidak  beroperasi  sehingga  mengganggu  harapan  petani.  Beberapa  petani
yang  diwawancarai  kini  kurang  menaruh  perhatian  terhadap  tanaman  jabon mereka  dan  mulai  mengurangi  intensitas  pemeliharaan  tegakan  jabon  mereka.
Pada beberapa kasus bahkan dijumpai petani yang telah mengganti tanaman jabon mereka dengan tanaman karet  yang dianggap memiliki  prospek pasar  yang lebih
menjanjikan lihat Gambar 23.
Gambar 23 Tanaman jabon rakyat yang ditebang oleh pemiliknya karena akan diganti dengan kayu karet.
Hasil FGD yang dilakukan bersama beberapa perwakilan tokoh masyarakat dan petani di  Desa Asam  Jaya menunjukkan bahwa kegiatan pendampingan dari
instansi  pemerintah  di  sektor  kehutanan  relatif  masih  terbatas,  sehingga  para petani  belum  memperoleh  banyak  kesempatan  untuk  terlibat  di  dalam  program-
program  pengembangan  tanaman  kayu  rakyat.  Kecamatan  Jorong  sebenarnya telah memperoleh alokasi lahan untuk pengembangan HTR, namun masyarakat di
Desa Asam Jaya belum mengetahui tentang program tersebut.
5.2.3.
Analisa Kelembagaan:
Persepsi dan
Strategi Petani
dalam Pengusahaan Tanaman Kayu Rakyat
Petani  melihat  usaha  tanaman  kayu  rakyat  sebagai  sebuah  peluang  untuk memperoleh  tambahan  pendapatan.  Kemiripan  antara  kasus  di  kedua  desa
penelitian adalah, bahwa pemicu minat masyarakat terhadap usaha tanaman kayu tersebut  berasal  dari  pihak  luar.  Pada  kasus  di  Desa  Ranggang,  petani  melihat
berbagai  manfaat  yang  dapat  diperoleh  dengan  terlibat  pada  program pengembangan  tanaman  kayu  yang  digagas  instansi  pemerintah.  Selain  petani
memandang  bahwa  kayu  mahoni  memiliki  prospek  ekonomi  yang  baik, keterlibatan  tersebut  juga  akan  menjadi  akses  mereka  terhadap  berbagai  bantuan
yang  disediakan  oleh  pemerintah
16
.  Pemilihan  jenis  mahoni  sebagai  jenis  yang dikembangkan  merupakan  pilihan  rasional  petani,  karena  disamping  jenis  kayu
tersebut  mempunyai  harga  jual  yang  tinggi,  kayu  tersebut  juga  dapat  digunakan untuk  keperluan  sendiri.  Di  berbagai  negara,  khususnya  di  Asia  Tenggara,
program-program  dan  kebijakan  yang  diberikan  pemerintah  berpengaruh  positif terhadap ekspansi tanaman kayu Rudel 2009.
Secara  ekologis,  kayu  mahoni  juga  cocok  dengan  kondisi  lingkungan  di Kabupaten Tanah Laut yang memiliki wilayah dengan ketinggian antara 0
– 1000 m  dpl.  dan  curah  hujan  yag  beriklim  tropis  basah.  Kayu  mahoni  cocok  dengan
kondisi  tersebut  dan  toleran  terhadap  berbagai  jenis  tanah
Whitmore  dalam Krisnawati et al. 2011
b
; Lamb dalam Krisnawati et al. 2011
b
;
Martawijaya et al. 2005. Tidak  diketahui  dengan  pasti  apakah  petani  di  Desa  Ranggang  telah  memiliki
pengetahuan  tentang  kesesuaian  tempat  tumbuh  jenis  kayu  tersebut.  Namun demikian  pemilihan  atas  jenis  kayu  tersebut  merupakan  keputusan  yang  cukup
strategis. Petani tidak memilih kayu jati, yang mungkin mempunyai nilai ekonomi yang  lebih  tinggi  dari  mahoni  karena  kayu  jati  kurang  begitu  cocok  dengan
kondisi  lingkungan  setempat.  Wilayah  Kabupaten  Tanah  Laut  tidak  memiliki musim kemarau yang nyata dan jenis tanah yang kurang mengandung kapur yang
biasa  dibutuhkan  tanaman  jati.  Kayu  karet  tidak  menjadi  pilihan  petani  karena jenis  ini  tidak  termasuk  ke  dalam  jenis  yang  ditawarkan  oleh  pemerintah.  Jenis
kayu karet baru termasuk ke dalam jenis tanaman kehutanan sejak diperkenalkan program HTR yang relatif baru.
Para  petani  di  desa  Asam  Jaya  melihat  tanaman  jabon  sebagai  salah  satu peluang karena mereka umumnya memiliki lahan yang cukup luas. Sementara itu
latar  belakang  sebagai  warga  transmigran  yang  relatif  baru  menempati  desa tersebut  tahun  1991,  menyebabkan  mata  pencaharian  petani  belum  terfokus
kepada usaha tani. Sebagian besar petani masih memanfaatkan peluang bekerja di luar  bidang  usaha  tani  seperti  yang  tergambar  di  dalam  struktur  sumber
pendapatan  petani  Gambar  20.  Kondisi  wilayah  di  kecamatan  Jorong  yang
16
Motivasi  seperti  ini  juga  dijumpai  pada  sebagian  petani  di  Desa  Asam  Jaya  bedasarkan penuturan  Bapak  Sanawiri,  Bapak  Ata  dan  Bapak  Kasmadi  pada  saat  pelaksanaan  survey
rumah  tangga.  Mereka  mengatakan  bahwa  salah  satu  alasan  mereka  untuk  bergabung  dengan program  penanaman  jabon  adalah  karena  pihak  perusahaan  menjanjikan  akan  memberikan
bantuan pupuk dan obat-obatan untuk pemeliharaan tanaman jabon mereka.
sedang  berkembang,  dengan  adanya  perusahaan  hutan  tanaman  dan pertambangan,  menyediakan  peluang  pekerjaan  bagi  masyarakat  di  sekitar  Desa
Asam  Jaya. Para petani  kayu jabon pada umumnya juga mengusahakan tanaman karet.  Namun  untuk  membangun  kebun  laret  juga  diperlukan  modal  usaha  yang
cukup  besar.  Hasil  analisa  finansial  usaha  tanaman  karet  memperkirakan  biaya pembangunan  tanaman  karet  sebesarRp  6.8  juta  per  ha  dan  biaya  pemeliharaan
sekitar  Rp  2  juta  sampai  Rp  9  per  tahun  lihat  Lampiran  10,  sebelum  tanaman tersebut  mulai  menghasilkan  getah  pada  sekitar  tahun  ke  5.  Pilihan  untuk
menanam kayu jabon merupakan pilihan yang cukup strategis karena relatif tidak memerlukan  biaya  yang  besar  di  dalam  pembangunan  dan  pemeliharaan
tegakannya. Secara ekologis tanaman jabon cocok dengan kondisi setempat karena jabon
termasuk jenis pionir dan tahan terhadap tempat terbuka Krisnawati et al. 2011
a
. Tanaman  jabon  juga  termasuk  jenis  cepat  tumbuh  sehingga  relatif  cepat  akan
memberikan  hasil.  Namun  demikian,  faktor  utama  yang  mempengaruhi  motivasi petani  untuk  menanam  jabon  adalah  karena  adanya  jaminan  pemasaran  dari
perusahaan  yang  mendukung  program  penanaman  tersebut.  Setelah  kemudian jaminan  tersebut  menjadi  tidak  pasti  karena  perusahaan  pendukungnya  sudah
tidak  beroperasi,  motivasi  petani  untuk  memelihara  tanaman  jabon  mulai berkurang.  Dari  pendapat  para  responden  selama  pelaksanaan  survey  rumah
tangga terungkap bahwa kini mereka tidak terlalu  mencurahkan sumber  dayanya tenaga kerja, pupuk, obat-obatan untuk memelihara tegakan jabon. Harga pasar
yang  rendah  Rp  125,000  per  m
3
dalam  bentuk  tegakan  menjadi  salah  satu sumber demotivasi bagi petani untuk terus merawat tegakan jabon mereka.
Perilaku  petani  tersebut  di  atas  dapat  dipandang  sebgai  perilaku  rasional namun  juga  oportunis  seperti  disebutkan  di  dalam  konsep  teori  aktor  menurut
Ostrom  2006.  Sebagian  petani  jabon  juga  menunjukkan  sikap  fallable  learners dengan  mengganti  tanaman  jabon  mereka  dengan  tanaman  karet  yang  dianggap
lebih prospektif. Bagi mereka keputusan untuk menanam jabon dianggap sebagai keputusan  yang  keliru  dan  dapat  diduga  bahwa  mereka  akan  lebih  berhati-hati
untuk melakukan investasi di bidang usaha tanaman kayu di masa depan.
Faktor  lain  yang  mempengaruhi  persepsi  terhadap  usaha  tanaman  kayu kemungkinan  adalah  faktor  budaya.  Fakta  bahwa  para  penanam  kayu  sebagian
besar  berasosiasi  dengan  etnis  Jawa  mengindikasikan  adanya  pengaruh  budaya Jawa yang dibawa ke daerah baru di Tanah Laut. Penduduk Jawa, khususnya para
transmigran merantau ke luar Jawa karena didorong keinginan untuk memperoleh lahan  garapan  bagi  usaha  tani  mereka.  Oleh  karena  itu  masyarakat  Jawa  lebih
responsif  didalam  menyambut  berbagai  program  pembanguan  yang  berkaitan dengan  usaha  tani  berbasis  lahan  yang  ditawarkan  pemerintah,  seperti  yang
tercermin pada masyarakat di Desa Ranggang. Fakta bahwa hanya sebagian kecil dari petani di Desa Asam Jaya yang menyambut tawaran untuk penanaman jabon,
kemungkinan  disebabkan  oleh  proses  sosialisasi  yang  belum  intensif  dilakukan oleh  perusahaan  pendukung  PT.  Hendratna.  Beberapa  responden  survey  rumah
tangga mengatakan bahwa mereka tidak sempat memperoleh bibit yang dibagikan dari  perusahaan  tersebut  sehingga  tidak  melakukan  penanaman  jabon  di  lahan
milik mereka. Berdasarkan struktur pendapatan keluarga Gambar 15 dan 20, para petani
kayu  di  kedua  desa  studi  nampak  melakukan  strategi  diversifikasi  sumber pendapatan  Belcher  dan  Kusters  2004.  Di  dalam  pelaksanaan  strategi  tersebut,
para  petani  di  Desa  Ranggang  memfokuskan  kegiatan  usaha  tani  mereka  pada produksi  tanaman  pangan.  Perilaku  mereka  menyerupai  petani  dalam  artian
peasant dalam perspektif antropologi ekonomi petani Abar 2002. Petani Jawa di Desa  Ranggang  relatif  sudah  lebih  lama  menghuni  desa  tersebut  sejak  tahun
1970an  sehingga  sudah  membentuk  budaya  yang  mirip  dengan  budaya  asal mereka  di  Jawa.  Perilaku  peasant  di  Desa  Ranggang  tersebut  juga  dicirikan
dengan  lebih  banyaknya  petani  yang  melakukan  pola  tumpang  sari  di  dalam tegakan  mahoni  mereka.  Fokus  pada  tanaman  pangan  tersebut  merupakan
penerapan  strategi  subsisten  coping  strategy  petani  di  desa  ini.  Di  desa  Asam Jaya  perilaku  tersebut  jarang  dijumpai  karena  lahan  bawah  tegakan  jabon  pada
umumnya ditumbuhi rumput-rumputan. Pada  teknik  budidaya  tanaman,  para  petani  di  Desa  Asam  Jaya  nampak
menerapkan  strategi  yang  berorientasi  pasar  atau  specialized  strategy  menurut Belcher  dan  Kuster  2004.  Penanaman  kayu  sudah  dilakukan  menyerupai
tanaman  kayu  industri  dengan  penerapan  jarak  tanam  yang  teratur  dan  umur pohon yang seragam. Pada awal pertumbuhan tanaman, petani juga melaksanakan
perawatan  yang  cukup  intensif,  seperti  melakukan  kegiatan  pembersihan  gulma penyiangan,  pemupukan  dan  penyemprotan  hama  dengan  obat-obatan.  Dari
aspek  kondisi  lingkungan,  pola  tanaman  industri  tersebut  juga  relatif  mudah dilakukan karena kondisi medan yang landai dan tanah yang relatif homogen.
Para petani, baik di  Desa Ranggang maupun di  Asam  Jaya sampai saat ini belum  melakukan  pemanenan  atas  tanaman  kayu  mereka  karena  umur  tanaman
yang  reatif  masih  muda.  Akan  tetapi  dari  pola  budidaya  yang  mereka  lakukan nampaknya strategi tebang habis akan menjadi pilihan petani, khususnya bagi para
petani di Desa Asam Jaya. Model pemasaran yang tidak seperti di Jawa, dimana di setiap  desa  mudah  dijumpai  para  pengepul  kayu,  juga  turut  mendorong  pola
pemanenan  tebang  habis  tersebut.  Pasar  nampaknya  akan  menjadi  fakor  kunci yang  akan  menentukan  pola  pemanenan  kayu  oleh  petani.  Jenis  kayu  jabon
mempunyai  tujuan  penggunaan  yang  lebih  berorientasi  kepada  industri  besar seperti industri serpih atau kayu lapis, sehingga juga cenderung membentuk pola
pemanenan  tebang  habis  tersebut.  Akan  tetapi  pada  jenis  mahoni,  peluang  untuk model  tebang  pilih  seperti  yang  dipraktekkan  oleh  para  petani  jati  rakyat  masih
sangat memungkinkan, karena nilai per satuan volume kayu yang lebih tinggi dan potensi penggunaan kayu yang lebih beragam.
Ringkasan  analisa  atas  persepsi  dan  strategi  petani  di  dalam  sistem pengusahaan tanaman kayu rakyat di Kabupaten Tanah Laut disajikan pada Tabel
13. Persepsi  dan  staregi  petani  di  dalam  pengusahaan  tanaman  kayu  rakyat  di
Kabupaten  Tanah  Laut  telah  menghasilkan  kinerja  yang  bervariasi.  Di  Desa Ranggang,  prospek  pengusahaan  tanaman  kayu  cenderung  baik  karena  motivasi
petani  masih  tinggi  di  dalam  menjalankan  usaha  tersebut.  Kesimpulan  ini tercermin  dari  hasil  inventarisasi  tanaman  kayu  mereka  dimana  sebagian  besar
tegakan mahoni masih berada dalam kondisi yang baik. Kegiatan penanaman baru juga masih berlangsung dan pembinaan dari pihak pemerintah terhadap kelompok
petani di desa ini masih cukup intensif. Salah satu bukti minat yang masih tinggi tersebut,  di  Desa  Ranggang  sudah  terdapat  areal-areal  pembibitan  tanaman  kayu
yang  menyediakan  bibit  tanaman  untuk  kegiatan  penanaman  kayu  di  wilayah sendiri serta untuk wilayah-wilayah tetangga desa tersebut.
Tabel 13   Ringkasan  strategi  petani  dalam  sistem  pengusahaan  tanaman  kayu rakyat di Kabupaten Tanah Laut
No. Aspek
Ranggang Asam Jaya
1 Persepsi petani
terhadap pengusahaan
tanaman kayu Usaha tanaman kayu
merupakan alternatif sumber pendapatan
keluarga. Petani tertarik kepada usaha ini karena
memanfaatkan peluang yang tersedia dari
program pengembangan tanaman kayu rakyat
oleh pemerintah. Usaha tanaman kayu
merupakan alternatif sumber pendapatan
keluarga. Petani tertarik kepada usaha ini karena
memanfaatkan peluang yang tersedia dari
program pengembangan tanaman kayu rakyat
oleh industri kayu. Sebagian petani telah
memandang usaha mereka sebagai
keputusan yang keliru karena perkembangan
pasar yang tidak pasti.
2 Strategi usaha
tanaman kayu rakyat
Petani menjadikan usaha tanaman kayu sebagai
bagian dari strategi diversifikasi sumber
pendapatan. Usaha tanaman kayu
terintegrasi di dalam sistem usaha tani dengan
fokus usaha masih pada produksi tanaman
pangan coping and diversified strategy
Petani menjadikan usaha tanaman kayu sebagai
bagian dari strategi diversifikasi sumber
pendapatan. Usaha tanaman kayu lebih
condong ke arah spesialisai pasar
spesialized strategy.
3 Strategi pemanenan
dan pemasaran kayu rakyat
Prospek pemanenan dan pemasaran kayu lebih
bersifat fleksibel antara tebang habis atau tebang
pilih, tergantung kepada perkembangan pasar.
Prospek pemanenan dan pemasaran kayu
cenderung tebang habis.
Tidak  demikian  halnya  dengan  kondisi  di  Desa  Asam  Jaya,  prospek  usaha tanaman  kayu  jabon  di  wilayah  ini  kurang  menentu  karena  ketidakjelasan  pasar.
Sebagian  besar  petani  masih  memelihara  tanaman  jabon  mereka,  namun  dengan intensitas  perawatan  yang  jauh  berkurang.  Sebagian  besar  petani  masih  berharap
bahwa  perkembangan  pasar  di  masa  depan  untuk  tanaman  jabon  mereka  akan lebih baik.
5.2.4.
Permasalahan dan Peluang Petani dalam Pengusahaan Tanaman Kayu Rakyat
Permasalahan  yang  dihadapapi  petani  di  Kabupaten  Tanah  Laut  dalam menjalankan  usaha  tanaman  kayu  mereka  bervariasi  di  antara  kedua  desa
penelitian. Di Desa Ranggang, permasalahan utama yang dirasakan oleh sebagian petani adalah keterbatasan kepemilikan lahan untuk pengembangan tanaman kayu.
Alasan  tersebut  banyak  diungkapkan  oleh  para  petani  responden  non  penanam kayu.  Pemerintah  Kabupaten  Tanah  Laut  telah  mencanangkan  program
pengembangan HTR di Kecamatan Jorong. Namun demikian peluang ini mungkin bukan solusi yang cocok untuk petani di desa Ranggang karena jarak yang terlalu
jauh.  Diperlukan  inventarisasi  lahan  lebih  lanjut  untuk  mengetahui  potensi  lahan yang  masih  kurang  produktif  yang  dapat  dimanfaatkan  di  sekitar  wilayah  Desa
Ranggang  untuk  pengembangan  tanaman  kayu  tersebut.  Bagi  petani  penanam kayu, upaya lain yang dapat dilakukan adalah menerapkan teknik silvikultur yang
baik  terhadap  tegakan  mahoni  mereka.  Informasi  untuk  melakukan  hal  tersebut sudah  tersedia  Krisnawati  et  al.  2011
b
dan  sebagian  telah  dipraktekkan  oleh masyarakat.  Peran  penyuluh  kehutanan  di  dalam  mensosialisasikan  informasi
tersebut menjadi sangat penting. Di  Desa  Asam  Jaya,  akses  terhadap  pasar  dan  harga  jual  yang  rendah
menjadi  permasalahan  utama.  Bertolak-belakang  dengan  kondisi  kekurangan bahan baku kayu yang dihadapi berbagai industri di Provinsi Kalimantan Selatan,
akses  pasar  para  petani  jabon  di  Desa  Asam  Jaya  sangat  terbatas.  Sementara  itu harga  beli  kayu  yang  berlaku  di  perusahaan  kayu  lapis  film  face  PT.  Navatani
yang  letaknya  berdekatan  dengan  desa  Asam  Jaya  masih  tergolong  rendah  lihat Tabel  14.  Dengan  asumsi  riap  tahunan  sebesar  10m
3
per  ha  Krisnawati  et  al. 2011
a
,  maka  nilai  tegakan  jabon  masyarakat  pada  tahun  2013  adalah  sekitar  Rp 12,500,000
17
per  ha.  Dengan  beberapa  asumsi  harga-harga  input  produksi  yang
17
Diasumsikan potensial volume kayu yang dihasilkan adalah 10 m
3
X 10 tahun = 100 m
3
didasarkan atas hasil wawancara dengan beberapa petani responden Lampiran 9, maka  manfaat  finansial  tanaman  jabon  pada  tahun  ke  10  2013  tersebut
menghasilkan  Net  Present  Value  NPV  sebesar  Rp  184,376.  Manfaat  finansial tersebut  sangat  jauh  bila  dibandingkan  dengan  potensi  manfaat  finansial  dari
usaha tanaman alternatif lainnya seperti karet dengan nilai NPV pada tahun ke 10 sebesar Rp 74 juta Lampiran 10.
Tabel 14   Perincian harga kayu yang diterima pabrik PT. Navatani Persada untuk bahan
baku kayu lapis “film face” No.
Rincian biayaharga Harga kayu Rp m3
1 Harga tegakan stumpage value
125,000 2
Biaya tebang, potong dan muat ke truk 125,000
3 Biaya pengurusan izin Surat Izin TebangSIT,
dll 40,000
4 Biaya angkutan dan lain-lain
135,000 5
Harga kayu diterima di pabrik 425,000
Potensi  permasalahan  lainnya  bagi  upaya  pengembangan  tanaman  kayu rakyat adalah biaya transaksi yang cukup tinggi yang diakibatkan oleh kewajiban
tata  niaga  kayu  rakyat  berupa  kelengkapan  dokumen  SIT  dan  SKAU.  Seperti terlihat  pada  Tabel  14,  komponen  biaya  yang  disebabkan  oleh  pengurusan  SIT
adalah  sebesar  32  dari  harga  jual  tegakan.  Diperlukan  mekanisma  kontrol  tata niaga kayu yang lebih murah namun efektif untuk menanggulangi biaya transaksi
tinggi dari sistem tata niaga kayu rakyat yang berlaku sekarang. Pada  aspek  teknik  budidaya,  petani  kayu  di  Desa  Asam  Jaya  sudah
menerapkan  tenik  silvikuktur  yang  cukup  baik,  seperti  diindikasikan  dengan penyiapan  lahan,  penerapan  jarak  tanam  yang  teratur,  pemupukan  dan
penyiangan,  khususnya  pada  tahun-tahun  pertama  setelah  penanaman.  Sekalipun demikian, hasil inventarisasi tegakan menunjukkan bahwa potensi volume tegakan
per  ha  bervariasi  antara  20  m
3
ha  dan  51  m
3
ha  pada  berbagai  kondisi  tegakan. Hasil tersebut tergolong rendah apabila dibandingkan dengan riap tanaman jabon
di  berbagai  tempat  lain  yang  dilaporkan  beberapa  literatur  Sapulete  dan  Kapisa 1994;  Krisnawati  et  al.  2011
a
.  Beberapa  perbaikan  dalam  teknik  silvikultur,
seperti  waktu  yang  tepat  dalam  pemberian  pupuk  dapat  diupayakan  untuk meningkatkan  produktivitas  tegakan,  namun  hal  tersebut  baru  dapat  dilakukan
apabila  tersedia  insentif  yang  jelas  yang  diberikan  pasar  atas  upaya  tersebut Kallio et al. 2011.
                