Papan Partikel Dari Ampas Tebu (Saccharum Officinarum)

(1)

KARYA TULIS

PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU

(Saccharum officinarum)

Disusun Oleh:

APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Papan partikel dari ampas tebu

(Saccharum officinarum)“.

Tulisan ini membahas tentang pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan baku papan partikel. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan tambahan informasi dibidang biokomposit kayu.

Akhirnya penulis tetap membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun dengan tujuan untuk menyempurnakan karya tulis ini.

Januari, 2009


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR ...iv

PENDAHULUAN ...1

TEBU (Saccharum officinarum)...2

PERLAKUAN PERENDAMAN ...5

HASIL DAN PEMBAHASAN ...6

KESIMPULAN...10


(4)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

1 Potensi Tebu di Sumatera Utara 3

2 Inventarisasi Beberapa Sumber Utama Bio-based Composite 3

3 Komponen Kimia Beberapa Serat Penting 4

4 Sifat Mekanis Beberapa Serat Penting 4

5 Dissolved sugar content of bagasse 6

6 Physical properties of board 6


(5)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Halaman


(6)

PENDAHULUAN

Kondisi hutan Indonesia menunjukkan produktivitas yang semakin menurun, padahal kebutuhan kayu semakin meningkat. Untuk mengatasi masalah ini maka perlu dilakukan berbagai usaha antara lain efisiensi pemanfaatan kayu, pemanfaatan kayu secara total serta mencari alternatif melalui pengembangan teknologi pengolahan kayu dan bahan berlignoselulosa lainnya.

Tebu merupakan salah satu komoditi pertanian yang mengandung unsur lignoselulosa sehingga berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan papan partikel. Walker (1993) mengemukakan bahwa ampas tebu merupakan sumber alternatif utama dalam pembuatan papan partikel. Menurut Rowell (1998), berdasarkan inventarisasi beberapa sumber utama bio-based composite keberadaan bagase mencapai 75 juta ton berdasarkan berat keringnya.

Selama ini pemanfaatan tebu masih terbatas pada industri pengolahan gula dengan hanya mengambil airnya, sedangkan ampasnya sekitar 35 - 40% dari berat tebu yang digiling hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri atau mungkin dibuang sehingga menjadi limbah. Atchinson (1985) dalam Walker (1993) mengemukakan bahwa terdapat perhitungan secara lengkap dari kegunaan ampas tebu untuk memproduksi papan serat dan papan partikel, adalah sebuah pemborosan sumber yang telah mempunyai harga ekonomi jika hanya sebagai bahan bakar untuk pabrik gula. Ampas tebu cocok sebagai produk pabrik terutama sekali pada medium padat. Melalui pembuatan papan partikel dari ampas tebu diharapkan terjadi peningkatan nilai tambah dari tanaman tebu.

Tebu memiliki kandungan zat ekstraktif terutama gula atau pati sehingga dapat menghambat proses perekatan dan akan menurunkan sifat papan partikel yang dihasilkan. Menurut Maloney (1993), zat ekstraktif berpengaruh terhadap konsumsi perekat, laju pengerasan perekat dan daya tahan papan partikel yang dihasilkannya. Perendaman partikel merupakan perlakuan yang cukup efektif untuk mengurangi kandungan zat ekstraktif.


(7)

TEBU (Saccharum officinarum) Botani Tebu (Saccharum officinarum)

Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan semusim, yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (famili Graminae). Akar tanaman tebu adalah akar serabut dan tanaman ini termasuk dalam kelas monocotyledone (Supriyadi, 1992).

Klasifikasi botani tanaman tebu adalah sebagai berikut (Slamet, 2004) :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Agiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Famili : Poaceae

Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum officinarum

Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan

tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 meter atau lebih. Pada batangnya terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan. Batangnya beruas-ruas dengan panjang ruas 10-30 cm. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling (Penebar Swadaya, 2000).

Tebu dapat hidup dengan baik pada ketinggian tempat 5 – 500 meter di atas permukaan laut (mdpl), pada daerah beriklim panas dan lembab dengan kelembaban > 70 %, hujan yang merata setelah tanaman berumur 8 bulan dan suhu udara berkisar antara 28 – 34 0C (Slamet, 2004).

Ampas Tebu (Bagase)

Ampas tebu (bagase) adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya dan banyak mengandung parenkim serta tidak tahan disimpan karena mudah terserang jamur. Istilah bagase (bagasse) ini mula-mula dipakai di negara Prancis untuk ampas dari perasan minyak zaitun (olive), lalu oleh Persatuan Teknisi Gula Internasional dipakai untuk residu hasil perasan tebu (Muliah, 1975 dalam Muharam, 1995).


(8)

Gambar 1. Ampas Tebu (Bagase)

Ampas tebu merupakan hasil samping dari proses ekstraksi cairan tebu. Dimanfaatkan sebagai bahan bakar pabrik, bahan industri kertas, papan partikel dan

media untuk budidaya jamur atau dikomposisikan untuk pupuk (Slamet, 2004).

Potensi Tebu

Potensi tebu di Sumatera Utara dan inventarisasi ampas tebu sebagai sumber

bio-based composite disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Potensi Tebu di Sumatera Utara

Perkebunan Rakyat PTPN

Produksi (Ton) Tahun

Luas (Ha) Produksi (Ton) Luas (Ha)

SHS Tetes 1999 1915 18662 13848 73404 54103 2000 1746 9502 12640 57203 43021 2001 760 3235 11197 32151 45529 2002 760 3235 13875 45529 48856 Sumber : Badan Pusat Statistik (2002)

Volume ekspor tebu tahun 2000 adalah sebesar 43.793,00 ton dengan pemasukan $ 40.557,00 dari volume total perkebunan sebesar 2.913.543,93 ton dengan pemasukan total $ 1.253.985,07 (Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2000).

Tabel 2. Inventarisasi Beberapa Sumber Utama Bio-based Composite

No. Sumber Serat Volume (Dry metric tons)

1 Kayu 1.1750.000.000 2 Jerami 1.145.000.000 3 Batang, tangkai 970.000.000

4 Bagase Tebu 75.000.000

5 Alang-alang 30.000.000 6 Bambu 30.000.000 7 Serabut Kapas 15.000.000 8 Biji 8.000.000 9 Papirus 5.000.000 Sumber : Rowell (1998)


(9)

Kandungan Tebu

Bila tebu dipotong akan terlihat serat jaringan pembuluh (vascular bundle) dan sel parenkim serta terdapat cairan yang mengandung gula. Serat dan kulit batang sekitar 12,5% dari berat tebu. Ampas adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling (Penebar Swadaya, 2000). Menurut Muliah (1975) dalam Muharram (1995), tanaman tebu umumnya menghasilkan 24-36% bagase tergantung pada kondisi dan macamnya. Bagase mengandung air 48-52% (rata-rata 50%), gula 2,5-6% (rata-rata 3,3 %), dan serat 44-48% (rata-rata 47,7%). Komponen kimia sabut dibandingkan dengan bahan baku serat lainnya ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komponen Kimia Beberapa Serat Penting

Serat Lignin (%) Selulosa (%) Hemiselulosa (%)

Tandan kosong sawit 19 65 - Serat mesocarp sawit 11 60 -

Sabut 40-50 32-43 0,15-0,25

Pisang 5 63-64 19

Sisal 10-14 66-72 12

Daun nanas 12,7 81,5 -

Sumber : Sreekala et al (1997) dalam Hakim (2002)

Sifat Mekanis Ampas Tebu

Beberapa sifat mekanis serat-serat penting dapat ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat Mekanis Beberapa Serat Penting

Serat Kekuatan tarik (MPa) Pemanjangan (%) Kekerasan (MPa)

Tandan sawit 248 14 2.000 Mesocarp sawit 80 17 500

Sabut 140 25 3.200

Pisang 540 3 816

Sisal 580 4,3 1.200

Daun nanas 640 2,4 970

Sumber : Sreekala et al (1997) dalam Hakim (2002)

Atchinson (1985) dalam Walker (1993) mengemukakan bahwa terdapat perhitungan secara lengkap dari kegunaan ampas tebu untuk memproduksi papan serat dan papan partikel. Merupakan sebuah pemborosan sumber yang telah mempunyai harga ekonomi jika hanya sebagai bahan bakar untuk pabrik gula. Ampas tebu cocok sebagai produk pabrik terutama sekali pada medium padat.


(10)

PERLAKUAN PERENDAMAN

Gula atau zat ekstraktif lainnya dapat mengurangi keteguhan rekat karena dapat menghalangi perekat untuk bereaksi dengan komponen dalam dinding sel dari kayu seperti selulosa. Makin banyak zat ekstraktif dalam suatu kayu, maka makin banyak pula pengaruhnya terhadap keteguhan rekat. Salah satu cara untuk mengurangi zat ekstraktif ini adalah dengan cara perendaman (Sutigno, 2000). Maksud dari perlakuan pendahuluan adalah untuk mengurangi zat ekstraktif sehingga papan partikelnya akan lebih baik (Kliwon, 2002).

Zat ekstraktif berpengaruh terhadap konsumsi perekat, laju pengerasan perekat dan daya tahan papan partikel yang dihasilkannya. Selain itu bahan ekstraktif yang dapat menguap dapat menyebabkan terjadinya blowing atau deliminasi pada proses pengempaan (Maloney, 1993).

Perendaman partikel berpengaruh positif terhadap pengembangan papan partikel, yaitu semakin lama partikel kayu direndam di dalam air dingin semakin rendah pengembangan tebal papan partikel yang dihasilkan. Hal ini berhubungan dengan kadar ekstraktif yaitu dengan adanya perlakuan perendaman partikel kayu di dalam air dingin akan melarutkan sebagian zat ekstraktif yang mengakibatkan daya rekatnya lebih kuat (Kliwon, 2002).

Perendaman dalam air dingin selama 24 jam sudah cukup untuk mengeluarkan dan melarutkan beberapa senyawaan dalam kayu. Kelarutan dengan air panas dapat menimbulkan hidrolisis beberapa lignin dan resin. Kelarutan dalam air panas tersebut akan menghasilkan asam organik bebas. Sifat tersebut menyebabkan bagian yang larut dalam air panas selalu lebih besar daripada dalam air dingin (Riyadi, 2004).

Dengan menggunakan air panas, dapat larut zat-zat seperti getah, lilin, pektin, zat warna dan protein (Setyohadi, 2004). Kamil (1970) dalam Saputra (2004) menambahkan zat ekstraktif yang larut dalam air panas meliputi garam-garam anorganik, garam-garam organik, gula siklotol, gum pektin, galaktan, tanin, pigmen, polisakarida, dan komponen-komponen lain yang terhidrolisa. Hadi (1988) mengemukakan bahwa perendaman panas sangat berpengaruh positif terhadap stabilitas dimensi papan partikel. Perendaman selama dua jam merupakan perlakuan pendahuluan yang paling efisien karena papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi yang sama dengan perendaman panas selama tiga dan empat jam.


(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Gula Terlarut

Table 5. Dissolved sugar content of bagasse

Particle treatment Parameter

Cold water soaking (24 hours)

Hot water soaking (2 hours) Dissolved sugar content (%) 3.07 3.47

Kadar ekstraktif (gula dan pati) yang terkandung dalam ampas tebu berkurang dengan adanya perlakuan perendaman. Sutigno (2000) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk mengurangi zat ekstraktif adalah dengan cara perendaman. Kadar ekstraktif terlarut untuk perlakuan perendaman panas lebih besar dari pada perendaman dingin.

Riyadi (2004) menjelaskan bahwa kelarutan dengan air panas dapat menimbulkan hidrolisis beberapa lignin dan resin. Kelarutan ini akan menghasilkan asam organik bebas, sifat tersebut menyebabkan bagian yang terlarut dalam air panas selalu lebih besar dari pada kelarutan dalam air dingin.

B. Sifat Fisis Papan Partikel

Table 6. Physical properties of board

Particle treatment Parameter Untreated Cold water soaking (24 hours) Hot water soaking (2 hours)

Density (g/cm3) 0.72 0.71 0.70 Moisture content (%) 15.71 12.22 9.58 Water absorption 24 hours (%) 75.96 61.08 52.27

Thickness swelling 24 hours (%) 28.78 13.49 10.05

Kerapatan (Density)

Nilai kerapatan hasil penelitian ini berkisar antara 0.70 - 0.72 g/cm3 dengan rata-rata 0.71 g/cm3. Perlakuan perendaman menyebabkan penurunan nilai kerapatan, hal ini diduga karena dengan prendaman menyebabkan terjadinya kelarutan zat ekstraktif. Darmawan (1994) menjelaskan dalam kaitannya dengan kerapatan, maka zat ektraktif sangat berpengaruh terhadap kematangan perekat.


(12)

yang dihasilkan tidak sesuai dengan target. Kerapatan akhir papan partikel dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kayu (kerapatan kayu), besarnya tekanan kempa, jumlah partikel kayu dalam lapik, kadar perekat serta bahan tambahan lainnya ( Kelley 1997 dalam Sidabutar 2000). Nilai kerapatan papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 (0.4 - 0.9 g/cm3) dan SNI 03-2105-1996 (0.5 - 0.9 g/cm3).

Kadar Air (Moisture content)

Nilai kadar air (KA) hasil penelitian ini berkisar antara 9.58 – 15.71% dengan rata-rata 12.64%. Kadar air tanpa perlakuan perendaman lebih tinggi, hal ini dikarenakan pati dan gula dalam ampas tebu bersifat higroskopis. Berkurangnya pati dan gula melalui perendaman membuat perekat lebih mudah masuk sehingga ikatan partikel dengan perekat lebih kuat akibatnya kadar airnya menjadi rendah. Nilai kadar air papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 (5 – 13%) dan SNI 03-2105-1996 (<14%), kecuali papan partikel kontrol.

Daya Serap Air (Water absorption)

Nilai daya serap air (DSA) hasil penelitian ini berkisar antara 52.27 – 75.96% dengan rata-rata 63.68%. Bila dibandingkan dengan kontrol, perlakuan perendaman menyebabkan penurunan nilai DSA, hal ini diduga karena perekat yang masuk kedalam rongga pada ampas tebu semakin banyak sehingga ikatan rekat antar partikel semakin kuat yang menyebabkan berkurangnya ruang kosong yang dapat dimasuki oleh air. Muharam (1995) mengemukakan bahwa kontak antar partikel semakin rapat, air akan sulit masuk kedalam papan partikel. Pada papan dengan perlakuan perendaman, penurunan kadar gula sebesar 3.07 - 3.47% berkontribusi positif terhadap penurunan kadar air sekitar 25%. Pengaruh ini belum terlalu signifikan dikarenakan adanya pengaruh faktor lain seperti perekat yang digunakan pada penelitian ini yaitu perekat urea formaldehida yang notabene adalah perekat untuk papan partikel tipe interior.

Pengembangan Tebal (Thickness swelling)


(13)

dengan rata-rata 18.05%. Riyadi (2004) mengemukakan bahwa pengembangan tebal diduga ada hubungannya dengan arbsorpsi air, karena semakin banyak air yang diserap dan memasuki struktur serat maka semakin besar perubahan dimensi yang dihasilkan. Nilai pengembangan tebal papan partikel untuk perlakuan perendaman dalam air panas selama 2 jam telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-1996 (maksimal 12%) sedangkan untuk papan kontrol dan perlakuan perendaman dalam air dingin selama 24 jam belum memenuhi standar.

C. Sifat Mekanis Papan Partikel

Table 7. Mechanical properties of board

Particle treatment Parameter

Untreated

Cold water soaking (24 hours)

Hot water soaking (2 hours)

Modulus of Rupture (kg/cm2) 79.65 98.82 118.79

Modulus of Elasticity (kg/cm2) 7548 8084 8909

Internal Bond (kg/cm2) 1.16 1.34 1.85

Screw holding power (kg) 23.55 26.85 28.40

Keteguhan patah (Modulus of Rupture)

Nilai keteguhan patah (MOR) hasil penelitian ini berkisar antara 79.65 – 118.79 kg/cm2 dengan rata-rata 99.22 kg/cm2. Nilai MOR meningkat pada perlakuan perendaman diduga karena zat ekstraktif yang terkandung didalam partikel ampas tebu telah larut dalam air sehingga daya rekat perekat semakin baik. Muharam (1995) mengemukakan bahwa semakin rapat dan semakin luasnya daerah kontak antar partikel akan menghasilkan kekuatan lembaran yang tinggi. Nilai keteguhan patah papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-1996 (minimal 80 kg/cm2) kecuali papan partikel kontrol.

Keteguhan lentur (Modulus of Elasticity)

Nilai keteguhan lentur (MOE) hasil penelitian ini berkisar antara 7548 – 8909 kg/cm2 dengan rata-rata 8228.5 kg/cm2. Nilai MOE belum memenuhi standar yang


(14)

Oey (1975) dalam Muharam (1995) mengemukakan bahwa empulur mengandung sel parenkim sampai 30%, serta empulur memiliki sifat yang tidak memberikan kekuatan sehingga menghasilkan kekuatan papan yang kurang baik. Maloney (1993) menyatakan bahwa nilai MOE dipengaruhi oleh kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat dan panjang serat. Nilai keteguhan lentur papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini belum memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 (minimal 20,000 kg/cm2) dan SNI 03-2105-1996 (minimal 15,000 kg/cm2) kecuali papan partikel kontrol.

Keteguhan rekat internal (Internal Bond)

Nilai keteguhan rekat internal (IB) hasil penelitian ini berkisar antara 1.16 - 1.85 kg/cm2 dengan rata-rata 1.51 kg/cm2. Nilai IB semakin meningkat dengan perlakuan perendaman, hal ini diduga karena zat ektraktif yang berpengaruh pada daya rekat (glueability) dari perekat telah berkurang. Nilai keteguhan rekat internal papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-1996 (minimal 1.5 kg/cm2) kecuali papan partikel kontrol.

Kuat Pegang Sekrup (Screw holding power)

Nilai kuat pegang sekrup (KPS) hasil penelitian ini berkisar antara 23.55 – 28.40 kg dengan rata-rata 51.95 kg. Nilai KPS papan yang dihasilkan belum memenuhi standar yang disyaratkan dalam JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-1996 (minimal 30 kg). Hal ini dikarenakan ukuran partikel yang cukup panjang (+/- 3 cm) sehingga menyebabkan penggulungan partikel sehingga distribusi perekat dalam papan kurang merata. Maloney (1993) mengemukakan bahwa penggunaan partikel yang terlalu panjang cenderung membuat partikel saling menggulung sehingga distribusi perekat menjadi tidak merata.

KESIMPULAN

1. Perlakuan perendaman partikel berupa perendaman dingin selama 24 jam dan air panas selama 2 jam berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan.


(15)

2. Papan partikel terbaik dari hasil penelitian ini adalah papan yang dihasilkan dari perlakuan perendaman partikel dalam air panas selama 2 jam.

REFERENSI

Dinas Perkebunan. 2000. Data Statistik Perkebunan Sumatera Utara Tahun 2000. Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Hakim, L. 2002. Pengembangan Teknologi Papan Komposit dari Limbah Batang Pisang pada Berbagai Variasi Konsentrasi NaOH. Skripsi Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Hadi, Y.S. 1988. Pengaruh Randaman Panas Partikel Kayu Terhadap Stabilitas Dimensi Papan Partikel Meranti Merah. Buletin Jurusan Teknologi Hasil Hutan. IPB. Bogor. Vol 2(1) : 16 – 24.

Japanese Standard Association. 2003. Japanesse Industrial Standard Particle Board

JIS A 5908. Japanese Standard Association. Jepang.

Kliwon, S. 2002. Sifat Papan Partikel dari Kayu Mangium. Buletin Penelitian Hasil Hutan.Vol. 20 (3) : 195 – 206.

Maloney, T.M. 1993. Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard

Manufacturing. Miller Freeman Inc. San Francisco.

Muharam, A. 1995. Pengaruh Ukuran Partikel dan Kerapatan Lembaran Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Ampas Tebu. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan. Riyadi, C. 2004. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Serat dari Limbah Batang Pisang

(Musa sp.) pada Berbagai Perlakuan Pendahuluan dan Kadar Parafin. Skripsi Departemen Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Rowell, R.M. 1998. The State of Art and Future Development of Bio-Based Composite

Science and Technology Towards the 21st Century : Proceedings of The Fourth Pasific Rim Bio-Based Composites Symposium. 2-5 November 1998.

Bogor.

Sahputra, Y.F. 2004. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan Partikel dan Kadar Perekat Terhadap Sifat Papan Partikel Tandan Kosong Kelapa Sawit. Skripsi


(16)

Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Slamet. 2004. Tebu (Saccharum officinarum). http://warintek.progressio.or.id/ tebu/perkebunan/warintek/merintisbisnis/progressio.htm. [19 Oktober 2004]. Supriyadi, A. 1992. Rendemen Tebu : Liku-Liku Permasalahannya. Kanisius.

Yogyakarta.

Sutigno, P. 2000. Perekat dan Perekatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Penebar Swadaya. 2000. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Walker, J.C.F. 1993. Primary Wood Processing. Principles and Practice. Published by Chapman & Hall. London.


(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Kadar Gula Terlarut

Table 5. Dissolved sugar content of bagasse

Particle treatment Parameter

Cold water soaking (24 hours)

Hot water soaking (2 hours)

Dissolved sugar content (%) 3.07 3.47

Kadar ekstraktif (gula dan pati) yang terkandung dalam ampas tebu berkurang dengan adanya perlakuan perendaman. Sutigno (2000) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk mengurangi zat ekstraktif adalah dengan cara perendaman. Kadar ekstraktif terlarut untuk perlakuan perendaman panas lebih besar dari pada perendaman dingin.

Riyadi (2004) menjelaskan bahwa kelarutan dengan air panas dapat menimbulkan hidrolisis beberapa lignin dan resin. Kelarutan ini akan menghasilkan asam organik bebas, sifat tersebut menyebabkan bagian yang terlarut dalam air panas selalu lebih besar dari pada kelarutan dalam air dingin.

B. Sifat Fisis Papan Partikel

Table 6. Physical properties of board

Particle treatment Parameter

Untreated

Cold water soaking (24 hours)

Hot water soaking (2 hours)

Density (g/cm3) 0.72 0.71 0.70

Moisture content (%) 15.71 12.22 9.58

Water absorption 24 hours (%) 75.96 61.08 52.27 Thickness swelling 24 hours (%) 28.78 13.49 10.05

Kerapatan (Density)

Nilai kerapatan hasil penelitian ini berkisar antara 0.70 - 0.72 g/cm3 dengan rata-rata 0.71 g/cm3. Perlakuan perendaman menyebabkan penurunan nilai kerapatan, hal ini diduga karena dengan prendaman menyebabkan terjadinya kelarutan zat ekstraktif. Darmawan (1994) menjelaskan dalam kaitannya dengan kerapatan, maka zat ektraktif sangat berpengaruh terhadap kematangan perekat.

Nilai kerapatan panil hasil penelitian belum mencapai sasaran yang diharapkan yaitu sebesar 0.8 g/cm3. Hal ini diduga akibat kondisi spring back sehingga tebal panil


(2)

yang dihasilkan tidak sesuai dengan target. Kerapatan akhir papan partikel dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kayu (kerapatan kayu), besarnya tekanan kempa, jumlah partikel kayu dalam lapik, kadar perekat serta bahan tambahan lainnya ( Kelley 1997 dalam Sidabutar 2000). Nilai kerapatan papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 (0.4 - 0.9 g/cm3) dan SNI 03-2105-1996 (0.5 - 0.9 g/cm3).

Kadar Air (Moisture content)

Nilai kadar air (KA) hasil penelitian ini berkisar antara 9.58 – 15.71% dengan rata-rata 12.64%. Kadar air tanpa perlakuan perendaman lebih tinggi, hal ini dikarenakan pati dan gula dalam ampas tebu bersifat higroskopis. Berkurangnya pati dan gula melalui perendaman membuat perekat lebih mudah masuk sehingga ikatan partikel dengan perekat lebih kuat akibatnya kadar airnya menjadi rendah. Nilai kadar air papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 (5 – 13%) dan SNI 03-2105-1996 (<14%), kecuali papan partikel kontrol.

Daya Serap Air (Water absorption)

Nilai daya serap air (DSA) hasil penelitian ini berkisar antara 52.27 – 75.96% dengan rata-rata 63.68%. Bila dibandingkan dengan kontrol, perlakuan perendaman menyebabkan penurunan nilai DSA, hal ini diduga karena perekat yang masuk kedalam rongga pada ampas tebu semakin banyak sehingga ikatan rekat antar partikel semakin kuat yang menyebabkan berkurangnya ruang kosong yang dapat dimasuki oleh air. Muharam (1995) mengemukakan bahwa kontak antar partikel semakin rapat, air akan sulit masuk kedalam papan partikel. Pada papan dengan perlakuan perendaman, penurunan kadar gula sebesar 3.07 - 3.47% berkontribusi positif terhadap penurunan kadar air sekitar 25%. Pengaruh ini belum terlalu signifikan dikarenakan adanya pengaruh faktor lain seperti perekat yang digunakan pada penelitian ini yaitu perekat urea formaldehida yang notabene adalah perekat untuk papan partikel tipe interior.

Pengembangan Tebal (Thickness swelling)


(3)

dengan rata-rata 18.05%. Riyadi (2004) mengemukakan bahwa pengembangan tebal diduga ada hubungannya dengan arbsorpsi air, karena semakin banyak air yang diserap dan memasuki struktur serat maka semakin besar perubahan dimensi yang dihasilkan. Nilai pengembangan tebal papan partikel untuk perlakuan perendaman dalam air panas selama 2 jam telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-1996 (maksimal 12%) sedangkan untuk papan kontrol dan perlakuan perendaman dalam air dingin selama 24 jam belum memenuhi standar.

C. Sifat Mekanis Papan Partikel

Table 7. Mechanical properties of board

Particle treatment Parameter

Untreated

Cold water soaking (24 hours)

Hot water soaking (2 hours)

Modulus of Rupture (kg/cm2) 79.65 98.82 118.79

Modulus of Elasticity (kg/cm2) 7548 8084 8909

Internal Bond (kg/cm2) 1.16 1.34 1.85

Screw holding power (kg) 23.55 26.85 28.40

Keteguhan patah (Modulus of Rupture)

Nilai keteguhan patah (MOR) hasil penelitian ini berkisar antara 79.65 – 118.79 kg/cm2 dengan rata-rata 99.22 kg/cm2. Nilai MOR meningkat pada perlakuan perendaman diduga karena zat ekstraktif yang terkandung didalam partikel ampas tebu telah larut dalam air sehingga daya rekat perekat semakin baik. Muharam (1995) mengemukakan bahwa semakin rapat dan semakin luasnya daerah kontak antar partikel akan menghasilkan kekuatan lembaran yang tinggi. Nilai keteguhan patah papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-1996 (minimal 80 kg/cm2) kecuali papan partikel kontrol.

Keteguhan lentur (Modulus of Elasticity)

Nilai keteguhan lentur (MOE) hasil penelitian ini berkisar antara 7548 – 8909 kg/cm2 dengan rata-rata 8228.5 kg/cm2. Nilai MOE belum memenuhi standar yang ditetapkan diduga karena partikel ampas tebu yang digunakan mengandung empulur.


(4)

Oey (1975) dalam Muharam (1995) mengemukakan bahwa empulur mengandung sel parenkim sampai 30%, serta empulur memiliki sifat yang tidak memberikan kekuatan sehingga menghasilkan kekuatan papan yang kurang baik. Maloney (1993) menyatakan bahwa nilai MOE dipengaruhi oleh kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat dan panjang serat. Nilai keteguhan lentur papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini belum memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 (minimal 20,000 kg/cm2) dan SNI 03-2105-1996 (minimal 15,000 kg/cm2) kecuali papan partikel kontrol.

Keteguhan rekat internal (Internal Bond)

Nilai keteguhan rekat internal (IB) hasil penelitian ini berkisar antara 1.16 - 1.85 kg/cm2 dengan rata-rata 1.51 kg/cm2. Nilai IB semakin meningkat dengan perlakuan perendaman, hal ini diduga karena zat ektraktif yang berpengaruh pada daya rekat (glueability) dari perekat telah berkurang. Nilai keteguhan rekat internal papan partikel yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-1996 (minimal 1.5 kg/cm2) kecuali papan partikel kontrol.

Kuat Pegang Sekrup (Screw holding power)

Nilai kuat pegang sekrup (KPS) hasil penelitian ini berkisar antara 23.55 – 28.40 kg dengan rata-rata 51.95 kg. Nilai KPS papan yang dihasilkan belum memenuhi standar yang disyaratkan dalam JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-1996 (minimal 30 kg). Hal ini dikarenakan ukuran partikel yang cukup panjang (+/- 3 cm) sehingga menyebabkan penggulungan partikel sehingga distribusi perekat dalam papan kurang merata. Maloney (1993) mengemukakan bahwa penggunaan partikel yang terlalu panjang cenderung membuat partikel saling menggulung sehingga distribusi perekat menjadi tidak merata.

KESIMPULAN

1. Perlakuan perendaman partikel berupa perendaman dingin selama 24 jam dan air panas selama 2 jam berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan.


(5)

2. Papan partikel terbaik dari hasil penelitian ini adalah papan yang dihasilkan dari perlakuan perendaman partikel dalam air panas selama 2 jam.

REFERENSI

Dinas Perkebunan. 2000. Data Statistik Perkebunan Sumatera Utara Tahun 2000. Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Hakim, L. 2002. Pengembangan Teknologi Papan Komposit dari Limbah Batang Pisang pada Berbagai Variasi Konsentrasi NaOH. Skripsi Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Hadi, Y.S. 1988. Pengaruh Randaman Panas Partikel Kayu Terhadap Stabilitas Dimensi Papan Partikel Meranti Merah. Buletin Jurusan Teknologi Hasil Hutan. IPB. Bogor. Vol 2(1) : 16 – 24.

Japanese Standard Association. 2003. Japanesse Industrial Standard Particle Board

JIS A 5908. Japanese Standard Association. Jepang.

Kliwon, S. 2002. Sifat Papan Partikel dari Kayu Mangium. Buletin Penelitian Hasil Hutan.Vol. 20 (3) : 195 – 206.

Maloney, T.M. 1993. Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard

Manufacturing. Miller Freeman Inc. San Francisco.

Muharam, A. 1995. Pengaruh Ukuran Partikel dan Kerapatan Lembaran Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Ampas Tebu. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Riyadi, C. 2004. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Serat dari Limbah Batang Pisang (Musa sp.) pada Berbagai Perlakuan Pendahuluan dan Kadar Parafin. Skripsi Departemen Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Rowell, R.M. 1998. The State of Art and Future Development of Bio-Based Composite

Science and Technology Towards the 21st Century : Proceedings of The Fourth Pasific Rim Bio-Based Composites Symposium. 2-5 November 1998.

Bogor.

Sahputra, Y.F. 2004. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan Partikel dan Kadar Perekat Terhadap Sifat Papan Partikel Tandan Kosong Kelapa Sawit. Skripsi


(6)

Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Slamet. 2004. Tebu (Saccharum officinarum). http://warintek.progressio.or.id/ tebu/perkebunan/warintek/merintisbisnis/progressio.htm. [19 Oktober 2004].

Supriyadi, A. 1992. Rendemen Tebu : Liku-Liku Permasalahannya. Kanisius. Yogyakarta.

Sutigno, P. 2000. Perekat dan Perekatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Penebar Swadaya. 2000. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Walker, J.C.F. 1993. Primary Wood Processing. Principles and Practice. Published by Chapman & Hall. London.