Analisis Kontrastif
4 3
mengontraskan sistem atau unsur-unsur bahasa B1 dan B2 dengan cara memetakan unsur-unsur dari kedua bahasa yang dianalisis.
4 memprediksikan sistem atau unsur-unsur bahasa B1 dan B2 untuk
keperluan pengajaran bahasa di sekolah. Analisis kontrastif menurut Tarigan 1997, adalah suatu prosedur kerja
yang memiliki empat langkah, yakni: 1 memperbandingkan B1 dengan B2, 2 memprediksi atau memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa, 3
menyusun atau merumuskan bahan yang akan diajarkan, dan 4 memilih cara teknik untuk menyajikan pengajaran bahasa kedua. Dengan analisis kontrastif,
diharapkan pengajaran bahasa kedua B2 atau bahasa asing BA menjadi lebih baik.
Jadi, analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan untuk keperluan pengajaran bahasa kedua, terutama untuk mengatasi
kesulitan dan kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa.
2. Kedudukan Analisis Kontrastif
Analisis kontrastif muncul sebagai jawaban terhadap tuntutan perbaikan pengajaran bahasa kedua B2 atau bahasa asing BA. Menurut Tarigan 1985,
pandangan pendekatan kaum behavioris sejak tahun 1930–an sudah digunakan dalam kajian kebahasaan, seperti yang dikerjakan oleh Bloomfield. Salah satu
temuannya yang didasarkan pada psikologi behavioris adalah bahasa memungkinkan seseorang membuat jawaban R = respons apabila orang lain
memberikan atau memiliki rangsangan S = stimulus. Skinner pada tahun 1957 mengembangkan pandangan psikologi behavioris itu pada kajian tentang model
behavioristik tingkah laku kebahasaan. Teori kebahasaan yang dikemukakan oleh Skinner didasari oleh hasil percobaan terhadap perilaku tikus. Teori itu dikenal
dengan istilah “Skinner’s Boxes” Brown, 1980. Skinner juga mengembangkan tentang pemerolehan bahasa atau pembelajaran bahasa yang didasari oleh
“Operant Conditioning.” Bagi Skinner pembelajaran dari suatu kebiasaan dapat dilakukan melalui proses peniruan atau melalui penguatan. Oleh karena itu,
analisis kontrastif dapat digunakan untuk memperhitungkan atau memprediksi
Analisis Kontrastif
5 perilaku pembelajar bahasa dan bahasa sasaran bahasa yang dipelajari yang
harus dikuasai atau dilatihkan dalam pembelajar bahasa. Jadi, analisis kontrastif dapat didudukkan sebagai analisis atau kajian perilaku bahasa dan unsur-unsur
bahasa untuk dijadikan area isi dalam pembelajaran bahasa kedua. Dengan demikian analisis kontrastif dapat mendukung pembelajaran bahasa yang
berlandastumpukan pada teori belajar aliran psikologi behavioris. Dalam pandangan pengajaran bahasa behavioris digunakan prinsip-prinsip
sebagai berikut: 1 bahasa adalah ujaran, bukan tulisan, 2 bahasa adalah serangkaian kebiasaan, 3 bahasa adalah apa-apa yang dikatakan atau diujarkan
oleh para penutur native speaker bukan apa-apa yang oleh seseorang seharusnya dikatakan demikian atau dituturkan seperti itu, dan 4 tidak ada bahasa yang persis
sama dengan bahasa yang lain. Ajarkan bahasanya bukan tentang bahasanya.
Dalam pengajaran bahasa kedua B2 ataupun pengajaran bahasa asing BA, ada masalah yang harus disolusikan, antara lain: “bagaimana” cara
memperbaiki pengajaran dihubungkan dengan masalah yang dihadapi oleh siswa? Masalah yang sering dihadapi oleh siswa dalam belajar bahasa itu antara lain: 1
kesulitan mempelajari bahasa kedua B2 dan 2 kesalahan berbahasa. Analisis kontrastif dapat digunakan sebagai salah satu solusi alternatif untuk mengatasi
masalah pengajaran bahasa kedua tersebut, yakni pengajaran bahasa yang bertolak dari pandangan behavioris.
Pengaruh pandangan behavioris dan pandangan mentalis masih cukup kuat mewarnai pengajaran bahasa saat ini. Akibatnya, pengajaran bahasa kedua
senantiasa mempertimbangkan faktor eksternal dan faktor internal yang berpengaruh pada proses pemerolehan bahasa kedua. Faktor internal adalah
faktor-faktor yang muncul dalam diri pembelajar siswa, seperti: kognitif, inteligensi, sikap, motivasi, jenis kelamin dan usia. Faktor eksternal adalah faktor-
faktor yang berada di luar diri pembelajar, seperti: lingkungan apakah bahasa yang dipelajari itu berada pada lingkungan bahasa pertama atau di lingkungan
bahasa kedua dan keadaan linguistik bahasa pertama B1 dan linguistik bahasa kedua B2. Dalam pandangan behavioris, diyakini bahwa pemerolehan bahasa
Analisis Kontrastif
6 merupakan serangkaian proses stimulus–respons–penguatan pengulangan– dan
ganjaran. Adapun pandangan mentalis, meyakini bahwa pemerolehan bahasa akibat adanya aktivitas mental berpikir dan manusia pada dasarnya sudah
dibekali kemampuan untuk menggunakan perangkat pemerolehan bahasa LAD = Language Acquisition Device
. Analisis kontrastif tidak dapat menjangkau pandangan mentalis, karena analisis kontrastif tidak dapat menjelaskan bahasa
yang ada dalam wilayah mental, sebagai aktivitas berpikir pada diri pembelajar. Analisis kontrastif tidak sejalan dengan pandangan pengajaran bahasa
rasionalis atau mentalis, namun tepat bagi pandangan pengajaran bahasa behavioris empiris atau mekanistis. Oleh karena itu, analisis kontrastif bukan
berlandaskan pada filsafat dan psikologi aliran behavioris dan aliran kebahasaan linguistik struktural.
Pandangan aliran tersebut mengkaji unsur kejiwaan manusia berdasarkan fakta-fakta yang dapat diamati, bukan unsur kejiwaan manusia yang tidak dapat
diamati secara langsung. Menurut pandangan kaum behavioris, unsur dalam batin merupakan unsur kejiwaan yang tidak dapat diamati secara langsung.
Unsur kejiwaan batinmental itu hanya dapat diamati apabila itu memiliki fakta atau data muncul di permukaan akibat adanya rangsangan R tertentu Pavlov dan
Witson, Bower dan Hilgard, 1981; Nurhadi, 1990; Sugianto, 1990. Dengan demikian, analisis kontrastif selalu dihubungkan dengan kegiatan atau perilaku
bahasa yang bersifat pragmatis ada data bahasannya. Lado mempercayai bahwa hasil dari kajian analisis kontrastif itu dapat digunakan untuk memprediksi atau
meramalkan kesulitan atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua atau bahasa asing. Itulah kedudukan utama analisis kontrastif sehingga
dapat terus dipertahankan sampai saat ini.
3. Perkembangan Pragmatik