Reformulasi Dana Alokasi Khusus Untuk Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

REFORMULASI DANA ALOKASI KHUSUS UNTUK
PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN

NIA NIRMALA SARI AMBARITA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Reformulasi Dana
Alokasi Khusus untuk Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Nia Nirmala Sari Ambarita
NIM H14110056

ABSTRAK
NIA NIRMALA SARI AMBARITA. Reformulasi Dana Alokasi Khusus untuk
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Dibimbing oleh
BAMBANG JUANDA.
Implementasi DAK saat ini belum dapat mencapai tujuan yang diamanatkan
yaitu untuk mendukung pencapaian prioritas nasional di daerah. Namun dalam
perkembangannya DAK kehilangan sifat kekhususannya. DAK saat ini juga
hanya dapat digunakan untuk pembangunan yang bersifat fisik. Oleh karena itu,
dalam draft ke XX revisi UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah berencana
melakukan reorientasi tujuan penggunaan DAK yang salah satunya untuk
mendanai pencapaian SPM pada pelayanan dasar, salah satunya bidang kesehatan.
Metode dalam penelitian ini adalah reformulasi DAK untuk pencapaian SPM
(DAK-SPM) pada bidang kesehatan dengan enam indikator terpilih proses outputoutcome. Hasil penelitian menunjukan bahwa reformulasi DAK-SPM memliki

hubungan linear lebih kuat terhadap PDRB riil, PDRB per kapita dan IPM
dibandingkan dengan DAK Existing, hal ini mengindikasikan bahwa DAK-SPM
lebih mampu membantu peningkatan pertumbuhan daerah sehingga terjadi
pemerataan pembangunan antar daerah.
Kata Kunci : Dana Alokasi Khusus, Standar Pelayanan Minimal, reformulasi,
kesehatan, korelasi
ABSTRACT
NIA NIRMALA SARI AMBARITA. Reformulation of Specific Grant for
Minimum Service Standard Achievement in Health Sector. Supervised by
BAMBANG JUANDA.
Implementation of specific grant in Indonesia can not achieve it’s aim which
are to support achievement of national priorities in regions. In its development,
the specific grant losses the characteristic of specifical. Recently, specific grant
can only be used for physical development. Therefore, in the draft revision of Law
of the Republic Indonesia number 33 of 2004, government will reorient the use of
specific grant. One of the use of specific grant is to fund the Minimum Service
Standard achievement on basic services, particularity in health sector. The method
in this research is reformulation of specific grant for Minimum Service Standard
achievement (DAK-SPM) in health sector using six selected indicators of outputoutcome process. Result of the research shows that reformulation DAK-SPM
possess stronger linear relationships to GDP real, GDP per capita, and Human

Development Indeks compared with DAK Existing. It indicates that DAK-SPM is
more capable to increase the regions growth and in turn to support distribution
among regions.
Keywords: specific grant, Minimum Service Standard, Reformulation, Health,
Correlation

REFORMULASI DANA ALOKASI KHUSUS UNTUK
PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN

NIA NIRMALA SARI AMBARITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kasih dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini adalah
dana alokasi khusus, dengan judul Reformulasi Dana Alokasi Khusus untuk
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1) Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. selaku pembimbing, yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini.
2) Dr. Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si selaku dosen penguji utama dan Dr.
Eka Puspitawati selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan
saran untuk perbaikan karya ilmiah ini.
3) Orangtua serta kakak dan abang penulis atas doa dan kasih sayangnya.
4) Teman satu bimbingan M. Sauqi, Ina Marlina dan Ratih Ayu untuk saran,
kritik dan bimbingan.

5) Rai, Flora, Sabrina, Novrika, Bang Glory, Wiwi, Ira dan GSM HKBP untuk
dukungan dan perhatian yang selalu diberikan.
6) Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Nia Nirmala Sari Ambarita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3


TINJAUAN PUSTAKA

3

Otonomi Daerah

3

Desentralisasi Fiskal

4

Dana Alokasi Khusus

4

Standar Pelayanan Minimal

5


DAK-SPM

5

Indikator SPN Bidang Kesehatan

6

Penelitian Terdahulu

7

Kerangka Pemikiran

7

METODE PENELITIAN

8


Jenis dan Sumber Data

8

Formula DAK Existing

9

Formula DAK-SPM

12

Analisis Korelasi

14

Definisi Operasional Data

14


HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Perbandingan Alokasi DAK Existing dan DAK-SPM

15

Analisis Koefisien Korelasi

18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

21
21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

74

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Data dan sumber data
Pagu dan alokasi minimal kab/kota bidang kesehatan tahun 2015
Target pencapaian proksi ISPN
Bobot ISPN output-outcome bidang kesehatan
Hasil pencapaian indikator SPN
Sepuluh daerah dengan ICP terbesar
Sepuluh daerah penerima DAK-SPM terbesar bidang kesehatan
Sepuluh daerah penerima DAK Existing terbesar bidang kesehatan
Hasil Analisis Koefisien Korelasi
Korelasi alokasi DAK-SPM dengan IKKD dan ICP
Korelasi DAK-SPM dengan bobot yang berbeda

9
12
13
14
15
16
17
17
18
21
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Realisasi pengeluaran negara untuk Dana Perimbangan tahun
Kerangka Pemikiran
Scatter Diagram DAK Existing dengan DAK-SPM
Scatter Diagram DAK Existing dan DAK-SPM dengan PDRB riil
Scatter Diagram DAK Existing dan DAK-SPM dengan PDRB per
Scatter Diagram DAK Existing dan DAK-SPM dengan Tingkat
Scatter Diagram DAK Existing dan DAK-SPM dengan IPM

1
8
18
19
19
20
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Daerah penerima dan besaran alokasi DAK Existing
2 Penentuan kelayakan DAK-SPM
3 Daerah penerima dan besaran aloaksi DAK-SPM

24
39
60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak provinsi, kota dan
kabupaten dengan sistem pemerintahan yang bersifat desentralisasi. Desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Menurut UU No. 23 tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, daerah otonom memiliki kewenangan untuk mengatur urusan
pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah, sedangkan urusan
pemerintahan absolut sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan
absolut meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan
fiskal nasional, dan agama.
Otonomi daerah bertujuan untuk mendukung percepatan pembangunann
secara nasional. Untuk membangun suatu daerah tentu diperlukan dana karena itu
pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada daerah otonom yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Dana
perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU),
dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DBH dan DAU ditujukan untuk mengatasi
kesenjangan fiskal daerah sedangkan DAK merupakan instrumen untuk
mempengaruhi pola belanja daerah sesuai prioritas nasional misalnya kesehatan,
pendidikan dan pekerjaan umum. Besaran dana perimbangan tiap tahunnya tidak
tetap, namun relatif mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada Gambar 1.
350
Triliun rupiah

300
250
200

DBH

150

DAU

100

DAK

50
0
2010

2011

2012
Tahun

2013

2014

Sumber: BPS, 2015 (data diolah).
Gambar 1 Realisasi pengeluaran negara untuk Dana Perimbangan tahun
2010-2014
DAK adalah salah satu pendapatan daerah yang digunakan untuk
membiayai kegiatan khusus bagi daerah tertentu sesuai prioritas nasional. DAK
juga merupakan bantuan khusus (specific grant) yang berbentuk matching grants
dimana daerah harus menyiapkan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari
alokasi DAK. Daerah penerima dan jumlah alokasi yang diterima daerah
ditentukan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Departemen Keuangan
setiap tahunnya.

2
Implementasi DAK saat ini belum dapat mencapai tujuan yang diamanatkan
yaitu untuk mendukung pencapaian prioritas nasional di daerah. Formula
penentuan daerah layak dan besaran alokasi DAK dinilai belum efisien. Pada
penentuan daerah layak, kriteria penentuan bersifat substitutif. Hal ini membuat
semakin banyak daerah yang layak menerima DAK dan menghilangkan makna
kekhususan DAK. Selain itu, kriteria teknis dalam penentuan kelayakan bersifat
kaku karena diberlakukan sama untuk seluruh daerah di Indonesia. Dalam
penelitiannya, BAPENAS, GIZ dan PGSP menyatakan besar alokasi DAK tidak
berkontribusi secara signifikan terhadap beberapa indikator tujuan-tujuan
pembangunan dan pertumbuhan nasional. DAK yang berlaku saat ini juga hanya
dapat digunakan untuk pembangunan yang bersifat fisik.
Dalam draft ke XX revisi UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah
berencana melakukan reorientasi tujuan penggunaan DAK yang salah satunya
untuk mendanai pencapaian SPM pada pelayanan dasar yaitu bidang pendidikan,
kesehatan, dan pekerjaan umum. Hal ini didasarkan pada aturan penyelenggaraan
urusan wajib pemerintah daerah berpedoman pada SPM. Pemerintah juga telah
menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 65 Tahun 2005 tentang pedoman
penyusunan dan implementasi SPM, namun hingga saat ini belum semua urusan
wajib pemerintah daerah memiliki data pencapaian SPM. Juanda et al (2014)
merekomendasikan penggunaan Indikator Standar Pelayanan Nasional (ISPN)
sebagai proksi data pencapaian SPM. Metode analisis dengan ISPN memiliki tiga
pilihan indikator yaitu input-process, output-outcome, dan kombinasi kedua
indikator tersebut. Dalam penelitian ini indikator yang digunakan adalah indikator
output-outcome karena lebih sederhana, valid dan reliabel, serta memberikan
fleksibilitas dalam menentukan indikator yang diprioritaskan untuk dicapai.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan.

Perumusan Masalah
Formula penentuan daerah layak dan besaran alokasi menjadi sangat penting
dalam pengalokasian DAK agar dapat disalurkan secara tepat dan efisien. Formula
pengalokasian DAK saat ini atau selanjutnya akan disebut DAK existing
menentukan daerah layak penerima DAK dengan tiga kriteria secara substitutif.
Formula tersebut membuat semakin banyak bidang dan daerah yang mendapatkan
DAK, sehingga DAK kehilangan makna kekhususannya. Melihat permasalahan
tersebut maka pemerintah berusaha mencari solusi melalui perbaikan kebijakan
fiskal, yaitu pengalokasian DAK untuk pencapaian SPM (DAK-SPM) pada tiga
bidang pelayanan dasar salah satunya bidang kesehatan.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :
1.
Bagaimana hasil perhitungan DAK existing dan DAK-SPM bidang
kesehatan?
2.
Bagaimana perbandingan besaran alokasi antara DAK existing dan DAKSPM bidang kesehatan serta hubungannya terhadap kondisi perekonomian
dan pembangunan daerah?

3

Tujuan Penelitian
1.

2.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
Menghitung dan menganalisis penentuan daerah penerima DAK dan besaran
alokasi yang akan diterima dengan menggunakan formula DAK existing dan
DAK-SPM untuk alokasi tahun 2015 bidang kesehatan.
Membandingkan hasil kedua formula yang digunakan untuk melihat
hubungan dari kedua formula terhadap kondisi perekonomian dan
pembangunan daerah itu sendiri.

Manfaat Penelitian
1.

2.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
Kementerian Keuangan atau pemerintah daerah dalam menetapkan
kebijakan terkait pengalokasian DAK pada bidang kesehatan.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi pembaca dan menjadi
bahan rujukan untuk penelitian berikutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini ditujukan menganalisis dan menghitung besaran alokasi Dana
Alokasi Khusus dengan formula DAK Existing dan DAK-SPM pada bidang
Kesehatan tahun 2015 serta melihat korelasi DAK dengan PDRB riil, PDRB per
kapita, tingkat kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Penelitian
ini mencakup seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Karena data pencapaian SPM
terbatas, Juanda et al (2014) merekomendasikan penggunaan Indikator Standar
Pelayanan Nasional (ISPN) sebagai proksi data pencapaian SPM. Penelitian ini
menggunakan ISPN dengan indikator output-outcome.

TINJAUAN PUSTAKA
Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dasar
hukum pelaksanaan otonomi daerah adalah UU No. 23 Tahun 2014, UU No. 32
Tahun 2004 dan UU No.33 Tahun 2004. Menurut Haris (2005), tujuan utama dari
kebijakan desentralisasi adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban urusan
domestik dan diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan
makro nasional yang bersifat strategis. Visi otonomi daerah itu sendiri dapat
dirumuskan dalam 3 ruang lingkup interaksinya yang utama, yaitu: politik,
ekonomi, serta sosial dan budaya. Selain itu, otonomi daerah bertujuan untuk :

4
1.

Mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan
memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah
2.
Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana,
pembangunan sistem agribisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat,
pengembangan kelembagaan, penguasaan teknologi dan pemanfaatan
sumber daya alam
3.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah sesuai dengan
potensi dan kepentingan daerah melalui penyediaan anggaran pendidikan
yang memadai
4.
Meningkatkan pembangunan di seluruh daerah berlandaskan prinsip
desentralisasi dan otonomi daerah.
Ada beberapa konsep otonomi daerah, yaitu desentralisasi administratif,
desentralisasi politik, desentralisasi ekonomi dan desentralisasi fiskal.

Desentralisasi Fiskal
Adanya pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang
memadai untuk memaknai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan
lokal merupakan perbedaan terpenting antara konsep desentralisasi dan
sentralisasi. Desentralisasi fiskal adalah salah satu pendukung pelaksanaan
otonomi daerah karena kemampuan keuangan daerah merupakan hal yang harus
diperhitungkan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Indikator penting
keberhasilan kemampuan keuangan daerah tercermin dalam kemampuan suatu
daerah dalam menggali pendapatan asli daerah (PAD) nya untuk membiayai
belanja rutin dan pembangunan di daerah tersebut. Desentralisasi fiskal memiliki
fungsi-fungsi sebagai berikut: (1) mengurangi peran dan tanggung jawab
pemerintah pada semua tingkat, (2) memperhitungkan bantuan atau transfer antar
pemerintahan, (3) memperkuat sistem penerimaan daerah /lokal dan merumuskan
jasa-jasa lokal, (4) memprivatisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta (5)
menyediakan suatu jaringan pengaman bagi fungsi retribusi. Oleh karena itu
keberhasilan desentralisasi fiskal juga dapat dinilai dari sejauh mana fungsi-fungsi
tersebut dilaksanakan.

Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusus merupakan salah satu unsur dari dana perimbangan
yang merupakan instrumen pelaksanaan desentralisasi fiskal. Dana alokasi khusus
disediakan untuk membiayai kebutuhan khusus. Menurut Peraturan Pemerintah
No. 55 Tahun 2005 pasal 61, daerah yang akan menggunakan DAK harus
menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya sebesar 10% dari penerimaan
alokasi DAK. Jika dilihat dari besaran jumlah, peranan DAK tidak seberapa
signifikan. DAK digunakan sebagai instrumen kebijakan, misalnya: (1) kebijakan
transfer fiscal untuk mendorong suatu kegiatan agar sungguh-sungguh
dilaksanakan oleh daerah, (2) penyediaan biaya pelayanan dasar (basic service)
oleh daerah yang cenderung minimal atau dibawah standar, (3) alokasi dana

5
melalui DAK biasanya memerlukan kontribusi dana dari daerah yang
bersangkutan atau semacam matching grant. Pengalokasian DAK tahun 2015 dan
tahun-tahun sebelumnya berdasarkan kepada tiga criteria penentuan yaitu kriteria
umum, kriteria khusus dan kriteria teknis.

Standar Pelayanan Minimal
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal. Pedoman penyusunan dan penerapan SPM diatur
dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2005.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 828 tahun 2008, terdapat 18
indikator pencapaian SPM di bidang kesehatan yaitu :
1. Cakupan kunjungan ibu hamil
2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani
3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
4. Cakupan pelayanan nifas
5. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani
6. Cakupan kunjungan bayi
7. Cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
8. Cakupan pelayanan anak balita
9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI 6-24bulan
10. Cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan
11. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD setingkat
12. Cakupan peserta KB aktif
13. Cakupan penemuan penanganan penderita penyakit AFP, pneumonia
balita, pasien TB baru, penderita DBD ditangani, dan penderita diare
14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin
15. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin
16. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1yang harus diberikan sarana
kesehatan di kabupaten/kota
17. Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB
18. Cakupan desa siaga aktif

DAK-SPM
DAK-SPM merupakan DAK untuk pencapaian SPM pada tiga bidang
pelayanan dasar yaitu pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum. Urusan tiga
bidang tersebut telah dilimpahkan pemerintah pusat kepada pemerintah di daerah
sehingga pemberian specific grant tersebut bertujuan untuk memengaruhi pola
belanja daerah agar mendorong pencapaian SPM (Juanda, 2013). Implementasi
kebijakan DAK-SPM ditujukan untuk mempercepat pemerataan kesejahteraan
masyarakat melalui penyediaan pelayanan publik pada tingkat standar tertentu.
Bagi pemerintah daerah yang masih memberikan pelayanan dibawah standar,
maka penerapan SPM berarti upaya mendorong peningkatan derajat pelayanan
baik secara kuantitas maupun kualitas.

6

Indikator SPN Bidang Kesehatan
Perhitungan dengan formula DAK-SPM menggunakan data pencapaian
SPM setiap daerah di Indonesia, namun sampai saat ini belum semua daerah
mendokumentasikan data pencapaian SPM. Oleh karena itu, Juanda et. al (2014)
menyarankan penggunaan proksi Indikator Standar Pelayanan Nasional (ISPN)
karena penggunaan istilah pencapaian SPM sering diinterpretasikan salah, seolaholah ingin mencapai standar pelayanan yang minimum, padahal maksudnya
pelayanan yang diberikan minimal pada standar yang telah ditetapkan. Proksi
ISPN dipilih menggunakan metode expert judgment dengan kriteria :
1.
Bersumber dari IPM BPS, Millenium Development Goals (MDGs)
BAPPENAS, Pelayanan Publik Sistem Informasi Pembangunan Daerah
(SIPD) Kementerian Dalam Negeri, dan SPM Kementerian dan lembaga
terkait
2.
Keterwakilan indikator SPM
3.
Ketersediaan data
4.
Terdiri dari indikator input process, output outcome, atau gabungan
keduanya
Hasil
pemilihan
indikator
SPN
juga
didiskusikan
dengan
kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah. Berikut merupakan indikator
SPN yang terpilih :

Input-Process
1. Rasio posyandu terhadap balita dalam 1000 penduduk
2. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24
bulan keluarga miskin
3. Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih (dokter,
bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya)
4. Cakupan kunjungan bayi
5. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan
6. Cakupan pelayanan Antenatal 1 kunjungan
7. Cakupan pelayanan Antenatal 4 kunjungan
8. Rasio puskesmas terhadap jumlah penduduk
9. Rasio dokter (umum, gigi, spesialis lainnya) terhadap jumlah penduduk
10. Rasio tenaga medis (umum+gigi) terhadap jumlah penduduk
11. Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin
12. Cakupan peserta KB aktif
13. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana
kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota
14. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin
15. Rasio Rumah Sakit
16. Cakupan Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan
penyelidikan epidemiologi < 24 jam
17. Cakupan balita gizi buruk
18. Cakupan Desa Siaga Aktif

7


Output-Outcome
1. Angka harapan hidup
2. Angka kematian bayi per 100.000 kelahiran hidup
3. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup
4. Angka balita gizi buruk
5. Tingkat prevalensi TB per 100.000 penduduk
6. Tingkat prevalensi HIV/AIDS
Pada penelitian ini, penulis menggunakan indikator output-outcome karena
indikator tersebut lebih sederhana, valid dan reliabel, serta memberikan
fleksibilitas dalam menentukan indikator yang diprioritaskan untuk dicapai.

Penelitian Terdahulu
Juanda, et al (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Atas
Indikator Standar Pelayanan Nasional (ISPN) di Bidang Layanan Publik Dasar
yang Relevan dengan Pengalokasian DAK” merekomendasikan penggunaan
Indikator Standar Pelayanan Nasional (ISPN) sebagai proksi dari indikator SPM.
Perumusan indikator ISPN bertujuan untuk mendorong daerah agar mencapai
target SPM, karena itu lebih cocok jika menggunakan indikator output-outcome.
Pemilihan ISPN berdasarkan indikator output-outcome relatif sederhana, valid dan
reliabel serta memberikan fleksibilitas dalam melakukan intervensi indikator
mana yang diprioritaskan. Penyusunan ISPN juga dapat menjadi jalan keluar dari
kondisi keterbatasan data pencapaian SPM untuk pengalokasian DAK.
Wibowo, et al (2011) dengan analisis statistik yang menggunakan data
alokasi DAK 33 provinsi tahun 2003-2009, menyatakan mekanisme
pengalokasian DAK sekarang menghilangkan esensi dari makna “khusus”. Hasil
penelitian juga menunjukan bahwa pola dan besaran alokasi DAK yang telah
dilaksanakan selama bertahun-tahun tidak memberikan kontribusi yang signifikan
dalam pembangunan, selain itu daerah penerima juga kurang memiliki ruang
gerak untuk berkreasi sesuai kebutuhannya. Pemerintah perlu mengganti
pendekatan berbasis input dengan pencapain pendekatan output termasuk
indikator yang relevan dengan Standar Pencapaian Minimum (SPM), sehingga
pemerintah pusat dapat mengoptimalkan pencapaian prioritas nasional.

Kerangka Pemikiran
Selama satu setengah dekade pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia ,
implementasi DAK belum mampu mencapai tujuan yang diamanatkan. Bahkan
DAK cenderung kehilangan makna kekhususannya karena semakin banyak
bidang dan daerah yang dibiayai oleh DAK. Hal tersebut dikarenakan formula
DAK saat ini yang kurang efisien dan tidak berkontribusi signifikan terhadap
indikator tujuan-tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu dilakukan
reorientasi penggunaan DAK, salah satunya untuk mendanai pencapaian SPM di
daerah. Namun tidak semua daerah memiliki pendokumentasian data SPM

8
sehingga peneliti menggunakan indikator SPN sebagai proksi dari data SPM
(Juanda et. al. 2014)
.
Otonomi Daerah

Desentralisasi Fiskal
Dana Perimbangan

DAK

DAU

DBH

DAK Existing :
1) Kriteria Umum
2) Kriteria Khusus
3) Kriteria Teknis

DAK - SPM :
- IKKD
- ICP
Pelayanan Dasar

Kurang efisien dan
tidak berkontribusi
signifikan dalam
pembangunan
Kesehatan

Pendidikan

Pekerjaan
Umum

Proksi ISPN
Output - Outcome

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data
sekunder yaitu data cross section dari 505 kota/kabupaten di Indonesia. Beberapa
Daerah Otonom Baru (DOB) tidak memiliki data daerah, oleh karena itu
perhitungan menggunakan data daerah induk DOB tersebut. Data yang digunakan
didominasi oleh data tahun 2013 karena perhitungan alokasi DAK dilakukan pada
tahun 2014 dengan data yang tersedia lengkap yaitu data tahun 2013. Oleh karena
itu penelitian ini menggunakan data t-2 (Kemenkeu). Alat analisis yang digunakan
adalah Microsoft Excel dan SPSS 20. Jenis dan sumber data secara lengkap
disajikan pada Tabel 1.

9

Tabel 1 Data dan sumber data
Jenis Data
Tahun

Sumber

Penerimaan Asli Daerah (PAD)

2013

Kementerian Keuangan

Dana Alokasi Umum (DAU)

2013

Kementerian Keuangan

Dana Bagi Hasil (DBH)

2013

Kementerian Keuangan

Belanja PNS Daerah

2013

Kementerian Keuangan

DAK Existing

2015

Kementerian Keuangan

Pagu Bidang Kesehatan

2013

Kementerian Keuangan

Angka Kematian Bayi (AKB)

2013

Kementerian Kesehatan

Angka Kematian Ibu (AKI)

2013

Kementerian Kesehatan

Angka Balita Gizi Buruk (ABGB)

2013

Kementerian Kesehatan

Tingkat Prevalensi TB

2013

Kementerian Kesehatan

Tingkat Prevalensi HIV/AIDS

2013

Kementerian Kesehatan

PDRB per kapita

2013

Badan Pusat Statistik

Tingkat Kemiskinan

2013

Badan Pusat Statistik

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

2013

Badan Pusat Statistik

Target Pencapaian Pelayanan bidang
Kesehatan

2013

Renstra bidang Kesehatan

Angka Harapan Hidup (AHH)

2013

Badan Pusat Statistik

Formula DAK Existing
Berlandaskan pada UU No. 33 Tahun 2004 pasal 40, pengalokasian DAK
Existing berdasarkan tiga kriteria kelayakan, yaitu kriteria umum, khusus, dan
teknis.
Kriteria Umum
Kriteria umum merupakan penentuan dengan melihat Kemampuan
Keuangan Daerah (KKD). Angka KKD diperoleh dari pengurangan Penerimaan
Umum Daerah (PUD) dengan Belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (BPNSD).
Penerimaan Umum daerah terdiri dari penjumlahan PAD, DAU, dan DBH setelah
dikurangi DBH Dana Reboisasi.
]
[
Selanjutnya untuk menentukan daerah berdasarkan kriteria umum, KKD
dihitung ke dalam bentuk indeks menjadi Indeks Fiskal Netto (IFN). IFN dihitung
dengan :
̅̅̅̅̅̅

10
IFNi
= Indeks Fiskal Netto daerah ke-i
KKDi = Kemampuan Keuangan Daerah ke-i
̅̅̅̅̅̅
= Rata-rata KKD Nasional
Daerah yang layak mendapat DAK pada kriteria umum adalah daerah yang
memiliki IFN kurang dari 1 (IFN < 1). Selanjutnya IFN dikatagorikan menjadi 4
katagori dengan rumus :
IFN Rendah Sekali
IFN 1
IFN Rendah
IFN Sedang
IFN Tinggi
Ket:
= Angka median antara 1 sampai dengan
= Angka median antara 1 sampai dengan IFN tertinggi
Daerah dengan IFN Tinggi tidak mendapatkan DAK dan tidak masuk ke
dalam perhitungan selanjutnya.
Kriteria Khusus
Pada kriteria khusus, penilaian berdasarkan otonomi khusus dan
karakteristik daerah. Daerah yang merupakan otonomi khusus seperti Papua dan
Papua Barat dinyatakan layak menerima DAK. Karakteristik daerah yang
diperhitungkan adalah Daerah Tertinggal, Daerah Perbatasan dan Daerah Pesisir
Kepulauan. Nilai masing-masing daerah dihitung dalam Indeks Karakteristik
Wilayah (IKW).
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
IKWi = Indeks Karakteristik Wilayah daerah ke-i
IDTi
= Indeks Daerah Tertinggal daerah ke-i
IDPi
= Indeks Daerah Perbatasan daerah ke-i
IDPKi = Indeks Daerah Pesisir Kepulauan daerah ke-i
Untuk menentukan kelayakan daerah penerima DAK pada kriteria ini, IKW
dikompositkan dengan IFN-1 menjadi Indeks Fiskal Wilayah (IFW). Daerah layak
menerima DAK jika nilai IFW > 1.

Kriteria Teknis
Kriteria ini melihat kondisi sarana dan prasarana suatu daerah, disusun dari
indikator teknis yang ditetapkan masing-masing kementerian atau lembaga terkait.
Penilaian pada kriteria ini berdasarkan indeks gabungan IFW dan Indeks Teknis
(IT) menjadi IFWT-1. Daerah yang layak mendapatkan DAK adalah daerah
dengan nilai IFWT-1 > 1. Indeks Teknis merupakan perhitungan dari indikatorindikator teknis dengan bobot tertentu. Bobot untuk bidang kesehatan adalah
sebagai berikut :
 Sub Bidang Pelayanan Dasar
1) Puskesmas Non Perawatan
2) Puskesmas Perawatan
3) Puskesmas Perawatan Mampu Poned
4) Rumah Dinas Dr/Drg
5) Rumah Dinas Tenaga Kesehatan

bobot 20%
bobot 20%
bobot 15%
bobot 7,5%
bobot 7,5%

11
6) Instalansi Pengolahan Limbah (IPL)/ Instalansi
Pengolahan Air Limbah (IPAL)
7) Puskesmas Keliling
8) Kendaraan Khusus Promkes
9) Pusat data dan informasi Sistem Informasi Kesehatan
(SIK) Daerah

bobot 10%
bobot 10%
bobot 5%
bobot 5%

 Sub Bidang Pelayanan Rujukan
1) Tempat Tidur Kelas III
2) Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
3) Intensive Care Unit Rumah Sakit
4) Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
5) Pengolah Limbah Padat
6) Instalasi Pengolah Limbah (IPL)
7) Bank Darah Rumah Sakit
8) Unit Transfusi Darah Rumah Sakit
9) Alat Kalibrasi
10) Ambulan

bobot 20%
bobot 15%
bobot 20%
bobot 15%
bobot 5%
bobot 5%
bobot 5%
bobot 5%
bobot 5%
bobot 5%

 Sub Bidang Pelayanan Kefarmasian
a) Provinsi
1) Indeks Pembangunan Baru/Rehabilitasi IFP
2) Indeks Sarana dan Prasarana Instalasi Farmasi
3) Indeks Usulan DAK

bobot 45%
bobot 45%
bobot 10%

b) Kabupaten/Kota
1) Indeks Alokasi Obat dan Perbekkes
2) Indeks Sarana dan Prasarana Instalasi Farmasi
3) Indeks Usulan DAK

bobot 70%
bobot 20%
bobot 10%

Penentuan Besaran Alokasi
Daerah yang dinyatakan layak berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus,
dan kriteria teknis berhak mendapatkan alokasi DAK. Untuk menghitung besaran
alokasi yang diterima daerah IFWT diformulasikan kembali menjadi IFWT2 yaitu
indeks gabungan dari IFW dan IT.
IFWT2 =
Setelah mendapatkan nilai IFWT2, maka IFWT2 dikalikan dengan Indeks
Kemahalan Konstruksi (IKK) untuk mendapatkan Bobot Daerah (BD).
Perhitungan Alokasi DAK per Bidang (ADB) memperhitungkan besaran
pagu bidang dan juga alokasi minimal daerah tersebut. Pagu bidang dan alokasi
minimal bidang sudah ditentukan oleh kementerian teknis. Pagu dan alokasi
minimal bidang kesehatan dapat dilihat pada tabel 2.
(



)

12
Tabel 2 Pagu dan alokasi minimal kab/kota bidang kesehatan tahun 2015
No Sub Bidang
Pagu Bidang (Rp) Alokasi Minimal (Rp)
1. Pelayanan Dasar
1.603.519.000
800.000.000
Pelayanan
2.
856.422.000
745.000.000
Rujukan
3. Kefarmasian
747.110.000
600.000.000
Sumber : DJPK 2015

Formula DAK-SPM
SPM Kesehatan untuk kabupaten/kota telah ditetapkan dalam Permenkes
No 741 Tahun 2008. Namun sampai saat ini pendokumentasian SPM di daerah
belum maksimal, oleh karena itu digunakan Indeks Standar Pelayanan Nasional
(ISPN) sebagai proksi indikator SPM. Indikator ISPN bidang kesehatan
menggunakan indikator output-outcome yang lebih sederhana, sehingga terpilih
enam indikator output-outcome ISPN bidang kesehatan yakni :
1. Angka Harapan Hidup (AHH)
2. Angka Kematian Bayi per 100.000 Kelahiran Hidup (AKB)
3. Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup (AKB)
4. Angka Balita Gizi Buruk (ABGB)
5. Tingkat Prevalensi TB
6. Tingkat Prevalensi HIV/AIDS
Penentuan daerah layak dan besaran alokasi dengan DAK-SPM berdasarkan
kepada kemampuan keuangan daerah dan indeks pencapaian SPM. Daerah
dikatakan layak jika Indeks Kemampuan Keuangan Daerah berada dibawah ratarata nasional (IKKD < 1) dan Indeks Celah Pencapaian SPM dibawah target yang
ditetapkan (IPSPM < SPM).
IKKD dihitung menggunakan rumus :

Dimana,
[

]

Indeks Celah Pencapaian SPM bidang ke i ditentukan dengan menggunakan
rumus :
ICPSPM = ∑
ij (SPMij - IPSPMij)
Keterangan :
ICPSPMi
= Indeks Celah Pencapaian SPM untuk bidang ke-i daerah.
Wij
= Bobot untuk indikator SPM ke-j untuk bidang ke-i yang sudah
ditetapkan kementerian teknis.
SPMij
= Nilai indikator SPM ke-j untuk bidang ke-i yang sudah
ditetapkan oleh Kementerian Teknis.
IPSPMij
= Indeks Pencapaian SPM untuk indikator ke-j dalam bidang ke-i
Adanya keterbatasan dalam penyediaan data indikator SPM menjadi
permasalahan dalam perhitungan, sehingga digunakan data ISPN sebagai proksi
dari indikator SPM. Jika menggunakan data ISPN, maka formula yang digunakan
adalah sebagai berikut :

13
ICPSPN = ∑
ij (SPNij - IPSPNij)
Sehubungan satuan SPN berbeda-beda maka perlu dibakukan sehingga
Indeks Pencapaian SPN (IPSPNij) dengan indikator yang nilai pencapaiannya ke
arah lebih besar diperoleh dengan rumus :
IPSPNij =
Untuk indikator yang nilai pencapaian ISPNnya ke arah lebih kecil
diperoleh rumus :
IPSPNij =
dimana :
X(ij)
= Nilai indikator SPN ke-j untuk bidang ke-i
X(ij) maks
= Nilai maksimum indikator SPN ke-j untuk bidang ke-i
X(ij) min
= Nilai minimum indikator SPN ke-j untuk bidang ke-i
Jika suatu daerah pencapaian SPNnya lebih besar dari SPN yang ditetapkan
kementerian dan lembaga terkait berarti nilai IPSPN adalah 100 sehingga ICPSPN
adalah nol.
Tabel 3 Target pencapaian proksi ISPN
Indikator
Target
No
1 Angka Harapan Hidup
72 Tahun
Angka Kematian Bayi per 100.000
2400 kematian per 100.000
2
Kelahiran Hidup
Kelahiran Hidup (2,4 %)
Angka Kematian Ibu per 100.000
118 kematian per 100.000
3
Kelahiran Hidup
Kelahiran Hidup (0,118 %)
4 Angka Balita Gizi Buruk (%)
15,5 %
Tingkat Prevalensi Tuberkulosis per
224 kasus per 100.000
5
100.000 penduduk
penduduk (0,224 %)
6 Tingkat Prevalensi HIV/AIDS (%)
0,5 %
Sumber : Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 dan
Riskedas Kementerian Kesehatan 2013
Besaran alokasi yang diterima daerah juga ditentukan oleh besarnya indeks
kemampuan keuangan daerah dan indeks celah pencapaian perhitungannya
menggunakan rumus :
x P_DAKSPNi
SPNij =


I_DAKSPNij = ɑ1 (IKKD)-1 + ɑ2 ICPSPNi
dimana ɑ1 dan ɑ2 ditentukan serupa dengan formula lama sebesar

Keterangan :
I_
= Indeks DAK-SPN bidang ke-i untuk daerah ke-j
SPNij
P_DAKSPNi = Pagu DAK-SPN untuk bidang ke-i
ɑ1
= Bobot untuk IKKD
ɑ2
= Bobot untuk ICPSPNi
Juanda et. al (2014) dalam Kajian atas Indikator Standar Pelayanan Nasional
(ISPN) di Bidang Layanan Publik Dasar yang Relevan dengan Pengalokasian

14
DAK menghitung bobot untuk indikator dengan metode Focus Discussion Group
(FGD), dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4 Bobot ISPN output-outcome bidang kesehatan
Bobot
No
Indikator
Kota
Kabupaten
1
Angka Harapan Hidup
0.1777
0.1814
2
Angka Kematian Bayi per 100.000 Kelahiran
0.1777
0.1814
Hidup
3
Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran
0.1745
0.1782
Hidup
4
Angka Balita Gizi Buruk (%)
0.1698
0.175
5
Tingkat Prevalensi Tuberkulosis per 100.000
0.151
0.1424
penduduk
6
Tingkat Prevalensi HIV/AIDS (%)
0.1493
0.1416
Sumber : Juanda et. al 2014
Analisis Korelasi
Uji korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
peubah melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi. Koefisien
korelasi menunjukkan derajat keeratan hubungan antara dua variabel dan arah
hubungannya (positif atau negatif). Koefisien korelasi Pearson dihitung
menggunakan SPSS 20. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai +1.
Korelasi positif kuat jika koefisien korelasi mendekati +1, dan korelasi negatif
kuat jika koefisien korelasi mendekati -1.
Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi, disusun suatu hipotesis
sebagai berikut :
H0 : ρ = 0
H1 : ρ ≠ 0
Penelitian ini menggunakan taraf nyata (α) 1%. Jika probabilitas (p-value) <
α maka tolak H0, artinya secara statistik telah dibuktikan bahwa ada korelasi
antara kedua variabel. Jika probabilitas (p-value) > α maka terima H0, artinya
secara statistik belum dapat dibuktikan bahwa ada korelasi antara kedua variabel.
Probabilitas ini dapat diinterpretasikan sebagai peluang atau risiko kesalahan
dalam menyimpulkan H1 (Juanda 2009).

Definisi Operasional Data
Definisi data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Sistem
Rujukan dan Informasi (Sirusa) BPS. Berikut penjelasan definisi operasional data
yang digunakan :
Angka Harapan Hidup
Angka harapan hidup merupakan rata-rata tahun hidup yang masih akan
dijalani oleh seseoramg yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun
tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

15
Indikator ini merupakan alat analisis yang umumnya digunakan dalam
meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Angka Kematian Bayi

Angka Kematian Ibu

Angka Balita Gizi Buruk

Tingkat Prevalensi TB

Tingkat Prevalensi HIV/AIDS

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbandingan Alokasi DAK Existing dan DAK-SPM
Pencapaian SPM kesehatan di Indonesia belum merata di setiap daerah.
Dalam tabel 5, penulis menampilkan pencapaian indikator SPN dari kabupaten
dan kota di Indonesia. Keenam indikator tersebut adalah AHH, AKB, AKI,
ABGB, Prev. TB dan Prev.HIV. Target pencapaian indikator SPN ditentukan oleh
Kementerian Kesehatan RI.
Tabel 5 Hasil pencapaian indikator SPN
Indikator
AHH
AKB
AKI
ABGB
Rata-rata
68.97
1.492
0.211
0.133
Jumlah daerah yang
telah mencapai target
30
40
212
1
SPM
Pencapaian Tertinggi
75.79
47.826 7.207 38.283
Pencapaian
61.43
0
0
0
Terendah

TB
0.163

HIV
0.027

45

5

5.55

2.36

0

0

Perhitungan DAK pada bidang kesehatan dengan formula DAK Existing
menghasilkan 432 daerah layak menerima DAK, sedangkan dengan formula

16
DAK-SPM ada 333 daerah. Terdapat 99 daerah yang awalnya mendapatkan DAK
Existing namun pada DAK-SPM tidak mendapatkan DAK. Hal ini menunjukkan
bahwa beberapa daerah penerima DAK Existing sudah memiliki pencapaian pada
indikator-indikator Standar Pelayanan Nasional yang menjadi proksi Standar
Pelayanan Minimal. Berdasarkan formula DAK-SPM, daerah yang layak
berdasarkan Indeks Kemampuan Keuangan Daerah (IKKD) sebanyak 356
kabupaten/kota, sedangkan berdasarkan Indeks Celah Pencapaian (ICP) SPN ada
476 kabupaten/kota. Daerah berhak menerima DAK jika layak secara kemampuan
keuangan daerah dan secara celah pencapaian. Pada perhitungan, daerah yang
tidak menerima DAK Existing dipastikan tidak juga mendapatkan DAK-SPM.
Pada DAK-SPM, daerah yang memiliki Indeks Celah Pencapaian lebih besar
dibandingkan dengan daerah lainnya belum tentu mendapatkan alokasi DAK
seperti terlihat pada Tabel 5. Dari sepuluh daerah dengan Indeks Celah
Pencapaian terbesar hanya lima daerah yang layak mendapatkan DAK. Hal ini
dikarenakan daerah tersebut memiliki Indeks Kemampuan Keuangan diatas ratarata nasional (IKKD>1).
Tabel 6 Sepuluh daerah dengan ICP terbesar
No
Daerah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kab. Puncak
Kab. Dogiyai
Kab. Ponorogo
Kab. Intan Jaya
Kab. Gorontalo Utara
Kab. Rokan Hilir
Kab. Tanah Bumbu
Kab. Pegunungan Bintang
Kab. Simeulue
Kab.
Kepulauan
Siau
Tagulandang Biaro

9.4884
8.0012
5.0361
4.2659
3.9060
3.4372
3.0379
2.9625
2.7961

1.3335
0.7813
0.8569
1.1566
0.4467
3.3347
1.1365
1.3983
0.5122

Dapat/
Tidak Dapat
DAK
Tidak
Dapat
Dapat
Tidak
Dapat
Tidak
Tidak
Tidak
Dapat

2.7048

0.4670

Dapat

ICP-SPN

IKKD

Menurut perhitungan besaran alokasi, sepuluh besar daerah penerima DAK
pada formula DAK-SPM tersebar di beberapa provinsi, tidak memusat pada satu
provinsi seperti sepuluh besar daerah penerima DAK Existing. Sepuluh besar
daerah penerima DAK Existing berasal dari timur Indonesia yakni Provinsi Papua.
Besaran alokasi DAK yang diterima pada formula DAK-SPM jauh lebih besar
yakni hampir tiga sampai delapan kali lipat dari DAK Existing. Hal tersebut dapat
dikarenakan pencapaian indikator SPN di daerah tersebut masih sangat
rendah.semakin rendah pencapaian daerah terahadap target indikator SPN yang
telah ditentukan maka kemungkinan akan semakin besar alokasi DAK-SPM yang
diterima oleh daerah. Begitu sebalikya, jika pencapaian indikator daerah sudah
tinggi maka besaran alokasi DAK-SPM yang diterima akan semakin kecil. Sebuah
daerah dapat menerima DAK-SPM pada tiga bidang pelayanan dasar apabila
pencapaian SPM pada ketiga bidang di daerah tersebut masih dibawah target yang
telah ditentukan.

17
Tabel 7 Sepuluh daerah penerima DAK-SPM terbesar bidang kesehatan
Daerah
DAK SPM
DAK Existing
No.
(juta rupiah)
(juta rupiah)
1
Kab. Dogiyai
66.112,09
8.872.27
2
Kab. Ponorogo
41.938,56
6.818.77
3
Kab. Gorontalo Utara
33.730,48
4.322.82
4
24.461,44
8.996.27
Kab. Simeulue
5
Kab. Banggai Laut
24.402,70
9.519.01
6
Kab. Konawe Kepulauan
24.190,36
9.041.65
7
Kab. Kepulauan Siau Tagulandang
23.890,91
10.385.79
Biaro
8
Kab. Sumbawa
22.922,77
7.565.23
9
Kab. Dompu
22.814,76
6.567.35
10 Kab. Lombok Utara
22.755,27
6.277.71
Dari sepuluh daerah terbesar penerima DAK Existing, terlihat bahwa
delapan daerah terbesar penerima DAK Existing justru tidak mendapatkan DAKSPM, hanya Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Yalimo yang menerima DAK
Existing dan juga DAK-SPM. Alokasi yang diterima Kabupaten Tolikara dan
Kabupaten Yalimo dengan formula DAK Existing lebih besar daripada alokasi
yang diterima berdasarkan formula DAK-SPM. Daerah yang menerima DAK
pada DAK Existing namun tidak menerima DAK-SPM dapat dikarenakan daerah
tersebut sudah memiliki pencapaian indikator SPN yang menjadi proksi SPM,
namun secara kewilayahan maupun secara teknis daerah tersebut masih berada
dibawah rata-rata nasional. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 8 Sepuluh daerah penerima DAK Existing terbesar bidang kesehatan
Daerah
DAK Existing
DAK SPM
No.
(juta rupiah)
(juta rupiah)
1
Kab. Pegunungan Bintang
30.895,55
0
2
Kab. Puncak Jaya
27.934,92
0
3
Kab. Puncak
24.162,04
0
4
Kab. Mamberamo Tengah
23.366,19
0
5
Kab. Merauke
20.927,45
0
6
Kab. Tolikara
19.204,37
12.700,89
7
Kab. Intan Jaya
18.022,91
0
8
Kab. Mappi
17.344,32
0
9
Kab. Asmat
17.313,53
0
10 Kab. Yalimo
16.365,11
14.824,39
Untuk melihat perbandingan DAK Existing dan DAK-SPM, penulis
membuat DAK Existing dan DAK-SPM dalam sebuah Scatter Diagram dengan
garis persamaan Y=X. Ada 189 daerah berada diatas garis persamaan dan 144
daerah berada dibawah garis persamaan. Semakin dekat titik dengan garis
persamaan menunjukan bahwa DAK-SPM semakin serupa dengan DAK Existing
namun semakin jauh titik tersebut dari garis persamaan maka semakin berbeda
DAK-SPM dengan DAK Existing daerah tersebut. Selain itu, daerah yang berada

18

DAK-SPM Kesehatan (Juta
rupiah)

diatas garis persamaan menerima alokasi DAK-SPM lebih besar dibandingkan
dengan DAK Existing. Begitu sebaliknya, daerah yang berada dibawah garis
persamaan menerima alokasi DAK Existing lebih besar dibandingkan DAK-SPM.
Berdasarkan sumbu Y, daerah yang berada diatas garis persamaan memiliki
celah pencapaian SPM besar atau pencapaian SPM rendah sedangkan daerah yang
berada dibawah garis persamaan memiliki celah pencapaian kecil atau pencapain
SPM tinggi.
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
0.00

10000.00 20000.00 30000.00 40000.00 50000.00 60000.00 70000.00
DAK Existing Kesehatan (Juta rupiah)

Gambar 3 Scatter Diagram DAK Existing dengan DAK-SPM
Analisis Koefisien Korelasi
Penentuan suatu variabel memiliki hubungan linear dengan variabel lainnya
menggunakan analisis korelasi. Tujuan dari analisis korelasi pada penelitian ini
adalah untuk melihat hubungan antara besaran alokasi DAK Existing dan DAKSPM dengan indikator-indikator pertumbuhan dan pembangunan nasional yakni
PDRB, PDRB per Kapita, Tingkat Kemiskinan, dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Dari hasil korelasi secara keseluruhan, formula DAK-SPM lebih
baik dibandingkan DAK Existing. Berikut merupakan hasil perhitungan koefisien
korelasi :

No
1
2
3
4
5
6
7
8

Tabel 9 Hasil Analisis Koefisien Korelasi
Variabel
Koef.Korelasi
DAK Existing - PDRB riil
-0,202
DAK Existing - PDRB per Kapita
-0,033
DAK Existing - Tingkat Kemiskinan
0,557
DAK Existing - IPM
-0,610
DAK SPM - PDRB riil
-0,226
DAK SPM - PDRB per Kapita
-0,179
DAK SPM - Tingkat Kemiskinan
0,305
DAK SPM - IPM
-0,619

p-value
0,000
0,491
0,000
0,000
0,000
0,001
0,000
0,000

Analisis Koefisien Korelasi DAK dengan PDRB riil
Hasil dari analisis koefisien korelasi DAK Existing dengan PDRB riil
sebesar -0,202 sedangkan koefisien korelasi DAK-SPM dengan PDRB riil sebesar
-0,226. Hal ini mengindikasikan bahwa ada hubungan linear antara DAK Existing
maupun DAK-SPM dengan PDRB riil. Namun karena koefisien mendekati nol

19

90000
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
(10000)
10000
30000
50000
70000
-10000
DAK Existing Kesehatan 2015 (Juta Rp)

PDRB 2013 (Miliar Rp)

PDRB riil 2013 (Miliar Rp)

maka hubungan tersebut lemah. Nilai koefisien korelasinya kurang dari nol, maka
semakin rendah PDRB riil suatu daerah maka semakin tinggi pula DAK yang
diperoleh, begitupun sebaliknya. Kedua korelasi memiliki p-value < 0,001 maka
dapat disimpulkan bahwa ada korelasi diantara peubah tersebut. Dari hasil ini
disimpulkan bahwa DAK-SPM memiliki hubungan linear lebih kuat terhadap
PDRB riil dibandingkan dengan DAK Existing.
90000
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
-10000 10000 30000 50000 70000
-10000
-20000
DAK - SPM Kesehatan 2015 (Juta Rp)

Gambar 4 Scatter Diagram DAK Existing dan DAK-SPM dengan PDRB riil

500000
450000
400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

PDRB per Kapita 2013 (Ribu Rp)

PDRB per Kapita 2013 (Ribu Rp)

Analisis Koefisien Korelasi DAK dengan PDRB per Kapita
Koefisien korelasi DAK Existing dengan PDRB per kapita sebesar -0,033
sedangkan koefisien korelasi DAK-SPM dengan PDRB per kapita sebesar -0,179.
Nilai ini menunjukan bahwa ada hubungan linear antara DAK Existing maupun
DAK-SPM dengan PDRB per kapita. Namun karena koefisien mendekati nol
maka hubungan tersebut lemah. Nilai koefisien korelasinya negatif, maka semakin
rendah PDRB per kapita suatu daerah maka semakin tinggi pula DAK yang
diperoleh, begitupun sebaliknya. Korelasi DAK-SPM terhadap PDRB per kapita
signifikan dengan p-value < 0,001 sedangkan korelasi DAK Existing terhadap
PDRB per kapita memiliki p-value > 0,001 maka dapat disimpulkan bahwa
korelasi DAK-SPM terhadap PDRB per kapita dapat dibuktikan secara statistik,
namun korelasi DAK Existing terhadap PDRB per kapita belum dapat dibuktikan
secara statistik. Dari hasil ini disimpulkan bahwa DAK Existing memiliki
hubungan linear lebih kuat terhadap PDRB per kapita dibandingkan dengan DAKSPM

0

15000 30000 45000 60000 75000
DAK Existing Kesehatan 2015 (Juta Rp)

500000
450000
400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
-50000 0

15000 30000 45000 60000 75000
DAK-SPM Kesehatan 2015 (Juta Rp)

Gambar 5 Scatter Diagram DAK Existing dan DAK-SPM dengan PDRB per
Kapita

20
Analisis Koefisien Korelasi DAK dengan Tingkat Kemiskinan
Hasil analisis koefisien korelasi DAK Existing dengan tingkat kemiskinan
sebesar 0,557 sedangkan koefisien korelasi DAK-SPM dengan tingkat kemiskinan
sebesar 0,305. Terdapat hubungan linear antara DAK Existing maupun DAKSPM dengan tingkat kemiskinan, namun karena koefisien mendekati nol maka
hubungan tersebut lemah. Nilai koefisien korelasinya lebih besar dari nol, maka
semakin rendah tingkat kemiskinan suatu daerah maka semakin rendah pula DAK
yang diperoleh, begitupun sebaliknya. Kedua korelasi memiliki p-value < 0,005
maka secara statistik dapat dibuktikan bahwa ada korelasi diantara peubah
tersebut. Dari hasil ini disimpulkan bahwa DAK Existing memiliki hubungan
linear lebih kuat terhadap tingkat kemiskinan dibandingkan dengan DAK-SPM.
60
Tk.Kemiskinan 2013 (%)

Tk.Kemiskinan 2013 (%)

60
50
40
30
20
10

0
(10000)

10000

30000

50000

70000

50
40
30
20
10

0
-10000

DAK Existing Kesehatan 2015 (Juta Rp)

10000

30000

50000

70000

DAK-SPM Kesehatan 2015 (Juta Rp)

Gambar 6 Scatter Diagram DAK Existing dan DAK-SPM dengan Tingkat
Kemiskinan

90

90

80

80

70

70

60

60

IPM 2013 (%)

IPM 2013 (%)

Analisis Koefisien Korelasi DAK dengan IPM
DAK Existing memiliki koefisien korelasi dengan IPM sebesar -0,610
sedangkan koefisien korelasi DAK-SPM dengan IPM sebesar -0,619. Hal ini
mengindikasikan bahwa ada hubungan linear antara DAK dengan IPM. Besar
koefisien mendekati satu maka dapat dinyatakan bahwa hubungan linear bersifat
kuat. Nilai koefisien korelasinya kurang dari nol, maka semakin rendah IPM suatu
daerah maka semakin tinggi DAK yang diperoleh, begitupun sebaliknya. Kedua
korelasi memiliki p-value < 0,005 maka secara statistik dapat dibuktikan bahwa
ada korelasi diantara peubah tersebut. Dapat disimpulkan bahwa DAK-SPM
memiliki hubungan linear lebih kuat terhadap IPM dibandingkan DAK Existing.

50
40
30

50
40
30

20

20

10

10

0
(10000)

10000

30000

50000

DAK Existing Kesehatan 2015 (Juta Rp)

70000

0
-10000

10000

30000

50000

70000

DAK-SPM Kesehatan 2015 (Juta Rp)

Gambar 7 Scatter Diagram DAK Existing dan DAK-SPM dengan IPM

21
Pada pembahasan korelasi antara DAK dengan indikator ukuran
perekonomian dan pembangunan daerah, DAK-SPM memiliki korelasi lebih kuat
terhadap PDRB riil, PDRB per kapita dan IPM. Selain itu DAK-SPM juga
memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap IKKD dan ICP, dengan koefisien
korelasi mendekati 1 dan signifikan pada taraf nyata 1%.
Tabel 10 Korelasi alokasi DAK-SPM dengan IKKD dan ICP
Indikator
Koefisien Korelasi
p-value
IKKD
0.721
0.000
ICP
0.763
0.000
Perhitungan besaran alokasi DAK-SPM diatas menggunakan proporsi 10%
IKKD-1 dan 90% ICP. Besar proporsi tersebut sesuai dengan formula alokasi
DAK yang berlaku saat ini. Penulis membandingkan jika proporsi IKKD-1 lebih
besar, hal tersebut dengan tujuan daerah yang kemampuan fiskal rendah akan
mendapatkan alokasi yang lebih besar.
Tabel 11 Korelasi DAK-SPM dengan bobot yang berbeda
DAK
Existing

10 : 90

DAK-SPM
20 : 80
30 : 70
40 : 60

50 : 50

PDRB riil

-0.202

-0.226

-0.256

-0.288

-0.316

-0.338

PDRB Per
Kapita

-0.033*

-0.179

-0.188

-0.195

-0.198

-0.196

Kemiskinan

0.557

0.305

0.302

0.292

0.275

0.247

IPM

-0.610

-0.619

-0.614

-0.596

-0.561

-0.507

Indikator

Keterangan : Tidak signifikan pa