Kadar Komponen Kimia Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa Timur

KADAR KOMPONEN KIMIA KAYU DAN KULIT JATI
(Tectona grandis Linn f.) ASAL JAWA BARAT
DAN JAWA TIMUR

RIKO FRANS FERNANDO SIBUEA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kadar Komponen
Kimia Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa
Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Riko Frans Fernando Sibuea
NIM E24080093

ABSTRAK
RIKO FRANS FERNANDO SIBUEA. Kadar Komponen Kimia Kayu dan Kulit
Jati (Tectona grandis Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa Timur. Dibimbing oleh
DEDED SARIP NAWAWI dan ANNE CAROLINA.
Jati (Tectona grandis Linn f.) adalah jenis pohon bernilai ekonomi tinggi
karena memiliki keawetan, stabilisasi dimensi, dan kekuatan tinggi, serta sifat
dekoratif pada kayu terasnya. Proses pengolahan kayu jati menjadi berbagai
produk kayu olahan masih banyak menyisakan limbah biomassa, seperti sisa
potongan dan kulit kayu. Potensi pemanfaatan limbah biomassa kayu jati bukan
hanya sebagai bahan baku produk kayu tetapi juga sebagai sumber bahan kimia
alami. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komponen kimia kayu dan kulit
jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur meliputi kadar holoselulosa, alfa-selulosa,
lignin Klason, lignin terlarut asam, nisbah siringil-guaiasil lignin, dan kadar
ekstraktif. Kulit kayu jati memiliki kadar holoselulosa dan alfa-selulosa lebih

tinggi dengan kadar lignin lebih rendah dibandingkan dengan bagian kayu. Selain
itu, lignin bagian kulit jati memiliki nisbah siringil-guaiasil lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian kayu. Jati asal Jawa Barat mengandung holoselulosa,
alfa-selulosa dan ekstraktif lebih tinggi dengan kadar lignin yang lebih rendah
dibandingkan dengan jati asal Jawa Barat. Kadar polisakarida kayu tinggi dan
kadar lignin rendah akan berkontribusi positif terhadap pemanfaatan limbah kulit
jati sebagai bahan baku pulp dan bioetanol.
Kata kunci: limbah biomassa, komponen kimia, jati, Tectona grandis,

ABSTRACT
RIKO FRANS FERNANDO SIBUEA. The Content of Chemical Component of
Teak (Tectona grandis Linn f) Wood and Bark From West Java and East Java.
Supervised by DEDED SARIP NAWAWI and ANNE CAROLINA.
Teak wood (Tectona grandis Linn f.) is well known as a high value of
wood species due to high durability, dimensional stability, and strength, as well as
high value in the decorative properties of wood. The processing of teak wood into
various wood products produces a lot of biomass waste, such as bark and wood
residue. The potential utilization of teak wood biomass residue is not only as a
raw material of wood products but also as natural chemical resources. This
research aims to analyses chemical components of bark and wood residue of teak

wood from West and East Java, including holocellulose, alpha-cellulose, Klason
lignin, acid soluble lignin, syringyl-guaiacyl ratio of lignin, and extractives
content. Bark contains higher holocellulose and alpha-cellulose, and lower lignin
content than that of wood residue. In addition, teak bark lignin consists of siringilguaiacyl ratio higher than lignin of wood sample. Generally, teak wood from West
Java contains higher polysaccharides and extractives with lower lignin content

than teak wood from East Java. Due to high content of polysaccharides and low
content of lignin, teak bark biomass might be promoted as raw materials for pulp
and bioethanol productions.
Keywords: biomass waste, chemical component, teak wood, Tectona grandis

KADAR KOMPONEN KIMIA KAYU DAN KULIT JATI
(Tectona grandis Linn f.) ASAL JAWA BARAT
DAN JAWA TIMUR

RIKO FRANS FERNANDO SIBUEA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan

pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kadar Komponen Kimia Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis
Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa Timur
Nama
: Riko Frans Fernando Sibuea
NIM
: E24080093

Disetujui oleh

Ir Deded Sarip Nawawi, MSc
Pembimbing I


Anne Carolina, SSi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 dengan judul Kadar Komponen Kimia
Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc
dan Ibu Anne Carolina, S.Si M.Si selaku pembimbing, kepada staf Laboratorium
Kimia Hasil Hutan khususnya Pak Supriatin dan Kang Gunawan atas bantuannya
selama ini, kepada rekan satu bimbingan saya Ade Yunia Purnama Putri atas

kerjasama dan dukungannya, kepada rekan-rekan seperjuangan di THH 45 dan
PMK 45 IPB yang telah menemani selama di IPB, serta sahabat sepenanggungan
yang ada di Pondok Salman atas kebersamaannya. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya dan
kepada Rina Lumbantobing S.Hut yang selalu memberikan dorongan dan
semangat selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

Riko Frans Fernando Sibuea

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x


PENDAHULUAN

1

METODE

2

Bahan

2

Alat

2

Langkah Kerja

2


Persiapan Bahan Baku

2

Penentuan Kadar Air

2

Kelarutan Kayu dalam Etanol-Toluena (1:2) (TAPPI T 204 om-88)

3

Kelarutan Kayu dalam Air Panas (TAPPI T 207 Om-93)

3

Kelarutan kayu dalam Air Dingin (TAPPI T 207 Om-93)

4


Kelarutan Kayu dalam NaOH 1% (TAPPI 212 om-93)

4

Penentuan Kadar Holoselulosa (Browning 1967)

4

Penentuan Kadar alfa-selulosa (Browning 1967)

5

Penentuan Kadar Lignin Klason (TAPPI T 222 om 88)

5

Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam (TAPPI T250)

6


Penentuan Nisbah Siringil-Guaiasil Penyusun Lignin

6

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kadar Holoselulosa dan Selulosa

7

Lignin

8


Kadar Ekstraktif Terlarut Air

11

Kadar Ekstraktif Terlarut NaOH 1%

12

Kadar Ekstraktif Terlarut Etanol-Toluena (1:2)

12

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia (kayu daun lebar)
2 Nisbah S/G dan kadar lignin terlarut asam (Acid Soluble Lignin)

8
10

3 Kandungan kuinon dan senyawanya pada ekstrak kayu dan kulit jati asal Jawa
Barat dan Jawa Timur
13

DAFTAR GAMBAR
1 Kadar holoselulosa dan alfa selulosa kayu dan kulit jati

7

2 Kadar lignin sampel kayu dan kulit jati

9

3 Hubungan nisbah siringil-guaiasil dengan lignin terlarut asam

11

4 Kelarutan kayu dan kulit jati dalam air

11

5 Kelarutan kayu dan kulit jati dalam NaOH 1%

12

6 Kadar ekstraktif dengan pelarut etanol : toluena (1:2)

13

PENDAHULUAN
Jati (Tectona grandis Linn f.) merupakan salah satu jenis kayu yang sudah
dikenal luas dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Di Indonesia, tanaman jati
tersebar di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat
(Sumbawa), Maluku dan Lampung (Martawijaya et al. 2005). Sampai saat ini
kayu jati masih menjadi komoditas mewah yang banyak diminati masyarakat
karena memiliki keunggulan dalam sifat keawetan, kekuatan, dan nilai dekoratif
pada bagian kayu terasnya. Kayu ini tahan terhadap serangan rayap (Lukmandaru
dan Takahashi 2008, Rudi et al. 2012) dan serangan jamur perusak kayu (Haupt
2003 dalam Lukmandaru dan Takahashi 2008). Oleh karena itu kayu ini banyak
digunakan sebagai bahan konstruksi dan pemanfaaatan yang bersifat dekoratif
seperti mebel, pintu, kusen, kerajinan kayu dan lainnya. Seiring dengan
perkembangan teknologi, saat ini diversifikasi pemanfaatan kayu jati mulai
mengarah pada pemanfaatan berdasarkan komponen kimianya.
Proses pengolahan kayu menjadi berbagai produk kayu olahan masih
banyak menyisakan limbah biomassa karena rendemen produk yang masih rendah.
Pengolahan kayu jati pada umumnya menghasilkan limbah seperti serbuk
gergajian, sisa potongan kayu, dan kulit kayu. Saat ini pemanfaatan limbah
pengolahan kayu jati terutama masih berbasis kayu, sedangkan pemanfaatan
berdasarkan komponen kimianya masih relatif kurang. Hal ini dikarenakan
kurangnya informasi tentang potensi limbah kayu jati sebagai bahan baku
berdasarkan kandungan komponen kimianya.
Kayu jati, selain mengandung komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin,
juga mengandung senyawa kimia kelompok ekstraktif yang sangat berperan pada
keunggulan sifat kayu jati. Ekstraktif merupakan hasil metabolisme sekunder
pada kayu teras yang berperan sebagai bagian dari mekanisme pertahanan pohon
terhadap serangan patogen atau serangan organisme dan warna kayu teras (Pereira
et al. 2003). Ekstraktif dari kelompok kuinon (khususnya tektokuinon) adalah
jenis ekstraktif yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap keawetan alami
kayu jati (Haupt 2003 dalam Lukmandaru dan Takahashi 2008). Selain itu,
tektokuinon (2-metilantrakuinon) memiliki aktifitas yang tinggi sebagai
biolarvasida, seperti yang ditemukan pada kayu Criptomeria japonica (Cheng et
al. 2008), dan memiliki sifat katalis yang sama dengan antrakuinon sintetis dalam
pulping alkali (Leyva et al. 1998).
Sifat kimia kayu jati menjadi hal penting untuk diketahui karena selain
berpengaruh terhadap sifat pengolahan dan penggunaan kayu, juga sebagai dasar
dalam pemanfaatan kayu atau limbah kayu sebagai produk kimia alami. Sifat
kimia kayu dapat dipengaruhi oleh jenis, umur, dan tempat tumbuh (Sjostrom
1981). Selain itu perbedaan sifat kimia juga ditemukan untuk bagian tumbuhan
yang berbeda, seperti dalam kayu teras, kayu gubal, kulit, dan daun (Fengel dan
Wegener 1989).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar komponen kimia kayu dan
kulit jati (Tectona grandis Linn. f) yang berasal dari Jawa Barat dan Jawa Timur.
Informasi ini dapat menjadi acuan untuk pemanfaatan limbah pengolahan kayu
jati berdasarkan komponen kimianya.

2

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu sisa potongan kayu teras dan kulit jati (Tectona
grandis Linn f.) yang berasal dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Contoh uji kayu
diambil dari pohon berumur hampir sama berdasarkan jumlah lingkaran tahun
(sekitar 45 tahun). Bahan kimia yang digunakan antara lain natrium hidroksida,
natrium klorit, asam asetat, asam asetat glasial, asam sulfat, etanol, dan toluena.

Alat
Alat yang digunakan antara lain Willey mill, oven, soxhlet, timbangan
analitik, penangas air, desikator, aluminium foil, pH meter, kertas saring, peralatan
gelas laboratorium, UV Visible Spectrophotometer SHIMADZU UV Pharma Spec.
1700, dan Pyrolisis Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GC-MS).

Langkah Kerja
Tahapan penelitian ini terdiri atas persiapan bahan baku, penentuan kadar
air, penyiapan sampel kayu bebas ekstraktif, penentuan kadar holoselulosa, alfaselulosa dan lignin (lignin Klason, lignin terlarut asam, nisbah monomer penyusun
lignin), serta ekstraktif terlarut etanol-toluena, air panas, air dingin, dan NaOH 1%
panas.

Persiapan Bahan Baku
Sampel kayu untuk analisis komponen kimia disiapkan dalam bentuk
partikel ukuran 40-60 mesh. Sampel yang digunakan adalah bagian teras dan kulit.
Sampel dicacah dan dikeringudarakan, selanjutnya digiling menggunakan alat
willey mill dan disaring dengan alat saringan bertingkat. Serbuk kemudian
disimpan dalam wadah tetutup.

Penentuan Kadar Air
Serbuk kayu (2 g) dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 103±2
C. Setelah itu, sampel didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Kadar air
sampel dinyatakan sebagai bobot air terhadap sampel serbuk kayu kering dihitung
dengan rumus:
o

3
Kadar Air (%) =

A-B
x 100
B

Keterangan:
A= Berat kering serbuk awal (g)
B= Berat kering serbuk kering oven (g)

Kelarutan Kayu dalam Etanol-Toluena (1:2) (TAPPI T 204 om-88)
Pengujian kelarutan kayu dalam etanol:toluena merujuk pada TAPPI T 204
om-88, namun dalam pengujian ini penggunaan benzena sebagai pelarut
digantikan dengan toluena. Serbuk jati sebanyak 10 g diekstraksi dengan
campuran pelarut etanol-toluena (1:2 v/v) selama 8 jam. Setelah itu, sampel dicuci
dengan etanol hingga larutan bening, kemudian dikeringudarakan dan dioven pada
suhu 103±2°C dan ditimbang. Untuk penyiapan sampel bebas ekstraktif, setelah
ekstraksi etanol:toluena dilanjutkan dengan ekstraksi air panas selama 3 jam.
Kadar zat ekstraktif yang larut dalam etanol toluena (1:2) dihitung dengan rumus:

Kelarutan (%) =

BKTA-BKTB
x100
BKTA

Keterangan:
BKTA = berat kering serbuk sebelum ekstraksi (gram)
BKTB = berat kering serbuk setelah ekstraksi (gram)

Kelarutan Kayu dalam Air Panas (TAPPI T 207 Om-93)
Serbuk kayu (2 g) diekstraksi dengan 100 ml air destilata panas dalam
erlenmeyer 250 ml. Sampel dipanaskan dengan penangas air pada suhu 100°C
selama 3 jam dan diaduk sesekali. Setelah itu, sampel disaring dan dicuci dengan
air destilata panas. Pengeringan dilakukan dalam oven bersuhu 103±2°C sampai
beratnya konstan. Kadar zat ekstraktif terlarut air panas dihitung dengan rumus:
Kelarutan (%) =

BKTA-BKTB
x100
BKTA

Keterangan:
BKTA= Berat kering serbuk awal (g)
BKTB= Berat kering serbuk setelah ekstraksi (g)

4
Kelarutan kayu dalam Air Dingin (TAPPI T 207 Om-93)
Serbuk kayu (2 g) diekstraksi dengan 300 ml air destilata dingin dalam gelas
piala 400 ml selama 48 jam pada suhu kamar. Setelah itu, serbuk disaring melalui
kertas saring dan dicuci dengan air destilata dingin sebanyak 200 ml. Pengeringan
dilakukan pada oven bersuhu 103±2°C sampai beratnya konstan. Kadar zat
ekstraktif larut air dingin dihitung dengan rumus:
BKTA-BKTB
Kelarutan (%) =
x100
BKTA
Keterangan:
BKT A= Berat kering serbuk awal (g)
BKT B= Berat kering serbuk setelah ekstraksi (g)

Kelarutan Kayu dalam NaOH 1% (TAPPI 212 om-93)
Serbuk kayu (2 g) diekstraksi dengan 100 ml NaOH 1% pada suhu 100 oC
selama 1 jam sambil diaduk setiap 5, 10, 15, dan 25 menit pertama. Selanjutnya
sampel disaring lalu dicuci dengan air destilata panas hingga filtrat tidak
berawarna. Sampel dibilas dengan 25 ml asam asetat 10% sebanyak 2 kali dan
dicuci dengan air destilata panas hingga bebas asam. Sampel dikeringkan dalam
oven bersuhu 103±2 oC hingga beratnya konstan. Kadar zat ekstraktif yang larut
dalam NaOH 1% dihitung dengan rumus:
Kelarutan (%) =

BKTA-BKTB
x100
BKTA

Keterangan:
BKT A= Berat kering serbuk awal (g)
BKT B= Berat kering serbuk setelah ekstraksi (g)

Penentuan Kadar Holoselulosa (Browning 1967)
Serbuk kayu bebas ekstraktif ekuivalen 2 g bobot kering ditempatkan dalam
Erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan 80 ml air destilata, 1 g natrium klorit dan 0.5
ml asam asetat glasial, kemudian sampel dipanaskan dengan menggunakan alat
penangas air pada suhu 70 oC. Setelah itu sampel ditambahkan lagi 1 g natrium
klorit dan 0.5 ml asam asetat glasial setiap interval pemanasan selama 1 jam
sampai penambahan sebanyak empat kali. Sampel disaring dengan menggunakan
glass filter dan dibilas dengan menggunakan air destilata panas. Setelah filtrat
bening, sampel dibilas dengan 25 ml asam asetat 10%, lalu dicuci dengan air
destilata panas hingga bebas asam. Sampel dioven pada suhu 103±2 oC sampai
bobotnya konstan. Kadar holoselulosa dihitung dengan rumus:

5
Holoselulosa (%) =

BKTA
x 100
BKTB

Keterangan:
BKTA= Berat kering holoselulosa (g)
BKTB= Berat kering serbuk (g)

Penentuan Kadar alfa-selulosa (Browning 1967)
Sebanyak 2 g holoselulosa ditempatkan dalam gelas piala 250 ml lalu
ditambahkan 10 ml larutan NaOH 17.5% pada suhu 20 oC dan diaduk. Setelah
interval waktu 5 menit ditambahkan 5 ml larutan NaOH 17.5%. Penambahan
dilakukan sebanyak tiga kali sehingga total volume NaOH 17.5% sebanyak 25 ml.
Setelah penambahan terakhir sampel dibiarkan selama 30 menit sehingga total
waktu perlakuan selama 45 menit. Ke dalam sampel ditambahkan 33 ml air
destilata, diaduk dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu 20 oC. Sampel disaring
dengan menggunakan filter glass dan dibilas dengan 100 ml NaOH 8.3%, lalu
dibilas kembali dengan air destilata. Setelah itu, sampel ditambah dengan asam
asetat 10% dan dibilas kembali dengan air destilata hingga bebas asam. Sampel
dikeringkan pada suhu 103±2 oC lalu ditimbang hingga bobotnya konstan. Kadar
alfa-selulosa dihitung dengan rumus:
Alfa selulosa (%) =

BKTA
x 100
BKTB

Keterangan:
BKTA= Berat kering alfa selulosa (g)
BKTB= Berat kering serbuk (g)

Penentuan Kadar Lignin Klason (TAPPI T 222 om 88)
Pengujian kadar lignin dilakukan berdasarkan TAPPI T 222 om 88 dengan
modifikasi (Dence 1992). Serbuk bebas ekstraktif sebanyak 0.5 g dimasukkan ke
dalam gelas piala 50 ml, kemudian ditambahkan 5 ml asam sulfat 72% secara
perlahan sambil diaduk setiap 15 menit (suhu dijaga tetap pada 20±1°C). Sampel
direaksikan selama 3 jam, kemudian diencerkan hingga mencapai konsentrasi
asam sulfat 3%. Larutan direaksikan pada suhu 121°C selama 30 menit dengan
alat autoclave. Lignin diendapkan, disaring dan dicuci dengan air destilata panas
hingga bebas asam. Lignin dioven pada suhu 103±2°C, didinginkan kemudian
ditimbang. Kadar lignin dihitung dengan rumus:
Kadar lignin (%) =

BKTA
x 100
BKTB

6
Keterangan:
BKTA= Berat kering lignin (g)
BKTB= Berat kering serbuk awal (g)
Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam (TAPPI T250)
Filtrat dari hasil penentuan lignin klason digenapkan volumenya menjadi
1000 ml kemudian diambil 15 ml untuk diuji dengan spectrophotometer UV.
Sebagai larutan standar, sampel blanko dibuat dari 5 ml asam sulfat 72% yang
digenapkan volumenya menjadi 1000 ml yang juga diambil sampel uji sebanyak
15 ml untuk pengujian dengan spectrophotometer. Panjang gelombang yang
dipakai adalah 205 nm dan koefisien adsorbsi 110 L/g.cm. Kadar lignin terlarut
asam dihitung dengan menggunakan rumus:
Konsentrasi lignin terlarut asam=
Lignin terlarut asam (%)=

A
x Df
100

CV
x 100
1000 x BKT

Keterangan:
C
= Konsentrasi filtrat lignin terlarut asam (g/l)
V
= Volume total filtrat (ml)
A
= Nilai absorban pada panjang gelombang 205 nm
Df = Faktor pengenceran
ASL = Kadar lignin terlarut asam (%)
BKT = Berat kering tanur serbuk kayu (g)

Penentuan Nisbah Siringil-Guaiasil Penyusun Lignin
Pengukuran monomer penyusun lignin (unit siringil dan guaiasil lignin)
menggunakan alat Pyrolisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (Pyr-GCMS). Pengukuran menggunakan kondisi suhu pirolisis 400oC selama 1 jam, suhu
kolom awal 50oC, dan ditingkatkan perlahan hingga suhu mencapai 280oC, suhu
tersebut dipertahankan hingga mencapai waktu total 1 jam. Suhu injektor 280oC
dan suhu detektor relative. Gas helium digunakan sebagai carrier gas, split ratio
1:50, tekanan 208.3 kPa, total flow 105.0 mL/menit, dan column flow 2 mL/menit.
Nisbah siringil-guaiasil (nisbah S/G) merupakan perbandingan antara konsentrasi
relatif dari produk pirolisis siringil lignin terhadap guaiasil lignin (Dence 1992).

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dengan bantuan program
Microsoft Office Excell 2010, penyajian data ditampilkan dalam bentuk tabel, dan
grafik.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Holoselulosa dan Selulosa
Holoselulosa merupakan polisakarida total penyusun dinding sel kayu yang
terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Kadar holoselulosa kayu jati dari kedua
lokasi berkisar 69.95 - 71.31% dalam bagian kayu dan 73.89-73.98% dalam
bagian kulit. Kayu jati mengandung holoselulosa dengan kategori cukup tinggi,
karena kadar holoselulosa kayu daun lebar berkisar 65-85% (Rowell 2005, Fengel
dan Wegener 1989). Selain perbedaan bagian kayu dan kulit, perbedaan kadar
holoselulosa terjadi pula antar sampel kayu jati berbeda lokasi tempat tumbuh
(Gambar 1). Kayu jati dari Jawa Barat mengandung kadar holoselulosa yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kayu jati dari Jawa Timur, sedangkan bagian kulit
kayu asal Jawa Barat dan Jawa Timur memiliki kadar holoselulosa yang hampir
sama.

Kadar Holoselulosa dan Alfaselulosa (%)

80

Holoselulosa

73.97

73.89

71.31

69.95

Alfa selulosa

60
44.19

44.18

37.28

37.64

40
20
0
Jawa Barat

Jawa Timur

Kulit

Jawa Barat

Jawa Timur

Kayu

Gambar 1 Kadar holoselulosa dan alfa selulosa kayu dan kulit jati
Kadar alfa-selulosa pada kulit berkisar 44.18-44.19%, sedangkan pada
bagian kayu jati berkisar 37.28-37.64%. Kadar alfa selulosa tertinggi dimiliki oleh
sampel kulit jati asal Jawa Barat (44.19%). Kadar alfa-selulosa yang diperoleh
pada bagian kayu tergolong rendah karena berada di bawah 40% (Fengel dan
Wegener 1989). Alfa-selulosa sering digunakan sebagai ukuran kadar selulosa
murni dalam kayu. Perbedaan selulosa dalam kulit dan kayu dapat terjadi baik
dalam jumlah maupun derajat polimerisasi dan kristalinitasnya, yaitu selulosa
dalam kulit kayu cenderung lebih rendah dibandingkan selulosa bagian kayu
(Sjostrom 1981).
Hasil penelitian sebelumnya yang dilaporkan Rowell (2005), Fengel dan
Wegener (1989), dan Sjostrom (1981) menunjukkan bahwa kadar holoselulosa
dan selulosa bagian kayu umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kulit
kayu. Hasil berbeda ditunjukkan oleh sampel kayu jati dalam penelitian ini, yaitu
bagian kulit kayu jati memiliki kadar holoselulosa (73.93%) lebih tinggi
dibandingkan bagian kayu (70.63%). Hal yang sama ditunjukkan oleh kadar
selulosa (yang dinyatakan sebagai alfa-selulosa), yaitu bagian kulit kayu jati

8
memiliki kadar selulosa (44.19%) yang lebih tinggi dibandingkan bagian kayu
(37.46%). Pada umumnya kandungan selulosa pada bagian kayu lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian kulit. Kandungan selulosa pada bagian kayu berkisar
antara 40-45% sedangkan pada bagian kulit hanya berkisar 16-41% (Rowell 2005,
Sjostrom 1981). Berdasarkan lokasi tempat tumbuh, tidak ada perbedaan besar
antara kadar selulosa kayu jati dari Jawa Barat dengan Jawa Timur (Gambar 1).
Berdasarkan hasil penelitian ini, selain kayunya yang sudah dikenal bernilai
tinggi, bagian kulit kayu jati memiliki potensi yang besar dalam pemanfaatan
berbasis komponen kimianya. Kadar holoselulosa yang tinggi dalam kayu sangat
baik untuk penggunaan sebagai bahan baku pulp. Biomassa dengan kadar
holoselulosa yang tinggi berpotensi menghasilkan pulp dengan rendemen tinggi,
walaupun kesesuaian karakteristik biomassa untuk bahan baku pulp juga harus
memperhatikan aspek dimensi serat, kadar lignin dan ekstraktif. Potensi
pemanfaatan lainnya dari biomassa berkadar polisakarida tinggi adalah sebagai
bahan baku energi biomassa. Selain melalui konversi energi dengan teknologi
pembakaran langsung atau pirolisis (arang, briket kayu, briket arang, atau wood
pellet), biomassa dengan kadar holoselulosa tinggi juga berpotensi sebagai bahan
baku bioetanol. Kadar holoselulosa pada kulit kayu jati yang tinggi menunjukkan
banyaknya kandungan gula (terutama glukosa) dalam bahan yang dapat
dikonversi menjadi produk bioetanol.

Lignin

Lignin Klason dan Lignin Terlarut Asam
Penentuan kadar lignin dengan metode Klason menghasilkan lignin tidak
terlarut asam (lignin Klason) dan lignin terlarut asam. Kadar lignin Klason dan
lignin terlarut asam tersebut bervariasi bergantung pada jenis kayu dan metode
yang digunakan. Menurut Fengel dan Wegener (1989) kandungan lignin dalam
kayu pada umumnya berkisar 20-40% dari berat total kayu, sedangkan bagian
kulit umumnya cenderung lebih tinggi yaitu berkisar 38-58% (Labosky 1979
dalam Rowell 2005). Kadar lignin Klason kayu dan kulit jati yang diteliti berkisar
21.56-31.51%. Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia (Tabel 1),
kandungan lignin kayu jati tergolong dalam kelas komponen sedang.
Tabel 1 Klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia (kayu daun lebar)
Komponen Kimia (%)
Selulosa
Lignin
Pentosan
Zat Ekstraktif
Abu

Tinggi
45
33
24
4
6

Sumber: Dir. Jend.Kehutanan (1976) dalam Iskandar (2005)

Kelas Komponen
Sedang
40-45
18-33
21-24
2-4
0.2-6

Rendah
40
18
21
2
0.2

9
Kadar lignin pada bagian kayu (31.51%) lebih tinggi dibandingkan bagian
kulit (22.72%) (Gambar 2), dan hal ini berbeda dari umumnya lignin kayu yang
dilaporkan sebelumnya (Rowell 2005, Fengel dan Wegener 1989). Kulit kayu
umumnya mengandung kadar lignin lebih tinggi dibandingkan dengan bagian
kayu. Hal ini yang menyebabkan kulit kayu tidak cocok untuk bahan baku pulp
karena biomassa berkadar lignin tinggi akan menyulitkan dalam proses pulping
dan menghasilkan rendemen dan kualitas pulp rendah. Tingginya kadar lignin
pada bagian kayu jati diduga berkontribusi pula terhadap sifat fisis dan mekanis
kayu jati. Kadar lignin kayu yang tinggi dengan proporsi monomer guaiasil yang
tinggi akan bersifat lebih padat (condensed) sehingga akan meningkatkan
kerapatan dan kekerasan kayu (Timell 1984).

Kadar Lignin (%)

40
31.51

29.71
30
22.72

21.56
20

Lignin Klason
Lignin Terlarut Asam

10
2.59

2.16

0.67

0.73

0
Jawa Barat

Jawa Timur

Kulit

Jawa Barat

Jawa Timur

Kayu

Gambar 2 Kadar lignin sampel kayu dan kulit jati
Sementara itu, kadar lignin rendah pada bagian kulit kayu jati akan
mendukung potensi pemanfaatan kulit kayu jati sebagai bahan baku pulp atau
bioetanol, karena kulit kayu jati juga mengandung holoselulosa dan selulosa yang
tinggi (Gambar 1). Kadar holoselulosa dan selulosa tinggi berkontribusi terhadap
potensi rendemen pulp (misalnya sebagai bahan pembuatan kertas) dan glukosa
(sebagai bahan baku bioetanol) tinggi, sedangkan kadar lignin rendah akan
berkontribusi terhadap proses delignifikasi yang lebih mudah dalam proses
pulping. Akan tetapi, kesesuaian kulit kayu jati sebagai bahan baku pulp masih
perlu didukung oleh penelitian kualitas serat (anatomi dan dimensi serat) yang
berkorelasi dengan kualitas pulp (kekuatan pulp) yang akan dihasilkan. Dalam
pembuatan bioetanol, keberadaan lignin menjadi salah satu penghalang dalam
pengembangan bioetanol berbasis lignoselulosa karena dapat mengganggu kerja
enzim amilase saat proses fermentasi berlangsung sehingga dalam penggunaannya
lignin tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu (Riyanti 2009).
Selain lignin Klason, lignin terlarut asam merupakan bagian dari kadar
lignin yang berkorelasi dengan reaktifitas lignin karena pembentukan fragmen
lignin terlarut asam berkaitan erat dengan jenis dan kelimpahan monomer
penyusun lignin (Akiyama et al. 2005). Lignin terlarut asam adalah fraksi lignin
yang terlarut dalam larutan asam saat penentuan lignin klason. Lignin terlarut
asam pada kayu daun lebar berkisar antara 3–5% (Easty dan Thompson 1991,

10
Akiyama et al. 2005). Kadar lignin terlarut asam kayu jati yang diteliti berkisar
0.67-2.59%. Bagian kulit jati asal Jawa Barat memiliki lignin terlarut asam
tertinggi (2.59%) sedangkan kadar lignin terlarut asam terendah terdapat pada
sampel kayu asal Jawa Barat (0.67%). Bagian kulit jati memiliki kadar lignin
terlarut asam yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kayu.

Nisbah Siringil-Guaiasil Lignin
Lignin kayu daun lebar disusun oleh unit monomer guaiasil dan siringil
dengan perbandingan tertentu. Oleh karena perbedaan reaktifitas unit guaiasil dan
siringil, maka sifat kimia lignin kayu daun lebar dan reaktifitasnya bisa diduga
dengan nisbah unit monomer siringil terhadap guaiasil (nisbah S/G). Nisbah unitunit monomer ini berperan penting dalam pembentukan lignin terlarut asam yang
dihasilkan saat penentuan lignin Klason dan reaktifitas lignin dalam proses
pulping. Dalam proses pulping, kayu yang mengandung lignin dengan nisbah S/G
lebih tinggi akan lebih mudah didelignifikasi selama proses pulping dan
menghasilkan rendemen pulp lebih tinggi dibandingkan dengan lignin dengan
nisbah S/G lebih rendah (Del Rio et al. 2005).
Seperti pada umumnya jenis kayu daun lebar, lignin kayu jati disusun oleh
unit siringil dan guaiasil. Nisbah S/G sampel kayu (0.29 dan 0.37) lebih kecil
dibandingkan dengan sampel kulit kayu (1.03 dan 0.96) masing-masing untuk jati
asal Jawa Barat dan Jawa Timur (Tabel 2).
Tabel 2 Nisbah S/G dan kadar lignin terlarut asam
No
1
2
3
4

Sampel
Kulit asal Jawa Barat
Kulit asal Jawa Timur
Kayu asal Jawa Barat
Kayu asal Jawa Timur

Nisbah S/G
1.03
0.96
0.29
0.37

Lignin terlarut asam
2.59
2.16
0.67
0.73

Berdasarkan nisbah S/G, lignin kayu jati termasuk ke dalam polimer lignin
yang bersifat cenderung rapat (condensed) karena dominan disusun oleh unit
guaiasil (nisbah S/G rendah). Karakteristik kimia lignin seperti ini dapat
berkontribusi terhadap kerapatan dan sifat mekanis kayu yang lebih tinggi, akan
tetapi akan menyulitkan proses pulping. Nisbah S/G lignin kulit kayu jati lebih
tinggi dibandingkan dengan lignin bagian kayu. Hal ini akan mendukung potensi
pemanfaatan kulit kayu jati sebagai bahan baku pulp atau bioetanol. Lignin yang
disusun oleh unit siringil lebih banyak akan lebih mudah didelignifikasi (Del Rio
et al. 2005) sehingga akan memudahkan dalam proses pulping atau penyiapan
bahan lignoselulosa untuk pembuatan bioetanol.
Reaktifitas lignin juga dapat diduga dengan kadar lignin terlarut asam
karena adanya korelasi positif antara nisbah S/G dengan pembentukan lignin
terlarut asam (Matsushita et al. 2004, Yasuda et al. 2001). Walaupun berdasarkan
data yang terbatas, indikasi tersebut ditemukan pula pada lignin kayu jati. Lignin
kulit kayu jati dengan nisbah S/G lebih tinggi menghasilkan lignin terlarut asam

11
yang lebih tinggi pula dibandingkan dengan lignin bagian kayu yang memiliki
nisbah S/G lebih rendah (Gambar 3).
3.0
y = 2.5238x - 0.1345
R² = 0.9857

ASL

2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

Nisbah S/G

Gambar 3 Hubungan nisbah S/G dengan ASL
Kadar Ekstraktif Terlarut Air
Kelarutan kayu jati dalam air dingin berkisar 3.22-13.82%, sedangkan
kelarutan dalam air panas berkisar 4.41-15.36% (Gambar 4). Kelarutan dalam air
dingin dari sampel kulit lebih tinggi dibandingkan dengan sampel bagian kayu.
Nilai kelarutan dalam air yang tinggi menunjukan bahwa bagian kulit kayu jati
mengandung tanin, gum, gula, dan zat warna yang lebih banyak dibandingkan
bagian kayunya (Sjostrom 1981). Nilai kelarutan dalam air panas yang paling
tinggi ditunjukkan oleh sampel kulit jati asal Jawa Barat (15.36%). Secara
keseluruhan nilai kelarutan kayu dalam air panas yang paling tinggi terdapat pada
sampel bagian kulit.

Kelarutan dalam Air (%)

20

Dalam Air Dingin
15.36

15

Dalam Air Panas

13.82
7.95

10
6.08
5

3.22

4.78

4.41

5.59

0
Jawa Barat

Jawa Timur
Kulit

Jawa Barat

Jawa Timur

Kayu

Gambar 4 Kelarutan kayu dan kulit jati dalam air
Kelarutan kayu dalam air panas lebih besar dibandingkan dengan kelarutan
dalam air dingin. Hal ini disebabkan adanya pati yang ikut terlarut dalam air panas.
Jika diasumsikan perbedaan kedua data kelarutan ini adalah pati, maka sampel
bagian kulit mengandung kadar pati (1.70%) lebih tinggi dibandingkan dengan
bagian kayu (1.00 %). Bagian kayu teras umumnya memiliki kandungan pati yang

12
lebih rendah dibandingkan dengan bagian kulit karena pada saat pembentukan
kayu teras disertai dengan penurunan yang tajam dari gula terlarut (Fengel dan
Wegener 1989). Kadar pati tinggi dalam kayu akan berkontribusi negatif terhadap
ketahanan kayu dari perusak biologis. Kayu berkadar pati tinggi akan disukai
organisme yang memanfaatkan pati sebagai sumber makanannya.

Kadar Ekstraktif Terlarut NaOH 1%
Kelarutan kayu dalam NaOH 1% berkisar 13.55-33.59%. Kelarutan
tertinggi terjadi pada sampel kulit jati asal Jawa Barat yaitu sebesar 33.59%.
Secara umum kelarutan kayu dalam NaOH 1% pada bagian kulit lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian kayu (Gambar 5). Besarnya kelarutan dalam NaOH
1% dari bagian kulit berkorelasi dengan banyaknya karbohidrat dan lignin
berbobot molekul rendah. Oleh sebab itu, kelarutan kayu dalam NaOH 1% sering
digunakan untuk menduga tingkat kerusakan kayu akibat degradasi oleh faktor
perusak biologis atau cahaya untuk kayu yang telah disimpan dalam jangka waktu
lama.

Kelarutan dalam NaOH 1%
(%)

40

33.59

30
20

24.56
17.85
13.55

Kayu
Kulit

10
0
Jawa Barat

Jawa Timur
Asal sampel

Gambar 5 Kelarutan kayu dan kulit jati dalam NaOH 1%

Kadar Ekstraktif Terlarut Etanol-Toluena (1:2)
Kelarutan dalam etanol : toluena (1:2) sampel kayu dan kulit jati asal Jawa
Barat dan Jawa Timur berkisar 4.48%-10.34%. Sampel kayu dan kulit jati
memiliki kadar ekstraktif yang relatif tinggi dengan kadar >4% sehinggga
termasuk ke dalam kayu berkadar ekstraktif tinggi (Dirjen. Kehutanan dalam
Iskandar 2005), dan sampel kulit jati asal Jawa Barat memiliki kadar ekstraktif
tertinggi (Gambar 6). Perbedaan kadar ekstraktif dan komposisinya dipengaruhi
oleh tempat tumbuh, umur dan bagian pada pohon. Pertambahan umur pohon
dapat meningkatkan jumlah ekstraktif pada bagian kulit kayu (Sjostrom 1981,
Maryati 2000).

Kelarutan dalam EtanolToluena (1:2) (%)

13
12

10.39
8.94

10
8

6.45
4.48

6

Kayu
Kulit

4
2
0
Jawa Barat
Jawa Timur
Asal sampel

Gambar 6 Kadar ekstraktif dengan pelarut etanol : toluena (1:2)
Lukmandaru dan Takahashi (2009) menemukan bahwa ekstraktif kayu jati
didominasi oleh senyawa-senyawa yang termasuk kelompok kuinon. Hasil
penelitian Puteri (2012) menunjukkan bahwa baik bagian kayu maupun kulit jati
yang berasal dari Jawa Barat dan Jawa Timur mengandung senyawa kuinon
dengan kadar berbeda (Tabel 3). Kandungan kuinon pada ekstraktif bagian kayu
lebih banyak dibandingkan dengan bagian kulit. Kuinon dalam ekstraktif jati asal
Jawa Timur lebih beragam dibandingkan jati Asal Jawa Barat (Puteri 2012).
Senyawa kuinon berperan dalam keawetan alami jati (Haupt 2003 dalam
Lukmandaru dan Takahashi 2008).
Tabel 3 Kandungan kuinon dan contoh senyawanya yang terdapat pada ekstrak
kayu dan kulit jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur
Kadar (%)
Total kuinon
Tektokuinon

Kayu
8.44
7.47

Jawa Barat
Kulit
1.97
1.50

Kayu
25.74
21.81

Jawa Timur
Kulit
6.38
6.38

Sumber: Puteri (2012)

Penelitian lainnya menunjukkan bahwa ekstrak dari kulit jati mengandung
zat 5-hidroksi-1,4-naftalendion yang bermanfaat sebagai penghambat (inhibitor)
terhadap bakteri patogen Listeria monocytogenes dan methicillin resistant
Staphylococcus aureus (Neamatallah et al. 2005), sedangkan kandungan 2-metilantrakuinon pada bagian teras kayu jati efektif digunakan sebagai larvasida alami
untuk pengendali nyamuk vektor penyakit demam berdarah (Nugraha 2011).
Leyva et al. (1998) melaporkan bahwa 2-metil-antrakuinon (tektokuinon)
merupakan antrakuinon tersubtitusi yang memiliki sifat katalis yang sama dengan
antrakuinon dalam proses pulping alkali. Kandungan fenolik pada ekstrak kayu
jati khususnya tektokuinon juga telah diidentifikasi sebagai zat pelindung terhadap
serangan rayap (Lukmandaru dan Takahashi 2008, Rudi et al. 2012). Ekstrak dari
bagian kulit jati juga dapat digunakan dalam penyembuhan radang paru-paru,
sedangkan untuk bagian kayu, dapat digunakan untuk mengobati penyakit pada
rahim, leukoderma (penyakit yang ditandai dengan hilangnya pigmen pada kulit),
disentri, sakit kepala dan ganguan pada hati (Goswami et al. 2010).

14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kadar holoselulosa pada limbah kayu jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur
adalah 71.31% dan 69.95%, alfa selulosa 37.64% dan 37.28%, lignin klason
29.71% dan 31.51%, dan lignin terlarut asam 0.67% dan 0.73%. Kemudian,
kelarutan dalam air dingin, air panas, NaOH 1%, dan Etanol:Toluena (1:2)
masing-masing sebesar 3.22% dan 4.78%, 4.41% dan 5.59%, 13.55 dan 17.85%,
6.45% dan 8.94%, sedangkan kadar holoselulosa pada limbah kulit jati asal Jawa
Barat dan Jawa Timur adalah 73.89% dan 73.97%, Alfa-selulosa 44.18% dan
44.19%, lignin Klason 21.56% dan 27.72%, dan lignin terlarut asam 2.59% dan
2.16%. Kemudian, kelarutan dalam air dingin, air panas, NaOH 1%, dan
Etanol:Toluena (1:2) masing-masing sebesar 13.819% dan 6.08%, 13.36% dan
7.95%, 33.59% dan 24.56%, 10.39% dan 4.48%.
Berdasarkan komponen kimianya, kulit kayu jati dengan kadar polisakarida
(holoselulosa dan alfa-selulosa) tinggi dan kadar lignin rendah berpotensi sebagai
bahan baku pulp dan bioetanol. Selain itu, biomassa limbah pengolahan kayu jati
berpotensi sebagai bahan energi biomassa yang baik karena selain memiliki kadar
polisakarida yang tinggi, juga memiliki kadar lignin dan ekstraktif yang tinggi.

Saran
Untuk mendukung potensi pemanfaatan kulit kayu jati diperlukan penelitian
lebih lanjut tentang komponen kimia dan sifat anatomi kulit jati berdasarkan
perbedaan umur pohon, serta pengolahannya sebagai bahan baku pulp dan
bioetanol.

DAFTAR PUSTAKA
Akiyama T, Goto H, Nawawi DS, Syafii W, Matsumoto Y, Meshitsuka G. 2005
Erythro/threo Ratio of β-O-4 Structures as an Important Structural
Characteristic of Lignin. Part 4. Variation in The Erythro/Threo Ratio in
Softwood and Hardwood Lignins and its Relation to Syringyl/Guaiacyl Ratio.
Holzforschung 59: 276-281. doi: 10.1515/HF.2005.045.
Cheng SS, Huang CG, Chen WJ, Kuo YH, Chang ST. 2007. Larvicidal Activity
of Tectoquinone Isolated from Red Heartwood-type Cryptomeria japonica
Against Two Mosquito Species. Bio Res Tech. 99:3617-3622. [internet].
[Diunduh 2012 Sep 16] Tersedia pada http://ntur.lib.ntu.edu.tw/bitstream
/246246 /177318/1/33.pdf.
Chen LC.1991. Lignin: Occurrence in Woody Tissues, Isolation, Reactions, and
Structure. Di dalam: Lewin M, Goldstein IS, editor. International Fiber

15
Science and Technology: Wood Structure and Composition. New York (US):
Marcel Dekker.
Del Rıo JC, Gutie´rrez A, Hernando M, Landı´n P, Romero J, Martı´nez AT.
2005. Determining The Influence of Eucalypt Lignin Composition in Paper
Pulp Yield using Py-GC/MS. J. Anal. Appl. Pyrolysis 74: 110–115. [internet].
[Diunduh 2012 Sep 22] Tersedia pada http://www.researchgate.net/publication
/222413723_Determining_the_influence_of_eucalypt_lignin_composition_in_
paper_pulp_yield_using_Py-GCMS/file/d912f50897a18c94f6.pdf.
Dence CW. 1992. The Determination of Lignin. Di dalam: Lin S.Y, Dence C.W,
editor. Methodes in Lignin Chemistry. Berlin (DE): Springer-Verlag.
Easty DB, Thompson NS. 1991. Wood Analysis. Di dalam: IS, Lewin M, editor.
International Fiber Science and Technology: Wood Structure and Composition.
New York (US): Marcel Dekker.
Fengel D, Wegener G. 1989. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Berlin
(DE): Walter de Gruyter.
Goswami DV, Patil MJ, Modi A, Tiwari R. 2010. Pharmacognostic and
Phytochemical Investigation of Stem Bark of Tectona grandis Linn. J Pharma
and Bio Sci. V1(2):1-8. [internet]. [Diunduh 2012 Sep 18] Tersedia pada
http://www.ijpbs.net/issue-2/85.pdf.
Iskandar SD. 2005. Analisis Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Dadap
(Erythrina variegate Linn) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Leyva A, Dimmel DR, Pullman GS. 1998. Teak Extract as a Catalyst for The
Pulping of Loblolly Pine. TAPPI J. 81(5): 237-240. [internet]. [Diunduh 2012
Okt 2]. Tersedia pada http://www.tappi.org/Downloads/unsorted/UNTITLED--98May237pdf.aspx.
Lukmandaru G, Takahashi K. 2009. Radial Distribution of Quinones in Plantation
Teak (Tectona grandis L.f.). Ann. For. Sci. 66:605. doi:10.1051/forest/2009051.
Lukmandaru G, Takahashi K. 2008. Variation in The Natural Termite Resistance
of Teak (Tectona grandis Linn. Fil.) Wood as a Function of Tree Age. Ann.
For. Sci. 65(7): 708-716. doi: 10.1051/forest:2008047.
Matsushita Y, Kakehi A, Miyawaki S, Yasuda S. 2004. Formation and Chemical
Structures of Acid-Soluble Lignin II: Reaction of Aromatic Nuclei Model
Compounds with Xylan in The Presence of a Counterpart for Condensation,
and Behavior of Lignin Model Compounds with Guaiacyl and Syringyl Nuclei
in 72% Sulfuric Acid. J Wood Sci 50:136-141. doi:10.1007/s10086-003-0543-9.
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia.
Jilid I. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Maryati D. 2000. Daya Racun Zat Ekstraktif Kulit Kayu Jati (Tectona grandis
L.f) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Neamatallah A, Yan L, Dewar SJ, Austin B. 2005. An Extract from Teak
(Tectona grandis) Bark Inhibited Listeria monocytogenes and methicillin
resistant
Staphylococcus
aureus.
Appl
Microbiol.
41:
94–96.
doi:10.1111/j.1472-765X.2005.01680.x.
Nugraha DR. 2011. Ekstrak Kayu Jati (Tectona grandis L.f) Sebagai BioLarvasida Jentik Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.

16
Pereira H, Graca J, Rodrigues JC. 2003. Wood Chemistry in Relation to Quality.
Di dalam: Barnett JR, Jeronimidis G, editor. Wood Quality and its Biological
Basis. Canada (US): Blackwell Publishing Ltd.
Putri AYP. 2012. Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona
grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Riyanti EI. 2009. Biomassa Sebagai Bahan Baku Bioetanol. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian, 28(3):101-109. [internet]. [Diunduh 2012
Sep 24]. Tersedia pada http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p328
3094.pdf.
Rowell RM, Pettersen R, Han JS, Rowell J, Tshabalala MA. 2000. Cell wall
Chemistry. Di dalam: R. Rowell, editor. Handbook of Wood Chemistry and
Wood Composite. London (GB): Taylor & Francis.
Rudi, Ul Haq Bhat I, Abdul KHPS, Naif A, Hermawan D. 2012. Evaluation if
Antitermitic Activity ofg Different Extracts Obtained from Indonesian
Teakwood (Tectona grandis L. f). Bioresource 7(2): 1452-1461. [internet].
[Diunduh 2012 Sep 27]. Tersedia pada http://www.ncsu.edu/bioresources/
BioRes_07/BioRes_07_2_1452_Rudi_HA_Eval_AntiTermite_Extracts_Teakw
ood_2298.pdf.
Sjostrom E. 1981. Wood Chemistry: Fundamental and Application. London (GB):
Academic Press.
TAPPI. 1996. TAPPI Test Methods. Atalanta (US): TAPPI Press.
Timell TE. 1986. Compression Wood in Gymnosperms. New York (US):
Springer-Verlag.

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarutung pada tanggal 11 Mei 1989 dari ayah Djonner
Sibuea dan ibu Weda Deli Sinaga (alm). Penulis adalah putra ketiga dari lima
bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tarutung dan pada
tahun 2008 penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan. Pada tahun 2011 penulis memilih Bagian Kimia Hasil Hutan sebagai
bidang minat studi tugas akhir.
Selama mengikuti perkuliahan penulis terlibat aktif dalam Komisi Kesenian
Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB. Penulis pernah
mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran dan
Gunung Sawal, Jawa Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Penulis juga telah melaksanakan Praktek
Kerja Lapang (PKL) di PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills, Karawang. Penulis
juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh
DIKTI pada tahun 2011.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian
dengan judul Kadar Komponen Kimia Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis
Linn f.) Asal Jawa Barat dan Jawa Timur dibawah bimbingan Ir. Deded Sarip
Nawawi, M.Sc dan Anne Carolina, S.Si M.Si.