Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur

(1)

i

JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR

ADE YUNIA PURNAMA PUTERI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ii

Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur. Dibimbing oleh Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc dan Anne Carolina, S.Si, M.Si.

Tektokuinon merupakan senyawa utama dalam ekstraktif kayu Jati yang berperan terhadap keawetan alaminya. Kadar dan komposisi ekstraktif dapat dipengaruhi oleh jenis, umur, bagian dalam kayu, dan lokasi tempat tumbuh. Pengetahuan tentang kadar tektokuinon dalam kayu Jati berdasarkan lokasi dan bagian kayu yang berbeda akan menjadi informasi penting terkait sifat dasar kayu dan potensi pemanfaatan komponen kimia kuinon dalam kayu Jati. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar ekstrak kuinon dan tektokuinon dalam kayu dan kulit Jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur dengan menggunakan pelarut etanol dan toluena. Ekstraksi dilakukan dengan metode sokletasi menggunakan pelarut etanol dan toluena perbandingan volume 1:1, 1:2, dan 2:1. Penentuan konsentrasi relatif kuinon, antrakuinon, dan tektokuinon dalam ekstrak menggunakan Pyrolisis-Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GCMS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarut etanol/toluena 1:1 dan 1:2 menghasilkan kadar ekstrak yang tinggi dengan nilai yang hampir sama, akan tetapi pelarut etanol/toluena 1:1 lebih efektif untuk mengisolasi kuinon dalam kayu Jati. Jati Jawa Timur memiliki kadar ekstraktif, kadar kuinon, antrakuinon, dan 2-metilantrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan Jati Jawa Barat. Perbedaan faktor lingkungan dan tempat tumbuh kemungkinan besar sebagai faktor yang berperan pada perbedaan tersebut. Berdasarkan bagian pohon, walaupun bagian kulit kayu Jati menghasilkan kadar ekstrak terlarut etanol/toluena yang lebih tinggi dibandingkan bagian kayu teras, akan tetapi ekstraktif kayu teras memiliki kadar kuinon, antrakuinon, dan 2-metilantrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit kayu. Limbah kayu Jati selain berpotensi untuk berbagai produk kayu dan energi, ekstraktifnya pun berpotensi sebagai sumber bahan kimia alami yang bermanfaat untuk berbagai penggunaan, seperti pengawet alami, insektisida alami, dan sebagai aditif pada proses pulping. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan diversifikasi produk pengolahan kayu dan peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam.

Kata kunci: Jati (Tectona grandis L.f), ekstraktif, tektokuinon, kuinon, antrakuinon.


(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

Ade Yunia Purnama Puteri NRP. E24080044


(4)

iv

KADAR TEKTOKUINON PADA EKSTRAK

KAYU DAN KULIT JATI (

Tectona grandis

L.f)

JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR

ADE YUNIA PURNAMA PUTERI

E24080044

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

v

Lembar Pengesahan

Judul Skripsi : Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Ade Yunia Purnama Puteri

NRP : E24080044

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui,

Ketua Pembimbing, Anggota Pembimbing,

(Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc) (Anne Carolina, S.Si, M. Si) NIP. 19660113 199103 1 001 NIP. 19810924 200912 2 004

Diketahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc) NIP. 1966 0212 199103 1 002


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc dan Ibu Anne Carolina, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan motifasi selama melakukan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini

2. Mamah, Papah dan segenap keluarga penulis atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan baik moril maupun spiritual.

3. Bapak Ujang Suwarna S.Hut, MSc.F selaku dosen penguji atas semua saran, motivasi, dan nasehat demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Laboran di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Staff Departemen Hasil Hutan atas segala dukungan dan bantuannya.

5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2012


(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Juni 1990 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Mochamad Sudirman dan Ibu Ir. Ade Hidayati, M.Si. Penulis lulus dari SD Islamic Village pada tahun 2002, lulus SMP Islamic Village tahun 2005, dan tahun 2008 lulus dari SMAN 7 Tangerang. Pada tahun 2008 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Tahun 2011 penulis memilih Kimia Hasil Hutan sebagai bidang keahlian.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti UKM Music Agriculture eXpression (MAX) tahun 2008, Forester Cup BEM-E tahun 2010, KOMPAK DHH 2010, Bina Corps Rimbawan tahun 2011, pengurus HIMASILTAN tahun 2010-2011, dan ketua divisi external HIMASILTAN tahun 2011-2012. Penulis melakukan Kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap-Baturaden tahun 2010, Magang di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango tahun 2011, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Perhutani-PGT Sindangwangi tahun 2012.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur dibawah bimbingan Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc dan Anne Carolina, S.Si, M.Si.


(8)

viii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Jati ( Tectona grandis L.f.) ... 3

2.2 Zat Ekstraktif ... 4

2.3 Kuinon dalam Jati ... 5

BAB III METODE PENELITIAN ... 7

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 7

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 7

3.3 Metode Penelitian ... 7

3.3.1 Penyiapan Serbuk Kayu ... 7

3.3.2 Pengukuran Kadar Air Sampel... 8

3.3.3 Isolasi Ekstrak Kayu dan Kulit Jati ... 8

3.3.4 Pengukuran Kadar Kuinon ... 8

3.4 Pengolahan Data ... 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

4.1 Kadar Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) ... 10

4.2 Kadar Kuinon ... 13

4.2.1 Kadar Antrakuinon ... 15

4.2.2 Kadar Tektokuinon (2-Metilantrakuinon) ... 17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1 Kesimpulan ... 20

5.2 Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21


(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Struktur kimia antrakuinon dan 2-metilantrakuinon ... 6 2. Kadar ekstraktif kayu teras Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang

diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi

pelarut ... 10 3. Kadar ekstraktif kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi

dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut... 12 4. Kadar kuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa

Timur ... 15 5. Kadar antrakuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan

Jawa Timur ... 16 6. Kadar tektokuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan


(10)

x

DAFTAR TABEL

No. Halaman


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Komponen kimia dalam ekstrak kayu dan kulit Jati (Tectona grandis

L.f) ... 24 2. Kromatogram analisis GCMS ekstrak kayu Jati Jawa Barat


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu Jati merupakan salah satu kayu komersial bernilai tinggi yang banyak ditanam di Pulau Jawa. Kelebihan kayu Jati dibandingkan dengan kayu lainnya antara lain, kayu Jati memiliki warna dan corak yang menarik, stabilisasi dimensi yang tinggi, dan keawetan alami yang tinggi. Telah diketahui bahwa komponen kimia penyusun kayu yang berpengaruh terhadap keawetan alami kayu adalah zat ekstraktif yang bersifat racun terutama dari kelompok fenolik (Sjostrom 1991). Sementara itu, senyawa utama kayu Jati yang dianggap bertanggung jawab terhadap keawetan alami adalah tektokuinon (Lukmandaru dan Ogiyama 2005).

Menurut Fengel dan Wegener (1984), dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon, yaitu kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon). Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang dilaporkan Sumthong et al. (2006), ekstraktif kayu Jati mengandung berbagai jenis kuinon seperti naphthaquinones (lapachol, deoxylapachol, 5-hydroylapachol), turunan naphthaquinone (dehydrolapachone, tectol, dehydrotectol), anthraquinones (tectoquinone, 1-hydroxy-2-methylanthraquinone, 2-methyl quinizarin, pachybasin). Dari berbagai jenis kuinon tersebut, tektokuinon adalah senyawa yang paling dominan (Ohi 2001). Selain berperan terhadap keawetan alami kayu Jati, tektokuinon juga bersifat bio-larvasida terhadap jentik nyamuk demam berdarah seperti yang ditemukan pada kayu Cryptomeria japonica (Cheng et al. 2008). Hasil penelitian Leyva et al. (1998) menemukan bahwa 2-metilantrakuinon (tektokuinon) merupakan antrakuinon tersubtitusi yang memiliki sifat katalis yang sama dengan antrakuinon dalam proses pulping alkali.

Ekstraktif kayu merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu yang kadar dan komposisinya dipengaruhi oleh jenis, umur, posisi dalam kayu, dan lokasi tempat tumbuh (Sjostrom 1991; Fengel dan Wegener 1984). Kayu dengan umur lebih tua berkecenderungan memiliki kadar ekstraktif yang lebih tinggi. Sementara itu kadar dan komposisi komponen kimia bagian kayu berbeda dengan kulit. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang pengaruh perbedaan lokasi


(13)

tempat tumbuh dan bagian pohon terhadap kadar tektokuinon akan menjadi informasi penting terkait sifat dasar kayu dan potensi pemanfaatan komponen kimia kuinon dalam kayu Jati.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar ekstrak, kuinon, dan tektokuinon dalam kayu dan kulit Jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur yang larut dalam etanol dan toluena pada beberapa variasi konsentrasi.

1.3Manfaat

Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu dasar untuk mengetahui kadar tektokuinon pada ekstrak Jati Jawa Barat dan Jawa Timur, dan diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya alam secara efektif dan efisien.


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jati ( Tectona grandis L.f.)

Kayu Jati dengan nama botani Tectona grandis L.f. termasuk dalam famili Verbenaceae, Ordo Tubifrotae. Di Jawa, kayu Jati dikenal dengan nama yang bermacam-macam seperti deleg, dodolan, jatih, jate, jatos, kiati dan kulidawa. Di negara lain kayu Jati dikenal dengan nama giati (Vietnam), teak (Burma, Thailand, Inggris, Amerika, Belanda, dan Jerman), sagwan (India), teck (Perancis) dan teca (Brazilia) (Martawijaya et al. 1981).

Kayu Jati merupakan jenis kayu yang banyak dipakai untuk berbagai keperluan karena memiliki keawetan tinggi (kelas awet II) dan kekuatan tinggi (kelas kuat II) dengan berat jenis rata-rata sekitar 0,67. Kayu Jati memiliki kekerasan sedang dan mempunyai nilai penyusutan arah tangensial sekitar 5% dan arah radial sekitar 2,3%. Kayu Jati mudah dikerjakan baik dengan tangan maupun dengan bantuan mesin dan mempunyai sifat finishing cukup baik. Di samping itu, kayu Jati banyak digemari masyarakat karena mempunyai penampilan dekoratif yang menarik karena terbentuknya riap yang jelas selama pertumbuhannya. Riap pertumbuhan yang jelas ini disebabkan masa kayu (xylem) yang dibentuk pada periode pertumbuhan yang baik (earlywood) sangat berbeda penampilannya dibandingkan dengan masa kayu yang dibentuk pada periode yang kurang baik (latewood). Keadaan ini akan menyebabkan pada bidang melintang batang nampak adanya gambar yang mempunyai kesan lingkaran-lingkaran konsentris yang memusat ke empulur (Fahutan IPB 1994).

Kayu Jati merupakan kayu dengan nilai tinggi dan memiliki keawetan alami yang tinggi pula. Kayu Jati mampu bertahan dari serangan faktor perusak biologis seperti rayap ( Lukmandaru dan Takahashi 2008) atau jamur (Niamké et al. 2011). Menurut Fengel dan Wegener (1984), dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon, yaitu kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon). Selain itu, dalam kayu Jati terdapat juga naftokuinon dan lapakol yang memiliki sifat toksik terhadap faktor biologis perusak kayu (Lukmandaru dan Takahashi 2008).


(15)

Kayu Jati tumbuh baik pada tanah yang mempunyai aerasi yang baik (tanah yang sarang) terutama pada tanah yang berkapur. Jenis ini tumbuh di daerah yang mempunyai musim kering yang nyata (Martawijaya et al. 1981). Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1500 – 2000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan Jati adalah tanah dengan pH 4,5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air (Anonim 2012).

Berdasarkan perbedaan tempat tumbuh, terdapat perbedaan sifat-sifat kayu Jati Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Pitomo 1985). Jati yang tumbuh di Jawa Barat memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dengan riap pertumbuhannya lebih lebar, sehingga untuk mencapai diameter yang sama Jati yang tumbuh di Jawa Barat memerlukan waktu yang lebih singkat. Kayu Jati Jawa Barat dipanen dengan daur yang lebih pendek (40 tahun) sehingga persentase kayu gubalnya lebih banyak. Oleh sebab itu kayu Jati Jawa Barat mempunyai keawetan alami yang rendah. Salah satu penyebab perbedaan ini adalah faktor musim yang menentukan pembentukan earlywood dan latewood. Adanya perbedaan ini dapat menyebabkan perbedaan berat jenis, tingkat kekerasan, pola dekoratif kayu, dan kekuatan kayu (Fahutan IPB 1994).

Menurut Suryana (2001), daerah Jawa Barat memiliki curah hujan tinggi (> 1500 mm pertahun) dan seringkali pohon Jati tidak menggugurkan daunnya. Menurut Siregar et al. 2008, daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki musim kemarau yang panjang dan pohon Jati biasanya menggugurkan daunnya. Kandungan kimia kayu Jati Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk dalam satu kelompok karena adanya kemiripan jumlah kandungan kimianya.

2.2Zat Ekstraktif

Menurut Sjostrom (1991), ekstraktif merupakan komponen kimia kayu yang dapat larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Ekstraktif adalah konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler, dan mempunyai berat molekul yang rendah. Menurut Fengel dan Wegener (1984), ekstraktif kayu adalah sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar dan non polar.


(16)

Ekstraktif dari sampel kayu dapat diisolasi melalui ekstraksi dengan pelarut tertentu seperti eter, aseton, benzena, etanol, dikloro-metana atau campuran pelarut-pelarut tersebut. Ekstrasi etanol-benzena (1:2) adalah salah satu metode untuk menduga kadar ekstraktif kayu. Oleh karena benzena dikenal sangat membahayakan kesehatan dianjurkan untuk diganti dengan sikloheksana atau toluena sebagai komponen pelarut yang digabung dengan etanol (Fengel dan Wegener 1984).

Sjostrom (1991), menyatakan bahwa jumlah maupun komposisi zat ekstraktif sangat bervariasi tergantung pada jenis, tempat tumbuh, umur, faktor genetik, dan bagian pada pohon (batang, cabang, akar, dan kulit kayu). Selain itu, perbedaan komposisi zat ekstraktif juga terdapat pada kayu gubal dan kayu teras. Menurut Niamké et al. (2011), konsentrasi senyawa fenolik pada kayu gubal ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan kayu teras. Tsoumis (1991), menyatakan bahwa kandungan ekstraktif dalam kulit lebih besar dibandingkan kayu. Menurut Sjostrom (1991), senyawa fenolik yang terdapat dalam kayu teras dan dalam kulit dapat melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi atau serangan serangga.

2.3 Kuinon dalam Jati

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat dibagi atas empat kelompok yaitu : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat fenol serta mungkin terdapat dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau

dalam bentuk kuinol (Harborne 1987 dalam Singarimbun 2011). Antrakuinon berupa

senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut dalam pelarut organik basa. Senyawa ini biasa berwarna merah, tetapi yang lainnya berwarna kuning sampai coklat, larut dalam larutan basa dengan membentuk warna violet merah (Singarimbun 2011).

Dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon yang termasuk kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon) (Fengel dan Wegener 1984). Telah diketahui ekstraktif kayu Jati mengandung naphthaquinones (lapachol, deoxylapachol, 5-hydroylapachol), turunan


(17)

naphthaquinone (dehydrolapachone, tectol, dehydrotectol), anthraquinones (tectoquinone, 1-hydroxy-2-methylanthraquinone, 2-methyl quinizarin, pachybasin), obtusifolin, betulinic acid, trichione, sitosterol, dan squalene (Thomson 1957, Hegnauer 1973, Singh et al. 1989, Khan dan Mlungwana 1999 dalam Sumthong et al. 2006).

Telah dilaporkan hasil ekstraksi bertingkat kayu Jati komersial dengan pelarut toluena dilanjutkan dengan pelarut toluena-etanol (50%) menghasilkan ekstraktif kayu Jati sebesar 6,7%. Analisis ekstrak menunjukkan keberadaan dari naftokuinon dan antrakuinon (AQ), dimana 2-metilantrakuinon adalah komponen yang utama ( 0,33% dari berat kayu Jati) dalam ekstraktif kayu Jati (Leyva et al. 1998).

Pyrolisis-Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GCMS) merupakan alat analisis yang paling cepat dalam menentukan kandungan 2-metilantrakuinon dalam kayu (Ohi 2001). Kromatogram GCMS menunjukan bahwa kayu teras Jati yang berasal dari Gombong (umur 15 tahun dan 25 tahun) dan Randublatung (umur 72 tahun) yang diekstrak dengan pelarut etanol-benzena masing-masing mengandung tectoquinone 0,17%, 0,48%, dan 0,81% (Lukmandaru 2009).

a. b.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari bulan Maret – Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH) Kementrian Kehutanan RI.

3.2Bahan dan Alat Penelitian

Kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu Jati (Tectona grandis) yang berumur sekitar 45 tahun berbentuk sisa-sisa potongan dan limbah kulit Jati. Kayu Jati berasal dari Bogor Jawa Barat dan KPH Madiun Jawa Timur. Limbah kulit Jati berasal dari Industri Penggergajian KPH Cianjur Jawa Barat dan KPH Lawu Ds Jawa Timur. Sampel kulit kayu Jati tidak dapat diketahui umur pastinya. Bahan kimia yang digunakan sebagai pelarut adalah etanol dan toluena. Alat yang digunakan yaitu golok, planner, willey mill, fraksinasi partikel bertingkat, timbangan analitik, desikator, timbel, alat soklet, vaccum evaporator, erlenmeyer, cawan petri, oven, dan alat GC-MS Pirolisis.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Penyiapan Serbuk Kayu

Penyiapan serbuk kayu dan kulit Jati ukuran 40-60 mesh dibuat dari masing-masing bagian kayu teras dan kulit kayu. Partikel dibuat melalui proses pencacahan, penggilingan, dan penyaringan. Proses pencacahan dilakukan dengan menggunakan golok atau serutan kayu, proses penggilingan dengan menggunakan willey mill, dan penyaringan menggunakan fraksinasi partikel bertingkat. Serbuk kayu diukur kadar airnya sebagai faktor koreksi.


(19)

3.3.2 Pengukuran Kadar Air Sampel

Serbuk kayu sebanyak 1 gram dikeringkan dalam oven pada suhu 103±20C selama 24 jam atau hingga beratnya konstan. Kadar air dinyatakan sebagai berat air terhadap berat kering contoh uji dinyatakan dalam persen.

3.3.3 Isolasi Ekstrak Kayu dan Kulit Jati

Isolasi ekstrak kayu dan kulit Jati menggunakan metode sokletasi. Ekstraksi dilakukan dengan campuran pelarut etanol dan toluena dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1. Sebanyak 10 g serbuk ditempatkan dalam timbel dan alat soklet. Sampel diekstraksi dengan 350 mL campuran pelarut etanol/toluena selama ±8 jam. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Ekstrak etanol/toluena setiap contoh uji yang dihasilkan kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu sekitar 60 oC dan dikeringkan

dalam oven pada suhu 60 oC. Kadar ekstrak dihitung sebagai berat ekstrak dalam

persen terhadap berat sampel kayu kering, dengan menggunakan rumus :

Keterangan : Wa : Berat padatan ekstraktif (g) Wb : Berat sampel kering tanur (g)

3.3.4 Pengukuran Kadar Kuinon

Kadar kuinon dan tektokuinon diuji dengan menggunakan alat Pyrolisis Gas Cromatography Mass Spectrometry (Pyr-GC-MS) Shimadzu tipe PY-2020 iS (Pirolisis), dan QP2010 Ultra (GC-MS). Pengukuran menggunakan kondisi suhu pirolisis 400oC selama 1 jam, suhu kolom awal 50oC, dan ditingkatkan 15oC/menit hingga suhu mencapai 280oC dalam waktu 1 jam. Suhu injektor 280oC dan suhu detektor relative. Gas helium digunakan sebagai carrier gas, split ratio 1:50, tekanan 208,3 kPa, total flow 105,0 mL/menit, dan column flow 2 mL/menit. Kadar kuinon, antrakuinon, dan tektokuinon dinyatakan sebagai konsentrasi relatif terhadap total senyawa dalam ekstrak.


(20)

3.4 Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan software Microsoft Office Excell 2007 dan SAS 9.1. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor, yaitu :

Yijkl = µ + αi + βj + (αβ)ij + Kk + εijkl

Dimana : i = Pelarut yang digunakan (etanol/toluen 1:1, 1:2, dan 2:1); j = Bagian pohon (kayu teras dan kulit);

k = Lokasi tempat tumbuh (Jawa Barat, dan Jawa Timur); l = ulangan 1, 2, dan 3;

Yijkl = Nilai pengamatan pada faktor pelarut ke-i, faktor bagian pohon ke j, dan blok lokasi tempat tumbuh ke-k;

μ = Rataan umum;

αi = Pengaruh faktor pelarut ke-i;

βj = Pengaruh faktor bagian kayu ke-j;

(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor pelarut ke-i dan faktor bagian pohon ke-j;

Kk = Pengaruh blok atau kelompok lokasi tempat tumbuh ke-k;

ε(ijkl) = Kesalahan (galat) percobaan pada faktor pelarut ke-i, faktor bagian pohon ke j, dan blok lokasi tempat tumbuh ke-k.

Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis sidik ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan. Analisis dilakukan dengan menggunakan program komputer SAS 9.1.


(21)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kadar Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f)

Ekstraktif kayu terdiri dari banyak senyawa dengan sifat kimia yang berbeda, mulai dari yang bersifat polar sampai non polar. Senyawa ekstraktif yang berhasil diisolasi dipengaruhi oleh sifat kepolaran pelarut yang digunakan. Pelarut bersifat polar akan melarutkan senyawa kimia yang bersifat polar dan senyawa yang bersifat non polar dapat larut dalam pelarut non polar. Pelarut campuran etanol/toluena dapat melarutkan ekstraktif yang bersifat polar sampai non polar, karena etanol merupakan pelarut yang bersifat polar dan toluena pelarut yang bersifat non polar. Kadar ekstrak dari kayu Jati berbeda untuk perbandingan campuran pelarut etanol/toluena yang berbeda (Gambar 2). Perbedaan perbandingan pelarut etanol dan toluena menyebabkan campuran pelarut memiliki sifat kepolaran yang berbeda.

Gambar 2 Kadar ekstraktif kayu teras Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut.

Kadar ekstrak tertinggi dihasilkan dari kayu Jati Jawa Timur dengan campuran pelarut etanol/toluena 1:2 (8,91%), dan terendah dihasilkan dari kayu Jati Jawa Barat dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (5,47%). Pelarut etanol/toluena

6,09

6,79

5,47

8,86 8,91

7,76

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

E:T (1:1) E:T (1:2) E:T (2:1)

Jawa Barat Jawa Timur

Ka

da

r

Ekstra

k

(%

)


(22)

dengan perbandingan 1:2 mampu melarutkan zat ekstraktif tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi ekstrak kayu Jati terdiri dari senyawa-senyawa bersifat polar terlarut etanol dan senyawa-senyawa non polar terlarut toluena. Pelarut alkohol dapat melarutkan senyawa karbohidrat, protein, tanin, dan flavanoid. Pelarut toluena dapat melarutkan senyawa resin, minyak, lemak, dan lilin (Fengel dan Wegener 1984).

Kadar ekstrak yang diperoleh dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suyono (2010) dan Nugraha (2011), akan tetapi tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Leyva et al. (1998) dan Lukmandaru dan Takahashi (2009). Ekstraksi serbuk kayu Jati dangan pelarut toluena dan toluena-etanol menghasilkan ekstrak 6,7% (Leyva et al. 1998), sedangkan Lukmandaru dan Takahashi (2009) memperoleh kadar ekstrak 7,01% dan 8,04% dari kayu Jati berumur 30 dan 51 tahun dengan pelarut etanol/benzena 1:2. Selain disebabkan perbedaan pelarut atau campuran pelarut, perbedaan kadar ekstrak juga dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi bahan baku kayu, seperti lokasi tempat tumbuh, umur pohon, dan bagian pada pohon (Sjostrom 1991).

Gambar 2 menunjukkan pula bahwa kayu Jati pada lokasi tempat tumbuh yang berbeda menghasilkan kadar ekstrak yang berbeda. Untuk umur yang hampir sama, kayu Jati asal Jawa Timur menghasilkan kadar ekstrak sekitar 2,39% lebih tinggi dibandingkan kayu Jati asal Jawa Barat. Hal yang sejalan ditemukan pula oleh Siregar et al. (2008), bahwa kelarutan etanol-benzena kayu Jati Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Jati Jawa Barat. Hal ini diduga berkaitan dengan perbedaan riap tumbuh yang mempengaruhi proporsi kayu teras. Selain itu, faktor lingkungan, tempat tumbuh, dan genetis kayu merupakan faktor-faktor yang berperan terhadap perbedaan karakteristik kayu (Barnett dan Jeronimidis 2003 dalam Siregar et al. 2008).

Kondisi sebaliknya terjadi pada kulit kayu Jati, dimana kulit kayu Jati asal Jawa Barat menghasilkan kadar ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jati asal Jawa Timur (Gambar 3). Kadar ekstrak tertinggi dihasilkan kulit Jati Jawa Barat dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (10,11%), dan terendah dihasilkan kulit Jati Jawa Timur dengan pelarut etanol/toluen 2:1 (4,72%). Sementara itu,


(23)

perbedaan perbandingan pelarut etanol terhadap toluena tidak menyebabkan perbedaan besar terhadap kadar ekstrak yang dihasilkan.

Gambar 3 Kadar ekstraktif kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut.

Perbedaan kadar ekstraktif antara kulit kayu Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dapat disebabkan adanya perbedaan kondisi tempat tumbuh. Selain itu, oleh karena sampel kulit yang diuji berasal dari limbah industri pengolahan kayu Jati sehingga tidak diperoleh data pasti umur pohon asal kulit tersebut, maka ada kemungkinan perbedaan kadar ekstraktif tersebut juga dipengaruhi oleh umur pohon. Dari hasil kadar ekstrak kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang jauh berbeda, diduga limbah kulit Jati Jawa Barat umurnya lebih tua dibandingkan dengan limbah Jati Jawa Timur. Hal ini didasarkan pada adanya peningkatan kadar ekstraktif dalam kulit kayu Jati dengan bertambahnya umur pohon (Maryati 2000). Menurut Sjostrom (1991) umur pohon, lokasi tempat tumbuh, dan bagian pada pohon dapat menyebabkan kandungan dan jumlah zat ekstraktif yang berbeda.

Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa masing-masing faktor pelarut, bagian pohon, lokasi tempat tumbuh, dan interaksi antara faktor pelarut dan faktor bagian pohon tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar ekstrak. Oleh sebab itu, secara statistik kayu Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dengan umur yang sama memiliki kadar ekstraktif terlarut etanol-toluena yang

10,10 9,98 10,11

5,69

4,85 4,72

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

E:T (1:1) E:T (1:2) E:T (2:1)

Jawa Barat Jawa Timur

Ka

da

r

Ekstra

k

(%

)


(24)

hampir sama. Berdasarkan nilai rataan kadar ekstrak kayu Jati Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Jati Jawa Barat, sedangkan kadar ekstrak kulit Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jawa Timur (Gambar 2 dan 3).

Tabel 1 Kandungan Ekstrak Kayu Jati (Tectona grandis)1)

Etanol/Toluena Jawa Barat Jawa Timur

Rataan2)

Kayu Kulit Kayu Kulit

1:01 6,09 10,10 8,86 5,69 7,69 (A)

1:02 6,79 9,98 8,91 4,85 7,63 (A)

2:01 5,47 10,11 7,76 4,72 7,01 (A)

Rataan2) 6,12 (aA) 10,06 (aA) 8,51 (aA) 5,09 (aA) 7,44 1) – rataan dari 3 kali ulangan, % berat kering tanur

2) – A dan B hasil uji lanjut Duncan pada pelarut yang digunakan –a dan b hasil uji lanjut Duncan pada lokasi tembat tumbuh selang kepercayaan 95%

4.2 Kadar Kuinon

Ekstraktif kayu dapat berbeda dalam jumlah dan komposisinya. Kayu tertentu yang mengandung kadar ekstrak yang sama dengan kayu lainnya dapat memiliki komposisi senyawa ekstraktif yang berbeda. Ekstraktif kayu Jati telah dilaporkan didominasi oleh senyawa-senyawa yang termasuk kelompok kuinon (Lukmandaru dan Takahashi 2009), walaupun jenis dan kelimpahannya dapat beragam antar pohon berbeda (Lukmandaru 2012 dalam Salih & Celikbicak 2012). Keragaman jenis dan konsentrasi senyawa kuinon hasil Pyrolisis-Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GC-MS) terjadi antar kayu Jati dari lokasi berbeda dan antar bagian kayu dan kulit kayu (Gambar 4). Selain itu, perbedaan komposisi campuran pelarut etanol dan toluena juga menghasilkan ekstrak dengan komposisi dan konsentrasi kuinon yang berbeda pula.

Campuran pelarut etanol dan toluena dengan perbandingan 1:1 menghasilkan komposisi senyawa kuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan campuran pelarut lainnya (Lampiran 1). Ekstrak etanol/toluena 1:1 kayu Jati terutama terdiri dari senyawa hydroquinone monomethyl ether, alpha-naphthoquinhydrone, naphthoquinone, 9,10-anthraquinone, 2,3-dimethylnaphthoquinone, 2-methyl anthraquinone, 2-tert-butylanthraquinone, 9,10-anthracenedione 1,4-diamino, chrysophanol, 2-methylnaphthoquinone,


(25)

lapachol, 1-ethyl anthraquinone, 1-methoxyanthraquinone, phthiocol, dan lawsone. Komposisi senyawa tersebut berbeda dengan yang terdapat pada ekstrak etanol-benzena 1:2 seperti yang dilaporkan oleh Sumthong (2006) dan Lukmandaru dan Takahashi (2009). Sumthong (2006) menemukan 6 senyawa kuinon dalam ekstrak kayu Jati, yaitu deoxylapachol, tectoquinone (2-methylAQ), tectol, hemitectol, 2-hydroxy methylanthraquinone, dan 3’-Ohdeoxyisolapachol, sedangkan Lukmandaru dan Takahashi (2009) menemukan senyawa-senyawa utama, yaitu lapachol, tectoquinone, desoxylapachol dan isomer (isodesoxylapachol), squalene, tectol, palmitat. Selain karena perbedaan pelarut yang digunakan, perbedaan komposisi senyawa kuinon dalam ekstrak kayu Jati tersebut juga kemungkinan dipengaruhi oleh lokasi tempat tumbuh.

Senyawa-senyawa kuinon dapat dikelompokkan ke dalam kelompok naftokuinon dan antrakuinon. Naftokuinon merupakan senyawa organik yang berasal dari naphthalene dengan rumus C10H6O2, berwarna kuning, mudah menguap, memiliki bau yang tajam mirip dengan benzokuinon, mudah menguap dalam pelarut organik polar (Anonim 2012). Antrakuinon merupakan senyawa organik aromatik dengan rumus C14H8O2, dalam berbentuk kristal padat atau bubuk memiliki warna berkisar dari abu-abu menjadi kuning dan hijau, dan larut dalam pelarut organik panas (Anonim 2012). Senyawa-senyawa kuinon tersebut berperan dalam keawetan alami kayu Jati. Naftokuinon dilaporkan berperan sebagai pencegah pembusukan pada Jati (Thulasidas dan Bhat dalam Niamke et al. 2011), dan memiliki sifat antimikroba (Guiraud et al. 1994, Gafner et al. 1996 dalam Sumthong et al. 2006). Antrakuinon memiliki sifat anti rayap (Lukmandaru dan Takehashi 2008), dapat berperan sebagai katalis untuk proses pulping (Leyva et al. 1998), dan menjadi produksi zat warna (Anonim 2012).

Senyawa kuinon pada kulit Jati lebih sedikit jumlah dan jenisnya dibandingkan dengan kayu. Selain itu, pada ekstrak kulit kayu ditemukan senyawa quinhydrone yang tidak terdapat pada ekstrak kayu. Senyawa ini hanya terdapat pada ekstrak yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 dan 2:1. Diduga quinhydrone bersifat cenderung polar sehingga tidak dapat larut pada pelarut yang non polar. Secara keseluruhan komponen kuinon Jati Jawa Timur lebih beragam dibandingkan dengan Jati Jawa Barat.


(26)

Gambar 4 Kadar kuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur.

Konsentrasi relatif total kuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (31,82%). Perbedaan lokasi tempat tumbuh dan bagian pohon mempengaruhi komponen dan kadar kuinon yang terisolasi. Ekstrak yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 memiliki jumlah kuinon lebih tinggi yang menandakan bahwa komponen kuinon pada Jati lebih mudah terisolasi dengan pelarut yang semipolar.

4.2.1 Kadar Antrakuinon

Dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon yang termasuk kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon). Konsentrasi relatif antrakuinon dalam ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dengan pelarut yang berbeda disajikan pada Gambar 5.

2.57

0.44 1.37

6.62

1.97

6.38 13.39

25.98

31.82 31.15

8.44

25.74

0 4 8 12 16 20 24 28 32

Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim

E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2)

Kulit Kayu

Pelarut Etanol:Toluena

Ka

da

r

Kuinon (

%


(27)

Gambar 5 Kadar antrakuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur.

Sama halnya dengan kuinon, konsentrasi relatif kelompok antrakuinon berbeda menurut lokasi tempat tumbuh dan bagian kayu serta kulit Jati. Konsentrasi relatif antrakuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (27,49%), sedangkan konsentrasi relatif total antrakuinon terendah terdapat pada ekstrak kulit Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (0,24%).

Pada ekstak kulit kayu, konsentrasi relatif antrakuinon tertinggi terdapat pada kulit Jati Jawa Timur dengan pelarut etanol/toluena 1:2. Penambahan proporsi toluena pada campuran pelarut menyebabkan kadar antrakuinon dalam ekstrak lebih tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, pada ekstrak kulit komponen antrakuinon akan terisolasi dengan baik dalam pelarut campuran yang cenderung bersifat non polar. Secara keseluruhan kulit Jati Jawa Timur memiliki kadar antrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jati Jawa Barat, maka jumlah rendemen kadar ekstrak tidak menentukan jumlah konsentrasi relatif kadar antrakuinonnya.

0.75 0.24 0.53

4.33

1.66

6.38 12.84

22.03

27.17 27.49

8.27

23.06

0 5 10 15 20 25 30

Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim

E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2)

Kulit Kayu

Pelarut Etanol:Toluena

Ka

da

r

Antra

kuinon

(%


(28)

4.2.2 Kadar Tektokuinon (2-Metilantrakuinon)

2-Metilantrakuinon merupakan kelompok senyawa antrakuinon yang dikenal pula dengan nama tektokuinon. Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon dalam ekstrak kayu dan kulit Jati dengan pelarut yang berbeda disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Kadar tektokuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur.

Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati Jawa Barat yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (24,67%) (Gambar 6). Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon terendah terdapat pada ekstrak kulit Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (0,24%). Berdasarkan nilai rataan, konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon tertinggi terdapat pada bagian kayu teras Jati Jawa Timur. Konsentrasi tektokuinon ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Lukmandaru (2012) dalam Salih dan Celikbicak (2012) yang menemukan kadar tektokuinon kayu Jati dari Jawa Barat (Purwakarta), Jawa Tengah dan Yogyakarta masing-masing 14,61%, 8,05%, dan 11,31% dengan pelarut etanol-benzena 1:2. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan pelarut dan bagian sampel kayu Jati yang diteliti. Menurut Sjostrom

0.75 0.24 0.53

4.33

1.5

6.38 11.88

20.9

24.67 23.85

7.47 21.81 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27

Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim

E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2)

Kulit Kayu Pelarut Etanol:Toluena Ka da r 2 -metil a ntra kuinon (% )


(29)

(1991) perbedaan kadar dan jenis ekstraktif dalam kayu dapat dipengaruhi oleh tempat tumbuh, umur, dan bagian kayu yang dipakai.

Konsentrasi relatif tektokuinon dalam kayu Jati yang diteliti lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suyono (2010). Konsentrasi tektokuinon pada kayu Jati asal Malang berumur sekitar 50 tahun sebesar 28,98% dengan menggunakan pelarut etanol/toluena 1:2. Berdasarkan hal tersebut pelarut etanol/toluena 1:1 sampai 1:2 cukup baik untuk mengisolasi ekstrak kayu Jati dengan konsentrasi 2-metilantrakuinon yang tinggi. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya bahwa pelarut yang bersifat semipolar lebih efektif melarutkan 2-metilantrakuinon, seperti yang ditemukan pada ekstrak aseton, kayu Jati Panama mengandung 2-metilantrakuinon lebih besar dibandingkan dengan pelarut petroleum (Windeisen et al. 2003 dalam Gori et al. 2009), walaupun dilaporkan pula pelarut kloroform dan campuran etanol-benzena dapat mengekstrak senyawa tektokuinon (Ohi 2001).

Pelarut etanol/toluena 1:1 merupakan pelarut yang paling efektif untuk mengisolasi 2-metilantrakuinon dari kayu Jati dibanding komposisi pelarut lainnya. Pada kromatogram analisis pirolisis GC-MS memperlihatkan “peak area” dari 2-metilantrakuinon adalah yang paling dominan (Lampiran 2). Secara keseluruhan senyawa 2-metilantrakuinon merupakan komponen utama dalam ekstraktif kayu Jati dengan nilai rataan 14,67% (Jati Jawa Barat) dan 22,19% (Jati Jawa Timur) atau setara dengan konsentrasi 0,76% dan 1,77% berdasarkan bobot kayu. Hasil ini lebih tinggi dengan hasil penelitian Leyva et al. (1988) yang menemukan konsentrasi 2-metilantrakuinon sebesar 0,33% dari berat kayu Jati.

Telah diketahui, tektokuinon adalah senyawa utama yang dianggap bertanggung jawab terhadap keawetan alami kayu Jati (Lukmandaru dan Ogiyama 2005). Selain itu, tektokuinon juga bersifat bio-larvasida terhadap jentik nyamuk demam berdarah seperti yang ditemukan pada kayu Cryptomeria japonica (Cheng et al. 2008). Hasil penelitian Leyva et al. (1998) menemukan bahwa 2-metilantrakuinon (tektokuinon) merupakan antrakuinon tersubtitusi yang memiliki sifat katalis yang sama dengan antrakuinon dalam proses pulping alkali. Berdasarkan hal itu limbah kayu Jati selain berpotensi untuk berbagai produk kayu dan energi, juga berpotensi besar sebagai sumber bahan kimia alami yang


(30)

bermanfaat untuk berbagai penggunaan, seperti pengawet alami, insktisida alami, dan sebagai aditif pada proses pulping. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan diversifikasi produk pengolahan kayu dan peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam biomassa.


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Ekstraktif kayu teras Jati terutama mengandung kelompok senyawa kuinon dengan 2-metilantrakuinon yang paling dominan. Pelarut etanol/toluena 1:1 merupakan pelarut yang efektif untuk mengisolasi kuinon dalam kayu Jati. Kayu Jati Jawa Timur memiliki kadar ekstraktif, kadar kuinon, antrakuinon, dan 2-metilantrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan Jati Jawa Barat. Berdasarkan bagian pohon, ekstraktif kayu teras memiliki kadar kuinon, antrakuinon, dan 2-metilantrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit kayu.

5.2Saran

Penelitian lanjutan tentang pemanfaatan ekstrak kayu Jati untuk berbagai penggunaan misalnya sebagai pengawet alami, insektisida, aditif, dan lainnya, diperlukan untuk mendorong peningkatan diversifikasi produk dan efisiensi pemanfaatan limbah sumberdaya alam biomassa hasil hutan.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Anthraquinone. [Terhubung berkala]. http://en.wikipedia.org/ wiki/Anthraquinone. (15 Juli 2012).

__________. 2012. Naphthoquinone. [Terhubung berkala]. http://en.wikipedia.org/wiki/Naphthoquinone. (15 Juli 2012).

__________. 2012. Jati. [Terhubung berkala]. http://www.wikipedia.org. ( 18 Juni 2012).

Cheng SS, Huang CG, Chen WJ, Kuo YH, Chang ST. 2008. Larvicidal activity of tectoquinone isolated from red heartwood-type Cryptomeria japonica againts two mosquito species. Bioresources Technology 99: 3617-3622. Fahutan IPB. 1994. Tinjauan sifat dan penggunaan kayu jati Jawa Barat. Duta

Rimba: 163-164.

Fengel D, Wegener G. 1984. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Berlin: Walter de Gruyter & Co.

Gori G, Carrieri M, Scapellato ML, Parvoli G, Ferrara D, Rella R, Sturaro A, Bartolucci GB. 2009. 2-methyanthraquinone as a marker of occupational exposure to teak wood dust in boatyards. Annals of Occupational Hygiene 53 (1):27-32.

Leyva A, Dimmel DR, Pullman GS. 1998. Teak extract a catalyst for the pulping of Loblolly Pine. Tappi 81 (5): 237-240.

Lukmandaru G, Ogiyama K. 2005. Bioactive compounds from ethyl acetate extract of teakwood (Tectona grandis L.f.). Wood Biomass 6:413-416. Lukmandaru G, Takahashi K. 2009. Variation in the natural termite resistance of

teak ( Tectona grandis Linn. Fil.) wood as a function of tree age. Annals of Forest Science 65(7): 708-716.

Lukmandaru G. 2009. Radial distribution of quinones in plantation teak (Tectona grandis L.f.). Annals of Forest Science 66:605p1-605p9.

Martawijaya A., Kartasujana I., Kadir K. dan Prawira S.A. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor.

Maryati D. 2000. Daya racun zat ekstraktif kulit kayu jati (Tectona grandis L.f). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Niamké FB, Amusant N, Charpentier JP, Chaix G, Baissac Y, Boutahar N, Adima AA, Coulibaly SK, Allemand CJ. 2011. Relationships between


(33)

biochemical attributes (non-structural carbohydrates and phenolics) and natural durability against fungi in dry teak wood (Tectona grandis L. f.).

Annals of Forest Science 68:201–211.

Nugraha DR. 2011. Ekstrak kayu jati (Tectona grandis L.f) sebagai bio-larvasida jentik nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Ohi H. 2001. Rapid analysis of 2-methylantraquinone in tropical hardwoods and its effect on polysulfide-AQ pulping. 11th International Symposium of

Wood and Pulping Chemistry. Nice-France, June 11-14, 2001.

Pitomo H. 1985. Struktur anatomi dan variasi panjang serabut kayu jati (Tectona grandis L.f.) arah radial batang. [Thesis]. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada.

Salih B, Celikbicak O. 2012. Gas Chromatography in Plant Science, Wine Technology, Toxicology and Some Specific Applications.Croatia: InTech Janeza Trdine.

Singarimbun D. 2011. Senyawa antrakuinon hasil isolasi dari umbi bawang sabrang (Eleutherine palifolia L. Merr.). [Skripsi]. Sumatera Utara: Universitas Sumatera utara.

Siregar IZ, Siregar UJ, Karlinasari L, Yunanto T. 2008. Pengembangan metode penanda genetika molekuler untuk lacak balak (studi kasus pada jati). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia:56-68.

Sjostrom E. 1991. Wood Chemistry: Fundamentals and Applications. London: Academic Press, Inc.

Sumthong P, Gonzales RRR, Verpoorte R. 2006. Isolation and elucidation of quinones in Tectona grandis. Division of Pharmacognosy, Section of Metabolomics. Netherlands: Institute of Biology, Laiden University. Suryana Y. 2001. Budidaya Jati. Bogor: Swadaya.

Suyono. 2010. Tectoquinone dalam ekstrak kayu jati (Tectona grandis Lin.) sebagai substitusi bahan aditif antrakuinon dalam proses pulping soda. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood; Structure, Properties Utilization. New York: Van Nostrand Reinhald.


(34)

(35)

24

Pohon Relatif (%)

Jawa Barat Kayu Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 1,74

1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,79

1,4-naphthalenedione (naphthoquinone) 0,16

9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 0,58

1,4-naphthalenedione, 2,3-dimethyl- (2,3-dimethylnaphthoquinone) 1,96 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 24,67 9,10-anthracenedione, 2-(1,1-dimethylethyl)- (2-tert-butylanthraquinone) 0,25

9,10-anthracenedione, 1,4-diamino- 1,03

chrysophanol (1,8-dihydroxy-3-methylanthraquinone) 0,64

jumlah kuinon 31,82

Jawa Barat Kayu Etanol/Toluen (1:2) 2,6-naphthoquinone, 1,5-diamino- 0,17

9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 7,47 chrysophanol (1,8-dihydroxy-3-methylanthraquinone) 0,80

jumlah kuinon 8,44

Jawa Barat Kayu Etanol/Toluen (2:1) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,55

9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 0,50

9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 11,88 9,10-anthracenedione, 2-(1,1-dimethylethyl)- (2-tert-butylanthraquinone) 0,12

9,10-anthracenedione, 1,4-diamino- 0,34

jumlah kuinon 13,39

Jawa Timur Kayu Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 0,94


(36)

25 1,4-naphthalenedione, 2-methyl (2-methylnaphthoquinone) 0,48

9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 2,10

Lapachol 0,50

9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 23,85 9,10-anthracenedione, 2-(1,1-dimethylethyl)- (2-tert-butylanthraquinone) 0,96 9,10-anthracenedione, 1-ethyl- (1-ethyl anthraquinone) 0,33

1-methoxyanthraquinone 0,25

1,4-naphthalenedione,2-hydroxy-3-methyl- (phthiocol) 0,28

1,4-naphthalenedione, 2-hydroxy- (lawsone) 0,20

jumlah kuinon 31,15

Jawa Timur Kayu Etanol/Toluen (1:2) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 0,92 1,4-naphthalenedione, 2-methyl (2-methylnaphthoquinone) 1,18 1,4-naphthalenedione,2-hydroxy-3-methyl- (phthiocol) 0,32

9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 1,25

Lapachol 0,26

9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 21,81

jumlah kuinon 25,74

Jawa Timur Kayu Etanol/Toluen (2:1) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 1,28 1,4-naphthalenedione, 2-methyl (2-methylnaphthoquinone) 2,10 1,4-naphthalenedione,2-hydroxy-3-methyl- (phthiocol) 0,57

9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 0,88

9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 20,9


(37)

26 Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 0,43

2 5-cyclohexadiene-1 4-dione, compd. with 1,4-benzenediol (quinhydrone) 0,41 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 0,53

jumlah kuinon 1,37

Jawa Barat Kulit Etanol/Toluen (1:2) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,31 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 1,50

9,10-anthracenedione, 1,4-diamino- 0,16

jumlah kuinon 1,97

Jawa Barat Kulit Etanol/Toluen (2:1) 2 5-cyclohexadiene-1 4-dione, compd. with 1,4-benzenediol (quinhydrone) 1,82 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 0,75

jumlah kuinon 2,57

Jawa Timur Kulit Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 1,00 2 5-cyclohexadiene-1 4-dione, compd. with 1,4-benzenediol (quinhydrone) 1,29 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 4,33

jumlah kuinon 6,62

Jawa Timur Kulit Etanol/Toluen (1:2) 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 6,38

jumlah kuinon 6,38

Jawa Timur Kulit Etanol/Toluen (2:1) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,20 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 0,24

jumlah kuinon 0,44


(38)

30. 540 40. 838 14. 508 17. 919 26. 869 26. 970 27. 130 27. 1 99 27. 388 27. 5 39 27.

60627.710

27. 826 28. 003 19. 384 19. 993 20. 242 20. 547 20. 641 20. 771 20.

838 21.447

21. 609 21. 749 21. 797 21. 94522. 032 22. 348 22. 663 22. 769 23. 0 23 23. 17823. 245 23. 339 23. 463 23. 588 23. 795 28. 972 29. 205 29. 632 29. 7 76 30. 088 30.

28830.327

30. 9 92 31. 11331 .318 31. 206 31. 396 31. 605 31. 7 87 31. 686 31. 854 32. 080 32. 224 32. 569 32. 6 80 32. 770 32. 947 33. 104 33. 313 33. 891 34. 241 34. 3 72 34. 539 35. 056 35. 437 35. 576 35. 970 36.

22236.542

37. 277 37. 942 15. 944 29. 498 30. 001 24. 517 24. 912 25. 090 25. 73025. 944 39. 509 42. 207 15. 867 14. 422 17. 656 18. 372 18. 602 2. 384 45. 561

Lampiran 2 Kromatogram analisis GCMS ekstrak kayu Jati Jawa Barat dengan pelarut etanol/toluena 1:1

PUSLITBANG

HASIL

HUTAN

REPORT

Analyzedby :Admin

Analyzed :6/5/201211:35:01AM SampleName :Ekstrakno.1

SampleID :05062012

DataFile :C:\GCMSsolution\Data\Project1\Ekstrakno.1.qgd MethodFile :C:\GCMSsolution\Data\Project1\DaunKalimbawan.qgm TuningFile :C:\GCMSsolution\System\Tune1\TuningPT.Holcim\03052012.qgt

ChromatogramEkstrakno.1C:\GCMSsolution\Data\Project1\Ekstrakno.1.qgd 71,204,746

TIC*1.00

10.0 20.0 30.0 40.0 49.0

min PeakReportTIC

Peak# R.Time Area Conc%Name

1 2.384 5885031 0.30 Carbondioxide(CAS)Dryice

2 14.422 2867554 0.15 Benzene,methyl(1-methylethyl)-(CAS)Cymol 3 14.508 39906408 2.05 l-Limonene

4 15.867 3930979 0.20 Benzene,1-methyl-4-(1-methylethenyl)-(CAS)1-Methyl-4-isopropenylbenzene 5 15.944 33948436 1.74 Phenol,4-methoxy-(CAS)Hqmme

6 17.656 3854096 0.20 Benzoicacid,2-methyl-,methylester(CAS)Methylo-toluate 7 17.919 35727362 1.83 2-Methoxy-4-methylphenol

8 18.372 9027967 0.46 1,2-Benzenediol(CAS)Pyrocatechol 9 18.602 3739923 0.19 2,3-Dimethoxytoluene

10 19.384 16570462 0.85 Phenol,4-ethyl-2-methoxy-(CAS)p-Ethylguaiacol 11 19.993 11105895 0.57 Phenol,4-ethenyl-2-methoxy-

12 20.242 6123340 0.31 1,2-Benzenedicarboxylicacid,monomethylester(CAS)Methylhydrogenphthalate 13 20.547 3583718 0.18 Phenol,2,6-dimethoxy-(CAS)2,6-Dimethoxyphenol

14 20.641 3017232 0.15 Phenol,2-methoxy-5-(1-propenyl)-,(E)-(CAS)Phenol,2-methoxy-5-propenyl 15 20.771 4152084 0.21 Phenol,2-methoxy-4-propyl-(CAS)5-PROPYL-GUAIACOL

16 20.838 2744185 0.14 1H-Indene-1,3(2H)-dione(CAS)1,3-Indandione 17 21.447 5772718 0.30 (-)-Epicamphor

18 21.609 2170879 0.11 1,5,9-UNDECATRIENE,2,6,10-TRIMETHYL-,(Z)- 19 21.749 3025611 0.16 1,4-Naphthalenedione(CAS)NAPHTHOQUINONE 20 21.797 2621092 0.13

21 21.945 3605519 0.18 Geranicacid

22 22.032 7453726 0.38 Phenol,2-methoxy-4-(1-propenyl)-,(E)-(CAS)(E)-Isoeugenol 23 22.348 1917085 0.10 Pentadecane(CAS)n-Pentadecane

24 22.663 4629720 0.24 Ethanone,1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-(CAS)Acetovanillone 25 22.769 15369838 0.79 1,4-Naphthalenediol(CAS).alpha.-Naphthoquinhydrone 26 23.023 2368517 0.12

27 23.178 7682374 0.39 2,2-DIMETHYL-INDAN-1,3-DIONE 28 23.245 10319504 0.53 GERMACRANE-A

29 23.339 2217653 0.11 Naphthalene,1,6,7-trimethyl-(CAS)2,3,5-Trimethylnaphthalene 30 23.463 3772287 0.19 3,3-DIMETHOXY-6,6-DIMETHYL-CYCLOHEXA-1,4-DIENE 31 23.588 2716576 0.14

32 23.795 5826292 0.30 Naphthalene,1,4,6-trimethyl-(CAS)1,4,6-Trimethylnaphthalene


(39)

Area Conc%Name Peak# R.Time

33 24.517 4187239 0.21 1-Naphthalenol,2-methyl-(CAS)2-Methyl-1-naphthol 34 24.912 2004518 0.10 Octadecane(CAS)n-Octadecane

35 25.090 2336745 0.12 Phenol,4-ethyl-2-methoxy-(CAS)p-Ethylguaiacol 36 25.730 4714217 0.24

37 25.944 16216314 0.83 3-(p-hydroxy-m-methoxyphenyl)-2-propenal 38 26.869 4683096 0.24 6,10-DODECADIEN-3-OL,3,7,11-TRIMETHYL- 39 26.970 3351507 0.17

40 27.130 3059385 0.16

41 27.199 14476675 0.74 4-ethyl-4'-cyano-1,1'-biphenyl 42 27.388 4203950 0.22

43 27.539 12866222 0.66 2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene,2,6,10,15,19,23-hexamethyl-(CAS)Squalene 44 27.606 2768696 0.14

45 27.710 13695512 0.70 Dibenzo[b,e][1,4]dioxin(CAS)Dibenzo-p-dioxin

46 27.826 9392220 0.48 Carbazicacid,3-(1-butylpentylidene)-,ethylester(CAS)DI-N-BUTYLKETONEN 47 28.003 37355559 1.92 Hexadecanoicacid(CAS)Palmiticacid

48 28.972 11310996 0.58 9,10-Anthracenedione(CAS)9,10-Anthraquinone 49 29.205 2149778 0.11 OXACYCLOTETRADECA-4,11-DIYNE

50 29.498 80286073 4.12 [1,1'-Biphenyl]-2-ol,5-(1,1-dimethylethyl)-(CAS)4-tert-Butyl-2-phenylphenol 51 29.632 7236479 0.37 Octadecanoicacid,methylester(CAS)Methylstearate

52 29.776 29660893 1.52 1,4-Naphthalenedione,2,3-dimethyl-(CAS)2,3-Dimethylnaphthoquinone

53 30.001 91016200 4.67 2-NAPHTHALENECARBOXYLICACID,1,4-DIHYDROXY-3-(3-METHYL-2-BUTENYL 54 30.088 14097433 0.72 Nonadecanoicacid(CAS)n-Nonadecanoicacid

55 30.288 2592267 0.13 o-Menthone

56 30.327 2918547 0.15 Octadecane(CAS)n-Octadecane

57 30.540 480848596 24.67 9,10-Anthracenedione,2-methyl-(CAS)2-METHYLANTHRAQUINONE 58 30.992 25555811 1.31 9,12-Octadecadienoicacid(Z,Z)-(CAS)Linoleicacid

59 31.113 8657168 0.44 1,4-Naphthalenedione,2,3-dimethyl-(CAS)2,3-Dimethylnaphthoquinone 60 31.206 9619671 0.49

61 31.318 4805256 0.25 9,10-Anthracenedione,2-(1,1-dimethylethyl)-(CAS)2-tert-Butylanthraquinone 62 31.396 7532267 0.39 Tricosane(CAS)n-Tricosane

63 31.605 3136054 0.16 2,5-DIMETHYL-3-PHENYL-FURAN 64 31.686 2352017 0.12

65 31.787 20030569 1.03 9,10-Anthracenedione,1,4-diamino- 66 31.854 5560655 0.29

67 32.080 3874396 0.20 HEXADECA-2,6,10,14-TETRAEN-1-OL,3,7,11,16-TETRAMETHYL-,(E,E,E)- 68 32.224 7135320 0.37 1,3-Dihydro-5-phenyl-2H-1,4-benzodiazepin-2-one

69 32.569 12604182 0.65 Tetracosane(CAS)n-Tetracosane

70 32.680 2726066 0.14 8,11-Octadecadiynoicacid,methylester(CAS)METHYL-8,11-OCTADECADIYNOATE 71 32.770 3882574 0.20 (-)-Nortrachelogenin

72 32.947 3359478 0.17

73 33.104 3008576 0.15 Tetradecanal(CAS)Myristaldehyde 74 33.313 12466332 0.64 Chrysophanol

75 33.891 16671813 0.86 Tetracosane(CAS)n-Tetracosane

76 34.241 1988769 0.10 Oxaziridine,3-(4-nitrophenyl)-2-propyl-(CAS)C-P-NITROPHENYL-N-N-PROPYL 77 34.372 3171979 0.16 Eicosane(CAS)n-Eicosane

78 34.539 4047553 0.21 Tetradecanal(CAS)Myristaldehyde

79 35.056 2013948 0.10 1,2-Benzenedicarboxylicacid,bis(2-ethylhexyl)ester(CAS)Bis(2-ethylhexyl) 80 35.437 22317487 1.14 Octacosane(CAS)n-Octacosane

81 35.576 2599536 0.13 Ethanone,1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-(CAS)Acetovanillone 82 35.970 5541277 0.28 Eicosane(CAS)n-Eicosane

83 36.222 7057833 0.36 Tridecanal(CAS)Tridecanaldehyde 84 36.542 5508743 0.28 TETRACOSANE,1-BROMO-

85 37.277 22958217 1.18 Tetratetracontane(CAS)n-Tetratetracontane

86 37.942 13130831 0.67 3,7-Dihydroxy-9-methoxy-1-methyl-6H-dibenzo[B,D]pyran-6-one 87 39.509 20016514 1.03 Tetratetracontane(CAS)n-Tetratetracontane

88 40.838 534227833 27.41 1,6,10,14,18,22-TETRACOSAHEXAEN-3-OL,2,6,10,15,19,23-HEXAMETHYL 89 42.207 16828941 0.86 Tetratetracontane(CAS)n-Tetratetracontane

90 45.561 9766200 0.50 Nonacosane(CAS)n-Nonacosane 1949237046 100.00


(40)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu Jati merupakan salah satu kayu komersial bernilai tinggi yang banyak ditanam di Pulau Jawa. Kelebihan kayu Jati dibandingkan dengan kayu lainnya antara lain, kayu Jati memiliki warna dan corak yang menarik, stabilisasi dimensi yang tinggi, dan keawetan alami yang tinggi. Telah diketahui bahwa komponen kimia penyusun kayu yang berpengaruh terhadap keawetan alami kayu adalah zat ekstraktif yang bersifat racun terutama dari kelompok fenolik (Sjostrom 1991). Sementara itu, senyawa utama kayu Jati yang dianggap bertanggung jawab terhadap keawetan alami adalah tektokuinon (Lukmandaru dan Ogiyama 2005).

Menurut Fengel dan Wegener (1984), dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon, yaitu kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon). Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang dilaporkan Sumthong et al. (2006), ekstraktif kayu Jati mengandung berbagai jenis kuinon seperti naphthaquinones (lapachol, deoxylapachol, 5-hydroylapachol), turunan naphthaquinone (dehydrolapachone, tectol, dehydrotectol), anthraquinones (tectoquinone, 1-hydroxy-2-methylanthraquinone, 2-methyl quinizarin, pachybasin). Dari berbagai jenis kuinon tersebut, tektokuinon adalah senyawa yang paling dominan (Ohi 2001). Selain berperan terhadap keawetan alami kayu Jati, tektokuinon juga bersifat bio-larvasida terhadap jentik nyamuk demam berdarah seperti yang ditemukan pada kayu Cryptomeria japonica (Cheng et al. 2008). Hasil penelitian Leyva et al. (1998) menemukan bahwa 2-metilantrakuinon (tektokuinon) merupakan antrakuinon tersubtitusi yang memiliki sifat katalis yang sama dengan antrakuinon dalam proses pulping alkali.

Ekstraktif kayu merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu yang kadar dan komposisinya dipengaruhi oleh jenis, umur, posisi dalam kayu, dan lokasi tempat tumbuh (Sjostrom 1991; Fengel dan Wegener 1984). Kayu dengan umur lebih tua berkecenderungan memiliki kadar ekstraktif yang lebih tinggi. Sementara itu kadar dan komposisi komponen kimia bagian kayu berbeda dengan kulit. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang pengaruh perbedaan lokasi


(41)

tempat tumbuh dan bagian pohon terhadap kadar tektokuinon akan menjadi informasi penting terkait sifat dasar kayu dan potensi pemanfaatan komponen kimia kuinon dalam kayu Jati.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar ekstrak, kuinon, dan tektokuinon dalam kayu dan kulit Jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur yang larut dalam etanol dan toluena pada beberapa variasi konsentrasi.

1.3Manfaat

Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu dasar untuk mengetahui kadar tektokuinon pada ekstrak Jati Jawa Barat dan Jawa Timur, dan diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya alam secara efektif dan efisien.


(42)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jati ( Tectona grandis L.f.)

Kayu Jati dengan nama botani Tectona grandis L.f. termasuk dalam famili Verbenaceae, Ordo Tubifrotae. Di Jawa, kayu Jati dikenal dengan nama yang bermacam-macam seperti deleg, dodolan, jatih, jate, jatos, kiati dan kulidawa. Di negara lain kayu Jati dikenal dengan nama giati (Vietnam), teak (Burma, Thailand, Inggris, Amerika, Belanda, dan Jerman), sagwan (India), teck (Perancis) dan teca (Brazilia) (Martawijaya et al. 1981).

Kayu Jati merupakan jenis kayu yang banyak dipakai untuk berbagai keperluan karena memiliki keawetan tinggi (kelas awet II) dan kekuatan tinggi (kelas kuat II) dengan berat jenis rata-rata sekitar 0,67. Kayu Jati memiliki kekerasan sedang dan mempunyai nilai penyusutan arah tangensial sekitar 5% dan arah radial sekitar 2,3%. Kayu Jati mudah dikerjakan baik dengan tangan maupun dengan bantuan mesin dan mempunyai sifat finishing cukup baik. Di samping itu, kayu Jati banyak digemari masyarakat karena mempunyai penampilan dekoratif yang menarik karena terbentuknya riap yang jelas selama pertumbuhannya. Riap pertumbuhan yang jelas ini disebabkan masa kayu (xylem) yang dibentuk pada periode pertumbuhan yang baik (earlywood) sangat berbeda penampilannya dibandingkan dengan masa kayu yang dibentuk pada periode yang kurang baik (latewood). Keadaan ini akan menyebabkan pada bidang melintang batang nampak adanya gambar yang mempunyai kesan lingkaran-lingkaran konsentris yang memusat ke empulur (Fahutan IPB 1994).

Kayu Jati merupakan kayu dengan nilai tinggi dan memiliki keawetan alami yang tinggi pula. Kayu Jati mampu bertahan dari serangan faktor perusak biologis seperti rayap ( Lukmandaru dan Takahashi 2008) atau jamur (Niamké et al. 2011). Menurut Fengel dan Wegener (1984), dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon, yaitu kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon). Selain itu, dalam kayu Jati terdapat juga naftokuinon dan lapakol yang memiliki sifat toksik terhadap faktor biologis perusak kayu (Lukmandaru dan Takahashi 2008).


(43)

Kayu Jati tumbuh baik pada tanah yang mempunyai aerasi yang baik (tanah yang sarang) terutama pada tanah yang berkapur. Jenis ini tumbuh di daerah yang mempunyai musim kering yang nyata (Martawijaya et al. 1981). Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1500 – 2000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan Jati adalah tanah dengan pH 4,5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air (Anonim 2012).

Berdasarkan perbedaan tempat tumbuh, terdapat perbedaan sifat-sifat kayu Jati Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Pitomo 1985). Jati yang tumbuh di Jawa Barat memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dengan riap pertumbuhannya lebih lebar, sehingga untuk mencapai diameter yang sama Jati yang tumbuh di Jawa Barat memerlukan waktu yang lebih singkat. Kayu Jati Jawa Barat dipanen dengan daur yang lebih pendek (40 tahun) sehingga persentase kayu gubalnya lebih banyak. Oleh sebab itu kayu Jati Jawa Barat mempunyai keawetan alami yang rendah. Salah satu penyebab perbedaan ini adalah faktor musim yang menentukan pembentukan earlywood dan latewood. Adanya perbedaan ini dapat menyebabkan perbedaan berat jenis, tingkat kekerasan, pola dekoratif kayu, dan kekuatan kayu (Fahutan IPB 1994).

Menurut Suryana (2001), daerah Jawa Barat memiliki curah hujan tinggi (> 1500 mm pertahun) dan seringkali pohon Jati tidak menggugurkan daunnya. Menurut Siregar et al. 2008, daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki musim kemarau yang panjang dan pohon Jati biasanya menggugurkan daunnya. Kandungan kimia kayu Jati Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk dalam satu kelompok karena adanya kemiripan jumlah kandungan kimianya.

2.2Zat Ekstraktif

Menurut Sjostrom (1991), ekstraktif merupakan komponen kimia kayu yang dapat larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Ekstraktif adalah konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler, dan mempunyai berat molekul yang rendah. Menurut Fengel dan Wegener (1984), ekstraktif kayu adalah sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar dan non polar.


(44)

Ekstraktif dari sampel kayu dapat diisolasi melalui ekstraksi dengan pelarut tertentu seperti eter, aseton, benzena, etanol, dikloro-metana atau campuran pelarut-pelarut tersebut. Ekstrasi etanol-benzena (1:2) adalah salah satu metode untuk menduga kadar ekstraktif kayu. Oleh karena benzena dikenal sangat membahayakan kesehatan dianjurkan untuk diganti dengan sikloheksana atau toluena sebagai komponen pelarut yang digabung dengan etanol (Fengel dan Wegener 1984).

Sjostrom (1991), menyatakan bahwa jumlah maupun komposisi zat ekstraktif sangat bervariasi tergantung pada jenis, tempat tumbuh, umur, faktor genetik, dan bagian pada pohon (batang, cabang, akar, dan kulit kayu). Selain itu, perbedaan komposisi zat ekstraktif juga terdapat pada kayu gubal dan kayu teras. Menurut Niamké et al. (2011), konsentrasi senyawa fenolik pada kayu gubal ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan kayu teras. Tsoumis (1991), menyatakan bahwa kandungan ekstraktif dalam kulit lebih besar dibandingkan kayu. Menurut Sjostrom (1991), senyawa fenolik yang terdapat dalam kayu teras dan dalam kulit dapat melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi atau serangan serangga.

2.3 Kuinon dalam Jati

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat dibagi atas empat kelompok yaitu : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat fenol serta mungkin terdapat dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau

dalam bentuk kuinol (Harborne 1987 dalam Singarimbun 2011). Antrakuinon berupa

senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut dalam pelarut organik basa. Senyawa ini biasa berwarna merah, tetapi yang lainnya berwarna kuning sampai coklat, larut dalam larutan basa dengan membentuk warna violet merah (Singarimbun 2011).

Dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon yang termasuk kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon) (Fengel dan Wegener 1984). Telah diketahui ekstraktif kayu Jati mengandung naphthaquinones (lapachol, deoxylapachol, 5-hydroylapachol), turunan


(45)

naphthaquinone (dehydrolapachone, tectol, dehydrotectol), anthraquinones (tectoquinone, 1-hydroxy-2-methylanthraquinone, 2-methyl quinizarin, pachybasin), obtusifolin, betulinic acid, trichione, sitosterol, dan squalene (Thomson 1957, Hegnauer 1973, Singh et al. 1989, Khan dan Mlungwana 1999 dalam Sumthong et al. 2006).

Telah dilaporkan hasil ekstraksi bertingkat kayu Jati komersial dengan pelarut toluena dilanjutkan dengan pelarut toluena-etanol (50%) menghasilkan ekstraktif kayu Jati sebesar 6,7%. Analisis ekstrak menunjukkan keberadaan dari naftokuinon dan antrakuinon (AQ), dimana 2-metilantrakuinon adalah komponen yang utama ( 0,33% dari berat kayu Jati) dalam ekstraktif kayu Jati (Leyva et al. 1998).

Pyrolisis-Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GCMS) merupakan alat analisis yang paling cepat dalam menentukan kandungan 2-metilantrakuinon dalam kayu (Ohi 2001). Kromatogram GCMS menunjukan bahwa kayu teras Jati yang berasal dari Gombong (umur 15 tahun dan 25 tahun) dan Randublatung (umur 72 tahun) yang diekstrak dengan pelarut etanol-benzena masing-masing mengandung tectoquinone 0,17%, 0,48%, dan 0,81% (Lukmandaru 2009).

a. b.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari bulan Maret – Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH) Kementrian Kehutanan RI.

3.2Bahan dan Alat Penelitian

Kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu Jati (Tectona grandis) yang berumur sekitar 45 tahun berbentuk sisa-sisa potongan dan limbah kulit Jati. Kayu Jati berasal dari Bogor Jawa Barat dan KPH Madiun Jawa Timur. Limbah kulit Jati berasal dari Industri Penggergajian KPH Cianjur Jawa Barat dan KPH Lawu Ds Jawa Timur. Sampel kulit kayu Jati tidak dapat diketahui umur pastinya. Bahan kimia yang digunakan sebagai pelarut adalah etanol dan toluena. Alat yang digunakan yaitu golok, planner, willey mill, fraksinasi partikel bertingkat, timbangan analitik, desikator, timbel, alat soklet, vaccum evaporator, erlenmeyer, cawan petri, oven, dan alat GC-MS Pirolisis.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Penyiapan Serbuk Kayu

Penyiapan serbuk kayu dan kulit Jati ukuran 40-60 mesh dibuat dari masing-masing bagian kayu teras dan kulit kayu. Partikel dibuat melalui proses pencacahan, penggilingan, dan penyaringan. Proses pencacahan dilakukan dengan menggunakan golok atau serutan kayu, proses penggilingan dengan menggunakan willey mill, dan penyaringan menggunakan fraksinasi partikel bertingkat. Serbuk kayu diukur kadar airnya sebagai faktor koreksi.


(1)

24 Lampiran 1 Komponen Kimia dalam Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f)

Asal Bagian

Pohon Pelarut Jenis Kuinon

Konsentrasi Relatif (%) Jawa Barat Kayu Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 1,74

1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,79

1,4-naphthalenedione (naphthoquinone) 0,16

9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 0,58

1,4-naphthalenedione, 2,3-dimethyl- (2,3-dimethylnaphthoquinone) 1,96 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 24,67 9,10-anthracenedione, 2-(1,1-dimethylethyl)- (2-tert-butylanthraquinone) 0,25

9,10-anthracenedione, 1,4-diamino- 1,03

chrysophanol (1,8-dihydroxy-3-methylanthraquinone) 0,64

jumlah kuinon 31,82

Jawa Barat Kayu Etanol/Toluen (1:2) 2,6-naphthoquinone, 1,5-diamino- 0,17

9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 7,47 chrysophanol (1,8-dihydroxy-3-methylanthraquinone) 0,80

jumlah kuinon 8,44

Jawa Barat Kayu Etanol/Toluen (2:1) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,55

9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 0,50

9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 11,88 9,10-anthracenedione, 2-(1,1-dimethylethyl)- (2-tert-butylanthraquinone) 0,12

9,10-anthracenedione, 1,4-diamino- 0,34

jumlah kuinon 13,39

Jawa Timur Kayu Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 0,94


(2)

25 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,73

1,4-naphthalenedione (naphthoquinone) 0,53

1,4-naphthalenedione, 2-methyl (2-methylnaphthoquinone) 0,48

9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 2,10

Lapachol 0,50

9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 23,85 9,10-anthracenedione, 2-(1,1-dimethylethyl)- (2-tert-butylanthraquinone) 0,96 9,10-anthracenedione, 1-ethyl- (1-ethyl anthraquinone) 0,33

1-methoxyanthraquinone 0,25

1,4-naphthalenedione,2-hydroxy-3-methyl- (phthiocol) 0,28

1,4-naphthalenedione, 2-hydroxy- (lawsone) 0,20

jumlah kuinon 31,15

Jawa Timur Kayu Etanol/Toluen (1:2) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 0,92 1,4-naphthalenedione, 2-methyl (2-methylnaphthoquinone) 1,18 1,4-naphthalenedione,2-hydroxy-3-methyl- (phthiocol) 0,32

9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 1,25

Lapachol 0,26

9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 21,81

jumlah kuinon 25,74

Jawa Timur Kayu Etanol/Toluen (2:1) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 1,28 1,4-naphthalenedione, 2-methyl (2-methylnaphthoquinone) 2,10 1,4-naphthalenedione,2-hydroxy-3-methyl- (phthiocol) 0,57

9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 0,88

9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 20,9


(3)

26

9,10-anthracenedione, 1,4-diamino- 0,25

jumlah kuinon 25,98

Jawa Barat Kulit Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 0,43 2 5-cyclohexadiene-1 4-dione, compd. with 1,4-benzenediol (quinhydrone) 0,41 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 0,53

jumlah kuinon 1,37

Jawa Barat Kulit Etanol/Toluen (1:2) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,31 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 1,50

9,10-anthracenedione, 1,4-diamino- 0,16

jumlah kuinon 1,97

Jawa Barat Kulit Etanol/Toluen (2:1) 2 5-cyclohexadiene-1 4-dione, compd. with 1,4-benzenediol (quinhydrone) 1,82 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 0,75

jumlah kuinon 2,57

Jawa Timur Kulit Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 1,00 2 5-cyclohexadiene-1 4-dione, compd. with 1,4-benzenediol (quinhydrone) 1,29 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 4,33

jumlah kuinon 6,62

Jawa Timur Kulit Etanol/Toluen (1:2) 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 6,38

jumlah kuinon 6,38

Jawa Timur Kulit Etanol/Toluen (2:1) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,20 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 0,24

jumlah kuinon 0,44


(4)

27 30. 540 40. 838 14. 508 17. 919 26. 869 26. 970 27. 130 27. 1 99 27. 388 27. 5 39 27.

60627.710

27. 826 28. 003 19. 384 19. 993 20. 242 20. 547 20. 641 20. 771 20.

838 21.447

21. 609 21. 749 21. 797 21. 94522. 032 22. 348 22. 663 22. 769 23. 0 23 23. 17823. 245 23. 339 23. 463 23. 588 23. 795 28. 972 29. 205 29. 632 29. 7 76 30. 088 30.

28830.327

30. 9 92 31. 11331 .318 31. 206 31. 396 31. 605 31. 7 87 31. 686 31. 854 32. 080 32. 224 32. 569 32. 6 80 32. 770 32. 947 33. 104 33. 313 33. 891 34. 241 34. 3 72 34. 539 35. 056 35. 437 35. 576 35. 970 36.

22236.542

37. 277 37. 942 15. 944 29. 498 30. 001 24. 517 24. 912 25. 090 25. 73025. 944 39. 509 42. 207 15. 867 14. 422 17. 656 18. 372 18. 602 2. 384 45. 561

Lampiran 2 Kromatogram analisis GCMS ekstrak kayu Jati Jawa Barat dengan pelarut etanol/toluena 1:1

PUSLITBANG

HASIL

HUTAN

REPORT

Analyzedby :Admin

Analyzed :6/5/201211:35:01AM

SampleName :Ekstrakno.1

SampleID :05062012

DataFile :C:\GCMSsolution\Data\Project1\Ekstrakno.1.qgd

MethodFile :C:\GCMSsolution\Data\Project1\DaunKalimbawan.qgm

TuningFile :C:\GCMSsolution\System\Tune1\TuningPT.Holcim\03052012.qgt

ChromatogramEkstrakno.1C:\GCMSsolution\Data\Project1\Ekstrakno.1.qgd

71,204,746

TIC*1.00

10.0 20.0 30.0 40.0 49.0

min

PeakReportTIC Peak# R.Time Area Conc%Name

1 2.384 5885031 0.30 Carbondioxide(CAS)Dryice

2 14.422 2867554 0.15 Benzene,methyl(1-methylethyl)-(CAS)Cymol 3 14.508 39906408 2.05 l-Limonene

4 15.867 3930979 0.20 Benzene,1-methyl-4-(1-methylethenyl)-(CAS)1-Methyl-4-isopropenylbenzene 5 15.944 33948436 1.74 Phenol,4-methoxy-(CAS)Hqmme

6 17.656 3854096 0.20 Benzoicacid,2-methyl-,methylester(CAS)Methylo-toluate 7 17.919 35727362 1.83 2-Methoxy-4-methylphenol

8 18.372 9027967 0.46 1,2-Benzenediol(CAS)Pyrocatechol 9 18.602 3739923 0.19 2,3-Dimethoxytoluene

10 19.384 16570462 0.85 Phenol,4-ethyl-2-methoxy-(CAS)p-Ethylguaiacol 11 19.993 11105895 0.57 Phenol,

4-ethenyl-2-methoxy-12 20.242 6123340 0.31 1,2-Benzenedicarboxylicacid,monomethylester(CAS)Methylhydrogenphthalate 13 20.547 3583718 0.18 Phenol,2,6-dimethoxy-(CAS)2,6-Dimethoxyphenol

14 20.641 3017232 0.15 Phenol,2-methoxy-5-(1-propenyl)-,(E)-(CAS)Phenol,2-methoxy-5-propenyl 15 20.771 4152084 0.21 Phenol,2-methoxy-4-propyl-(CAS)5-PROPYL-GUAIACOL

16 20.838 2744185 0.14 1H-Indene-1,3(2H)-dione(CAS)1,3-Indandione 17 21.447 5772718 0.30 (-)-Epicamphor

18 21.609 2170879 0.11 1,5,9-UNDECATRIENE,2,6,10-TRIMETHYL-, (Z)-19 21.749 3025611 0.16 1,4-Naphthalenedione(CAS)NAPHTHOQUINONE 20 21.797 2621092 0.13

21 21.945 3605519 0.18 Geranicacid

22 22.032 7453726 0.38 Phenol,2-methoxy-4-(1-propenyl)-,(E)-(CAS)(E)-Isoeugenol 23 22.348 1917085 0.10 Pentadecane(CAS)n-Pentadecane

24 22.663 4629720 0.24 Ethanone,1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-(CAS)Acetovanillone 25 22.769 15369838 0.79 1,4-Naphthalenediol(CAS).alpha.-Naphthoquinhydrone 26 23.023 2368517 0.12

27 23.178 7682374 0.39 2,2-DIMETHYL-INDAN-1,3-DIONE 28 23.245 10319504 0.53 GERMACRANE-A

29 23.339 2217653 0.11 Naphthalene,1,6,7-trimethyl-(CAS)2,3,5-Trimethylnaphthalene 30 23.463 3772287 0.19 3,3-DIMETHOXY-6,6-DIMETHYL-CYCLOHEXA-1,4-DIENE 31 23.588 2716576 0.14

32 23.795 5826292 0.30 Naphthalene,1,4,6-trimethyl-(CAS)1,4,6-Trimethylnaphthalene


(5)

28

Area Conc%Name Peak# R.Time

33 24.517 4187239 0.21 1-Naphthalenol,2-methyl-(CAS)2-Methyl-1-naphthol 34 24.912 2004518 0.10 Octadecane(CAS)n-Octadecane

35 25.090 2336745 0.12 Phenol,4-ethyl-2-methoxy-(CAS)p-Ethylguaiacol 36 25.730 4714217 0.24

37 25.944 16216314 0.83 3-(p-hydroxy-m-methoxyphenyl)-2-propenal 38 26.869 4683096 0.24 6,10-DODECADIEN-3-OL, 3,7,11-TRIMETHYL-39 26.970 3351507 0.17

40 27.130 3059385 0.16

41 27.199 14476675 0.74 4-ethyl-4'-cyano-1,1'-biphenyl 42 27.388 4203950 0.22

43 27.539 12866222 0.66 2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene,2,6,10,15,19,23-hexamethyl-(CAS)Squalene 44 27.606 2768696 0.14

45 27.710 13695512 0.70 Dibenzo[b,e][1,4]dioxin(CAS)Dibenzo-p-dioxin

46 27.826 9392220 0.48 Carbazicacid,3-(1-butylpentylidene)-,ethylester(CAS)DI-N-BUTYLKETONEN 47 28.003 37355559 1.92 Hexadecanoicacid(CAS)Palmiticacid

48 28.972 11310996 0.58 9,10-Anthracenedione(CAS)9,10-Anthraquinone 49 29.205 2149778 0.11 OXACYCLOTETRADECA-4,11-DIYNE

50 29.498 80286073 4.12 [1,1'-Biphenyl]-2-ol,5-(1,1-dimethylethyl)-(CAS)4-tert-Butyl-2-phenylphenol 51 29.632 7236479 0.37 Octadecanoicacid,methylester(CAS)Methylstearate

52 29.776 29660893 1.52 1,4-Naphthalenedione,2,3-dimethyl-(CAS)2,3-Dimethylnaphthoquinone

53 30.001 91016200 4.67 2-NAPHTHALENECARBOXYLICACID,1,4-DIHYDROXY-3-(3-METHYL-2-BUTENYL 54 30.088 14097433 0.72 Nonadecanoicacid(CAS)n-Nonadecanoicacid

55 30.288 2592267 0.13 o-Menthone

56 30.327 2918547 0.15 Octadecane(CAS)n-Octadecane

57 30.540 480848596 24.67 9,10-Anthracenedione,2-methyl-(CAS)2-METHYLANTHRAQUINONE 58 30.992 25555811 1.31 9,12-Octadecadienoicacid(Z,Z)-(CAS)Linoleicacid

59 31.113 8657168 0.44 1,4-Naphthalenedione,2,3-dimethyl-(CAS)2,3-Dimethylnaphthoquinone 60 31.206 9619671 0.49

61 31.318 4805256 0.25 9,10-Anthracenedione,2-(1,1-dimethylethyl)-(CAS)2-tert-Butylanthraquinone 62 31.396 7532267 0.39 Tricosane(CAS)n-Tricosane

63 31.605 3136054 0.16 2,5-DIMETHYL-3-PHENYL-FURAN 64 31.686 2352017 0.12

65 31.787 20030569 1.03 9,10-Anthracenedione, 1,4-diamino-66 31.854 5560655 0.29

67 32.080 3874396 0.20 HEXADECA-2,6,10,14-TETRAEN-1-OL,3,7,11,16-TETRAMETHYL-, (E,E,E)-68 32.224 7135320 0.37 1,3-Dihydro-5-phenyl-2H-1,4-benzodiazepin-2-one

69 32.569 12604182 0.65 Tetracosane(CAS)n-Tetracosane

70 32.680 2726066 0.14 8,11-Octadecadiynoicacid,methylester(CAS)METHYL-8,11-OCTADECADIYNOATE 71 32.770 3882574 0.20 (-)-Nortrachelogenin

72 32.947 3359478 0.17

73 33.104 3008576 0.15 Tetradecanal(CAS)Myristaldehyde 74 33.313 12466332 0.64 Chrysophanol

75 33.891 16671813 0.86 Tetracosane(CAS)n-Tetracosane

76 34.241 1988769 0.10 Oxaziridine,3-(4-nitrophenyl)-2-propyl-(CAS)C-P-NITROPHENYL-N-N-PROPYL 77 34.372 3171979 0.16 Eicosane(CAS)n-Eicosane

78 34.539 4047553 0.21 Tetradecanal(CAS)Myristaldehyde

79 35.056 2013948 0.10 1,2-Benzenedicarboxylicacid,bis(2-ethylhexyl)ester(CAS)Bis(2-ethylhexyl) 80 35.437 22317487 1.14 Octacosane(CAS)n-Octacosane

81 35.576 2599536 0.13 Ethanone,1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-(CAS)Acetovanillone 82 35.970 5541277 0.28 Eicosane(CAS)n-Eicosane

83 36.222 7057833 0.36 Tridecanal(CAS)Tridecanaldehyde 84 36.542 5508743 0.28 TETRACOSANE,

1-BROMO-85 37.277 22958217 1.18 Tetratetracontane(CAS)n-Tetratetracontane

86 37.942 13130831 0.67 3,7-Dihydroxy-9-methoxy-1-methyl-6H-dibenzo[B,D]pyran-6-one 87 39.509 20016514 1.03 Tetratetracontane(CAS)n-Tetratetracontane

88 40.838 534227833 27.41 1,6,10,14,18,22-TETRACOSAHEXAEN-3-OL,2,6,10,15,19,23-HEXAMETHYL 89 42.207 16828941 0.86 Tetratetracontane(CAS)n-Tetratetracontane

90 45.561 9766200 0.50 Nonacosane(CAS)n-Nonacosane 1949237046 100.00


(6)

ii

RINGKASAN

ADE YUNIA PURNAMA PUTERI. E24080044. Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur. Dibimbing oleh Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc dan Anne Carolina, S.Si, M.Si.

Tektokuinon merupakan senyawa utama dalam ekstraktif kayu Jati yang berperan terhadap keawetan alaminya. Kadar dan komposisi ekstraktif dapat dipengaruhi oleh jenis, umur, bagian dalam kayu, dan lokasi tempat tumbuh. Pengetahuan tentang kadar tektokuinon dalam kayu Jati berdasarkan lokasi dan bagian kayu yang berbeda akan menjadi informasi penting terkait sifat dasar kayu dan potensi pemanfaatan komponen kimia kuinon dalam kayu Jati. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar ekstrak kuinon dan tektokuinon dalam kayu dan kulit Jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur dengan menggunakan pelarut etanol dan toluena. Ekstraksi dilakukan dengan metode sokletasi menggunakan pelarut etanol dan toluena perbandingan volume 1:1, 1:2, dan 2:1. Penentuan konsentrasi relatif kuinon, antrakuinon, dan tektokuinon dalam ekstrak menggunakan Pyrolisis-Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GCMS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarut etanol/toluena 1:1 dan 1:2 menghasilkan kadar ekstrak yang tinggi dengan nilai yang hampir sama, akan tetapi pelarut etanol/toluena 1:1 lebih efektif untuk mengisolasi kuinon dalam kayu Jati. Jati Jawa Timur memiliki kadar ekstraktif, kadar kuinon, antrakuinon, dan 2-metilantrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan Jati Jawa Barat. Perbedaan faktor lingkungan dan tempat tumbuh kemungkinan besar sebagai faktor yang berperan pada perbedaan tersebut. Berdasarkan bagian pohon, walaupun bagian kulit kayu Jati menghasilkan kadar ekstrak terlarut etanol/toluena yang lebih tinggi dibandingkan bagian kayu teras, akan tetapi ekstraktif kayu teras memiliki kadar kuinon, antrakuinon, dan 2-metilantrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit kayu. Limbah kayu Jati selain berpotensi untuk berbagai produk kayu dan energi, ekstraktifnya pun berpotensi sebagai sumber bahan kimia alami yang bermanfaat untuk berbagai penggunaan, seperti pengawet alami, insektisida alami, dan sebagai aditif pada proses pulping. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan diversifikasi produk pengolahan kayu dan peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam.

Kata kunci: Jati (Tectona grandis L.f), ekstraktif, tektokuinon, kuinon, antrakuinon.