Peningkatan Kadar Dan Rendemen Rhodinol Pada Fraksi Kaya Sitronelol Dan Geraniol Minyak Sereh Wangi Dengan Distilasi Molekuler

PENINGKATAN KADAR DAN RENDEMEN RHODINOL
PADA FRAKSI KAYA SITRONELOL DAN GERANIOL
MINYAK SEREH WANGI DENGAN DISTILASI
MOLEKULER

FAUZAN ALHAKIM

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul
Peningkatan Kadar dan Rendemen Rhodinol pada Fraksi Kaya Sitronelol dan
Geraniol Minyak Sereh Wangi dengan Distilasi Molekuler adalah karya saya
sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Fauzan Alhakim
NIM F34110051

ABSTRAK
FAUZAN ALHAKIM. Peningkatan Kadar dan Rendemen Rhodinol pada Fraksi
Kaya Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi dengan Distilasi Molekuler.
Dibimbing oleh MEIKA SYAHBANA RUSLI dan DWI SETYANINGSIH.
Rhodinol pada minyak sereh wangi memiliki pasar yang luas dan banyak
dibutuhkan pada industri parfum, pengusir serangga dan kosmetik. Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatan kadar rhodinol pada minyak sereh wangi dengan cara
distilasi molekuler atau Short Path Distillation dengan variasi suhu dan kecepatan
rotor. Bahan yang digunakan merupakan fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan
kadar total rhodinol sebesar 76.43%. Kadar rhodinol tertinggi pada penelitian ini
diperoleh pada suhu 64-68°C dan kecepatan rotor 300 rpm dengan kadar sebesar

82.45% dan rendemen sebesar 57.75%. Dua rentang suhu yang berbeda dikaji
menggunakan kecepatan rotor 300 rpm. Pada rentang suhu 56-60°C dihasilkan
rendemen sebesar 90.77% dengan kadar rhodinol 77.07%, sedangkan pada rentang
suhu 60-64°C dihasilkan rendemen sebesar 82.12% dan kadar rhodinol sebesar
79.59%.
Kata kunci: Minyak sereh wangi, peningkatan kadar rhodinol, distilasi molekuler.

ABSTRACT
FAUZAN ALHAKIM. Increasing Purity and Yield of Rhodinol in Citronellol and
Geraniol Rich Fraction of Citronellal Oil by Molecular Distillation. Supervised by
MEIKA SYAHBANA RUSLI and DWI SETYANINGSIH.
Rhodinol in citronella oil has wide market and needed by perfumery, insect
repellant, and cosmetic industries. The objective of this research was to increase
rhodinol content of citronella oil by molecular distillation or Short Path Distillation
with variation in temperature and rotor speed. Materials used were rich fraction of
citronellol and geraniol with total rhodinol content of 76.43%. The highest rhodinol
content from this research obtained at temperature of 64-68°C and rotor speed of
300 rpm with rhodinol content of 82.45% and yield of 57.75%. Two different
distillation temperature range using rotor speed of 300 rpm were observed. At
temperature range of 56-60°C it resulted in yield of 90.77% and rhodinol content

of 77.07%, while at temperature range of 60-64°C it resulted in yield of 82.12%
and rhodinol content of 79.59%.
Key words: Citronella oil, increasing of rhodinol content, molecular distillation.
.

PENINGKATAN KADAR DAN RENDEMEN RHODINOL
PADA FRAKSI KAYA SITRONELOL DAN GERANIOL
MINYAK SEREH WANGI DENGAN DISTILASI
MOLEKULER

FAUZAN ALHAKIM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Peningkatan Kadar dan Rendemen Rhodinol pada Fraksi Kaya
Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi dengan Distilasi
Molekuler
Nama
: Fauzan Alhakim
NIM
: F34110051

Disetujui oleh

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc.
Pembimbing I

Dr. Dwi Setyaningsih, M.Si
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
sebagai syarat mendapatkan gelar S.Tp dari Departemen Teknologi Industri
Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Salawat serta salam juga saya limpahkan
kepada nabi besar Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini adalah Peningkatan
Kadar dan Rendemen Rhodinol pada Fraksi Akhir Minyak Sereh Wangi dengan
Distilasi Molekuler.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli,
M.Sc, selaku dosen pembimbing I, ibu Dr. Dwi Setyaningsih, M.Si, selaku dosen
pembimbing II dan bapak Dr. Ir. Muslich, M.Si, selaku dosen penguji. Di samping
itu, ucapan terimakasih juga disampaikan kepada manager, supervisor dan staff PT.

Indesso Aroma yang telah memberikan izin serta masukan-masukan yang sangat
membantu pada penelitian ini, yaitu Pak Leo, Pak Iwan, Pak Nanang, Pak Erwin,
Mas Edu, Kang Irwan, Kang Aruz, Mas Heri, dan Mas Anggi.
Ucapan terimakasih juga diperuntukkan kepada keluarga tercinta terutama
Papa yang selalu memberikan nasehat dan dukungan baik itu secara materi dan
moril serta kepada almarhumah Mama tercinta, semoga beliau selalu diberikan
ampunan dan rahmat oleh Allah SWT. Tidak luput juga terimakasih kepada Tante
Etty, Uni, Mas Jay, Bu Des serta kepada Uni Yet yang sudah memberikan izin bagi
penulis untuk menginap di Cibubur selama penelitian berlangsung. Semoga seluruh
keluarga penulis selalu diberikan ampunan, rahmat serta rezeki oleh Allah SWT.
Penulisan karya ilmiah ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa dukungan
dari teman-teman yang selalu memberikan semangat dan masukan. Terimakasih
kepada Vika, Bagas, Tio, Salas, Hanif, Naura, Adya, Osyi, Alfiyan dan seluruh
teman-teman TIN 48. Terimakasih kepada seluruh teman-teman dari NGNK dan
Alumni IPA 1 SMAN 4 Bogor. Terimakasih juga kepada kakak-kakak kelas
sebimbingan yaitu Kak Ucup, Kak Alfiyandi, Kak Athin, Kak Amina dan Kak
Arum yang banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Fauzan Alhakim


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Distilasi Molekuler
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan
Alat
Metode Penelitian
Karakterisasi Bahan Baku
Penentuan Kecepatan Rotor
Penentuan Rentang Suhu

Prosedur Analisis Data
Analisis Produk
Analisis Gas Chromatography (GC)
Analisis Sifat Fisiko-kimia
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Bahan Baku
Penentuan Kecepatan Rotor Wiper
Pengujian Rentang Suhu Distilasi
Pengujian Sifat Fisiko Kimia
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1

1
2
2
2
2
4
4
4
5
5
5
5
7
8
8
9
9
10
10
11

15
18
20
20
20
20
20
32

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9


Karakteristik Bahan Hasil Analisis GC
Tekanan Uap Senyawa Penyusun Minyak Sereh Wangi pada Suhu 25 °C
Hasil Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 200 rpm
Hasil Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm
Kadar Rhodinol (%) dalam Residu pada Variasi Kecepatan Rotor
Hasil Proses SPD pada Suhu 60-64°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm
Hasil Proses SPD pada Suhu 56-60°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm
Kadar Rhodinol (%) dalam Residu pada Suhu 56-60°C dan 60-64°C
Sifat Fisiko Kimia Residu Hasil Proses pada Variasi Rentang Suhu

11
11
12
12
14
15
16
16
19

DAFTAR GAMBAR
Skema Proses Distilasi Molekuler/SPD (Martinello et al. 2008)
Skema Pemisahan SPD (Martinello et al. 2008)
Skema Distilasi SPD Tiga Tahap
Skema Proses pada Penentuan Kecepatan Rotor SPD
Skema Proses pada Penentuan Rentang Suhu
Kromatogram Bahan Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol
Grafik Perbandingan Persentase Rendemen dan Kadar Rhodinol Total
Residu pada Kondisi 200 rpm dan 300 rpm
8 Grafik Perbandingan Persentase Rendemen dan Kadar Rhodinol Total
Residu pada Kecepatan Rotor 300 rpm dengan Variasi Rentang Suhu
1
2
3
4
5
6
7

3
4
6
7
8
10
14
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Metode Analisis Gas Chromatography (GC)
Evaluasi Proses Short Path Distillation (SPD)
Neraca Massa Rhodinol
Hasil Fisiko Kimia pada Distilat Akhir dan Total Residu

23
24
28
29

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak sereh wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang dihasikan
dari tanaman sereh wangi (Cymbopogon winterianus) (Yuliani dan Satuhu 2012).
Guenther (2006), menyebutkan bahwa terdapat tiga komponen yang mempunyai
kandungan tertinggi pada minyak ini yakni sitronelal (32-45%), geraniol (12-18%),
dan sitronelol (11-15%). Rhodinol adalah campuran dari sitronelol dan geraniol
(Burdock 2010). Rhodinol banyak dibutuhkan oleh industri parfum, aromaterapi,
pengusir serangga, deodoran dan kosmetik. Rhodinol memiliki penampakan berupa
cairan jernih tidak berwarna sampai kuning pucat dan memiliki aroma bunga
(floral), mawar (rose), dan seperti geranium (Brechbill 2009).
Sampai saat ini spesifikasi rhodinol sangat beragam. WHO (2004)
mendefinisikan rhodinol sebagai total campuran sitronelol dan geraniol dengan
kadar minimal 82%. Sedangkan menurut Thegoodscentscompany (2015), produk
dapat disebut rhodinol apabila memiliki kadar total alkohol 70-100%. Selain itu,
beberapa perusahaan seperti Ernesto Ventos, Bedoukian, Sigma Aldrich dan
Moelhaussen memiliki syarat produk rhodinol yang berbeda-beda. Ernesto Ventos
memiliki produk rhodinol dengan spesifikasi sitronelol 12-25% dan geraniol 2848%, Bedoukian memiliki spesifikasi sitronelol 56% dan geraniol 37-43%,
sedangkan perusahaan Sigma Aldrich dan Moelhaussen hanya memberikan
spesifikasi produk rhodinol dengan keterangan total alkohol ≥82% dan ≥95%.
Burdock (1995) menambahkan bahwa komposisi rhodinol komersial pada pasar
masih kontroversial.
Proses isolasi rhodinol dapat dilakukan baik secara secara fisik maupun
secara kimia. Proses isolasi rhodinol yang menggunakan bahan kimia pada
dasarnya akan memiliki dampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Proses isolasi
rhodinol secara fisik dapat dilakukan umumnya menggunakan fraksinasi vakum
dan distilasi molekuler. Kedua proses ini sama-sama menggunakan tekanan yang
rendah dalam pemisahannya. Hal ini disebabkan sitronelol dan geraniol merupakan
senyawa dengan bobot molekul dan titik didih yang tinggi (Perry dan Green 1997).
Siwi (2013), melakukan penelitian untuk memisahkan fraksi kaya sitronelal,
sitronelol dan geraniol pada minyak sereh wangi menggunakan distilasi fraksinasi
vakum. Kadar rhodinol terbaik didapatkan pada rasio refluks 20:10 dan tekanan 34 mbar dengan kadar rhodinol mencapai 74.20 % dan rendemen 25.00%. Selain
distilasi fraksinasi vakum, proses pemisahan rhodinol juga dapat dilakukan
menggunakan distilasi molekuler.
Proses distilasi molekuler atau biasa disebut Short Path Distillation (SPD)
merupakan salah satu proses pemisahan secara fisik yang menggunakan tekanan
yang sangat rendah (10-2 – 10-4 KPa) pada proses distilasinya (Martinello et al.
2008). Pada kondisi ini, suhu operasi akan turun sehingga dapat mengurangi
dekomposisi termal dan resiko oksidasi pada minyak (Duran et al. 2011). Penelitian
terkait pemurnian rhodinol menggunakan SPD sebelumnya juga telah dilakukan.
Alu (2013) melakukan proses SPD guna meningkatkan kadar rhodinol pada minyak
sereh wangi dengan cara menurunkan fraksi depan terutama komponen sitronelal.

2
Bahan yang digunakan merupakan fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi
fraksinasi vakum yang masih mengandung sejumlah fraksi depan terutama
sitronelal dan fraksi belakang seperti sitronelol, geraniol serta ester-esternya. Pada
kondisi laju alir 1-2 tetes/detik, rentang suhu distilasi 58-62°C, kenaikan suhu 1°C
dan kecepatan rotor 200 rpm, didapatkan kadar rhodinol tertinggi yakni 60.46%
dengan rendemen sebesar 16.72%.
Nuryanti (2013), berhasil meningkatkan kadar rhodinol pada fraksi kaya
sitronelol dan geraniol minyak sereh wangi menggunakan SPD. Pada penelitiannya,
proses SPD dilakukan sebanyak tiga kali distilasi dengan redistilasi berasal dari
residu. Pada kondisi laju alir 1 tetes/detik, rentang suhu 64-68°C, kenaikan suhu
2°C, dan kecepatan rotor 200 rpm, hasil yang didapatkan memiliki kadar total
sitronelol dan geraniol (rhodinol) yang cukup tinggi, yaitu mencapai 89.01% pada
residu akhir. Namun rendemen residu akhir yang dihasilkan rendah yakni hanya
3.86 % sehingga nilai ekonomisnya rendah. Rendahnya rendemen tersebut
disebabkan oleh tahapan proses distilasi yang meredistilasi umpan dari residu.
Selain itu, terdapat kesulitan pemisahan rhodinol dari kelompok ester yang
disebabkan golongan ester tersebut memiliki titik didih dan tekanan uap yang
sangat berdekatan dengan rhodinol. Hal ini menyebabkan golongan ester tersebut
menguap lebih dahulu atau secara bersamaan dengan rhodinol. Oleh sebab itu, perlu
adanya perbaikan kondisi proses distilasi agar rhodinol yang didapatkan memiliki
kadar serta rendemen yang tinggi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi proses terbaik pada
distilasi molekuler atau Short Path Distillation dalam upaya peningkatan kadar dan
rendemen rhodinol pada fraksi kaya sitronelol dan geraniol minyak sereh wangi.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada pengkajian kecepatan rotor dan
rentang suhu dari distilasi molekuler atau Short Path Distillation untuk
meningkatkan kadar dan rendemen rhodinol pada fraksi kaya sitronelol dan
geraniol minyak sereh wangi.

TINJAUAN PUSTAKA
Distilasi Molekuler
Distilasi Molekuler atau Short Path Distillation (SPD) adalah proses separasi
fraksi-fraksi molekul yang berbeda bobotnya pada suhu serendah mungkin untuk
menghindari kerusakan bahan. Metode distilasi ini digunakan untuk pemurnian
komponen-komponen yang tidak stabil secara termal dan memiliki volalitas rendah
(Lutisan et al. 2002; Martinello et al. 2008). Suhu operasi yang rendah disebabkan
tekanan operasi SPD yang sangat rendah hingga dapat mencapai 10-3 mbar. Selain

3
itu, keunggulan proses SPD dibandingkan metode distilasi lain adalah waktu
distilasi yang singkat, aliran operasi kontinyu, dan jarak yang sempit antara
kondensor dan evaporator (Shimada et al. 2000). Metode distilasi ini disebut “short
path” dikarenakan jarak evaporator dan kondesor yang berdekatan, tidak seperti
metode distilasi pada umumnya. Kondisi ini membuat laju evaporasi menjadi tinggi
dan menurunkan waktu tinggal molekul dalam proses. Dua kondisi ini, yakni suhu
yang rendah dan waktu tinggal molekul yang singkat, dapat meminimalkan
dekomposisi termal pada komponen sehingga kualitas produk dapat terjaga
(Manohar dan Sankar 2009; Martinello et al. 2008; Rossi et al. 2014). Beberapa
keunggulan dan manfaat dari proses SPD ini membuat metode ini banyak
diterapkan berbagai industri seperti industri kosmetik, farmasi, makanan dan
petrokimia (Tovar et al. 2011). Skema proses SPD ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema Proses Distilasi Molekuler/SPD (Martinello et al. 2008)
Proses SPD pada penelitian ini berupa wiped film evaporator. Proses wiped
film ini memungkinkan bahan membentuk lapisan tipis ketika mengalir dari tabung
umpan menuju dinding evaporator akibat adanya sistem agitasi mekanik oleh wiper.
Lapisan tipis tersebut selanjutnya akan turun sepanjang pemanas dengan adanya

4
gaya gravitasi dan celah didalam wiper. Selama bahan mengalir pada pemanas,
terjadi evaporasi yang bergantung pada bobot molekul bahan dan tekanan uapnya.
Bahan yang tidak terevaporasi kemudian akan mengalir menuju kolom residu,
sedangkan bahan yang terevaporasi akan terkondensasi ke permukaan kondesor dan
mengalir menuju kolom distilat. Gambaran proses pemisahan pada SPD ini dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema Pemisahan SPD (Martinello et al. 2008)

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan Mei hingga Agustus 2015, di unit Research
and Development (R&D) dan Quality Control (QC) PT. Indesso Aroma.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fraksi akhir minyak
sereh wangi hasil fraksinasi vakum yang kaya sitronelol dan geraniol. Kondisi
fraksinasi vakum dilakukan dengan kondisi refluks 10:10 serta tekanan 1-2 mbar
dan 4-5 mbar.

5
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat Short Path
Distillation (SPD) yang terdapat pada Unit R&D PT. Indesso Aroma. Alat SPD ini
berskala lab dengan tipe wiped film evaporator, yang terdiri atas tabung umpan,
mesin pemanas dengan media penghantar panas berupa etilen glikol, mesin
pendingin, pompa vakum dan mesin rotor. Alat ini memiliki kapasitas umpan
maksimal sebesar 250 ml, suhu evaporator maksimum 250 oC dan luas permukaan
evaporator sebesar 0.03 m2. Alat-alat yang digunakan untuk analisis fisikokimia
adalah densitymeter digital DMA 4500 M, refraktometer digital ATAGO,
polarimeter ATAGO Polax-2L dan injektor. Selain itu, alat-alat penunjangnya
antara lain pipet, stopwatch, botol-botol sampel kapasitas 15 ml, botol-botol gelap,
labu erlenmeyer, gelas ukur, termometer, timbangan, alat Gas Chromatography
(GC) Agilent 7890A dan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)
Agilent 5975C.
Metode Penelitian
Karakterisasi Bahan Baku
Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui kadar komponenkomponen yang terdapat dalam bahan baku. Karakterisasi bahan baku dilakukan
menggunakan GC-MS milik PT. Indesso Aroma. Analisis GC-MS dilakukan untuk
mengetahui pola puncak serta komponen-komponen yang berada pada puncak
tersebut. Analisis GC-MS ini kemudian dikalibrasi dengan pola puncak yang
terdapat pada analisis GC untuk mengetahui persentase kadar masing-masing
senyawa. Proses kalibrasi puncak ini dapat dilakukan karena pola puncak pada
kromatogram GC-MS dan GC pada dasarnya adalah sama. Kondisi operasi GC dan
GC-MS pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penentuan Kecepatan Rotor
Proses penentuan kecepatan rotor wiper didasarkan pada faktor-faktor yang
berpengaruh pada proses Short Path Distillation (SPD). Faktor-faktor tersebut
antara lain suhu, laju umpan, kecepatan putaran rotor, tekanan operasi, dan vakum
(Laksmono et al. 2005; Martinello et al. 2008; Rossi et al. 2014). Kecepatan rotor
yang digunakan pada penelitian ini adalah 200 rpm dan 300 rpm. Pemilihan
kecepatan rotor tinggi (300 rpm) diduga akan meningkatkan tekanan uap pada
kolom sehingga pemisahan akan terjadi berdasarkan perbedaan tekanan uapnya.
Pada penelitian ini, proses SPD dilakukan tiga tahap dengan umpan yang
diredistilasi berasal dari distilat. Proses SPD dilakukan sebanyak dua kali ulangan.
Skema proses distilasi tiga tahap ini ditunjukkan pada Gambar 3. Proses redistilasi
distilat bertujuan untuk meningkatkan rendemen residu yang merupakan produk
pada penelitian ini. Residu dan distilat yang didapatkan ditimbang dan dianalisis
menggunakan GC. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui kadar sitronelol,
geraniol, serta ester-esternya.

6

D3
D2

D1
F

R3
R2

R1
Keterangan : 1) F= Umpan, 2) D= Distilat, 3) R= Residu

Gambar 3 Skema Distilasi SPD Tiga Tahap
Variabel independen kondisi proses yang digunakan pada percobaan ini
adalah rentang suhu 64-68 °C, peningkatan suhu distilasi 2°C, laju alir 1 tetes/detik
(± 0.018 g/detik), tekanan vakum 10-3 mbar dan suhu kondensor pada 10 °C
sedangkan variabel dependennya adalah kecepatan rotor 200 rpm dan 300 rpm.
Suhu distilasi 64-68°C dipilih berdasarkan pada titik didih senyawa sitronelol dan
geraniol yang masing-masing berada pada kisaran 66°C dan 69°C pada tekanan 1
mbar (Maloney 2008). Peningkatan suhu distilasi 2°C dipilih berdasarkan penelitian
Alu (2013), yang menyatakan bahwa kenaikan suhu 2°C menghasilkan tahapan
proses SPD yang lebih pendek, rendemen residu yang lebih tinggi dan karakteristik
mutu produk yang lebih baik. Diagram alir penentuan kecepatan rotor ini dapat
dilihat pada Gambar 4.

7

Bahan
120 g

Analisis kadar dan
identifikasi senyawa
pada minyak
menggunakan GC dan
GCMS

Proses SPD 3 tahap
(redistilasi destilat), 64-68 oC
(kenaikan suhu 2 oC), laju alir
1 tetes/detik (± 0.018 g/detik),
kecepatan rotor 200 dan 300
rpm

Destilat

Residu

Timbang,
Analisis GC, Uji
Fisikokimia

Gambar 4 Diagram Alir Penentuan Kecepatan Rotor SPD
Penentuan Rentang Suhu
Percobaan penentuan rentang suhu dilakukan untuk mengetahui pengaruh
rentang suhu proses SPD terhadap tingkat kemurnian sitronelol dan geraniol.
Rentang suhu yang digunakan adalah 56-60°C dan 60-64°C. Kecepatan rotor yang
digunakan diacu dari penelitian pendahuluan, dimana kecepatan rotor yang
menghasilkan kadar sitronelol dan geraniol tertinggi dipakai pada penelitian ini.
Sedangkan rentang suhu 56-60°C dan 60-64oC digunakan untuk melihat pengaruh
rentang suhu yang lebih rendah terhadap rendemen dan kadar rhodinol pada residu.
Kondisi lainnya seperti laju alir bahan dan tekanan vakum dibuat sama seperti pada
percobaan kecepatan rotor. Sama halnya dengan pengujian kecepatan rotor, proses
ini dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Adapun skema proses untuk penentuan
rentang suhu disajikan pada Gambar 5.

8
Bahan
120 g

Proses SPD 3 tahap (redistilasi
destilat), suhu 56-60 oC dan 6064 oC (kenaikan suhu 2 oC), laju
alir 1 tetes/detik (± 0.018 g/
detik), dan kecepatan rotor x rpm
(ditentukan pada uji sebelumnya)

Destilat

Residu

Timbang,
Analisis GC, Uji
Fisikokimia

Gambar 5 Diagram Alir Penentuan Rentang Suhu
Prosedur Analisis Data
Analisis Produk
Parameter yang digunakan untuk analisis proses SPD adalah suhu distilasi (T),
massa distilat (D), massa residu (R), rendemen distilat (%WtD), rendemen residu
(%WtR), dan kehilangan (loss). Rendemen merupakan persentase hasil dengan
membagi jumlah massa produk yang dihasilkan terhadap jumlah massa bahan awal
yang digunakan, sedangkan kehilangan (loss) merupakan massa yang hilang selama
proses. Rendemen distilat dan residu serta persentase loss dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
%Wt D =
%Wt R =
% Loss =

Distilat gr
x
Bahan awal gr

Residu gr
x
Bahan awal gr

Total loss gr
x
Bahan awal gr

%
%
%

9

Analisis Gas Chromatography (GC)
Analisis produk selanjutnya dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography (GC). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar komponen
utama dan komponen tambahan dalam produk sebagai hasil proses SPD.
Komponen utama dalam hal ini adalah sitronelol dan geraniol, sedangkan
komponen tambahan adalah sitronelil asetat dan geranil asetat. GC adalah teknik
analisis dimana komponen di dalam campuran dipisahkan menggunakan fase gerak
berupa gas pembawa yang inert dan fase diam berupa padatan atau cairan di dalam
kolom (Kupiec 2004). Proses penggunaan GC diawali dengan menginjeksikan
sampel sebanyak 1 μl ke dalam injektor. Di dalam injektor, terjadi proses pemisahan
dengan menguapkan sampel cairan menjadi fase gas untuk dibawa ke kolom. Gas
pembawa inert yang disebut sebagai fase gerak akan melarutkan molekul dalam
bahan dan melewati kolom sebagai fase diam. Di dalam kolom ini, sampel akan
dipisahkan karena adanya interaksi antara molekul dengan fase gerak dan fase
diamnya, maka fase gerak akan membawa molekul dengan titik didih rendah lebih
dulu. Semakin lama waktu retensi komponen pada puncak (peak) yang terdapat
dalam kromatogram, maka menunjukkan semakin tinggi titik didih komponen
tersebut.
Analisis Sifat Fisiko-kimia
Analisis fisiko-kimia dalam penelitian ini meliputi bobot jenis, indeks bias,
putaran optik, warna dan kelarutan alkohol. Analisis fisiko-kimia ini dilakukan
terhadap residu dan distilat dari masing-masing proses SPD. Hasil fisikokimia ini
kemudian dibandingkan dengan SNI 06-0026-1987 tentang syarat mutu geraniol.
Hal ini dikarenakan bahan yang diuji merupakan fraksi kaya geraniol walau masih
memiliki kandungan sitronelol, sitronelil asetat, geranil asetat dan komponen kecil
lainnya.
Bobot jenis adalah perbandingan antara berat minyak pada suhu yang
ditentukan dengan berat air pada volume yang sama. Analisis bobot jenis dilakukan
menggunakan alat densitymeter digital. Kondisi operasi yang digunakan yaitu pada
suhu 25°C dengan jumlah sampel setiap analisis sejumlah 1 ml. Indeks bias
merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di udara dengan kecepatan
cahaya di dalam minyak pada suhu tertentu. Analisis indeks bias dilakukan dengan
menggunakan alat refraktometer digital. Kondisi operasi yang digunakan yaitu pada
suhu 20°C dengan jumlah sampel 1-2 tetes.
Analisis putaran optik dilakukan menggunakan alat polarimeter. Sampel
sebanyak 5-10 ml dimasukkan ke dalam tabung polarimeter untuk kemudian
dianalisis putaran optiknya. Sifat optis aktif minyak tersebut dinyatakan dalam
derajat rotasi. Pengamatan warna dilakukan secara visual dengan menggunakan
indera penglihatan langsung terhadap sampel. Sedangkan uji kelarutan alkohol
dilakukan menggunakan etanol 70% dengan perbandingan 1:1.2. Burdock (1995),
menyatakan bahwa rhodinol dapat larut dalam alkohol 70% dengan perbandingan
1:1.2, dalam alkohol 60% dengan perbandingan 1:1.5, tidak larut dalam air dan
umumnya larut pada sebagian besar pelarut organik.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Bahan Baku
Pada penelitian ini digunakan bahan yang merupakan fraksi kaya sitronelol
dan geraniol minyak sereh wangi hasil fraksinasi vakum. Karakterisasi bahan
dilakukan dengan menguji kadar bahan menggunakan GC dan GC-MS. Hasil
analisis GC memperlihatkan pola puncak komponen-komponen pada bahan baku.
Adapun pola puncak ini kemudian dikalibrasi dengan hasil analisis GC-MS untuk
mengidentifikasi komponen yang terdapat pada puncak tersebut. Hasil GC yang
telah dikalibrasi dengan GC-MS menunjukkan bahwa komponen-komponen yang
terdapat pada minyak didominasi oleh sitronelol dan geraniol dengan kadar
berturut-turut 19.84% dan 56.59% sehingga total campurannya (rhodinol) pada
bahan sebesar 76.43%. Selain itu terdapat beberapa puncak yang kadarnya relatif
kecil tetapi berpengaruh terhadap kadar sitronelol dan geraniol. Dari sejumlah
puncak kecil tersebut, terdapat dua puncak yang kadarnya melebihi puncak kecil
lainnya. Kedua puncak itu merupakan sitronelil asetat dan geranil asetat dengan
kadar berturut-turut 5.78% dan 6.53% sehingga total ester-ester tersebut berjumlah
12.31%. Kromatogram pada hasil GC ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Karakterisitik bahan hasil analisis GC yang telah dikalibrasi dengan hasil analisis
GC-MS dapat dilihat pada Tabel 1.

Ket : 1) Sitronelol, 2) Geraniol, 3) Sitronelil Asetat, 4) Geranil Asetat, 5) β-Elemene,
6) β-Kariofilen, 7) Bergamotene, 8) α-Kariofilen, 9) β-Kariofilen Epoksida

Gambar 6 Kromatogram Bahan Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol

11
Tabel 1 Karakteristik Bahan Hasil Analisis GC
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nama Senyawa
Sitronelol
Geraniol
Sitronelil Asetat
Geranil Asetat
β-Elemene
β-Kariofilen
Bergamotene
α-Kariofilen
β-Kariofilen Epoksida

Kadar (%)
19.84
56.59
5.78
6.53
1.23
4.54
1.31
1.11
1.37

Gambar 6 dan Tabel 1 menunjukkan bahwa bahan yang digunakan memang
merupakan fraksi akhir minyak sereh wangi. Bahan ini disebut fraksi akhir minyak
sereh wangi karena fraksi depan minyak sereh wangi yang didominasi oleh
sitronelal telah hilang. Kadar sitronelal pada hasil GC-MS sangat kecil, yakni hanya
0.02 %. Minyak sereh wangi asal Jawa menurut Guenther (2006) mengandung
komponen-komponen sebagai berikut : 32 % - 45 % sitronelal, 12 % - 15 % geraniol,
11 % - 15 % sitronelol, 3 % - 8 % geranil asetat, 2 % - 4 % limonene, 3 % - 4 %
kadinen, dan 2 % - 36 % adalah sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, vanillin,
kamfen, α-pinen, linalool, dan β-kariofilen.
Penentuan Kecepatan Rotor Wiper
Pada percobaan ini, kecepatan rotor yang digunakan adalah 200 rpm dan 300
rpm. Kondisi lainnya dibuat tetap, yakni : rentang suhu 64°C-68°C, kenaikan suhu
2°C, laju alir 1 tetes/detik (±0.018 g/detik), dan tekanan vakum 10-3 mbar.
Penggunaan rotor kecepatan tinggi (300 rpm) bertujuan untuk meningkatkan
tekanan uap pada kolom sehingga pemisahan akan berlangsung berdasarkan
tekanan uap molekul. Komponen tambahan pada bahan seperti sitronelil asetat dan
geranil asetat memiliki tekanan uap lebih tinggi dibandingkan sitronelol dan
geraniol sehingga pada proses pemurnian, senyawa dengan tekanan uap tinggi akan
menguap lebih dahulu. Data mengenai bobot molekul serta tekanan uap komponenkomponen penyusun minyak sereh wangi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Tekanan Uap Senyawa Penyusun Minyak Sereh Wangi pada Suhu 25°C
Senyawa
Bobot
penyusun
molekul(a)
Limonen
136.23
Sitronelal
154.24
Sitronelol
156.20
Geraniol
154.24
Sitronelil Asetat
198.30
Geranil Asetat
196.29
β - Kariofilen
204.35

Titik didih (°C)
pada 1 atm(a)
176-178
204-208(b)
225(d)
230(b)
229
240-245
256-259

Tekanan (25°C)
mbar (c)
mmHg (c)
2.0545
1.5410
0.0373
0.0280
0.0588(d)
0.0441(d)
0.0399(d)
0.0300 (d)
0.0547(d)
0.0410 (d)
(d)
0.0439
0.0330 (d)
0.0173
0.0130

Sumber: a Burdock (2010), b Maloney (2008), c Thegoodscentscompany (2015), d US EPA (2015)

12
Tabel 2 memperlihatkan bahwa sitronelil asetat dan geranil asetat memiliki
bobot molekul dan titik didih yang lebih tinggi dibandingkan sitronelol dan
geraniol. Komponen dengan bobot molekul dan titik didih yang lebih tinggi pada
dasarnya akan berada pada residu (Laksmono et al. 2005). Namun, tekanan uap
golongan ester tersebut lebih tinggi sehingga lebih volatil dibandingkan alkoholnya.
Oleh karena itu ester-ester tersebut cenderung akan terkonsentrasi pada distilat,
sedangkan rhodinol terkonsentrasi pada residu. Laksmono et al (2005)
menambahkan bahwa umumnya produk yang diinginkan pada proses distilasi
molekuler adalah distilat. Namun pada penelitian ini produk yang diinginkan berada
pada residu. Pada percobaan pengaruh kecepatan rotor, proses SPD dilakukan
sebanyak tiga kali distilasi dengan umpan yang diredistilasi berasal dari distilat
sehingga diperoleh produk berupa residu I, II, dan III. Hasil proses SPD pada
kecepatan rotor 200 rpm dan 300 rpm berdasarkan rendemennya ditunjukkan pada
Tabel 3 dan Tabel 4, sedangkan evaluasi proses SPD secara lengkap pada penelitian
ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 3 Hasil Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 200 rpm
Run

T (°C)

F (g)

D (g)

R (g)

% WtD

% WtR

Loss (g)

1

64

120.00

48.11

71.14

40.09

59.28

0.76

2

66

47.26

27.86

18.82

58.95

39.83

1.44

3

68

26.56

19.61

6.54

73.83

24.63

1.71

Total

96.50

3.90

Tabel 4 Hasil Proses SPD pada Suhu 64-68°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm
Run

T (°C)

F (g)

D (g)

R (g)

% WtD

% WtR

Loss (g)

1

64

120.00

74.71

44.79

62.25

37.32

0.51

2

66

72.20

55.86

16.13

77.36

22.34

2.72

3

68

55.50

46.61

8.39

83.98

15.12

0.85

Total
Keterangan:

69.31
T
F
D
R
%WtD
%WtR
Loss

= Suhu distilasi
= Umpan
= Distilat
= Residu
= Rendemen distilat
= Rendemen residu
= Kehilangan

4.09

13
Pada Tabel 3 dan Tabel 4, dapat dilihat bahwa proses SPD pada kecepatan
rotor 300 rpm memiliki total residu yang lebih rendah dibandingkan pada kecepatan
rotor 200 rpm dengan kondisi suhu yang sama (64°-68°C). Kedua kondisi tersebut
menggunakan umpan dengan jumlah yang sama yakni 120 g. Pada kondisi 300 rpm,
didapatkan total residu berjumlah 69.31 g, sedangkan pada kondisi 200 rpm
didapatkan total residu berjumlah 96.50 g. Hasil tersebut membuktikan bahwa
kecepatan rotor wiper berpengaruh terhadap rendemen produk. Kecepatan rotor
yang lebih tinggi (300 rpm) pada dasarnya akan mempercepat agitasi mekanik
wiper, sehingga memperpanjang waktu bahan berada pada kolom. Waktu yang
lebih lama menyebabkan bahan terus menerus membentuk lapisan film tipis pada
kolom yang dipanaskan sehingga meningkatkan tekanan uap pada bahan.
Peningkatan tekanan uap ini pada akhirnya akan memaksimalkan proses penguapan
sehingga rendemen residu menjadi lebih rendah dan rendemen distilat menjadi
lebih tinggi. Walau demikian, rendemen pada kedua kondisi tersebut jauh lebih
tinggi dibandingkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alu (2013)
dan Nuryanti (2013).
Alu (2013) melakukan proses pemurnian rhodinol dengan teknik SPD
menggunakan umpan yang mempunyai kadar rhodinol sebesar 41.44% dan masih
mengandung sejumlah komponen sitronelal. Kondisi proses yang digunakan adalah
pada rentang suhu 58-62°C dan kecepatan rotor 200 rpm. Hasil yang diperoleh
adalah residu dengan kadar rhodinol 60.46% dengan rendemen sebesar 16.72%.
Sedangkan Nuryanti (2013) melakukan proses pemurnian rhodinol dengan SPD
menggunakan umpan yang merupakan fraksi kaya sitronelol dan geraniol hasil
fraksinasi minyak sereh wangi. Fraksi tersebut mengandung kadar sitronelol
19.21% dan geraniol 54.70% sehingga kadar totalnya (rhodinol) sebesar 73.91%.
Umpan yang diredistilasi berasal dari residu dan dilakukan distilasi tiga tahap.
Dalam penelitiannya didapatkan bahwa pada rentang suhu 64°C-68° dan kecepatan
rotor 200 rpm menghasilkan peningkatan kadar rhodinol terbaik pada residu akhir,
yakni mencapai 89.01%. Namun, tingginya kadar rhodinol tersebut berimbas pada
semakin rendahnya rendemen residu yang didapatkan. Rendemen residu akhir yang
didapatkan pada kondisi tersebut adalah sebesar 3.86%.
Rendemen total residu pada kecepatan rotor 200 rpm dan 300 rpm berturutturut sebesar 80.42% dan 57.75%. Rendemen residu yang lebih tinggi ini
disebabkan oleh tahapan proses distilasi pada penelitian ini yang melakukan
redistilasi dengan umpan berasal dari distilat, berbeda dengan kedua penelitian
sebelumnya yang melakukan redistilasi dengan umpan berasal dari residu. Proses
redistilasi pada distilat akan menambah jumlah residu (produk), sehingga rendemen
produk akan semakin tinggi. Sementara itu kehilangan (loss) masing-masing proses
relatif sama. Sebagian besar loss pada masing-masing proses disebabkan oleh sisa
minyak yang masih menempel pada dinding kolom setelah diproses. Jumlah loss
ini sudah di minimalkan dengan cara menunggu sekitar 15-20 menit ketika akan
mengambil produk setiap selesai melakukan proses SPD. Selanjutnya dilakukan
Analisis GC yang bertujuan untuk melihat pengaruh kecepatan rotor terhadap
persentase kadar rhodinol pada total residu dan distilat akhir. Kadar rhodinol pada
kedua kondisi proses tersebut ditunjukkan pada Tabel 5, sedangkan grafik
perbandingan rendemen dan kadar rhodinol total residu dari kedua proses tersebut
ditunjukkan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

14
Tabel 5 Kadar Rhodinol (%) dalam Total Residu dan Distilat Akhir pada Variasi
Kecepatan Rotor

200 rpm
300 rpm

120
120

Rendemen (%)

Kondisi

Umpan
(g)

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Total Residu
Bobot
Kadar Rhodinol
(g)
(%)
96.50
78.87
69.31
82.45

Distilat Akhir
Bobot
Kadar Rhodinol
(g)
(%)
19.61
62.30
46.61
67.73

80,42
57,75

200
300
Kecepatan Rotor (rpm)

Gambar 7 Grafik Perbandingan Rendemen Total Residu pada Kecepatan Rotor
200 rpm dan 300 rpm dengan Suhu 64-68°C
90

Kadar Rhodinol (%)

80

78,87

82,45

200

300

70
60
50
40
30
20
10
0
Kecepatan Rotor (rpm)

Gambar 8 Grafik Perbandingan Kadar Rhodinol Total Residu pada Kecepatan
Rotor 200 rpm dan 300 rpm dengan Suhu 64-68°C

15
Tabel 5 menunjukkan bahwa total residu pada kecepatan rotor 300 rpm
dengan suhu 64-68°C, dihasilkan kadar rhodinol yang lebih tinggi dibandingkan
pada kecepatan rotor 200 rpm dengan suhu yang sama. Kedua proses tersebut
menggunakan umpan awal yang memiliki kadar rhodinol yang sama yakni sebesar
76.43%. Kadar rhodinol dalam total residu yang didapatkan pada kondisi 300 rpm
adalah sebesar 82.45% dengan peningkatan kadar sebesar 6.02% dibandingkan
umpan awal. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan total residu pada kondisi rotor 200
rpm yang hanya mengalami kenaikan kadar rhodinol sebesar 2.44% dibandingkan
umpan awal. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan rotor wiper
mampu meningkatkan kadar rhodinol pada residu. Kecepatan rotor yang lebih
tinggi (300 rpm) dapat meningkatkan tekanan uap pada kolom SPD, sehingga esterester yang memiliki tekanan uap lebih tinggi dapat terkonsentrasi pada distilat.
Namun, perbedaan tekanan uap dan titik didih antara rhodinol dengan esteresternya sangatlah kecil. Hal ini menyebabkan banyak komponen rhodinol yang
ikut teruapkan bersama ester-esternya sehingga pada distilat akhir yang merupakan
produk samping, kadar rhodinol tetap lebih tinggi dibandingkan ester-esternya serta
rendemen yang dihasilkan pada residu relatif rendah.
Laksmono et al. (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh kecepatan
rotor wiper (60, 70 dan 80 rpm) dan suhu jaket pemanas (80, 90, dan 100°C)
terhadap pemurnian patchouli alcohol dari minyak nilam. Hasil terbaik diperoleh
pada kombinasi kecepatan rotor 70 rpm dan suhu 100°C dengan kenaikan kadar
patchouli alcohol hinga 73.37% dari kadar awal 19.37%. Hasil ini menunjukkan
bahwa pengaturan kecepatan rotor dan suhu sangat berpengaruh pada pemurnian
suatu komponen pada minyak atsiri dengan mempertimbangkan titik didih dan
tekanan uap masing-masing komponen pada minyak tersebut.
Pengujian Rentang Suhu Distilasi
Pada pengujian kecepatan rotor, didapatkan hasil bahwa kondisi kecepatan
rotor 300 rpm mampu meningkatkan kadar rhodinol yang lebih tinggi dibandingkan
kecepatan rotor 200 rpm. Oleh karena itu, kecepatan rotor 300 rpm dipilih untuk
dikaji rentang suhu terbaik pada kondisi tersebut. Pada uji ini digunakan umpan
awal dengan bobot dan kadar rhodinol yang sama dengan umpan pada uji kecepatan
rotor yakni 120 g dan kadar 76.43%. Hasil proses SPD pada kedua kondisi disajikan
pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6 Hasil Proses SPD pada Suhu 60-64°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm
Run

T (°C)

F (g)

D (g)

R (g)

% WtD

% WtR

Loss (g)

1

60

120.00

57.79

61.62

48.16

51.35

0.60

2

62

57.47

33.85

23.43

58.90

40.77

0.52

3

64

32.84

18.80

13.49

57.23

41.08

1.56

Total

98.54

2.68

16
Tabel 7 Hasil Proses SPD pada Suhu 56-60°C dan Kecepatan Rotor 300 rpm
Run

T (°C)

F (g)

D (g)

R (g)

% WtD

% WtR

Loss (g)

1

56

120.00

37.92

81.02

31.60

67.52

1.06

2

58

37.60

17.41

19.98

46.31

53.15

0.53

3

60

17.02

8.89

7.92

52.22

46.52

0.61

Total

108.92

2.20

Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan bahwa penurunan rentang suhu pada
kecepatan rotor yang sama (300 rpm) mampu meningkatkan rendemen pada total
residu yang cukup signifikan. Pada percobaan sebelumnya, rentang suhu 64-68°C
dan kecepatan rotor 300 rpm dapat menghasilkan rendemen total residu sebesar
57.75%. Hasil ini lebih rendah dibandingkan rendemen total residu pada rentang
suhu 60-64°C dan 56-60°C yang masing-masing menghasilkan rendemen total
residu sebesar 82.12% dan 90.77%. Walau demikian, analisis GC pada kondisi ini
juga perlu dilakukan untuk melihat pengaruh penurunan suhu pada kondisi
kecepatan rotor tinggi (300 rpm) terhadap kadar rhodinol. Data kadar rhodinol
produk pada rentang suhu 56-60°C dan 60-64°C disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Kadar dan Bobot Rhodinol dalam Total Residu dan Distilat Akhir pada
Suhu 56-60°C dan 60-64°C
Kondisi

Umpan
(g)

56-60°C
60-64°C
64-68°C

120
120
120

Bobot
(g)
108.92
98.54
69.31

Total Residu
Kadar Rhodinol
(%)
77.07
79.59
82.45

Bobot
(g)
8.89
18.80
46.61

Distilat Akhir
Kadar Rhodinol
(%)
55.60
59.37
67.73

Tabel 8 memperlihatkan bahwa pada rentang suhu 60-64°C, kadar rhodinol
pada total residu sebesar 79.59% dengan peningkatan sebesar 3.16% dari kadar
rhodinol pada umpan awal. Hasil ini masih lebih rendah dibandingkan kadar
rhodinol pada rentang suhu 64-68°C yang mencapai 82.45%. Pada rentang suhu 5660°C, kadar rhodinol pada total residu yang didapatkan semakin rendah yakni
77.07%, dengan peningkatan hanya sebesar 0.64% dari umpan awal. Menurut Shiao
et al. (2007), suhu distilasi pada proses SPD akan menentukan tingkat evaporasi
yang terjadi. Semakin rendah suhu yang digunakan, maka semakin rendah pula
tingkat evaporasi komponen dan begitu pula sebaliknya. Grafik perbandingan
rendemen dan kadar rhodinol total residu pada berbagai kondisi rentang suhu
distilasi dengan kecepatan rotor 300 rpm dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar
10.

17
100

90,77

90

82,12

Rendemen (%)

80
70

57,75

60
50
40
30
20
10
0
56-60

60-64
Suhu Distilasi (°C)

64-68

Gambar 9 Grafik Perbandingan Rendemen Total Residu pada Kecepatan Rotor
300 rpm dengan Variasi Rentang Suhu
90

Kadar Rhodinol (%)

80

77,07

79,59

82,45

56-60

60-64
Suhu Distilasi (°C)

64-68

70
60
50
40

30
20
10
0

Gambar 10 Grafik Perbandingan Kadar Rhodinol Total Residu pada Kecepatan
Rotor 300 rpm dengan Variasi Rentang Suhu
Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 9 dan Gambar 10, dapat
dilihat bahwa peningkatan rentang suhu distilasi semakin meningkatkan kadar
rhodinol pada residu, namun sebaliknya rendemen yang diperoleh semakin
menurun. Dengan demikian, terdapat dua kesimpulan pada penentuan rentang suhu
ini yakni, rendemen produk tertinggi diperoleh pada rentang suhu 56-60°C yaitu
sebesar 90.77% dan kadar rhodinol tertinggi diperoleh pada rentang suhu 64-68°C.

18
Kadar rhodinol tertinggi pada penelitian ini adalah sebesar 82.45%. Kadar tersebut
masih belum mencapai kadar rhodinol yang diperoleh oleh Nuryanti (2013), yang
mendapatkan kadar rhodinol pada residu akhir sebesar 89.01%. Namun, secara
rendemen terjadi peningkatan yang sangat signifikan yaitu mencapai 57.75%. Hasil
ini jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan Nuryanti (2013),
yang memperoleh rendemen sebesar 3.86%.
Penyebab utama sulitnya meningkatkan kadar rhodinol pada residu adalah
ester-ester sitronelol dan geraniol yang memiliki titik didih dan tekanan uap yang
sangat berdekatan dengan alkoholnya. Hal ini menyebabkan ester-ester tersebut
menguap lebih dahulu ataupun secara bersamaan dengan rhodinol sehingga sangat
sulit untuk dipisahkan. Kadar sitronelil asetat dan geranil asetat pada bahan baku
berturut-turut sebesar 5.78% dan 6.53%, sehingga total kadarnya berjumlah 12.31%.
Pada rentang kecepatan rotor 300 rpm dan suhu 64-68°C, kadar golongan ester pada
total residu adalah sebesar 9.90% dengan penurunan hanya 2.41% dari umpan awal.
Peningkatan kadar rhodinol sebenarnya dapat dilakukan dengan melakukan proses
redistilasi pada residu, namun rendemen produk yang dihasilkan akan menurun.
Selain itu, tahapan proses distilasi yang panjang akan memperlama waktu proses
sehingga meningkatkan jumlah energi dan biaya (cost) produksi.
Walau demikian, syarat mutu kadar rhodinol pada pasar sampai saat ini sangat
beragam. Permintaan pasar ini tergantung dari kebutuhan aplikasi rhodinol terhadap
produk tertentu. Thegoodscentscompany (2015) menyatakan bahwa produk
rhodinol umumnya memiliki kadar 70-100%. Sedangkan, WHO (2004)
menyatakan bahwa rhodinol harus memiliki kadar total alkohol minimal 82%.
Beberapa perusahaan yang memproduksi produk rhodinol seperti Sigma Aldrich
Flavor and Fragrances dan Auro Chemicals juga mensyaratkan rhodinol dengan
kadar minimal 82%. Sedangkan beberapa perusahaan lain ada yang mensyaratkan
kadar rhodinol yang lebih tinggi. Kadar rhodinol sebesar 82.45% yang diperoleh
pada kecepatan rotor 300 rpm dan rentang suhu 64-68°C pada dasarnya telah
memenuhi syarat kadar rhodinol 82% yang ditetapkan oleh WHO dan beberapa
perusahaan penghasil produk rhodinol pada umumnya.
Pengujian Sifat Fisiko Kimia
Pengujian sifat fisiko kimia dilakukan untuk mengetahui mutu dari suatu
produk. Produk yang diuji adalah total residu dari rentang suhu 56-60°C, 60-64°C
dan 64-68°C pada kecepatan rotor 300 rpm. Pengujian yang dilakukan meliputi
bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan alkohol dan warna. Standar resmi
tentang rhodinol saat ini belum tersedia. Hasil uji fisiko kimia pada penelitian ini
akan dibandingkan dengan SNI 06-0027-1987 tentang standar geraniol. Hal ini
disebabkan residu hasil proses SPD adalah fraksi yang kaya akan geraniol. Hasil uji
fisiko kimia pada produk disajikan pada Tabel 9, sedangkan hasil uji ini secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

19
Tabel 9 Sifat Fisiko Kimia Residu Hasil Proses pada Variasi Rentang Suhu
Rentang Suhu (°C)
Sifat Fisiko kimia

SNI (BSN 1987)
56-60

60-64

64-68

0.883

0.888

0.884

0.870-0.899

1.4716

1.4716

1.4716

1.4660 - 1.4770
(25°C)

Putaran Optik

-0.77°

-0.66°

-0.60°

(-11°) - (+2°)

Kelarutan Alkohol
70% (1:1.2)

Larut

Larut

Larut

-

Kuning
pucat

Kuning
pucat

Kuning
pucat

-

Bobot Jenis
(25°C/25°C)
Indeks Bias
(20°C)

Warna

Tabel 9 menunjukkan bahwa bobot jenis pada rentang suhu 56-60°C, 60-64°C
dan 64-68°C berada pada rentang 0.883-0.888. Hasil pengukuran bobot jenis ini
masih berada pada standar bobot jenis pada SNI. Guenther (2006) menyatakan
bahwa bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting untuk menentukan mutu
dan kemurnian minyak atsiri. Pengujian bobot jenis pada geraniol umumnya
dilakukan pada suhu 20°C dan 25°C. Faktor koreksi untuk bobot jenis pada setiap
perubahan suhu 1°C adalah 0.00071 (BIS 1996).
Uji indeks bias dilakukan pada suhu 20°C. Baser dan Buchbauer (2010)
menyatakan pengujian indeks bias pada minyak atsiri umumnya dilakukan pada
suhu 20°C. Uji indeks bias pada suhu diatas atau dibawah 20°C dapat dilakukan
dengan menggunakan faktor koreksi. Menurut BIS (1996), faktor koreksi untuk
indeks bias pada setiap perubahan suhu 1°C adalah 0.00041. Indeks bias pada total
residu dari ketiga kondisi proses ini semuanya bernilai 1.4716. Nilai ini masih
berada pada standar indeks bias SNI.
Uji putaran optik akan menentukan sifat memutar bidang polaritas ke kanan
(dextrorotatory) dan kiri (levorotatory) pada minyak sereh wangi. Derajat dan arah
dari putaran optik ini sangat penting untuk penilaian kemurnian sampel disebabkan
kedua hal tersebut berhubungan dengan struktur dan konsentrasi dari molekulmolekul kiral pada sampel. Nilai putaran optik pada residu dari ketiga rentang suhu
proses berada pada rentang nilai (-0.77°)-(-0.60°) dan masih berada pada standar
putaran optik SNI. Perbandingan konsentrasi senyawa sitronelol dan geraniol pada
produk rhodinol menentukan nilai dari putaran optik. Thegoodscentscompany
(2015) menyatakan l-sitronelol memiliki nilai putaran optik berada pada rentang (5.50)-(-3.50), sedangkan geraniol memiliki nilai putaran optik pada rentang (-3.00)(+2.00). Produk rhodinol pada hasil penelitian ini memiliki kadar geraniol yang
lebih tinggi dibandingkan sitronelol, sehingga nilainya akan cenderung mendekati
rentang nilai putaran optik geraniol.
Pada uji kelarutan alkohol, residu dari berbagai variasi rentang suhu larut
pada alkohol 70%. Rhodinol dapat larut pada alkohol 70% dengan perbandingan
1:1.2 (Burdock 1995). Residu dari ketiga kondisi proses tersebut larut pada alkohol
70%. Uji kelarutan alkohol ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya

20
pemalsuan pada minyak atsiri. Minyak atsiri pada umumnya larut dalam alkohol
dan jarang yang larut dalam air, sehingga kelarutannya dapat diketahui dengan
menggunakan alkohol pada berbagai tingkat konsentrasi (Guenther 2006). Pada uji
warna, semua sampel residu memiliki warna kuning pucat. Hal ini disebabkan
fraksi-fraksi berat pada minyak terkumpul pada residu sehingga kerapatan minyak
meningkat.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kecepatan rotor dan suhu berpengaruh terhadap efektivitas pemurnian
rhodinol. Pada kecepatan rotor 300 rpm dengan rentang suhu 64-68°C dihasilkan
kadar rhodinol yang lebih tinggi dibandingkan pada kecepatan rotor 200 rpm
dengan rentang suhu yang sama, namun rendemen yang dihasilkan lebih rendah.
Hasil serupa diperoleh pada rentang suhu 60-64°C dibandingkan dengan pada
rentang suhu 56-60°C dengan kecepatan rotor yang sama yaitu 300 rpm, pada
rentang suhu yang lebih tinggi, kadar rhodinol yang dihasilkan lebih tinggi namun
rendemen yang dihasilkan lebih rendah. Kadar rhodinol tertinggi pada penelitian
ini diperoleh pada rentang suhu 64-68°C dan kecepatan rotor 300 rpm yakni sebesar
82.45% dari kadar awal 76.43% dengan rendemen sebesar 57.75%. Hasil uji fisiko
kimia pada residu dalam penelitian ini memiliki nilai bobot jenis pada rentang
0.883-0.888, nilai indeks bias 1.4716, nilai putaran optik pada rentang (-0.77°)-(0.60°), larut pada alkohol 70% serta memiliki penampakan warna kuning pucat.
Nilai uji fisiko kimia tersebut telah sesuai dengan standar mutu SNI.
Saran
Perlu dilakukan pengkajian optimasi peningkatan kadar dan rendemen
rhodinol menggunakan distilasi molekuler pada tekanan yang lebih rendah. Kondisi
tersebut memungkinkan ester dari sitronelol dan geraniol lebih mudah diuapkan.
Selain itu, perlu dilakukan percobaan pada skala yang lebih besar agar dapat dikaji
kelayakan finansialnya.

DAFTAR PUSTAKA
Alu, AK. 2013. Pemisahan Sitronelal dari Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol
Minyak Sereh Wangi Menggunakan Distilasi Molekuler [skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Baser KH, Buchbauer G. 2010. Handbook of Essential Oils : Science, Technology,
and Applications. Florida (US) : CRC Press.
Brechbill GO. 2009. Perfume Bases & Fragrance Ingredients. New Jersey (US) :
Fragrance Books Inc.

21
Burdock GA. 1995. Fenaroli’s Handbook of Flavor Ingredients 2nd ed Vol 1.
Florida (US): CRC Press.
Burdock GA. 2010. Fenaroli’s Handbook of Flavor Ingredients 6th ed. Florida (US)
: CRC Press.
[BIS] Bureau of Indian Standards. 1996. Indian Standard : Perfumery MateriaGeraniol-Specification. New Delhi (IDN) : BIS.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1987. Standar Geraniol. Jakarta (ID): Badan
Standardisasi Indonesia.
Duran MA, Filho RM, Maciel MRW. 2011. Fractionation of Green Coffee Oil by
Molecular Distillation: Modelling and Simulation. Journal of Materials Science
and Engineering A. 1: 264-271.
Guenther E. 2006. Minyak Atsiri Jilid I. Ketaren S, penerjemah. Jakarta (ID): UI
Press.
Kupiec T. 2004. Quality-Control Analytical Methods: Gas Chromatography. Int J
Pharma Compound. 8(4): 305-309.
Laksmono JA, Agustian E, Adilina IB. 2005. Patchouli Alcohol Enrichment from
Patchouli Oil using Molecular Distillation Unit. J. Tek. Ind Pert. 17(3) : 74-79.
Lutisan J, Cvengros J, Micov M. 2002. Heat and Mass Transfer in The Evaporating
Film of a Molecular Evaporator. Chemical Engineering Journal. 85: 225-234.
Maloney JO. 2008. Perry’s Chemical Engineering Handboo