Pemisahan Sitronelal dari Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi menggunakan Distilasi Molekuler

(1)

PEMISAHAN SITRONELAL DARI FRAKSI KAYA

SITRONELOL DAN GERANIOL MINYAK SEREH WANGI

MENGGUNAKAN DISTILASI MOLEKULER

SKRIPSI

AMINA KURNIASI ALU

F34080142

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

PEMISAHAN SITRONELAL DARI FRAKSI KAYA

SITRONELOL DAN GERANIOL MINYAK SEREH WANGI

MENGGUNAKAN DISTILASI MOLEKULER

CITRONELLAL SEPARATION FROM CITRONELLOL AND

GERANIOL RICH FRACTION OF JAVA CITRONELLA OIL

USING MOLECULAR DISTILLATION

Amina Kurniasi Alu*), Meika Syahbana Rusli

Departement Of Agroindustrial Technology, Faculty Of Agriculture Engineering and Technology Bogor Agricultural University, Darmaga Campus, P.O.Box 220 Bogor 16002

West Java, Indonesia.

e-mail : alulovemoca@gmail.com

ABSTRACT

The aim of this research is to determine the suitable condition of Short Path Distillation

(SPD) which can increase the purity of citronellol and geraniol rich fraction by separating the citronellal component and to know the potential yield of SPD. The input material for the process was the citronellol and geraniol rich fraction of Java citronella oil obtained by vacuum distillation. The equipment used was Short Path Distillation KDL 1 unit type falling film evaporator. Distillation process conducted by stepwise increasing of distillation temperature. Operation condition of SPD is managed by fix condition including range of distillation temperature from 58ºC to 62ºC, pressure 10-3 mbar, condenser temperature 10ºC, flow rate 1-2 drop per second, rotor speed 200 rpm. Process parameter was distillation temperature increase of 1ºC and 2ºC in every run as treatment. Citronellal, citronellol, and geraniol content was analyzed using Gas Cromatography and evaluated according to physicochemical properties such as : density, refractive index, and color.

The experiments result in an increase of purity level of citronellol and geraniol rich fraction from 41,44% to 60%. The process yield was 54.97%, achieved by stepwise increasing of distillation temperature of 2ºC. It physicochemical properties as follow : density 0.890, refractive index 1.469, and amber wich is according to SNI-06-3953. Meanwhile, by product was obtained has citronellal content 25,87% and it yield was 35.11%.


(3)

AMINA KURNIASI ALU. F34080142. Pemisahan Sitronelal dari Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi Menggunakan Distilasi Molekuler. Di bawah bimbingan Meika Syahbana Rusli. 2013

RINGKASAN

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri potensial, salah satu di antaranya adalah minyak sereh wangi, yaitu minyak yang berasal dari hasil penyulingan daun tanaman sereh wangi (Cymbopogon winterianus). Minyak ini dikenal sebagai Java Citronella Oil. Java Citronella oil mempunyai mutu yang baik dan banyak diaplikasikan dalam berbagai produk seperti : kosmetik, parfum, insektisida, dan obat-obatan. Selain itu, pemintaan minyak ini selalu meningkat 3%-5% per tahun. Walaupun demikian, harga jualnya masih sangat rendah. Oleh sebab itu, diperlukan upaya peningkatan harga minyak sereh wangi yang lebih ekonomis dengan cara mengisolasi komponen utama minyak sereh wangi, yaitu sitronelal, sitronelol, dan geraniol. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah melalui proses isolasi dengan distilasi molekuler atau Short Path Distillation (SPD). Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi proses SPD yang sesuai untuk meningkatkan kemurnian fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan cara memisahkan komponen sitronelal, serta untuk mengetahui potensi rendemen produk dengan metode peningkatan suhu distilasi.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi fraksinasi vakum yang relatif rendah kandungan sitronelalnya, sehingga dapat disebut fraksinat kaya sitronelol dan geraniol. Karakteristik sifat fisikokimia bahan tersebut memenuhi SNI-006-1995. Karakteristik tersebut meliputi : berat jenis (0,8789), indeks bias (1,4661), kelarutan dalam alkohol 80% (jernih pada 1:2), dan warna (kuning pucat, jernih). Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Short Path Destillation KDL1 skala lab, tipe falling film evaporator.

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu : penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas analisis kadar komponen bahan menggunakan Gas Cromatography

(GC). Hasil analisis tersebut dicocokkan dengan data standar library java citronella oil PT Indesso Aroma. Proses SPD yang dilakukan menggunakan rentang suhu distilasi 44ºC-64ºC dan kenaikan suhu distilasi 4ºC. Hasil penelitian pendahuluan dijadikan acuan untuk penelitian utama. Sementara, pada penelitian utama, dilakukan proses SPD secara duplo dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama menggunakan kenaikan suhu distilasi 1ºC, sedangkan perlakuan ke dua menggunakan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Rentang suhu distilasi yang digunakan pada penelitian utama yaitu 58ºC-62ºC. Kondisi operasi lainnya diatur tetap. Kondisi operasi tersebut yaitu : kecepatan rotor 200 rpm, tekanan 10-3 mbar, suhu kondensor 10ºC, dan laju alir 1-2 tetes per detik. Hasil proses SPD berupa residu dan distilat. Residu dijadikan sebagai produk, sedangkan distilat dijadikan sebagai produk samping. Setiap residu dan distilat dari masing-masing run dianalisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol menggunakan GC dan residu akhir dari masing-masing perlakuan dianalisis sifat fisikokimianya yang meliputi berat jenis, indeks bias, dan warna.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi kaya sitronelal dan geraniol dapat ditingkatkan kadarnya menggunakan proses SPD dengan kenaikan suhu distilasi secara bertahap. Kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC meningkat dari 41,44% menjadi 60,46%, sedangkan kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC meningkat dari 41,44% menjadi 60% dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Peningkatan kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol tersebut belum terlalu signifikan. Sementara, terjadi penurunan kadar sitronelal dalam residu akhir baik dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC maupun 2ºC. Penurunan tersebut berpengaruh terhadap kemurnian kadar fraksi kaya sitronelol dan


(4)

geraniol dalam residu akhir. Kadar sitronelal dalam residu akhir yang diperoleh dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2ºC berturut-turut yaitu : 5.005% dan 7,67%.

Adapun, rendemen residu (produk) yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC adalah 16,72%, sedangkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 54,97%. Proses SPD ini masih menghasilkan kehilangan (loss) yang signifikan. Kehilangan (loss) yang paling tinggi didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Kehilangan (loss) tersebut adalah 9,92%. Kadar sitronelal dalam total distilat (hasil samping) yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC adalah 29,78%, sedangkan kadar sitronelal yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 25,87%. Total distilat yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2ºC, mempunyai rendemen yaitu 75,01% dan 54,97%.

Residu (produk) yang didapatkan yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC mempunyai sifat fisikokimia berturut-turut yaitu : berat jenis (0,902), indeks bias (1,471), dan warna kuning tua-kecoklatan, sedangkan residu yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC mempunyai sifat fisikokimia berturut-turut yaitu : berat jenis (0,890), indeks bias (1,469), dan warna kuning kuning tua. Sifat fisikomia tersebut telah sesuai dengan standar mutu SNI 06-3953-1995. Peningkatan suhu distilasi yang terbaik adalah 2ºC. Hal ini dikarenakan dengan peningkatan suhu distilasi tersebut, tahapan proses SPD yang dilakukan tidak terlalu panjang, rendemen yang didapatkan lebih tinggi, kadar sitronelal yang terpisah dalam total distilat cukup tinggi, serta karakteristik mutu produk yang didapatkan lebih baik. Proses SPD yang digunakan pada penelitian ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu : tekanan yang digunakan sangat rendah (10-3 mbar), kemurnian fraksi kaya sitronelol dan geraniol bisa lebih tinggi dalam residu, serta residu dan distilat yang didapatkan mempunyai tampilan yang baik.


(5)

PEMISAHAN SITRONELAL DARI FRAKSI KAYA SITRONELOL DAN

GERANIOL MINYAK SEREH WANGI MENGGUNAKAN DISTILASI

MOLEKULER

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

AMINA KURNIASI ALU

F34080142

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

Judul Skripsi :

Pemisahan Sitronelal dari Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol

Minyak Sereh Wangi Menggunakan Distilasi Molekuler

Nama

:

Amina Kurniasi Alu

NIM

:

F34080142

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc, Agr.)

NIP. 19620505 198903 1 027

Mengetahui :

Tanggal Lulus : 28 Desember 2012

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP. 19621009 198903 2 001


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pemisahan Sitronelal dari Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi Menggunakan Distilasi Molekuler adalah karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013 Yang membuat pernyataan

Amina Kurniasi Alu F34080142


(8)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(9)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Namlea pada tanggal 1 Januari 1989. Penulis merupakan anak ke empat dari Bapak Umar Alu dan Ibu Sitti Fatcey. Riwayat pendidikan formal penulis dimulai dari SD Alhilal 2 Namlea (1995-2001). Selanjutnya penulis menempuh pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Namlea (2001-2004) dan SMA Negeri 2 Namlea (2004-2007). Tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) IPB, namun baru pada tahun 2008, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan intra kampus. Organisasi yang pernah diikuti penulis yaitu Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) (2008) sebagai anggota, Asrama Putri Darmaga (2008-2012) sebagai ketua Perlengkapan dan Kepenghunian Asrama, serta Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM FATETA) (2008-2010) sebagai bendahara divisi Advokasi.

Penulis juga aktif dalam berbagai lomba dan pernah menjadi Finalis Nasional Mandiri Young Technopreneurship 2011 (MYT 2011). Selain itu, penulis berpengalaman menjadi asisten mata kuliah Atsiri dan Fitofarmaka (2012). Penulis melakukan praktek lapangan dan menyelesaikan laporan magang yang berjudul ―TEKNOLOGI PROSES DAN EFISIENSI PRODUKSI EKSTRAK TEH HIJAU DI PT. INDESSO AROMA CILEUNGSI, BOGOR‖ sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Praktek Lapangan. Penulis melakukan kegiatan penelitian dengan judul PEMISAHAN SITRONELAL DARI FRAKSI KAYA SITRONELOL DAN GERANIOL MINYAK SEREH WANGI MENGGUNAKAN DISTILASI MOLEKULER sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(10)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan hidayahNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul ― Pemisahan Sitronelal dari Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi Menggunakan Distilasi Molekulerdilaksanakan di R&D dan bagian Quality Control PT. Indesso Aroma Cileungsi sejak bulan Agustus hingga Oktober 2012.

Dengan selesainya penelitian hingga tersusunya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc., selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bantuan materi maupun moril selama penelitian.

2. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, M.Sc, DEA dan Dr. Endang Warsiky, M.Si., selaku dosen penguji, atas bimbingan dan motivasinya.

3. Pak Iwan dan Pak Wiliam, serta seluruh R&D Aromatik PT. Indesso Aroma Cileungsi yang tidak dapat disebut satu per satu, atas bimbingan dan bantuannya, terutama kesediaannya untuk pemakaian alat penelitian.

4. Pak Erwin serta Staf Quality Control PT. Indesso Aroma Cileungsi, atas bantuan dan bimbingan selama penelitian.

5. Ibu Retno Sri Endah Lestari selaku patner dalam penelitian, atas bantuan dan bimbingannya. 6. Kakak Ni dan Abang As, yang selalu memberikan bantuan moril dan pendanaan selama kuliah,

semoga Allah memberikan kesejahteraan kepada kalian.

7. Mama dan Papa serta saudara kandung saya yang tercinta : Kakak Upik, Abang Am, Ade yanti, Ade Mulia, Ade Epi dan Ade Kani, atas doa dan motivasi selama penelitian.

8. Pemerintah Kabupaten Buru, yang telah membiayai kuliah dan juga bantuan penelitian.

9. APD, terutama angkatan de’: de’_loen, de’_gis, de’_bloe, de’_best,dan de’_green, serta TIN 45 terutama buat Arum dan Zahee, atas bantuan moril dan doanya.

10. Mba Tiwik, atas bantuannya.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang atsiri.

.

Bogor, Februari 2013

Amina Kurniasi Alu F34080142


(11)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...vi

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Tujuan ...2

II. TINJAUAN PUSTAKA ...3

A. Minyak Sereh Wangi ...3

B. Sifat Fisikokimia Minyak Sereh Wangi ...3

1. Bobot Jenis ...4

2. Indeks Bias ...4

3. Kelarutan dalam Alkohol ...5

4. Putaran Optik ...5

C. Komponen Utama Minyak Sereh Wangi ...5

1. Sitronelal ...5

2. Sitronelol ...6

3. Geraniol ...7

4. Rhodinol ...8

D. Fraksinasi dan Pemurnian Minyak Atsiri ...8

1. Distilasi Fraksinasi Vakum ...8

2. Distilasi Molekuler ... 10

III. METODOLOGI... 14

A. Waktu dan Tempat ... 14

B. Alat dan Bahan ... 14

1. Alat ... 14

2. Bahan ... 14

C. Metode Penelitian ... 15

1. Penelitian Pendahuluan ... 15

a. Analisis Bahan ... 15

b. Proses Short Path Distillation (SPD) ... 15

2. Penelitian Utama ... 16

3. Analisis Data ... 17

a. Penelitian Pendahuluan ... 17

b. Penelitian Utama ... 17


(12)

viii

A. Penelitian Pendahuluan ... 19

1. Analisis Bahan ... 19

2. Proses Short Path Distillation (SPD) ... 20

B. Penelitian Utama ... 25

1. Proses Short Path Distillation Secara Bertahap dengan Kenaikan Suhu Distilasi 1ºC ... 25

2. Proses Short Path Distillation Secara Bertahap dengan Kenaikan Suhu Distilasi 2ºC ... 28

3. Peningkatan Kadar Sitronelol dan Geraniol dalam Residu Akhir Setelah Proses Short Path Distillation ... 30

4. Kadar Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol dalam Total Distilat ... 31

5. Rendemen ... 32

6. Pengaruh Kenaikan Suhu Distilasi 1ºC dan 2ºC Terhadap Mutu Residu Akhir ... 33

a. Bobot Jenis ... 33

b. Indeks Bias ... 34

c. Warna ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(13)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik mutu minyak sereh wangi ... 4

Tabel 2. Sifat fisik sitronelal ... 6

Tabel 3. Sifat fisik sitronelol ... 6

Tabel 4. Sifat fisik geraniol ... 7

Tabel 5. Sifat fisik Rhodinol ... 8

Tabel 6. Sifat fisikokimia fraksinat kaya sironelol dan geraniol ... 15

Tabel 7. Kondisi operasi proses Short Path Distillation penelitian pendahuluan ... 16

Tabel 8. Jumlah bahan yang digunakan untuk tiap ulangan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1 dan 2ºC. ... 17

Tabel 9. Senyawa penyusun fraksinat kaya sitronelol dan geraniol ... 19

Tabel 10. Kondisi operasi Short Path Distillation ... 21

Tabel 11. Hasil proses Short Path Distillation penelitian pendahuluan ... 22

Tabel 12. Hasil proses Short Path Distillation dengan kenaikan suhu distilasi 1ºC ... 25

Tabel 13. Hasil proses Short Path Distillation dengan kenaikan suhu distilasi 2ºC ... 28


(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus bangun sitronelal ... 5

Gambar 2. Rumus bangun sitronelol ... 6

Gambar 3. Rumus bangun geraniol ... 7

Gambar 4. Skema alat distilasi vakum ... 9

Gambar 5. Skema alat Short Path Distillation skala lab ... 11

Gambar 6. Komponen dalam alat Short Path Distillation ... 11

Gambar 7. Wiper pada alat Short Path Distillation ... 12

Gambar 8. Skema alat SPD tipe falling film evaporator PT.Indesso Aroma. ... 14

Gambar 9. Diagram alir penelitian pendahuluan ... 16

Gambar 10. Diagram alir penelitian utama ... 17

Gambar 11. Diagram alir penelitian keseluruhan ... 18

Gambar 12. Kromatogram bahan fraksinat kaya sitronelol dan geraniol ... 20

Gambar 13. Pengelompokan fraksi ... 20

Gambar 14. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu ... 23

Gambar 15. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam distilat ... 24

Gambar 16. Dasar-dasar evaporasi dan kondensasi pada distilasi molekuler ... 26

Gambar 17. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu (Kenaikan suhu distilasi 1ºC) ... 27

Gambar 18. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam distilat (Kenaikan suhu distilasi 1ºC). ... 28

Gambar 19. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu (Kenaikan suhu distilasi 2ºC) ... 29

Gambar 20. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam distilat (Kenaikan suhu distilasi 2ºC) ... 29

Gambar 21. Histogram peningkatan kadar sitronelol dan geraniol dalam residu akhir ... 30

Gambar 22. Presentase kadar sitronelal dalam total distilat dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2ºC ... 31

Gambar 23. Rendemen total residu, distilat, dan loss ... 32

Gambar 24. Residu dan distilat akhir (kenaikan suhu distilasi 1ºC ) ... 35


(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar alat dan bahan ... 42

Lampiran 2. Metode analisis Gas Cromatography ... 44

Lampiran 3a. Prosedur analisis sifat fisikokimia ... 45

Lampiran 3b. Perhitungan rendemen ... 45

Lampiran 4. Standar minyak sereh wangi (Java citronella oil) PT. Indesso Aroma ... 46

Lampiran 5a. Perhitungan kadar komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol ... 47

Lampiran 5b. Perhitungan kehilangan bahan (loss) ... 47

Lampiran 5c. Rekapitulasi kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat hasil SPD penelitian pendahuluan. ... 47

Lampiran 6a. Perhitungan residu yang terpakai untuk analisis GC dari SPD dengan kenaikan suhu distilasi 1ºC ... 48

Lampiran 6b. Loss dari SPD dengan kenaikan suhu distilasi 1ºC ... 48

Lampiran 7. Kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat (kenaikan suhu distilasi 1ºC) ... 49

Lampiran 8a. Perhitungan residu yang terpakai untuk analisis GC dari SPD dengan kenaikan suhu distilasi 2ºC ... 50

Lampiran 8b. Loss dari SPD dengan kenaikan suhu distilasi 2ºC ... 50

Lampiran 9. Kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat (kenaikan suhu distilasi 2ºC) ... 51

Lampiran 10a. Neraca massa kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total distilat (perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC) ... 52

Lampiran 10b. Neraca massa kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total distilat (perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC) ... 54


(16)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri potensial, salah satu di antaranya adalah minyak sereh wangi, yaitu minyak yang berasal dari hasil penyulingan daun tanaman sereh wangi (Cymbopogon winterianus). Minyak ini dikenal sebagai Java Citronella Oil. Java Citronella oil mempunyai mutu yang baik dan banyak diaplikasikan dalam berbagai produk seperti : kosmetik, parfum, insektisida, dan obat-obatan. Selain itu, pemintaan minyak tersebut selalu meningkat 3-5% per tahun (Sukamto dkk. 2011). Walaupun demikian, harga jual minyak sereh wangi masih sangat rendah, sehingga diperlukan upaya peningkatan harga minyak sereh wangi yang lebih ekonomis dengan cara mengisolasi komponen utamanya yaitu : sitronelal, sitronelol, dan geraniol. Hal ini dikarenakan harga komponen-komponen tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga minyak ―pure oil‖nya. Menurut Sukamto dkk. (2011), harga minyak sereh wangi “pure oil‖ ditingkat penyuling pada tahun 2011, berkisar antara Rp 135.000,00 hingga Rp 140.000,00 per kg. Sementara, menurut Thegoodscentscompany (2010), harga sitronelol dengan kemurnian 95%-100% adalah Rp 130.000,00 per 100 gr dan harga geraniol 98% per 100 gr adalah Rp 140.000,00.

Beberapa penelitian untuk mengisolasi komponen minyak sereh wangi baik secara kimiawi maupun fisik telah dilakukan. Isolasi secara kimiawi menghasilkan rendemen minyak sereh wangi yang cukup tinggi, namun dengan isolasi tersebut memungkinkan penggunaan bahan kimia yang tidak ramah lingkungan. Sementara, isolasi secara fisik seperti dengan teknik distilasi fraksinasi vakum, menghasilkan kadar komponen yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan tekanan yang digunakan cukup rendah. Menurut Khopkar (2002), tekanan operasi untuk distilasi vakum adalah 0.4 atm (≤300 mmHg absolut). Akan tetapi, untuk isolasi komponen kimia minyak sereh wangi seperti sitronelol dan geraniol, metode tersebut belum efisien digunakan, terutama jika hasil isolasi yang diinginkan harus maksimal. Hal ini dikarenakan titik didih komponen minyak sereh wangi tersebut diatas 200ºC. Dengan tekanan tersebut, titik didih komponen-komponen tersebut dapat diturunkan, namun tidak terlalu rendah dan dapat menyebabkan degradasi bahan selama proses fraksinasi berlangsung. Oleh karena itu, dibutuhkan metode yang aman untuk meningkatkan kemurnian komponen sitronelol dan geraniol tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan distilasi molekuler atau

Short Path Distillation.

Distilasi molekuler merupakan proses pemisahan fraksi-fraksi yang mempunyai bobot molekul yang berbeda pada kondisi suhu yang rendah. Hal ini bertujuan menghindari terjadinya kerusakan (Lutisan et al. 2002 diacu dalam Setyawan 2009). Menurut Martinello et al. (2008), tekanan yang digunakan pada proses SPD berkisar antara 10-2 KPa hingga 10-4 KPa. Dengan tekanan tersebut, komponen volatilitas meningkat dan suhu operasi menurun, sehingga memungkinkan untuk memisahkan senyawa pada suhu yang lebih rendah. Keuntungan menggunakan teknik distilasi molekuler yaitu proses pemurnian yang berlangsung lebih efisien dan produk yang dihasilkan lebih ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan proses distilasi molekuler tidak menggunakan bahan kimia untuk reagennya (Lestari 2012).

Pada penelitian ini dilakukan pemisahan komponen sironelal dari bahan fraksinat kaya sitronelol dan geraniol yang menggunakan proses distilasi molekuler atau Short Path Distillation. Proses ini menggunakan kenaikan suhu secara bertahap dan pemotongan fraksi (rektifikasi) dilakukan hanya pada jalur residu.


(17)

2

B.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi proses Short Path Distillation yang sesuai untuk meningkatkan kemurnian fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan memisahkan komponen sitronelal, serta untuk mengetahui potensi rendemen dengan metode peningkatan suhu distilasi.


(18)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Minyak Sereh Wangi

Minyak sereh wangi dihasilkan dari hasil penyulingan daun sereh wangi yang mempunyai rendemen minyak sekitar 0,5-1,2 persen. Bahan kimia yang terpenting dalam minyak sereh wangi adalah persenyawaan aldehida yang disebut sebagai sitronelal dan persenyawaan alkohol yang disebut sebagai geraniol. Kedua senyawa ini sangat menentukan mutu dari minyak sereh wangi itu sendiri (Ketaren 1985). Terdapat beberapa jenis tanaman sereh wangi, namun yang ditanam di Indonesia dan menghasilkan minyak dengan mutu terbaik adalah sereh wangi dari jenis maha perigi. Jenis ini banyak ditanam di Pulau Jawa dan dikenal dengan tanaman sereh wangi asal Jawa. Minyak yang dihasilkan dari sereh wangi asal jawa dikenal dengan nama java citronella oil. Menurut Guenther (1991), keunggulan minyak sereh wangi Jawa terletak pada kadar sitronelalnya yang tinggi. Minyak sereh wangi asal Jawa mengandung komponen sebagai berikut : 32%-45% sitronelal, 12%-15% geraniol,11%-15% sitronelol, 3%-8% geranil asetat, 2%-4% geranil asetat, 2%-4% limonene, 3%-4% kadinen, dan 2%-36% adalah sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, vanillin, kamfen, a-pinen, linalool, dan B-kariofilen. Varietas maha perigi dibagi menjadi empat subvarietas lagi yaitu : wangi, mawar, tembaga dan balon. Sementara, jenis lenabatu tidak dibudidayakan lagi (Guenther 2006). Ketaren (1985) menambahkan bahwa jenis tanaman sereh maha perigi mengandung 80% -97% total geraniol dan 30%-45% sitronelal, sedangkan jenis lenabau dari Ceylon hanya mengandung 55%- 65% total geraniol. Komponen kimia minyak sereh wangi termasuk komplek, namun komponen yang paling penting terdiri atas tiga yaitu : sitronelal, sitronelol, dan geraniol. Hal ini dikarenakan ketiga komponen tersebut menentukan intensitas bau harum, nilai, dan harga minyak sereh wangi.

Minyak sereh wangi jawa digunakan untuk ekstraksi beberapa isolat penting yaitu sitronelal dan geraniol yang dapat diubah menjadi senyawa aromatik seperti sitronelol, geranil asetat, dan lain-lain (Masada 1976 ). Menurut Guenther (1990), minyak atsiri tipe jawa dengan kadar sitronelal rendah dan kadar geraniol yang tinggi digunakan sebagai bahan untuk ekstraksi geraniol, kemudian diubah menjadi bentuk esternya. Tipe minyak ini mempunyai harga yang lebih murah, sedangkan minyak sereh wangi kasar biasanya memiliki mutu normal dengan presentase kadar sitronelal dan geraniol total yaitu 35% dan 85%. Ketaren (1985) menambahkan bahwa minyak sereh wangi dengan kadar geraniol dan sitronelal yang tinggi biasanya langsung dijual dan diekspor atau fraksi sitronelal dan geraniolnya disiolasi untuk selanjutnya dijadikan ester seperti hidroksi sitronelal, geraniol asetat, dan mentol sintetis, yang mempunyai sifat lebih stabil dan dipergunakan dalam insustri wewangian. Hidroksi sitronelal dapat digunakan sebagai zat pewangi sabun dan parfum yang bernilai tinggi. Mentol dapat digunakan sebagai obat gosok, pasta gigi, dan obat pencuci mulut, sedangkan ester dari sitronelal dan geraniol digunakan sebagai insektisida, untuk keperluan kosmetik atau bahan pewangi lainnya. Adapun, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan mutu minyak serah wangi antara lain : keadaaan tanah, iklim, tinggi daerah dari permukaan laut, dan keadaan daun sebelum disuling.

B.

Sifat Fisikokimia Minyak Sereh Wangi

Minyak sereh wangi biasanya berwarna kuning muda sampai kuning tua dan bersifat mudah menguap. Nilai bobot jenis minyak ini pada 15°C yaitu : 0,886-0,894, sedangkan indeks biasnya pada 20ºC, yaitu : 1,467-1,473. Selain itu, minyak sereh wangi dapat larut jernih dalam tiga bagian alkohol 80%. Akan tetapi, bila diencerkan lagi, larutan akan menjadi keruh (Ketaren 1985). Adapun,


(19)

4 karakteristik mutu yang berlaku untuk minyak sereh wangi berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun 1995 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik mutu minyak sereh wangi No Parameter SNI-06-3953-1995

1 Bobot jenis (25ºC) 0,880-0,992

2 Indeks bias (25°C) 1,466 – 1,475

3 Total geraniol (% ) Min 85 persen

4 Sitronelal (%) Min 35 persen

5 Warna Kuning pucat hingga kuning kecoklatan

6 Kelarutan dalam etanol 80% 1:2 jernih dan seterusnya

7 Zat-zat asing -

8 Lemak Negatif

9 Alkohol tambahan Negatif

10 Minyak pelikan Negatif

11 Minyak terpentin Negatif

Sumber : SNI (1995)

1. Bobot Jenis

Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Dari seluruh sifat fisikokimia, nilai bobot jenis (BJ) sudah sering dicantumkan dalam pustaka. Nilai BJ minyak atsiri berkisar antara 0,696 hingga 1,188 pada suhu 15°C dan pada umumnya nilai tersebut lebih kecil dari satu. Sementara, menurut Ketaren (1985), pengukuran bobot jenis menggunakan metode IS dilakukan pada suhu 30/30ºC, dengan variasi suhu kurang lebih 3°C, sedangkan dengan metode ISO bobot jenis diukur pada suhu 20 /20°C. Kemudian, dengan metode BS pengukuran bobot jenis dilakukan pada suhu 30 / 20ºC.

Nilai BJ minyak atsiri pada suhu 15/15ºC merupakan perbandingan antara berat minyak pada suhu 15ºC dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada suhu 15°C (Guenther 2006). Ketelitian BJ ini ditentukan dari tiga angka desimal dibelakang koma. Para peneliti telah menentukan faktor koreksi untuk berbagai jenis minyak dan kisaran nilai koreksinya. Factor koreksi BJ yaitu 0,00042-0,00084, untuk setiap perubahan suhu 1°C. Menurut Guenther (2006), minyak sereh wangi Jawa mempunyai nilai koreksi bobot jenis 0,00093 untuk perubahan suhu tiap 1ºC. Sementara, nilai koreksi bobot jenis isolat sitronelal, sitronelol, dan geraniol 0,00082, 0,00070, dan 0,00071 untuk perubahan suhu setiap 1ºC

2. Indeks Bias

Jika cahaya melewati media kurang padat ke media lebih padat, sinar akan membelok atau membias dari garis normal (Guenther 2006). Cahaya yang terpolarisasi adalah cahaya yang mempunyai arah tegak lurus dengan arah rambat cahaya suatu molekul (Guenther 1990). Pengukuran indeks bias biasanya pada suhu 20°C dan jika dibawah atau diatas suhu tersebut, harus memiliki nilai koreksi. Menurut Ketaren (1985), nilai koreksi indeks bias minyak sereh wangi Jawa adalah 0,00047 dengan perbedaan suhu 1ºC, sedangkan nilai koreksi untuk isolatnya yaitu : sitronelal (0,00044), sitronelol (0,00040), dan geraniol (0,00041).


(20)

5

3. Kelarutan dalam Alkohol

Menurut Guenther (2006), kelarutan dalam alkohol adalah kemampuan minyak atsiri larut dalam alkohol. Konsentrasi alkohol yang sering digunakan untuk menentukan kelarutan minyak dalam alkohol adalah : 50%-60%, 70%-80%, dan 90%. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (1995), minyak sereh wangi diukur kelarutannya dalam alkohol 80%. Biasanya pengukuran dilakukan pada suhu 20°C. Tingkat kelarutan yang bersifat empiris dan relative, dipakai di laboratorium Fritzsche Brothers Inc dan dinamakan sebagai berikut :

Larut jernih kabur Sedikit berkabut Sedikit Keruh Berkabut Keruh Sedikit Kabur Suram

4. Putaran Optik

Minyak atsiri sebagian besar ditempatkan dalam sinar atau cahaya yang dipolarisasikan, akan mempunyai sifat memutar bidang polaritas ke kanan (dextrorotatory) dan kiri (levorotatory). Sifat optis aktif minyak tersebut diukur dengan alat polarimeter dan nilainya dinyatakan dalam derajat rotasi. Sudut rotasi tergantung dari sifat cairan, panjang tabung yang dilalui sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan,dan suhu. Menurut Ketaren (1985), putaran optik minyak atsiri dalam pustaka, ditetapkan pada suhu 20°C.

C.

Komponen Utama Minyak Sereh Wangi

1. Sitronelal

Sitronelal merupakan senyawa yang mudah bereaksi karena adanya gugus aldehida dan ikatan rangkap (Bedoukian 1987). Menurut Ketaren (1985), persenyawaan sitronelal terdapat pada minyak sereh, Eucaliptuscitriodora, rumput lemon, dan bunga mawar. Pada suhu kamar sitronelal berupa cairan berwarna kekuningan yang mudah menguap, bersifat sedikit larut dalam air, dan dapat larut dalam alkohol maupun ester. Sitronelal mempunyai bau yang menyenangkan dan banyak digunakan untuk parfum dan sabun, serta sebagai bahan dasar untuk pembuatan hidroksi sitronelal dan mentol sintesis. Rumus molekul adalah C10H18O dan bobot molekulnya adalah 154,25, dengan rumus bangun seperti pada Gambar 1. Sementara, sifat fisik sitronelal menurut Kirk Othmer (1954) diacu dalam Ketaren (1985) dapat dilihat pada Tabel 2.


(21)

6 Tabel 2. Sifat fisik sitronelal

Sifat fisik D-Sitronelal L-Sitronelal Titik didih (°C) 205-206 205- 208 Berat Jenis 0,8470-0,8500 0,8567

Indeks Bias 1,448 1,447

Putaran Optik -12,3 -3,0

Sumber : Kirk Othmer (1954) diacu dalam Ketaren (1985)

Senyawa sitronelal dapat membentuk senyawa siklik pada suasana asam, sedangkan pada suasana basa, senyawa sitronelal dapat terpolimerisasi atau resinifikasi dengan cepat (Guenther 1991). Reaksi yang mungkin terjadi pada senyawa sitronelal yaitu : polimerisasi, oksidasi, dan siklisasi. Senyawa sitronelal yang dioksidasi akan menghasilkan senyawa asam sitronelal dan yang direduksi akan menghasilkan sitronelol atau dehidro sitronelal. Senyawa sitronelal dapat dibuat secara sintesis dengan mereaksikan asam klorida dengan pinen (Bedoukian 1967). Menurut Ketaren (1985), senyawa sitronelal mempunyai bau yang menyenangkan sehingga banyak digunakan sebagai bahan dasar untuk zat pewangi sabun, obat-obatan, parfum, dan pasta gigi.

2. Sitronelol

Senyawa sitronelol banyak terdapat dalam minyak mawar dan minyak sereh. Senyawa ini pada suhu kamar berupa cairan tidak berwarna dan berbau mawar, bersifat mudah larut dalam alkohol dan eter, namun sedikit larut dalam air (Ketaren 1985). Menurut Bedoukian (1967), senyawa sitronelol mempunyai rumus molekul C10H20O dan bobot molekul 126,56. Rumus bangun sitronelol menurut Anonim1 (2012), ditunjukkan pada Gambar 2. Sementara, sifat fisik sitronelol menurut Kirk Othmer (1954) diacu dalam Ketaren (1985), ditunjukan pada Tabel 3.

+)-Citronellol (left) and (-)-citronellol Gambar 2. Rumus bangun sitronelol (Anonim1 2012)

Tabel 3. Sifat fisik sitronelol

Sifat fisik D-Sitronelol L-Sitronelol

Titik didih (°C) 119-121 225- 226

Berat Jenis 0,866 0,862- 0,869

Indeks Bias 1,456-1,457 1,459-1,463

Putaran Optik (+2º7)-(-2°8’) (-4º2’) Sumber : Kirk Othmer (1954) diacu dalam Ketaren (1985)

Menurut Lapczynski et al. (2008), sifat fisik d-sitronelol yaitu : titik didih 225ºC, bobot jenis 0,86 g/ml, indeks bias 1,457. D-sitronelol mempunyai titik didih 20ºC pada tekanan 0,0009 mm Hg. Sementara, L-sitronelol mempunyai sifat fisik yaitu : tidak berwarna sampai berwarna kuning pucat, berbau seperti minyak mawar, indeks bias pada 20ºC (1,4530–1,4580), dan berat jenis pada 25ºC (0,8520–0,8570). Selain itu, suhu yang dibutuhkan untuk mendapatkan L-sitronelol pada tekanan


(22)

7 vakum 0,01 mmHg adalah 20ºC. Menurut data Thegoodscentcompany (2012), estimasi titik didih sitronelol pada tekanan vakum 0,020000 mm/Hg atau 0,0266644 mbar adalah 25°C.

D dan L-sitronelol adalah bahan wewangian yang digunakan dalam kosmetik dekoratif, wewangian halus, sampo, sabun toilet, dan perlengkapan mandi lainnya, serta dalam produk non kosmetik seperti pembersih rumah tangga dan deterjen (Lapczynski et al. 2008). Menurut Singh et al. (2011), sitronelol digunakan sebagai bahan pembuat senyawa-senyawa sintetik feromon ratu lebah, yaitu trans 9-okso-2 dekenoat (9-ODA). Sitronelol komersial diperoleh dengan cara mereduksi sitronelal dari minyak sereh wangi. Sitronelol ini mempunyai harga yang sangat mahal.

3. Geraniol

Geraniol merupakan senyawa utama penyusun minyak sereh wangi, mawar, ketumbar, ylang-ylang, dan neroli. Pada suhu kamar, senyawa ini berupa cairan tidak berwarna (kuning pucat) seperti minyak, berbau menyenangkan, tidak larut dalam air namun bersifat larut dalam alkohol dan eter (Ketaren 1985). Menurut Bedoukian (1967), senyawa ini mempunyai bobot molekul 154,24 dengan rumus molekul C10H18O, seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Rumus bangun geraniol (Bedoukian 1967)

Geraniol (3,7 dymetilocta-trans-2,6-dien-1-ol) merupakan alkohol monoterpen yang berbentuk siklik. Senyawa ini merupakan gabungan dari dua isomer tran-cis (Chen dan Viljoen 2010). Sifat fisik geraniol ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat fisik geraniol Sifat fisik keterangan Titik didih (°C) 230 (pada 757 mmHg) Berat Jenis 0,833

Indeks Bias 1,467-1,479 Putaran Optik (2)-(-2) Sumber : Ketaren (1985)

Geraniol mempunyai karakter yaitu berbau seperti bunga mawar dan mempunyai rasa (pada 10 ppm) floral manis seperti bunga mawar dan buah jeruk, serta bernuansa lilin (Burdock 2010 diacu dalam Chen dan Viljoen 2010). Senyawa ini digunakan secara luas sebagai bahan fragnans. Menurut Chen dan Viljoen (2010), geraniol merupakan molekul penting bagi industri flavor dan fragnans. Biasanya senyawa ini diproduksi oleh industri sebagai produk konsumen. Geraniol digunakan sebagai repelen dan insektisida. Selain itu, geraniol juga digunakan sebagai pewangi tubuh atau parfum dan bahan dasar pembuatan ester (Ketaren 1985). Menurut Rastogi et al. (1998), berdasarkan survei produk komersial di pasar Eropa, ditemukan bahwa sekitar 76% geraniol digunakan dalam produk deodorant, termasuk 41% dalam produk domestik dan rumah tangga dan sekitar 33% dari formulasi kosmetik berbahan alami menggunakan geraniol. Produksinya melebihi 1000 ton metrik per tahun.


(23)

8

4.

Rhodinol

Rhodinol adalah alkohol monoterpene yang terjadi secara alami dalam minyak geranium dan serai. Bahan ini banyak digunakan dalam kosmetik dan wewangian, yang bertujuan memberikan bau bunga (Wikipedia 2012). Menurut Anonim2 (2010), minyak geranium mengandung sekitar 55-65% dari Rhodinol yang terdiri atas campuran sitronelal-L dan geraniol. Standar Rhodinol ditunjukan pada Tabel 5.

Tabel 5. Sifat fisik Rhodinol

Parameter Rhodinol

Penampakan Cairan berwarna

Berat jenis pada 25ºC. 0,860 hingga 0,880 Indeks bias pada 25ºC. 1,4630hingga 1,4730 Karakteristik organoleptik Sangat berbau mawar Sumber : Anonim2 (2012)

Sementara, menurut Lapczynski et al. (2008), sifat fisik Rhodinol yaitu: indeks bias pada 20ºC (1,4679) dan berat jenis pada 25/25ºC (0,8755). Rhodinol adalah bahan wewangian yang digunakan dalam banyak senyawa aroma. Senyawa ini banyak diaplikasikan sebagai wewangian dalam kosmetik dekoratif, wewangian halus, sampo, sabun toilet, dan perlengkapan mandi lainnya, serta produk non-kosmetik seperti pembersih rumah dan deterjen.

Rhodinol komersial mempunyai harga yang lebih tinggi daripada sitronelol maupun geraniol. Hal ini disebabkan Rhodinolmemiliki bau yang enak dan ‖halus atau lembut‖. Sitronelol dan geraniol dapat diesterifikasi dengan menggunakan berbagai asam organik dan menghasilkan berbagai ester untuk parfum.

D.

Fraksinasi dan Pemurnian Minyak Atsiri

1. Distilasi Fraksinasi Vakum

Fraksinasi bermanfaat untuk memisahkan minyak atsiri berdasarkan titik didih, sehingga menjadi beberapa fraksi (Adhika 2004). Distilasi fraksinasi disebut juga distilasi bertingkat, merupakan proses rektifikasi atau distilasi bertahap dengan refluk. Pada proses ini, flash mengalami penguapan secara bertahap dan menyebabkan cairan mengalir secara bolak-balik dari satu tahap ketahap berikutnya. Cairan dalam satu tahap mengalir ketahap dibawahnya, sedangkan uap mengalir dari satu tahap ke tahap diatasnya (Nainggolan 2002). Menurut Vogel (1958), distilasi bertingkat merupakan proses pemisahan suatu cairan volatil dari cairan non volatil atau pemisahan dua komponen atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih. Proses ini memerlukan perlakuan teoritis berupa hubungan antara titik didih komponen-komponen cairan atau tekanan uap campuran dengan komposisi komponen dalam campuran. Terdapat faktor-faktor penting dalam proses fraksinasi yang mempengaruhi pemisahan campuran menjadi fraksi murni. Faktor-faktor tersebut yaitu : waktu distilasi, panjang kolom distilasi, isolasi panas, dan rasio refuks (Furniss et al. 1984 diacu dalam Lestari 2012). Operasi fraksionasi yang ideal pada setiap suhu distilasi tertentu, akan menghasilkan fraksi tertentu dengan kemurnian yang tinggi.

Pemisahan komponen volatil dengan distilasi fraksinasi, harus dilakukan secara bertahap. Komponen bertitik didih rendah akan teruapkan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan komponen bertitik didih tinggi (Slabaugh and Persons 1976 diacu dalam Lestari 2012). Hasil yang didapatkan berupa campuran uap yang lebih banyak mengandung komponen bertitik didih rendah. Hasil ini


(24)

9 disebut sebagai distilat, sedangkan pada sisa cairan atau residu terdapat komponen dengan titik didih yang lebih tinggi.

Distilasi vakum merupakan suatu proses distilasi dengan menggunakan tekanan yang rendah (vakum). Proses distilasi ini dilakukan dengan menurunkan tekanan atmosfer. Menurut Yoder et al. (1980) diacu dalam Lestari (2012), apabila cairan yang disuling tidak stabil pada kisaran suhu tertentu atau jika titik didihnya pada kondisi normal terlalu tinggi, distilasi dapat dilakukan pada suhu dibawah tekanan atmosfir (vakum). Teknik ini disebut distilasi vakum. Menurut Moore dan Dalrymple (1971) diacu dalam Adhika (2004), banyak larutan organik yang tidak dapat disuling pada tekanan atmosfer. Hal ini dikarenakan suhu yang digunakan akan menyebabkan dekomposisi bahan tersebut. Hal ini juga sering menjadi masalah bagi senyawa yang mempunyai titik didih diatas 200ºC, dan kadang-kadang pada suhu yang lebih rendah. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan penyulingan pada tekanan rendah.

Adapun, proses distilasi vakum banyak diterapkan dalam industri minyak atsiri. Hal ini dikarenakan tekanan yang digunakan lebih rendah sehingga tidak dapat berpengaruh pada mutu minyak. Tekanan tersebut didapatkan dengan mengurangi tekanan eksternal yaitu 0,1-30 mm Hg. Menurut Khopkar (2002), tekanan operasi untuk distilasi vakum adalah 0,4 atm (≤300 mmHg absolut). Menurut Guenther (1972), dengan tekanan serendah mungkin, suhu tidak begitu berpengaruh terhadap mutu minyak. Akan tetapi, penurunan tekanan lebih lanjut, akan memperlambat proses penyulingan, sehingga alat penyulingan vakum yang dibutuhkan harus efisien, kedap udara, dan kondensor yang efektif. Dengan demikian, minyak atsiri yang bertitik didih rendah dapat diperoleh kembali. Skema distilasi vakum dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema alat distilasi vakum (Anonim3 2011)

Beberapa penelitian tentang isolasi minyak atsiri telah dilakukan dengan tenik distilasi frakasinasi vakum, seperti dalam penelitian Nainggolan (2002) mengengai pemisahan minyak nilam. Kondisi operasinya adalah refluks/withdr : 40/4 dan tekanan 40 mbar. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah kadar patchouli alkohol sekitar 57,766% dalam residu. Sementara, penelitian Adhika (2004) mengenai fraksinasi minyak akar wangi dengan distilasi vakum, didapatkan bahwa proses fraksinasi vakum dapat meningkatkan hidrokarbon-O dari 42,78% menjadi 62,28% dalam residu. Adapun, Sahid (2001) dan Lestari (2012) mencoba mengisolasi komponen sitronelal.


(25)

10 Hasil yang didapatkan berupa sitronelal dalam distilat dengan kadar berturut-turut yaitu : 49,946% dan 84,51%.

2. Distilasi Molekuler

Distilasi molekuler merupakan proses pemisahan fraksi dengan bobot molekul yang berbeda pada kondisi suhu yang serendah mungkin. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kerusakan bahan (Lutisan et al. 2002 diacu dalam Setyawan 2009). Menurut Rossi et al. (2012) dan Martinello et al. (2008), serta Shao et al. (2006), distilasi molekuler dikenal juga sebagai Short Path Distillation

(SPD). Distilasi molekuler dicirikan dengan alokasi waktu distilasi yang singkat, koefisien transfer panas tinggi, penghilangan hotspot, aliran operasi kontinyu, tekanan rendah 0,001 mbar, dan jarak yang sempit antara kondensor dan evaporator (Shimada 2000). Menurut Zuñiga et al. (2006), distilasi molekuler merupakan metode yang aman dan cocok untuk pemisahan dan pemurnian bahan yang tidak stabil pada kondisi termal. Hal ini dikarenakan kondisi operasinya dirancang khusus yaitu menggunakan tekanan dan suhu rendah serta waktu tinggal pendek. Martinello et al. (2008) menambahkan bahwa karakteristik operasi SPD yang utama adalah tekanan yang digunakan berkisar antara 10-2 hingga 10-4 KPa. Dengan kondisi tersebut, volatilitas komponen meningkat dan suhu operasi menurun, sehingga memungkinkan untuk memisahkan senyawa pada suhu yang lebih rendah.

Keuntungan menggunakan SPD yaitu suhu pemanasan bisa jauh lebih rendah (pada tekanan rendah) dari titik didih cairan pada tekanan standar, dan distilat yang dihasilkan melewati jalur yang pendek. Selain itu, proses SPD menyebabkan hanya sedikit senyawa volatil yang hilang (Martinello et al. 2008). Lestari (2012) menambahkan bahwa proses pemurnian yang berlangsung dengan SPD lebih efisien dan produk yang dihasilkan lebih ramah lingkungan. Hal tersebut dikarenakan proses SPD tidak menggunakan bahan kimia untuk reagennya.

Terdapat dua konsep teknis SPD yang berbeda pada industri. Akan tetapi, keduanya mempunyai prinsip yang sama yaitu campuran zat yang akan diuapkan didistribusikan sebagai film

yang sangat tipis pada permukaan evaporator (Martinello et al. 2008). Adapun, kedua konsep SPD tersebut adalah tipe sentrifugasi dan tipe evaporator film tipis. Short Path Distillation (SPD) tipe sentrifugasi menggunakan disk yang berputar. Disk tersebut berfungsi sebagai perata panas saat bahan kontak dengan permukaan disk. Film yang dihasilkan setelah melewati putaran disk dengan kecepatan tinggi, akan dipaksa keluar dari tepi disk. Ketebalan film atau lapisan pada disk dan waktu tinggal bahan pada permukaan disk, dipengaruhi oleh kecepatan putaran disk. Tipe ini juga mempunyai kondensor yang terletak pada jarak yang dekat dari disk evaporator (SMS-VT 2012).

Konsep teknis SPD yang ke dua adalah menciptakan sebuah film tipis menggunakan sebuah evaporator film tipis dengan sistem agitasi mekanik. Agitasi tersebut bertujuan mendistribusikan dan mencampur bahan ketika mengalir ke dinding evaporator. Menurut Martinello et al. (2008), pada metode falling film, satu film kontak dengan permukaan yang dipanaskan dan film lainnya kontak dengan permukaan yang dingin. Permukaan dingin berdekatan dengan permukaan yang panas dan bahan yang terevaporasi mempunyai jarak kondensasi yang pendek. Gambar 5 menunjukkan skema alat Short Path Distillation (SPD). Alat SPD tersebut terdiri atas badan silinder dengan jaket pemanas, rotor, dan di dalam bodi atau badan terdapat kondensor. Komponen dalam alat SPD ditunjukkan pada Gambar 6.


(26)

11 Gambar 5. Skema alat Short Path Distillation skala lab (Marttinello et al. 2008).

Gambar 6. Komponen dalam alat Short Path Distilation (Kenkimble 2011)

Terdapat blade wiper pada rotor yang akan melipat kedalam atau ke arah shell inner dan menempel. Hal ini dikarenakan adanya paksaan dari gaya sentrifugasi ketika rotor bergerak. Wiper

dalam alat SPD ditunjukkan pada Gambar 7. Wiper blade akan menciptakan mekanisme agitasi. Produk berupa lapisan film tipis yang menempel pada permukaan evaporator akan jatuh ke kolom spiral dengan adanya gaya gravitasi. Kemudian, bagian volatil dari produk akan menguap. Uap melewati rute terpendek dan dengan hampir tidak ada penurunan tekanan pada kondensor internal, uap akan teresipitasi pada tabung. Bagian non-volatil dari bahan akan mencapai bagian bawah evaporator dan mengalir melalui outlet produk bawah. Uap sisa dan gas inert mengalir melalui nosel vakum dengan sistem vakum (SMS-VT 2012).

Umpan

Sysitem wiper

Condenser

Heating Jacket


(27)

12 .

Gambar 7. Wiper pada alat Short Path Distillation (SMS-VT 2012)

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh selama proses SPD berlangsung. Faktor-faktor tersebut yaitu : tekanan, suhu evaporator, dan laju alir umpan (Q) (Martilleno et al. 2008). Menurut Bose dan Palmer (1984) diacu dalam Marttinello et al. (2008), tingkat pemisahan yang diperoleh dalam proses distilasi molekuler tidak hanya fungsi dari volatilitas komponen, tetapi juga merupakan fungsi dari massa dan transfer panas dalam fase cair, serta dari kinetika molekul. Ketika cairan diuapkan, antarmuka uap-cair menjadi dingin dalam campuran dan menurunkan komposisi komponen volatil. Hal ini mengarah pada pembentukan driving force untuk transfer difusif massa dan panas. Semua hambatan ini tidak hanya mempengaruhi kecepatan penguapan, tetapi juga kemurnian produk.

Menurut Tovar et al. (2011), proses SPD mempunyai banyak keuntungan sehingga banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri kosmetik, farmasi, makanan, dan petrokimia. Proses SPD yang digunakan dalam industri-industri tersebut berfungsi sebagai proses pemurnian, pemulihan, dan pengonsentrasian zat yang bernilai tambah tinggi. Minyak esensial adalah salah satu produk yang dapat difraksinasi menggunakan SDP, untuk menyediakan produk yang berkualitas tinggi, tanpa bahaya dekomposisi.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan SPD dapat meningkatkan kemurnian suatu produk. Lestari (2012) mencoba memurnikan hasil fraksinasi berupa fraksinat kaya sitronelal dengan presentase 84,51% menggunakan SPD tipe falling film. Suhu yang digunakan dimulai dari 44ºC. Kemudian, laju alir umpan yang diatur yaitu 4 tetes per detik. Hasil yang didapatkan yaitu terjadi kenaikan kadar sitronelal dari 84,51% menjadi 97,05%. Tover et al. (2010) melakukan proses SPD untuk memekatkan komponen bioaktif dari minyak sereh dapur (Cymbopogon citarus ) dengan judul penelitian yaitu ―Aplikasi Desain Faktorial untuk Memekatkan Komponen Bioaktif dari Minyak Atsiri Cymbopogon citarus Menggunakan Short Path Distillation”. Penelitian tersebut menggunakan alat Short Path Distillation yang digunakan bertipe sentrifugal dan masih skala lab. Desain faktor percobaan yang dilakukan dimulai dengan trial proses short path distillation dan dengan rancangan percobaan 22.. Faktor yang dikaji adalah suhu evaporator dalam derajat selsius (EVT) dan laju umpan yang dinyatakan dalam militer per min (Q). Kemudian, analisis yang dilakukan dalam penelitian tersebut adalah pengaruh dari setiap variabel yang diteliti terhadap variabel dependen. Variabel dependen tersebut adalah Consentration of citral in the destllate (CCD). Hasil yang didapatkan yaitu terdapat pengaruh EVT dan Q terhadap CCD. Peningkatan EVT juga meningkatkan CCD, yaitu dari 9,908 × 102 mg siitral/g sampel awal minyak sereh, menjadi 2,048 × 103 mg sitral/g sampel. Secara statistik, hasil yang didapatkan berbentuk model linear, yang menggambarkan adanya ketergantungan dari variabel CCD dengan variabel proses dalam rentang eksperimental. Tover et al. (2011) melakukan fraksinasi terhadap minyak sereh dapur menggunakan alat short path distillation tipe sentrifugal skala lab. suhu evaporator yang digunakan yaitu : 60ºC - 120ºC dan dengan debit umpan


(28)

13 yaitu : 1,5 hingga 4,5 ml min. Hasil yang didapatkan berupa senyawa sitral dalam distilat sebanyak 33,576 mg sitral ml-1 pada suhu evaporator 120ºC dan pada flow rate 1,5 ml min-1. Rendemen yang didapatkan sekitar 70%.


(29)

14

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga Oktober 2012, di R&D dan bagian

Quality Control PT.Indesso Aroma Cileungsi, Bogor.

B.

Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu unit alat Short Path Distillation (SPD) KDL1 (UIC) skala lab tipe falling film evaporator, yang terdiri atas mesin pendingin, mesin pemanas dengan media penghantar panas berupa etilen glikol, pompa vakum, dan mesin rotor (Lampiran 1). Skema alat SPD tersebut ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Skema alat SPD tipe falling film evaporator PT.Indesso Aroma

Alat tersebut mempunyai kapasitas umpan maksimal 1 kg dan rata-rata jumlah umpan masuk adalah 100 g/h hingga 400 g/h. Suhu evaporator maksimum adalah 250°C, kemudian luas permukaan evaporatornya adalah 0,03 m2 (UIC-GMBH 2012). Sementara alat-alat yang digunakan untuk analisis fisikokimia yaitu digital density meter DMA 48, digital refraktometer ATAGO, dan injektor. Selain itu, alat-alat lainnya yaitu pipet, stopwatch, botol-botol gelap, erlemeyer, gelas ukur, thermometer, timbangan dan Gas Cromatography (GC).

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi fraksinasi vakum yang relatif rendah kandungan sitronelalnya, sehingga dapat disebut fraksinat kaya sitronelol dan geraniol (Lampiran 1). Fraksinasi yang dilakukan menggunakan kondisi operasi yaitu : tekanan 1 mbar, rasio refluks 20 : 10, suhu heat 127,81ºC, suhu Flask 113,63ºC, suhu Head 64,05ºC,


(30)

15 dan laju fraksinasi 6,27 ml/menit. Sementara, minyak sereh wangi tersebut merupakan minyak sereh wangi asal Jawa atau Java citronella oil, yang berasal dari Kampung Cireundeu, Desa Cipancar, Kecamatan Sarang Panjang, Subang, Jawa Barat. Karakteristik fisikokimianya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sifat fisikokimia fraksinat kaya sironelol dan geraniol Parameter Hasil

Bobot Jenis (25ºC) 0,8789

Indeks bias (25°C) 1,4661

Warna Kuning pucat, jernih,

Kelarutan dalam etanol 80% jernih pada 1:2 Sumber : Lestari (2012)

C.

Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu : penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terbagi menjadi dua yaitu : analisis kadar bahan menggunakan Gas Cromatography (GC) dan proses distilasi molekuler atau Short Path Distillation (SPD) menggunakan kenaikan suhu distilasi 4ºC. Sementara, pada penelitian utama, dilakukan proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2ºC. Setelah itu, hasil yang didapatkan dianalisis kadar sitronelol dan geraniol menggunakan GC dan dilanjutkan dengan analisis sifat fisikokimia terhadap residu akhir. Sifat fisikokimia tersebut meliputi : berat jenis, indeks bias, dan warna.

1. Penelitian Pendahuluan

a. Analisis Bahan

Analisis bahan berupa analisis kadar komponen utama bahan menggunakan GC. Metode analisis GC dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis tersebut bertujuan mengetahui senyawa penyusun bahan dan kadarnya. Hasil analisis GC yang didapatkan, dicocokkan dengan data GC-MS minyak sereh wangi (Standar Library) PT Indesso Aroma. Pencocokan ini didasarkan pada pola peak nya. Hal ini dikarenakan CG dan GC-MS menggunakan metode yang sama.

b. Proses

Short Path Distillation

(SPD)

Proses SPD dilakukan setelah kadar komponen utama bahan diketahui. Proses SPD yang dilakukan menggunakan teknik kenaikan suhu secara bertahap. Tujuan dari proses SPD ini adalah mendapatkan rentang suhu distilasi yang sesuai untuk menurunkan kadar sitronelal dibawah 10%. Kondisi operasi yang digunakan pada proses SPD ini dapat dilihat pada Tabel 7. Kondisi operasi diatas diatur tetap selama proses SPD berlangsung. Sementara, laju alir umpan yang diatur yaitu 1-2 tetes per detik dan umpan awal yang digunakan adalah 100,80 gram. Pada proses SPD ini, umpan yang dimasukan hanya satu kali dan untuk run SPD selanjutya, umpan yang digunakan berasal dari residu yang dihasilkan dari run SPD sebelumnya. Proses SPD yang dilakukan yaitu bahan dimasukkan melalui tabung umpan. Kemudian, tabung umpan ditutup rapat. Sebelum umpan diteteskan ke dalam bodi (Column SPD), alat SPD divakum selama 5-10 menit. Hal ini bertujuan meratakan vakum dalam alat tersebut. Bersamaan dengan itu, dihidupkan rotor. Hal ini bertujuan agar sisa-sisa dari proses sebelumnya dapat terevaporasi. Setelah itu, klep tetes umpan dibuka dan laju alir umpan diatur 1-2 tetes per detik.


(31)

16 Tabel 7. Kondisi operasi proses Short Path Distillation penelitian pendahuluan

Fraksinat kaya sitronelol dan geraniol Suhu kondensor : 10ºC Kecepatan rotor : 200 rpm Tekanan sistem : 10-3 mbar Kenaikan suhu distilasi : 4ºC Rentang suhu distilasi : 44ºC-64ºC

Sementara itu, suhu distilasi yang diatur pada proses SPD run pertama adalah 44ºC. Umpan yang telah didistilasi dan dievaporasi, akan menghasilkan fraksi berat yang disebut residu dan fraksi ringan yang disebut distilat. Senyawa yang tidak terevaporasi akan terjerembab dalam trap cooler.

Setelah umpan habis, klep tetes umpan ditutup dan diberikan waktu sekitar 10 menit untuk mematikan vakum, sedangkan rotor baru dimatikan 15 menit-30 menit setelah vakum dimatikan. Hal ini bertujuan agar bahan yang menempel pada dinding evaporator dan bagian bodi SPD lainnya dapat mengalir ke labu distilat atau residu.

Residu dan distilat yang didapatkan kemudian ditimbang dan dianalisis dengan GC. Hal ini bertujuan mengetahui kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniolnya. Jika kadar sitronelalnya telah mencapai kurang dari 10%, proses distilasi dihentikan dan dilakukan analisis sifat fisikokimia terhadap residu akhir. Akan tetapi, bila kadar sitronelal belum mencapai kurang dari 10%, dilakukan proses distilasi lagi dengan bahan berasal dari residu yang didapatkan dan suhu distilasi dinaikan menjadi 48ºC. Proses ditilasi dilakukan hingga suhu distilasi terakhir yaitu 64ºC. Diagram alir proses SPD penelitian pendahuluan ini ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram alir penelitian pendahuluan

2. Penelitian Utama

Hasil penelitian pendahuluan dijadikan dasar untuk penelitian utama. Kondisi operasi yang digunakan pada penelitian utama sama seperti pada penelitian pendahuluan. Akan tetapi, rentang suhu distilasi dan kenaikan suhu distilasi yang digunakan pada penelitian utama berbeda dengan penelitian pendahuluan. Rentang suhu distilasi yang digunakan pada penelitian utama ini adalah 58ºC-62ºC, sedangkan kenaikan suhu distilasi yang digunakan adalah 1ºC dan 2ºC. Kenaikan suhu distilasi 1ºC dijadikan sebagai perlakuan pertama dan kenaikan suhu distilasi 2ºC dijadikan sebagai perlakuan ke dua. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali (duplo) dan jumlah bahan yang digunakan pada masing-masing perlakuan tersebut berbeda-beda (Tabel 8).

Umpan

Proses distilasi dengan

Short Path Distillation

Distilat Residu

sitronelal < 10 %

Analisis kadar sitronelal, sitronelol dan geraniol dengan GC

Ya

Tidak Tekanan : 10-3 mbar

Suhu distilasi : 44-64ºC Suhu kondensor : 10ºC

Rotor : 200 rpm Laju umpan : 2 tetes/detik Kenaikan suhu distilasi : 4ºC


(32)

17 Tabel 8. Jumlah bahan yang digunakan untuk tiap ulangan perlakuan kenaikan suhu distilasi

1ºC dan 2ºC

Ulangan Perlakuan proses Bahan (gram)

1 Kenaikan suhu distilasi 1ºC 74,95

2 Kenaikan suhu distilasi 1ºC 74,96

1 Kenaikan suhu distilasi 2ºC 74,93

2 Kenaikan suhu distilasi 2ºC 74,73

Setelah proses SPD, didapatkan hasil berupa residu dan distilat. Masing-masing residu dan distilat tersebut dianalisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniolnya menggunakan GC. Setelah itu, residu akhir dari masing-masing perlakuan dianalisis sifat fisikokimia dengan prosedur yang dapat dilihat pada Lampiran 3a. Sementara, residu, distilat dan kehilangan (loss) yang didapatkan, dihitung rendemennya dengan perhitungan seperti contoh yang terlampir pada Lampiran 3b. Diagram alir proses SPD penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Diagram alir penelitian utama

3. Analisis Data

a. Penelitian Pendahuluan

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian pendahuluan yaitu : analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam distilat dan residu. Analisis data tersebut dilakukan secara deskriptif menggunakan tabel dan grafik. Analisis tersebut menggambarkan pengaruh kenaikan suhu distilasi terhadap kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol yang didapatkan dalam masing-masing residu maupun distilat.

b.

Penelitian Utama

Terdapat beberapa parameter yang dianalisis pada penelitian utama ini. Parameter tersebut meliputi analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam masing-masing residu dan distilat. Kemudian, analisis rendemen dari residu, distilat, dan kehilangan (loss), serta analisis sifat fisikokimia residu akhir dari masing-masing perlakuan. Analisis sifat fisikokimia tersebut meliputi bobot jenis, indeks bias, dan warna. Semua analisis tersebut menggambarkan hubungan kenaikan suhu distilasi dengan masing-masing parameter. Secara keseluruhan prosedur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11.

Bahan

Proses distilasi dengan Short Path Distillation

Rentang suhu distilasi : 58-62°C Tekanan : 10-3 mbar Kenaikan suhu distilasi : 1°C dan 2°C Putaran Rotor : 200 rpm Laju Umpan : 1-2 tetes / detik

Analsis sitronelol, sitronelal, dan geraniol dan hitung rendemen


(33)

18 Gambar 11. Diagram alir penelitian keseluruhan

Mulai

Karakterisasi Bahan :

Analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol menggunakan GC.

Short Path Distillation (penelitian pendahuluan) : Suhu distilasi: 44 - 64°C, tekanan vakum : 10-3 mbar. Kenaikan suhu distilasi : 4°C, putaran rotor : 200 rpm Laju umpan : 1-2 tetes/detik, suhu kondensor : 10°C

 Residu dan distilat dianalisi kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dengan GC.  Analisis sifat fisikokimia residu dengan kadar sitronelal kurang dari 10 %.

Proses Short Path Distillation (duplo)

Suhu distilasi : 58-62°C Tekanan : 10-3 mbar Kenaikan suhu distilasi : 1°C dan 2°C Kecepatan rotor : 200 rpm Laju Umpan : 1-2 tetes / detik

 Analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat menggunakan GC  Analisis sifat fisikokimia residu dan distilat akhir


(34)

19

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Penelitian Pendahuluan

1. Analisis Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi fraksinasi vakum yang relatif rendah kandungan sitronelalnya, sehingga dapat disebut fraksinat kaya sitronelol dan geraniol. Karakteristik sifat fisikokimia fraksinat tersebut yaitu : bobot jenis (0,8789), indeks bias (1,4661), kelarutan dalam alkohol 80% (jernih pada 1:2), dan warna (Kuning pucat, jernih). Sifat tersebut telah sesuai standar mutu SNI-006-1995 (Lestari 2012). Fraksinat kaya sitrronelol dan geraniol mempunyai banyak komponen kimia selain sitronelol dan geraniol, dengan kadar yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil GC (Gambar 12) yang dicocokan dengan hasil GC MS minyak sereh wangi (Standar PT. Indesso Aroma) yang tertera pada Lampiran 4, diketahui bahwa bahan ternyata mempunyai luas area sitronelal yang lebih tinggi dibanding luas area komponen lainnya, sedangkan sitronelol dan geraniolnya memiliki luas area yang hampir sama. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Senyawa penyusun fraksinat kaya sitronelol dan geraniol No Senyawa Penyusun Luas Area (%)

1 Limonene 0,784

2 Sitronelal 33,938

3 Sitronelol 21,064

4 Geraniol 20,373

5 Sitronelol asetat, 3,875

6 Geraniol asetat 1,956

Menurut Kaniawati dkk. (2004), terdapat sebelas komponen dalam minyak sereh wangi yang dapat diidentifikasi dengan kromatografi gas dan spektrometri massa. Komponen-komponen tersebut yaitu : α-pinen, limonen, linalool, sitronelal, sitronelol, geraniol, sitronelil asetat, b-kariofilen, geranil asetat, d-kadinen, dan elemol, dengan komponen utamanya adalah sitronelal. Sementara, berdasarkan perhitungan kadar bahan yang terlampir pada Lampiran 5a, didapatkan bahwa sitronelal, sitronelol, dan geraniol mempunyai kadar yang paling tinggi dibanding lainnya. Kadar tersebut berturut-turut yaitu : 33,94%, 21,06%, dan 20,37%, sedangkan kadar fraksinat kaya sitronelol dan geraniol (campuran komponen sitronelol dan geraniol) adalah 41,44%. Kadar yang diketahui tersebut menunjukkan bahwa walaupun bahan dikatakan sebagai fraksinat kaya sitronelol dan geraniol, kadar sitronelalnya juga cukup tinggi. Hal ini seperti dikatakan oleh Lestari (2012) bahwa fraksinat kaya sitronelol dan geraniol semula diduga mempunyai kemurnian yaitu hanya mengandung sitronelol saja, ternyata juga mengandung senyawa lain. Menurut Guenther (2006), terdapat banyak komponen penyusun dalam minyak sereh wangi, namun yang paling utama dan mempunyai kadar yang paling tinggi yaitu sitronelal (32-45%), geraniol (12-15%), dan sitronelol (11-15%).


(35)

20 Keterangan : 1) limonene, 2) sitronelal, 3) sitronelol , 4) geraniol 5) sitronelol asetat,

6) geraniol asetat.

Gambar 12. Kromatogram bahan fraksinat kaya sitronelol dan geraniol

2. Proses

Short Path Distillation

(SPD)

Percobaan pendahuluan bertujuan mengetahui proses distilasi dengan kenaikan suhu secara bertahap dan menentukan rentang suhu distilasi yang tepat yang dapat menurunkan kadar sitronelal dibawah 10%. Seperti diketahui bahwa kadar sitronelal dalam bahan yaitu 33,94%. Kadar tersebut masih sangat tinggi. Sitronelal dalam urutan peak dalam kromatogram (Gambar 13) termasuk fraksi depan, yaitu fraksi yang mempunyai titik didih di bawah titik didih sitronelol. Menurut Kirk Othmer (1954) diacu dalam Ketaren (1985), sitronelal mempunyai titik didih pada tekanan 1 atm, yaitu 205ºC-208ºC, sedangkan sitronelol mempunyai titik didih yaitu 119ºC-226ºC. Lestari (2012) menambahkan bahwa urutan peak fraksi-fraksi mengindikasikan titik didih dari suatu senyawa. Semakin belakang urutan peak, semakin tinggi titik didihnya. Dengan demikian, salah satu cara yang dapat dialakukan untuk meningkatkan kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan SPD, yaitu dengan menurunkan kadar fraksi depan terutama kadar komponen sitronelal tersebut.

Gambar13. Pengelompokan fraksi

Kondisi operasi SPD yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. Kondisi operasi tersebut disesuaikan dengan kondisi operasi untuk minyak nilam dan minyak lainnya yang digunakan R&D PT. Indesso Aroma.Kecepatan rotor dan tekanan diatur tetap, yaitu 200 rpm dan 10-3


(36)

21 mbar. Menurut Hui et al. (2012), terdapat banyak faktor yang berpengaruh dalam proses SPD. Faktor-faktor tersebut yaitu : suhu, laju umpan, kecepatan film (putaran rotor), tekanan operasi, komposisi dari bahan, dan vakum. Suhu merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap peningkatkan kemurnian dan rendemen dari subtansi yang di SPD. Martinello et al. (2008) menambahkan bahwa tekanan yang digunakan dalam proses SPD yaitu 10-2 KPa hingga 10-4 KPa. Dengan kondisi tersebut, volatilitas komponen akan meningkat dan suhu operasi akan menurun, serta memungkinkan untuk memisahkan senyawa pada suhu yang lebih rendah.

Tabel 10. Kondisi operasi proses Short Path Distillation

Fraksinat Kaya Sitronelol Suhu kondenser : 10ºC Suhu trap cooler : 10ºC Kecepatan rotor : 200 rpm Tekanan sistem : 10-3 mbar

Adapun, kecepatan laju alir yang diatur yaitu 1-2 tetes per detik. Laju alir tersebut tidak diatur 1 atau 2 tetes per detik saja. Hal ini dikarenakan tidak ada panel control pada alat SPD dan saat proses SDP berlangsung, kecepatan tetesan umpan yang jatuh ke dalam bodi (column) cenderung melambat dengan semakin sedikitnya sisa bahan dalam tabung umpan. Selain itu, dikarenakan hasil SPD yang akan dijadikan produk adalah residu atau fraksi berat yang mempunyai kadar sitronelol dan geraniol yang tinggi. Menurut Tovar et al. (2010), jika volume laju alir umpan tinggi, waktu tinggal molekul pada permukaan evaporator menjadi rendah, sehingga kecepatan evaporasi mungkin tidak cukup tinggi untuk mengosentrasikan fraksi sitral dari minyak sereh dapur (lemonggras oil). Lestari (2012) melakukan proses SPD dengan laju alir 4 tetes per detik. Menurutnya jika tetes umpan yang masuk lebih dari 4 tetes per detik, residu yang dihasilkan lebih banyak. Hal tersebut dikarenakan proses distilasi yang terjadi kurang sempurnah, sehingga distilat yang dihasilkan pun kurang tinggi. Sementara rotor berfungsi untuk menggerakkan wiper. Wiper tersebut berfungsi membentuk aliran turbulen pada lapisan tipis (film) yang turun sepanjang pemanas dengan adanya gaya gravitasi dan lubang di dalam wiper (Pope 2008).

Proses SPD yang dilakukan pada penelitian ini, menggunakan kenaikan suhu secara bertahap dan proses SPD dilakukan terhadap residu yang dihasilkan dari setiap run. Metode ini merupakan modifikasi dari metode yang digunakan dalam penelitian Lestari (2012). Proses SPD dilakukan pada penelitian Lestari (2012), menggunakan kenaikan suhu secara bertahap yang bertujuan meningkatkan kemurnian fraksi sitronelal. Proses SPD tersebut menggunakan bahan hanya satu. Residu dan distilat yang didapatkan dari tiap tahapan proses SPD, di SPD kembali, sehingga didapatkan kadar sitronelal yang tinggi. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu distilat dengan kadar sitronelal yang tinggi dan residu akhir yang mempunyai jumlah yang sangat rendah. Walaupun demikian, tahap proses SPD tersebut sangat panjang dan metode tersebut dirasakan belum efisien, sehingga metode yang digunakan pada penelitian ini adalah modifikasi dari metode yang digunakan pada penelitian Lestari (2012). Modifikasi tersebut berupa pemotongan fraksi hanya dari residu, yakni umpan digunakan hanya satu kali dan setelah didapatkan residu, dilakukan proses SPD hanya terhadap residu tersebut. Selain itu, kenaikan suhu diatur sesuai dengan kerapatan titik didih. Metode ini berbeda dari metode yang dilakukan dalam penelitian Tovar et al. (2011), Rossi et al. (2011), dan Setyawan (2009). Tovar et al. (2010) melakukan proses SPD dengan alat SPD tipe evaporator sentrifugal. Suhu evaporasi (suhu distilasi) yang digunakan yaitu 60ºC-120ºC. Akan tetapi, Proses SPD tersebut tidak dilakukan dengan kenaikan suhu secara bertahap dan tidak terjadi proses SPD residu maupun distilat.


(37)

22 Proses SPD dilakukan pada suhu distilasi 60ºC dan langsung pada suhu distilasi 120ºC. Setiap suhu tersebut menggunakan umpan yang berbeda.

Sementara itu, penelitian pendahuluan ini menggunakan suhu distilasi yaitu : 44ºC-64ºC. Penggunaan suhu distilasi awal 44ºC didasarkan pada percobaan Lestari (2012). Pada percobaan tersebut, fraksi kaya sitronelal dimurnikan dengan suhu distilasi 44ºC dan tekanan 10-3 mbar. Hasil yang didapatkan yaitu terjadi peningkatan kadar sitronelal dari 66,80% menjadi 82,32%. Sementara, suhu distilasi akhir yang digunakan pada percobaan ini adalah 64ºC. Hal ini dikarenakan hasil yang dikehendaki adalah menurunkan fraksi sebelum sitronelol, sehingga suhu distilasi diatur tidak melebihi titik didih sitronelol yaitu sebesar 64,4ºC (Lestari 2012). Selain itu, kenaikan suhu distilasi dalam proses distilasi ini diatur perbedaannya yaitu 4ºC. Hal ini bertujuan mengetahui ketajaman pemotongan setiap fraksi.

Setelah dilakukan proses distilasi, didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa jumlah residu dan distilat yang didapatkan cenderung menurun seiring dengan lamanya tahapan proses distilasi. Jumlah residu yang diperoleh yaitu 85,34 gram hingga 32,11 gram, sedangkan jumlah distilat yang didapatkan yaitu 10,03 gram hingga 5,21 gram. Residu tertinggi, didapatkan dari run 1. Jumlah residu tersebut adalah 85,34 gram. Sementara, distilat tertinggi didapatkan dari run ke 3. Jumlah distilat tersebut adalah 12,73 gram. Tingginya distilat tersebut diduga karena laju alir yang diatur adalah 1 tetes per detik hingga umpan habis dari tabung umpan. Hal ini mengakibatkan bahan tersebar merata pada permukaan film evaporator, sehingga waktu tinggal bahan menjadi lama, serta terjadi proses evaporasi fraksi dengan titik didih yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Tovar et al. (2010) diketahui bahwa jika volum laju alir umpan tinggi, waktu tinggal molekul pada permukaan evaporator menjadi rendah, sehingga kecepatan evaporasi mungkin tidak cukup tinggi untuk mengosentrasikan fraksi sitral dari minyak sereh dapur (lemonggras oil). Sementara, Lestari (2012) menggunakan laju alir 4 tetes per detik dalam penelitiannya. Menurutnya jika tetes upan yang masuk lebih dari 4 tetes per detik, residu yang dihasilkan lebih banyak. Hal tersebut dikarenakan proses distilasi yang terjadi kurang sempurna, dan memungkinkan kemurnian distilat yang dihasilkan pun kurang tinggi.

Tabel 11. Hasil percobaan proses Short Path Distillation penelitian pendahuluan Run Nama Umpan Input

(gram)

Suhu Distilasi (°C)

Hasil (gram) Residu Distilat Loss

1 Bahan Awal 100,48 44 85,34 10,03 5,11

2 Residu 1 85,34 48 74,37 9,43 1,54

3 Residu 2 73,75 52 58,16 12,73 2,86

4 Residu 3 58,14 56 47,74 9,31 1,09

5 Residu 4 46,48 60 38,74 7,71 0,03

6 Residu 5 38,25 64 32,11 5,21 0,93

Adapun, residu akhir yang didapatkan adalah 32,11 gram, sedangkan distilat akhir yang didapatkan adalah 5,21 gram. Akan tetapi, distilat yang diambil sebagai hasil samping yaitu total distilat. Total distilat tersebut merupakan gabungan dari semua distilat yang didapatkan dari setiap

run. Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah total distilat yang didapatkan adalah 54,42 gram. Sementara, proses diatas juga masih menyisakan kehilangan (loss) bahan disetiap run. Loss tersebut didapatkan dengan perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 5b. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa loss yang paling tinggi adalah loss yang didapatkan dari run 1. Jumlah loss tersebut


(38)

23 adalah 5,11 gram, sedangkan jumlah total loss yang didapatkan yaitu 11,56 gram. Loss tersebut sangat siginfikan. Hal ini diduga karena banyak bahan yang tertinggal pada lapisan film evaporator serta pada jalur distilat dan residu, yang diakibatkan oleh terlalu cepat pemberhentian putaran rotor setelah bahan habis dari tabung umpan.

Selanjutnya dilakukan analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat dari setiap run menggunakan GC. Setelah dilakukan analisis GC, didapatkan bahwa komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol baik dalam residu maupun distilat, masih saling bercampur dan jumlahnya lebih banyak dibanding komponen lainnya. Hal ini dikarenakan komponen-komponen tersebut mempunyai kadar yang tinggi dan titik didihnya berdekatan. Menurut Hui et al. (2012), komponen dari bahan merupakan faktor yang berpengaruh dalam proses SPD. Menurut Laksmono dkk. (2007), sitronelol dan geraniol mempunyai titik didih yang relatif dekat dan keduanya selalu bercampur ketika dipisahkan dari sitronelal. Berdasarkan hasil GC (Lampiran 5c), diketahui bahwa dalam distilat lebih banyak ditemukan fraksi dengan titik didih rendah dan komponen yang paling tinggi adalah sitronelal. Sementara, fraksi kaya sitronelol dan geraniol baik dalam residu maupun distilat, cenderung meningkat. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 14 dan 15.

Gambar 14. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu

Kadar komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol dihitung secara kuantitatif. Hasil perhitungan (Gambar 14) menunjukkan bahwa kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dalam residu mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Selain itu, juga diketahui bahwa kadar komponen geraniol mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibanding kadar komponen sitronelol. Hal ini diduga karena geraniol mempunyai titik didih yang lebih tinggi dibanding sitronelol, sehingga terjadi pengonsentrasian geraniol seiring peningkatan suhu distilasi. Kadar geraniol tertinggi, didapatkan pada suhu 60ºC, yaitu 31,04%. Sementara, peningkatan kadar komponen sitronelol hanya sampai pada suhu distilasi 60ºC. Peningkatan kadar komponen sitronelol tersebut yaitu 22,68%-29,77%. Kemudian, kadar komponen sitronelol mengalami penurunan menjadi

0 5 10 15 20 25 30 35

44 48 52 56 60 64

K

ad

ar

(%

)

Suhu distilasi (ºC)

sitronelal sitronelol geraniol


(1)

50

Lampiran 8a. Perhitungan residu yang terpakai untuk analisis GC dari SPD dengan

kenaikan suhu distilasi 2ºC

Lampiran 8b. Loss dari hasil SPD dengan kenaikan suhu distilasi 2ºC

run loss 1 loss 2 Rata-rata STDEV

1 2,13 7,52 4,825 3,811306 2 0,95 0,82 0,885 0,091924 3 1,33 2,1 1,715 0,544472

run Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata

2 1,11 1,4 1,255

3 0,17 0,82 0,495

Total 1,28 2,22 1,75

Contoh perhitungan residu ulangan 1 yang terpakai untuk analisis GC (Kenaikan suhu distilasi 2ºC)

Run 2 = (jumlah residu 1- jumlah umpan run 2) = 49,24-48,13 = 1,11 Run 3 = (jumlah residu 2- jumlah umpan run 3) = 34,29 -34,12 = 0,17


(2)

1

Lampiran 9. Kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat (kenaikan suhu distilasi 2ºC)

Run Sitronelal (%)

stdev Sitronelol (%) stdev Geraniol (%) stdev

Residu ul-1 Residu ul-2 Rataan Residu ul-1 Residu ul-2 Rataan Residu ul-1 Residu ul-2 Rataan 1 21,57091 21,12504 21,35 0,31 25,68647 25,89003 25,78 0,14 25,74921 25,67839 25,714 0,05 2 12,26471 12,48963 12,38 0,16 28,75591 29,32329 29,03 0,40 30,34598 30,03575 30,2 0,2 3 9,673711 5,654 7,67 2,84 29,78861 28,85 29,3 0,6 31,64003 29,824 30,7 1,3

Run Sitronelal (%)

stdev Sitronelol (%) Stdev Geraniol (%) Stdev

distilat ul-1 distilat ul-2 Rataan distilat ul-1 distilat ul-2 Rataan distilat ul-1 distilat ul-2 Rataan 1 53,90171 55,85642 54,88 1,38 13,41066 12,48608 12,95 0,65 11,18953 10,40398 10,8 0,5 2 42,6354 43,67203 43,1 0,7 18,29826 17,58279 17,9 0,5 15,45184 14,65439 15,05 0,56 3 23,55881 22,843 23,2 0,5 25,82545 25,743 25,78 0,05 24,058 23,799 23,9 0,2


(3)

52

Lampiran 10a. Neraca massa kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total

distilat (perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC)

1. Proses SPD Ulangan 1 Contoh perhitungan : Umpan awal : 74,95 gram

Sitronelal : 33,938 x74,95 gram = 25,436 mg Sitronelol : 21,063% x 74,95 gram = 15,786 mg Geraniol : 20,373% x 74,95 gram = 15,269 mg Lain-lain : 24,626% x 74,95 gram = 18,457 mg

UMPAN AWAL Sitronelal : 25,436 mg Sitronelol : 15,786 mg Geraniol : 15,269 mg

RUN 1

DISTILAT 1 : Sitronelal : 16,649 mg Sitronelol : 4,083 mg Geraniol : 3,349 mg RESIDU 1 :

Sitronelal : 7,901 mg Sitronelol : 11,119 mg Geraniol : 11,176 mg

RUN 2

DISTILAT 2 : Sitronelal : 3,732 mg Sitronelol : 1,921 mg Geraniol : 1,709 mg RESIDU 2 :

Sitronelal : 3,749 mg Sitronelol : 8,796 mg Geraniol : 9,148 mg

RUN 3

DISTILAT 3 : Sitronelal : 0,794 mg Sitronelol : 0,763 mg Geraniol : 0,691 mg RESIDU 3 :

Sitronelal : 2,318 mg Sitronelol : 7,279 mg Geraniol : 7,473 mg


(4)

53 1. Proses SPD Ulangan 1

Bahan : Sitronelal : 25,436 mg

Sitronelol : 15,786 mg Geraniol : 15,269 mg

Lain-lain : 18,457 mg Total : 74,948 mg

Presentase kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol : % Sitronelal : 23,441 mg

74,948 �

x

100 = 31.27635% = 31,28% % Sitronelol : 11,207 mg

74,948 �

x

100 = 14.95303% = 14,95% % Geraniol : 10,042 �

74 ,948 �

x

100 = 13.39862% = 13,39 % 2. Proses SPD Ulangan 2

Bahan : Sitronelal : 24,885 mg

Sitronelol : 15,445 mg Geraniol : 14,938 mg Lain-lain : 18,459 mg

Total distilat :

Sitronelal : 28,29426% = 28,29% Sitronelol : 13,75579% = 13,76% Geraniol : 12,2742% = 12,27% Total distilat :

Sitronelal : 23,441 mg Sitronelol : 11,207 mg Geraniol : 10,042 mg RESIDU 4 :

Sitronelal : 1,221 mg Sitronelol : 5,084 mg Geraniol : 5,393 mg

DISTILAT 4 : Sitronelal : 1,226 mg Sitronelol : 1,882 mg Geraniol : 1,735 mg RUN 4

DISTILAT 5 : Sitronelal : 1,039 mg Sitronelol : 2,558 mg Geraniol : 2,485 mg RUN 5

RESIDU 5 : Sitronelal : 0,430 mg Sitronelol : 2,178 mg Geraniol : 2,544 mg


(5)

54 Rata-rata presentase sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total distilat

Sitronelal =( 31,28% + 28,29%)/2 = 29,78% Sitronelal = (14,95% + 13,76%)/2 = 14,35%

Geraniol = (13,39 % + 12,27%)/2 = 12,83%

Lampiran 10b. Neraca massa kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total

distilat (perlakuan kenaikan suhu distilat 2ºC)

Contoh neraca massa

1. Proses SPD Ulangan 1

Umpan awal : 74,93 gram Sitronelal : 24,875 mg Sitronelol : 15,439 mg Geraniol : 14,932 mg

RUN 1

DISTILAT 1 : Sitronelal : 12,699 mg Sitronelol : 3,159 mg Geraniol : 2,636 mg RESIDU 1 :

Sitronelal : 10,621 mg Sitronelol : 12,648 mg Geraniol : 12,679 mg

RUN 2

DISTILAT 2 : Sitronelal : 5,496 mg Sitronelol : 2,359 mg Geraniol : 1,992 mg

RESIDU 2 : Sitronelal : 4,206 mg Sitronelol : 9.860mg Geraniol : 10,406 mg

RUN 3

DISTILAT 3 : Sitronelal : 1,263 mg Sitronelol : 1,384 mg Geraniol : 1,289 mg

RESIDU 3 : Sitronelal : 2,653 mg Sitronelol : 8,171 mg Geraniol : 8,678 mg


(6)

55 1. Proses SPD Ulangan 1

Bahan :

Presentase kadar sitronelal, sitronelol dan geraniol :

Sitronelal : 25.97% Sitronelol : 9.21% Geraniol : 7.89%

2. Proses SPD Ulangan 2 Bahan :

Sitronelal : 25.362 mg Sitronelol : 15.741 mg Geraniol : 15.224 mg Lain-lain : 18.402 mg Total : 74.73 mg

Presentase kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol : Sitronelal : 25.76%

Sitronelol : 8.59% Geraniol : 7.33%

Rata-rata presentase sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total distilat Sitronelal : 25.87%

Sitronelol : 8.90% Geraniol : 7.61% Sitronelal : 25.430 mg Sitronelol : 15.783 mg Geraniol : 15.265 mg Lain-lain : 18.452 mg Total : 74.93 mg

Total distilat :

Sitronelal : 19.458 mg Sitronelol : 6.902 mg Geraniol : 5.917 mg

Total distilat :

Sitronelal : 19.253 mg Sitronelol : 6.422 mg Geraniol : 5.478 mg