Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

(1)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SKRIPSI

PENGARUH TRANSFER PEMERINTAH PUSAT TERHADAP BELANJA MODAL PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA

OLEH :

NAMA : GUNAWAN SIMANJUNTAK

NIM : 050503138

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

MEDAN 2009


(2)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: ”Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara”, adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi untuk program S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Univesitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 10 September 2009 Yang Membuat Pernyataan

Gunawan Simanjuntak NIM. 050503138


(3)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kupanjatkan hanya bagiMu Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat yang tiada terkira yang telah Engkau berikan kepadaku dalam menyelesaikan skripsi ini. Kasih dan penyertaanMu sungguh luar biasa dalam setiap langkah kehidupanku yang tanpa campur tanganMu tak mungkin saya dapat sendiri melalui segala rintangan dan hambatan dalam kehidupan ini.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara”, yang ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, baik dari segi isi maupun penyajiannya. Hal ini disebabkan keterbatasan dari kemampuan penulis. Oleh karena itulah penulis selalu berusaha untuk memperbaiki diri lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Dengan keterbatasan yang penulis miliki selama menyusun skripsi ini, maka skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga, pikiran serta dukungannya baik secara moril dan materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(4)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak. selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Erlina, MSi, Ak, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Narumondang, M.M, Ak, selaku dosen penguji I dan Bapak Drs. M. Zainul Bahri Torong, Msi, Ak. Selaku dosen penguji II yang telah banyak membantu penulis melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Kedua orang tua penulis, M. Simanjuntak (Alm) dan E.br Manurung, terimah kasih buat kasih sayang dan dukungan yang diberikan.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan karuniaNya. Amin.

Medan, 10 September 2009 Penulis,

Gunawan Simanjuntak 050503169


(5)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal di Pemerintahan kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 16 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari 33 kabupaten/ kota yang ada di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t dan uji F pada level signifikansi 5% (α=0.05).

Hasil hipotesis ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel Dana Alokasi Umum berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal, Dana Bagi Hasil Pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal, dan Dana Bagi Hasil Sumber daya Alam tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja Modal. Secara simultan, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang merupakan Transfer pemerintah Pusat berpengaruh secara signifkan terhadap Belanja Modal. Dimana 74% variasi dari perubahan Belanja Modal dapat dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel independen, sedangkan sisanya sebesar 26% dijelaskan oleh variasi atau faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi.

Kata Kunci : Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Belanja Modal


(6)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

ABSTRACT

The purpose of this research is to examine the significant impact of Central Government Transfer to the Capital Expenditure in government of regency/city at North Sumatera.

The method of this scientific paper is a causal research design with 16 regency/city as a sample for every year from 33 regency/city at North Sumatera Province. This research is done for 2005-2007 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from Central Bureau of Statistics (BPS) on North Sumatera province. The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use multiple linier regression, with t test and with F test on 5% level of significant (α=0.05).

The result of this research show that in partial, General Allocation Fund significantly impact the Capital Expenditure, Tax Product Share Fund unsignificantly impact the Capital Expenditure, and Natural Resources Product Share Fund unsignificantly impact the Capital Expenditure, as simultan General Allocation Fund, Tax Product Share Fund, and Natural Resources Product Share Fund are part of Central Government Transfer have a significant impact toward the Capital Expenditure. 74% variation from the Capital Expenditure change which can be explained by the three independent variable. Meanwhile, the remainder 26% explained by other variation or factor which not include in regression model.

Keywords : General Allocation Fund, Tax Product Share Fund, Natural Resources Product share Fund, Capital Expenditure


(7)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRAC ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 7

B. Penerimaan Daerah ... 10

C. Transfer Pemerintah Pusat-Dana Perimbangan ... 11

1. Dana Alokasi Umum ... 12

2. Dana Bagi Hasil Pajak ... 14

3. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam ... 16


(8)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

1. Pengertian Belanja Modal ... 20

2. Klasifikasi Belanja Modal ... 20

E. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 22

F. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 26

1. Kerangka Konseptual Penelitian... 26

2. Hipotesis penelitian ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 29

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

1. Populasi Penelitian ... 29

2. Sampel Penelitian ... 30

C. Jenis Data dan Sumber Data ... 32

D. Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 32

F. Metode Analisis Data ... 34

1. Pengujian Asumsi Klasik ... 34

2. Model dan Teknik Analisis Data ... 39

G. Jadwal Penelitian ... 42

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian... 43

B. Hasil Analisis Data Penelitian ... 45

1. Analisis Statistik Deskriptif ... 45


(9)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

3. Model dan Teknik Analisis Data ... 51

C. Pembahasan Hasil Analisis ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 59

B. Keterbatasan Penelitian ... 60

C. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(10)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Gambar 4.3

Kerangka Konseptual ……….. Grafik scatterplot………..

25 50


(11)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 22

Tabel 3.1 Daftar Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara ... 30

Tabel 3.2 Daftar Sampel Penelitian... 31

Tabel 3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel……….. 33

Tabel 3.4 Tabel Jadwal Penelitian ………. 42

Tabel 4.1 Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota Sampel ... 44

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ……….. 45

Tabel 4.3 Uji Normalitas……….... 47

Tabel 4.4 Uji Multikolinearitas………... 48

Tabel 4.5 Uji Autokorelasi ………. 51

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi ……… 52

Tabel 4.7 Uji Statistik t ……….. 54

Tabel 4.8 Uji Statistik F ………. 55


(12)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran i Realisasi Pendapatan Dana Alokasi Umum, Dana bagi Hasil Pajak, dan dana Bagi Hasil Sumber Daya pada Pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara ...

64

Lampiran ii Statistik Deskriptif ... 65

Lampiran iv Hasil Uji Normalitas ... 69

Lampiran v Hasil Uji Multikolinearitas ……… 71

Lampiran vi Hasil Uji Heterokedasitas ……….. 72

Lampiran vii Hasil Uji Autokorelasi ………... 73

Lampiran viii Regression ……….. 74


(13)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belanja Modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menimbulkan konsekuensi menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan (Halim, 2004:73). Belanja Modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasianya.

Belanja Modal yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya Pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan/transportasi, sehingga masyarakat juga memiliki manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas diberbagai sektor. Produktivitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi.

Dalam era desentralisasi fiskal diharapakan terjadinya peningkatan pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik. Konsekuesinya, pemerintah perlu untuk memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, Khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya


(14)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektoryang produktif di daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Perimbangan keuangan tersebut tercermin dengan adanya dana perimbangan. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dengan adanya hak otonomi daerah yang disertai perimbangan keuangan pusat-daerah, diharapkan tiap daerah mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya (dalam perkembangannya kedua regulasi ini diperbaharui dengan UU No. 32 tahun 2004 dan UU No 33 tahun 2004) menjadi babak baru terkait dengan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Daerah (kabupaten dan kota) diberikan kewenangan yang lebih luas dalam mengelola berbagai sumber daya yang dimiliki.

Mardiasmo (2005) menyatakan bahwa daerah tidak lagi sekedar menjalankan instruksi dari pemerintah pusat, tetapi dituntut untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi dalam mengoptimalkan potensi yang selama ini (sebelum otonomi) dapat dikatakan terpasung. Yang bertujuan untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan derah. Gambaran citra kemandirian daerah dalam berotonomi daerah dapat diketahui dari seberapa besar kemampuan dari pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan


(15)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

pemerintahan, pembangunan daerah, dan pelayanan kepada masyarakat daerah. Disamping itu untuk menunjukkan kemampuan untuk bersaing secara sehat dengan daerah lain.

Dalam UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak dan sumberdaya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, pemerintah daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain (Maimunah, 2006). Transfer Pemerintah Pusat berupa Dana Perimbangan dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam pembangunan dan menjadi komponen pendapatan daerah yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan disamping pendapatan daerah yang lain.

Kontribusi pendapatan asli daerah dalam memenuhi alokasi dana untuk belanja daerah sebenarnya harus menjadi sumber dana utama untuk menjalankan pembangunan daerahnya, namun pada kenyataanya pemerintah daerah belum mampu mengoptimalkan potensi daerahnya untuk menggali sumber pendapatan daerah. Pemerintah Daerah masih saja bergantung terhadap bantuan pusat dan provinsi dalam menjalankan pemerintahan, ini berarti bahwa daerah otonom belum sepenuhnya berhasil menjalankan tugasnya sebagai daerah otonomi.

Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal dan adanya kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar, pemerintah memberikan dana perimbangan yang merupakan transfer pemerintah pusat.


(16)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Kondisi pemerintahan kabupaten / kota di Provinsi Sumatera Utara juga demikian. Transfer Pemerintah Pusat dioptimalkan sebagai potensi pendapatan yang dimiliki untuk memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah. Bantuan pemerintah pusat dan provinsi masih sangat diharapkan dalam menutupi sebagian besar pengeluaran pemerintah daerah. Pemerintahan kabupaten/ kota di Sumatera Utara masih harus bekerja keras dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah yang dimiliki, untuk mewujudkan tujuan dari otonomi daerah, yaitu mampu meningkatkan kemandirian daerah dalam menjalankan pemerintahannya.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut: “apakah Transfer Pemerintah Pusat yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berpengaruh terhadap belanja Modal pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara?”

Dana Alokasi Khusus tidak termasuk kedalam variabel penelitian ini walaupun dana alokasi khusus termasuk kedalam transfer pemerintah pusat. Karena dana alokasi khusus dipergunakan untuk pembiayaan yang bersifat


(17)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

khusus. Menurut Ham Widjaja (2004:43), “Dana Alokasi khusus adalah dana yang disediakan kepada daerah untuk memenuhi kebutuhan khusus”. Tiga kriteria kebutuhan khusus yang ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku:

1. kebutuhan tidak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus dana alokasi umum (DAU),

2. kebutuhan merupakan komitmen atau prioritas nasioanal,

3. kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dalam penghijauan oleh daerah penghasil.

Dana Alokasi Khusus pada dasarnya merupakan transfer yang bersifat spesifik untuk tujuan-tujuan yang sudah digariskan. Jadi Dana Alokasi Khusus tidak berhubungan dengan belanja modal.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : untuk mengetahui apakah Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berpengaruh terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya: 1. Bagi Penulis, penelitian ini menjadi bahan masukan jika dikemudian hari

penulis diminta pendapat yang berkaitan dengan pengaruh dana alokasi umum, dana bagi hasil pajak, dan dana bagi hasil sumber daya alam terhadap belanja modal Pemerintah Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara.


(18)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

2. Bagi Pemerintah Pusat, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam melakukan penilaian keberhasilan implementasi otonomi daerah pada Pemerintah Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara dibandingkan dengan daerah lain.

3. Bagi Pemerintah Kabupaten / Pemerintah Kota di Sumatera Utara, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan informasi berupa bukti empiris tentang pengaruh dana alokasi umum, dana bagi hasil pajak, dan dana bagi hasil sumber daya alam terhadap belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara, dan sebagai bahan masukan dalam penyusunan APBD Pemerintah Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara di tahun-tahun yang akan datang,

4. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk melakukan penelitian lainnya yang sejenis.


(19)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah didefenisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah yang menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun aggaran serta menggambarkan juga perkiraan penerimaan tertentu dan sumber-sumber penerimaan daerah yang menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah juga diartikan sebagai sarana atau alat untuk menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab serta memberi isi dan arti tanggung jawab Pemerintah Daerah karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan Pemerintah Daerah.

Berbagai definisi dari para ahli dan undang-undang mengenai APBD: Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, “APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”.

Menurut Mamesah (1995:19) APBD adalah “Rencana operasional keuangan daerah, dimana satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam


(20)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud”.

Menurut Halim (2002:24), “APBD merupakan rencana kegiatan pemerintah daerah yang dituangkan dalam bentuk angka dan menunjukkan adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal dan biaya yang merupakan batas maksimal untuk suatu peiode anggaran”.

Menurut Mardiasmo (2002:9), “APBD merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah”. Sebagai instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas. Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai,dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

Menurut Saragih (2003:122) “APBD adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu umumnya satu tahun.”

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa APBD adalah:

1. Rencana Operasional daerah yang menggambarkan bahwa adanya aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di mana aktivitas tersebut telah diuraikan secara rinci,

2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, sedang


(21)

biaya-Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

biaya yang ada merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,

3. Dituangkan dalam bentuk angka, jenis kegiatan dan jenis proyek, 4. Untuk keperluan satu tahun anggaran.

Bentuk dan susunan APBD berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri (Kepmendagri) No. 29 Tahun 2002 adalah terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja dan pembiayaan. APBD sebagai bagian dari siklus anggaran merupakan tahapan yang paling strategis. Dikatakan strategis karena pada tahapan ini akan terlihat besarnya realisasi penerimaan dan pengeluaran yang telah dicantumkan dalam APBD tahun anggaran berjalan, sehingga dari sisi keuangan daerah dapat dilihat apakah kegiatan yang telah direncanakan pada tahap penyusunan APBD telah dilaksanakan sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan.

Pemerintah daerah harus mampu menjawab tuntutan masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan APBD dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan jasa publik, seperti pendidikan, kesehatan, kebersihan, ketertiban, dan lain sebagainya.

Kebijakan penyusunan APBD tidak saja bertujuan untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi daerah dengan cepat, tetapi perlu dilakukan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan dimasa lalu, baik pada tingkah laku individual para penyelenggara kebijakan maupun mekanisme institusional.


(22)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Bertitik tolak dari permasalahan tersebut diatas, maka beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pemerintah daerah dalam menyusun dan melaksanakan APBD adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan pendapatan pajak dan retribusi tanpa harus menambah beban masyarakat, tetapi melalui penyederhanaan pungutan, efisiensi biaya administrasi pungutan, memperkecil jumlah tunggakan, dan menegakkan sanksi hukum bagi para penghindar pajak,

2. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan penghematan di bidang belanja daerah sesuai prioritas,

3. Memprioritaskan anggaran untuk membiayai kegiatan/proyek pada dinas teknis yang bertanggung jawab melayani masyarakat secara langsung,

4. Menciptakan pemerintahan daerah yang bersih dan berwibawa dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

B. Penerimaan Daerah

Menurut PP RI No. 58 Tahun 2005 tentang penerimaan daerah adalah:

Peneriman daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Secara umum sumber pendapatan daerah otonom adalah:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD),

2. Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah.Dana Perimbangan terdiri atas:


(23)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

a. Dana Alokasi Umum (DAU), b. Dana Alokasi Khusus (DAK), c. Dana Bagi Hasil Pajak ,

d. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam,

3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah, terdiri dari hibah, dana darurat, dana otonomi khusus, serta bantuan dari Provinsi atau Daerah lain,

4. Penerimaan Pembangunan sebagai komponen yang bersumber dari pinjaman pemerintah daerah,

5. Dana sektoral, jenis dana ini tidak dimuat dalam APBD namun masih merupakan bagian dari sumber penerimaan daerah.

C. Transfer Pemerintah Pusat – Dana Perimbangan

Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang

profesional, demokratis, adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah, maka diundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur tentang dana perimbangan yang merupakan aspek penting dalam sistem perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.

Undang-Undang No 25 Tahun 1999 mengatur hal-hal yang berkenaan dengan keuangan negara dan daerah utamanya bagi hasil penerimaan Negara dan transfer


(24)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

dana dari pemerintah pusat (APBN) kepada pemerintah daerah (APBD). Transfer Pemerintah Pusat berupa dana perimbangan terdiri dari:

1. Dana Alokasi Umum (DAU), 2. Dana Alokasi Khusus (DAK), 3. Dana Bagi Hasil Pajak,

4. Dana Bagi Hasil Sumberdaya Alam.

1. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemeratan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No. 33 tahun 2004).

Dari definisi ini paling tidak dapat disimpulkan bahwa DAU merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan disisi lain juga sebagai sumber pembiayaan daerah. Hal ini berarti pemberian DAU lebih diprioritaskan pada daerah yang mempunyai kapasitas fiskal rendah.Daerah yang mempunyai kapasitas fiskal tinggi justru akan mendapat jumlah DAU yang lebih kecil, sehingga diharapkan dapat mengurangi disparitas fiskal antar daerah dalam memasuki era otonomi. Alokasi DAU untuk daerah dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

DAU = CF + AD Dimana:


(25)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

AD = Alokasi Dasar.

Proporsi DAU antar daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.

DAU antar daerah celah fiskal

DAU Provinsi =

cf provinsi provinsi Cf

Dimana:

CF Provinsi = Celah Fiskal suatu daerah Provinsi,

CF Provinsi = Total celah fiskal seluruh Provinsi.

DAU atas daerah celah fiskaluntuk suatu daerah kabupaten/kota DAU kab/kota = bobot kab/kota x DAU kab/kota

Bobot DAU kab/kota =

CF kab kota

kota kab cf

/ /

Adapun cara menghitung dana alokasi umum menurut ketentuan adalah sebagai berikut:

a. Dana alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang sitetapkan dalam APBN.

b. Dana alokasi umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas.

c. Dari dana alokasi (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/kota yang ditetapkan APBN denga porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.


(26)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten/kota diseluruh indonesia.

Dana alokasi umum (DAU) dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil.

2. Dana Bagi Hasil Pajak

Dana Bagi Hasil Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, dan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan atas objek pajak bumi dan bangunan adalah sebesar 0,5%. Dasar pengenaan pajaknya adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Dasar perhitungan pajaknya adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100%. Ketentuan dalam peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2002:

a. Sebesar 40% dari NJOP untuk objek pajak perkebunan, pajak kehutanan, dan pertambangan,

b. Untuk objek pajak lainya sebesar 40% dari NJOPnya Rp1.000.000.000,00 atau lebih, dan 20% dari NJOP apabila NJOP kurang dari Rp1.000.000.000,00.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan penyaluranya diatur sesuai dengan peraturan undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan peraturan


(27)

perundang-Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

undangan yang berlaku adalah Peraturan Pemerintah tentang pembagian hasil penerimaan PBB antara pusat dan daerah dan Keputusan Menteri keuangan yang menindak lanjuti peraturan pemerintah tersebut.

Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. Dana Bagi Hasil Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan (DBH BPHTB) untuk daerah sebesar 80% dibagi untuk daerah dengan rincian:

a. 16% untuk provinsi yang bersangkutan b. 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan

Selanjutnya bagian pemerintah sebesar 20% dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota. Bagian pemerintah dari penerimaan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Alokasi pembagian didasarkan atas realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran dan penerimaan BPHTB diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh pasal 21 dibagi dengan imbangan 60% untuk kabupaten/kota dan 40% untuk provinsi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan pasal 8 PP Nomor 55 tahun 2005 tentang dana perimbangan, “Penerimaan negara dari PPh WPOPDN (Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri) dan PPH pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20%


(28)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

dengan rincian 8% untuk provinsi yang bersangkutan dan 12% untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan”.

3. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.

a. Pembagian penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam kehutanan ditetapkan sebagai berikut:

1) 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah. Yang diperoleh dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan dan provisi Sumber Daya Hutan, 2) Bagian negara dari penerimaan negara iuran hak penguasaan hutan dibagi

dengan perincian 16% untuk daerah yang bersangkutan dan 64% untuk daerah kabupaten/kota penghasil,

3) Bagian daerah dari penerimaan negara provisi sumber daya hutan dibagi dengan perincian 16% untuk daerah yang bersangkutan, 32% untuk daerah kabupaten/kota penghasil, dan 32% untuk daerah kabupaten/kota penghasil lainya dalam provinsi yang bersangkutan,

4) penerimaan kehutanan yang berasal dari dana reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% untuk pemerintah dan 40% untuk daerah.

b. Penerimaan pertambangan umum yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah dan 80% untuk


(29)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

daerah. Yang diperoleh dari penerimaan iuran tetap (Land-rent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (Royalti).

1) Bagian daerah dari penerimaan negara iuran tetap, dibagi dengan perincian 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan 64% untuk daerah kabupaten/kota penghasil,

2) Bagian daerah dari penerimaan negara iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi, dibagi dengan perincian 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota penghasil, dan 32% untuk daerah kabupaten/kota penghasil lainya dalam provinsi yang bersangkutan,

3) Bagian kabupaten dalam provinsi yang bersangkutan, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Yang dimaksud dengan penerimaan iuran tetap (land-rent) adalah seluruh penerimaan iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum, eksplorasi atau eksploitasi pada suatu wilayah kuasa pertambangan.

Yang dimakud dengan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalti) adalah iuran produksi yang diterima negara dalam hal pemegang kuasa pertambangan eksplorasi mendapat hasil berupa bahan galian yang tergali atas kesempatan eksplorasi yang diberikan kepadanya serta atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan eksploitasi (royalti) satu atau lebih bahan galian.

c. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor perikanan terdiri dari: 1) Penerimaan pungutan pengusahaan perikanan,


(30)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

2) Penerimaan pungutan hasil perikanan.

Dana bagi hasil perikanan untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota.Bagian daerah dari penerimaan negara sektor perikanan dibagikan dengan sama besar kepada kabupaten/kota di seluruh indonesia.

d. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam sektor pertambangan dan gas alam dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainya.

DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dibagi dengan imbangan: 1) 84,5% untuk pemerintah,

2) 15,5% untuk daerah.

DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15% dibagi dengan rincian: 1) 3% untuk provinsi yang bersangkutan,

2) 6% untuk kabupaten/kota penghasil,

3) 6% untuk seluruh kabupaten/kota lainya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH pertambangan minyak bumi sebesar 0,5% dibagi dengan rincian:

1) 0,1% untuk provinsi yang bersangkutan, 2) 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil,

3) 0,2% untuk seluruh kabupaten/kota lainya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH Sumber Daya Alam Pertambangn Gas Bumi dibagi dengan imbangan: 1) 69,5% untuk pemerintah,


(31)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

DBH Pertambangan Gas Bumi sebesar 30% dibagi dengan rincian: 1) 6% untuk povinsi yang bersangkutan,

2) 12% untuk kabupaten/kota penghasil,

3) 12% untuk seluruh kabupaten/kota lainya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH pertambangan Gas Bumi sebesar 0,5% dibagi dengan rincian:

1) 0,1% untuk provinsi yang bersangkutan, 2) 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil,

3) 0,2% untuk seluruh kabupaten/kota lainya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bimi dibagi dengan imbangan: 1) 20% untuk pemerintah,

2) 80% untuk daerah.

DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bumi sebesar 80% dibagi dengan rincian:

1) 16% untuk provinsi yang bersangkutan, 2) 32% untuk kabupaten/kota penghasil,

3) 32% untuk seluruh kabupaten/kota lainya dalam provinsi yang bersangkutan. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam berasal dari kegiatan operasi pertamina sendiri, kegiatan kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) dan kontrak kerja sama selain Kontrak Bagi Hasil.

Komponen pajak adalah pajak-pajak dalam kegiatan pertambangan minyak dan gas alam dan pungutan-pungutan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(32)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

D. Belanja Modal

1. Pengertian Belanja Modal

Menurut Halim (2004: 73), “Belanja Modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum”.

Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan dalam sektor pelayanan kepada publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dan bergairah dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai selain itu investor juga akan tertarik kepada daerah karena fasilitas yang diberikan oleh daerah.

2. Klasifikasi Belanja Modal

Belanja Modal dibagi kedalam 5 bagian yang terdiri dari: i. Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, pembelian, pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurukan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan


(33)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

pengeluaran lainya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

ii. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberiakn manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

iii. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

iv. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.


(34)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

v. Belanja Modal Fisik lainya

Belanja Modal fisik lainya adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan, serta perawatan terhadap fisik lainya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung, dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal modal kontrak sewa beli, pembelian, barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik.

E. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan transfer pemerintah pusat,dan belanja modal dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

1 Rochman

(2007) Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah Independen: Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dependen:

Secara terpisah dan atau bersama-sama Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan positif


(35)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

: Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah Belanja Daerah terhadap belanja daerah.

2 Priyo Hari Adi (2005) Relevansi Transfer Pemerintah Pusat terhadap Upaya Pajak Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota Se Jawa

Independen: Dana Alokasi Umum (DAU) Dependen: Pendapatan Pajak Daerahsli Daerah Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa Transfer Pemerintah Pusat tidak memberikan pengaruh positif terhadap upaya Pajak Daerah.

3 David

Harianto Priyo Hariadi (2007) Hubungan Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Pendapatan Perkapita Daerah: Studi Kasus Kabupaten/ Kota Se Jawa Bali Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan perkapita Berdasaran pengujian hipotesis yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU), sangat berpengaruh terhadapBelanja Modal, Belanja Modal mempunyai dampak yang

signifikan dan negatif terhadap pendapatan Perkapita, pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Perkapita, Dana Alokasi Umum (DAU mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui Belanja Modal.

Rochman (2007) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh Pendapatan Daerah terhadap Belanja Daerah di Indonesia dengan menggunakan sampel


(36)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

sebanyak 29 Kabupaten dan 6 Kotamadya di Propinsi Jawa tengah. Pendapatan Daerah terdiri dari DAU, PAD dan Pajak Daerah. Sementara Belanja Daerah adalah jumlah total pengeluaran daerah selama satu tahun anggaran yang terdapat dalam APBD. Data yang dianalisis adalah data tahun 2001 samapi 2005. Statistik yang digunakan dalam penelitian Rochman (2007) ini adalah regresi sederhana dan regresi berganda. Regresi sederhana dipakai untuk melihat pengaruh jumlah DAU, pajak daerah dan PAD secara terpisah terhadap jumlah belanja. Regresi berganda digunakan dengan tujuan untuk memprediksi apakah komponen-komponen pendapatan daerah tersebut secara serentak mempengaruhi belanja daerah Hasil penelitian Rochman (2007) menunjukkan, bahwa secara terpisah dan atau bersama-sama DAU, PAD berpengaruh signifikan positif terhadap belanja daerah.

Priyo Hari Adi (2003) melakukan penelitian dengan mengangkat judul Relevansi Transfer Pemerintah Pusat terhadap Uapaya Pajak Daerah pada pemerintahan kabupaten/kota Se Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transfer pemerintah pusat tidak memberikan pengaruh positif terhadap upaya pajak daerah. DAU justru memberikan pengaruh negatif pada upaya pajak daerah (pada taraf signifikansi 10%). Temuan penelitian ini memberikan implikasi penting terkait dengan kebijakan pemberian DAU saat ini. Kebijakan pemberian transfer diindikasikan tidak mendorong daerah untuk meningkatkan kapasitas fiskal, tetapi justru sebaliknya. Daerah menunjukkan ketergantungan yang lebih tinggi terhadap pemerintah pusat.


(37)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

David Harianto Priyo Hariadi (2007) melakukan penelitian dengan mengangkat judul Hubungan Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) , dan Pendapatan Perkapita pada Kabupaten/Kota Se Jawa Bali.Data dalam penelitian tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Data yang dianalisis adalah data tahun 2001 samapi 2004. Alat Analisis yang digunakan adalah Analisis Diskriptif, analisis ini menggunakan alat-alat seperti rata-rata, nilai maksimum, minimum dan standar deviasi. Analisis ini ditujukan untuk memberikan gambaran awal tentang DAU, Belanja Modal, PAD dan pendapatan per Kapita. Analisis Jalur (Path Analysis). Analisis ini digunakan untuk pengujian pengaruh simultan sebuah variabel terhadap variabel-variabel lain. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. Sayangnya kontribusi dari DAU terhadap Belanja Modal masih kurang efektif akibatnya pembangunan yang terjadi di daerah kurang merata (masih banyak desa terbelakang di daerah Jawa dan Bali). Belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Per Kapita dalam hubungan langsung, tetapi juga mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Per Kapita, tetapi pertumbuhan yang terjadi masih kurang merata sehingga banyak ketimpangan/jarak ekonomi antar daerah. Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung).


(38)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

F. Kerangka Konseptual dan Hipotesis

1. Kerangka Konseptual Penelitian.

Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Penelitian ini menggunakan tiga variabel bebas yaitu dana alokasi umum, dana bagi hasil pajak, dan dana bagi hasil sumber daya alam, serta satu variabel terikat yaitu belanja modal. Adapun yang menjadi kerangka konseptual dari penelitian ini adalah:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil SDA merupakan bagian dari transfer pemerintah pusat yang merupakan salah satu sumber penerimaan daerah disamping Pendapatan Asli Daerah (PAD).Transfer pemerintah Pusat atau dana perimbangan kontribusinya sangat besar dalam sumber penerimaan daerah dalam struktur APBD.

Dana Bagi Hasil Pajak (X2)

Dana Alokasi Umum (X1)

Dana Bagi Hasil SDA (X3)

Belanja Modal (Y)


(39)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Usaha penciptaan kemandirian daerah sebagai tujuan dari otonomi daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber penerimaan daerah. Semakin besar penerimaan daerah, maka akan semakin besar juga kemampuan daerah untuk menutupi alokasi belanja daerahnya, sehingga Pemerintahan daerah tidak tergantung terhadap besarnya kontribusi transfer pemerintah pusat. Pemerintahan daerah sebagai daerah otonomi harus mampu untuk mengurus rumah tangganya sendiri terutama dalam mengelola keuangan daerah sesuai dengan tujuan otonomi daerah yaitu untuk mencapai kemandirian keuangan daerah. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh David Harianto, PriyoHariadi (2007), yang menyimpulkan bahwa DAU yang merupakan bagian dari transfer pemerintah pusat memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap belanja Modal, artinya jika DAU meningkat maka belanja modalnya juga akan meningkat. Gambaran dari kemampuan keuangan pemerintahan daerah yang semakin kuat, ditentukan dari seberapa besar penerimaan pemerintahan daerah yang bersumber dari daerah itu sendiri. Bantuan dari pemerintahan pusat dan pemerintahan provinsi perlu untuk diminimalkan, untuk mewujudkan kemandirian daerah otonomi.

2. Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina dan Mulyani (2007 : 41) “Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris.” Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka peneliti membuat hipotesis yang digunakan dalam


(40)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

penelitian ini adalah : Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Belanja Modal pemerintah kabupaten/ kota di Sumatera Utara.


(41)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain asosiatif kausal. “Desain kausal berguna untuk mengukur hubungan-hubungan antar variabel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain.”Umar (2003 : 30). Penelitian ini memiliki 2 variabel yaitu, variabel independen/ variabel yang mempengaruhi dan variabel dependen/ dipengaruhi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh Transfer Pemerintah Pusat sebagai variabel bebas (independen) terhadap Belanja Modal sebagai variabel terikat (dependen).

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2004 : 72) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya.” Populasi dalam penelitian ini adalah Laporan realisasi APBD Pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2005-2007, dimana di Sumatera Utara terdapat 33 pemerintah daerah (25 pemerintahan kabupaten dan 8 pemerintahan kota).


(42)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Tabel 3.1

Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

No Pemerintah Kabupaten No Pemerintah Kota

1 Kabupaten Asahan 1 Kota Binjai

2 Kabupaten Batubara 2 Kota Gunung Sitoli

3 Kabupaten Dairi 3 Kota Medan

4 Kabupaten Deli Serdang 4 Kota Padang Sidempuan

5 Kabupaten Humbang Hasundutan 5 Kota Pematang Siantar

6 Kabupaten Karo 6 Kota Sibolga

7 Kabupaten Labuhan Batu 7 Kota Tanjung Balai

8 Kabupaten Labuhan Batu Selatan 8 Kota Tebing Tinggi

9 Kabupaten Labuhan Batu Utara

10 Kabupaten Langkat

11 Kabupaten Mandailing Natal

12 Kabupaten Nias

13 Kabupaten Nias Barat

14 Kabupaten Nias Selatan

15 Kabupaten Nias Utara

16 Kabupaten Padang Lawas

17 Kabupaten Padang Lawas Utara

18 Kabupaten Pakpak Barat

19 Kabupaten Samosir

20 Kabupaten Serdang Bedagai

21 Kabupaten Simalungun

22 Kabupaten Tapanuli Selatan

23 Kabupaten Tapanuli Tengah

24 Kabupaten Tapanuli Utara

25 Kabupaten Toba Samosir

Sumber:

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2004 : 73). Penelitian ini menggunakan Teknik pengambilan sample non-probability sampling dengan cara purposive sampling yaitu teknik


(43)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

penentuan sampling dengan pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut:

1. pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang telah menyerahkan laporan realisasi APBDnya ke Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Sumatera Utara,

2. pemerintahan kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara yang menyerahkan laporan APBDnya dan lengkap dalam melaporkan jumlah realisasi Transfer Pemerintah Pusatnya selama periode 2005-2007

Berdasarkan pertimbangan yang telah disebutkan diatas, maka peneliti menggunakan 4 (empat) Pemerintahan Kota dan 12 (dua belas) Pemerintahan Kabupaten sebagai sampel penelitian yang disajikan di table berikut:

Tabel 3.2

Daftar sampel Penelitian

No Pemerintahan Kabupaten No Pemerintahan Kota

1 Kabupaten Asahan 1 Kota Medan

2 Kabupaten Deli Serdang 2 Kota Padang Sidempuan

3 Kabupaten Humbang Hasundutan 3 Kota Sibolga

4 Kabupaten Karo 4 Kota Tanjung Balai

5 Kabupaten Labuhan Batu 6 Kabupaten Mandailing Natal 7 Kabupaten Pakpak Barat

8 Kabupaten Simalungun

9 Kabupaten Tapanuli Selatan

10 Kabupaten Tapanuli Tengah

11 Kabupaten Tapanuli Utara


(44)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

C. Jenis Data dan Sumber Data

Data penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian adalah berupa data sekunder dan bersifat kuantitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data time series, yaitu sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu. Data diperoleh dari laporan Realisasi APBD pemerintah daerah kabupaten/ kota yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika (BPS) Sumatera Utara. Data yang dibutuhkan adalah informasi keuangan yang berhubungan dengan variabel penelitian yaitu, transfer pemerintah pusat berupa dana alokasi umum., dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil sumber daya alam dan realisasi belanja modal.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini adalah, Teknik Dokumentasi, yakni peneliti melakukan pengumpulan data sekunder atau data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara yaitu Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Sumatera Utara.

E. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel penelitian dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Dana Alokasi Umum (X1), Dana Bagi Hasil Pajak (X2),Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (X3) dan variabel terikatnya adalah Belanja Modal (Y). Definisi Operasional dan pengukuran variabel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :


(45)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Tabel 3.3

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel Defenisi Operasional Skala

Pengukuran A. Independen

1. Dana Alokasi Umum (X1)

2. Dana Bagi Hasil Pajak (X2)

3. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (X3)

Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daeah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. (Wijaya, Ham, 2002).

Dana Bagi Hasil Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan pajak bumu dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, pajak penghasilan pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri, dan pajak penghasilan pasal 21. (Wijaya, Ham, 2002).

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. (wijaya, Ham, 2002).

Skala Rasio

Skala Rasio

Skala Rasio

B. Dependen

1. Belanja Modal (Y)

Belanja Modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menimbulkan konsekuensi menambah belanja yamg bersifat rutin seperti biaya pemeliharan. Belanja modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya berbagai pertimbanagn dalam pengalokasianya. Pemerolehan aset tetap


(46)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

juga memiliki konsekuensi pada beban operacional dan pemeliharaan pada masa yang akan datang. (Halim,2004: 73).

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis regresi dengan bantuan Software SPSS for windows. Penggunaan metode analisis regresi dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi asusmsi klasik atau tidak.

1. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian regresi linear berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat tersebut adalah data tersebut harus terdistribusi secara normal, tidak mengandung multikolinearitas, autokorelasi dan heterokedastisitas. Untuk itu sebelum melakukan pengujian regresi linear berganda perlu dilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi klasik.

a. Uji Normalitas

Menurut Erlina dan Mulyani (2007 : 103), ”uji ini berguna untuk tahap awal dalam metode pemilihan analisis data. Jika data normal, gunakan statistik parametrik dan jika data tidak normal gunakan statistik non parametrik atau lakukan treatment agar data normal.” Menurut Ghozali (2005 : 110), ”uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel


(47)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.”

Dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak menurut Ghozali (2005 : 110),

1) analisis grafik

Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

2) analisis statistik

Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat dari :

a) nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal,

b) nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal.


(48)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

b. Uji Multikolinearitas

Menurut Gujarati (1995) dalam Hadi (2006 : 168), “uji multikolinearitas

berhubungan dengan adanya korelasi antar variable independen. Sebuah persamaan terjangkit penyakit ini bila dua atau lebih variabel independen memiliki tingkat korelasi yang tinggi. Sebuah persamaan regresi dikatakan baik bila persamaan tersebut memiliki variabel independen yang saling tidak berkorelasi.”

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi menurut Hadi (2006 : 168) dapat dilihat dari :

1) salah satu ciri regresi yang terjangkit multikolinear adalah persamaan tersebut memiliki nilai R2 yang sangat tinggi, tetapi hanya memiliki sedikit variabel independen yang signifikan (memiliki nilai t hitung tinggi). Keadaan yang paling ekstrim adalah bila model memiliki nilai R2 dan F hitung yang tinggi dan secara otomatis akan memiliki nilai signifikansi F yang sangat bagus tetapi tidak satupun variabel independen yang memiliki nilai t cukup (signifikan). Bila hal ini terjadi maka bisa disimpulkan bahwa bagusnya F dan R2 karena adanya interaksi antar variabel independen yang cukup tinggi (multikolinear)

2) indikator lain yang bisa dipakai adalah CI (Condition Index) atau Eigenvalues. Bila CI berkisar antara10 sampai dengan 30 maka kita bisa mengatakan bahwa persamaan tersebut terjangkit multikolinear. Bila CI > 30 maka terjangkitnya semakin kecil.

3) VIF (Variable Inflation Factor) juga bisa digunakan sebagai indicator. Bila VIF > 10 maka variable tersebut memiliki kolinearitas yang tinggi.

Menurut Ghozali (2005 : 91), untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi,

1) nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2) menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas


(49)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.

3) multikolinearitas dapat juga dilihat dari a) nilai tolerance dan lawannya b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerence). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

Beberapa cara mengobati apabila terjadi multikolonieritas dalam data penelitian adalah sebagai berikut:

a) menggabungkan data crossection dan time series (pooling data)

b) mengeluarkan satu atau lebih variable indevenden yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasikan variable indevenden lainnya untuk membantu prediksi.

c) transformasi variable merupakan salah satu cara mengurangi hubungan linear di antara variable indevenden.

d) menggunakan model dengan variabel indevenden yang mempunyai korelasi tinggi hanya semata-mata untuk prediksi (jangan mencoba untuk menginterpretasikan koefisien regresinya).

e) menggunakan metode analisis yang lebih canggih seperti Bayesian regression atau dalam kasus khusus ridge regression.

c. Uji Heterokedastisitas,

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke


(50)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Suatu model dikatakan terdapat gejala heterokedesitas jika koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik. Sebaliknya, jika parameter beta tidak signifikan secara statisik, hal ini menunjukkan bahwa data model empiris yang diestimasi tidak terdapat heterokedesitas (Erlina, 2007:108).

Menurut Gujarati (1995) dalam Hadi (2006 : 172), “untuk mengetahui adanya masalah heteroskesdatisitas ini kita bisa menggunakan korelasi jenjang Spearman, tes Park, tes Goldfeld-Quandt, tes BPG, tes White atau tes Glejser.” Bila menggunakan korelasi jenjang Spearman, maka kita harus menghitung nilai korelasi untuk setiap variabel independen terhadap nilai residu, baru kemudian dicari tingkat signifikansinya. Park dan Glejser test memiliki dasar test yang sama yaitu meregresikan kembali nilai residu ke variabel independen.

Menurut Hadi (2006 : 174), salah satu cara untuk mengurangi masalah heteroskesdatisitas adalah “menurunkan besarnya rentang (range) data. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan rentang data adalah melakukan transformasi (manipulasi) logaritma. Tindakan ini bisa dilakukan bila semua data bertanda positif.”

d. Uji Autokorelasi

Masalah autokorelasi akan muncul bila data yang dipakai adalah data runtut waktu (timeseries). “Autokorelasi akan muncul bila data sesudahnya merupakan


(51)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

fungsi dari data sebelumnya atau data sesudahnya memiliki korelasi yang tinggi dengan data sebelumnya pada data runtut waktu dan besaran data sangat tergantung pada tempat data tersebut terjadi.”(Hadi, 2006 : 175)

Menurut Singgih (2002 : 218) Untuk mendeteksi adanya autokorelasi bisa digunakan tes Durbin Watson (D-W). Panduan mengenai angka D-W untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat pada tabel D-W, yang bisa dilihat pada buku statistik yang relevan. Namun demikian secara umum bisa diambil patokan:

1) angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

2) angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, 3) angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Jika terjadi autokorelasi, maka dapat diatasi dengan cara: a) melakukan transformasi data,

b) menambah data observasi.

2. Model dan Teknik Analisis Data

a. Model Regresi Berganda

Pada tahapan ini penulis akan membuat model regresi yang menggambarkan

hubungan antara dana alokasi umum, dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil sumber daya alamas ebagai variabel indevenden terhadap variabel devenden yakni belanja modal, sehingga dapat digunakan untuk menafsirkan nilai Y apabila variable X diketahui.

Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Dimana : Y = Realisasi Belanja Modal


(52)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

X2 = Dana Bagi Hasil Pajak

X3 = Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

a = Konstanta

b1, b2 = Koefisien regresi

e = Tingkat kesalahan pengganggu

b. Pengujian Hipotesis

1) Uji Parsial (Uji t Statistik)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Bentuk pengujiannnya adalah :

Ho : b1,b2=0 , artinya Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam secara Parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi Belanja Modal.

Ha : b1,b2≠0 , artinya Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dan Dana Bagi Hasil Sumberdaya Alam Daerah secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi Belanja Modal.

Pengujian dilakukan menggunakan uji – t dengan tingkat pengujian pada 5% derajat kebebasan (degree of freedom) atau df=(n – k).

Kriteria pengambilan keputusan : Ho diterima jika t hitung < t tabel Ha diterima jika t hitung > t tabel


(53)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

2) Pengujian secara Simultan (Uji F Statistik)

Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005 : 84). Bentuk pengujiannya adalah :

Ho : b1=b2 =0, artinya variabel Dana Alokasi Umum, Dana Bagi hasil Pajak, dan Dana bagi Hasil Sumberdaya Alama secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi Belanja Modal. Ha : b1≠b2≠0, artinya variabel Dana Alokasi Umum, Dana Bagi hasil Pajak,

dan Dana bagi Hasil Sumberdaya Alama secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi Belanja Modal.

Kriteria pengambilan keputusan : Ho diterima jika F hitung < F tabel Ha diterima jika F hitung > F tabel

3). Koefisien Determinasi (R²)

Pengujian Koefisien Determinasi (R²) digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik turunnya variabel dependen. Koefisien determinasi berkisar antara nol sampai dengan satu ( 0 ≤ R² ≤ 1 ). Hal ini berarti bila R² = 0 menunjukkan tidak adanya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, bila R² semakin besar mendekati 1, menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan bila R² semakin kecil mendekati nol maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.


(54)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

G. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut:

Tabel 3.4

Tabel Jadwal Penelitian

Tahap Penelitian

Maret 2009

April 2009

Mei 2009

Juni 2009

Juli-Desember

2009 Pengajuan

Judul

Penyelesaian Proposal Bimbingan Proposal Pengumpulan Data

Seminar Proposal Pengolahan Data Penulisan Laporan Penyelesaian Laporan


(55)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Data Penelitian

Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau di sebelah selatan, terletak pada 1°- 4° derajat LU dan 98°- 100° Bujur Timur merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat. Berdasarkan letak dan kondisi

1) Pantai Barat (Tapanuli Selatan, Tapanuli alamnya, Sumatera Utara dibagi atas 3 kelompok wilayah yaitu :Tengah, Sibolga, dan Nias).

2) Dataran Tinggi (Tapanuli Utara, Simalungun, Pematang Siantar, Karo, dan Dairi).

3) Pantai Timur (Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai, dan Labuhan Batu).

Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di Kota Medan. Sumatera Utara sebelumnya termasuk ke dalam Provinsi Sumatera sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Tahun 1950 Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Luas daratan Propinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km² dibagi kepada 25 kabupaten, 8 kota (dahulu kotamadya).


(56)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih dahulu memperhatikan data kabupaten/ kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Adapun pemerintahan kabupaten/ kota yang terpilih menjadi sampel penelitian berdasarkan pertimbangan yang ditentukan oleh penulis pada bab sebelumnya, adalah sebanyak 16 sampel untuk setiap tahunnya. Pemerintahan Kabupaten/ Kota yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota Sampel

No Kabupaten/Kota Kriteria Sampel Sampel

1 2

1 Kabupaten Asahan √ √ Sampel 1

2 Kabupaten Batubara X X -

3 Kabupaten Dairi √ X -

4 Kabupaten Deli Serdang √ √ Sampel 2

5 Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ Sampel 3

6 Kabupaten Karo √ √ Sampel 4

7 Kabupaten Labuhan Batu √ √ Sampel 5

8 Kabupaten Labuhan Batu Utara X X -

9 Kabupaten Labuhan Batu Selatan X X -

10 Kabupaten Langkat √ X -

11 Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 6

12 Kabupaten Nias √ X -

13 Kabupaten Nias Barat X X -

14 Kabupaten Nias Selatan √ X Sampel 7

15 Kabupaten Nias Utara X X -

16 Kabupaten Padang Lawas X X -

17 Kabupaten Padang Lawas Utara X X -

18 Kabupaten Pakphak Barat √ √ Sampel 8

19 Kabupaten Samosir √ X -

20 Kabupaten Serdang Bedagai √ X -

21 Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 9

22 Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 10

23 Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 11

24 Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 12

25 Kabupaten Toba Samosir √ √ Sampel 13


(57)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

27 Kota Gunung Sitoli X X -

28 Kota Medan √ √ Sampel 14

29 Kota Padang Sidempuan √ √ Sampel 15

30 Kota Pematang Siantar √ X -

31 Kota Sibolga √ X -

32 Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 16

33 Kota Tebing Tinggi √ X -

Sumber :

BPS (Badan Pusat Statistika) Sumatera Utara 2009

B. Hasil Analisis Data Penelitian 1. Analisis Statistik Deskriptif

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Medan berupa laporan realisasi APBD sampel pemerintahan kabupaten/kota dari tahun 2005-2007.

Variabel dari penelitian ini terdiri dari dana alokasi umum (DAU), dana bagi hasil pajak (DBH_PJK), dan dana bagi hasil sumber daya alam (DBH_SDA) sebagai variabel bebas (independent variable) dan belanja modal sebagi variabel terikat (dependent variable). Berikut merupakan data statistik secara umum dari seluruh data yang digunakan :

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif

Catatan : Angka-angka tersebut dinyatakan dalam ribuan rupiah (Rp 000). Misalnya, Dana Alokasi Umum (X1) tertinggi adalah Rp 748.707.000.000

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

DAU 48 43399000 748707000 306200416.67 175667188.322

DBH_PJK 48 7615046 224780250 43394180.69 51315552.321

DBH_SDA 48 10000 224780250 11047221.42 43267185.219

BM 48 14699805 413093932 108216310.15 78821622.952


(58)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat dijelaskan bahwa (dalam ribuan rupiah): 1. rata-rata dari dana alokasi umum adalah 306200416.67 dengan standard

deviasi 175667188.322 dan jumlah data yang ada adalah 48. Nilai dana alokasi umum (X1) tertinggi adalah 748707000, dan nilai dana alokasi umum (X1) yang terendah adalah 43399000,

2. rata-rata dari dana bagi hasil pajak (X2) adalah 43394180.69 dengan standard deviasi 51315552.321 dan jumlah data yang ada adalah 48. Nilai dana bagi hasil pajak (X2) tertinggi adalah 224780250, dan nilai dana bagi hasil pajak (X2) yang terendah adalah 7615046,

3. rata-rata dari dana bagi hasil sumber daya alam (X3) adalah 11047221.42 dengan standard deviasi sebesar 43267185.219 dan jumlah data yang ada sebanyak 48. Nilai dana bagi hasil sumber daya alam (X3) tertinggi adalah 224780250 dan nilai dana bagi hasil sumber daya alam (X3) terendah adalah 10000,

4. rata-rata dari belanja modal (Y) adalah 108216310.15 dengan standard deviasi sebesar 78821622.952 dan jumlah data yang ada sebanyak 48. Nilai belanja modal (Y) tertinggi adalah 413093932 dan nilai belanja modal (Y) terendah adalah 14699805.

2. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji normalitas.


(59)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Pengujian normalitas data dalam penelitian ini mengunakan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan membuat hipotesis:

H0 : Data residua l berdistribusi normal H1 : Data residua l tidak berdistribusi normal

H0 diterima apabila nilai signifikansinya lebih besar dari 0.05, sedangkan H0 ditolak jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05.

Tabel 4.3 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov

a Test distribution is Normal b Calculated from data

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Hasil analisis metode One-Sample Kolmogorov-Smirnov, menunjukkan bahwa Nilai Kolmogrov – Smirnov sebesar 0.542 dan tidak signifikan pada 0.05 (karena Asymp. Sig. (2-tailed) 0.946 > dari 0.05), jadi kita tidak dapat menolak H0 yang mengatakan bahwa residual terdistribusi secara normal atau dengan kata lain variabel residual berdistribusi normal.

Uji normalitas juga dapat dilihat dalam grafik histogram. Hasil uji normalitas memperlihatkan bahwa pada grafik histogram diatas distribusi data mengikuti

Unstandardized Residual

N 48

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 40220434.24988142

Most Extreme Differences Absolute .076

Positive .076

Negative -.067

Kolmogorov-Smirnov Z .524


(60)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

kurva berbentuk lonceng yang tidak menceng (skewness) kiri maupun menceng kanan atau bisa disimpulkan bahwa data tersebut normal. (gambar terdapat dalam lampiran).

Hasil uji normalitas dengan menggu nakan grafik normal plot, terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal serta penyebarannya agak mendekati dengan garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi terdistribusi secara normal. Semua hasil pengujian melalui analisis grafik dan statistik diatas menunjukkan hasil yang sama yaitu normal. (gambar terdapat dalam lampiran).

b. Uji Multikolinearitas

Mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinearitas dalam penelitian ini adalah dengan melihat besaran korelasi antar variabel independen dan besarnya tingkat kolinearitas yang masih dapat ditolerir, yaitu: Tol > 0.10 dan variance Inflation Factor (VIF) < 10. Berikut disajikan tabel hasil pengujian:

Tabel 4.4 Uji Multikolinearitas

a. Devendent Variable: BM

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 8036523.8

20 1.275E7 .630 .532

DAU .281 .051 .626 5.532 .000 .462 2.165

DBH_PJK .234 .219 .153 1.070 .291 .291 3.440


(61)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa angka tolerance dana alokasi umum (X1), dana bagi hasil pajak (X2), dana bagi hasil sumber daya alam (X3) > 0,10 dan Variance Inflation Factor (VIF) nya < 10. Hasil Pengujian ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel independen dalam penelitian.

c. Uji Heterokedasititas

Grafik scatterplot digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah dalam penelitian terjadi Heteroskedastisitas. Hasil dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot berikut ini:


(1)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.


(2)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Hasil Uji Multikolinearitas

Model

Unstandardized Coefficients

Standardi zed Coefficie

nts

T Sig.

Collinearity Statistics B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 8036523.820 1.275E7 .630 .532

DAU .281 .051 .626 5.532 .000 .462 2.165

DBH_PJK .234 .219 .153 1.070 .291 .291 3.440


(3)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.


(4)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Hasil Uji Autokorelasi

Mode

l R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson


(5)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Hasil Analisis Regresi

Model

Unstandardized Coefficients

Standardi zed Coefficie

nts

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 8036523.820 12752173.375 .630 .532

DAU .281 .051 .626 5.532 .000 .462 2.165

DBH_PJK .234 .219 .153 1.070 .291 .291 3.440


(6)

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara, 2010.

Uji t

Uji F

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression Residual Total 215972750936224512.000 76031116568704720.000 292003867504929220.000 3 44 47 71990916978741504.000 1727979922016016.200

41.662 .000a Model Unstandardized Coefficients Standa rdized Coeffi cients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 8036523.820 12752173.375 .630 .532

DAU .281 .051 .626 5.532 .000 .462 2.165

DBH_PJK .234 .219 .153 1.070 .291 .291 3.440