Evaluasi Kondisi Bangunan Rumah Adat Aceh dan Kalimantan Tengah di Taman Mini Indonesia Indah

EVALUASI KONDISI BANGUNAN RUMAH ADAT
ACEH DAN KALIMANTAN TENGAH
DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH

DEWI WULANDARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kondisi
Bangunan Rumah Adat Aceh dan Kalimantan Tengah di Taman Mini Indonesia
Indah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014

Dewi Wulandari
NIM E24100032

ABSTRAK
DEWI WULANDARI. Evaluasi Kondisi Bangunan Rumah Adat Aceh dan
Kalimantan Tengah di Taman Mini Indonesia Indah. Dibimbing oleh LINA
KARLINASARI dan FENGKY SATRIA YORESTA.
Rumah adat merupakan rumah tradisional yang menjadi warisan
kebudayaan Indonesia. Rumah adat Aceh Cut Mutia dan rumah adat Betang
Kalimantan Tengah merupakan bangunan rumah adat di Taman Mini Indonesia
Indah (TMII) yang komponen bangunannya berbahan kayu. Tujuan penelitian ini
adalah mengevaluasi kondisi bangunan rumah adat Aceh dan Kalimantan Tengah
secara visual serta melakukan analisis struktur bangunan terhadap gempa.
Identifikasi visual dilakukan pada komponen bangunan seperti atap, dinding,
pintu dan jendela, lantai, drainase dan utilitas. Selanjutnya analisis struktur
bangunan dilakukan dengan memodelkan struktur portal 3D menggunakan

software berbasis elemen hingga (SAP 2000). Struktur dianalisis dengan
menggunakan metode dinamik riwayat waktu (Time History Analysis). Hasil
penilaian kondisi bangunan secara visual menunjukkan nilai kekokohan rumah adat
Aceh dan Kalteng masing-masing 61.45% dan 67.65%. Nilai kekokohan tersebut
menunjukkan bahwa komponen bangunan masih berfungsi namun tidak ada
pemeliharaan rutin. Jenis kayu yang digunakan pada bangunan rumah adat Aceh yaitu
kayu meranti merah (Shorea leprosula) dan jenis kayu yang digunakan pada rumah
adat Kalteng yaitu kayu ulin (Eusideroxylon zwageri). Hasil analisis struktur
bangunan terhadap gempa diperoleh nilai gaya dalam, tegangan aktual, dan respon
gempa berupa perpindahan. Evaluasi kekuatan elemen struktur dihitung dengan
menggunakan metode Allowable Stress Design (ASD). Hasil analisis menunjukkan
nilai aktual geser berada di bawah tegangan ijin, namun nilai tegangan aktual lentur
melebihi nilai tegangan ijin. Respon struktur berupa perpindahan dari kedua
bangunan menunjukkan nilai yang berbeda signifikan.
Kata kunci : Analisis struktur, identifikasi visual, rumah tradisional

ABSTRAK
DEWI WULANDARI. Evaluation Conditions of Aceh and Cental Kalimantan
Traditional Houses in Taman Mini Indonesia Indah. Supervised by LINA
KARLINASARI and FENGKY SATRIA YORESTA.

The traditional houses is heritage culture of Indonesia. Cut Mutia traditional
house in Aceh and Betang traditional house in Central Kalimantan are wooden
houses in Taman Mini Indonesia Indah (TMII). The aims of this research was
evaluated the condition of Aceh and Central Kalimantan traditional houses
visually and to conduct structural analysis with earthquake based on seismic
simulation.
Visual assesment conducted to part of houses such as roof, walls, door and
window, drainage and utility. Structure analysis of building was designed by 3D
portal based on finite element software (SAP 2000). Dynamic time history
analysis method (Time History Analysis) was used for analysis structure. Based
on visual assessment, the both of building were in medium condition with the
robustness value 61.45% and 67.65%. The robustness showed that the building
components are functionable but should be maintained frequently. The wood
species that used in Aceh house was red meranti (Shorea leprosula) wood and
Ulin (Eusideroxylon zwageri) wood was used for Central Kalimantan house.
Structure response on seismik simulation which was studied include internal force,
actual tension and respon spectrum. Evaluation of the strength of structural
elements by allowable stress method (ASD). The results showed the actual shear
were still in below of allowable stress, but the value of actual tension excess value
of allowable stress. The respon of structure on earthquake load were significant

different between two houses by analysed displacement.
Keywords: Structure analysis, visual assesment, traditional houses

EVALUASI KONDISI BANGUNAN RUMAH ADAT
ACEH DAN KALIMANTAN TENGAH
DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH

DEWI WULANDARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Evaluasi Kondisi Bangunan Rumah Adat Aceh dan Kalimantan
Tengah di Taman Mini Indonesia Indah
Nama
: Dewi Wulandari
NIM
: E24100032

Disetujui oleh

Dr Lina Karlinasari, S.Hut, MSc.F.Trop
Pembimbing I

Fengky Satria Yoresta ST, MT
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto. MSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
evaluasi kondisi bangunan rumah kayu, dengan judul Evaluasi Kondisi Bangunan
Rumah Adat Aceh dan Kalimantan Tengah di Taman Mini Indonesia Indah.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Lina Karlinasari dan Bapak
Fengky Satria Yoresta ST, MT selaku pembimbing. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ir. Cut Putri Alianur, Bapak Jenong Marhusin, dan seluruh staf
pegawai anjungan Aceh, Bapak Drs. Sianto, M.Si selaku Kepala UPT dan staf
pegawai anjungan Kalimantan Tengah yang telah banyak membantu selama
pengumpulan data, serta Septian Adhitya, Deska Ari Kurniyanti, Nur Islamiah Latif,
Rahmazudi, Dwi Hatmojo Kresnoadi, Syaiful Bahri yang telah membantu dalam
pengambilan data di lapangan. Selain itu, terima kasih juga disampaikan kepada
teman-teman tercinta Bagus Priambodo Dewanto, Faiza Nur Ilmi, Nova Lestari,
Mazaya Ghaisani, Ratna Rucitra, Adelina Fitri, Ratnasari, Inggar Damayanti, dan
teman-teman THH 47 atas dukungan semangat yang diberikan selama penulisan

skripsi dan keceriaannya selama perkuliahan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Dewi Wulandari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Bahan

3

Alat

3


Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Kondisi Umum Rumah Adat

11

Indeks Kondisi Bangunan

13

Faktor Perusak Bangunan

18


Anatomi Kayu

19

Kadar Air

20

Kerapatan dan Berat Jenis

20

Analisis Seismik Struktur Bangunan

20

Evaluasi Kondisi Bangunan

24

SIMPULAN DAN SARAN

25

Kesimpulan

25

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

25

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Teknik pembobotan pada tiap komponen konstruksi
Kategori nilai kondisi bangunan dan predikatnya
Ukuran komponen kolom dan balok rumah adat Aceh
Ukuran komponen kolom dan balok rumah adat Kalteng
Nilai tegangan ijin rumah adat Aceh dan Kalteng
Hasil pemeriksaan kondisi bangunan rumah adat Aceh
Hasil pemeriksaan kondisi bangunan rumah adat Kalimantan
Tengah
8. Gaya dalam kolom rumah adat Aceh akibat gempa
9. Nilai tegangan kolom rumah adat Aceh akibat gempa
10. Gaya dalam kolom rumah adat Kalimantan Tengah akibat gempa
11. Nilai tegangan kolom rumah adat Kalimantan Tengah akibat
gempa

4
5
8
9
11
13
15
21
21
22
22

DAFTAR GAMBAR
1. Denah bangunan rumah adat Aceh
2. Portal bangunan rumah adat Aceh
3. Struktur 3D bangunan rumah adat Aceh
4. Denah bangunan rumah adat Kalteng
5. Portal A-A rumah adat Kalteng
6. Portal B-B rumah adat Kalteng
7. Struktur 3D bangunan rumah adat Kalteng
8. Akselelogram gempa El-Centro 19 Mei 1940
9. Rumah adat Aceh Cut Mutia
10. Bagian rumah adat Aceh: (a) penampakkan samping rumah adat
Aceh Cut meutia; (b) ruang kamar tidur bagian dalam
11. Rumah adat Betang Kalimantan Tengah
12. Bagian rumah adat Betang Kalimantan Tengah; (a) bagian
belakang bangunan; (b) bagian dalam bangunan.
13. Kerusakan pada komponen lantai tiang penyangga: (a) serangan
rayap kayu kering; (b) pelapukan kayu; (c) retakan disepanjang
tiang
14. Kerusakan pada komponen lantai dan penutup lantai: (a) lepasnya
sambungan penutup atap dengan rangka lantai; (b) balok induk
yang keropos; (c) mata kayu pada balok anak.
15. Kerusakan pada komponen reng dan kaso: (a) pecah dan retak
pada kaso; (b) pengeroposan pada reng; (c) patah pada reng
16. Bentuk kerusakan pada komponen tiang lantai: (a) serangan
jamur pelapuk; (b) serangan rayap tanah; (c) serangan serangga
perusak
17. Kerusakan pada kmponen penutup lantai: (a) lepasnya sambungan
penutup lantai dengan rangka lantai; (b) lantai berlubang; (c)
serangan lumut

7
7
7
8
8
9
9
10
12
12
12
13

14

14
15

16

16

18. Kerusakan pada komponen balok gording dan balok bin: (a)
bercak akibat jamur; (b) serangan jamur pelapuk; (c) perubahan
warna kayu
19. Kerusakan pada komponen penutup atap sirap: (a) sirap bagian
luar yang retak dan pecah; (b) perubahan warna sirap bagian
dalam; (c) sirap yang berlubang
20. Faktor perusak bangunan genus Trigona dengan mikroskop
perbesaran 40X: (a) tampak atas lebah; (b) tampak samping lebah
21. Penampang melintang kayu secara makroskopis perbesaran 30X:
(a) kayu meranti merah; (b) kayu ulin
22. Nilai perpindahan struktur rumah adat Aceh dan Kalteng
23. Riwayat perpindahan struktur rumah adat Aceh dan Kalteng

17

17
18
19
23
23

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil penilaian kondisi bangunan rumah adat Aceh dan Kalteng
2. Contoh perhitungan nilai tegangan maksimum kolom akibat gaya
dalam

29
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki kebudayaan yang beragam. Salah satu bentuk dari
kebudayaan ialah bangunan tradisional dari tiap propinsi yang dikenal dengan
rumah adat. Keberadaan rumah adat terbukti mampu mengakomodasi kebutuhan
penghuninya dan tanggap pada kondisi alam. Mengingat keberadaanya yang
begitu penting, maka rumah adat perlu untuk dilestarikan dan dijaga.
Bangunan atau arsitektur tradisional yang dibuat selalu dilatarbelakangi
oleh kondisi lingkungan dan kebudayaan yang dimiliki. Rumah adat dari 33
propinsi di Indonesia dapat dijumpai di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
TMII merupakan suatu kawasan taman wisata bertema budaya Indonesia. TMII
mulai dibangun pada tahun 1975 dengan luas wilayah kurang lebih 150 hektar
atau 1,5 km2 yang terletak pada koordinat 6o18’6.8”LS,106o53’47.2”BT (TMII
2012).
Sebagian besar rumah adat dibangun dengan menggunakan material kayu.
Kayu sebagai bahan konstruksi bangunan dinilai tahan terhadap gempa. Apabila
ditinjau dari segi arsitektur, bangunan dari kayu memiliki nilai estetika yang
tinggi. Menurut Phansin dan de Zeuw (1970) kayu sebagai bahan konstruksi
memiliki keunggulan yaitu mudah dipotong, dapat disambung secara mudah,
tidak bersifat korosif, mempunyai sifat isolasi yang baik, serta memiliki sifat
kekakuan dan kekuatan yang sangat baik. Namun bangunan kayu memiliki
kelemahan terhadap serangan beragam faktor biologis perusak kayu.
Berdasarkan hasil observasi dari ke 33 anjungan rumah adat di TMII, 23
diantaranya adalah rumah kayu. Kayu memiliki sifat higroskopis yang dapat
menyerap dan mengeluarkan air sesuai dengan kondisi lingkungan, sehingga
kayu dapat lembab dan kering bergantian secara berulang-ulang (Rahayu dan
Coto 2008). Hal ini dapat menjadi penyebab timbulnya kerusakan oleh faktor
biologis. Umur bangunan juga menjadi faktor dari timbulnya kerusakan. Kayu
memiliki sifat keawetan yang berhubungan dengan masa pakai kayu.
Rumah adat Aceh merupakan salah satu bangunan yang material penyusun
bangunannya murni kayu. Terdapat keunikan di salah satu bangunan pada
anjungan Aceh yaitu rumah Cut Mutia yang dipindahkan dari Aceh langsung ke
TMII. Umur dari bangunan tersebut ± 175 tahun yang masih berdiri tegak dengan
desain rumah panggung (Jenong, wawancara, 18 Mei 2014).
Selain rumah adat Aceh, terdapat rumah adat khas Kalimanatan Tengah
yang komponen penyusun strukturnya murni dari kayu. Rumah adat asal
Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan nama rumah Betang. Bentuk rumah ini
hampir mirip dengan rumah adat Aceh namun dengan skala yang lebih besar dan
disusun oleh tiang penyangga yang lebih banyak.
Evaluasi struktur sesuai dengan peraturan terbaru perlu dilakukan
mengingat dalam perencanaan, struktur harus mampu memikul beban rencana dan
mempunyai batas deformasi yang masih dalam daerah yang diijinkan.
Kemampuan suatu struktur untuk memikul beban tanpa mengalami kelebihan
tegangan ini diperoleh dengan menggunakan faktor keamanan dalam mendesain
elemen struktur (Schoclek 1999 dalam Surya 2012).

2
Mengingat pentingnya fungsi rumah menurut Undang-undang No 4 tahun
1992 yaitu sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Oleh karena itu perlu dilakukan analisis bahaya kerusakan dan keamanan struktur
bangunan untuk penghuninya.

Perumusan Masalah
Bangunan rumah kayu merupakan bangunan yang rentan terhadap serangan
faktor perusak. Kerusakan tersebut dapat berpengaruh terhadap kekuatan,
terutama pada komponen struktural seperti balok dan kolom. Penelitian ini
mencoba menganalisis seberapa baik kondisi eksisting dan ketahanan struktur
bangunan rumah adat Aceh dan Kalimantan Tengah.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi kondisi
bangunan rumah adat Aceh dan Kalimantan Tengah yang digunakan sebagai
objek wisata di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur secara visual serta
melakukan analisis struktur bangunan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi ilmiah bagi
perumusan kebijakan oleh pemerintah dalam pemeliharaan bangunan rumah adat
di Indonesia, khususnya di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup penilaian kondisi bangunan, identifikasi kerusakan,
faktor perusak, pengambilan sampel kayu dan data struktural. Selanjutnya
identifikasi jenis kayu, uji sifat fisis kayu, penentuan kekokohan bangunan, dan
analisis struktur bangunan. Tahap terakhir yaitu evaluasi kondisi bangunan
dengan mengkaji hubungan dari seluruh komponen data yang diperoleh.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2014. Lokasi
penelitian dilakukan pada anjungan rumah adat Aceh dan Kalimantan Tengah di

3
Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan tiga tahap,
yaitu survei pendahuluan, penelitian lapang, dan analisis struktur.

Bahan
Bahan utama penelitian terdiri dari dua macam bagian yaitu untuk
penilaian kondisi bangunan secara visual dan analisis struktur. Bahan untuk
penilaian kondisi bangunan secara visual yaitu bangunan rumah adat Aceh dan
Kalimantan Tengan di TMII, tally sheet daftar penilaian kondisi tiap komponen
bangunan, alkohol 70% untuk menyimpan hewan (faktor perusak) yang
ditemukan, alumunium foil, plastik. Bahan untuk analisis struktur digunakan
gambar rekonstruksi pada rumah adat Kalimantan Tengah dan tally sheet daftar
pengukuran konstruksi bangunan rumah adat Aceh, serta sifat-sifat bahan
(material properties) berupa data kerapatan, berat jenis, dan kekakuan.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: meteran, tangga, caliper,
pisau cutter, lup perbesaran 10X, senter, botol film untuk menyimpan faktor
perusak yang ditemukan, moisture meter, hygrometer dan thermometer,
timbangan elektrik, mikroskop untuk mengidentifikasi anatomi kayu dan jenis
perusak, kamera untuk dokumentasi, PC atau notebook, Microsoft Office Excel
2007, serta program Structural Analiysis Program 2000 (SAP 2000) versi 16
Evaluation.

Prosedur Analisis Data
Penilaian kekokohan bangunan rumah adat Aceh dan Kalteng dilaksanakan
dengan menggunakan metode rekayasa forensic dalam rangka mengevaluasi
kondisi bangunan dan analisis struktur. Metode forensic adalah metode investigasi
rekayasa dan penyebab kegagalan bangunan (Sulaiman 2005). Sebelum dilakukan
penilaian kekokohan bangunan, perlu dilakukan pembobotan pada tiap komponen
konstruksi bangunan. Suryadi (2005) telah melakukan pembobotan komponen
konstruksi pada bangunan sederhana tidak bertingkat. Pada penelitian ini
dilakukan penilaian kekokohan bangunan terhadap rumah panggung murni
dengan kayu. Menurut Triestini (2000) komponen rumah panggung tidak jauh
berbeda dengan komponen rumah dan gedung namun pada bagian lantai
komponen yang utama adalah tiang-tiang penyangga rumah.
Oleh karena itu dilakukan modifikasi pembobotan tiap komponen bangunan
berdasarkan Suryadi (2005) untuk rumah panggung. Modifikasi dilakukan pada
seluruh lingkup pekerjaan dengan pertimbangan struktur bangunan gedung yang
berbeda dengan rumah panggung. Nilai pembobotan diberikan berdasarkan
kriteria pertimbangan pengaruh masing-masing pekerjaan konstruksi dalam
memberikan fungsi dan kekokohan bangunan terhadap faktor perusak bangunan.
Teknik pembobotan pada bagian konstruksi disajikan pada Tabel 1.

4
Tabel 1 Teknik pembobotan pada tiap komponen konstruksi
NoNo

A

B

C

D

E

F

Lingkup Pekerjaan

Pekerjaan Atap
Kuda-kuda
Rangka atap
Penutup atap
Dinding
Rangka Dinding
Tiang Dinding
Penutup Dinding
Pintu dan Jendela
Pintu
Jendela
Lantai
Tiang Lantai
Rangka lantai
Penutup Lantai
Drainase
Alat penerimaan air
buangan
Saluran pembuangan
Tempat pembuangan
Jalan
Utilitas
Penerangan
Air
Pengatur udara
Telekomunikasi
Total
Nilai Kekokohan

Hasil Pemeriksaan
Bobot
Rusak/ Kurang
Kepentingan
Nilai BKx Sn
Baik Sedang
(BK)
Ringan Sedang Parah (Sn)
%
37
13
12
12
21
7
7
7
6
3
3
34
14
11
9
1
0.25

5

4

3

2

1

0.25
0.25
0.25
1
0.25
0.25
0.25
0.25
100

Untuk mendapatkan nilai kekokohan masing masing lingkup pekerjaan
didapat dengan rumus:
Total BK x Sn
x
%
Nilai Kekokohan Bangunan =
5
Penurunan Nilai Kekokohan =

BK−N a K

dimana: BK= bobot kegiatan Sn=skor nilai

BK

a

x 100%

Penentuan kategori kondisi bangunan yang dipergunakan dalam pengamatan
ini dikelompokkan dalam lima kelas kondisi, bergantung pada presentasi akhir
nilai kekokohan yang diperoleh. Kategori nilai kekokohan bangunan dan
predikatnya disajikan pada Tabel 2 dibawah ini:

5
Tabel 2 Kategori nilai kondisi bangunan dan predikatnya
No
1.

Nilai Kekokohan
(%)
81-100

Predikat
kategori
Baik

2.

61-80

Sedang

3.

41-60

Rusak
Ringan

4.

21-40

Rusak
Sedang

5

0-20

Rusak
Berat

Uraian kondisi bangunan
Apabila kondisi pada komponen tersebut masih
berfungsi dengan baik dan ada pemeliharaan rutin
Apabila kondisi pada komponen tersebut masih
berfungsi tetapi tidak ada pemeliharaan rutin
Apabila kerusakan terjadi pada komponen non
struktural lebih sering terlihat sebagai kerusakan
pada pekerjaan finishing, seperti penutup atap,
pasangan plafon, pasangan kramik, pasangan bata,
plesteran dan lain-lain
Apabila kerusakan terjadi pada sebagian komponen
non struktural maupun struktur atap, struktur
langit-langit, struktur beton, lantai dan lain-lain.
Pada fasilitas utilitas kerusakan yang terjadi sudah
mengganggu fungsional dari fasilitas tersebut
Kerusakan yang terjadi pada sebagian besar
komponen bangunan, baik struktural maupun non
struktural yang apabila setelah diperbaiki masih
dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya
meski dengan pembiayaan yang cukup mahal

Sumber: Sulaiman (2005).

Identifikasi jenis dan anatomi kayu
Identifikasi jenis kayu dilakukan dengan pengamatan ciri umum dan
anatomi. Ciri umum meliputi warna, corak, tekstur, arah serat. Sedangkan ciri
anatomi meliputi susunan, bentuk, dan ukuran sel. Ciri anatomi ini diamati dengan
menggunakan lup perbesaran 10X dan mikroskop perbesaran 30X.
Uji Sifat Fisis Kayu
1. Kadar Air (KA)
Kadar air adalah banyaknya air yang ada di dalam kayu, yang pada umumnya
dinyatakan sebagai persen terhadap berat kering oven kayu. Pengujian kadar air
sampel kayu menggunakan rumus sebagai berikut:
�� =

BA − BKO
×
BKO

Keterangan : KA
= kadar air
BA
= berat awal
BKO = berat kering oven

6
2. Kerapatan Kayu
Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dalam kondisi kering
udara per volume dalam kondisi kering udara menggunkan metode gravimetri.
Nilai kerapatan kayu diperoleh dengan menggunakan rumus:
a u=

m
V

Keterangan :
3
a u = kerapatan kayu (kg/m )
M
= massa kering udara (kg)
V
= volume kering udara (m3)
3. Berat Jenis Kayu
Berat jenis adalah nilai perbandingan antara berat kayu kondisi kering tanur
per volume kayu dibagi dengan berat air pada volume yang sama menggunakan
metode gravimetri. Nilai berat jenis dihitung dengan menggunakan rumus:
BJ =
Keterangan :
BKT = berat kering yanur (kg)
Vu
= volume kering udara (m3)
= 1000 kg/m3
ar

BKT/V
ar

Pemodelan Struktur Bangunan
Struktur bangunan dimodelkan dalam 3D menggunakan software
komputer berbasis elemen hingga (SAP 2000). Pemodelan struktur 3D rumah adat
Aceh dan Betang dirancang menggunakan kolom dan balok kayu seperti pada
Gambar 3 dan 7.
Struktur rumah adat Aceh memiliki ukuran panjang 13.2 m dan lebar 9 m
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Bangunan berupa rumah panggung yang
memiliki ketinggian pondasi lantai 2.2 m dan tinggi ruang utama 1.5 m seperti
pada Gambar 2. Portal A-A merupakan potongan rumah pada arah x, sedangkan
portal B-B merupakan potongan rumah pada arah y. Rumah adat Aceh dibangun
menggunakan 24 tiang penyangga dengan jarak antar kolom pondasi ditunjukkan
pada Gambar 1. Ukuran kolom dan balok pada rumah adat Aceh ditunjukkan pada
Tabel 3.

7
Portal B-B

Portal A-A

y

x

Gambar 1 Denah bangunan rumah adat Aceh

(a) Portal A-A Aceh

(b) Portal B-B Aceh

Gambar 2 Portal bangunan rumah adat Aceh

Kolom 100 dan 101

Joint atap

Kolom 2 dan 3

Gambar 3 Struktur 3D bangunan rumah adat Aceh

8

Tabel 3 Ukuran komponen kolom dan balok rumah adat Aceh
Komponen
Kolom
Balok

Kode
AK1
AB1
AB2
AB3

Material
Kayu meranti merah
Kayu meranti merah
Kayu meranti merah
Kayu meranti merah

Dimensi (m)
d = 0.252
b = 0.38; h = 0.078
b = 0.27; h = 0.104
b = 0.272; h = 0.078

Struktur rumah Kalteng memiliki ukuran panjang 45 m dan lebar 25 m
seperti pada Gambar 4. Ketinggian pondasi lantai 4.5 m dan tinggi ruang utama
3.1 m seperti Gambar 5 dan 6. Jenis kayu pada rumah Kalteng yaitu kayu ulin
dengan ukuran kolom dan balok kayu yang disajikan pada Tabel 4.

y

x

Gambar 4 Denah bangunan rumah adat Kalteng

z

x

Gambar 5 Portal A-A rumah adat Kalteng

9

z

y

Gambar 6 Portal B-B rumah adat Kalteng

Joint atap
Kolom 103 dan 104

Kolom 17

Kolom 1 dan 2

Gambar 7 Struktur 3D bangunan rumah adat Kalteng
Tabel 4 Ukuran komponen kolom dan balok rumah adat Kalteng
Komponen
Kolom

Balok

Kode
K1
K2
K3
K4
BL
BG1
BG2
BK1
BK2
BK3

Material
kayu ulin
kayu ulin
kayu ulin
Kayu ulin
kayu ulin
kayu ulin
kayu ulin
kayu ulin
kayu ulin
kayu ulin

Dimensi (m)
d = 0.50
d = 0.25
d = 0.60
d = 0.40
b = 0.14; h = 0.07
d = 0.20
d = 0.15
b = 0.50; h = 0.25
b = 0.25; h = 0.15
b = 0.20; h = 0.10

10
Sifat-sifat bahan (material properties) yang digunakan dalam pemodelan
yaitu kerapatan, kekakuan (MOE) EL, ER, ET, poisson’s ratio (υ) υ12, υ13, υ23, dan
modulus geser (G) GLR, GLT, GRT. Nilai sifat-sifat bahan ditentukan berdasarkan
literatur karena terbatasnya alat yang digunakan dalam penelitian. Nilai kerapatan
kayu meranti merah dan kayu ulin didapatkan dari hasil pengujian di laboratorium
yaitu masing-masing 629 kg/m3 dan 983 kg/m3. Menurut PKKI nilai MOE
ditentukan berdasarkan kelas kuat kayu. Kayu meranti merah termasuk dalam
kelas kuat II-IV, sedangkan kayu ulin termasuk dalam kelas kuat I. Nilai MOE
untuk kayu kelas kuat II-IV dan I masing-masing 8 x 108 kg/m2 dan 1.25 x 109
kg/m2. Menurut Mardikanto et al. (2011) nilai MOE tersebut belum memenuhi
untuk dimasukkan ke dalam data sifat-sifat bahan karena merupakan data
elastisitas hasil pengujian lentur saja (EL). Selanjutnya untuk mendapatkan nilai
EL, ER, ET dan nilai modulus geser (G) digunakan konstanta elastisitas kayu rataan
menurut Bodig dan Jayne (1993) yaitu:
EL : ER : ET ≈ 20 : 1.6 : 1
EL : GLR ≈ 14 : 1
GLR : GLT : GRT ≈ 10 : 9.4 : 1
Analisis Seismik Struktur Bangunan
Struktur bangunan dianalisis dengan metode analisis riwayat waktu (Time
History Analysis) menggunakan record gempa El-Centro yang terjadi di Imperrial
Valley 19 Mei 1940. Record gempa El-centro adalah salah satu record gempa
alami yang sering digunakan untuk analisis dinamik struktural guna memahami
kinerja sruktur tersebut. Analisis ini dilakukan dengan bantuan software komputer
berbasis elemen hingga (SAP 2000). Record gempa El-Centro memiliki
percepatan 0.34 G seperti pada Gambar 8.

Sumber: http://peer.berkeley.edu/nga/

Gambar 8 Akselelogram gempa El-Centro 19 Mei 1940
Gaya-gaya dalam hasil analisis struktur digunakan untuk menghitung
tegangan aktual elemen struktur. Evaluasi kekuatan elemen struktur dihitung
dengan menggunakan metode Allowable Stress Design (ASD). Metode ini
membandingkan antara nilai tegangan aktual dan tegangan ijin. Tegangan ijin
dihitung berdasarkan kelas kuat kayu menurut daftar IIa PKKI 1961. Kayu
meranti merupakan kayu kelas kuat II-IV dan kayu ulin merupakan kayu kelas
kuat I. Nilai tegangan ijin berdasarkan kelas kuat kayu menurut daftar IIa PKKI
disajikan pada Tabel 5.

11
Tabel 5 Nilai tegangan ijin rumah adat Aceh dan Kalteng
Tegangan Ijin
Tegangan Ijin Lentur (kg/cm2)
Tegangan Ijin Geser (kg/cm2)

Jenis Kayu
Meranti Merah (KK II-IV)
75
8

Ulin (KK I)
150
20

Selain analisis gaya dalam, dilakukan analisis perpindahan struktur
bangunan (displacement). Perpindahan struktur dilakukan untuk mengetahui
respon struktur saat mengalami pembebanan gempa.
Evaluasi Kondisi Bangunan
Evaluasi kondisi bangunan dilakukan dengan menyatukan data hasil
pengamatan visual dan analisis struktural. Data hasil pengamatan visual berupa
penilaian kekokohan bangunan dan bentuk kerusakan bangunan yang didukung
dengan hasil analisis seismik struktur bangunan. Sehingga hasil yang diperoleh
dapat digunakan sebagai penentu kondisi bangunan dan ketahanananya terhadap
gempa.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Rumah Adat
Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan suatu kawasan taman
wisata yang terletak di Jakarta Timur. Sejak berdirinya pada tahun 1975 sampai
tahun 2000, di TMII terdiri dari 27 anjungan rumah adat, sedangkan saat ini
anjungan di TMII berjumlah 33 propinsi (TMII 2012). Sebanyak 33 anjungan
rumah adat di TMII, 23 di antaranya adalah rumah kayu, meskipun demikian
rumah kayu tersebut tidak seluruhnya dibangun murni dengan kayu akibat sudah
adanya renovasi dan pergantian komponen bangunan.
Rumah Cut Mutia adalah rumah adat yang berada di dalam kawasan
anjungan Aceh yang langsung dipindahkan dari tempat asalnya di Aceh kedalam
TMII. Rumah ini merupakan rumah panggung yang seluruh material penyusun
bangunannya murni kayu yang sudah berumur ±175 tahun (TMII 2012). Rumah
ini memiliki satu ruangan di dalamya berupa ruang kamar tidur yang berada di
tengah-tengah bangunan berukuran 7.87 m x 3.45 m. Tiang penyangga yang
digunakan berjumlah 24 buah dengan menggunakan material kayu.

12

Gambar 9 Rumah adat Aceh Cut Mutia

(a)

(b)

Gambar 10 Bagian rumah adat Aceh: (a) penampakkan samping rumah adat
Aceh Cut meutia; (b) ruang kamar tidur bagian dalam
Rumah Adat Kalimantan Tengah adalah rumah Betang yang berarti
kerukunan hidup. Rumah Betang dibangun pada tahun 1992 dengan menggunakan
kayu ulin yang dikirim dari Kalimantan. Pada tahun 2013 diadakan renovasi
terhadap lantai dasar bagian bawah bangunan yang sekarang sudah dipasang
keramik. Seluruh komponen dari rumah Betang menggunakan kayu. Rumah
Betang memiliki bentuk yang mirip dengan rumah Aceh namun dengan skala
yang lebih besar.

Gambar 11 Rumah adat Betang Kalimantan Tengah

13

(a)

(b)

Gambar 12 Bagian rumah adat Betang Kalimantan Tengah; (a) bagian belakang
bangunan; (b) bagian dalam bangunan.
Indeks Kondisi Bangunan
Penilaian indeks kondisi bangunan dilakukan terhadap komponen stuktural
maupun non struktural secara visual. Berdasarkan metode yang digunakan,
penilaian kondisi bangunan meliputi pekerjaan (1) atap, (2) dinding, (3) pintu dan
jendela, (4) lantai, (5) drainase, dan (6) utilitas. Selain itu penilaian ini di
khususkan pada komponen kayu yang menjadi bahan utama penyusun bangunan
rumah adat.
Nilai kekokohan bangunan rumah adat Aceh Cut Meutia yang diperoleh dari
hasil skoring terhadap komponen bangunan struktural maupun non struktural di
sajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil pemeriksaan kondisi bangunan rumah adat Aceh
Acuan
Hasil Pemeriksaan lapang
Penilaian
Lingkup
No
BK BK x Sn BKxSn
Nilai
Penurunan
Pekerjaan
(%)
(Max)
Kekokohan Kekokohan
(%)
(%)
1 Atap
37
185
124
24.8
33.33
2 Dinding
21
105
63
12.6
40
3 Pintu dan Jendela
6
30
24
4.8
20
4 Lantai
34
170
88
17.6
46.67
5 Drainase
1
5
4.25
0.85
15
6 Utilitas
1
5
4
0.8
20
Total
100
500
307.25
61.45
38.55
Survei lapang pada bangunan rumah adat Aceh yaitu rumah Cut Meutia
menunjukkan penurunan kekokohan bangunan terbesar terjadi pada lingkup
pekerjaan lantai, yaitu sebesar 46.6%. Kerusakan banyak terjadi pada komponen
tiang lantai. Gambar 13a menunjukkan bekas serangan rayap kayu kering yang
ditinggalkan berupa bubuk ekstremen coklat. Gambar 13b menunjukkan
terjadinya pelapukan pada komponen tiang. Komponen tiang lantai ini merupakan
bagian eksterior sehingga sering terkena hujan dan sinar matahari bergantian.

14
Menurut Hunt dan Garrat (1986), pelapukan disebabkan oleh perubahan kadar air
yang berulang-ulang, karena kayu bersifat higroskopis yang dapat mengembang
dalam kondisi basah dan mengering dalam kering. Serta terjadi retak di sepanjang
kayu (Gambar 13c).

(a)

(b)

(c)

Gambar 13 Kerusakan pada komponen lantai tiang penyangga: (a) serangan rayap
kayu kering; (b) pelapukan kayu; (c) retakan disepanjang tiang
Kerusakan lain yang terjadi pada lingkup pekerjaan lantai adalah pada
komponen rangka lantai berupa lepasnya sambungan penutup lantai dengan
rangka lantai sehingga menimbulkan celah (Gambar 14a), pengeroposan pada
bagian balok induk (Gambar 14b), serta cacat berupa mata kayu (Gambar 14c).

(a)

(b)

(c)

Gambar 14 Kerusakan pada komponen lantai dan penutup lantai: (a) lepasnya
sambungan penutup atap dengan rangka lantai; (b) balok induk yang
keropos; (c) mata kayu pada balok anak.
Lingkup pekerjaan yang memiliki nilai penurunan kekokohan tertinggi
setelah lingkup pekerjaan lantai adalah pada lingkup pekerjaan atap sebesar
33.33%. Kerusakan sebagian besar ditemukan pada komponen rangka atap.
Kerusakan pada reng dan kaso berupa: pecah dan retak pada komponen kaso,
kayu keropos dan patah pada komponen reng seperti yang disajikan pada Gambar
15.

15

(a)
(b)
(c)
Gambar 15 Kerusakan pada komponen reng dan kaso: (a) pecah dan retak pada
kaso; (b) pengeroposan pada reng; (c) patah pada reng
Lingkup pekerjaan yang memiliki nilai penurunan kekokohan terendah
adalah lingkup drainase yaitu 15%. Lingkup pekerjaan drainase meliputi alat
penerimaan air buangan, saluran pembuangan, tempat pembuangan dan jalan.
Penilaian kondisi komponen lingkup pekerjaan drainase masih dalam kondisi baik,
hanya kurang perawatan, sehingga penurunan kekokohan lingkup pekerjaan ini
bernilai kecil.
Nilai kekokohan bangunan rumah adat Kalimantan Tengah yang diperoleh
dari hasil skoring terhadap komponen bangunan struktural maupun non struktural
di sajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil pemeriksaan kondisi bangunan rumah adat Kalimantan Tengah
Acuan Penilaian
Hasil Pemeriksaan lapang
Lingkup
BK
BK x Sn BKxSn
Nilai
Penurunan
No
Pekerjaan
(%)
(Max)
Kekokohan Kekokohan
(%)
(%)
1
Atap
37
185
123
24.6
33.33
2
Dinding
21
105
77
15.4
26.67
3
Pintu dan Jendela
6
30
27
5.4
10
4
Lantai
34
170
102
20.4
40
5
Drainase
1
5
4.5
0.9
10
6
Utilitas
1
5
4.75
0.95
5
Total
100
500
338.25
67.65
32.35
Survei lapang pada bangunan rumah adat Kalimantan Tengah
menunjukkan penurunan kekokohan terbesar terdapat pada lingkup pekerjaan
lantai sebesar 40%. Kerusakan sebagian besar ditemukan pada komponen tiang
lantai yang berfungsi sebagai pondasi. Kerusakan tersebut berupa: terjadi
perubahan warna dan lapuk akibat dari serangan jamur pelapuk, keropos akibat
serangan rayap tanah, timbulnya lubang-lubang di sekitar komponen pondasi
akibat serangga perusak kayu seperti yang disajikan pada Gambar 16. Komponen
kolom yang terserang rayap merupakan bagian yang langsung kontak dengan
tanah. Tarumingkeng (2000) bahwa rayap tanah mencapai objek serangannya
karena objek tersebut langsung berhubungan dengan tanah.

16

(a)

(b)

(c)

Gambar 16 Bentuk kerusakan pada komponen tiang lantai: (a) serangan jamur
pelapuk; (b) serangan rayap tanah; (c) serangan serangga perusak
Kerusakan lain yang terjadi pada komponen lantai adalah pada penutup
lantai berupa: lepasnya sambungan lantai (Gambar 17a), terdapat bagian lantai
yang sudah berlubang (Gambar 17b). Selain itu lantai yang terserang lumut akibat
kondisinya yang sering terkena hujan dan matahari (Gambar 17c). Allsopp et al.
(2003) menyebutkan bahwa kerugian akibat tumbuhnya lumut dapat
menyebabkan masalah-masalah struktur dan masalah estetika tentang keindahan
suatu bangunan. Sebagian besar kerusakan pada komponen ini terjadi pada lantai
bagian luar. Menurut Priadi (2010) lantai bagian luar sering terkena paparan sinar
matahari menyebabkan cat pelindung lebih cepat terkelupas dibandingkan dengan
cat kayu yang ternaungi, hal ini dapat membuat bagian lantai bisa menyimpan air
dan menjadi sarana infeksi spora jamur.

(a)

(b)

(c)

Gambar 17 Kerusakan pada kmponen penutup lantai: (a) lepasnya sambungan
penutup lantai dengan rangka lantai; (b) lantai berlubang; (c)
serangan lumut
Penurunan kekokohan bangunan kedua yang memiliki nilai cukup tinggi
adalah pada bagian pekerjaan atap yaitu sebesar 33.3%. Kerusakan akibat jamur
sebagian besar ditemukan pada komponen atap yaitu kuda-kuda dan rangka atap
berupa: perubahan warna kayu akibat rembesan air hujan, dan perubahan warna
akibat serangan jamur pelapuk seperti yang disajikan pada Gambar 18.

17

(a)

(b)

(c)

Gambar 18 Kerusakan pada komponen balok gording dan balok bin: (a) bercak
akibat jamur; (b) serangan jamur pelapuk; (c) perubahan warna kayu
Bentuk kerusakan lain pada kompenen atap terjadi pada bagian penutup
atap sirap yang mengalami perubahan warna, retak dan pecah, serta berlubang
seperti yang di sajikan pada Gambar 19. Lubang ini memungkinkan timbulnya
kebocoran pada bagian dalam rumah dan dapat mempengaruhi komponen
bangunan lainnya. Penutup atap menggunakan kayu ulin yang dibentuk menjadi
lembaran tipis sirap dapat menjaga ruangan dan komponen kayu didalam ruangan
dari merembesnya air. Hal ini disampaikan oleh Saud dan Aufa (2012) bahwa
susunan sirap yang berlapis-lapis menghindari air merembes ke dalam ruangan
tetapi mengijinkan udara untuk bertukar ke dalam ruangan.

(a)

(b)

(c)

Gambar 19 Kerusakan pada komponen penutup atap sirap: (a) sirap bagian luar
yang retak dan pecah; (b) perubahan warna sirap bagian dalam; (c)
sirap yang berlubang
Lingkup pekerjaan yang memiliki penurunan kekokohan terendah yaitu
utilitas sebesar 5%. Penilaian utilitas mencakup penerangan, air, pengatur
udara/suhu dan telekomunikasi. Penurunan kekokohan lingkup pekerjaaan utilitas
bernilai rendah karena rumah adat Kalteng memiliki utilitas yang sangat baik
meliputi telepon, penyejuk ruangan, wifi dan penerangan di sekitar bangunan
yang baik.
Apabila ditinjau dari keseluruhan lingkup pekerjaan, rumah adat Aceh
memiliki nilai kekokohan bangunan sebesar 61.45% dengan penurunan nilai
kekokohan bangunan 38.55%, sedangkan rumah adat Kalteng memiliki nilai
kekokohan bangunan sebesar 67.65% dengan penurunan nilai kekokohan
bangunan 32.35%. Bangunan ini termasuk dalam predikat sedang dengan nilai
kekokohan bangunan berkisar 61-80 %. Sesuai pada Tabel 2, Kondisi ini
mengartikan bahwa komponen dalam bangunan masih berfungsi dengan baik
namun tidak ada pemeliharaan rutin. Apabila ditinjau dari kondisi suhu dan
kelembaban, rumah adat Aceh memiliki nilai suhu dan kelembaban masing-

18
masing berkisar 30-34 oC dan 45-60 %, sedangkan rumah adat Kalteng memiliki
suhu dan kelembaban masing-masing berkisar 34-35 oC dan 42-45 %. Rumah adat
Aceh memiliki suhu yang lebih rendah dengan kelembaban yang lebih tinggi
dibandingkan rumah adat Kalteng. Priadi (2010) mengungkapkan bahwa di daerah
dengan kelembaban yang lebih tinggi dan suhu yang lebih rendah, volume kayu
yang terkena biodeteriorasi cenderung lebih tinggi. Kayu ulin pada rumah adat
Kalteng dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi suhu dan kelembaban
tersebut. Saud dan Aufa (2012) mengatakan bahwa kayu ulin sangat adaptif
dengan kondisi luar ruangan terutama ketahanan terhadap panas dan hujan.

Faktor Perusak Bangunan
Kerusakan bangunan sebagian besar terjadi pada bagian bawah bangunan
yaitu komponen tiang lantai. Adapun faktor perusak yang banyak ditemukan yaitu
jamur pelapuk dan rayap. Serangan jamur pelapuk dan rayap pada kedua
bangunan merupakan yang paling mendominasi. Hal ini diduga karena komponen
bangunan yang merupakan bahan kayu lama. Kayu memiliki sifat higroskopis
yang tinggi sehingga kondisi kayu yang sering terkena paparan matahari dan
hujan memicu pertumbuhan jamur pada komponen bangunan. Menurut Watt
(1999) pelapukan adalah kerusakan kayu yang disebabkan oleh faktor iklim (sinar
matahari, hujan, kelembaban, angin).

(a)
Gambar 20

(b)

Faktor perusak bangunan genus Trigona dengan mikroskop
perbesaran 40X: (a) tampak atas lebah; (b) tampak samping lebah

Selain itu ditemukan serangga pada rumah adat Kalteng yang termasuk
dalam kelompok Hymenoptera. Serangga pada Gambar 20 termasuk dalam genus
Trigona yang merupakan family Apidae dengan subfamili meliponinae. Menurut
Syafrizal et al. (2012) Trigona termasuk dalam kelompok lebah yang merupakan
serangga sosial, hidup berkelompok dalam suatu koloni yang disebut stingless bee,
yaitu kelompok lebah yang tidak menyengat. CSIRO (1991) menyebutkan bahwa
trigona merupakan lebah madu asli yang berukuran kecil, biasanya ditemukan
dalam koloni yang besar. Goulet dan Huber (1993) menyebutkan ukuran lebah
trigona terkecil memiliki panjang tubuh 1.9 mm.

19
Lebah Trigona ditemukan pada kolom tiang rumah adat Kalteng pada
bagian celah-celah kayu. Lebah trigona yang ditemukan berukuran 0.4 cm dan
pengambilan foto dilakukan dengan mikroskop perbesaran 40X. CSIRO (1991)
menyebutkan bahwa sarang lebah trigona terdiri dari cerumen (campuran resin
dan disekresikan dengan lilin) yang biasanya dibangun di cekungan pohon.
Mairawita et al. (2012) juga menjelaskan bahwa lebah trigona banyak bersarang
pada rongga pohon dan celah-celah dinding rumah.

Anatomi Kayu
Pengamatan jenis kayu bangunan dilakukan menggunakan sampel yang
didapat dari bangunan yang sudah tidak terpakai. Sampel pada rumah adat Aceh
dulunya adalah merupakan tiang penyangga lantai yang menjadi pondasi,
sedangkan sampel pada rumah adat Kalteng didapat dari potongan kayu sisa yang
sudah tidak terpakai pada bagian lantai. Hasil identifikasi penampang melintang
menunjukkan bahwa ciri makroskopis pada sampel kayu rumah Aceh merupakan
kayu meranti merah (Shorea leprosula) seperti yang ditunjukkan pada Gambar
21a, sedangkan rumah Betang Kalteng merupakan kayu ulin (Eusideroxylon
zwageri) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 21b.

(a) Kayu Meranti Merah

(b) kayu Ulin

Gambar 21 Penampang melintang kayu secara makroskopis perbesaran 30X: (a)
kayu meranti merah; (b) kayu ulin
Ciri umum dari kayu meranti merah ialah warna kayu merah kecoklatan,
arah serat umumnya berpadu, pori sebagian besar soliter berisi tilosis, diameter
umumnya 200-300 µ, kadang lebih dari 400 µ, frekuensi 2 – 8 per mm2, jari-jari
hampir seluruhnya multiseriat. Ciri khas dari kayu meranti merah lainnya ialah
terdapatnya saluran damar yang aksial dan juga memiliki saluran damar yang
radial. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Mandang dn Pandit (1997) bahwa ciri
utama dari kayu meranti merah mempunyai saluran aksial menyebar menurut
garis tangensial panjang, berisi endapan berwarna putih.
Ciri umum dari kayu ulin ialah warna kayu coklat kehitaman, pori tersebar
merata, sebagian besar soliter dan sebagian bergabung 2-3 dalam arah radial dan
berisi tilosis karena kayu ulin kaya akan ekstraktif. Menurut Martawijaya et al.
(2005) kayu ulin memiliki diameter pori 100-200 µ, dengan frekuensi 3-5 per
mm2, jari-jari heteroseluler 2-3 seriat, serta memiliki parenkim tipe paratrakeal
yang berbentuk selubung lengkap sampai aliform dan konfluen.

20
Kadar Air
Evaluasi kerusakan bangunan memperlihatkan bahwa kondisi kadar air
bangunan rata-rata yang diukur menggunakan moisture meter pada bangunan
rumah adat Aceh yaitu sebesar 13.76%. Kadar air rata-rata pada bangunan rumah
adat Kalteng sebesar 11.62%. Rumah adat Aceh memiliki kadar air yang lebih
tinggi dibandingkan rumah adat Kalteng, namun kedua rumah ini berada pada
kisaran kadar air kering udara menurut Kasmudjo (2010) bahwa kadar air kering
udara Indonesia rata-rata 10 – 18 %.
Selain itu dilakukan juga pengukuran kadar air kayu di laboratorium
menggunakan sampel kayu yang didapat di lapangan. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa nilai kadar air sampel pada kedua bangunan rumah adat
memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Masing-masing nilai kadar air rumah
Aceh dan Kalteng sebesar 11.76% dan 11.80%.
Hasil pengukuran di lapangan menggunakan alat uji kadar air moisture
meter berbeda dengan hasil pegukuran di laboraturium, namun kedua hasil
tersebut masih masuk dalam kisaran rata-rata kadar air kering udara kayu
Indonesia. Menurut Bowyer et al. (2003), perbedaan kadar air kayu dipengaruhi
berbagai faktor, diantaranya jenis kayu, tempat tumbuh dan umur dari pohon.
Selain itu faktor lingkungan dan waktu pengambilan data dapat menjadi alasan
timbulnya perbedaan nilai KA yang dihasilkan.

Kerapatan dan Berat Jenis
Berat jenis dan kerapatan dilakukan dengan menggunakan sampel kayu
yang didapat di lapangan dengan tiga kali pengulangan. Hasil pengujian
menunjukkan nilai BJ dan kerapatan untuk kayu meranti merah pada bangunan
rumah adat Aceh masing-masing 563 dan 629 kg/m3. BJ dan kerapatan kayu ulin
pada bangunan rumah adat Kalteng masing-masing 879 dan 983 kg/m3.
Menurut Bowyer et al. (2003) besarnya BJ kayu berbeda-beda tergantung
strukktur kayu dan perbandingan antara jumlah dinding sel dengan rongga kayu.
Secara umum dapat dikatakan bahwa komponen pada rumah adat Kalteng lebih
kuat dibandingkan komponen pada rumah adat Aceh karena pemilihan jenis kayu
yang lebih kuat. Kerapatan dan berat jenis kayu sangat mempengaruhi kekuatan
kayu. Sadiyo et al. (2012) mengungkapkan bahwa kerapatan kayu dapat
menggambarkan kekuatan kayu, dimana semakin besar nilai kerapatan suatu kayu
maka kayu tersebut semakin kuat.

Analisis Seismik Struktur Bangunan
Analisis seismik struktur bangunan dilakukan untuk menentukan respon
struktur bangunan ketika menghadapi pergerakan tanah (ground motion) akibat
gempa. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode time history dari record
gempa alami El-Centro 1940 diperoleh respon struktur berupa gaya dalam (gaya
geser dan momen) dan deformasi struktur (perpindahan).

21
Denah dan Bentuk Bangunan
Bangunan rumah adat Aceh mempunyai bentuk denah bangunan empat
persegi panjang dengan ukuran 9 m x 13.2 m, sehingga perbandingan panjang dan
lebar bangunan 2 : 3 dengan tinggi bangunan 7.3 m. Ruangan pada rumah adat
Aceh hanya berjumlah satu yang tepat berada di tengah-tengah bangunan. Apabila
ditinjau dari denah bangunan, rumah Aceh memiliki bentuk yang sangat
sederhana, simetris dan seragam dalam bahan yaitu kayu sebagai material
penyusun bangunan.
Bangunan rumah adat Kalteng mempunyai bentuk denah seperti huruf E
dengan panjang dan lebar bangunan 25 m x 45 m sehingga perbandingan panjang
dan lebar bangunan 1 : 1.8 dengan tinggi bangunan 12.49 m. Apabila ditinjau dari
denah bangunan menunjukkan bahwa bangunan sangat kompleks dan tidak
simetris pada bagian panjang dan lebarnya, namun penyekat-penyekat ruangan
pembentuk kamar susunannya sangat teratur dan simetris.
Bentuk rumah yang sederhana dan simetris merupakan bangunan yang
lebih tahan terhadap gempa. Seperti yang dikatakan menurut Boen (2009) bahwa
struktur rumah tahan gempa yaitu denah bangunan berbentuk sederhana dan
simetris, serta tinggi rumah yang proporsional.
Analisis Gaya Dalam
Analisis gaya dalam meliputi dua hal yaitu membandingkan nilai gaya
maksimum serta menghitung nilai tegangan aktual elemen pada posisi yang
berbeda. Elemen portal yang dianalisis pada rumah adat Aceh yaitu kolom 2
(AK1) dan kolom 3 (AK1) yang terletak pada bagian pojok bangunan, kolom 100
(AK1) dan kolom 101 (AK1) yang terletak pada bagian tengah bangunan.
Pemilihan kolom tersebut adalah untuk melihat gaya dalam yang timbul akibat
gempa pada posisi yang berbeda. Hasil analisis gaya dalam, diperoleh nilai gaya
geser tertinggi terdapat pada kolom 100 (AK1) sebesar 669.24 kgf (Tabel 8) yang
berbanding lurus dengan tegangan gesernya yang memperoleh nilai tertinggi
sebesar 1.34 kg/cm2 (Tabel 9).
Tabel 8 Gaya dalam kolom rumah adat Aceh akibat gempa
Gaya Dalam
Gaya Geser (kgf)
Momen (kg.m)

Kolom 2
(AK1)
565.47
-1244.04

Kolom 3
(AK1)
-232.17
-798.78

Kolom 100
(AK1)
669.24
-1472.32

Kolom 101
(AK1)
124.29
-945.79

Tabel 9 Nilai tegangan kolom rumah adat Aceh akibat gempa
Nilai Tegangan
Geser (kg/cm2)
Lentur (kg/cm2)

Kolom 2
(AK1)
1.13
111.07

Kolom 3
(AK1)
0.46
70.52

Kolom 100
(AK1)
1.34
131.45

Kolom 101
(AK1)
0.25
84.44

Nilai momen dan tegangan lentur tertinggi terdapat pada kolom 100 (AK1)
masing-masing sebesar -1472.32 kg.m (Tabel 8) dan 131.45 kg/cm2 (Tabel 9).
Nilai tegangan lentur yang dihasilkan pada kolom 100 (AK1) melebihi tegangan
lentur yang diijinkan menurut PKKI untuk kayu kelas kuat II-IV sebesar 75
kg/cm2, sehingga kolom 100 (AK1) tidak aman untuk menahan momen yang
timbul. Menurut Mardikanto et al. (2011) tegangan geser kolom menyebabkan

22
deformasi berupa perpindahan horizontal. Perpindahan memiliki hubungan yang
berbanding lurus degan nilai momen. Semakin jauh perpindahan elemen akibat
pembebanan, maka nilai momen juga semakin tinggi.
Elemen portal yang dianalisis pada rumah adat Kalteng adalah kolom 1 (K1)
dan kolom 2 (K1) pada bagian pojok bangunan, kolom 17 (K4) pada bagian depan,
kemudian kolom 98 (K1) dan kolom 99 (K1) yang terdapat di bagian tengahtengah bangunan.
Tabel 10 Gaya dalam kolom rumah adat Kalimantan Tengah akibat gempa
Gaya Dalam
Gaya Geser (kgf)
Momen (kg.m)

Kolom 1
(K1)
709.81
-3194.12

Kolom 2
(K1)
-608.46
-3242.91

Kolom 17
(K4)
8688.67
39099

Kolom
103 (K1)
1188.12
-3834.74

Kolom
104 (K1)
720.89
-6710.66

Tabel 11 Nilai tegangan kolom rumah adat Kalimantan Tengah akibat gempa
Nilai Tegangan
Geser (kg/cm2)
Lentur (kg/cm2)

Kolom 1
(K1)
0.36
37.10

Kolom 2
(K1)
0.31
37.66

Kolom 17
(K4)
6.92
889.42

Kolom
103 (K1)
0.61
44.54

Kolom
104 (K1)
0.37
77.94

Berdasarkan hasil analisis, nilai gaya geser dan tegangan geser tertinggi
pada rumah adat Kalteng terdapat pada kolom 17 (K4) masing-masing sebesar
8688.67 kgf (Tabel 10) dan 6.92 kg/cm2 (Tabel 11). Nilai gaya geser dan tegangan
geser yang timbul memiliki hubungan yang berbanding lurus.
Kolom 17 (K4) memperoleh nilai momen yang tinggi sebesar 39099 kg.m
(Tabel 10), sehingga kolom 17 (K4) juga memperoleh nilai tegangan lentur
tertinggi sebesar 889.42 kg/cm2 (Tabel 11). Tegangan aktual lentur yang
dihasilkan melebihi dari tegangan lentur yang diijinkan untuk kayu kelas I
menurut PKKI sebesar 150 kg/cm2. Kolom 17 (K4) merupakan tiang penyangga
pada bagian pondasi yang tidak menerus sampai dinding, sehingga diduga bahwa
komponen kolom 17 (K4) tidak dapat menahan momen yang timbul dan akan
mengalami kerusakan ketika mengalami beban gempa.
Tingginya nilai tegangan geser dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
bentuk struktur, posisi kolom, dan jenis tumpuan. Posisi kolom yang terletak pada
bagian bawah portal menyebabkan kolom mendapatkan gaya geser yang lebih
besar dibandingkan dengan kolom lainnya. Menurut Mardikanto et al. (2011)
tegangan geser merupakan perbandingan antara beban sejajar penampang dengan
luas penampang geser. Nilai luas penampang antar kolom tidak jauh berbeda,
sehingga nilai gaya geser mempunyai pengaruh yang besar terhadap nilai
tegangan aktual geser.
Nilai tegangan lentur dipengaruhi oleh dimensi penampang. Hal ini karena
tegangan lentur merupakan perbandingan antara momen lentur dengan tahanan
momen penampang kolom. Menurut Prihatmaji (2007) semakin kecil dimensi
kayu pada kolom maka semakin lentur tetapi akan beresiko patah. Ukuran kayu
yang proporsional dibutuhkan untuk mengurangi nilai tegangan lentur dan resiko
patah.

23
Perpindahan Struktur Bangunan
Respon struktur berupa perpindahan pada rumah adat Aceh diambil pada
joint 24 dan pada rumah Kalteng diambil pada joint 162. Pemilihan joint tersebut
karena merupakan joint atap. Respon perpindahan struktur diwakili oleh joint atap.

Displacement (m)

0,3

0,26

0,25
0,2
0,14

0,15
0,1
0,05
0

Aceh

Kalteng

Gambar 22 Nilai perpindahan struktur rumah adat Aceh dan Kalteng

Displacement (m)

Berdasarkan Gambar 22 nilai respon struktur perpindahan joint atap pada
sumbu x rumah adat Aceh diperoleh 0.14 m pada t = 4.04 detik, sedangkan
perpindahan joint atap pada sumbu x untuk rumah adat Kalteng 0.26 m pada saat t
= 4.41 detik. Gambar 23 menunjukkan grafik perpindahan joint atap Aceh dan
Kalteng selama 40 detik. Apabila membandingkan antara kedua rumah, maka
perpindahan struktur rumah adat Kalteng lebih tinggi daripada rumah adat Aceh.
Hal ini dikarenakan struktur rumah adat Kalteng lebih tinggi dibandingkan rumah
adat Aceh.

0,3
0,27
0,24
0,21
0,18
0,15
0,12
0,09
0,06
0