Profil Serum, Hematologi, Malonaldehida dan Superoksida Dismutase Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tepung Kedelai Rebus dan Tepung Tempe

PROFIL SERUM, HEMATOLOGI, MALONALDEHIDA DAN
SUPEROKSIDA DISMUTASE TIKUS PERCOBAAN YANG
DIBERI RANSUM TEPUNG KEDELAI REBUS DAN
TEPUNG TEMPE

JEFRIAMAN SIRAIT

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Serum,
Hematologi, Malonadehida dan Superoksida Dismutase Tikus Percobaan
yang Diberi Ransum Tepung Kedelai Rebus dan Tepung Tempe adalah
benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 20 Oktober 2014

Jefriaman Sirait
NIM F24100051

ABSTRAK
JEFRIAMAN SIRAIT. Profil Serum, Hematologi, Malonaldehida
dan
Superoksida Dismutase Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tepung Kedelai
Rebus dan Tepung Tempe. Dibimbing oleh MADE ASTAWAN.
Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting dan
ekonomis. Selain mengandung protein yang tinggi, kedelai juga kaya akan
vitamin dan mineral. Salah satu olahan kedelai yang melalui proses fermentasi
dengan kapang Rhizopus sp. yaitu tempe. Proses fermentasi menjadikan
komponen kedelai lebih sederhana dan meningkatkan kandungan gizi pada tempe.

Kandungan gizi yang tinggi pada tempe dan kedelai menjadikan kedua komoditas
ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi hematologi (kadar hemoglobin, eritrosit, leukosit, trombosit dan
hematokrit), profil serum (kadar glukosa darah, kolesterol, trigliserida, high
density lipoprotein, low density lipoprotein, ureum, asam urat, SGOT, SGPT,
protein total dan albumin), superoksida dismutase (SOD) hati dan ginjal dan
malonaldehida (MDA) hati dan ginjal tikus percobaan setelah mengonsumsi
tepung tempe dan tepung kedelai rebus selama 90 hari perlakuan. Penelitian ini
menggunakan tiga kelompok tikus yaitu kelompok kasein 10 %, tepung tempe 10
% dan tepung kedelai rebus 10 %. Hasil analisis profil serum, hematologi, SOD
dan MDA membuktikan konsumsi kedelai rebus dan tempe baik untuk
dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.
Kata kunci : Hematologi, profil serum, tepung kedelai, tepung tempe

ABSTRACT
JEFRIAMAN SIRAIT. Serum profiles, Hematology, Malonaldehide, and
Superoxide Dismutase of Rats Fed with Tempe Flour and Boiled Soybean Flour.
Supervised by MADE ASTAWAN.
Soybean is one of the vegetable protein sources that important and
economical. In addition to a high protein, soy is also rich in vitamin and mineral.

One of the soy product is fermented with Rhizopus sp. is tempe. The fermentation
process make soybean components simpler and increase nutrient content in tempe.
High nutrient content in tempe and soybean make these commodities consumed
by societies. This study aims to evaluate blood hematology (hemoglobin,
erythrocyte, leukocyte, platelet and hematocrit), serum profiles (blood glucose,
cholesterol, triglycerides, high density lipoprotein, low density lipoprotein, ureum,
uric acid, SGOT, SGPT, protein total and albumin), superoxide dismutase (SOD)
and malonaldehide (MDA) of liver and kidney after consuming tempe flour and
boiled soybean flour during treatment. This study using three group of rats that
casein 10 %, tempe flour 10 % and boiled soybean flour 10 %. Analysis of serum
profile, hematology, SOD and MDA proving consumption of boiled soy and
tempe are good to be consumed in the long time.
Keywords: boiled soybean flour, hematology, serum profile, tempe flour

PROFIL SERUM, HEMATOLOGI, MALONALDEHIDA DAN
SUPEROKSIDA DISMUTASE TIKUS PERCOBAAN YANG
DIBERI RANSUM TEPUNG KEDELAI REBUS DAN
TEPUNG TEMPE

JEFRIAMAN SIRAIT


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Profil Serum, Hematologi, Malonaldehida dan Superoksida
Dismutase Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tepung Kedelai
Rebus dan Tepung Tempe.
Nama

: Jefriaman Sirait


NIM

: F24100051

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Made Astawan M.S.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Feri Kusnandar M.Sc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
penyertaan dan pertolongan-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini
mengenai biokimia pangan yang berjudul profil serum, hematologi,
malonaldehida dan superoksida dismutase tikus percobaan yang diberi ransum
tepung kedelai rebus dan tepung tempe.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pemberi dana penelitian
yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kantor Pusat Jakarta melalui
Kerjasama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N)
dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan No:64/PL.220/I.1/3/2014 K
tanggal 10 Maret 2014 atas nama Made Astawan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr.Ir.Made Astawan M.S
sebagai pembimbing yang telah banyak memberi saran, nasehat dan ilmu yang
dibagikan kepada penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini, dan kepada
Prof.Drh.Tutik Wresdiyati, PhD. PAVET yang membimbing dan mengarahkan
penulis selama proses pembedahan tikus.
Terima kasih kepada Armando, Khalid, Tessa, Pak Yanto, Pak Adi, Pak
Iwan, keluarga ITP 47 dan Veronika Yulia atas bantuannya kepada penulis selama
melakukan penelitian sampai penulisan karya ilmiah ini.
Perhargaan dan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh dosen di
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas ilmu yang penulis dapatkan selama
kuliah dan menjadi modal bagi penulis untuk masa depan.

Teristimewa ucapan terima kasih disampaikan kepada papa, mama, adikku
terkasih Marissa, Aprianto, Melika serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya..
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 20 Oktober 2014

Jefriaman Sirait

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

METODE

9

Bahan

9

Alat

10

Metode Penelitian

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan


15
15

Analisis Proksimat Sampel

15

Analisis Proksimat Ransum

15

Penelitian Utama

16

Kenaikan Berat Badan Tikus dan Konsumsi Ransum

16


Rasio Berat Badan Organ dengan Berat Badan

18

Analisis Serum Darah
Analisis Hematologi
Analisis Kadar Malonaldehida Hati dan Ginjal

18
21
22

Analisis Aktivitas Superoksida Dismutase Hati dan Ginjal

23

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering
Rancangan komposisi ransum percobaan
Hasil analisis proksimat sampel
Komposisi bahan untuk pembuatan ransum basis 1000 g
Hasil analisis proksimat ransum
Jumlah konsumsi ransum dan kenaikan berat badan selama percobaan
Berat relatif organ terhadap berat badan ketiga kelompok tikus
Profil biokimia serum tikus setelah 90 hari percobaan
Nilai hematologi tikus percobaan

3
12
15
16
16
17
18
19
22

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan berat badan tikus percobaan
2 Kadar MDA hati dan ginjal tikus percobaan
3 Nilai SOD hati dan ginjal tikus percobaan

18
23
24

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6

Hasil sidik ragam (ANOVA) konsumsi ransum
Hasil sidik ragam (ANOVA) kenaikan berat badan
Hasil sidik ragam (ANOVA) bobot relatif hati, ginjal dan testis
Hasil sidik ragam (ANOVA) profil serum dan hematologi
Hasil sidik ragam (ANOVA) MDA organ hati dan ginjal
Hasil sidik ragam (ANOVA) SOD organ hati dan ginjal

29
29
30
31
37
38

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dewasa ini kebutuhan kedelai nasional sangat besar. Pada tahun 2013,
kebutuhan kedelai nasional mencapai 2.2 juta ton (Bappebti 2013). Sebesar 98,4%
dari kebutuhan kedelai nasional digunakan sebagai bahan untuk membuat kecap,
tauco, tempe dan lain sebagainya. Sekitar 1.2 juta ton digunakan untuk produksi
tempe, 650 ribu ton untuk produksi kecap dan selebihnya untuk produksi pangan
lainnya. Data dari Departemen Pertanian tahun 1978-2008 laju pertumbuhan
konsumsi kedelai mencapai 7.22 % per tahun. Besarnya konsumsi kedelai
nasional tidak terlepas dari manfaat yang diperoleh dari komoditi tersebut.
Kedelai merupakan sumber protein nabati. Menurut Winarno (1992), jumlah dan
mutu protein yang terdapat pada kacang kedelai sangat tinggi bila dibandingkan
dengan kacang-kacangan lainnya. Protein yang terkandung pada kedelai sebesar
46.2 gram per 100 gram bahan kering (Astawan 2008). Menurut Winarsi (2007),
kedelai memiliki manfaat yang besar sebagai pangan kesehatan (healthy food).
Selain mengandung protein yang tinggi, kedelai juga kaya akan vitamin dan
mineral. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa konsumsi kedelai dapat
menurunkan kolesterol plasma, triasilgliserol, dan glukosa darah serta
mengandung antioksidan (Anderson 1995; Lichtenstein 1998; Astuti 2008).
Penelitian tentang kedelai semakin berkembang dan diperoleh hasil yang
membuktikan bahwa kedelai memiliki banyak manfaat terhadap kesehatan. Pada
penelitian Clarkson (2002) diperoleh hasil bahwa konsumsi kedelai dapat
memperbaiki beberapa aspek kesehatan seperti kesehatan jantung.
Seperti halnya penelitian pada kedelai yang terus berkembang, penelitian
mengenai tempe juga turut berkembang dan semakin mendalam. Tempe yang
merupakan produk olahan berbasis kedelai hasil fermentasi oleh kapang Rhizopus
sp. mengandung protein yang tinggi. Astawan (2008) menyebutkan bahwa
kandungan protein pada tempe sebesar 46.5 gram per 100 gram bahan kering. Di
negara-negara maju maupun berkembang tempe menjadi sumber protein nabati
yang diminati. Selain mengandung protein yang tinggi, tempe juga mengandung
isoflavon yang dapat menangkal radikal bebas (Utari et al. 2010; Astuti 2008).
Banyaknya manfaat yang diperoleh dengan mengkonsumsi tempe menjadikan
produk olahan tempe juga berkembang. Saat ini, produk olahan tempe sudah
memasuki generasi ketiga. Produk olahan tempe generasi pertama memiliki
bentuk dan rasa tempe yang masih segar. Pada generasi kedua, tempe sudah
diolah sehingga bentuknya berubah, namun rasanya masih tetap dan tempe
generasi ketiga sudah diproses lebih canggih seperti mengisolasi senyawasenyawa bioaktif yang ada pada tempe (Santoso 2008).
Hasil penelitian tempe kacang kedelai sebelumnya menyatakan bahwa
konsumsi tempe dapat mengurangi risiko terkena penyakit seperti kanker dan
arterisklerosis serta dapat menurunkan pembentukan senyawa malonaldehida,
menurunkan gula darah, mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes
(Desminarti et al. 2012; Ghozali et al. 2010). Seiring dengan perkembangan

2
produk olahan tempe, pertumbuhan konsumsi tempe di tengah masyarakat pun
meningkat. Menurut BPS (2011) rata-rata konsumsi tempe nasional mencapai 7.4
kg/kapita/tahun. Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang
konsumsi tempe semakin meningkatkan, baik yang dikonsumsi dalam bentuk
produk generasi pertama sampai generasi ketiga. Belum adanya pembuktian
ilmiah mengenai konsumsi kedelai rebus dan tempe terhadap serum darah,
hematologi, kadar malonaldehida dan superoksida dismutase hati dan ginjal
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini. Penelitian dilakukan secara in
vivo dengan menggunakan tikus percobaan yang diberikan tepung tempe dan
tepung kedelai rebus dan kasein sebagai kontrol.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hematologi (kadar hemoglobin,
eritrosit, leukosit, trombosit dan hematokrit), profil serum (kadar glukosa darah,
kolesterol, trigliserida, high density lipoprotein, low density lipoprotein, ureum,
asam urat, SGOT, SGPT, total protein dan albumin), malonaldehida dan
superoksida dismutase tikus percobaan yang diberi ransum tepung tempe dan
tepung kedelai rebus.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah kepada masyarakat
bahwa mengkonsumsi kedelai rebus dan tempe secara rutin dalam waktu yang
lama tidak menimbulkan masalah bagi kesehatan. Selain itu diharapkan juga dapat
meningkatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi kedelai rebus dan tempe
sebagai makanan sehari-hari dan minat pengrajin tempe untuk meningkatkan
produksinya.

TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Di
Indonesia, kedelai dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman pangan dan
pupuk hijau. Bagian dari kedelai yang paling dimanfaatkan adalah bagian bijinya,
yang dapat diolah menjadi berbagai macam bahan pangan seperti : tahu, tempe,
kecap, susu dan lainnya. Kedelai kaya protein, lemak, karbohidrat, mineral,
vitamin dan lainnya. Kedelai mengandung sekitar 40 % protein, 35 % karbohidrat,
dan 20 % lemak pada berat kering (Agostoni 2006), serta sejumlah vitamin, yakni

3
tiamin, niasin, karoten dan mineral. Komponen zat gizi tempe disajikan pada
Tabel 1. Protein yang terkandung dalam kedelai lebih tinggi jika dibandingkan
dengan protein yang terdapat pada daging serta kandungan lemak yang lebih
rendah, sehingga kedelai dapat dijadikan pengganti protein jika tidak
mengonsumsi daging. Selain memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi kedelai
juga mengandung isoflavon. Isoflavon yang terdapat pada kedelai berikatan
dengan gugus glukosa sehingga disebut glikon. Isoflavon dalam bentuk terikat
akan lebih sulit dicerna oleh tubuh dibandingkan dalam bentuk bebas atau aglikon
seperti pada tempe (Purwoko 2007).

Tempe
Tempe merupakan salah satu sumber protein nabati. Kacang kedelai
merupakan salah satu bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat tempe.
Umumnya tempe dibuat dari kacang kedelai karena harganya yang relatif lebih
murah dibandingkan jenis kacang lainnya serta mengandung komponen gizi yang
bermanfaat untuk kesehatan. Tahap fermentasi yang dilakukan pada pembuatan
tempe dapat mengubah komponen gizi pada kedelai menjadi lebih sederhana
sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh. Fudiyansyah et al. (1995) melaporkan
bahwa selama fermentasi kedelai mengalami perubahan kimia dan fisik menjadi
tempe. Komponen karbohidrat, protein dan lemak pada kedelai akan dipecah
menjadi monosakarida, peptida atau asam amino dan asam lemak. Hal ini juga
didukung oleh Astawan (2008) yang menjelaskan bahwa kapang yang tumbuh
pada tempe menghasilkan enzim protease yang menguraikan protein menjadi
asam amino dan peptida.
Tabel 1. Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering
Zat gizi
Abu (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin B1 (mg)
Riboflavin (mg)
Niasin (mg)
Asam pantotenat (mg)
Piridoksin (mg)
Vitamin B12 (mcg)
Biotin (mcg)
Sumber : Astawan (2008)

Kedelai
6.1
46.2
19.1
28.2
3.7
254
781
11
0.48
0.15
0.67
0.43
0.18
0.2
35

Tempe
3.6
46.5
19.7
30.2
7.2
347
724
9
0.28
0.65
2.52
0.52
0.1
3.9
53

4
Komponen zat gizi yang terkandung pada tempe disajikan pada Tabel 1.
Selain mengandung komponen zat gizi tempe juga mengandung isoflavon yang
berbeda dengan kedelai. Tempe memiliki isoflavon dalam bentuk aglikon yaitu
isoflavon yang tidak terikat dengan gugus glukosa akibat adanya proses
fermentasi (Purwoko 2007). Dengan bentuk yang bebas, isoflavon pada tempe
lebih mudah diserap oleh tubuh. Proses fermentasi pada tempe juga menyebabkan
tempe memiliki masa simpan singkat. Salah satu cara untuk memperpanjang umur
simpan tempe adalah dengan mengolahnya menjadi tepung tempe. Pengolahan
tempe menjadi tepung memiliki banyak manfaat, antara lain tepung tempe mudah
dicampur dengan sumber karbohidrat untuk memperkaya nilai gizinya, mudah
disimpan ataupun diolah menjadi makanan cepat saji. Tepung tempe merupakan
produk industri tempe generasi kedua. Produk akhir secara fisik tidak berwujud
seperti tempe dan rasa khas tempe menjadi tidak terasa lagi.

Darah
Darah merupakan alat transportasi dalam tubuh yang dapat mengangkut
nutrisi, oksigen dan pembawa sinyal kimiawi. Selain sebagai alat transportasi
darah juga berfungsi sebagai jaringan pertahanan dari penyakit dan infeksi. Darah
terdiri dari 55 % plasma darah dan 45 % sel darah. Sebagian besar plasma darah
tersusun atas air sebesar 92 % dan sisanya adalah protein (albumin, globulin dan
fibrinogen), ion (Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, HCO3-, HPO42-, dan SO42-) dan
metabolit seperti lemak, glukosa, asam amino dan sisa nitrogen (Martini 1992).
Pada bagian 45 % sel penyusun darah, terdapat sel darah merah sebesar 99 %,
sisanya terdiri dari trombosit, dan sel darah putih yang tersusun atas neutrofil,
limfosit, monosit, eosinofil dan basofil.

Glukosa Darah
Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari
karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka
(Lee 2007). Setelah makanan yang mengandung banyak glukosa dicerna pada
sistem pencernaan maka kadar glukosa darah akan meningkat. Banyak hormon
yang ikut serta dalam mempertahankan kadar glukosa darah, baik dalam kondisi
normal maupun stres. Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk melihat
penyimpangan yang terjadi. Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi atau rendah
menandakan terjadinya gangguan homeostatis (Sacher et al 2004).

5
Kolesterol
Kolesterol dibutuhkan tubuh untuk membentuk membran sel, memproduksi
hormon dan membentuk asam empedu. Bila kadar kolesterol di dalam darah
terlalu tinggi akan terjadi pengendapan pada dinding pembuluh yang
mengakibatkan risiko penyakit jantung (Vella et al 2001). Menurut Dawson
(1999), keseimbangan diet kolesterol yang terabsorpsi (eksogen) dan sintesis
kolesterol (endogen) mempertahankan kolesterol darah dalam keadaan normal.

Trigliserida
Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan
berbagai organ dalam tubuh. Menurut Bangun (2003), substansi yang terdiri dari
gliserol yang mengikat gugus asam lemak adalah trigliserida. Lipid ini memiliki
peran yang hampir sama dengan karbohidrat (Guyton 1991). Trigliserida sangat
erat hubungannya dengan obesitas. Kemungkinan besar bahwa kadar trigliserida
yang tinggi juga menyebabkan serangan jantung karena membuat darah lebih
mudah menggumpal.

Kreatinin
Pemeriksaan kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter penting
untuk mengetahui fungsi ginjal karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya
di urin relatif konstan (Sodeman 1995). Menurut Corwin (2001) kadar kreatinin
yang lebih besar dari nilai normal menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal.
Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi,
konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari.

HDL
HDL atau high density lipoprotein sering disebut dengan istilah kolesterol
baik. HDL mengandung jumlah protein yang lebih tinggi dan persentase
triasilgliserolnya lebih rendah daripada lipoprotein darah lainnya. HDL disintesis
dalam bentuk nasens (imatur) di hati dan usus. Setelah HDL disekresikan ke
dalam darah, HDL akan mengalami perubahan akibat berinteraksi dengan
kilomikron dan VLDL (very low density lipoprotein). HDL berperan menyerap
kolesterol dari permukaan sel dan dari lipoprotein lain serta mengubahnya
menjadi ester kolesterol. Ester kolesterol akan dikembalikan ke hati, sehingga
HDL berperan dalam transpor kolesterol terbalik (Marks et al 2000). HDL
mengangkut kolesterol lebih sedikit dan mengandung banyak protein. Dengan
membawa kelebihan kolesterol yang dibawa oleh LDL, maka HDL membantu
mencegah terjadinya pengendapan dan mengurangi terjadinya plak di pembuluh

6
darah yang dapat mengganggu peredaran darah dan membahayakan tubuh. Karena
itu kolesterol HDL ini disebut kolesterol baik (Graha 2010).

LDL
LDL atau low density lipoprotein sering disebut dengan kolesterol jahat
karena mengangkut paling banyak kolesterol dan lemak di dalam darah. LDL
adalah produk akhir dari metabolisme Very Low Density Lipoprotein (VLDL).
Fungsi LDL membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer yang akan
digunakan untuk pembentukan membran atau hormon steroid. Kadar LDL yang
tinggi dan pekat akan menyebabkan kolesterol lebih banyak melekat pada dinding
pembuluh darah saat transportasi dilakukan. Sehingga meningkatkan risiko
penyakit seperti stroke, jantung koroner dan lain sebagainya (Graha 2010).

Ureum
Ureum merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen yang penting
pada manusia, yang disintesis dari amonia, karbondioksida dan nitrogen amida
aspartat (Rodwell 1999). Dalam keadaan normal, kadar ureum darah selalu
konstan. Jika terjadi produksi ureum yang berlebihan maka ginjal akan bekerja
lebih keras untuk mengeluarkan ureum dari tubuh. Kadar ureum yang terlalu
tinggi dalam darah dapat menyebabkan koma (Bastiansyah 2008). Menurut
Bruyne et al (2008) tingginya kadar ureum dalam darah merupakan akibat asupan
protein yang tinggi.

Asam Urat
Asam urat merupakan salah salah satu indikator untuk mengetahui fungsi
ginjal. Asam urat merupakan produk metabolisme akhir dari purin di dalam tubuh.
Tingginya kadar asam urat dalam darah dapat menimbulkan risiko terjadinya
hipertensi, aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Menurut Albar et al
(2006) dengan diet rendah purin dapat mencegah peningkatan asam urat dalam
darah.

SGOT
SGOT merupakan enzim yang terdapat di hati, otot, jantung, otak, ginjal dan
otot-otot rangka. Adanya kerusakan pada hati, otot jantung, otak ginjal dan rangka
dapat dideteksi dengan mengukur kadar SGOT. Peningkatan serum glutamic

7
oxaloacetic transaminase (SGOT). Kadar SGOT dianggap abnormal jika nilai
hasil pemeriksaannya 2-3 kali lebih besar dari nilai normal. Pemeriksaan SGOT
merupakan salah satu yang mengindikasi terjadinya gangguan hati. Gangguan hati
ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas serum SGOT, SGPT, glutamil
transferase, alkali fosfatase, serum bilirubin, cholinesterase dan protein total
(Bastiansyah 2008).

SGPT
SGPT adalah singkatan dari serum glutamic pyruvic transaminase, sering
disebut juga dengan istilah ALT (alanin aminotransferase). SGPT dianggap lebih
spesifik untuk menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT sebab SGPT akan
meningkat jika terjadi kerusakan hati kronis dan hepatitis. Nilai SGPT dikatakan
abnormal jika hasil pemeriksaan 2-3 kali lebih besar dibandingkan nilai
normalnya (Bastiansyah 2008).

Total Protein
Protein dalam darah yang penting terdiri dari protein albumin dan globulin.
Albumin sepenuhnya diproduksi di hati dan globulin diproduksi hanya sebagian di
hati dan selebihnya diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh. Perubahan kadar
keduanya dapat mengindikasikan adanya gangguan hati atau organ lain seperti
ginjal (Bastiansyah 2008).

Albumin
Albumin merupakan salah satu protein yang terdapat dalam plasma darah
yang memiliki ukuran terkecil dan jumlah terbanyak. Jumlah albumin sebagai
protein plasma sebesar 60 % dan memiliki peran yang besar dalam tekanan
osmotik pada plasma darah sehingga mencegah merembesnya cairan berlebihan
ke dalam matriks ekstrasel jaringan. Albumin dapat mengikat beberapa molekul
yang tidak larut dalam serum darah. Albumin berperan penting dalam
mentranspor molekul kecil dalam darah (Fawcett 2002).

Hematologi
Hematologi adalah ilmu tentang darah dan jaringan pembentuk darah.
Sistem hematologi terdiri dari semua sel-sel darah, sumsum tulang, tempat sel-sel
tumbuh dan jaringan limfoid tempat darah disimpan jika tidak bersirkulasi.

8
Hemoglobin
Hemoglobin merupakan suatu senyawa organik kompleks yang terdiri dari
empat pigmen porfirin merah (heme), masing-masing mengandung atom besi
ditambah globin. Sintesis hemoglobin membutuhkan kecukupan zat besi yang
berasal dari konsumsi pangan seperti daging, buncis, bayam dan lainnya.
Hemoglobin berfungsi sebagai pengikat oksigen yang berada pada paru-paru dan
membawa ke jaringan. Juga mengikat CO2 yang berada pada jaringan tubuh dan
membawa kembali ke paru-paru (Silverthorn 2008).
Leukosit
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah
putih. Leukosit membantu pertahanan tubuh dari sel-sel patogen dan
menghilangkan racun yang masuk ke darah. Menurut Martini (1992) leukosit
terdiri dari neutrofil (50-70 %), limfosit (20-30%), monosit (2-8 %), eosinofil
(2-4 %) dan basofil (kurang dari 1 %). Bila nilai leukosit berada diatas normal
keadaan ini disebut sebagai leukositosis dan bila kurang disebut leukopenia
(Effendi 2003).
Trombosit
Trombosit atau juga dikenal dengan keping darah berfungsi dalam proses
pembekuan darah. Dengan menempel pada dinding pembuluh dan bagian-bagian
yang terluka, trombosit membentuk hemostatic plug. Jumlah trombosit yang
berada dibawah normal disebut trombositopenia, biasanya disebabkan kerusakan
trombosit yang berlebihan atau produksi trombosit yang kurang mencukupi.
Jumlah trombosit yang berada diatas normal disebut trombositosis, biasanya
disebabkan produksi trombosit yang berlebihan akibat adanya infeksi inflamasi
atau kanker (Martini 1992).
Hematokrit
Hematokrit menggambarkan perbandingan antara sel darah merah, sel sel
darah putih dan trombosit dengan volume seluruh darah. Semakin tinggi
persentase hematokrit berarti konsentrasi darah semakin kental. Analisis
hematokrit dilakukan untuk menentukan keadaan anemia, kehilangan darah,
anemia hemolitik dan polisitemia (Stockham dan Scott 2008).
Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah yang diproduksi di sumsum tulang memiliki
bentuk yang datar, bulat dan tidak memiliki nukleus. Adanya hemoglobin di
eritrosit menyebabkan warna merah pada darah. Sel darah merah berfungsi
membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan membawa karbondioksida dari
jaringan ke paru-paru. Jumlah eritrosit dalam sel darah sebesar 99 %.

9
Malonaldehida
Salah satu senyawa yang sering dijadikan petunjuk adanya kerusakan akibat
radikal bebas adalah malonaldehida (MDA). MDA merupakan salah satu senyawa
yang menggambarkan aktivitas oksidan (radikal bebas) dalam sel (Jones et al
2000). Mekanisme pembentukan MDA melalui peroksidasi lipid diawali dengan
hilangnya atom hidrogen (H) dari molekul lipid tak jenuh rantai panjang oleh
gugus radikal hiroksil (*OH), sehingga lipid bersifat radikal. Kemudian radikal
lipid bereaksi dengan atom oksigen (O2) membentuk peroksil (*OO), yang
selanjutnya menghasilkan MDA. MDA dapat digunakan untuk mengetahui derajat
kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh peroksidasi lipid. Radikal bebas hasil
peroksidasi lipid akan membentuk reaksi yang terus berlanjut sampai radikal
bebas tersebut dihilangkan oleh radikal bebas lain oleh sistem antioksidan dari
tubuh maupun dari asupan pangan.

Superoksida Dismutase
Superoksida dismutase merupakan salah satu antioksidan endogenous.
Enzim ini berpartisipasi pada proses degradasi senyawa radikal bebas intraseluler.
Enzim ini bekerja dengan beberapa cara berinteraksi langsung dengan radikal
bebas, oksidan, mencegah pembentukan oksigen reaktif, atau mengubah senyawa
reaktif menjadi kurang reaktif (Winarsi 2007). Enzim SOD melindungi sel-sel
tubuh dan mencegah terjadinya proses peradangan yang diakibatkan oleh radikal
bebas. Enzim ini membutuhkan mangan (Mn), seng (Zn) dan tembaga (Cu) untuk
dapat bekerja. Sehingga mineral-mineral tersebut harus cukup, agar SOD dapat
mencegah timbulnya penyakit degeneratif (Winarsi 2007). Berdasarkan adanya
logam yang berperan sebagai kofaktor pada sisi aktif enzim, SOD dikelompokkan
menjadi Cu/Zn-SOD, Mn-SOD dan Fe-SOD. Secara subseluler, isoenzimisoenzim tersebut terdistribusi di tempat yang berbeda Mn-SOD ditemukan dalam
mitokondria dan peroksisom. Cu/Zn SOD ditemukan pada sitosol dan kloroplas
dan Fe-SOD ditemukan di kloroplas (Winarsi 2007).

METODE

Bahan
Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah kacang kedelai
(Glycine max) varietas Grobogan yang diperoleh dari petani di Grobogan, Jawa
Tengah.

10
Tikus Percobaan
Tikus percobaan yang digunakan berupa tikus putih jantan galur Sprague
dawley lepas sapih yang diperoleh dari BPOM Jakarta.

Bahan Pembuatan Ransum
Bahan yang digunakan dalam pembutan ransum tikus adalah pati jagung,
kasein, minyak jagung, carboximethylcelulose (CMC), campuran mineral,
campuran vitamin, tepung kedelai rebus, dan tepung tempe.

Bahan Analisis
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain K2SO4,
HgO, H2SO4 pekat, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator biru metilen, HCl, pelarut
n-heksana, asam borat jenuh, indikator merah metil dan biru metil, kapas bebas
lemak, dan etanol . Bahan untuk analisis serum darah dan hematologi adalah
diilluent, batu es, larutan lyse, tube yang berisi larutan EDTA dan reagen analisis
kolesterol lengkap. Bahan untuk analisis malonaldehida adalah hati tikus, ginjal
tikus, pereaksi PBS (phosphat buffer saline) pH 7.4 yang mengandung 11.5 KCl/L
kemudian disimpan pada 2 - 5 °C, HCl 0.25 N yang mengandung 15 % TCA,
0.38% TBA dan 0.5 % BHT. Bahan untuk analisis aktivitas superoksida
dismutase adalah buffer fosfat pH 7, kloroform, etanol 96 %, buffer natrium
karbonat pH 10.2, larutan epinefrin, HCl dan air bebas ion.

Alat
Alat Pemeliharaan Tikus
Alat yang digunakan untuk memelihara tikus dan membuat makanan tikus
adalah kandang, botol minum, timbangan, baskom plastik, sendok dan blender.
Alat Preparasi Sampel dan Pembuatan Ransum
Alat yang digunakan dalam preparasi sampel adalah wadah merendam
kedelai, baskom, sendok, timbangan, kompor, oven, disc mill, penggiling kedelai,
slicer, blansir dan blender.
Alat Pembedah Tikus
Alat yang digunakan dalam pembedahan tikus adalah gunting, pinset, jarum
suntik, papan pembedahan dan alat-alat gelas.

Alat Analisis
Alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain oven, labu lemak,
hotplate, tanur, ekstraktor Soxhlet, labu Kjeldahl, labu Erlenmeyer, labu takar,
desikator, cawan aluminium, kertas saring, buret, pH meter, cawan porselen.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis profil serum darah dan hematologi

11
meliputi clinical chemistry analyzer, sentrifuse, vortex, penangas air, tabung
sentrifuse, pipet mikro, dan alat-alat gelas. Alat yang digunakan untuk analisis
malonaldehida (MDA) adalah sentrifus, waterbath, spektrofotometer, neraca
analitik, alat penggerus dan desikator. Alat yang digunakan untuk analisis
superoksida dismutase (SOD) meliputi sentrifus, alat penggerus, tabung reaksi,
spektrofotometer dan vortex.

Metode Penelitian

Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung kedelai rebus,
pembuatan tempe, pembuatan tepung tempe, pembuatan ransum, dan analisis
proksimat sampel.
Pembuatan Tepung Kedelai Rebus
Pembuatan tepung kedelai rebus dimulai dari pembersihan atau
penyortiran kedelai, kemudian direndam selama 6 jam. Kedelai yang telah
direndam kemudian direbus selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan
penggilingan kedelai dan pemisahan kulit ari dari kedelai, selanjutnya
kedelai rebus didinginkan dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu
60 °C Terakhir dilakukan proses penepungan dengan menggunakan disc
mill dengan ukuran saringan 60 mesh.
Pembuatan Tempe
Proses pembuatan tempe dimula dengan pembersihan atau penyortiran
kedelai. Perendaman menggunakan air selama 1 jam perebusan selama 30
menit, perendaman kembali selama 12 jam agar mendapatkan pH sekitar
4.0-4.5 dan dilakukan penggilingan untuk memecah biji, dicuci dan
pemisahan kulit ari. Kedelai yang telah dikupas kulit arinya dibersihkan dan
dipisahkan dari tunas yang telah tumbuh. Pencucian kedelai dengan air
panas dilakukan setelah diperoleh kedelai bersih. Setelah itu, kedelai
didinginkan lalu diberi ragi secara merata kemudian dikemas dan diinkubasi
selama 48 jam.
Pembuatan Tepung Tempe
Pembuatan tepung tempe dilakukan dengan cara tempe diiris dengan
menggunakan slicer sehingga diperoleh tempe dengan ukuran tipis,
kemudian tempe diblansir dengan uap panas selama 2 menit dengan tekanan
1 bar. Kemudian tempe dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60 °C
selama 8 jam dan digiling menggunakan disc mill dengan ukuran saringan
60 mesh.
Pembuatan Ransum
Pembuatan ransum tikus percobaan dibedakan berdasarkan sumber
protein, yaitu tepung kedelai rebus, tepung tempe dan kasein sebagai

12
kontrol. Jumlah ransum yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan
harian tikus dan komposisinya disesuaikan dengan standar Association of
Official Analytical Chemists (AOAC) dengan kadar protein ransum sebesar
10 %. Komposisi ransum tikus percobaan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rancangan komposisi ransum percobaan
Komponen
Protein

Jumlah
10%

Serat

Sumber
Protein
standar/
protein uji
Minyak
jagung
Campuran
mineral
Campuran
vitamin
CMC

Air

Air minum

5%

Karbohidrat

Pati jagung

%
sisanya

Lemak
Mineral
Vitamin

Perhitungan

8%

(

5%

(

1%
1%

(

(

)

1%

)

)

)

Sumber : AOAC (2005)
Analisis Proksimat Sampel
Analisis proksimat dilakukan pada kasein, tepung kedelai rebus dan
tepung tempe. Hasil analisis akan menjadi acuan dalam formulasi ransum
tikus percobaan. Analisis proksimat terdiri dari analisis kadar air metode
oven (AOAC 2005), analisis kadar abu metode pengabuan kering (SNI 012891-1992), analisis kadar lemak metode Soxhlet (AOAC 2005), analisis
kadar protein kasar metode Kjedhal (AOAC 2005) dan analisis karbohidrat
(by difference).
Penelitian Utama
Penelitian utama akan mengevaluasi pengaruh pemberian tepung kedelai
rebus dan tepung tempe terhadap bobot organ, profil serum, nilai malonaldehida
dan kadar superoksida dismutase pada hati dan ginjal tikus percobaan.
Masa Adaptasi Tikus Percobaan
Tikus yang akan digunakan dalam penelitian utama diadaptasikan
terlebih dahulu selama tiga hari dengan pemberian ransum kasein (standar)
dan air minum secara ad libitum. Tikus ditempatkan dalam kandang secara
individual dengan kondisi cahaya dan ventilasi yang cukup pada suhu ruang
(sekitar 20-25 °C). Masa adaptasi bertujuan untuk membiasakan tikus
terhadap lingkungan percobaan.

13
Seleksi Tikus dan Kelompok Perlakuan
Setelah masa adaptasi, tikus diseleksi berdasarkan keseragaman bobot
tubuh dan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kelompok tikus yang diberi
pakan kasein 10%, tepung tempe 10 % dan tepung kedelai rebus 10 %.
Setiap kelompok tikus memiliki perbedaan bobot kurang dari 10 gram dan
antar tikus dalam setiap kelompok memiliki perbedaan maksimal 5 gram.
Pembedahan Tikus Percobaan Sebelum Perlakuan
Pembedahan dilakukan terhadap tikus percobaan pada awal penelitian,
(sebagai base line) dan 90 hari setelah pemberian tepung kedelai rebus dan
tepung tempe.
Masa Perlakuan
Selama masa perlakuan, tikus diberikan ransum sesuai dengan
kelompok perlakuannya dan air minum secara ad libitum. Tikus
dikandangkan secara individual dengan kondisi cahaya dan ventilasi yang
cukup pada suhu ruang (sekitar 20 - 25 °C). Selama 90 hari masa perlakuan
dilakukan pengamatan terhadap konsumsi ransum setiap hari dan berat
badan tikus setiap enam hari sekali.
Persiapan Sampel Serum Darah dan Organ untuk Analisis
Pada akhir masa perlakuan, dilakukan pembedahan terhadap tikus
percobaan, yang sebelumnya tikus dipuasakan selama satu malam. Tikus
dibius menggunakan campuran larutan ketamine dan xylazine. Darah
diambil dari jantung dengan menggunakan syringe. Darah yang diperoleh
dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan disentrifus pada 3000 rpm
selama 10 menit untuk memisahkan serumnya. Serum yang diperoleh
kemudian dipipet ke dalam tabung eppendorf untuk dianalisis. Organ tikus
(ginjal, testis dan hati) diambil dengan gunting bedah dan pinset. Kemudian
organ ditimbang dengan neraca analitik, dimasukkan ke dalam wadah
plastik dan dibekukan untuk keperluan analisis selanjutnya.
Analisis Hematologi dan Biokimia Serum
Analisis hematologi dilakukan menggunakan alat hematology
analyzer. Analisis meliputi analisis kadar hemoglobin, eritrosit, leukosit,
trombosit dan hematokrit. Profil serum meliputi kadar glukosa darah,
kolesterol, trigliserida, high density lipoprotein, low density lipoprotein,
ureum, asam urat, SGOT, SGPT, protein total dan albumin.
Analisis Kadar Malonaldehida (MDA) Organ Hati dan Ginjal
(AOAC 2005)
Pembuatan kurva standar tetraetoksi propana (TEP) dilakukan dengan
pembuatan larutan induk yaitu 0.404 mol TEP / 100 ml. Disimpan pada
suhu dingin dan gelap. Kemudian larutan induk diencerkan 1000 kali
sehingga menjadi 4.04 × 10 3 µmol/ L. Setelah itu dibuatkan larutan kerja
TEP sehingga konsentrasinya sbb : 0, 0.404, 0.808, 1.616, dan 2.424
µmol/ml. Dilakukan preparasi hati dengan mengambil sebanyak 1 gram hati
kemudian dihancurkan dalam kondisi dingin dengan 5 ml larutan PBS

14
(Phosphat Buffer Saline) yang mengandung 11.5 gram KCl/L. Homogenat
yang diperoleh kemudian disentrifus pada 4,000 rpm selama 10 menit
sampai diperoleh supernatan jernih . Selanjutnya 1 ml supernatan hati, ginjal
atau larutan kerja (standar) TEP dicampur dengan 4.0 ml larutan HCl 0.25 N
dingin yang mengandung TCA, TBA, dan BHT kemudian divortex.
Campuran yang diperoleh dipanaskan pada suhu 80 °C dengan
menggunakan penangas selama 1 jam. Setelah dingin, campuran disentrifus
3,500 rpm selama 10 menit. Supernatan jernih diukur absorbansinya pada
532 nm dan diplotkan ke kurva standar TEP untuk menghitung kadar MDA
sampel.
Analisis Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD) Organ Hati dan
Ginjal (Misra 1972)
Sampel hati atau ginjal dihancurkan dan diekstrak dengan buffer
fosfat pH 7, dengan perbandingan 1 : 10. Hasil ekstraksi disentrifus dengan
kecepatan 3.000 rpm selama 10 menit dalam keadaan dingin. Sebanyak 1 ml
homogenat hati atau ginjal ditambahkan dengan 1.6 ml campuran kloroform
dan etanol 96 %, dengan perbandingan 3 : 5. Kemudian homogenat hati atau
ginjal divorteks 1 menit dan disentrifus pada 3,000 rpm selama 10 menit
pada 4 °C . Supernatan disimpan pada suhu -15 °C hingga siap dianalisis.
Pengukuran serapan dilakukan dengan cara memasukkan 2,800 µl buffer
natrium karbonat pH 10.2, 100 µl sampel yaitu supernatan yang
mengandung SOD dan 100 µl larutan epinefrin ke dalam tabung reaksi.
Serapan dibaca pada panjang gelombang 480 nm pada menit ke 1, 2,
3, dan 4 setelah penambahan epinefrin 0.003 M. Sebagai faktor pengoreksi
atau blanko digunakan campuran HCl dan air bebas ion. Larutan tanpa
sampel yaitu larutan yang diberi pereaksi seperti pereaksi sampel, namun
sampel diganti air bebas ion, lalu diukur absorbansinya. Pembuatan larutan
tanpa sampel ini dilakukan dengan menambahkan 2,800 µl buffer natrium
karbonat konsentrasi 0.05 M pH 10.2 ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 100 µl larutan epinefrin yang memiliki konsentrasi 0.003 M
dan 100 µl air bebas ion. Serapan diukur setelah penambahan epinefrin pada
panjang gelombang 480 nm. Perhitungan aktivitas SOD dinyatakan dengan
satuan unit/mg protein dengan cara mengukur % hambatan :
% hambatan
Selanjutnya nilai % hambatan ini dikonversikan ke dalam kurva
standar SOD dengan % hambatan (sumbu Y) dan aktivitas SOD dalam unit/
mg protein (sumbu X ) telah diketahui.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan
Tahapan dalam penelitian pendahuluan adalah analisis proksimat sampel
dan ransum. Tujuan dilakukannya analisis proksimat sebelum perlakuan adalah
untuk menentukan komposisi ransum yang diberikan kepada tikus percobaan.

Analisis Proksimat Sampel
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi pada
sampel. Hasil analisis proksimat ketiga sampel disajikan pada Tabel 3. Hasil
analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan protein, kedelai, abu,
serat kasar dan air pada kedelai hampir sama dengan tempe. Perbedaan
antara tempe dan kedelai terdapat pada kualitas kandungan zat gizi. Tempe
memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan kedelai, hal ini disebabkan
adanya proses fermentasi yang mengubah komponen karbohidrat, protein
dan lemak pada kedelai menjadi lebih sederhana (Nout 2005). Wang et al.
(2003) melaporkan bahwa fermentasi pada kedelai dapat meningkatkan
daya cerna karbohidrat karena adanya enzim α-galaktosidase yang
mendegradasi rafinosa, stakiosa dan beberapa oligosakarida.
Tabel 3 Hasil analisis proksimat sampel (basis kering)
Parameter

Kasein

Tepung tempe

Kadar protein (%)

89.44

51.73

Tepung kedelai
rebus
51.06

Kadar lemak (%)
Kadar abu (%)
Kadar serat kasar (%)
Kadar air (%)

0.30
0.59
0.52
9.88

25.36
1.80
6.46
4.34

25.26
2.62
7.65
5.49

Analisis Proksimat Ransum
Dengan diperolehnya hasil analisis proksimat sampel, kemudian dapat
ditentukan formulasi bahan untuk ransum yang akan diberikan kepada tikus
percobaan. Formulasi bahan yang digunakan untuk penyusunan ransum
masing-masing kelompok tikus dapat dilihat pada Tabel 4. Pada ransum
kelompok tikus yang diberi tepung kedelai rebus dan tepung tempe tidak
ditambahkan CMC karena tepung tempe dan tepung kedelai rebus sudah
mengandung jumlah serat yang cukup untuk kebutuhan harian tikus
percobaan. Selanjutnya ketiga jenis ransum tersebut dianalisis untuk melihat
homogenitas kandungan zat gizi ransum yang dibuat. Dilakukan analisis
proksimat terhadap ransum yang telah diformulasi untuk setiap kelompok
tikus. Untuk mengetahui kesesuaian kandungan zat gizi yang diberikan

16
dengan formulasi. Hasil analisis proksimat dari ketiga jenis ransum yang
diberikan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 4 Komposisi bahan untuk pembuatan ransum basis 1000 g
Komponen penyusun (g)

Kelompok
perlakuan

Sampel Minyak Mineral Vitamin
Pati
CMC Air
protein jagung
mix
mix
jagung
Kasein 10 %
112
80
49
10
9
39
701
Tepung
tempe 10 %

193

31

46

10

-

42

678

Tepung
kedelai
rebus 10%

196

30

45

10

-

39

680

Hasil analisis proksimat ransum pada Tabel 5 menunjukkan kadar
protein untuk setiap kelompok tikus sebesar 10 %. Terlihat pada tabel,
ransum tepung kedelai rebus kurang dari 10 % namun tidak terlalu jauh.
Hal ini sudah sesuai dengan yang diinginkan yaitu menyiapkan ransum
dengan kadar protein yang sama untuk setiap kelompok tikus percobaan.
Tabel 5 Hasil analisis proksimat ransum (basis basah)

Kadar protein (%)

10.62

Tepung
tempe 10 %
10.56

Kadar lemak (%)

8.76

7.12

7.08

Kadar abu (%)

4.17

3.77

3.89

Kadar air (%)

13.69

13.76

11.98

Kadar karbohidrat (%)

62.76

64.79

67.67

Parameter

Kasein 10 %

Tepung
kedelai rebus 10 %
9.38

Penelitian Utama

Kenaikan Berat Badan Tikus dan Konsumsi Ransum
Pada masa perlakuan, tikus diberi ransum dan minum setiap hari
secara ad libitum dan dilakukan penimbangan berat badan setiap enam hari
sekali. Jumlah konsumsi ransum dan kenaikan berat badan ketiga kelompok
tikus percobaan selama 90 hari masa perlakuan disajikan pada Tabel 6.
Konsumsi ransum setiap kelompok perlakuan berbeda-beda, disebabkan
oleh perbedaan berat badan masing-masing tikus.
Tabel 6 menunjukkan jumlah konsumsi ransum terbesar terdapat pada
kelompok tikus yang diberi pakan kasein 10 % . Hal ini dapat dikarenakan

17
kedelai dan tempe memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga dapat
mempertahankan glukosa darah stabil serta tikus menjadi tidak mudah lapar.
Selain itu juga mengandung serat pangan yang cukup tinggi sehingga
membuat lebih cepat kenyang. Semakin besar jumlah konsumsi ransum
pada masa perlakuan seharusnya memberikan kenaikan berat badan yang
semakin besar pula. Namun hasil yang diperoleh berbeda, terlihat pada
Tabel 6 kelompok tikus yang diberi ransum kasein 10 % yang memiliki
jumlah konsumsi ransum terbesar tidak mengalami kenaikan berat badan
yang paling besar meskipun kadar protein ransum telah dibuat sama.
Tabel 6 Jumlah konsumsi ransum dan kenaikan berat badan selama `
percobaan
Perlakuan
Parameter selama
Tepung
Tepung kedelai
percobaan
Kasein 10 %
tempe 10 %
rebus 10 %
Jumlah konsumsi
1983 ± 109 b 1813 ± 81 a
1797 ± 51 a
ransum (g)
Kenaikan berat
239 ± 26 ab
271 ± 26 b
231 ± 20 a
badan (g)
Feed Convertion
12.0 ± 1.0 a 15.0 ± 2.0 b
12.9 ± 1.0 a
Efficiency (%)
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang
sama menunjukkan berbeda nyata (p < 0.05).
Kenaikan berat badan yang tertinggi terdapat pada kelompok tikus
yang diberi ransum tepung tempe 10 %, hal ini disebabkan oleh kualitas
protein pada tempe lebih baik dibandingkan pada tepung kedelai rebus dan
tempe memiliki kualitas protein yang sama dengan kasein. Istilah “Gold
Standar” sering digunakan pada kedelai untuk membandingkan kualitas
dari sumber yang berbeda (Cromwell 2013). Hal ini didukung oleh hasil
penelitian Suwarno (2013) mengenai keamanan tempe yang berasal dari
kedelai hasil rekayasa genetika, melaporkan bahwa tempe sebagai sumber
protein nabati memiliki kualitas protein yang sama baiknya dengan protein
hewani (kasein). Terlihat pada Tabel 6 konsumsi tempe dapat meningkatkan
berat badan yang lebih besar dibandingkan konsumsi susu (kasein) dan
kedelai rebus. Hal ini membuktikan konsumsi tempe dengan kadar protein
yang sama dapat meningkatkan berat badan lebih besar dibandingkan
dengan mengonsumsi susu (kasein). Semakin tinggi nilai FCE maka
semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan ransum demikian sebaliknya.
Data Feed Convertion Efficiency (FCE) yang disajikan pada Tabel 6
menunjukkan efisiensi penggunaan ransum tepung tempe 10 % lebih tinggi
dibandingkan kasein 10 % dan tepung kedelai rebus 10 %. Dari data FCE
yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi tempe dapat meningkatkan
berat badan lebih efisien dibandingkan dengan mengkonsumsi kasein atau
kedelai rebus dalam jumlah yang sama. Hal ini dapat mendukung konsumsi
tempe sebagai pangan alternatif pengganti susu (kasein) untuk
meningkatkan berat badan dengan konsumsi yang lebih efisien.

18
Pertumbuhan Berat Badan Tikus
400

Bobot Tikus (g)

350
300
250
200
150
100
50
0
0

6

12

18

24

30

36

42

48

54

60

66

72

78

84

90

Perlakuan Hari keKasein 10%

Tepung Tempe 10%

Tepung Kedelai Rebus 10%

Gambar 1 Pertumbuhan berat badan tikus percobaan
Rasio Berat Organ dengan Berat Badan
Pertumbuhan berat organ berbanding lurus dengan pertumbuhan berat
badan tikus. Data pada Tabel 7 menunjukkan berat relatif hati, testis dan
ginjal tidak berbeda nyata (p>0.05) antar perlakuan.
Tabel 7 Berat relatif organ terhadap berat badan ketiga kelompok tikus
Kelompok perlakuan

Berat relatif
hati (%)

Berat relatif
testis (%)

Berat relatif
ginjal (%)

Kasein
3 ± 0.2 a
0.9 ± 0.1a
0.5 ± 0 a
a
a
Tepung tempe 10 %
3 ± 0.1
0.9 ± 0.1
0.5 ± 0 a
a
a
Tepung kedelai
3 ± 0.2
0.9 ± 0.1
0.5 ± 0.1 a
rebus 10 %
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p >0.05)
Hal ini disebabkan oleh asupan protein pada ketiga kelompok tikus yang tak
berbeda satu sama lain. Protein yang tersusun dari asam amino sebagai
unsur pembangun dalam tubuh (Stryer 2000). Analisis sidik ragam
(ANOVA) dapat dilihat pada Lampiran 3.

Analisis Serum Darah
Analisis serum darah merupakan paramater yang sensitif untuk
mengamati kesehatan tikus dan untuk mengetahui ada atau tidaknya
kelainan pada darah dari ketiga perlakuan (Zhu et al 2004). Analisis
biokimia serum darah dapat dilihat pada Tabel 8.

19
Tabel 8 Profil biokimia serum tikus setelah 90 hari percobaan
Parameter

Kelompok perlakuan
Kasein 10 %
Tepung tempe
Tepung kedelai
10 %
rebus 10 %
241± 41.9 a
216.2 ± 18.9 a
202. 4 ± 11.7 a
62.4 ± 8.7 a
58.2 ± 7.9 a
57.4 ± 6.6 a
a
a
55.8 ± 14.6
51.4 ± 8.6
48.4 ± 5.8 a
a
b
47.4 ± 6.5
63± 5.7
54.8 ± 4.3 a
a
a
34.6 ± 3.9
33.6 ± 4.2
34.2 ± 5.8 a
31.8 ± 4.9 a
28.4 ± 3.4 a
42.6 ± 2.5 b
a
a
0.8 ± 0.1
0.8 ± 0.1
0.7 ± 0.1 a
a
a
0.6 ± 0.3
0.4 ± 0.2
0.4 ± 0.2 a
a
a
101.8 ± 20.9
84.2 ± 12.7
114 ± 39.2 a
a
ab
40.6 ± 6.3
46 ± 9.2
55.6 ± 13.9 b
a
a
6.6 ± 0.5
6.2 ± 0.2
6.2 ± 0.2 a
3.2 ± 0.3 a
3.2 ± 0.1a
3.2 ± 0.1 a

Glukosa darah (mg/dL)
Kolesterol (mg/dL)
Trigliserida (mg/dL)
HDL (mg/dL)
LDL (mg/dL)
Ureum (mg/dL)
Kreatinin (mg/dL)
Asam urat (mg/dL)
SGOT (U/L)
SGPT (U/L)
Total Protein (g/dL)
Albumin (g/dL)
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang

sama menunjukkan berbeda nyata (p