Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus yang Diberi Ransum Tepung Kecambah Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) Sweet)

(1)

SKRIPSI

PROFIL DAN PEROKSIDASI LIPID

TIKUS YANG DIBERI RANSUM TEPUNG KECAMBAH KACANG KOMAK (Lablab purpureus (L.) sweet)

Oleh

RIKA NOVAYANTI F24050992

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PROFIL DAN PEROKSIDASI LIPID

TIKUS YANG DIBERI RANSUM TEPUNG KECAMBAH KACANG KOMAK (Lablab purpureus (L.) sweet)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RIKA NOVAYANTI F24050992

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Judul Skripsi : Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus yang diberi Ransum Tepung Kecambah Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) sweet)

Nama : Rika Novayanti

NIM : F24050992

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui, Ketua Departemen

(Dr. Ir. Dahrul Syah) h NIP : 19650814.199002.1.001

Tanggal lulus : 29 Desember 2009

(Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si.) (Arif Hartoyo, STP, MP.) NIP : 19680723.199203.2.001 NIP : 19700430.199712.1.001


(4)

Rika Novayanti. F24050992. Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus yang diberi Ransum Tepung Kecambah Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) sweet). Di bawah bimbingan Endang Prangdimurti dan Arif Hartoyo.

RINGKASAN

Kacang Komak (Lablab Purpureus (L.) sweet) direkomendasikan sebagai sumber protein fungsional alternatif pengganti kedelai karena memiliki kandungan protein cukup tinggi 18-25% (Subagio, 2006). Studi in vivo yang masih terbatas jumlahnya membuktikan kemampuan protein kacang komak serupa dengan kedelai seperti menurunkan kadar total kolesterol, LDL tikus (Nugroho, 2007; Khayrani, 2008), dan trigliserida darah hamster (Chau et al.,

1998) juga tikus (Khayrani, 2008).

Perkecambahan dapat meningkatkan jumlah peptida hasil hidrolisis fraksi protein globulin 7S yang diduga bertanggung jawab terhadap sifat hipokolesterolemik (Lovati et al., 1992) kacang komak. Perkecambahan juga dapat meningkatkan daya cerna protein (Osman, 2007) dan mengurangi antinutrisi (Ramakrishna, 2006). Hal ini menyebabkan bioavailabilitas peptida yang bersifat hipokolesterolemik meningkat sehingga aktivitas kecambah kacang komak menurunkan kolesterol darah dapat meningkat pula. Selain itu, perkecambahan diketahui meningkatkan kandungan (Ramakrishna et al., 2007) dan aktivitas antioksidan (Anita, 2009) sehingga kemampuan kacang komak mencegah peroksidasi lipid dapat meningkat.

Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan mengetahui pengaruh konsumsi tepung kecambah kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet) terhadap profil lipid darah (kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida) dan peroksidasi lipid (organ hati dan limpa) tikus percobaan yang diberi ransum tinggi kolesterol.

Penelitian diawali dengan tahap persiapan yang meliputi pembuatan tepung kecambah kacang komak dan analisis kandungan proksimatnya. Tahap selanjutnya adalah pengujian secara in vivo terhadap 15 ekor tikus albino strain

Sprague Dawley jantan. Masa adaptasi dilakukan selama 7 hari dengan pemberian ransum standar. Kemudian tikus dikelompokkan menjadi tiga kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol negatif) diberi ransum standar. Kelompok II (kontrol positif) diberi diet ransum standar yang ditambahkan kolesterol sebanyak 1 % dan propiltiourasil 0.1%. Kelompok III (kecambah kacang komak) diberi diet ransum standar yang ditambahkan 1% kolesterol, 0.1% propiltiourasil dan 57.1% tepung kecambah kacang komak sebagai sumber protein pengganti kasein. Tahap terakhir penelitian adalah analisis profil lipid serum darah serta kadar malonaldehida organ hati dan limpa tikus setelah masa perlakuan selama 36 hari.

Hasil pengamatan selama perlakuan menunjukkan bahwa konsumsi ransum yang tertinggi adalah grup kontrol negatif (10.37g), diikuti kontrol positif (7.97) dan yang terendah grup kecambah kacang (2.94g). Tingkat konsumsi yang rendah pada grup kecambah kacang komak kemungkinan disebabkan oleh tingginya kandungan serat dalam ransum, tingginya fraksi 7S globulin yang dapat menekan konsumsi ransum dan pengosongan lambung (Nishi et al., 2003) dan masih tingginya aktivitas antinutrisi. Penambahan PTU juga memberikan pengaruh terhadap penurunan konsumsi ransum tikus.


(5)

Hasil analisis total kolesterol serum menunjukkan kelompok I kontrol positif memiliki kadar total kolesterol serum yang paling tinggi, yaitu sebesar 143.45 mg/dl, diikuti dengan grup kontrol negatif dan perlakuan kecambah kacang komak yang besarnya berturut-turut 60.23 mg/dl dan 60.34 mg/dl. Komponen yang diduga berperan dalam menurunkan kolesterol serum adalah protein, serat, antitripsin, fitat dan tanin yang terkandung dalam kecambah kacang komak.

Kandungan trigliserida serum darah tikus dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut yaitu grup kontrol negatif (42.45 mg/dl) diikuti grup kontrol positif (27.73 mg/dl) dan yang paling rendah grup kecambah kacang komak (11.78 mg/dl). Berdasarkan hasil analisis ragam, kadar trigliserida antar grup perlakuan memiliki nilai yang berbeda nyata (p<0.1).

Kandungan HDL serum darah tikus dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut yaitu grup kontrol negatif (27.28 mg/dl) diikuti grup kecambah kacang komak (24.74 mg/dl) dan yang paling rendah grup kontrol positif (23.50 mg/dl). Analisis statistik menunjukkan ketiga grup perlakuan memiliki kadar HDL serum yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti pemberian kecambah kacang komak tidak berpengaruh nyata terhadap kadar HDL tikus percobaan.

Hasil perhitungan kadar LDL serum darah tikus menunjukkan kadar LDL serum darah tikus dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut yaitu grup kontrol positif (114.39 mg/dl) diikuti grup kecambah kacang komak (33.25 mg/dl) dan yang paling rendah grup kontrol negatif (24.45 mg/dl). Indeks atherogenik tikus dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut yaitu grup kontrol positif (5.14) diikuti grup kecambah kacang komak (1.41) dan yang paling rendah grup kontrol negatif (1.26).

Kadar MDA hati dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah grup kecambah kacang komak (0.138 pmol/g) diikuti grup kontrol negatif (0.043 pmol/g) dan yang terendah grup kontrol positif (0.016 pmol/g). Analisis ragam menunjukkan kadar MDA ketiga grup perlakuan berbeda nyata (p<0.05)..

Kadar MDA limpa dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah grup kontrol negatif (0.101 pmol/g) diikuti grup kontrol positif (0.091 pmol/g) dan yang terendah grup kecambah kacang komak (0.047 pmol/g). Hasil ini menunjukkan bahwa kecambah kacang komak dapat menurunkan kadar MDA limpa secara nyata (p<0.05).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa kecambah kacang komak dapat menghambat kenaikan secara signifikan kadar kolesterol total serum sebesar 57.9%, kadar LDL sebesar 71.8%, indeks atherogenik sebesar 72.6%, kadar trigliserida serum sebesar 57.5% dan MDA limpa sebesar 48.6%. Hasil ini semakin menguatkan hipotesis bahwa kacang komak memiliki potensi memperbaiki profil lipid darah dengan sifat hipokolesterolemiknya. Namun, masih terlihat efek dari antinutrisi yang terkandungnya sehingga perlu digali lebih lanjut pengolahan yang cukup untuk menghilangkan keberadaan antinutrisi namun tidak menghilangkan sifat fungsionalnya.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rika Novayanti dilahirkan pada tanggal 8 November 1986 di Bogor dan merupakan anak keempat dari pasangan Drh. Endang Rachman, MS. dan Nuriah Widyastuti. Penulis menempuh pendidikan di TK Libby Andita Davitri (1992-1993), pendidikan dasar di SDN Pengadilan II Bogor (1993-1999), pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Bogor (1999-2002), dan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Bogor (2002-2005).

Penulis diterima di Insitut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur USMI dan masuk Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2006. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif sebagai staf biro Teknologi Informasi HIMITEPA (2006-2007), kepala departemen Teknologi Informasi HIMITEPA (2007-2008), panitia Indonesian Food Expo (IFOODEX 2007), panitia Masa Perkenalan Fakultas Teknologi Pertanian (Techno-F 2007), panitia BAUR (2007), dan panitia Pelatihan Pembuatan Kerupuk Ikan (2008).

Adapun seminar dan pelatihan yang pernah diikuti penulis yaitu Pelatihan Menulis Al Ghifari (2007), participant 6th National Student’s Paper Competition (2007), Talkshow and Seminar HACCP VI included ISO : 22000 (2008), Food Safety Management System ISO 22000:2005 (2008), Quality Management System

ISO 9001:2000 (2008), Good Laboratory Practices (2008), Workshop Mahasiswa Teknologi Pangan dan Ilmu Gizi se-Indonesia (2008), seminar Perkembangan Terkini tentang Tempe : Teknologi, Standarisasi dan Potensinya dalam Perbaikan Gizi serta Kesehatan (2008), dan seminar Heart (2008).

Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Kimia Dasar, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, IPB (2007), asisten praktikum mata kuliah Kimia dan Biokimia Pangan, Departemen ITP, FATETA, IPB (2008), dan anggota Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan dan Penelitian yang didanai (2008). Untuk menyelesaikan tugas akhirnya, penulis menyusun skripsi dengan judul “Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus yang diberi Ransum Tepung Kecambah Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) sweet)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si. dan. Arif Hartoyo, STP, MP.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil ’alamin, segala puji bagi Alloh Subhanallohu wata’ala yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus yang diberi Ransum Tepung Kecambah Kacang Komak(Lablab purpureus (L.) sweet)” dan menyusun skripsi ini sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor. Shalawat serta Salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam sebaik-baik teladan umat manusia.

Pada kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis, terutama kepada:

1. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang selalu sabar dan bijaksana dalam membimbing dan mendukung penulis.

2. Ir. Arif Hartoyo, M.Si selaku Dosen Pembimbing II atas segala masukan dan bimbingannya kepada penulis serta bantuan dana penelitian yang berasal dari program Hibah Bersaing VXI/2 DIKTI tahun 2009.

3. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si. selaku Dosen Penguji yang membuka wawasan penulis dan memberikan banyak saran.

4. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan ilmu dan mendukung kemajuan penulis.

5. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu dan kakak-kakak atas cinta, doa dan dukungannya.

6. Dilla selaku Partner penelitian atas bantuan ilmu, tenaga, waktu dan suka duka bersama.

7. Sahabat-sahabat, Astrid Fauzia, Indri, Susan, Septi, Dina Ritonga, Dewi dan Riska atas kesediaannya mendengarkan, memberi inspirasi dan support yang membangun.


(8)

8. Teman-teman ITP 42, atas kebersamaannya dan batuannya untuk memobilisasi bahan penelitian yang tidak ringan, serta sortasi komak yang melelahkan. Bantuan kalian sangat berarti. Khusus rekan-rekan di Laboratorium Biokimia, Tuti, Yuni dan Wahyu terima kasih atas bantuan pinjaman alat-alat.

9. Teman-teman HN (Tri, Mila, Fitry, Lina, Yuliya, Irma) atas kebersamaannya menuntut ilmu, memacu semangat untuk lebih baik.

10.Pak Junaedi, Pak Deni, Pak Adi, Pak Iyas, Pak Nur dan semua laboran di laboratorium Seafast lainnya atas bantuan dan kerjasamanya.

11.Pak Suganda atas bantuannya.

12.Pak Wachid, Pak Rozak, Bu Antin, Bu Rubiyah, Pak Sobirin, Pak Yahya, Mas Edi, Pak Gatot, dan semua laboran di laboratorium ITP lainnya atas bantuan dan kerjasamanya.

13.Ibu Dewi yang sangat membantu di laboratorium Bioteknologi PAU.

14.Seluruh pustakawan dan pustakawati di PAU, PITP dan LSI yang telah membantu penulis dalam mencari literatur.

15.Dan pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, November 2009


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Kacang Komak ... 4

1. Botani ... 4

2. Komponen Gizi, Non Gizi dan Antinutrisi ... 5

3. Perkecambahan ... 7

B. Kolesterol... 9

C. Malonaldehida ... 14

D. Tikus Percobaan ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

A. Bahan dan Alat ... 19

B. Metodologi ... 20

Tahapan Persiapan ... 21

1. Perkecambahan Kacang Komak ... 21

2. Pembuatan Tepung Kecambah Kacang Komak ... 21

Tahap Pengujian in vivo ... 22

1.Masa Adaptasi Tikus Percobaan ... 22

2. Pembuatan Ransum Tikus ... 22

3. Masa Perlakuan ... 23

Tahap Analisis Sampel Serum dan Organ Tikus ... 24

. 1. Persiapan Sampel ... 24

2. Analisis Serum Darah dan Organ Tikus... 24

C. Metode Analisis ... 25

1. Analisis Kimia Tepung Kecambah Kacang Komak ... 25

a. Analisis Kadar Air ... 25

b. Analisis Kadar Abu ... 25

c. Analisis Kadar Protein ... 25

d. Analisis Kadar Lemak ... 26


(10)

2. Analisis Serum Darah dan Organ Tikus ... 27

a. Analisis Total Kolesterol... 27

b. Analisis High Density Lipoprotein ... 28

c. Analisis Trigliserida ... 29

d. Analisis LowDensity Lipoprotein ... 31

e. Indeks Atherogenik ... 31

f. Analisis Malonaldehida ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Pembuatan Tepung Kecambah dan Ransum ... 33

B. Pengamatan Terhadap Tikus Percobaan ... 36

1. Konsumsi Ransum, Berat Badan dan Konsumsi Ransum ... 36

2. Rasio Berat Organ dengan Berat Badan... 41

C. Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus Percobaan... 43

1. Kadar Total Kolesterol ... 43

3. Kadar Trigliserida ... 49

4. Kadar High Density Lipoprotein ... 51

5. Kadar Low Density Lipoprotein ... 52

6. Indeks Atherogenik ... 54

7. Kadar Malonaldehida ... 55

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(11)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman

Tabel 1. Komposisi Kimia Kacang Komak dibandingkan Kedelai ... 6

Tabel 2. Komposisi Asam Amino Kacang Komak ... 6

Tabel 3. Komposisi Serat Kacang Komak ... 7

Tabel 4. Komposisi Zat Antinutrisi Kacang Komak ... 7

Tabel 5. Kandungan Gizi Kacang Komak Selama Perkecambahan ... 8

Tabel 6. Perubahan Daya Cerna Protein In Vitro Kecambah Kacang Komak .. 8

Tabel 7. Perbandingan Kadar Serat Kacang dan Kecambah Komak ... 9

Tabel 8. Profil Lipid Serum pada Manusia. ... 13

Tabel 9. Komposisi Ransum ... 23

Tabel 10. Komposisi Reagen Kolesterol ... 28

Tabel 11. Komposisi Reagen Presipitasi ... 29

Tabel 12. Komposisi Reagen Trigliserida ... 31

Tabel 13. Komposisi Tepung Kecambah dan Tepung Kacang Komak ... 35

Tabel 14. Berat Badan dan Konsumsi Ransum Tikus Selama Percobaan ... 37

Tabel 15. Konsumsi Ransum dan Rasio Konsumsi terhadap Kenaikan Berat ... 38


(12)

DAFTAR GAMBAR

Judul Halaman

Gambar 1. Tanaman kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet ) ... 5

Gambar 2. Biji kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet) ... 5

Gambar 3. Struktur Molekul Kolesterol ... 9

Gambar 4. Struktur Molekul Malonaldehida ... 14

Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Penelitian ... 20

Gambar 6. Proses Germinasi Kacang Komak ... 21

Gambar 7. Pembuatan Tepung Kecambah Kacang Komak ... 22

Gambar 8. Reaksi-reaksi yang Terlibat dalam Analisis Kolesterol Total ... 27

Gambar 9. Prosedur Analisis Sampel atau Standar Kolesterol Total... 27

Gambar 10. Prosedur Persiapan Sampel Analisis Kadar HDL ... 28

Gambar 11. Prosedur Analisis Kadar HDL Sampel atau Standar ... 29

Gambar 12. Reaksi-reaksi yang Terlibat dalam Analisis Trigliserida ... 30

Gambar 13. Prosedur Analisis Kadar Trigliserida Sampel atau Standar ... 30

Gambar 14. Prosedur Analisis Kadar MDA Organ Hati dan Limpa Tikus ... 32

Gambar 15. Biji Kacang Komak ... 33

Gambar 16. Kecambah Kacang Komak ... 34

Gambar 17. Tikus Percobaan dan Kandang Tikus ... 36

Gambar 18. Kurva Pertumbuhan Berat Badan Tikus Percobaan ... 39

Gambar 19. Kadar Total Kolesterol Serum Tikus Percobaan ... 45

Gambar 20. Kadar Total Kolesterol Relatif Serum Tikus Percobaan ... 46

Gambar 21. Kadar Trigliserida Serum Darah Tikus Percobaan. ... 46

Gambar 22. Kadar HDL Serum Darah Tikus Percobaan ... 51

Gambar 23. Kadar LDL Serum Darah Tikus Percobaan ... 53

Gambar 24. Indeks Atherogenik (IA) Tikus Percobaan ... 54

Gambar 25. Kadar Malonaldehida Hati Tikus Percobaan ... 56


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Halaman

Lampiran 1. Formulasi Ransum AIN-93M ... 70

Lampiran 2. Komposisi Mineral Mixture ... 70

Lampiran 3. Komposisi Vitamin Fitkom ... 71

Lampiran 4. Kurva Standar Analisis MDA ... 71

Lampiran 5. Perhitungan Komposisi Ransum ... 72

Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Konsumsi Ransum ... 73

Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Konsumsi/100g BB .... 73

Lampiran 8. Berat Organ Tikus Percobaan ... 74

Lampiran 9. Hasil Analisis Ragam Berat Hati Relatif ... 74

Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Berat Limpa Relatif ... 75

Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Berat Ginjal Relatif.... 75

Lampiran 12. Hasil analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kolesterol Total ... 76

Lampiran 13. Hasil analisis Ragam Kadar Kolesterol Total Serum Relatif ... 76

Lampiran 14. Hasil analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar TG Serum ... 77

Lampiran 15. Hasil analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar LDL Serum ... 77

Lampiran 16. Hasil analisis Ragam Kadar HDL Serum... 78

Lampiran 17. Hasil analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Indeks Atherogenik .... 78

Lampiran 18. Hasil analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar MDA Hati ... 79


(14)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyebab kematian di Indonesia telah mengalami pergeseran dari penyakit menular ke penyakit tidak menular (Depkes, 2008). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menyebutkan penyebab kematian utama adalah penyakit sistem sirkulasi (26.39%), diantaranya adalah penyakit jantung dan pembuluh darah (Jamal, 2004). Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia (Wulandari, 2006). Penyakit ini diawali

atherosklerosis yang dapat disebabkan oleh kondisi hiperkolesterol. Namun, faktor risiko hiperkolesterol ini sebenarnya dapat dikendalikan (WHO, 2002) dengan pola hidup yang lebih sehat.

Berbagai pangan yang berpotensi untuk menurunkan kadar kolesterol dikembangkan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Berbagai studi menunjukkan bahwa golongan kacang-kacangan memiliki sifat hipokolesterolemik (Duane, 1997). Riset lebih banyak dilakukan pada jenis kacang kedelai yang menunjukkan bahwa kacang kedelai mampu menurunkan kadar kolesterol serum pada tikus (Lasimo, et al., 2002), kelinci (Hamilton and Carroll, 1976; Carroll et al., 1979), babi (Cho et al., 1985), maupun manusia (Sirtori et al.,1977; Meinertz et al., 1989; Potter et al., 1993).

Keunggulan ini disamping kandungan proteinnya yang tinggi membuat kacang kedelai menjadi primadona sumber protein nabati. Produk olahan kedelai semakin beragam dan pemanfaatannya sangat luas. Namun, produksi dan ketersediaannya tidak mampu mencukupi kebutuhan akan kedelai. Diversifikasi pangan perlu digalakkan untuk mengatasi permasalahan ini. Eksplorasi jenis kacang lainnya sebagai alternatif pengganti kedelai dengan keunggulan yang bersaing mulai berkembang. Diantaranya, jenis kacang yang direkomendasikan adalah kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet).

Kacang Komak (Lablab Purpureus (L.) sweet) direkomendasikan sebagai sumber protein fungsional karena keseimbangan asam aminonya baik dan bioavailibilitas protein yang tinggi (Roberts, 1985). Kacang komak juga diduga memiliki efek fungsional terhadap tubuh seperti kedelai. Kandungan proteinnya


(15)

sekitar 18-25% (Subagio, 2006) diketahui memiliki karakter dan sifat fungsionalnya hampir sama dengan protein kedelai. Studi in vivo yang masih terbatas membuktikan kemampuan konsentrat protein kacang komak serupa dengan kedelai seperti menurunkan kadar total kolesterol, LDL tikus (Nugroho, 2007: Khayrani, 2008), dan trigliserida darah hamster (Chau et al., 1998) juga tikus (Khayrani, 2008).

Lovati et al. (1992) melaporkan komponen yang bertanggungjawab terhadap sifat hipokolesterolemik protein kedelai adalah peptida hasil hidrolisis fraksi globulin 7S. Fraksi globulin 7S kacang komak, yang terdapat dalam jumlah sangat tinggi (Subagio, 2006), diduga memiliki aktivitas serupa dengan fraksi globulin 7S kedelai. Hal ini didasarkan penelitian Khodijah (2003) yang menemukan kemiripan pola elektroforesis konsentrat protein globulin 7S dan 11S kacang komak dengan kacang kedelai.

Protein globulin yang merupakan protein cadangan dalam kacang komak (Ramakrishna, 2007) akan mengalami perombakan akibat hidrolisis enzim protease selama perkecambahan (Pranoto et al., 1990). Globulin mengalami degradasi sejak imbibisi air dan kecepatan degradasi maksimal terjadi pada periode 0-48 jam perkecambahan (Ramakrishna, 2007). Hal ini menyebabkan jumlah peptida hasil hidrolisis fraksi globulin 7S pada kacang komak meningkat.

Perkecambahan juga diketahui sebagai teknologi yang murah, sederhana dan efektif untuk meningkatkan kualitas kacang-kacangan dengan meningkatkan daya cerna protein (Osman, 2007). Kacang komak mentah kering diketahui memiliki aktivitas tripsin inhibitor sangat tinggi (Ramakrishna et al., 2006), kandungan tanin tinggi (Deka dan Sarkar, 1990; Shastry dan John, 1991) dan asam fitat bervariasi dari 100.0-313.4 mg/100 g (Deka dan Sarkar, 1990; Al-Othman, 1999). Ramakrishna et al. (2006) melaporkan bahwa perkecambahan efektif mengurangi aktivitas tripsin inhibitor, kandungan tannin, dan asam fitat dibandingan pengolahan lainnya seperti perebusan, pemanggangan dan pemasakan bertekanan tinggi.

Dengan meningkatnya jumlah peptida, daya cerna protein dan berkurangnya antinutrisi, bioavailabilitas peptida yang bersifat hipokolesterolemik akan meningkat sehingga meningkatkan sifat hipokolesterolemik kacang komak. Selain


(16)

itu, perkecambahan diketahui meningkatkan kandungan (Ramakrishna et al.,

2007) dan aktivitas antioksidan (Anita, 2009) sehingga kemampuan kacang komak mencegah peroksidasi lipid dapat meningkat. Hal ini mendorong dilakukan penelitian mengenai aktivitas hipokolesterolemik atau hipolipidemik serta kemampuan perlindungan terhadap peroksidasi lipid dari kacang komak yang telah dikecambahkan dalam bentuk tepung dengan pengujian terhadap tikus yang diberi diet tinggi kolesterol.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi tepung kecambah kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet) terhadap profil lipid darah (kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida) dan peroksidasi lipid (kadar malonaldehida organ hati dan limpa) tikus percobaan yang diberi ransum tinggi kolesterol.

C. MANFAAT

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data ilmiah mengenai sifat fungsional tepung kecambah kacang komak terhadap tubuh terutama menjelaskan pengaruh perkecambahan terhadap kemampuan melindungi dari peroksidasi lipid dan aktivitas hipokolesterolemik kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet). Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pemanfaatan tepung kecambah kacang komak sebagai pangan fungsional.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KACANG KOMAK

1. Botani

Kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet) merupakan tanaman sepanjang tahun yang diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi

Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Fabales, famili Fabaceae, subfamili Faboideae, bangsa Phaseoleae, genus Lablab dan species L. Purpureus (ILDIS, 2007). Tanaman ini diduga berasal dari India (Deka dan Sarkar, 1990) dan mulai diperkenalkan di wilayah Afrika dan Asia Tenggara pada abad ke-8 (Kay, 1979). Tanaman kacang komak kemudian tersebar luas dan dibudidayakan di negara-negara tropis dan subtropis, terutama di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan, India, China, Australia, Asia Tenggara serta Mesir (Murphy dan Colucci, 1999).

Kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet) yang dahulu diklasifikasikan sebagai Dolichos lablab dikenal dengan berbagai macam nama di dunia. Beberapa nama lain di antaranya Hyacinth bean, Dolichos Bean, Lablab vulgaris, Lablab, Egyptian Bean, India Butter Bean, Lablab niger, dan Field Bean. Keberagaman nama ini mengindikasikan luasnya wilayah yang dapat ditumbuhi dan kenyataan bahwa tanaman ini telah dibudidayakan oleh manusia di berbagai daerah sejak lama (Murphy dan Colucci, 1999).

Kacang komak dapat tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada kondisi lembab dengan suhu berkisar 18-300C. Suhu yang tinggi tidak akan mempengaruhi perkembangannya karena ia merupakan tanaman yang sangat toleran terhadap kekeringan dan beradaptasi dengan baik pada lahan kering dengan curah hujan rata-rata 200-2500 mm/tahun. Pada umumnya, kacang komak dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1800-2100 m diatas permukaan laut (Hendricksen dan Minson, 1985).

Tanaman kacang komak memiliki batang yang keras, berserat, dan berbulu dengan tinggi 2-3 m, dan dapat mencapai tinggi hingga 10 m. Warna bunga


(18)

dari kacang komak berbeda-beda tergantung dari jenisnya. Daun kacang komak lebar dan tebal dengan panjang 7.5-15 cm. Daun bercabang tiga (trifotiolate) pada setiap sisi tangkainya (Skerman, 1977).

Biji kacang komak terdapat dalam polong (Gambar 2). Setiap polong terdapat 3-6 biji kacang komak. Polong kacang komak memiliki panjang 5-20 cm dengan lebar 1-5 cm (Kay, 1979), sedangkan panjang biji kacang komak adalah 0.6-1.3 cm (Duke, 1983).

2. Komponen Gizi, Non Gizi dan Antinutrisi

Kacang komak memiliki nilai gizi yang cukup tinggi berupa protein, serat, lemak, zat-zat gizi lainnya dan komposisi asam amino yang baik sehingga dapat digunakan dalam membantu usaha mengatasi kekurangan protein. Kandungan protein polong muda, biji, dan daun komak masing-masing adalah 11.5%, 24.9%, dan 2%. Selain itu kacang komak juga mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, zat besi, dan vitamin seperti asam askorbat (vitamin C)

Gambar 1. Tanaman kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet ) (kiri) dan bagian-bagian tanaman (kanan): A. polong, B. bunga, C. batang dengan daun dan bunga, D. biji.

Gambar 2. Biji kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet) dalam polong (kiri) dan biji kering (kanan).


(19)

dan asam nikotinat (Kay, 1979). Komposisi kimia kacang komak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Kacang Komak (Lablab purpureus (L.)

sweet) dibandingkan Kacang Kedelai (Gycine max)

Komponen

Kacang Komak Kacang Kedelai Basis basah a Basis kering b Basis

basah c

Basis kering d

Air (%) 9.3 ± 0.5 14.32 ± 0.37 12.7 0,0

Abu (%) 3.6 ± 0.1 4.32 ± 0.06 5.3 6,1

Protein (%) 17.5 ± 1.5 21.82 ± 0.36 40.0 46,2

Lemak (%) 1.1 ± 0.4 0.68 ± 0.03 16.7 19,1

Karbohidrat 67.9 ± 4.2 58.85 ± 0.00 24.9 28,5

Sumber : a Subagio (2006) b Anita (2009) c Duke (1983) d Hermana (1985)

Kacang komak memiliki susunan asam amino yang kurang memiliki asam amino belerang (metionin dan sistein), tetapi kaya akan asam amino lisin. Komposisi asam amino dari kacang komak dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Asam Amino Kacang Komak

Sumber : Kay (1979)

Selain komponen gizi, kacang komak mentah juga diketahui mengandung sejumlah komponen non gizi seperti serat dan tinggi kandungan antinutrisi. Komposisi seratnya didominasi oleh serat tidak larut yang jumlahnya

Jenis Asam Amino

Jumlah (mg/g N)

Jenis Asam Amino

Jumlah (mg/g N)

Isoleucine 256 Threonine 207

Leucine 436 Valine 294

Lysine 36 Arginine 393

Methionine 36 Histidine 186

Cystine 57 Alanine 266

Phenylalanine 299 Serine 323

Tyrosine 197 Aspartic acid 727

Glycine 240 Glutamic acid 978


(20)

mencapai 93-97% dari total serat (Cabrejas et al., 2008). Antinutrisi yang telah diteliti terdapat dalam biji kacang komak diantaranya adalah trypsin inhibitor, fitat dan tanin. Menurut Liener dan Kakade (1980), kacang komak mengandung protease inhibitor yang bekerja menghambat aktivitas trypsin, chymotrypsin, dan trombin. Jaffe (1969) mengemukakan bahwa kacang komak mengandung faktor toksik hemaglutinin, biji komak mentah bersifat toksik pada hewan percobaan dan ekstrak basa memiliki aktivitas hemaglutinasi. Sejalan dengan itu, Salgarkar dan Sohonie (1965) melaporkan bahwa agglutinin yang diekstrak dari kacang komak menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian hewan percobaan. Komposisi serat dan antinutrisi kacang komak dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Komposisi Serat Kacang Komak a

Jenis serat pangan Jumlah (%)

Serat pangan total 27.52 b 42.02 c

Serat larut 3.95 b 2.12 c

Serat tidak larut 23.57 b 39.9 c

a

dihitung berdasarkan basis kering. b

kacang komak yang dianalisis berasal dari Probolinggo, Indonesia. c

kacang komak yang dianalisis berasal dari Cuba, Amerika. Sumber : b Anita (2009), c Cabrejas et al., (2008)

Tabel 4. Komposisi Zat Antinutrisi Kacang Komak

Jenis antinutrisi Jumlah

Fitat (mg/100g) 82.0±0.33 a

605.39±0.39b

1890 ± 0.2 c Trypsin inhibitor (TIU/mg) 19.16±3.97a

28.96±0.3b

0.15 ±0.02 c Tanin (mg/100g) 0.85±0.01 a

420±0.01b

Saponin (mg/100g) 727.18d

Sumber : a Ramakrishna et al. (2006) b Osman (2007) c Subagio (2006) d Yoshiki et al. (1995)

3. Perkecambahan

Kecambah adalah biji-bijian yang mengalami perubahan fisik dan kimiawi yang disebabkan oleh proses metabolisme (Winarno, et al., 1980). Kecambah muncul karena hipokotil (bagian kecambah di bawah buku kotiledon) yang memanjang sehingga mendorong kotiledon ke permukaan dan titik tumbuh mulai muncul. Perkecambahan merupakan proses keluarnya bakal tanaman


(21)

dari lembaga yang disertai dengan terjadinya mobilisasi cadangan makanan dari jaringan penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetative (lembaga). Selama perkecambahan terjadi berbagai perubahan biologis yang memperlihatkan terpecahnya berbagai komponen dalam biji menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, yang telah siap cerna bagi embrio atau kecambah untuk tumbuh lebih lanjut (Winarno, 1981).

Perkecambahan telah diketahui sebagai teknologi yang murah dan efektif untuk meningkatkan kualitas kacang-kacangan, dengan meningkatkan daya cerna protein (Osman, 2007), kandungan asam amino (Chang dan Harold, 1988) dan menurunkan kandungan anti nutrisi (Vidal-Valverde et al., 2002). Osman (2007) melaporkan bahwa perkecambahan pada kacang komak secara signifikan menurunkan kadar asam fitat dan trypsin inhibitor activity (TIA) (Osman, 2007; Ramakrishna et al., 2006). Peningkatan daya cerna protein akibat perkecambahan terjadi karena hilangnya aktivitas inhibitor enzim dan hidrolisis phytic acid. Perbandingan kandungan gizi dan peningkatan daya cerna protein kacang komak yang mengalami perkecambahan dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Kandungan Gizi Kacang Komak Selama Perkecambahan

Sumber : a Anita (2009), b Osman (2007)

Tabel 6. Perubahan Daya Cerna Protein In Vitro Kecambah Kacang Komak

Sumber : Osman (2007)

Komponen Kacang Komak Kecambah Kacang Komak Jumlah (%)

Air 14.32a 6.41b 12.88a 12.95b

Protein 21.82a 26.86b 25.16a 28.55b

Lemak 0.68a 1.90b 0.18a 1.19b

Karbohidrat 58.85a 67.23b 56.70a 66.40b

Abu 4.32a 3.96 b 4.19a 3.83b

Jenis Nilai Daya Cerna Protein in Vitro (%)

Kacang Komak Mentah 88.17±1.70


(22)

Menurut Cabrejas et al. (2008), perkecambahan kacang komak (lablab purpureus (L) sweet) total serat pangan kacang komak didominasi oleh serat pangan tidak larut yang jumlahnya mencapai 93-97%. Sejalan dengan itu, Anita (2009) melaporkan serat pangan kacang komak didominasi serat pangan tidak larut. Perubahan serat pangan dan serat kasar kacang komak akibat perkecambahan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan Kadar Serat Kacang dan Kecambah Komak

Jenis Serat Kacang Komak Kecambah Kacang Komak Jumlah (% berat kering)

Serat pangan total 27.52 24.65

Serat pangan tidak larut 23.57 19.59

Serat pangan larut 3.95 4.93

Serat kasar 15.85 16.62

Sumber : Anita (2009)

B. KOLESTEROL

Kolesterol merupakan senyawa kelompok besar steroid yang termasuk golongan lipid. Kolesterol memiliki rumus molekul C27H45OH dan dapat dinyatakan sebagai 3 hidroksi-5,6 kolesten karena memiliki satu gugus hidroksil pada atom C3 dan ikatan rangkap pada atom C5 dan C6, serta percabangan pada atom C10, C13, dan C17 (Mayes, 1996). Kolesterol memiliki rantai hidrokarbon dengan delapan atom karbon yang diberi nomor 20-27 sebagai lanjutan nomor pada inti steroid (Ismadi, 1993).


(23)

Kolesterol terdapat di semua sel hewan dan tersebar luas di seluruh jaringan tubuh (Tillman et al., 1991). Kolesterol dalam tubuh berasal dari dua sumber, yaitu makanan yang disebut kolesterol eksogen dan kolesterol yang diproduksi sendiri oleh tubuh yang disebut kolesterol endogen (Piliang dan Djojosoebagio, 1990). Manusia dewasa rata-rata membutuhkan 1.1 g kolesterol untuk kebutuhan tubuhnya. Sekitar 25-40% (200-300 mg) dari kebutuhan tersebut berasal dari makanan dan selebihnya dari biosintesis endogen (Linder, 1992). Pada mamalia, jaringan-jaringan hati, korteks adrenal, kulit, usus, testis, lambung, otot, jaringan adipose, dan otak diketahui mampu mensintesis kolesterol (Tillman et al., 1991).

Di dalam tubuh, kolesterol yang berasal dari makanan dan yang berasal dari sintesis di dalam tubuh tidak dapat dibedakan. Jika jumlah kolesterol dari makanan kurang, maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lain. Sebaliknya jika kolesterol dari makanan berlebih, maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus menurun (Muchtadi et al., 1993).

Fungsi kolesterol di dalam tubuh adalah sebagai prekursor pembentuk asam empedu yang dibutuhkan untuk mengemulsikan lemak pada usus halus, prekursor sintesis hormon dan komponen penting penyusun dinding sel. Selain itu, kolesterol berperan membantu sel saraf menjalankan fungsinya, tanpa kolesterol koordinasi gerak tubuh dan kemampuan berbicara akan terganggu (Herman, 1991).

Kolesterol, asam lemak, fosfolipid dan lipida lain yang tidak larut dalam air memerlukan mekanisme khusus agar dapat diedarkan ke seluruh tubuh melalui darah. Zat-zat tersebut selalu bergabung dengan protein dalam peredarannya membentuk komposisi larut air yang disebut lipoprotein (Soetardjo, 1990). Lipoprotein plasma terdiri dari chylomicron (kilomikron), very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL),

low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Susunan tersebut dibuat berdasarkan meningkatnya densitas, konsentrasi protein dan fosfolipid dan berdasarkan menurunnya konsentrasi trigliserida (Muchtadi et al., 1993).


(24)

Kilomikron adalah lipoprotein yang banyak mengandung triasilgliserol, disintesis di dalam mukosa usus dan berukuran paling besar dengan diameter lebih dari 100 nm (Marinetti, 1990). Kilomikron yang baru terbentuk (kilomikron nasen) akan disekresikan ke dalam kelenjar limfe intestinum dan dibawa ke dalam sirkulasi melalui duktus toraksikus (Dominiezak, 1994). Di dalam pembuluh darah perifer, kilomikron akan bereaksi dengan enzim lipoprotein lipase (LPL) dan menghidrolisis triasilgliserol dalam inti kilomikron serta melepaskan asam lemak bebas dan gliserol.

Kilomikron yang tersisa (kilomikron remnan) mengandung lebih sedikit triasilgliserol dan banyak mengandung kolesterol dan ester kolesterol, akan diambil oleh hati melalui reseptor khusus apo E serta reseptor LDL (Mayes, 1996). Lemak dari kilomikron tersebut akan diresintesis menjadi triasilgliserol dan turut membentuk VLDL atau HDL. Kolesterol dan ester kolesterol dari kilomikron remnan akan mengalami (1) perubahan menjadi asam empedu, (2) disekresikan ke dalam empedu sebagai sterol netral atau (3) bergabung ke dalam VLDL atau HDL dan dilepaskan ke dalam plasma (Groff et al., 1995)

VLDL adalah lipoprotein yang disintesis dalam hati dan berfungsi membawa triasilgliserol, fosfolipid, dan kolesterol dari hati ke jaringan lain dalam tubuh. Ukuran VLDL lebih kecil dibandingkan kilomikron, diameternya hanya 30-90 nm dengan densitas kurang dari 1.006 g/ml (Marinetti, 1990). VLDL dalam plasma akan berinteraksi dengan lipoprotein lipase (LPL), enzim pada endotelium dinding kapiler yang terikat rantai peptidoglikan pada heparan sulfat, sehingga terjadi hidrolisis sebagian triasilgliserol dan kembalinya apolipoprotein C ke HDL. Partikel VLDL yang tersisa (remnan) mengandung sebagian kecil triasilgliserol, ester kolesterol, fosfolipid, apolipoprotein B-100 dan E.

VLDL remnan akan mengalami (1) diambil oleh hati melalui reseptor LDL atau (2) diubah menjadi LDL dengan melibatkan lipase hepatik yang akan menghidrolisis triasilgliserol dan fosfolipid serta melepaskan semua apolipoprotein E (Grundy, 1996). LDL merupakan produk akhir dari metabolisme VLDL dan berperan dalam membawa kolesterol dari hati ke jaringan tubuh yang memerlukan agar jaringan tubuh tersebut dapat berfungsi


(25)

dengan baik. LDL membawa sekitar 70% kolesterol dalam plasma (Mann dan Skeaff, 2002).

HDL adalah lipoprotein yang berperan membawa kolesterol dari jaringan tubuh ke hati untuk diubah menjadi asam empedu dan selanjutnya disimpan atau dibuang melalui empedu ke usus besar. Oleh karena itu, HDL memegang peranan penting dalam mengatur jumlah kolesterol dalam jaringan tubuh, terutama dalam dinding arteri (Soetardjo, 1990).

Jalur utama pembuangan kolesterol dari tubuh (200-300 mg/hari) adalah melalui konversi oleh hati menjadi asam empedu, yaitu asam kholat dan khenodeoksikholat yang berikatan dengan glisin atau taurin membentuk garam empedu. Senyawa ini diekskresi di dalam empedu, bersama-sama dengan kolesterol bebas akan dialirkan melalui saluran empedu ke dalam duodenum. Sekitar 98% dari asam empedu diabsorpsi ulang oleh hati melalui sirkulasi. Di dalam hati, asam empedu diekskresi dan disekresikan kembali ke dalam empedu. Di dalam empedu ini terdapat 2000-3000 mg asam empedu yang selalu mengalami daur ulang. Asam empedu yang tidak terserap didegradasi di dalam usus besar dan diekskresi dalam feses. Jalur minor pembuangan kolesterol (40 mg/hari) dilakukan melalui sintesis hormon steroid. Sekitar 1 mg/hari diekskresi dalam urin dan sekitar 50 mg/hari diekskresi sebagai keringat atau hilang melalui rambut atau kulit (Muchtadi et al., 1983).

Meskipun ada banyak faktor yang memegang peranan penting dalam metabolisme kolesterol, telah diketahui bahwa kadar trigliserida, LDL, dan HDL plasma dipengaruhi oleh konsumsi pangan. Secara umum, kadar trigliserida dapat meningkat karena asupan kolesterol, asam lemak jenuh dan asam lemak trans, dan dapat menurun dengan asupan asam lemak tidak jenuh tunggal dan ganda (Chen, et al., 2008).

Menurut Chen, et al., (2008), pangan fungsional yang bersifat hipokolesterolemik diklasifikasikan menjadi lima tipe utama, yaitu inhibitor HMG-Co-A reduktase, aktivator reseptor LDL, inhibitor acyl CoA cholesterol acyltransferase (ACAT), inhibitor absorpsi asam empedu, dan inhibitor

cholesteryl ester transport protein (CETP). Profil lipid serum pada manusia dapat dilihat pada Tabel 8.


(26)

Tabel 8. Profil Lipid Serum pada Manusia.

Lipid Kadar normal

(mg/dl)

Kadar perbatasan (mg/dl)

Kadar berbahaya (mg/dl)

Kolesterol total <200 200-239 ≥240

LDL >130 130-159 ≥160

HDL >35 <35

Sumber : Chen, et al., (2008)

Salah satu pangan yang berpotensi sebagai pangan fungsional karena efek hipokolestolemiknya adalah kacang komak (Lablab purpureus (L) Sweet). Nugroho (2007) melaporkan bahwa baik fraksi protein dan fraksi non protein kacang komak mampu menurunkan kadar LDL dan kolesterol serum darah tikus secara nyata (P< 0.05). Sejalan dengan itu, Khayrani (2008) mengungkapkan bahwa konsentrat protein kacang komak mampu menurunkan kadar total kolesterol, LDL dan trigliserida serum tikus secara signifikan.

Ramakrishna et al. (2006) melaporkan bahwa kacang komak (Dolichos lablab L. var lignosus) yang dikecambahkan selama 24 jam mampu menurunkan kadar kolesterol plasma darah dan hati tikus (Ramakrishna et al., 2007). Faktor-faktor yang diduga mempunyai efek hipokolesterolemik ini adalah serat pangan (Cicerol and Derosa, 2005; Stone, 1996; Bourdon et al., 2001) dan protein tertentu (Kayashita et al.,1997; Osada et al., 1996).

Hasil penelitian intensif mengenai sifat hipokolesterolemik protein kacang-kacangan diantaranya diungkapkan oleh Lovati et al. (1996), yaitu konsumsi protein kedelai menstimulasi up-regulation dari LDL reseptor dan mendapatkan terjadinya kenaikan degradasi kolesterol LDL 8 kali lipat dibandingan konsumsi protein hewani. Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa fraksi 7S globulin diabsorpsi dari protein kacang dan mempengaruhi aktivitas LDL reseptor. Lovati et al. (1996) memperkirakan degradasi kolesterol LDL dipercepat oleh peptida yang dibentuk dari hasil hidrolisis globulin 7S oleh hati. Pada umumnya, biji tanaman dikotil memiliki fraksi 11S yang lebih dominan, namun protein kacang komak memiliki fraksi globulin 7S yang sangat tinggi (20.5%) sedangkan fraksi 11S sangat rendah (9.44%) (Subagio, 2006).


(27)

LDL reseptor disintesis untuk merespon kebutuhan akan koleseterol dan

down regulated dengan tercukupinya kebutuhan baik berasal dari sintesis de novo atau suplai dari sirkulasi. Kenaikan aktivitas LDL reseptor mengindikasikan bahwa jaringan membutuhkan kolesterol. Ini dapat terjadi jika sintesis kolesterol tidak mencukupi kebutuhan, atau karena kolesterol telah berkurang karena diubah menjadi molekul steroid.

Beberapa kemungkinan mekanisme protein menurunkan kolesterol yang telah dipelajari pada hewan maupun manusia meliputi peningkatan ekskresi asam empedu, peningkatan hormon tiroid, dan menurunkan rasio insulin-glukagon (Anderson et al. 1999).

C. MALONALDEHIDA

Menurut Bird dan Draper (1984), malonaldehida (MDA) merupakan produk hasil peroksidasi lipid dalam tubuh. Malonaldehida juga merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi ionisasi di dalam tubuh dan sebagai produk samping biosintesis prostaglandin. Tingginya kadar MDA dapat dipengaruhi banyak hal, antara lain tingginya kadar peroksidasi lipid dimana MDA sebagai produk akhirnya. Selain itu dipengaruhi juga oleh terjadinya dekomposisi asam amino, kompleks karbohidrat, pentosa, heksosa, dan biosintesis prostaglandin. Akan tetapi, peroksidasi dari asam lemak tiga atau banyak ikatan ganda khusus arakhidonik dipercaya sebagai sumber utama (Bird dan Daper, 1984).

Asam lemak tak jenuh (PUFA) sangat mudah mengalami reaksi oksidasi. Karbon metilen antara dua ikatan rangkap PUFA sangat sensitif terhadap pengurangan hidrogen dan pembentukan senyawa radikal. Oksigen dapat melekat pada asam lemak yang telah kehilangan hidrogen, membentuk senyawa radikal yang selanjutnya akan bereaksi dengan molekul lemak


(28)

lainnya dan menghasilkan antara lain senyawa aldehid dan keton. Senyawa aldehid seperti malonaldehida dan senyawa karbonil rantai pendek lainnya telah diketahui bersifat toksik terhadap sel.

Senyawa radikal hidroksil juga dapat menyerang membran fosfolipid pada rantai asam lemak tak jenuh ganda dan akan terjadi peroksidasi lipid. Proses peroksidasi dimulai dengan terbentuknya carbon centered radical di membran fosfolipid. Karena OH radikal bereaksi dengan atom hidrogen dari rantai karbon membentuk air. Selanjutnya carbon centered radical akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal bebas baru yang disebut radikal bebas peroksil. Radikal bebas ini cukup reaktif untuk menyerang asam lemak di sekitarnya dan membentuk lipid hidroperoksida dan carbon centered radical

baru.

Pembentukan carbon centered radical yang baru akan menyebabkan rantai bereaksi terus berlanjut. Satu radical hidroksil dapat merusak ratusan rantai asam lemak tidak jenuh ganda, misalnya arakhidonik yang dapat menjadi peroksidasi lipid. Penimbunan hidroperoksida lipida pada membran akan menyebabkan gangguan fungsi sel. Selanjutnya hidroperoksida lipid dapat berubah menjadi sejumlah produk toksik, seperti malonaldehid dan hidroksi nonenal (Abidin, 1996).

Analisa malonaldehida merupakan analisa radikal bebas secara tidak langsung dan merupakan analisa yang cukup mudah untuk menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk. Analisa radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena radikal ini sangat tidak stabil dan cenderung untuk merebut elektron senyawa lain agar lebih stabil. Reaksi ini berlangsung sangat cepat sehingga pengukurannya sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal bebas (Gutteridge, 1995). Konsentrasi malonaldehida dalam material biologi telah digunakan secara luas sebagai indikator dari kerusakan oksidatif pada lemak tak jenuh sekaligus merupakan indikator keberadaan radikal bebas (Zakaria, 1996).

Menurut Conti et al., (1991), MDA melakukan reaksi pertambahan nukleofilik (nucleophillic addiction reaction) dengan asam tiobarbiturat (TBA) membentuk senyawa MDA-TBA. Senyawa ini berwarna merah jambu


(29)

yang dapat diukur intensitas menggunakan spektrofluorometer pada panjang gelombang 532 nm (Conti et al., 1991). Inilah yang merupakan dasar analisa metode dengan metode TBA.

Pengukuran kadar MDA tubuh dilakukan dengan metode TBA. Dalam penentuan kadar MDA ini, digunakan 1,1,3,3-tetraetoksipropana (TEP) sebagai standar. Senyawa ini menghasilkan malonaldehida melalui hidrolisis asam. Pada suasana asam, TEP terhidrolisis dan menghasilkan hemiasetal dan etanol. Hemiasetal yang terbentuk kemudian terdekomposisi menjadi etanol dan malonaldehida. Perlakuan pemanasan bertujuan untuk menghidrolisis peroksida lipid sehingga semua MDA yang terikat dapat dibebaskan dan bereaksi dengan TBA.

Penelitian mengenai pengaruh kacang komak terhadap kadar MDA hewan percobaan diantaranya telah dilaporkan Nugroho (2007), bahwa fraksi karbohidrat kacang komak dapat menurunkan kadar malonaldehida dalam serum darah tikus secara nyata. Hal ini dapat terjadi karena kandungan zat-zat yang bersifat antioksidan yang menghambat oksidasi lipid. Menurut Yulia (2007) zat-zat yang mempunyai aktivitas antioksidan dalam fraksi non protein kacang komak adalah zat fenol, saponin, triterpenoid, dan asam fitat. Sedangkan kapasitas antioksidan pada fraksi protein mungkin disebabkan kandungan protein atau asam amino yang bersifat antioksidan. Okada dan Okada (1998) telah menguji aktivitas antioksidan protein pada kacang-kacangan lain yaitu broad bean (vicia faba) dengan beberapa metode menyimpulkan bahwa fraksi proteinnya mempunyai kapasitas antioksidan yang tinggi (scavenging radikal bebas). Beberapa contoh protein atau asam amino yang telah dikenal mempunyai aktivitas antioksidan diantaranya sistin, metionin, histidin, tryptofan, lisin, superoxide dismutase (SOD), katalase dan

glutathione (GSH).

Ramakrishna et al., (2007) melaporkan bahwa terjadi peningkatan kandungan asam askorbat yang sangat tajam selama periode perkecambahan 16-24 jam. Selain itu, Yoshiki et al. (1995) melaporkan bahwa kacang komak mengandung saponin yang berkonjugasi dengan 2,3-dihydro-2,5-dihydroxi-6-methyl-4H-piran-4-one (saponin I) memiliki aktivitas seperti superoxide


(30)

dismutase yang jauh lebih tinggi dari glutathione. Diperkirakan komponen-komponen ini dapat melindungi lipid dari serangan radikal.

D. TIKUS PERCOBAAN

Hewan percobaan sering digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan evaluasi nilai gizi pangan dan salah satunya adalah tikus. Tikus atau

rat (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian (Malole dan Pramono, 1989). Terdapat lima galur tikus putih (albino rat) yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu Long Evans, Osborne Mendel, Sherman, Sprague Dawley dan Wistar (Muchtadi, 1989). Sprague Dawley memiliki ciri-ciri berwarna albino putih, berkepala kecil, dan ekornya lebih panjang dari pada badannya. Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek sedangkan Long Evans memiliki ciri lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian depan (Malole dan Pramono, 1989).

Tikus termasuk ordo Rodensia yang memiliki ciri tidak memiliki kantung empedu (gall bladder), tidak dapat memuntahkan kembali isi perutnya dan tidak pernah berhenti tumbuh namun kecepatan pertumbuhannya akan menurun setelah berumur 100 hari (Muchtadi, 1983). Tikus terutama yang muda memiliki jaringan lemak berwarna coklat di bagian leher sampai scapula yang jumlahnya berkurang setelah dewasa (Malole dan Pramono, 1989).

Tikus biasanya dipelihara dalam kandang kotak terbuat dari metal atau plastik atau kayu yang ditutup dengan kawat yang dianyam dengan lubang anyaman 1,6 cm2. Luas lantai kandang yang dibutuhkan oleh tikus dewasa 250 cm2/ekor (berat tikus sekitar 300 g). Tinggi kandang harus lebih dari 18 cm. Temperatur kandang yang ideal adalah 18-27oC dengan rata-rata 22oC dan kelembaban relatif 40-70%. Pemberian penerangan cukup selama 12 jam/hari, karena bila lebih dari 12 jam akan mempengaruhi siklus birahi. Rodensia umumnya, terutama rodensia yang aktif di malam hari (nocturnal) seperti tikus, senang pada cahaya remang-remang. Perlu diperhatikan agar alas kandang selalu kering dan tidak berbau untuk mencegah gangguan respirasi


(31)

serta alat-alat dalam kandang harus dibersihkan 1-2 kali seminggu (Malole dan Pramono, 1989).

Seekor tikus dewasa membutuhkan 5 g makanan dan 10 ml air minum per hari per 100 g berat badan. Tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh temperatur kandang, kelembaban, kesehatan tikus, dan kualitas makanan itu sendiri. Sebagai hewan nocturnal, tikus aktif makan di malam hari (Malole dan Pramono, 1989). Zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tikus hampir sama dengan manusia, yaitu karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin baik vitamin larut lemak maupun larut air. Bila tikus kekurangan asam-asam lemak esensial (terutama linoleat dan linolenat) kulitnya bersisik, pertumbuhannya terhambat dan dapat menimbulkan kematian. Asam-asam amino esensial bagi tikus ada 10 macam, yaitu lisin, leusin, isoleusin, triptofan, metionin, treonin, fenilalanin, valin, histidin dan arginin (Muchtadi, 1989). Tikus dapat hidup lebih dari tiga tahun dan produktif berkembangbiak selama lebih dari sembilan bulan. Tikus dapat melahirkan 6-12 anak dengan usia kehamilan 21-23 hari (Malole dan Pramono, 1989).


(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan baku utama yang digunakan untuk membuat kecambah adalah kacang komak yang diperoleh dari daerah Probolinggo Jawa Timur. Bahan untuk analisis proksimat yaitu K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, H3BO3, indikator metil biru, pelarut n-heksana, HCl 37%, kapas, kertas saring. Pengujian in vivo menggunakan 15 ekor tikus percobaan spesies Rattus novergicus strain Sprague Dawley jantan umur 2 bulan. Bahan penyusun ransum yang terdiri dari tepung kecambah kacang komak, kasein, minyak kedelai, selulosa, pati jagung, gula halus, mineral mixture,

vitamin mixture Fitkom, kolesterol murni, dan propiltiourasil (PTU).

Bahan-bahan untuk analisis total kolesterol dan HDL yaitu reagen kit cholesterol FS dan HDL precipitant FS, bahan analisis trigliserida yaitu reagen kit trigliserides FS dan bahan untuk analisis malonaldehida adalah larutan PBS, larutan TCA 15% dan larutan TBA 0.37% dalam HCl 0.25 N.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung kecambah kacang komak adalah keranjang, baskom, oven pengering, disc mil, saringan 60 mesh. Alat-alat untuk analisis proksimat yaitu erlenmeyer, tabung reaksi, gelas ukur, gelas piala, pipet mohr, gelas arloji, labu takar, labu lemak, labu Kjeldal, ektraksi soxhlet, neraca analitik, gelas pengaduk, sudip, oven, tanur, desikator mini, cawan alumunium, cawan porselen, termometer.

Alat yang digunakan untuk pembuatan ransum dan pemeliharaan tikus adalah mortar, sendok, neraca, kandang tikus metabolik, wadah ransum dan air minum, timbangan tikus. Alat-alat yang digunakan untuk pembedahan dan pengambilan darah tikus adalah alat-alat bedah, syringe, toples, papan bedah, dan tabung sentrifus dan eppendorf. Alat-alat yang digunakan untuk analisis serum dan organ tikus adalah tabung reaksi, tabung sentrifus, sentrifus, kuvet, kuvet mikro, spektrofotometer, pipet mikro, dan water bath.


(33)

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, pengujian secara in vivo dan tahap analisis serum darah serta organ tikus. Tahap persiapan terdiri dari proses germinasi kacang komak, pembuatan tepung kecambah kacang komak serta analisis kandungannya. Tahap selanjutnya adalah tahap pengujian in vivo, yang dimulai dengan masa adaptasi tikus percobaan, pembuatan ransum dan dilanjutkan masa perlakuan. Tahap terakhir diawali dengan terminasi tikus, pengambilan sampel darah dan organ tikus, serta analisis sampel darah dan organ. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Penelitian Germinasi kacang komak

Pembuatan tepung kecambah kacang komak

Adaptasi tikus selama 7 hari

Analisis proksimat tepung kecambah komak

Masa perlakuan selama 36 hari Pembuatan ransum tikus

Tahap Pengujian

In vivo

Tahap Persiapan

Terminasi dan pengambilan sampel serum dan organ

Tahap Analisis sampel Pengamatan

konsumsi ransum dan berat badan

Analisis Profil Lipid Darah • Analisis kolesterol total, HDL dan trigliserida serum • Perhitungan kadar LDL serta indeks atherogenik

Penimbangan organ • organ hati, ginjal, limpa Analisis tingkat

peroksidasi lipid • kadar MDA hati dan limpa


(34)

Tahap Persiapan

1. Perkecambahan Kacang Komak (Anita, 2009)

Kacang komak disortasi terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran dan benda-benda asing. Selanjutnya kacang direndam di dalam air hangat ±50oC selama 12 jam dengan perbandingan kacang : air hangat = 1:3. Setelah 12 jam, kacang komak ditiriskan dan air rendamannya dibuang. Kacang selanjutnya dicuci lagi dengan air bersih dan ditiriskan. Kacang yang telah ditiriskan siap digerminasi dengan ditempatkan pada keranjang-keranjang plastik yang telah dialasi dengan daun pisang. Keranjang lalu ditutup rapat dengan koran lalu disimpan pada suhu ruang ( 300C) dengan kondisi gelap. Kacang diperciki air setiap 8 jam dan dibiarkan bergerminasi selama 30 jam. Tahapan pembuatan kecambah kacang komak dapat dilihat pada Gambar 6.

2. Pembuatan Tepung Kecambah Kacang Komak

Kecambah kacang komak dikeringkan menggunakan oven pengering suhu 750C selama 6 jam kemudian kecambah digiling dengan pindisc mill. Tepung diayak dengan ayakan 60 mesh. Diagram Alir pembuatan tepung kecambah kacang komak dapat dilihat pada Gambar 7. Tepung kecambah kacang komak yang dihasilkan lalu dianalisis proksimat yang meliputi

Kacang komak

Disortasi

Direndam air hangat (±50oC ) 12 jam

Germinasi 30 jam

Kecambah kacang komak


(35)

analisis kadar air metode oven biasa (AOAC, 1995), kadar abu (Apriyantono, 1989), kadar protein metode Kjeldahl (Apriyantono, 1989) dan kadar lemak (AOAC, 1984). Kadar karbohidrat kemudian dihitung dengan metode by difference.

Gambar 7. Pembuatan Tepung Kecambah Kacang Komak (Anita, 2009)

Tahap Pengujian in vivo

1. Masa Adaptasi Tikus Percobaan

Tikus yang digunakan adalah tikus jantan spesies Rattus novergicus strain

Sprague Dawley. Tikus dibagi ke dalam 3 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Sebelum memasuki masa perlakuan, 15 ekor tikus percobaan diadaptasikan selama 7 hari dengan pemberian ransum standar dan air minum secara ad libitum. Ketiga kelompok tikus dikandangkan secara individual dengan kondisi cahaya dan ventilasi yang cukup pada suhu ruang (25-290C).

2. Pembuatan Ransum Tikus

Setelah analisis proksimat tepung kecambah kacang komak, dilakukan pembuatan ransum sesuai rekomendasi American Institute of Nutrition (AIN) (Reeves et al., 1993) (Lampiran 1). Ransum standar yang diberikan terdiri dari minyak kedelai sebagai sumber lemak, kasein sebagai sumber protein, CMC (Carboxy Metil Cellulose) sebagai sumber selulosa, mineral mixture

Kecambah kacang komak

Dikeringkan dengan oven pengering suhu  750C, 6 jam

Digiling dengan pin disc mill

Diayak dengan ayakan 60 mesh


(36)

(Lampiran 2), vitamin mixture dari Fitkom (Lampiran 3), dan corn starch

sebagai sumber pati (Tabel 9).

Dibuat 3 kelompok perlakuan yang masing-masing memiliki komposisi ransum yang berbeda. Kelompok I adalah kelompok kontrol negatif dengan diet ransum standar. Kelompok II adalah kelompok kontrol positif dengan diet ransum standar ditambah kolesterol sebanyak 1 % dan propiltiourasil 0.1%. Kelompok III adalah kelompok perlakuan dengan ransum standar yang ditambahkan 1% kolesterol, 0.1% propiltiourasil dan 57.1% tepung kecambah kacang komak sebagai sumber protein pengganti kasein.

Tabel 9. Komposisi Ransum

3. Masa Perlakuan

Setelah melalui masa adaptasi, tikus diberi ransum sesuai dengan kelompok perlakuan selama 36 hari dan diberikan air minum secara ad libitum. Selama masa perlakuan dilakukan pengamatan terhadap konsumsi ransum dan berat badan tikus percobaan. Banyaknya ransum yang dikonsumsi diamati setiap hari dengan menimbang sisa ransum yang tidak dikonsumsi per tikus dalam masing-masing kelompok perlakuan. Data diakumulasikan untuk mengetahui total konsumsi ransum masing-masing tikus selama perlakuan. Pengamatan terhadap berat badan tikus dilakukan

Bahan (g)

Kelompok Tikus I

Kontrol Negatif

II Kontrol Positif

III

Kecambah Kacang Komak

Pati jagung 625 614 239

Tepung kecambah - - 571

Kasein 140 140 -

Gula halus 100 100 100

Minyak kedelai 40 40 34

CMC 50 50 0

Mineral mix 35 35 35

Vitamin mix 10 10 10

Kolesterol - 10 10

PTU - 1 1


(37)

setiap dua hari selama perlakuan. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan antar kelompok perlakuan.

Tahap Analisis Sampel Serum dan Organ Tikus 1. Persiapan sampel analisis

Sebelum dilakukan pengambilan sampel darah pada hari ke-37, tikus dipuasakan selama 12 jam agar data yang diperoleh tidak terpengaruh oleh konsumsi terakhir. Pembedahan dilakukan dengan terlebih dahulu membuat tikus berada dalam kondisi pingsan, yaitu dengan cara menarik tulang belakang. Setelah tikus pingsan, dilakukan pembedahan dari perut sampai ke leher. Darah diambil dari jantung dengan menggunakan syringe lalu dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan diletakkan dalam posisi miring selama 1 jam hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan bagian atas berwarna bening dan lapisan bawah berwarna merah. Darah kemudian disentrifus pada kecepatan 2000 rpm selama 10 menit, selanjutnya lapisan bening diambil dengan menggunakan pipet. Serum darah siap dianalisis.

Selain pengambilan darah, dilakukan pula pengambilan organ, yaitu hati, ginjal, dan limpa. Masing-masing organ ditimbang dengan neraca analitik kemudian dibungkus alumunium foil dan disimpan di dalam freezer untuk selanjutnya dianalisis.

2. Analisis Serum Darah dan Organ Tikus

Serum dari hasil persiapan sampel dianalisis total kolesterol metode CHOD-PAP, kadar HDL metode CHOD-PAP, dan trigliserida metode GPO-PAP. Sedangkan organ hati dan limpa tikus dianalisis kadar malonaldehida. Kadar LDL dihitung secara matematis dengan menggunakan rumus (Friedwald et al., 1972) :

dan indeks atherogenik (IA) dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Balsinska, 1998):

Kadar LDL = Total kolesterol –( HDL+ TG/5)


(38)

C. METODE ANALISIS

3. Analisis Kimia Tepung Kecambah Kacang Komak

f. Analisis Kadar Air Metode Oven Biasa (AOAC, 1995)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Ditimbang cawan dengan neraca analitik (a gram). Ditimbang sampel dengan neraca analitik sebanyak 4-5 gram (b gram). Dikeringkan dalam oven pada suhu 100 -105oC selama kurang lebih 6 jam, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (c gram). Dikeringkan kembali dalam oven selama 15-30 menit, lalu ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga diperoleh berat sampel yang relatif konstan (berat dianggap konstan jika selisih berat sampel kering yang ditimbang ≤0.0003 gram).

Kadar air (%basis kering) = b – (c-a) x 100 % c-a

Keterangan :

a = bobot cawan kosong (g) b = bobot sampel (g)

c = bobot sampel+cawan sesudah dikeringkan (g) g. Kadar Abu (Apriyantono et al., 1989)

Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dipanaskan dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang 2.0 - 3.0 gram, lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dipanaskan dalam oven selama 30 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama 4-5 jam. Sampel lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Pengabuan diulangi hingga diperoleh berat sampel yang relatif konstan (selisih berat sampel kering yang ditimbang ≤0.0003 gram).

% kadar abu = berat abu x 100 % berat sampel


(39)

Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 2.0 gram K2SO4, 40 mg HgO dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu didestruksi sampai cairan berwarna jernih dan dibiarkan sampai dingin. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5–6 kali dengan 1-2 ml air. Kemudian ditambahkan 8-10 ml NaOH-Na2S2O3 pekat sampai warna coklat kehitaman, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2 % dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2 % dalam alkohol), lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N yang telah distandarisasi hingga berubah warna dari hijau menjadi abu-abu.

% N = (ml sampel - ml blanko) x N HCl x 14.007x 100 %

berat sampel basis kering (mg) Kadar Protein = %N x faktor konversi i. Kadar Lemak (AOAC, 1984)

Labu lemak yang akan digunakan dalam alat ekstraksi soxhlet dikeringkan di dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang. Ditimbang 2 g sampel di dalam gelas piala, ditambahkan 30 ml HCl 25% dan 20 ml air serta beberapa batu didih. Ditutup gelas piala yang dengan gelas arloji dan dididihkan selama 15 menit (larutan sampel). Disaring larutan sampel dengan kertas saring dalam keadaan panas dan didicuci dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi.

Kertas saring yang digunakan untuk menyaring larutan sampel dikeringkan berikut isinya pada suhu 100-105oC (kertas saring sampel). Dimasukan kertas saring sampel ke dalam kertas pembungkus sampel yang telah dilengkapi kapas dibagian ujungnya kemudian dibentuk menjadi bentuk tabung (timbel). Timbel tersebut diekstrak dengan heksana selama 2-3 jam pada suhu kurang lebih 80oC. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu 100-105°C. Setelah itu didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang.

% lemak = (berat lemak+labu) – bobot labu x 100 % berat sampel


(40)

Kadar karbohidrat (%) = 100 % - % ( kadar protein + lemak + air + abu)

2. Analisis Serum Darah dan Organ Tikus

a. Analisis Kolesterol Total (Metode CHOD-PAP)

Prinsip pengukuran kolesterol total adalah hidrolisis enzimatis dan oksidasi. Serum yang mengandung lipoprotein direaksikan reagen kolesterol (Tabel 10). Kolesterol ester pada lipoprotein dipecah oleh enzim kolesterol esterase menjadi kolesterol dan asam lemak. Kolesterol kemudian mengalami oksidasi dengan enzim kolesterol oksidase sebagai katalis menghasilkan senyawa peroksida yang direaksikan bersama fenol dan 4-aminoantripyrine menghasilkan senyawa quinone imine yang berwarna merah (Gambar 8) dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm (Gambar 9).

Kolesterol ester + H2O Kolesterol + asam lemak

Kolesterol + O2 4-kolesten-3-one + H202

2 H2O2 + fenol + 4-aminoantripyrine quinoneimine + 4H20

Perhitungan :

10 µl serum atau standar + 1.00 ml reagen kolesterol

Di vorteks

Diinkubasi pada suhu 370C, 5 menit

Dibaca absorbansi pada λ 500 nm

Gambar 9. Prosedur Analisis Sampel atau Standar Kolesterol Total

Kolesterol oksidase

peroksidase

Gambar 8. Reaksi-reaksi yang Terlibat dalam Analisis Kolesterol Total


(41)

Kadar kolesterol (mg/dl) = ( A sampel / A standar) x 200 mg/dl Keterangan :

A = absorbansi

200 = Standar kolesterol murni 200 mg/dl (5.2 mmol/l) Tabel 10. Komposisi Reagen Kolesterol

Komponen penyusun Jumlah

Good’s buffer pH 6.7 50 mmol/l

Phenol 5 mmol/l

4-aminoantipyrine 0.3 mmol/l

Cholesterol esterase (CHE) ≥ 200 U/I

Cholesterol oxidase (CHO) ≥ 50 U/I

Peroxidase (POD) ≥ 3 kU/I

b. Analisis High Density Lipoprotein (Metode CHOD-PAP)

Prinsip penentuan kadar HDL adalah mengendapkan kilomikron, VLDL, dan LDL dengan menambahkan asam fosfotungstat dan ion magnesium. Proses sentrifugasi akan meninggalkan hanya HDL dalam supernatan. Kadar HDL kemudian ditentukan secara enzimatis menggunakan reagen kolesterol (Tabel 11). Persiapan sampel serum sebelum analisis dapat dilihat pada Gambar 10 dan analisis kadar HDL sampel dapat dilihat pada Gambar 11.

200 µl serum + 500 µl reagen presipitasi

Di vorteks

Diinkubasi pada suhu kamar selama 10 menit

Sentrifuse 4000 rpm, 10 menit


(42)

Perhitungan :

Kadar HDL (mg/dl) = ( A sampel / A standar) x 200 mg/dl

Keterangan : A = absorbansi

200 = Standar kolesterol murni 200 mg/dl (5.2 mmol/l)

Tabel 11. Komposisi Reagen Presipitasi

Komponen penyusun Jumlah

Asam fosfotungstat 1.4 mmol/l

Magnesium klorida 8.6 mmol/l

c. Analisis Trigliserida (Metode GPO-PAP)

Prinsip pengukuran kadar trigliserida adalah hidrolisis enzimatis dan oksidasi. Sampel serum direaksikan dengan reagen trigliserida (Tabel 12). Trigliserida akan dihidrolisis oleh enzim lipase menghasilkan gliserol dan asam lemak. Gliserol kemudian diubah menjadi gliserol-3-fosfat oleh enzim gliserolkinase. Gliserol-3-fosfat yang dihasilkan dioksidasi menghasilkan dihidroksi aseton fosfat dan peroksida. Peroksida yang dihasilkan akan bereaksi lebih lanjut dengan aminofenazon dan 4-klorofenol menghasilkan senyawa quinone imine (Gambar 12) yang

Gambar 10. Prosedur Persiapan Sampel Analisis Kadar HDL 100 µl standar + 1 ml reagen kolesterol

Di vorteks

Diinkubasi pada suhu 370C, 5 menit

Dibaca absorbansi pada λ 500 nm


(43)

berwarna merah dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm (Gambar 13).

Trigliserida + H2O gliserol + asam lemak

Gliserol + ATP gliserol-3-fosfat + ADP

Gliserol-3-fosfat + O2 dihidroksi aseton fosfat + H2O2

2H2O2 + 4-aminofenazon + 4-klorofenol quinone imine + HCl + 4 H2O

Perhitungan :

Kadar Trigliserida (mg/dl) = ( A sampel / A standar) x 200 mg/dl

Keterangan : A = absorbansi

200 = Standar trigliserida murni 200 mg/dl (2.3 mmol/l) peroksidase lipase

gliserolkinase

Gliserol 3-fosfatoksidase

10 µl serum atau standar + 1.00 ml reagen trigliserida

Di vorteks

Diinkubasi pada suhu 370C, 5 menit

Dibaca absorbansi pada λ 500 nm

Gambar 13. Prosedur Analisis Kadar Trigliserida Sampel atau Standar


(44)

Tabel 12. Komposisi Reagen Trigliserida

Komponen penyusun Jumlah

Good’s buffer pH 7.2 50 mmol/l

4-Clorophenol 4 mmol/l

ATP 2 mmol/l

Mg 2+ 15 mmol/l

Glycerokinase (GK) ≥ 0.4 kU/I

Peroxidase (POD) ≥ 2 kU/I

Lipoprotein lipase (LPL) ≥ 2 kU/I

4-aminoantipyrine 0.5 mmol/l

Glycerol-3-phosphate-oxidase (GPO) ≥ 0.5 kU/I

d. Analisis Low Density Lipoprotein (Friedwald et al., 1972)

Kadar LDL dihitung secara matematis dengan menggunakan rumus :

Keterangan : Asumsi TG/5 adalah kadar VLDL.

e. Indeks Atherogenik (Balsinska, 1998)

Indeks atherogenik (IA) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

f. Analisis Malonaldehida (Conti et al., 1991)

Analisis malonaldehida dilakukan pada sampel organ hati dan limpa tikus. Prinsip analisis malonaldehida ini adalah pemanasan akan menghidrolisis peroksida lipid sehingga malonaldehida yang terikat akan bebas dan bereaksi dengan TBA dalam suasana asam memberntuk kompleks MDA-TBA yang berwarna merah yang dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm. Prosedur analisis malonaldehida organ hati dan limpa pada Gambar 14.

Kadar LDL = Total kolesterol –( HDL+ TG/5)


(45)

Sebagai standar MDA digunakan 1,1,3,3 tetraetoksipropana (TEP). Pada suasana asam, TEP terhidrolisis dan menghasilkan hemiasetal dan etanol. Hemiasetal yang terbentuk kemudian terdekomposisi menjadi etanol dan malonaldehid. Penentuan kurva standar dilakukan sama dengan penentuan sampel. Perhitungan kadar MDA sampel berdasarkan hasil ploting nilai absorbansi pada kurva standar (Lampiran 4). Konsentrasi TEP yang digunakan yaitu 0,0; 1,2; 2,4; 3,6; 4,8; 6,0; 7,2; 15,0; dan 24,0 x10-3 pmol/ml.

Ditambah 2 ml larutan TCA 15 % dan TBA 0.37% dalam HCl 0.25 N

Di vorteks dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 800C selama 15 menit

Didinginkan sampai suhu ruang

Gambar 14. Prosedur Analisis Kadar MDA Organ Hati dan Limpa Disentrifuse 3000 rpm selama 15 menit

Diukur absorbansi pada λ 532 nm

Ditimbang organ hati sebanyak 1 gram atau limpa

Ditambah larutan PBS dingin sebanyak 9 ml

Dihancurkan dengan cara di gerus

Disentrifuse pada 3000 rpm selama 15 menit


(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMBUATAN TEPUNG KECAMBAH DAN RANSUM TIKUS

Pembuatan kecambah kacang komak dilakukan dengan mengikuti metode yang dilakukan oleh Anita (2009). Kacang komak (Gambar 15) yang digunakan disortasi terlebih dahulu untuk membuang kacang yang rusak sehingga meningkatkan persentase kacang komak yang tumbuh sewaktu digerminasi.

Gambar 15. Biji Kacang Komak.

Tahap awal perkecambahan dilakukan dengan merendam kacang komak yang telah disortasi dengan air hangat (500C) selama 12 jam. Penggunaan air bersuhu 500C dimaksudkan untuk mempercepat penyerapan air. Setiap kenaikan suhu 100C kecepatan penyerapan air akan meningkat sekitar dua kali (Pranoto et al., 1990), namun akan terjadi kehilangan nutrisi sebesar tiga atau empat lipatnya jika suhu air perendam mencapai 600C (Salunkhe et al., 1985). Imbibisi air secara cepat yang terjadi selama perendaman merupakan proses hidrasi yang mengakibatkan bertambahnya volume biji, terjadinya respirasi yang menghasilkan ATP untuk suplai energi serta mengaktivasi hormon giberelin yang mendorong pembentukan enzim-enzim hidrolisis yaitu  -amilase, protease, ribonuklease, -glukonase dan fosfatase (Pranoto et al.,

1990) sehingga perombakan cadangan makanan dapat berlangsung.

Tahap selanjutnya setelah perendaman adalah proses perkecambahan biji pada ruang gelap (300C) selama 30 jam. Anita (2009) mengungkapkan bahwa kondisi germinasi yang menghasilkan persentase kecambah tertinggi dengan kualitas terbaik adalah selama 30 jam dalam media daun pisang


(47)

dengan kondisi gelap. Sejalan dengan itu, Cabrejas (2008) mengungkapkan persentase kecambah kacang komak yang tumbuh lebih besar pada kondisi gelap dibandingkan kondisi terang. Cahaya diketahui merupakan faktor pembatas perkecambahan (Pranoto, 1990). Kecambah kacang komak yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Kecambah Kacang Komak.

Kecambah kacang komak yang telah dipisahkan dari biji yang tidak tumbuh kemudian dikeringkan untuk dijadikan tepung. Pembuatan tepung kecambah kacang komak dilakukan dengan mengikuti metode yang dilakukan oleh Anita (2009) dengan sedikit modifikasi, yaitu dalam hal suhu dan waktu pengeringan kecambah. Pengeringan dilakukan pada suhu 750C selama 6 jam, sedangkan Anita (2009) mengeringkan kecambah pada suhu 500C selama 24 jam. Perubahan ini dilakukan dengan pertimbangan kapasitas dan ketersediaan alat saat penelitian.

Tepung kecambah kacang komak yang dihasilkan pada penelitian ini sebanyak 8.11 kg dari 35 kg biji kacang komak. Ini berarti tepung kecambah yang dihasilkan memiliki rendemen sebesar 23.17%. Rendemen tepung kecambah yang rendah ini disebabkan kacang komak yang digunakan sebagai bahan pembuatan kecambah telah mengalami penyimpanan lebih dari 1 bulan. Waktu penyimpanan yang lama menyebabkan telur-telur serangga yang telah terinfestasi dalam biji tumbuh menjadi dewasa dan memakan biji. Kerusakan biji karena serangga ini mengakibatkan persentase biji kacang komak yang tumbuh menjadi kecambah rendah (<30%) sehingga rendemen total tepung kecambah sangat rendah.

Hasil analisis proksimat (Tabel 13) menunjukkan komposisi tepung kecambah komak pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan tepung


(1)

Lampiran 8

. Berat Organ Tikus Percobaan

No. Tikus

Berat Badan

Organ

Hati

Ginjal

Limpa

KG (kontrol negatif)

1

145

3.90

0.78

0.36

2

155

4.70

1.11

0.72

3

188

5.17

1.09

0.63

4

171

4.59

1.01

0.46

5

132

3.51

0.80

0.28

Rata-rata

158.20

4.37

0.96

0.49

KP (kontrol positif)

1

138

3.89

0.73

0.38

2

115

4.30

0.89

0.39

3

123

3.78

0.56

0.26

4

152

4.13

0.76

0.35

5

145

4.64

0.75

0.43

Rata-rata

134.60

4.15

0.74

0.36

KC (kecambah)

1

62

2.12

0.54

0.16

2

57

1.59

0.49

0.10

3

57

1.80

0.49

0.10

4

62

1.33

0.51

0.08

5

58

2.00

0.48

0.15

Rata-rata

59.20

1.77

0.50

0.12

Lampiran 9.

Hasil Analisis Ragam Berat Hati Relatif

ANOVA

hati_relatif

.000 2 .000 1.500 .262

.000 12 .000

.000 14

Between Groups Within Groups Total

Sum of


(2)

Lampiran 10.

Hasil Analisis Ragam Berat Limpa Relatif

Lampiran 11.

Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Berat Ginjal Relatif

ANOVA

limpa_relatif

.000 2 .000 .960 .410

.000 12 .000

.000 14

Between Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

ANOVA

ginjal_relatif

.000 2 .000 15.308 .000

.000 12 .000

.000 14

Between Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

ginjal_relatif

Duncana

5 .00560 5 .00600

5 .00860

.510 1.000 sampel

kontrol_positif kontrol_negatif kecambah Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .1

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.


(3)

Lampiran 12.

Hasil analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar Kolesterol

Total Serum

Lampiran 13.

Hasil analisis Ragam Kadar Kolesterol Total Serum Relatif

ANOVA

kolesterol_serum

23053.648 2 11526.824 53.690 .000 2576.323 12 214.694

25629.970 14 Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

kole sterol_se rum

Duncana

5 60.2300 5 60.3440

5 143.4500

.990 1.000 sampel

kontrol_negatif kecambah kontrol_positif Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .1

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

a.

ANOVA

kolesterol_serum_relatif

1.640 1 1.640 20.118 .002

.652 8 .082

2.292 9

Between Groups Within Groups Total

Sum of


(4)

Lampiran 14.

Hasil analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar Trigliserida

Serum

Lampiran 15.

Hasil analisis Ragam Kadar HDL Serum

ANOVA

TG_serum

2353.177 2 1176.589 5.549 .020 2544.276 12 212.023

4897.454 14 Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

TG_se rum

Duncana

5 11.7820

5 27.7300 27.7300

5 42.4540

.109 .136 sampel

kecambah kontrol_positif kontrol_negatif Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .1

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

a.

ANOVA

HDL_serum

37.096 2 18.548 .998 .397

223.129 12 18.594 260.225 14

Between Groups Within Groups Total

Sum of


(5)

Lampiran 16.

Hasil analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar LDL Serum

Lampiran 17.

Hasil analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Indeks Atherogenik

ANOVA

LDL_serum

24586.010 2 12293.005 82.225 .000 1794.064 12 149.505

26380.075 14 Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

LDL_serum

Duncana

5 24.4520 5 33.2480

5 114.3940

.278 1.000 sampel

kontrol_negatif kecambah kontrol_positif Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .1

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

a.

ANOVA

indeks_atherogenik

48.418 2 24.209 108.892 .000

2.668 12 .222

51.086 14 Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

inde ks_atherogenik

Duncana

5 1.2560 5 1.4060

5 5.1400

.624 1.000 sampel

kontrol_negatif kecambah kontrol_positif Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .1

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.


(6)

Lampiran 18.

Hasil analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar MDA Hati

Lampiran 19.

Hasil analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar MDA Limpa

ANOVA

mda_hati

41203.967 2 20601.984 219.558 .000 1126.005 12 93.834

42329.972 14 Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

mda_hati

Duncana

5 15.96100

5 43.12500

5 138.20660

1.000 1.000 1.000 sampel

kontrol_positif kontrol_negatif kecambah Sig.

N 1 2 3

Subset for alpha = .1

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

a.

ANOVA

mda_limpa

8393.390 2 4196.695 9.976 .003 5048.152 12 420.679

13441.542 14 Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

mda_limpa

Duncana

5 46.87520

5 91.22860

5 101.34120

1.000 .451 sampel

kecambah kontrol_positif kontrol_negatif Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .1

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.