Analisis Aturan Perdagangan Uni Eropa Dalam Pemberantasan Illegal, Unreported, Unregulated Fishing

ANALISIS ATURAN PERDAGANGAN UNI EROPA DALAM
PEMBERANTASAN ILLEGAL, UNREPORTED,
UNREGULATED FISHING

CUT SYARIFATTUL JANNAH

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Aturan
Perdagangan Uni Eropa dalam Pemberantasan Illegal Unreported Unregulated
Fishing adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


Bogor, Mei 2015
Cut Syarifattul Jannah
NIM C44110044

ABSTRAK
CUT SYARIFATTUL JANNAH. Analisis Aturan Perdagangan Uni Eropa dalam
Pemberantasan Illegal, Unreported, Unregulated Fishing. Dibimbing oleh
AKHMAD SOLIHIN dan EKO SRI WIYONO.
Permasalahan isu global berupa Illegal, Unreported, Unregulated Fishing
membuat Uni Eropa mengeluarkan Council Regulation (EC) No. 1005/2008 of 29
September 2008 establishing a Community system to prevent, deter and eliminate
illegal, unreported and unregulated fishing. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mencegah kegiatan IUU Fishing melalui jalur perdagangan. Tujuan dari penelitian
ini adalah 1) mengidentifikasi aturan-aturan yang terdapat pada Council
Regulation (EC) No. 1005/2008; 2) membandingkan Council Regulation (EC) No.
1005/2008 dengan Permen KP No. PER.13/MEN/2012 beserta implementasinya
dan; 3) merumuskan strategi antisipasi Council Regulation (EC) No. 1005/2008.
Penelitian ini menggunakan metode analisis yuridis normatif dan analisis yuridis
komparatif untuk Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dan Permen KP No.

PER.13/MEN/2012, sedangkan untuk rekomendasi strategi menggunakan analisis
SWOT. Hasil yang didapatkan adalah Permen KP No. PER.13/MEN/2012 belum
seutuhnya efektif untuk menanggulangi Council Regulation (EC) No. 1005/2008.
Strategi yang dapat dilakukan dalam menghadapi Council Regulation (EC) No.
1005/2008 adalah penguatan sistem pengawasan dengan meningkatkan SDM dan
selalu mengadakan monitoring dan evaluasi, pembuatan sistem pendataan secara
terpadu untuk Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan dari hulu ke hilir berbasis online
juga menyinergiskan pemerintah dan pengusaha perikanan.
Kata kunci: IUU Fishing, Uni Eropa, Perdagangan

ABSTRACT
CUT SYARIFATTUL JANNAH. Analysis of European Commission trade rules
in efforts to eradicate Illegal, Unreported, Unregulated Fishing. Supervised by
AKHMAD SOLIHIN and EKO SRI WIYONO.
The problem of global issues such as Illegal, Unreported, Unregulated
fishing make the European Commission issued a Council Regulation (EC) No.
1005/2008 of 29 september 2008 establishing a community system to prevent,
deter and eliminate illegal, unreported and unregulated fishing. This regulation is
intended to prevent IUU fishing activities through trade. Based on this issued the
research was proposed to 1) identify the Council Regulation (EC) No.1005/2008;

2) compare the Council Regulation (EC) N0.1005/2008 with implementation
Permen KP No. PER.13/MEN/2012; 3) formulate recommendations strategy for
tuna trading to European Union market. This study uses normative juridical
analysis and comparative juridical analysis to Council Regulation (EC) No.
1005/2008 and Permen No. PER.13/MEN/2012, while for the recommendation
strategy was use SWOT analysis. The results of this study showed that Permen
KP No. PER.13/MEN/2012 has not been entirely effective to overcame the
Council Regulation (EC) No. 1005/2008. Strategies that can proposed in the face
of Council Regulation (EC) No.1005/2008 are strengthening control system by
increasing human resources and always conduct monitoring and evaluation,
manufacture of integrated data system for Catch Certificate based online system
and synergy of government and trader fish.
Keywords:IUU Fishing, European Commission, Trade

ANALISIS ATURAN PERDAGANGAN UNI EROPA DALAM
PEMBERANTASAN ILLEGAL, UNREPORTED,
UNREGULATED FISHING

CUT SYARIFATTUL JANNAH


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Nama

Analisis Aturan Perdagangan Uni Eropa dalam Pemberantasan
Illegal, Unreported, Unregulated Fishing
Cut Syarifattul Jannah

NIM


c441rc444

Judul Skripsi

Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

4l
Akhmad Solihin. SPi. N{I{
Pernbimbing I

Tanssal

Lulus: 8 8 JUN l01t

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang berkat rahmat
dan karunianya karya ilmiah ini bisa selesai.Tema yang dipilih dalam penelitian
ini adalah kebijakan perikanan tangkap, dengan judul Analisis Aturan

Perdagangan Uni Eropa dalam Pemberantasan Illegal, Unreported, Unregulated
Fishing.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Akhmad Solihin, SPi, MH dan Bapak Dr Eko Sri Wiyono, MSi selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan koreksi dalam
penulisan skripsi ini.
2. Bapak Budhi Hascaryo Iskandar selaku dosen pembimbing akademik yang
membimbing selama masuk ke departemen PSP
3. Bapak M Dahri Iskandar dan Bapak Iin Solihin selaku dosen penguji dan
komisi pendidikan departemen PSP
4. Bapak Muhammad Fathoni dari Kementerian Kelautan Perikanan
5. Ibu Herlina dari pihak SHTI Pelabuhan Tanjung Benoa
6. Bapak Januar Abdullah dari pengelola data SHTI PPS Nizam Zachman
Jakarta
7. Bapak Mustari Olii sebagai kepala SATKER PSDKP Benoa Bali
8. Bapak Garibaldi Marandita, SH sebagai Pengawas Perikanan PSDKP Jakarta
9. Bapak Dwi Agus sebagai sekretaris jenderal Asosiasi Tuna Longline yang
telah membantu selama pengumpulan data;
10. Bapak Bachtiar Effendi dan Ibu Elvida Siregar selaku orang tua penulis,
Brigadir Alfi Meizar, Bripda Novandra, Teuku Abdul Kholik, Eva Sri

Budianti atas segala doa dan kasih sayangnya kepada penulis.
11. Keluarga PSP 48 dan Jakarta Community 48 yang selalu memberikan
bantuan dan doa dalam pengerjaan karya ilmiah ini ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya.

Bogor, Mei 2015
Cut Syarifattul Jannah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Penelitian Terdahulu

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian


3

METODE

3

Waktu dan Tempat

3

Sumber Data

3

Metode Pengumpulan Data

4

Analisis Data


4

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Keadaan Umum Pelabuhan Tanjung Benoa

7

Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman

7

Analisis Aturan Perdagangan Uni Eropa dalam Pemberantasan IUU Fishing

7

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait Aturan Dagang Uni Eropa
dalam Pemberantasan IUU Fishing

9
Strategi Perdagangan Perikanan Tuna dalam Upaya Memenuhi Permintaan
Uni Eropa Terkait Pemberantasan IUU Fishing
SIMPULAN DAN SARAN

13
22

Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1 Strategi SWOT
2 Peraturan yang harus diadopsi pemerintah Indonesia pada regulasi
nasional
3 Implementasi Permen KP No. PER.13/MEN/2012 terhadap Council
Regulation (EC) No. 1005/2008
4 Permasalahan dalam penerbitan SHTI
5 Permintaan verifikasi dari Uni Eropa
6 Analisis faktor kekuatan (Strengths) dalam strategi menghadapi aturan
perdagangan Uni Eropa
7 Analisis faktor kelemahan (weaknesses) dalam strategi menghadapi
aturan perdagangan Uni Eropa
8 Analisis faktor peluang (opportunities) dalam strategi menghadapi
aturan perdagangan Uni Eropa
9 Analisis faktor ancaman (threats) dalam strategi menghadapi aturan
perdagangan Uni Eropa
10 Hasil analisis dengan matriks SWOT

6
9
10
12
13
14
15
17
18
19

DAFTAR GAMBAR
1 Hasil analisis SWOT

20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Council Regulation (EC) No. 1005/2008 of 29 September 2008
establishing a Community system to prevent, deter and eleminate illegal,
unreported and unregulated fishing
2 Tahapan Analis SWOT
3 Lokasi Penelitian di kawasan Pelabuhan Tanjung Benoa Bali

24
30
33

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing sudah menjadi isu
penting dalam dunia perikanan tangkap. Kerugian yang disebabkan oleh kegiatan
IUU berdampak pada lingkungan dan ekonomi. Berdasarkan data laporan FAO
tahun 2014 menyebutkan bahwa hasil perikanan melalui kegiatan IUU Fishing
dalam tingkat global mencapai 11 sampai 26 juta ton setiap tahunnya, dengan
perkiraan nilai 10 sampai 23 miliar dolar Amerika Serikat (WWF 2014).
Ancaman terhadap aspek lingkungan berupa penurunan sumberdaya ikan
merupakan salah satu dampak kegiatan IUU Fishing. FAO (2001) menjelaskan
bahwa IUU Fishing telah merusak upaya konservasi sumberdaya ikan dan
manajemen stok ikan yang berkelanjutan. Berdasarkan data The State of World
Fisheries and Aquaculture (2008) pada tahun 2007 menyatakan bahwa estimasi
sumberdaya ikan 2% dibawah tingkat eksploitasi, 18% pada tahap moderat yang
artinya masih dapat ditingkatkan, 52% fully exploited, 19% overexploited, 8%
deplesi atau penurunan produksi secara terus menerus dan 1% yang dalam proses
pemulihan melalui program-program konservasi. FAO mencatat sekitar 30 persen
hasil tangkapan ikan di dunia tergolong IUU Fishing (DKP Kutai Kertanegara
2014), sehingga keberadaan sumberdaya ikan akan terus menurun karena adanya
kegiatan IUU Fishing.
Dampak dari kegiatan IUU Fishing tersebut, mendorong kesadaran
masyarakat global untuk menghapuskan kegiatan IUU Fishing. Implementasi
dilakukan melalui berbagai pengawasan internasional berdasarkan kesepakatan
internasional. Pengelolaan sumberdaya ikan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan
United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 dan
beberapa instrumen hukum internasional lainnya yaitu, FAO Compliance
Agreement 1993, UN Fish Stocks Agreement 1995, FAO Code Conduct
Responsible Fisheries 1995, FAO International Plan of Action to Prevent, Deter,
and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing 2001, FAO Model
Scheme on Port State Measures 2005 dan FAO Agreement on Port State
Measures2009 (Pandapotan 2014).
International Plan of Action IUU Fishing (IPOA-IUU Fishing) merupakan
salah satu instrumen internasional dalam penanggungalangan IUU Fishing. IPOAIUU Fishing memiliki beberapa langkah-langkah dalam rangka penanggulangan
IUU Fishing yang bersifat sukarela (not legally binding). Pendekatan dalam
langkah-langkah pencegahan IUU Fishing yaitu, tanggung jawab negara bendera
(flag state), tindakan negara pantai (coastal state), tindakan negara pelabuhan
(port state) dan perdagangan internasional (trade measures).
Uni Eropa (UE) yang sudah kurang lebih 1 dekade terlibat dalam
pencegahan kegiatan IUU Fishing, melakukan pendekatan perdagangan
internasional dalam upaya memberantas IUU Fishing. Sebagai negara-negara
tujuan ekspor, UE mengeluarkan Peraturan yaitu Council Regulation (European
Commission) No. 1005/2008 of 29 September 2008 establishing a Community
system to prevent, deter and eliminate illegal, unreported and unregulated fishing.
Peraturan tersebut mengatur secara lebih lanjut mengenai penelusuran hasil

2
tangkapan ikan di negara asalnya. Penelusuran tersebut lebih jelasnya mengatur
mengenai skema sertifikasi hasil tangkapan ikan, sehingga bisa dilakukan tindak
pencegahan terhadap kegiatan IUU Fishing.
Berdasarkan data BPS (2012) komposisi komoditas utama ekspor perikanan
Indonesia ke UE pada tahun 2012 adalah Tuna Tongkol Cakalang (32%), ikan
lainnya (32%), dan udang (19%). Nilai ekspor secara berurut adalah 123 juta US
dolar, 78 juta US Dolar dan 111 juta US dolar. Karena semakin ketatnya
persyaratan ekspor berupa Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan, volume dan nilai
ekspor hasil perikanan Indonesia ke negara-negara UE pada tahun 2012
mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu masing-masing sebesar
14,87% dan 3,05%.
Guna memenuhi persyaratan yang diminta oleh Uni Eropa, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.
PER.13/MEN/2012 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan (SHTI). Namun
demikian implementasi peraturan tersebut hingga saat ini belum teruji. Sehingga
penelitian tentang implementasi Permen KP No. PER.13/MEN/2012 penting
untuk dilakukan, agar mengetahui terpenuhinya persyaratan yang tercantum pada
Council Regulation No.1005/2008 didalam Permen KP No. PER.13/MEN/2012.
Penelitian dilakukan di DKI Jakarta dan Bali, tepatnya di Pelabuhan
Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman dan Pelabuhan Tanjung Benoa. Hal
ini karena provinsi tersebut banyak melakukan ekspor tuna. Menurut data BPS
(2012) nilai ekspor ikan tuna berdasarkan provinsi, untuk Provinsi DKI Jakarta
sebesar 964 Milyar Rupiah. Untuk Provinsi Bali nilai ekspor tuna sebesar 320
Milyar Rupiah.
Penelitian Terdahulu
Ramalia (2012) meneliti mengenai Analisis Praktik Perikanan IUU Fishing
dan Upaya Penanganannya melalui Adopsi Mekanisme Port State Measures di
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Berdasarkan IPOA-IUU
Fishing terdapat 4 pendekatan dalam langkah-langkah pencegahan IUU Fishing
yaitu, tanggung jawab negara bendera, tindakan negara pantai, tindakan negara
pelabuhan dan perdagangan internasional. Pendekatan yang dilakukan ramalia
adalah pendekatan tindakan negara pelabuhan. Penelitian ini fokus pada peran
negara pelabuhan dalam upaya menangani IUU Fishing sesuai dengan dokumen
perjanjian yang dirancang oleh Food and Agriculture Organization mengenai
Port State Measures (PSM) Agreement.
Sebagai negara anggota FAO, Indonesia wajib menelaah kemungkinan
melakukan adopsi terhadap dokumen tersebut. Oleh sebab itu penelitian ini
menganalisis kesiapan Indonesia dalam menerapkan kebijakan pengaturan PSM
untuk mencegah, menghalangi, dan memberantas praktik IUU fishing dengan
menggunakan studi kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam
Zachman Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hukum dan peraturan
di Indonesia telah mengakomodasikan enam dari tujuh butir kewajiban negara
pelabuhan sesuai dengan dokumen PSM dan telah diterapkan di PPS Nizam
Zachman Jakarta. Namun demikian masih terdapat beberapa kekurangan di dalam
pelaksanaanya yang meliputi pemahaman, sumberdaya manusia, kegiatan
preventif, serta sarana dan prasarana penunjang.

3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Mengidentifikasi aturan-aturan yang terdapat pada Council Regulation (EC) No.
1005/2008 sebagai aturan perdagangan Uni Eropa dalam pemberantasan IUU
Fishing
2. Membandingkan Council Regulation (EC) No. 1005/2008, Permen KP No.
PER.13/MEN/2012 dan pelaksanaan di lapangan
3. Merumuskan strategi antisipasi Council Regulation (EC) No. 1005/2008.
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
4.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
Memberikan penjelasan mengenai aturan perdagangan Uni Eropa dalam
pemberantasan IUU Fishing
Memberikan penjelasan mengenai implementasi Permen KP No.
PER.13/MEN/2012
Memberikan rekomendasi perbaikan kepada pemerintah terkait Permen KP No.
PER.13/MEN/2012
Memberikan pengetahuan kepada nelayan dan perusahaan penangkapan terkait
jebakan IUU Fishing melalui sistem perdagangan

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 di Pelabuhan
Tanjung Benoa, Bali. Penelitian dilanjutkan di Jakarta yang meliputi,
Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman
pada bulan Februari 2015.
Sumber Data
Data diperoleh wawancara terhadap asosiasi pengusaha penangkapan ikan
tuna, pihak pelabuhan perikanan, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Perikanan (DJP2HP) dan Pangkalan Pengawas Sumberdaya Kelautan dan
Perikanan (PSDKP). Data yang dikumpulkan dari asosiasi pengusaha
penangkapan ikan tuna berupa implementasi Permen KP NO.PER.13/MEN/2012
dan permasalahan ekspor hasil tangkapan ikan ke Eropa. Data dari pihak
pelabuhan perikanan berupa implementasi dari regulasi mengenai SHTI yang
tertera pada Permen KP NO.PER.13/MEN/2012 dan permasalahan dalam
pembuatan SHTI. Kemudian data yang dikumpulkan dari Direktorat Jenderal
P2HP yaitu permasalahan ekspor ke Uni Eropa dan data yang dikumpulkan dari
pangkalan PSDKP adalah pelanggaran yang terjadi terkait Permen KP No.
PER.13/MEN/2012. Selanjutnya data yang dikumpulkan berupa peraturan itu

4
sendiri yakni Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dan Permen KP No.
PER.13/MEN/2012.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Metode survei adalah
memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara
faktual. Metode survei membedah serta mengenal masalah-masalah serta
mendapat pembenaran terhadap keadaan dan praktek-praktek yang sedang
berlangsung (Nazir, 2003). Penelitian ini menggunakan sampel yang diambil dari
suatu populasi yang sudah ditentukan sebelumnya. Penelitian survei
menggunakan kuesioner sebagai alat bantu dalam proses wawancara dengan
responden yang sudah ditentukan. Aspek yang diteliti yaitu implementasi Permen
KP No.PER.13/MEN/2012 di Pelabuhan Tanjung Benoa, Bali dan Pelabuhan
Perikanan Nizam Zachman, Jakarta. Kemudian aspek yang diteliti lebih lanjut
adalah kendala dan permasalahan pada Permen KP No.PER.13/MEN/2012,
meliputi kelengkapan SHTI, permasalahan ekspor ke Eropa dan keefektifan
Permen KP NO.PER.13/MEN/2012.
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode
purposive sampling yakni responden telah ditentukan dengan kriteria sesuai
dengan
tujuan
penelitian
dimana
sampel
yang
diambil
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jumlah responden yang digunakan
sebanyak 6 responden yakni, 1 orang dari Direktur Pemasaran Luar Negeri
Kementerian Kelautan dan Perikanan, 1 orang dari pihak PPS Nizam Zachman, 1
orang dari pihak PSDKP Jakarta, 1 orang dari pihak Pelabuhan Tanjung Benoa, 1
orang dari pihak PSDKP Benoa dan 1 orang pada Asosiasi Tuna Longline yang
mewakili pengusaha perikanan penangkapan tuna.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis yuridis.
Alat analisis yuridis sendiri terbagi menjadi 3 yaitu yuridis normatif, yuridis
komparatif dan yuridis empiris. Untuk menganalisis konten dari Council
Regulation (EC) No. 1005/2008 menggunakan analisis yuridis normatif, kemudian
untuk membandingkan Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dengan Permen
KP NO.PER.13/MEN/2012 menggunakan analisis yuridis komparatif.
Pelaksanaan Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dan Permen KP No.
PER.13/MEN/2012 di lokasi penelitian menggunakan analisis yuridis empiris.
Analisis data lain yang digunakan yaitu analisis SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunies, and Threaths) dimana analisis ini digunakan sebagai rekomendasi
perbaikan agar terhindar dari jebakan IUU Fishing yang mengakibatkan kerugian
secara ekonomi dibidang perdagangan.

Analisis Aturan Perdagangan Uni Eropa dalam Pemberantasan IUU Fishing
Untuk melakukan analisis aturan perdagangan Uni Eropa dilakukan
dengancara alat analisis yuridis normatif. Menurut Soerdjono dan Sri (1985),

5
pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah dengan melihat,
menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut
asas-asas hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundang-undangan,
pandangan, doktrin hukum dan sistem hukum yang berkaitan. Jenis pendekatan ini
menekankan pada diperolehnya keterangan berupa naskah hukum yang berkaitan
dengan objek yang diteliti. Secara operasional penelitian yuridis normatif
dilakukan dengan penelitian kepustakaan.
Analisis yuridis normatif dalam penilitian ini dilakukan dengan cara
peraturan yang terdapat pada Council Regulation (EC) No. 1005/2008
dikelompokan terlebih dahulu. Peraturan tersebut diidentifikasi lebih lanjut
mengenai hal-hal penting yang harus ditaati oleh pihak eksportir atau negara asal
yakni Indonesia. Data tersebut akan disusun menjadi sebuah tabel yang telah
disederhanakan yang berisi daftar peraturan yang wajib dimiliki pihak eksportir.
Membandingkan Aturan Perdagangan Uni Eropa dengan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan
Untuk membandingkan Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dengan
Permen KP No. PER.13/MEN/2012 digunakan alat analisis yuridis komparatif.
Analisis yuridis komparatif dalam hal ini membandingkan antara hukum
internasional yang berlaku dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Hal-hal
penting yang terdapat pada Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dibandingkan
dengan Permen KP No PER.13/MEN/2012.
Kemudian untuk mengidentifikasi lebih lanjut mengenai implementasi
Permen KP No PER.13/MEN/2012 yang terjadi dilapangan yakni di Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman dan Pelabuhan Tanjung Benoa
menggunakan analisis yuridis empiris. Menurut Bahder Nasution (2008) ilmu
hukum empiris lebih menekankan pada segi observasi. Hal ini berkaitan dengan
sifat obyektif dan empiris dari ilmu hukum itu sendiri, termasuk mengamati faktafakta hukum yang berlaku di masyarakat, dimana hal tersebut harus diamati dan
dibuktikan secara terbuka. Selanjutnya data dari kedua analisis tersebut dijadikan
berupa tabel perbandingan antara Council Regulation (EC) No. 1005/2008,
Permen KP No. Per.13/MEN/2012 dan fakta yang terjadi dilapangan.
Strategi Perdagangan Perikanan Tuna dalam Upaya Memenuhi Permintaan
Uni Eropa Terkait Pemberantasan IUU Fishing
Penyusun strategi perdagangan tangkap di Indonesia dilakukan dengan
analisis SWOT. Alat analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunies, and
Threaths) digunakan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada
dalam aturan Uni Eropa terkait pemberantasan IUU Fishing, kemudian
menetapkan rekomendasi perbaikan strategi kebijakan kepada pemerintah agar
terhindar dari jebakan IUU Fishing. Analisis SWOT merupakan alat analisis yang
dapat dipakai dalam menyusun faktor-faktor strategis suatu instansi berdasarkan
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
Analisis ini merupakan identifikasi yang bersifat sistematis dari faktorfaktor kekuatan dan kelemahan organisasi serta peluang dan ancaman lingkungan
luar dan strategis yang menyajikan kombinasi terbaik diantara keempatnya.

6
Setelah mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang, perusahaan
atau organisasi dapat menentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang
dimilikinya untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada,
sekaligus untuk memperkecil atau bahkan mengatasi kelemahan yang dimilikinya
untuk menghindari ancaman yang ada. Penjelasan tentang faktor internal dan
eksternal dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut:
1) Kekuatan (Strenghts). Kekuatan yang akan menjadi landasan untuk
pengambilan keputusan
2) Kelemahan (Weaknesses). Kelemahan yang dimiliki yang kemudian akan
menjadi acuan untuk memperbaiki kinerja
3) Peluang (Opportunities). Peluang yang dimiliki yang bersifat dapat
menguntungkan dan dapat dipergunakan
4) Ancaman (Threats). Ancaman yang terdapat dari luar yang dapat
mempengaruhi faktor internal
Tahap analisis SWOT (Rangkuti 1997):
1. Identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal
2. Penentuan strategi
Tabel 1 Strategi SWOT
EFAS
Oppurtunities (O)

Threats (T)

IFAS
Strategi SO
Strong (S)

Weakness (W)

Strategi ST

Memanfaatkan seluruh
kekuaatan untuk
mendapatkan peluang
Strategi WO

Menggunakan kekuatan
yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman
Strategi WT

Meminimalkan
kelemahan dengan
memanfaatkan peluang
yang ada

Melakukan pertahanan
dimana meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Pelabuhan Tanjung Benoa
Pelabuhan Benoa terletak di Kabupaten Badung, Provinsi Bali pada posisi
115o 12 30 BT dan 08o 44’ 22 LS tepatnya di Teluk Benoa. Pelabuhan ini mulai
pertama kali dibuka dan diusahakan sejak tahun 1924 pada masa Pemerintahan
Kolonial Belanda. Dalam perkembangannya, pelabuhan ini merupakan salah satu
pelabuhan umum yang dikelola oleh PT. Pelabuhan Indonesia III, BUMN
dibawah Kementerian Perhubungan. Pelabuhan Benoa tidak berada di bawah
regulasi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan
dan Perikanan. Industri perikanan hanya salah satu dari beberapa kegiatan maritim
yang ditampung di Pelabuhan Benoa.
Pelabuhan Benoa memiliki 5 zona yaitu: zona terminal, zona perikanan,
zona perkantoran bisnis maritim, zona pariwisata/marina dan fasilitas umum.
Lokasi zona perikanan memiliki area dermaga kapal sebagai pusat/pangkalan
pendaratan kapal tuna longline, pabrik pengolahan ikan, dan lokasi beberapa
perusahaan jasa cold storage. Zona perikanan pada pelabuhan Tanjung Benoa
sendiri dibawah naungan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan, Bali.
Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) mulai
dibangun pada tahun 1980 dan diresmikan pertama kali pada tanggal 17 Juli 1984
dengan nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ), selanjutnya sesuai
dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.04/MEN/2004 tentang
perubahan nama, maka nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ)
berubah menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
(PPSNZJ).
PPS Nizam Zachman Jakarta berlokasi di Muara Baru (Teluk Jakarta),
Desa/Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Berdasarkan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.35/AL.003/PHB-82, posisi PPSNZJ
pada koordinat :
a. 106° – 48 – 15 dan 06° – 06 – 18 S
b. 106° – 47 – 54 dan 06° – 06 – 20 S
c. 106° – 48 – 14 dan 06° – 05 – 32 S
d. 106° – 47 – 15 dan 06° – 05 – 34 S
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta sebagai Unit Pelaksana
Teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap mempunyai fungsi sebagai pemerintahan dan pengusahaan
sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.08/MEN/2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan (PPS Nizam Zachman).
Analisis Yuridis Normatif Aturan Perdagangan Uni Eropa dalam
Pemberantasan IUU Fishing
Uni Eropa telah terlibat secara erat dalam pemberantasan penangkapan ikan
ilegal selama lebih dari satu dekade. Upaya yang paling besar yang dilakukan oleh

8
Uni Eropa untuk memberantas penangkapan ikan ilegal adalah peraturan untuk
mencegah, menangkal dan menghapuskan IUU fishing yaitu Council Regulation
(EC) No. 1005/2008 of 29 September 2008 establishing a Community system to
prevent, deter and eliminate illegal, unreported and unregulated fishing yang
mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Peraturan ini berdampak pada semua
negara non-Uni Eropa yang memperdagangkan produk perikanan dengan Uni
Eropa.
Adapun 10 peraturan yang ditetapkan pada Council Regulation (European
Commission) No. 1005/2008 harus ketahui oleh setiap negara yang akan
melaksanakan ekspor menuju Uni Eropa yaitu aturan yang berlaku untuk inspeksi
kapal negara ketiga dan produk perikanan ke negara anggota Uni Eropa, skema
sertifikasi hasil tangkapan, komunitas sistem kesiagaan, daftar kapal komunitas
IUU, daftar negara ketiga yang tidak bekerjasama, tindakan darurat, warga negara
Uni Eropa, sanksi, penangkapan dilaut dan gotong royong. 10 peraturan yang
ditetapkan pada Council Regulation (EC) No. 1005/2008 dapat dilihat
penjabarannya pada Lampiran 1.
Berdasarkan Council Regulation (EC) No. 1005/2008 (Lampiran 1) maka
ada beberapa peraturan yang harus diadopsi oleh pemerintah Indonesia. Peraturan
pertama yaitu pasal mengenai aturan yang berlaku untuk inspeksi kapal negara
ketiga dan produk perikanan ke negara anggota Uni Eropa. Berdasarkan hal
tersebut hal yang harus diadopsi adalah mengenai pemberitahuan sebelumnya,
karena dalam pasal tersebut dijelaskan mengenai seluruh aktivitas perikanan
tangkap. Mengenai hal lainnya dalam peraturan pasal tersebut hanya berupa tata
cara yang harus dipatuhi selanjutnya sesudah melakukan pemberitahuan
sebelumnya.
Pasal selanjutnya yang harus dipatuhi mengenai skema sertifikasi hasil
tangkapan. Berdasarkan pasal tersebut hal yang harus diadopsi adalah mengenai
konsenterasi produk karena menjelaskan deskripsi produk, kemudian hal skema
sertifikasi hasil tangkapan dan sarana tranportasi yang menjelaskan mengenai
sertifikasi hasil tangkapan berlaku untuk semua produk impor, ekspor dan reekspor. Menganai hal impor yang terdiri dari kiriman campuran dimana hal
tersebut menjelaskan mengenai setiap kiriman harus disertai dengan masingmasing satu sertifikat hasil tangkapan per kiriman. Peran berbagai pihak juga
merupakan hal yang harus diadopsi begitu juga mengenai prosedur sertifikasi
yang telah disetujui oleh Uni Eropa.
Skema Regional Fisheries Management Organization (RFMO) dalam hal
yang diatur dalam pasal skema sertifikasi hasil tangkapan juga harus diadopsi
karena hal tersebut mengatur pula mengenai regulasi dengan hal diluar
perdagangan. Selanjutnya mengenai hal penggunaan sistem penelusuran
elektronik dibawah kendali negara ketiga dimana hal ini akan memudahkan dalam
memvalidasi sertifikat hasil tangkapan. Pasal selanjutnya yang harus diadopsi
adalah mengenai daftar kapal komunitas IUU fishing, karena apabila kapal
tersebut dicurigai sebagai kapal IUU fishing dan tedapat dalam daftar IUU fishing
RFMO maka Uni Eropa akan langsung menolaknya.
Pasal lainnya tidak wajib untuk diadopsi karena hanya berupa informasi,
tata cara setelah kapal melakukan pendaratan dan sanksi. Berdasarkan hal tersebut
dapat dikelompokan peraturan yang harus diadopsi oleh pemerintah Indonesia
pada Tabel 2.

9

Tabel 2 Peraturan yang harus diadopsi pemerintah Indonesia pada regulasi
nasional
Aturan
1. Aturan yang berlaku
untuk inspeksi kapal
negara ketiga dan
produk perikanan ke
negara anggota Uni
Eropa
2. Skema
Sertifikasi
hasil tangkapan

Hal
Pemberitahuan Sebelumnya

a. Konsenterasi produk
b. Skema sertifikasi hasil tangkapan dan saran
transportasi
c. Impor yang terdiri dari kiriman campuran
d. Hubungan dengan skema sertifikasi lainnya
e. Penggunaan sarana elektronik
f. Skema
sertifikat
hasil
tangkapan
yang
disederhanakan untuk produk perikanan dengan
spesifikasi karakter tangkapan yang diperoleh oleh
kapal-kapal kecil
g. Peran berbagai pihak yang terlibat dalam skema
sertifikasi
h. Prosedur Sertifikasi
i. Skema RFMO yang diakui
j. Penggunaan sistem penelusuran elektronik dibawah
kendali negara ketiga atau peraturan khusus antara
negara ketiga dengan Komisi Eropa
k. Cara pengisian sertifikat hasil tangkapan dan
pernyataan pengolahan

3. Daftar
Kapal
Komunitas IUU

Perbandingan Aturan Dagang Uni Eropa dalam Pemberantasan IUU Fishing
dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Memenuhi persyaratan perdagangan hasil perikanan ke Uni Eropa dan
dalam rangka mencegah, mengurangi dan memberantas kegiatan Illegal,
Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, pemerintah menetapkan Permen KP
No. PER.13/MEN/2012 tentang Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI). Ruang
lingkup Peraturan Menteri ini meliputi sertifikat, kewenangan penerbitan, syarat
dan tata cara penerbitan SHTI. Sertifikat yang dimaksud adalah SHTI-Lembar
Awal, SHTI-Lembar Turunan, SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan dan
SHTI Impor. Sertifikasi hasil tangkapan ikan digunakan untuk mengetahui sumber
penangkapan tidak berasal dari penangkapan yang bersifat IUU.
Bab I Permen KP No. PER.13/MEN/2012 menjelaskan mengenai
pengertian umum, tujuan dan ruang lingkup. Bab ini menjelaskan mengenai

10
pengertian dari SHTI, kemudian menjelaskan lebih lanjut mengenai tujuan yaitu
untuk memperlancar kegiatan ekspor dan memberantas kegiatan IUU fishing.
Selanjutnya pada bab II menjelaskan mengenai penjelasan Sertifikat Hasil
Tangkapan Ikan (SHTI) dan tujuan penerbitannya. SHTI digunakan sebagai
kelengkapan dokumen, baik itu SHTI-Lembar Awal, SHTI-Lembar Turunan,
SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan dan SHTI-Impor. Bab ini
menjelaskan juga mengenai penggunaan SHTI terhadap kapal dibawah 20 Gross
Tonnage yang menggunakan SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan.
Bab III menjelaskan mengenai kewenangan penerbitan SHTI. Kewenangan
penerbitan ditugaskan kepada otoritas kompeten yaitu Direktur Jenderal Perikanan
Tangkap, namun dalam pelaksanaan otoritas kompeten mendelagasikan otoritas
kompeten lokal. Otoritas kompeten lokal yang dimaksud adalah kepala pelabuhan
sebagai unit pelaksana teknis. Dalam hal pelaksanaan otoritas kompeten
bekerjasama dengan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran dan juga
Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
Bab IV mengatur mengenai syarat dan tata cara penerbitan SHTI yaitu
mengenai persyaratan dalam pembuatan SHTI-Lembar Awal, SHTI-Lembar
Turunan, SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan dan SHTI Impor. Bab V
mengatur mengenai pembinaan dan pelaporan dimana dijelaskan mengenai peran
berbagai pihak dalam penerbitan SHTI. Peran Direktur Jenderal Perikanan
Tangkap melakukan pembinaan kepada otoritas kompeten lokal. Direktur Jenderal
Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan melakukan pembinaan kepada
pengawas perikanan dalam penerbitan laporan hasil verifikasi pendaratan ikan.
Kemudian Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan melakukan
pembinaan kepada UP, Eksportir, Importir dan pemilik kapal yang membuat
SHTI.
Implementasi Permen KP No. PER.13/MEN/2012 tentang Sertifikat Hasil
Tangkapan Ikan (SHTI) hampir seutuhnya sudah memenuhi persyaratan yang
terdapat pada CouncilRegulation (EC) No. 1005/2008 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Implementasi Permen KP No. PER.13/MEN/2012 terhadap Council
Regulation (EC) No. 1005/2008
Council Regulation (EC) No.
1005/2008
1. Aturan yang berlaku untuk inspeksi
kapal negara ketiga dan produk
perikanan ke negara anggota Uni
Eropa
Pemberitahuan Sebelumnya
2. Skema Sertifikasi hasil tangkapan
Konsenterasi produk
Skema sertifikasi hasil tangkapan
dan sarana transportasi

Permen KP No. PER.13/MEN/2012

SHTI-Lembar awal
Terdapat pada SHTI Lembar awal dan
SHTI Lembar Turunan
Terdapat SHTI Impor untuk produk reekspor

11
Tabel 3 Lanjutan
Council Regulation (EC) No.
1005/2008
Hubungan dengan skema sertifikasi
lainnya

Penggunaan sarana elektronik
Skema sertifikat hasil tangkapan
yang
disederhanakan
untuk
produk
perikanan
dengan
spesifikasi karakter tangkapan
yang diperoleh oleh kapal-kapal
kecil
Peran berbagai pihak yang terlibat
dalam skema sertifikasi

Permen KP No. PER.13/MEN/2012
Untuk produk ekspor sertifikat lainnya
tidak diatur oleh Permen KP No.
PER.13/MEN/2012,
namun
untuk
produk re-ekspor diatur pada SHTI
Impor pada Pasal 16 BAB IV.
Sudah ada namun belum optimal
Diatur pada Bab II Pasal 5 Poin 2 yang
tentang SHTI Lembar Turunan Yang
Disederhanakan untuk hasil

tangkapan ikan yang berasal dari
kapal ukuran sampai dengan 20 GT

Diatur pada BAB III mengenai
kewenangan penerbit SHTI dan BAB V
mengenai pembinaan dan pelaporan
Terdapat
contoh
sertifikasi
hasil
Prosedur Sertifikasi
tangkapan ikan pada lampiran agar tidak
terjadi pemalsuan dokumen
Tidak ada penjelasan
Skema RFMO yang diakui
Penggunaan sistem penelusuran Tidak ada

elektronik dibawah kendali negara
ketiga atau peraturan khusus
antara negara ketiga dengan
komisi Eropa
Cara pengisian sertifikat hasil
tangkapan
dan
pernyataan
pengolahan
3. Daftar Kapal Komunitas IUU

Terdapat pada bab IV mengenai syarat
dan tata cara penerbitan SHTI. Namun
mengenai pernyataan pengolahan
tidak ada.
Bab 4 pasal 13 mengenai pengawasan
kapal, pada daftar kapal RFMO bagi
kapal yang beroperasi di laut lepas

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa implementasi terhadap Council
Regulation (EC) No. 1005/2008 sebagian sudah terpenuhi, namun pelaksaan dari
PERMEN KP No. PER.13/MEN/2012 dilapangan belum efektif seutuhnya. Hal
itu bisa dilihat dari masih banyaknya pelanggaran yang terjadi dilapangan.
Seharusnya pelanggaran ini diminimalisir untuk terjadi karena maksud dari
Council Regulation (EC) No. 1005/2008 adalah mengenai penelusuran hasil
tangkapan, dimana agar berkurangnya tindakan IUU fishing. Permasalahan yang
terjadi dalam penerbitan SHTI dapat dilihat dalam Tabel 4.

12
Tabel 4 Permasalahan dalam penerbitan SHTI
Syarat dan Tata Cara Penerbitan SHTI
1. SHTI lembar awal
Draft SHTI Lembar Awal
Foto kopi identitas pemohon
Fotokopi surat tanda bukti lapor
kedatangan kapal
Fotokopi surat izin penangkapan ikan
Laporan hasil verifikasi pendaratan
ikan

Permasalahan
tidak ada permasalahan
tidak ada permasalahan
tidak ada permasalahan

tidak ada permasalahan
muatan kapal ikan yang tidak seutuhnya
diperiksa
pada saat aktivitas pendaratan masih ada
pengawas perikanan yang tidak
ditempat
masih terdapat kapal yang vessel
monitoring system (VMS) nya mati
target spesies banyak yang tidak sesuai
dengan alat tangkapnya
terdapat kapal yang tidak terdaftar di
RFMO bagi kapal yang berlayar dilaut
lepas
SKPI bagi kapal yang tidak tidak ada permasalahan
mendaratkan hasil tangkapan pada
pelabuhan yang ditetapkan sebagai
otoritas kompeten lokal
2. SHTI-Lembar Turunan
Perusahaan/eksportir kecil banyak yang
fotokopi SHTI-Lembar Awal
tidak mendapatkan SHTI-Lembar Awal
dari hasil pembelian ikan kepada kapal
penangkapan
Tidak ada permasalahan
draft SHTI-Lembar Turunan
Tidak ada permasalahan
fotokopi Identitas Pemohon
Tidak ada permasalahan
bukti pembelian ikan
Tidak ada permasalahan
packing list invoice dari perusahaan
surat jalan pengiriman barang dari Tidak ada permasalahan
perusahaan
3. SHTI-Lembar
Turunan
Yang
Disederhanakan
Draft SHTI-Lembar Turunan Yang Tidak ada permasalahan
Disederhanakan
Tidak ada permasalahan
Fotokopi identitas pemohon
Tidak ada permasalahan
Bukti pembelian ikan
Tidak ada permasalahan
Packing list invoice dari perusahaan
Surat jalan pengiriman barang dari Tidak ada permasalahan
perusahaan
Laporan hasil verifikasi pendaratan
pada saat aktivitas pendaratan masih ada
ikan
pengawas perikanan yang tidak
ditempat
target spesies banyak yang tidak sesuai
dengan alat tangkapnya

13
Tabel 4 Lanjutan
Syarat dan Tata Cara Penerbitan SHTI
Permasalahan
SKPI bagi kapal penangkap ikan tidak ada permasalahan
yang mendaratkan ikan hasil
tangkapan pada pelabuhan perikanan
atau pelabuhan umum yang tidak
ditetapkan
sebagai
Otoritas
Kompeten Lokal

Akibat dari permasalahan yang terjadi banyak permintaan verifikasi dari
negara-negara Uni Eropa terkait SHTI. Permintaan verifikasi yang sering terjadi
yakni kapal yang tidak terdaftar di RFMO, kegiatan transhipment, keabsahan
tanda-tangan, rincian daerah penangkapan ikan, permintaan dokumen pendukung
(SIPI, log book, record VMS), dan keaslian SHTI. Permintaan verifikasi dari Uni
Eropa setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan
banyaknya dugaan kegiatan IUU fishing di Indonesia. Jumlah permintaan
verifikasi dari Uni Eropa dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Permintaan verifikasi dari Uni Eropa
Tahun
Jumlah permintaan verifikasi
2010
1
2011
6
2012
9
2013
30
2014
215
Sumber: Direktorat Jenderal P2HP KKP

Permintaan verifikasi dikirimkan melalui Direktur Pemasaran Luar Negeri,
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP).
Kemudian Direktur Pemasaran Luar Negeri DJP2HP melanjutkan kepada pihak
Otoritas Kompeten yakni Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), DJPT
melanjutkan kepada Otoritas Kompeten Lokal yakni Pelabuhan Perikanan.
Permintaan verifikasi ini juga menimbulkan masalah baru yaitu birokrasisangat
rumit karena membutuhkan waktu yang lama. Hal tersebut dapat menjadi
permasalahan karena waktu klarifikasi yang diberikan hanya 14 hari. Jika batas
waktu lebih dari yang diberikan maka produk akan dihancurkan langsung
ditempat.
Strategi Perdagangan Perikanan Tuna dalam Upaya Memenuhi Permintaan
Uni Eropa Terkait Pemberantasan IUU Fishing
Faktor Internal
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan penelusuran data
sekunder, beberapa faktor diidentifikasi sebagai kekuatan dalam kegiatan ekspor
tuna. Kekuatan-kekuatan tersebut mencakup:
a. Adanya Permen KP NO. PER.13/MEN/2012 sebagai landasan hukum terkait
SHTI

14
Pemerintah menetapkan Permen KP No. PER.13/MEN/2012 tentang
Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan. SHTI digunakan sebagai kelengkapan
dokumen ekspor untuk hasil tangkapan ikan di laut yang berasal dari kapal
penangkap ikan Indonesia dan kapal penangkap ikan asing. Hal ini menjadi
faktor kekuatan utama terkait SHTI.
b. Penerapan database sharing system untuk SHTI-Lembar Awal
Penerapan database sharing system yang sudah mulai berjalan untuk
pembuatan SHTI mempermudah sistem pengawasan dan penelusuran
pembuatan SHTI. Database sharing system yang sejauh ini sudah dilakukan
adalah untuk SHTI-Lembar awal. Menggunakan bantuan teknologi ini menjadi
suatu kekuatan bagi pemerintah dalam menjalankan sistem perdagangan.
c. Sosialisasi kepada pihak pengusaha dan eksportir
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap melalui pihak Pelabuhan
Perikanan turut pula mengadakan sosialisasi mengenai Council Regulation
(EC) No.1005/2008 dan Permen KP No. PER.13/MEN/2012 kepada pihak
pengusaha penangkapan maupun perusahaan yang akan melakukan ekspor
kepada pihak Uni Eropa. Hal ini menjadikan sosialisasi sebagai salah satu
faktor kekuatan dalam upaya perdagangan ke Uni Eropa.
d. Kesadaran pihak pengusaha maupun eksportir akan pentingnya SHTI
Kesadaran ini membuat banyak pihak pengusaha penangkapan dan
eksportir mengikuti regulasi yang diatur oleh pemerintah. Kesadaran oleh
pihak pengusaha penangkapan maupun eksportir turut menjadi faktor kekuatan.
Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dilihat faktor kekuatan (Strengths) pada
strategi menghadapi aturan perdagangan Uni Eropa. Tabel 6 menunjukan hasil
analisis berdasarkan faktor kekuatan (Strengths) yang merupakan faktor internal
.
Tabel 6 Analisis faktor kekuatan (Strengths) dalam strategi menghadapi aturan
perdagangan Uni Eropa
No
Kekuatan
1
Adanya Permen KP NO. PER.13/MEN/2012
sebagai landasan hukum terkait SHTI
2
Penerapan database sharing system untuk SHTILembar Awal
3
Sosialisasi kepada pihak pengusaha dan eksportir
4
Kesadaran pihak pengusaha maupun eksportir
akan pentingnya SHTI
TOTAL

Bobot
0,1630

Skala
3,8833

Skor
0,6250

0,1567

3,5000

0,5483

0,1419
0,1479

3,3333
3,5000

0,4731
0,5176
2,164

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa kekuatan utama yang dimiliki
pemerintah adalah adanya Permen KP NO. PER.13/MEN/2012 sebagai landasan
hukum terkait SHTI dengan nilai 0,6250. Hal ini menunjukan bahwa Permen KP
NO. PER.13/MEN/2012 mampu memberi pengaruh kepada setiap elemen usaha
perdagangan. Faktor kedua adalah Penerapan database sharing system untuk
SHTI-Lembar Awal dengan nilai 0,5438. Berdasarkan faktor kedua, dapat dilihat
bahwa SHTI-lembar Awal yang berguna sebagai pencatatan sangat dibutuhkan
terutama ketika ada permintaan verifikasi. Faktor ketiga adalah Kesadaran pihak
pengusaha maupun eksportir akan pentingnya SHTI dengan nilai sebesar 0,5176.
Kesadaran pengusaha dan eksportir dapat dilihat dengan kelengkapan dokumen

15
yang selalu diusahakan jelas dan tepat. Faktor terakhir adalah Sosialisasi kepada
pihak pengusaha dan eksportir dengan nilai 0,4731
Aspek-aspek kelemahan mencakup:
a. Sistem pengawasan yang belum efektif
Permasalahan pengawasan juga turut menjadi salah satu kekurangan
dalam sistem perdagangan ke Uni Eropa. Hal itu disebabkan oleh lemahnya
pengawasan baik itu merupakan muatan kapal yang tidak diperiksa seutuhnya,
kurangnya sumberdaya manusia dalam pengawasan saat aktivitas pendaratan
ikan dan permasalahan dalam tracking VMS. Pengawasan yang belum efektif
tersebut menjadi kelemahan bagi Pemerintah dalam upaya pemberantasan IUU
Fishing yang tertera dalam Permen KP No. PER.13/MEN/2012.
b. Sanksi yang belum jelas terhadap pelanggaran
Semenjak berlakunya Permen KP No. PER.13/MEN/2012 tentang SHTI
belum ada sanksi yang jelas dari Pemerintah mengenai pelanggaran.
Pelanggaran sudah banyak terjadi baik itu terdapatnya data VMS dimana VMS
pada kapal tersebut mati, maupun berupa pelanggaran pemalsuan dokumen.
Hal tersebut tentunya akan sangat merugikan pemerintah dalam upaya
penertiban pembuatan SHTI. Sanksi yang belum jelas ini tentunya menjadi
faktor internal kelemahan pemerintah.
c. Kurangnya SDM dalam pembuatan SHTI
Penerbitan SHTI yang sangat banyak baik itu SHTI-Lembar Awal,
SHTI-Lembar Turunan, SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan dan
SHTI Impor, membutuhkan banyak sumberdaya manusia dalam pengerjaannya.
Penerbitan SHTI juga harus cepat karena banyak pihak pengusaha yang selalu
mendadak dalam penerbitan SHTI. Sehingga jumlah SDM yang dibutuhkan
juga banyak, mengingat perusahaan penangkapan dan eksportir juga berjumlah
banyak. Kurangnya SDM juga menjadi faktor kelemahan bagi Pemerintah.
d. Pembuatan SHTI-Lembar Turunan yang masih terpusat di Jakarta
Pembuatan SHTI-Lembar Turunan yang merupakan surat keterangan
yang memuat informasi sebagian atau seluruh hasil tangkapan ikan sesuai
dengan lembar awal sebagai dokumen yang menyertai hasil perikanan yang
dipasarkan ke Uni Eropa juga masih terdapat kekurangan. Hal ini bisa dilihat
dimana pembuatan SHTI-Lembar Turunan masih terpusat di Jakarta, karena
basis perusahaan masih terpusat di Jakarta. Namun tentunya hal tersebut
menyulitkan bagi eksportir yang berada di daerah. Sehingga hal tersebut
menjadi salah satu faktor internal dalam kelemahan dalam sistem perdagangan
ke Uni Eropa.
Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dilihat faktor kelemahan (weaknesses)
pada strategi menghadapi aturan perdagangan Uni Eropa. Tabel 7 menunjukan
hasil analisis berdasarkan faktor kelemahan (weaknesses) yang merupakan faktor
internal.
Tabel 7 Analisis faktor kelemahan (weaknesses) dalam strategi menghadapi
aturan perdaganganUni Eropa
No Kelemahan
1
Sistem pengawasan yang belum efektif

Bobot
0,1244

Skala
3,0000

Skor
0,3732

16
Tabel 7 Lanjutan
No
2
3
4

Kelemahan
Sanksi yang belum jelas terhadap pelanggaran
Kurangnya SDM dalam pembuatan SHTI
Pembuatan SHTI-Lembar Turunan yang masih
terpusat di Jakarta
Total

Bobot
0,1106
0,0978
0,0587

Skala
2,8333
2,3333
1,3333

Skor
0,3134
0,2282
0,0769
0,9917

Kelemahan utama dalam upaya perdagangan ke Uni Eropa adalah Sistem
pengawasan yang belum efektif dengan nilai sebesar 0,3732. Pengawasan
mengenai kesesuaian alat tangkap dengan hasil tangkapan, ZEE area penangkapan,
VMS posisi, Data Logbook kapal penangkapan ikan masih menjadi kasus yang
selalu mendapat notifikasi dari pihak Uni Eropa. Faktor kedua adalah Sanksi yang
belum jelas terhadap pelanggaran dengan nilai sebesar 0,3134. Pelanggaran yang
terjadi sampai saat ini belum ada sanksi yang jelas seperti kapal yang VMS nya
mati, sehingga perlu adanya perhatian khusus. Faktor ketiga adalah Kurangnya
SDM dalam pembuatan SHTI dengan nilai 0,2282. Hal ini disebabkan karena
SDM yang sudah bisa menggunakan teknologi sangat terbatas, ditambah jumlah
SDM sekarang dinilai masih kurang. Faktor terakhir adalah Pembuatan SHTILembar Turunan yang masih terpusat di Jakarta dengan nilai sebesar 0,0769. Hal
ini disebabkan masih kurangnya penggunaan teknologi berupa database sharing
system dan SDM yang bisa menggunakan teknologi dengan baik.
Faktor Eksternal
Peluang (Opportunity) yang terdapat mencakup:
a. Bantuan dari Uni Eropa dalam pembuatan regulasi dan tata cara SHTI
Upaya yang dilakukan Uni Eropa melalui perdagangan dalam
pemberantasan IUU fishing melalui Council Regulation (EC) No.1005/2008
tidak serta merta membuat Uni Eropa melepas kewajiban. Uni Eropa turut
memberikan saran dalam pembuatan regulasi mengenai SHTI. Hal tersebut
dilakukan dengan mengirimkan agen dan menjelaskan kembali data yang wajib
terdapat didalam SHTI. Hal itu dapat dijadikan sebuah peluang apabila terdapat
kekurangan dalam Permen KP No. PER.13/MEN.2012 baik dalam regulasinya
maupun implementasinya.
b. Peningkatan SDM pihak pengawasan perikanan dan pihak SHTI
Upaya peningkatan SDM juga bisa menjadi salah satu peluang. Peluang
yang dimaksud adalah Peningkatan SDM pada pihak pengawasan dan pihak
pembuatan SHTI. Jumlah SDM yang lebih banyak, tentunya akan
memudahkan proses pengawasan dimana proses pendaratan ikan tidak hanya
terjadi dalam satu waktu di Pelabuhan Perikanan. Begitupun dengan
peningkatan SDM pada pihak pembuatan SHTI, hal tersebut tentunya
membantu mempercepat proses pengiriman dokumen dan pengiriman barang.
c. Database sharing system untuk daerah terkait pembuatan SHTI-Lembar
Turunan
Perlu adanya database sharing system dalam pembuatan SHTI-Lembar
Turunan secara nasional. Hal tersebut tentunya dapat mempercepat proses
ekspor ke Uni Eropa, sehingga perusahaan yang berada didaerah tidak
kesulitan dalam pembuatannya. Database sharing system dalam pembuatan

17
SHTI-Lembar Turunan ini tentunya menjadi suatu peluang lebih bagi
pemerintah.
d. Pemotongan birokrasi dalam proses verifikasi
Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dilihat faktor peluang (opportunities)
pada strategi menghadapi aturan perdagangan Uni Eropa. Tabel 8 menunjukan
hasil analisis berdasarkan faktor peluang (opportunities) yang merupakan
faktor eksternal.
Tabel 8 Analisis faktor peluang (opportunities) dalam strategi menghadapi aturan
perdagangan Uni Eropa
No
Peluang
1
Bantuan dari Uni Eropa dalam pembuatan
regulasi dan tata cara SHTI
2
Peningkatan SDM pihak pengawasan perikanan
dan pihak SHTI
3
Database sharing system untuk daerah terkait
pembuatan SHTI-Lembar Turunan
4
Pemotongan birokrasi dalam proses verifikasi
Total

Bobot
0,1014

Skala
2,3333

Skor
0,2366

0,1561

3,5000

0,5463

0,1179

2,6667

0,3145

0,1022

2,3333

0,2385
1,0974

Faktor utama yang menjadi peluang adalah Peningkatan SDM pihak
pengawasan perikanan dan pihak SHTI dengan nilai sebesar 0,5463. Berdasarkan
hal tersebut harus adanya peningkatan jumlah SDM dalam PSDKP maupun DJPT
yang membawahi langsung pengawasan dan SHTI. Faktor peluang kedua adalah
Database sharing system untuk daerah terkait pembuatan SHTI-Lembar Turunan
yang bernilai sebesar 0,3145. Hal itu merujuk perlu adanya teknologi pula untuk
SHTI-Lembar Turunan sehingga tidak perlu ke Pelabuhan Perikanan besar untuk
mendapatkannya. Faktor peluang ketiga adalah pemotongan birokrasi dalam
proses verifikasi dengan nilai 0,2385. Faktor peluang terakhir adalah Bantuan dari
Uni Eropa dalam pembuatan regulasi dan tata cara SHTI.
Aspek-aspek ancaman mencakup:
a. Kapal