Analisis perubahan ruang terbuka hijau dan strategi pengembangannya di Kota Bandar Lampung

ANALISIS PERUBAHAN RUANG TERBUKA HIJAU
DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA
DI KOTA BANDAR LAMPUNG

YENI TRIDARMAYANTI

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Perubahan Ruang Terbuka
Hijau dan Strategi Pengembangannya di Kota Bandar Lampung adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010


Yeni Tridarmayanti
NRP A156070144

ABSTRACT
YENI TRIDARMAYANTI. Analysis of Green Open Space Change and Development
Strategy in Bandar Lampung City. Under direction of MUHAMMAD ARDIANSYAH
and ALINDA FITRIANY M. ZAIN.
Development of Bandar Lampung City has the great influenced to the land use
changes. Land use conversion commonly happen on Green Open Space (GOS) into
other usages. The aims of this research are : (a) to identify GOS change in Bandar
Lampung City along the year 2000-2007; (b) to identify GOS needed base on
regulation of spatial planning (UU No 26/2007) and number of population; (c) to
identify center of GOS change into built up area related to the regional development
and the factors that affected the change; (d) to identify divergency of GOS change in
RTRW (Public Document of Regional Planning); and (5) to find the strategy to
maintain and develop GOS. This research was conducted by Landsat analysis using
Geographic Information System (GIS) and combined with Location Quotient Analisys
(LQ) to analize GS change. Scalogram and regression analysis used for analize the
regional development and the factors that affected the GOS change.

The result showed that forest, mixed dry farming, plantation and paddy field
decrease of 1.449 Ha (7.35%) in 7 years, since year 2000 to 2007. Meanwhile, built up
area increase to 1.218 Ha (6,19%). Based on UU No 26/2007, availability of GOS in
Bandar Lampung City are still sufficient (> 30%), it’s about 61.40% (12.110 Ha)
from the total area of the city. Analysis of GOS needed based on area found that in
subdistrict level at Tanjung Karang Pusat and Kedaton subdistrict insufficient GOS.
Based on standard for number of population, Tanjung Karang Pusat, Kedaton and
Teluk Betung Selatan subdistrict still in below standard. The changes center of GOS in
Bandar Lampung City happen in 63 villages, which are distributed in hierarchy III
79,57 % villages, hierarchy II 16,60% village, and hierarchy I 3,83% village. There are
2 factors that affected GOS change, one is village development index and another is
number of population. Land use change from GOS and protection area into built up
area was found as deviation of RTRW. The strategy to maintain and to develop GOS
depend on the availability and the problem that occur with GOS, so GOS can be
developed optimally.
Keywords : Green Open Space Change, Development Strategy, GIS Method

RINGKASAN
YENI TRIDARMAYANTI. Analisis Perubahan Ruang Terbuka Hijau dan Strategi
Pengembangannya di Kota Bandar Lampung. Dibimbing oleh MUHAMMAD

ARDIANSYAH dan ALINDA FITRIANY M. ZAIN.

Perkembangan Kota Bandar Lampung membawa implikasi terhadap perubahan
penggunaan lahan yang ada, pemanfaatan ruang yang awalnya merupakan kawasan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) akan berkurang akibat berubah fungsi menjadi kawasan
terbangun. Hal ini dikhawatirkan akan terus berlangsung karena upaya untuk
mempertahankan keberadaan RTH seringkali masih dikalahkan oleh banyaknya
kepentingan yang dianggap lebih menguntungkan dan cenderung berorientasi pada
pembangunan fisik untuk kepentingan ekonomi. Perubahan penggunaan lahan
khususnya RTH selama kurun waktu 2000-2007 merupakan kondisi yang tidak dapat
dihindari sebagai efek dari kegiatan pembangunan yang dilakukan. Adanya
peningkatan jumlah penduduk tentu saja akan diikuti pula dengan meningkatnya
kebutuhan terhadap ruang yang pada akhirnya akan berakibat terhadap konversi RTH
yang ada. Konversi RTH akan lebih cepat terjadi pada wilayah yang berada pada
pusat pertumbuhan dan mengakibatkan ketersediaan RTH akan berbeda antar wilayah
satu dengan lainnya. Sebaran yang tidak merata ini tentu saja membawa dampak
negatif bukan hanya bagi lingkungan tetapi juga bagi manusia sebagai elemen dari
ekosistem. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjaga keseimbangan
lingkungan yang ada yaitu melalui pengadaan RTH yang tepat, baik luas maupun
sebarannya sesuai dengan standar kebutuhan RTH yang ada. Melihat kondisi yang

demikian maka diperlukan suatu informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan arahan
untuk mengatur strategi dalam mempertahankan dan mengembangkan RTH yang
diharapkan akan memberikan sumbangan yang positif terhadap keberadaan RTH di
Kota Bandar Lampung. Tidak tepatnya rencana dan tidak tertibnya pemanfaatan ruang
yang ada akan menyebabkan berkurangnya keberadaan RTH yang pada akhirnya akan
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Salah satu cara untuk mengetahui
secara cepat ketersediaan maupun perubahan RTH adalah dengan mengunakan
teknologi penginderaan jauh. Penggunaan teknologi penginderaan jauh secara
temporal dapat digunakan untuk mengetahui dinamika perubahan penutupan dan
penggunaan lahan (land use cover change/LUCC) melalui monitoring dan karakterisasi
pola spasial LUCC. Teknik analisisnya secara efisien dapat menggunakan Sistem
Informasi Geografis (SIG).
Penelitian ini bertujuan : (1) mengidentifikasi dinamika perubahan RTH di Kota
Bandar Lampung Tahun 2000-2007, (2) mengidentifikasi kebutuhan luas RTH
berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan standar jumlah
penduduk, (3) mengindentifikasi pusat-pusat perubahan RTH menjadi kawasan
terbangun dan kaitannya dengan perkembangan wilayah serta faktor-faktor penyebab
perubahan RTH (4) mengidentifikasi penyimpangan perubahan RTH terhadap RTRW,
(5) menyusun strategi dalam mempertahankan dan mengembangkan RTH.
Deteksi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan citra

landsat tahun 2000 dan 2007, selanjutnya dilakukan identifikasi pemusatan perubahan
RTH dengan analisis Location Quotient (LQ). Analisis perkembangan wilayah
dianalisis dengan metode skalogram untuk melihat perkembangan wilayah berdasarkan

ketersediaan sarana dan prasarana wilayahnya. Data yang digunakan dalam analisis
skalogram adalah data Potensi Desa (Podes) tahun 2006. Keluaran dari analisis
skalogram adalah Indeks Perkembangan Kelurahan (IPK) dan hirarki wilayah. Faktor
penyebab perubahan RTH diidentifikasi dengan analisis regresi. Variabel bebas yang
diduga memiliki pengaruh terhadap perubahan RTH terdiri atas : 1) kepadatan
penduduk, 2) jarak kelurahan ke pusat ibukota dan 3) Indeks Perkembangan Kelurahan
(IPK).
Selama periode 2000- 2007 terjadi penurunan jumlah RTH berupa hutan, kebun
campuran, perkebunan dan sawah seluas 1.449 Ha (7,35%), sedangkan kawasan
terbangun bertambah menjadi 1.218 Ha (6,19%). Berdasarkan standar luas RTH yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
yaitu sebesar 30%, ketersediaan RTH di Kota Bandar Lampung masih mencukupi.
Berdasarkan hasil analisis penutupan/penggunaan lahan, luas RTH yang ada seluas
12.110 ha atau sekitar 61,40% dari total luas wilayah 19.722 Ha. Untuk tingkat
kecamatan terdapat 2 kecamatan yang tidak memenuhi standar kebutuhan RTH
berdasarkan luas wilayah yaitu Kecamatan Tanjung Karang Pusat dan Kedaton,

sedangkan berdasarkan standar jumlah penduduk terdapat 3 kecamatan yang belum
memenuhi standar yaitu Tanjung Karang Pusat, Kedaton dan Teluk Betung Selatan.
Pemusatan perubahan RTH menjadi pemukiman terjadi di 63 kelurahan yang ada di
seluruh kecamatan di Kota Bandar Lampung. Perubahan ini terutama terjadi pada
kecamatan yang banyak dibangun perumahan yang dilakukan sebagai salah satu upaya
untuk pengembangan pemukiman yang memang sudah terlampau padat di pusat kota.
Hasil analisis hirarki wilayah menunjukkan bahwa sebagian besar kelurahan berada
pada hirarki III yaitu sebesar 79,57 %, sedangkan kelurahan yang ada pada hirarki I
dan II sebesar 3,83% dan 16,60%. Seluruh kelurahan yang ada di kecamatan sekitar
Kota Bandar Lampung termasuk ke dalam hirarki III. Kelurahan yang tidak
mengalami pemusatan perubahan penutupan/penggunaan lahan sebagian besar adalah
kelurahan yang berada pada hirarki III. Berdasarkan hasil análisis faktor yang
berpengaruh terhadap perubahan RTH menjadi kawasan permukiman adalah IPK dan
kepadatan penduduk. Terdapat perubahan pemanfaatan ruang khususnya pada ruang
yang telah ditetapkan sebagai kawasan RTH dan kawasan lindung seperti yang ada
dalam RTRW menjadi kawasan terbangun. Penyimpangan pemanfaatan RTH dari
rencana pemanfaatan ruang yang tertuang dalam RTRW merupakan implikasi dari
kurangnya pengawasan dan pengendalian terhadap rencana pemanfaatan ruang yang
ada. Penyusunan strategi untuk mempertahankan dan mengembangkan RTH di Kota
Bandar Lampung dimulai dengan melihat dari kondisi ketersediaan RTH dan

permasalahannya sehingga pengembangannya dapat dilakukan dengan lebih optimal .
Kata Kunci : Perubahan Ruang Terbuka Hijau, Strategi, GIS

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

ANALISIS PERUBAHAN RUANG TERBUKA HIJAU
DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA
DI KOTA BANDAR LAMPUNG

YENI TRIDARMAYANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc

Judul Tesis
Nama
NRP

: Analisis Perubahan Ruang Terbuka Hijau
Pengembangannya di Kota Bandar Lampung
: Yeni Tridarmayanti
: A156070144


dan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah
Ketua

Dr. Ir. Alinda Fitriany M. Zain, M.Si
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr


Prof. Dr. Ir. Khairil A Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 18 Januari 2010

Tanggal Lulus : 25 Februari 2010

Strategi

Kupersembahkan Karya ini kepada:
Ayahanda Drs. Hi. Hamzah Aska (Alm) dan Ibunda Hj. Zusterina Dalil
Suamiku Muhammad Insan Setiawan, SE
Kedua Putraku M.Fathan Fakhran & M. Althaf Attaullah
serta adik-adikku
Terima kasih atas doa, dukungan, perhatian dan kasih sayangnya selama ini

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT karena hanya atas segala
pertolongan, petunjuk dan rahmat-Nya akhirnya karya ilmiah ini dapat diselesaikan
dengan baik dan lancar. Tema yang dipilih penulis pada penelitian ini adalah Analisis

Perubahan Ruang Terbuka Hijau dan Strategi Pengembangannya di Kota Bandar
Lampung. Tesis ini ditulis berdasarkan hasil penelitian penulis dan terwujud berkat
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr. Ir. Alinda Fitriyani M. Zain, MSi selaku anggota komisi pembimbing atas
segala arahan, bimbingan dan motivasi yang telah diberikan mulai dari tahap awal
hingga penyelesaian tesis ini.
2. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan saran dan masukannya.
3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
4. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan bagi penulis.
5. Pemerintah Provinsi Lampung yang telah memberikan kesempatan tugas belajar ini
kepada penulis.
6. Segenap Dinas/Instansi terkait atas bantuan informasi dan data yang diberikan
kepada penulis untuk kelancaran penyelesaian tesis ini.
7. Segenap Dosen Pengajar dan Manajemen pada Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
8. Ayahanda Drs. Hi. Hamzah Aska (Alm) dan Ibunda Hj. Zusterina Dalil yang selalu
mendoakan dan memberikan dukungan semangat tiada hentinya kepada penulis.
9. Suamiku tercinta M. Insan Setiawan, SE dan kedua buah hatiku tersayang
M. Fathan Fakhran dan M. Althaf Attaullah atas segala doa, kasih sayang,
kesabaran, dukungan, pengorbanan, perhatian dan pengertiannya selama masa
pendidikan.
10. Adik-adikku tersayang Anie Kristina Yuniarti, SE, Aben Antariska, ST dan
Rio Reza Pahlevi, SH atas segala dukungan dan perhatiannya.
11. Rekan-rekan seperjuangan PWL 2007 Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan
dukungannya.
Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak terlepas dari kekurangan
dan keterbatasan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis hargai,
dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Bogor, Januari 2010
Yeni Tridarmayanti

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumberjaya pada tanggal 6 Desember 1975 sebagai putri
pertama dari empat bersaudara pasangan Drs. Hi. Hamzah Aska (Alm) dan
Hj. Zusterina Dalil. Lulus dari SMA Negeri 2 Tanjung Karang pada tahun 1994 dan
pada tahun yang sama menempuh pendidikan tinggi di Program Studi Sosial Ekonomi
Pertanian Universitas Lampung yang diselesaikan pada tahun 1998. Tahun 2000
penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Bappeda Kabupaten Way Kanan dan
pada tahun 2002 bekerja di Bappeda Provinsi Lampung.
Pada tahun 2007 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan
Perencana (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...........................................................................................
Perumusan Masalah ...................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Manfaat Penelitian .....................................................................................

1
4
5
5

TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Terbuka Hijau ..................................................................................
RTH Perkotaan ...........................................................................................
RTH dan Permasalahan Lingkungan di Perkotaan ....................................
RTH dan Penataan Ruang Di Perkotaan ....................................................
Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya ..........
Hirarki Wilayah ...........................................................................................
Sistem Informasi Geografis.........................................................................
Penginderaan Jauh ......................................................................................

7
7
9
11
12
14
15
18

METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran ...................................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................................
Bahan dan Alat ...........................................................................................
Pengumpulan Data .....................................................................................
Analisis dan Pengolahan Data ....................................................................
Analisis Penutupan/Penggunaan Lahan dan Deteksi Perubahannya ......
Analisis Standar Kebutuhan RTH .........................................................
Identifikasi Pusat-Pusat Perubahan RTH ..............................................
Analisis Perkembangan Wilayah ...........................................................
Anaisis Faktor-Faktor Penyebab Perubahan RTH………………………
Analisis Penyimpangan Pemanfaatan RTH Terhadap RTRW.…………

21
24
24
24
28
28
33
33
34
36
36

KEADAAN UMUM WILAYAH
Letak Geografis dan Administrasi .............................................................
Kependudukan ............................................................................................
Karakteristik Fisik Wilayah .......................................................................
Topografi ...............................................................................................
Kondisi Iklim .........................................................................................
Kondisi Hidrologi ..................................................................................
Bentuk RTH di Kota Bandar Lampung .....................................................

37
40
41
41
43
44
45

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan/Penggunaan Lahan dan Perubahannya Tahun 2000
dan 2007 ...................................................................................................... 55

Analisis Kebutuhan RTH ...........................................................................
Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 ............................................................................................
Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk .........................
Ketercukupan RTH Berdasarkan Kondisi Eksisiting RTH
di Kota Bandar Lampung .....................................................................
Pemusatan Perubahan RTH menjadi Kawasan Terbangun ........................
Dampak Perkembangan Wilayah terhadap Penurunan RTH .....................
Faktor-Faktor Penyebab Perubahan RTH menjadi Kawasan
Terbangun ...................................................................................................
Kesesuaian RTRW terhadap Kondisi RTH.................................................
Kelembagaan Pengelolaan RTH .................................................................
Strategi Mempertahankan dan Mengembangkan RTH ..............................

65
65
66
68
70
73
80
82
86
91

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................................ 97
Saran ........................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 99
LAMPIRAN ..................................................................................................... 102

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Panjang Gelombang Kanal-Kanal Sensor TM dan Fungsi Aplikasinya ...
20
2 Matrik Hubungan Antara Tujuan, Data, Metode dan Keluaran Pada
Setiap Tahapan Penelitian ......................................................................

25

3 Matrik Transformasi Perubahan Penutupan Lahan ..................................

32

4 Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk ..................................

33

5 Nilai Selang Hirarki IPK...........................................................................

35

6 Luas Kota Bandar Lampung per Kecamatan ............................................

39

7 Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung Tahun 2006 ............................

40

8 Kemiringan Lereng dan Luas Lahan Masing-Masing Kecamatan di
Kota Bandar Lampung .............................................................................

43

9 Nama Sungai, Panjang, Luas DAS (ha) dan Debit Rata-Rata yang
Mengalir di Kota Bandar Lampung ..........................................................

44

10 Struktur Penutupan/Penggunaan Lahan Kota Bandar Lampung
Tahun 2000-2007 ......................................................................................

55

11 Matriks Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Kota Bandar
Lampung Tahun 2000-2007 ......................................................................

60

12 Struktur Penutupan/Penggunaan Lahan di Kecamatan Sekitar Kota
Bandar Lampung Tahun 2000-2007 .........................................................

62

13 Matriks Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan di Kecamatan
Sekitar Kota Bandar Lampung Tahun 2000-2007 ....................................

64

14 Standar Kebutuhan RTH Berdasarkan Undang-Undang Penataan
Ruang Nomor 26 Tahun 2007 ..................................................................

66

15 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Bandar Lampung .........................

67

16 Standar Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk ......................

68

17 Kesesuaian Kondisi Eksisting RTH Terhadap Standar Luas RTH
Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 tahun 2007 ....

69

18 Kesesuaian Kondisi Eksisting RTH Terhadap Standar Luas RTH
Berdasarkan Jumlah Penduduk .................................................................

70

19 Kisaran Nilai IPK dan Penentuan Hirarki Kelurahan ...............................

74

20 Jumlah Kelurahan Berdasarkan Hirarki di Kota Bandar Lampung
dan Kecamatan Sekitarnya ........................................................................

75

21 Hasil Pengolahan Regresi Faktor-Faktor Penyebab Perubahan RTH
menjadi Kawasan Terbangun ....................................................................

80

22 Pemanfaatan Ruang Berdasarkan RTRW dan Kondisi Pemanfaatan
Ruang Tahun 2007 ....................................................................................

84

23 Strategi Mempertahankan & Mengembangkan Ketersediaan RTH .........

93

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Ruang Terbuka Publik .............................................................................
8
2 RTH Publik Dalam Tata Ruang Kota .......................................................

10

3 Keterkaitan Subsistem Sistem Informasi Geografis .................................

17

4 Kerangka Pemikiran .................................................................................

22

5 Tahapan Penelitian ...................................................................................

23

6 Tahapan Pengolahan Data Spasial ...........................................................

28

7 Peta Administrasi Kota Bandar Lampung ...............................................

38

8 Peta Kemiringan Lereng Kota Bandar Lampung ...................................

42

9 Hutan Kota ...............................................................................................

47

10 Taman Kota sebagai RTH ........................................................................

49

11 RTH Kawasan Rekreasi ............................................................................

49

12 Pemakaman Umum sebagai RTH .............................................................

50

13 RTH Kawasan Perkantoran ......................................................................

51

14 RTH Kawasan Pertanian...........................................................................

51

15 RTH Kawasan Olah Raga .........................................................................

52

16 RTH Kawasan Pendidikan ........................................................................

53

17 RTH Jalur Jalan ........................................................................................

53

18 RTH Sempadan Sungai ............................................................................

54

19 Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Kota Bandar Lampung Tahun
2000 ..........................................................................................................

57

20 Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Kota Bandar Lampung Tahun
2007 ..........................................................................................................

58

21 Peta Pemusatan Perubahan RTH Menjadi Permukiman Tahun 20002007 .........................................................................................................

72

22 Grafik Jumlah Kelurahan berdasarkan Hirarki Wilayah di Kota
Bandar Lampung dan Kecamatan Sekitarnya ..........................................

76

23 Peta Hirarki Kelurahan Kota Bandar Lampung dan Kecamatan
Sekitarnya .................................................................................................

78

24 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun
2005-2015 .................................................................................................

83

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Variabel Data Analisis Skalogram ............................................................ 102
2 Titik Referensi Hasil Cek Lapangan dan Google Earth ...........................

104

3 Nilai LQ Perubahan RTH menjadi Permukiman ......................................

107

4 Hasil Analisis Indeks Perkembangan Kelurahan (IPK) ............................

112

5 Ketercukupan RTH Berdasarkan Standar Luas dan Jumlah Penduduk
di Kelurahan Kota Bandar Lampung ........................................................

117

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang
baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses
pembangunan perlu selalu dikaitkan dengan daya dukung lingkungannya agar
lingkungan sebagai ruang hidup manusia tidak terdegradasi (Amron, 2007). Dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dikatakan bahwa Pembangunan ekonomi nasional sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Dengan demikian keseimbangan lingkungan perkotaan secara ekologi
sama pentingnya dengan perkembangan nilai ekonomi kawasan perkotaan.
Kegiatan pembangunan diharapkan akan berdampak positif bagi kesejahteraan
masyarakat diantaranya tersedianya lapangan kerja, aktivitas ekonomi yang semakin
meningkat, bertambahnya pendapatan daerah dan lain sebagainya. Selain membawa
manfaat, pembangunan juga mengandung resiko menimbulkan kerusakan lingkungan,
ini merupakan konsekuensi dari adanya perubahan pemanfaatan ruang yang tidak
mungkin dihindari dalam proses pembangunan. Untuk itu diperlukan penataan ruang
yang memprioritaskan aspek kelestarian lingkungan mulai dari perencanaan,
pemanfaaatan sampai pengendalian ruang guna mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan sehingga kerusakan terhadap lingkungan dapat dikurangi atau bahkan
dihilangkan.
Penataan ruang pada kawasan perkotaan memiliki tantangan yang cukup berat,
selain menjadi titik pusat pertumbuhan ekonomi, kota juga merupakan pusat aktivitas
sosial dan budaya. Kondisi seperti ini akan menarik minat penduduk untuk datang,
beraktivitas dan mengembangkan kehidupannya di wilayah perkotaan yang secara
otomatis akan meningkatkan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk akan
berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan permukiman dan berbagai sarana dan
prasarana kota lainnya. Pemanfaatan ruang yang awalnya merupakan kawasan RTH
akan berkurang akibat berubah fungsi menjadi kawasan terbangun. Hal ini
mengkhawatirkan akan terus berlangsung karena upaya untuk mempertahankan
keberadaan RTH seringkali masih dikalahkan oleh banyaknya kepentingan yang

2
dianggap lebih menguntungkan dan cenderung berorientasi pada pembangunan fisik
untuk kepentingan ekonomi.
Keberadaan RTH

di Indonesia diatur dalam Undang-Undang

Nomor 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah
untuk merencanakan dan menata RTH, yang mengamanatkan penyediaan RTH
minimal sebesar 30 % dari luas wilayah. Dalam Undang-Undang Penataan Ruang
RTH

didefinisikan sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang

penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Secara ekologis RTH sangat dibutuhkan
guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu upaya mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan adalah dengan memasukkan unsur lingkungan
sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam setiap

kegiatan pembangunan yang

dilakukan.
Kota Bandar Lampung merupakan kota yang strategis karena menjadi pusat
pertumbuhan utama bagi Provinsi Lampung, sekaligus menjadi kota transit dan pintu
masuk utama ke Pulau Sumatra dari Pulau Jawa. Kegiatan pembangunan Kota Bandar
Lampung yang sejalan dengan perkembangan aktivitas masyarakatnya telah
memperbesar kawasan terbangun dan meluas hingga pinggiran kota, sementara
ketersediaan ruang terbuka termaksud didalamnya RTH cenderung semakin menyempit
akibat perubahan fungsi tersebut. Perkembangan pembangunan Kota Bandar Lampung
secara langsung akan berakibat pada naiknya jumlah penduduk yang ada. Menurut
data Biro Pusat Statistik (BPS) Kota dalam Kecamatan Dalam Angka (KDA) tahun
2007, jumlah penduduk Kota Bandar Lampung sebesar 844.417 jiwa, dengan tingkat
kepadatan penduduk sebesar 43,94 jiwa/ha dan tingkat pertumbuhan penduduk tahun
2000-2006 sebesar 2,16 %. Peningkatan jumlah penduduk ini tentu akan diikuti pula
dengan meningkatnya kebutuhan terhadap ruang, karena ruang tidak dapat bertambah
dan bersifat tetap maka yang terjadi adalah perubahan pemanfaatan ruang. Perubahan
pemanfaatan ruang tersebut akan cenderung mengkonversi RTH sehingga jumlahnya
akan semakin terus mengalami penurunan.
RTH yang berada dekat dengan pusat pertumbuhan yakni kawasan yang
mempunyai aktivitas ekonomi yang tinggi akan lebih cepat terkonversi. Berbeda
halnya pada RTH yang berada jauh dari pusat pertumbuhan, keberadaanya lebih
terjaga dimana aktivitas pembangunan yang dilakukan tidak sebanyak pada kawasan

3
yang perkembangannya cepat dan luasannya juga relatif

lebih banyak.

Jumlah

penduduk yang padat dan kompleksnya kegiatan pembangunan akan semakin banyak
membutuhkan ruang. Pemenuhan ruang didapat dengan cara mengkonversi RTH yang
ada, padahal keberadaan RTH pada wilayah yang padat sangat diperlukan guna
menghindari dampak negatif yang dapat timbul seperti terjadinya banjir, pencemaran
udara, hilangnya kawasan resapan air, longsor dan sebagainya.

Keberadaan RTH

sebagai ruang yang memberikan manfaat besar bagi lingkungan mutlak ada karena
fungsi ekologisnya yang dapat menjamin keberlanjutan wilayah secara fisik.
Pembangunan memang penting untuk memicu pertumbuhan ekonomi, namun
pembangunan yang tidak terkendali justru akan merusak lingkungan.
Untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari RTH yang ada maka informasi
mengenai ketersediaan maupun sebaran RTH perlu untuk diketahui.

Adanya

pemusatan aktivitas pembangunan menyebabkan keberadaan RTH pada wilayah ini
akan lebih sedikit karena ruang yang ada lebih banyak merupakan kawasan terbangun.
Luas maupun sebaran RTH yang tidak sesuai akan mengurangi fungsinya

dalam

menjaga keseimbangan lingkungan. Sebaran yang tidak merata tentu saja membawa
dampak negatif bukan hanya bagi lingkungan tetapi juga bagi manusia sebagai elemen
dari ekosistem.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjaga lingkungan

perkotaan ini adalah dengan pengadaan RTH yang tepat, baik luas maupun sebarannya
sesuai dengan standar kebutuhan RTH yang ada. Melihat kondisi yang demikian maka
diperlukan suatu informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan arahan perencanaan
untuk mengatur strategi dalam mempertahankan dan mengembangkan RTH yang
diharapkan akan memberikan sumbangan yang positif terhadap keberadaan RTH di
Kota Bandar Lampung. Tidak tepatnya rencana dan tidak tertibnya pemanfaatan ruang
yang ada akan menyebabkan berkurangnya keberadaan RTH yang pada akhirnya akan
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.
Salah satu cara untuk mengetahui secara cepat ketersediaan maupun
perubahan RTH adalah dengan mengunakan teknologi penginderaan jauh.
Penggunaan teknologi penginderaan jauh secara temporal dapat digunakan untuk
mengetahui dinamika perubahan penutupan/ penggunaan lahan (land use land
cover change/LUCC) melalui pemantauan dan karakterisasi pola spasial LUCC.
Teknik analisisnya secara efisien dapat menggunakan data penginderaan jauh dan
Sistem Informasi Geografis (SIG) (Petit C et al. 2001).

4
Perumusan Masalah
Perkembangan Kota Bandar Lampung membawa implikasi terhadap perubahan
penggunaan lahan yang ada. Perubahan penggunaan lahan khususnya RTH selama
kurun waktu 2000 – 2007 di Kota Bandar Lampung merupakan hal yang sulit untuk
dihindari sebagai efek dari kegiatan pembangunan yang dilakukan. Perubahan fungsi
lahan dan eksploitasi sumber daya alam

menyebabkan degradasi lingkungan dan

berkurangnya RTH sebagai penyeimbang ekosistem kota. Adanya peningkatan jumlah
penduduk Kota Bandar Lampung dimana pada tahun 2000 berjumlah 743.109 jiwa
meningkat menjadi 844.417 jiwa pada tahun 2006, tentu saja membutuhkan ruang
dalam melakukan aktivitasnya.

Hal ini merupakan salah satu faktor pendorong

terjadinya perubahan penggunaan lahan yang cenderung mengkonversi RTH sebagai
alternatif yang dianggap lebih mudah. Walaupun secara jelas tergambar fungsi dan
peranan RTH di perkotaan sangat
masyarakatnya

tetapi

tetap

saja

penting bagi keberlangsungan kehidupan
terjadi

upaya-upaya

kontradiktif

terhadap

keberadaannya. Hal ini dapat terlihat dari adanya kegiatan eksploitasi gunung atau
bukit yang saat ini marak terjadi di Kota Bandar Lampung seperti terlihat pada Gunung
Kunyit dan Gunung Camang yang terletak di pusat kota. Kedua bukit hijau tersebut
saat ini kondisinya semakin gundul akibat aktivitas penambangan batu kapur di
Gunung Kunyit oleh swasta dan masyarakat lokal serta pengerukan tanah di Gunung
Camang yang dilakukan oleh swasta. Tanah hasil pengerukan di Gunung Camang
selanjutnya digunakan untuk reklamasi pantai di sepanjang tepi jalan Yos Sudarso
Telukbetung yang masih berlangsung sampai saat ini, sementara gunung yang telah
dieksploitasi tersebut dikonversi untuk pembangunan perumahan (Wahyuni, 2006).
Kondisi ini menyebabkan pusat kota yang semula masih cukup asri dengan adanya
beberapa kawasan hijau, dalam perkembangannya akan menjadi kawasan gersang
akibat padatnya kawasan terbangun. Tingginya angka tekanan penduduk terhadap
lahan dan mendesaknya kebutuhan perumahan menjadi penyebab yang khas
bergesernya peruntukan lahan yang sudah terencana dengan baik menjadi sesuatu yang
seringkali bertentangan dengan rencana yang telah dibuat. Menghadapi keadaan yang
seperti ini yang sering dikorbankan adalah peruntukan-peruntukan lahan RTH.
Terkonversinya RTH yang ada sangat berpengaruh terhadap keseimbangan lingkungan
kota maupun wilayah sekitarnya, sehingga perlu diupayakan agar keberadaanya tetap
terjaga guna tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.

5
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan maka dapat
dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana dinamika perubahan RTH di Kota Bandar Lampung Tahun 20002007 ?
2. Apakah luas dan sebaran RTH di Kota Bandar Lampung telah sesuai dengan
kebutuhan luas kawasan hijau berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dan standar jumlah penduduk ?
3. Dimana pusat-pusat perubahan RTH menjadi kawasan terbangun dan kaitan
perubahan tersebut dengan perkembangan wilayah serta faktor-faktor apa yang
menyebabkan perubahan RTH menjadi kawasan terbangun ?
4. Apakah terdapat penyimpangan perubahan RTH terhadap Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) ?
5. Bagaimana strategi dalam mempertahankan dan mengembangkan RTH yang ada
di Kota Bandar Lampung ?

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi dinamika perubahan RTH di Kota Bandar Lampung Tahun
2000-2007.
2. Mengidentifikasi kebutuhan luas RTH berdasarkan UU No 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan standar jumlah penduduk.
3. Mengindentifikasi pusat-pusat perubahan RTH menjadi kawasan terbangun dan
kaitannya dengan perkembangan

wilayah

serta

faktor-faktor

penyebab

perubahan RTH.
4. Mengidentifikasi penyimpangan perubahan RTH terhadap RTRW.
5. Menyusun strategi dalam mempertahankan dan mengembangkan RTH.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah ini :
1.

Memberikan informasi kepada Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung
mengenai kebutuhan RTH Kota Bandar Lampung.

6
2.

Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung
untuk menentukan lokasi dan luas RTH.

3.

Memberikan informasi penting tentang kondisi dan permasalahan RTH bagi
para pengambil keputusan khususnya dinas dan instansi terkait untuk menjadi
bahan bagi pengelolaannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Terbuka Hijau
Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

mendefinisikan ruang sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan
ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lainnya
hidup dan melakukan kegiatan, serta memelihara kelangsungan hidupnya.

Ruang

sebagai salah satu sumberdaya alam tidaklah mengenal batas wilayah, namun jika
dikaitkan dengan pengaturannya, maka harus ada batas, fungsi dan sistem yang jelas
dalam satu kesatuan.

Lebih lanjut dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ini bahwa juga RTH adalah area memanjang/jalur
dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan
menurut Purnomohadi (2006), RTH didefinisikan (1) suatu lapangan yang ditumbuhi
berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu
dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang
mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan
apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial
woody plants) dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan
lainnya (perdu, semak, rerumputan dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai
tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan
penunjang fungsi RTH yang bersangkutan.
RTH Perkotaan
Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari RTH
dan Ruang Terbuka non Hijau. RTH sebagai infrastruktur hijau perkotaan adalah
bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,
tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat
ekologis, sosial budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi
bagi masyarakatnya (Gambar 1).
Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar
alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional maupun RTH non alami atau binaan
seperti taman, lapangan olah raga dan kebun bunga. Sedangkan dari fungsi RTH dapat

8
berfungsi secara ekologis, sosial budaya, arsitektural dan ekonomi. Secara ekologis
RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara
dan menurunkan temperatur kota.

Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi

ekologis antara lain sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, maupun sempadan
sungai. Secara sosial budaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang
interaksi sosial, sarana rekreasi dan sarana tetenger kota yang berbudaya. Bentuk RTH
yang befungsi sosial budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun
raya maupun TPU.
WILAYAH PERKOTAAN

RUANG
TERBANGUN

RUANG
TERBUKA

RUANG TERBUKA
HIJAU (RTH)

RUANG TERBUKA
NON HIJAU

Gambar 1. Ruang Terbuka Publik
Dari segi arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan
kenyamanan kota melalui keberadaan dan kenyamanan kota melalui keberadaan
taman-taman kota, kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan kota. Sementara itu RTH
juga dapat memiliki fungsi ekonomi baik secara langsung seperti pengusahaan lahanlahan kosong menjadi lahan pertanian/perkebunan dan pengembangan sarana wisata
hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan.
Secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat merupakan konfigurasi
ekologis dan planologis. RTH dengan konfigurasi ekologis merupakan RTH yang
berbasis bentang alam seperti kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai,
sempadan danau, maupun pesisir. Sedangkan RTH dengan konfigurasi planologis
dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH
perumahan, RTH kelurahan, RTH kecamatan, RTH kota maupun taman-taman
regional/nasional. Dari segi kepemilikan RTH dapat berupa RTH publik yang dimiliki

9
oleh umum dan terbuka bagi masyarakat luas atau RTH privat yang berupa tamantaman yang berada pada lahan-lahan pribadi (Purnomohadi, 2006).
RTH dan Permasalahan Lingkungan di Perkotaan
Pengelolaan ruang di kawasan perkotaan cenderung mengalami tantangan yang
cukup berat akibat tingginya arus urbanisasi.

Sementara disisi lain daya dukung

lingkungan dan sosial yang ada mengalami penurunan sehingga tidak dapat
mengimbangi kebutuhan akibat tekanan kependudukan. Tantangan lainnya berkaitan
dengan tingginya tingkat konversi atau alih guna lahan terutama lahan pertanian
maupun terbuka hijau menjadi daerah terbangun yang menimbulkan dampak terhadap
rendahnya kualitas lingkungan perkotaan (Purnomohadi, 2006).
Aktivitas kota akan mempengaruhi kualitas lingkungan. Menyusutnya RTH
sebagai salah satu ruang publik memicu permasalahan lingkungan kota. Nilai estetika
dan identitas asri sebuah kota akan hilang dengan hilangnya RTH. Dampak terburuk
hilangnya RTH adalah munculnya berbagai permasalahan lingkungan karena secara
ekologis RTH dapat mereduksi efek negatif lingkungan.
Ruang hijau perkotaan merupakan komponen yang penting dalam ekosistem
perkotaan. Keberadaan ruang hijau bertujuan untuk menjaga kelestarian, keserasian
dan keseimbangan ekosistem.

Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam

lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat
(Duc Uy et al, 2007). Menurut Irwan (2008), kota membutuhkan vegetasi (tumbuhtumbuhan) karena tumbuh-tumbuhan mempunyai peranan dalam segala kehidupan
mahluk hidup selain nilai keindahan bagi masyarakat semenjak dulu. Pembangunan
yang terus meningkat di perkotaan, sering tidak menghiraukan kehadiran lahan hijau.
Bukan saja yang ada di dalam kota, bahkan berkembang ke daerah pinggir kota atau
daerah perbatasan kota (suburban). Tumbuhan yang ada di pekarangan dan halaman
bangunan kantor, sekolah atau di halaman bangunan lainnya serta tumbuhan yang ada
di pinggir jalan baik jumlah maupun keanekaragamannya semakin menurun.
Dari aspek kondisi lingkungan hidup, rendahnya kualitas tanah, tingginya
polusi udara dan kebisingan di perkotaan merupakan hal-hal yang secara langsung
maupun tidak langsung terkait dengan keberadaan RTH secara ekologis. Disamping
itu tingginya frekuensi bencana banjir dan tanah longsor di perkotaan dewasa ini juga
diakibatkan karena terganggunnya sistem tata air dan tingginya volume air permukaan.

10
Agar keberadaan RTH di perkotaan dapat berfungsi secara efektif baik secara
ekologis maupun secara planologis, pengembangan RTH tersebut sebaiknya dilakukan
secara hierarki dan terpadu dengan sistem struktur ruang yang ada di perkotaan.
Dengan demikian keberadaan RTH bukan sekedar menjadi elemen pelengkap dalam
perencanaan suatu kota semata, melainkan lebih merupakan pembentuk struktur ruang
kota, sehingga kita dapat mengidentifikasi hirarki struktur ruang kota melalui
keberadaan komponen pembentuk RTH yang ada. Sebagai contoh, secara hierarki dari
mulai unit perumahan terkecil (RT/RW), kelurahan, kecamatan, wilayah kota hingga
ke tingkat kota/kota besar perlu dikembangkan elemen-elemen RTH yang sesuai
dengan tingkat pelayanannya sebagaimana terlihat pada Gambar 2 (Purnomohadi,
2006).
KOTA BESAR/METROPOLITAN

TAMAN
METROPOLITAN

KOTA/KOTA SATELIT

TAMAN
KOTA

RW

TAMAN
TAMAN KECAMATAN
RUMAH

TAMAN
KELURAHAN

KELURAHAN

Gambar 2. RTH Publik Dalam Tata Ruang Kota

KECAMATAN

11
RTH dan Penataan Ruang di Perkotaan
Penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja. Dengan
memahaminya sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah
kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang merupakan bagian dari
pembangunan.

Pada

proses

dasarnya penataan ruang memiliki tiga urgensi yakni (a)

optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi); (b) alat dan
wujud distribusi sumberdaya (prinsip pemerataan, keberimbangan, dan keadilan);
dan (c) keberlanjutan (prinsip sustainability). (Rustiadi et al, 2006).
Secara umum penataan ruang ditujukan untuk menghasilkan suatu perencanaan
tata ruang yang kita inginkan pada masa yang akan datang. Rencana tersebut lalu
diwujudkan dalam pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Dalam pelaksanaannya hal tersebut harus diikuti dengan proses pengendalian terhadap
pemanfaatan ruang yang ada agar pada akhirnya tata ruang yang kita inginkan dapat
terwujud.
Hadi (2006) menyatakan bahwa banyak

faktor

yang

menentukan

keberhasilan penataan ruang yaitu (1) produk rencana tata ruang yang akurat dan
berkualitas; (2) dinamika pemanfaatan ruang yang mengacu produk rencana tata
ruang; dan (3) proses pengendalian pemanfatan ruang yang konsisten dan tegas.
Dengan demikian konsep penataan ruang adalah menginginkan ruang yang tertata
secara : serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan. Kebutuhan ruang boleh
meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan aktivitas
ekonomi, namun ruang memiliki daya dukung yang terbatas. Dengan demikian
diperlukan rekomendasi penataan ruang yang selalu diperbarui

sesuai

dengan

perkembangan, tetapi tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dalam ruang itu
sendiri.
Menurut Purnomohadi (2006), pada dasarnya perencanaan tata ruang perkotaan
dimulai dengan mengidentifikasi kawasan-kawasan yang secara alami harus
diselamatkan (kawasan lindung) untuk menjamin kelestarian fungsi lingkungan dan
kawasan-kawasan yang secara alami rentan terhadap bencana (prone to natural
hazards) seperti gempa, longsor, banjir maupun bencana alam lainnya. Kawasankawasan inilah yang harus dikembangkan sebagai ruang terbuka baik hijau maupun
non hijau. Dengan demikian keberadaan RTH dalam perencanaan tata ruang menjadi
sangat penting mengingat perencanaan tata ruang harus dimulai dengan pertanyaan

12
dimana kita boleh membangun, bukan sebaliknya. Lebih lanjut lagi Purnomohadi
(2006) menyebutkan bahwa adanya gambaran bagaimana pesatnya pertumbuhan di
perkotaan yang menimbulkan berbagai masalah sosial dan lingkungan menjadi hal
yang dapat dimengerti apabila arah dari RTRW Kota adalah menetapkan lokasi dari
kawasan yang harus dilindungi dan dibudidayakan. Disinilah RTH mengambil peranan
yang besar, yaitu sebagai alat atau wahana untuk memberikan perlindungan terhadap
sumber daya alam maupun buatan di perkotaan. Undang-Undang Penataan Ruang
Nomor 26 Tahun 2007 dengan tegas telah mengarahkan 30 % dari lahan perkotaan
adalah RTH baik lahan privat maupun publik. Adanya peluang ini maka dalam RTRW
kota RTH dapat diwujudkan antara lain :
Merupakan kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis
Merupakan area pengembangan keanekaragaman hayati
Merupakan area penciptaan iklim mikro dan reduktor polutan di kawasan perkotaan
Sebagai tempat rekreasi masyarakat
Sebagai tempat pemakaman umum
Merupakan pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan
Merupakan pengamanan sumber daya, baik alam, buatan maupun aspek-aspek
historis.
Dalam konsep perencanaan pembangunan yang berkelanjutan, secara nyata
ditegaskan bahwa upaya pembangunan yang kita lakukan saat ini, sebaiknya tidak
dilakukan dengan mengabaikan hak-hak generasi mendatang dalam ikut menikmati
sumber-sumber daya yang ada, terutama sumber daya alam dan lingkungan. Dengan
demikian perencanaan tata ruang kota di perkotaan seyogyanya harus dapat
mengakomodasi kepentingan-kepentingan ekonomi untuk menjamin produktivitas
kota, kepentingan-kepentingan sosial untuk mewadahi aktivitas masyarakat, serta
kepentingan-kepentingan lingkungan untuk menjamin keberlanjutan.
Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya
Dalam pelaksanaan pembangunan perubahan penggunaan lahan termaksud di
dalamnya RTH merupakan suatu proses yang tidak mungkin dapat untuk dihindari.
Hal ini merupakan konsekuensi dari dari adanya pemenuhan atas kebutuhan penduduk
yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Dardak (2005) menyatakan bahwa terdapat
beberapa isu penting berkaitan dengan adanya konversi pemanfaatan lahan antara lain :

13
(1) konversi lahan-lahan berfungsi

lindung

menjadi

lahan

budidaya

yang

berakibat pada menurunnya kemampuan kawasan dalam melindungi kekayaan plasma
nutfah dan menurunnya keseimbangan tata air wilayah (2) konversi lahan pertanian
produktif menjadi lahan non pertanian secara nasional telah mencapai 35.000 hektar
per tahun, yang tentunya disamping mengancam ketahanan pangan nasional juga dapat
menganggu keseimbangan lingkungan (3) konversi RTH di kawasan perkotaan
menjadi lahan terbangun telah menurunkan kualitas lingkungan kawasan perkotaan.
Barredo et al (2003) menyatakan bahwa terdapat lima penyebab perubahan
penggunaan lahan dalam suatu aktifitas perkotaan

yaitu karakteristik lingkungan,

karakteristik ketetanggaan lokal, kebijakan perencanaan kota dan wilayah, karakteristik
spasial kota seperti aksesibilitas dan faktor yang berhubungan dengan preferensi
individu, tingkat pembangunan wilayah dan siste