Taman Kota Ruang Hijau Pembentuk Budaya

Taman Kota, Ruang Hijau Pembentuk Budaya Sehat
Asyrafinafilah Hasanawi
NIM. 15413013
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Institut Teknologi Bandung, Indonesia
2014
Abstrak

Keberadaan manusia saat ini hampir seperti sudah tidak dapat dipisahkan dengan
konteks dunia perkotaan. Sayangnya, urbanisasi terhadap lingkungan perkotaan seringkali
dijadikan “tersangka“ yang bertanggung jawab atas permasalahan-permasalahan baik sosial
maupun lingkungan yang terjadi. Terdapat kemungkinan bahwa efek-efek yang merusak
tersebut terjadi akibat adanya hubungan yang tidak harmonis antara budaya bekerja
masyarakat perkotaan tersebut dengan lingkungan alam di sekitarnya. Inilah yang mendasari
mengapa masyarakat perkotaan tetap membutuhkan kedekatan yang harmonis terhadap
lingkungan alami yang menyehatkan. Salah satu solusi pemenuhan kebutuhan ini tidak lain
adalah taman kota. Taman kota sebetulnya merupakan sebuah ruang terbuka yang dapat
mengintegrasikan antara lingkungan, masyarakat, dan kesehatan di lingkungan perkotaan
dengan mempromosikan sebuah pendekatan ekologis terhadap kesehatan dan kesejahteraan
manusia yang didasari pada kontak dengan alam. Selain itu, taman kota juga bermanfaat

secara lingkungan, estetis, rekreasi, psikologis, sosial, serta ekonomis bagi masyarakat
perkotaan. Namun idealisme mengenai konsep awal pembentukan taman kota ini tampaknya
sudah semakin kurang disadari oleh masyarakat perkotaan masa kini. Untuk itu diperlukan
adanya suatu pemahaman kembali mengenai peran penting taman kota yang diperuntukkan
bagi seluruh komponen masyarakat kota. Pemahaman kembali ini, yang terwujud dalam konsep
reposisi taman kota, tidak saja hanya sebatas wacana komunikasi saja, melainkan juga melalui
pendidikan lingkungan serta pemfasilitasan melalui perancangan taman kota tersebut. Di
dalam proses reposisi taman kota juga diperlukan adanya penyesuaian terhadap konteks nilainilai lokal budaya masyarakat perkotaan setempat, sehingga nantinya dapat menghasilkan
perancangan taman kota yang optimal. Kesemua proses ini pada akhirnya diharapkan dapat
menjadikan taman kota sebagai ruang publik yang dapat membentuk budaya sehat kolektif bagi
masyarakat perkotaan di Indonesia.
Kata kunci : Taman Kota, Masyarakat Perkotaan, Budaya Sehat Kolektif, Nilai-Nilai Lokal.
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hubungan keterkaitan antara manusia
dengan kota seperti sudah tidak bisa lagi
dipisahkan saat ini. Keberadaan manusia
hampir selalu menyatu dengan konteks dunia
perkotaan. Sejak tahun 2007, sudah lebih dari
50% populasi manusia di dunia yang tinggal di

wilayah perkotaan. Hal ini tentu telah menjadi
peristiwa yang cukup penting dalam peradaban
manusia mengingat wilayah angka persentase
populasi tersebut hanyalah sebesar 2% pada
periode awal abad ke 19; serta meningkat
menjadi 14% pada awal periode awal abad ke
20 dan 30% sejak periode tahun 1950. Wilayah

perkotaan, yang hanya memiliki luas 3% dari
permukaan bumi namun menampung lebih dari
separuh populasi dunia, telah menjelma
menjadi pusat dari transformasi budaya sosial,
mesin pertumbuhan ekonomi, serta tempat
terciptanya inovasi dan pengetahuan (Wu,
2009). Satu hal yang telah menjadi budaya
manusia yang universal saat ini, yaitu manusia
rela berbondong-bondong untuk tinggal dan
bekerja
di
wilayah

perkotaan
demi
mendapatkan taraf kehidupan yang lebih baik.
Jika kita melihat sejarah peradaban
manusia, dapat dikatakan bahwa kejadian di
atas disebabkan oleh fenomena industrialisasi.
1

Industrialisasi seperti telah menjadi pusat dari
segala kegiatan manusia; di mana industrialisasi
ini telah menciptakan pergeseran budaya yang
sebelumnya
adalah
agraris,
sehingga
menyebabkan pergeseran dari pertanian ke
industri dan dari perdesaan ke kota. Proses
industrialisasi ini kerap kali praktis merupakan
inti dari economic development, bahkan
pembangunan

atau
perkembangan
perekonomian sering diidentikan dengan
industrialisasi (Rahardjo dalam Priyadi, 2008);
sedangkan urbanisasi adalah salah satu bagian
dari proses industrialisasi yang tak dapat
dihindarkan (Todaro dan Jerry dalam Priyadi,
2008).
Dibalik segala
lika-liku fenomena
industrialisasi tersebut, urbanisasi terhadap
lingkungan perkotaan –ekspansi spasial secara
padat dari lingkungan terbangun oleh manusia
dan segala kegiatan sosio-ekonomi mereka –
telah seringkali dijadikan “tersangka“ yang
bertanggung jawab atas permasalahanpermasalahan baik sosial maupun lingkungan
yang terjadi akibat dari proses budaya yang baru
tersebut (Wu, 2009). Menurut Dascălu (2007)
di dalam jurnalnya menuliskan bahwa budaya
“bekerja“ yang terjadi di dalam lingkup konteks

perkotaan ini sudah banyak membawa efekefek yang merusak kehidupan perkotaaan itu
sendiri; diantaranya adalah terjadinya area
urban yang terpolusi yang dikenal dengan nama
“megapolis“, area terbangun maupun area alami
yang mengalami degradasi, destrukturalisasi
sosial, banyaknya penyakit fisik ataupun psikis
(stres) yang dialami, rasisme dan agresivitas
yang berlebihan, keserakahan dan kemiskinan,
serta banyak hal lainnya.
Terdapat kemungkinan bahwa efek-efek
yang merusak tersebut terjadi akibat adanya
hubungan yang tidak harmonis antara budaya
“bekerja“ masyarakat perkotaan tersebut
dengan lingkungan alam di sekitarnya. Seperti
yang diungkap oleh Byrne dan Wolch (2009)
tentang beberapa ahli lingkungan yang telah
menyadari bahwa setiap permasalahan
perkotaaan, terutama permasalahan sosial,
mempunyai akar permasalahan yang terkait
dengan lingkungan (konteks ekologis).

Kehidupan masyarakat perkotaan akan lebih
berkualitas, lebih “sehat“, lebih bermoral, lebih
berjiwa sosial, lebih bijaksana, serta lebih pintar
apabila dihadapkan dengan lingkungan sekitar
yang tepat dan serasi; hal yang bertolak
belakang
apabila
kehidupan
tersebut
dihadapkan dengan lingkungan yang kurang
serasi, dimana besar kemungkinan akan

mengundang gaya hidup melankolia dan korup
yang berlebihan (Byrne dan Wolch, 2009). Hal
ini juga diperkuat dengan pernyataan Fromm
(dalam Priyadi, 2008) yang melihat dampak
kapitalisme yang umum terjadi di perkotaan
menimbulkan keadaan masyarakat tidak sehat,
karena ada kecenderungan masyarakat selalu
minta lebih banyak lagi (acquisitive society).

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dibahas dalam subbab sebelumnya, muncul
beberapa permasalahan mengenai hal-hal yang
harus dipertimbangkan untuk menciptakan
taman kota yang dapat menjadi ruang terbuka
untuk membentuk budaya sehat bagi mayarakat
perkotaan khususnya di kota. Permasalahan
tersebut dirumuskan dalam rumusan masalah
sebagai berikut :
a. Apa saja faktor-faktor yang menjadi
parameter agar taman kota bisa menjadi
ruang publik membentuk budaya sehat
secara kolektif bagi masyarakat perkotaan?
b. Bagaimana cara menciptakan taman kota
yang efisien?
1.3 Tujuan Penulisan
Taman kota merupakan bagian penting dari
jaringan ekosistem kompleks perkotaan yang
memberikan servis ekosistem secara signifikan

–yang didefinisikan sebagai manfaat yang
berasal dari fungsi ekosistem ruang terbuka
hijau itu sendiri bagi manusia, baik langsung
ataupun tidak langsung. Sebagai contoh, taman
kota dapat menyerap emisi karbon dioksida dan
menghasilkan oksigen, memperbaiki kualitas
udara dan air, mengatur iklim mikro,
mengurangi kebisingan, melindungi tanah dan
air, mempertahankan keanekaragaman hayati,
serta memiliki nilai rekreasi, budaya, dan sosial.
Dapat dikatakan dengan lebih sederhana, taman
kota bermanfaat secara lingkungan, estetis,
rekreasi, psikologis, sosial, dan juga ekonomis.
Penulis berharap paper ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca
yang lain pada umumnya agar dapat
mengetahui lebih dalam mengenai kondisi
sebuah kota yang dikatakan efisien. Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :

a. Mengetahui parameter taman kota bisa
menjadi ruang publik membentuk budaya
sehat secara kolektif bagi masyarakat
perkotaan
b. Mengetahui cara dan proses dalam
menciptakan taman kota yang efektif

2

1.4 Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup kajian merupakan rumusan
masalah yang lebih spesifik. Ruang lingkup
kajian dari makalah ini aspek-aspek yang harus
ada dalam taman kota. Ruang lingkup kajian
digunakan sebagai rujukan dalam proses
pengumpulan data. Adapun ruang lingkup
kajian dari makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Pengkomunikasian kepada pemerintah dan
masyarakat kota secara luas
b. Pendidikan kepada pemerintah dan

masyarakat kota secara luas
c. Pemfasilitasan hubungan antara komunitas
masyarakat perkotaan dengan alam dalam
upaya menghidupkan kembali pentingnya
alam di dalam kehidupan manusia dan
mengolah perilaku yang holistik dan
berkelanjutan dalam berkehidupan yang
menyehatkan
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan paper ini dibagi dalam empat
bagian, yaitu bagian pendahuluan, metodologi,
hasil diskusi, dan kesimpulan. Pada bagian
pendahuluan dibahas beberapa subbagian, yaitu
latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, ruang lingkup kajian, dan
sistematika penulisan. Selanjutnya akan
dibahas mengenai metodologi pengumpulan
data yang digunakan dalam penulisan paper
ini. Pada bagian hasil diskusi akan dibahas
analisis-analisis mengenai aplikasi ilmu Teknik

Planologi yang diterapkan dalam menciptakan
taman kota yang efisien. Dalam bagian terakhir
akan dibahas kesimpulan dari berbagai analisis
yang telah diteliti dalam hasil diskusi.
II. Metodelogi Studi
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai,
metodologi studi yang digunakan adalah
metode pengumpulan data dan metode analisa
data. Dimana penjabaran mengenai masingmasing metode adalah sebagai berikut:
2.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan
untuk mencapai suatu tujuan adalah melalui
data sekunder. Dimana data sekunder didapat
melalui studi pustaka. Dimana studi pustaka ini
digunakan untuk mencari data referensi
mengenai faktor-faktor yang menjadi parameter
agar taman kota dapat menjadi ruang terbuka
hijau pembentuk kebudayaan sehat. Dalam hal
ini, media internet menjadi sumber studi
pustaka.

2.2 Metode Analisa Data
Dalam pencapaian tujuan penulisan,
diperlukan sebuah proses pengumpulan data
untuk mencapainya. Proses pengumpulan data
melalui metode analisa data ialah:
a. Mengidentifikasi aspek-aspek taman kota
efisien.
b. Memperbaiki aspek-aspek yang ada pada
taman kota terdahulu menjadi aspek-aspek
yang lebih ideal.
c. Mengaplikasikan aspek-aspek yang ideal
ke dalam rancangan taman kota.
III. Hasil Analisis
Penggabungan
dari
inovasi-inovasi
rancangan yang sebenarnya sudah ada, namun
penerapannya hanya dalam skala kecil. Konsep
reposisi taman kota ini, dimana manajemen
pertamanan kota diharapkan bertindak sebagai
agen pelakasananya, sebenarnya dapat
menerapkan
rekomendasi-rekomendasi
berdasarkan hasil analisis sebagai berikut ini.

1. Pengkomunikasian kepada pemerintah
dan masyarakat kota secara luas bahwa:








akses kepada alam melalui taman
kota merupakan hal yang penting
bagi kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat perkotaan;
taman kota dapat berpotensi untuk
mengurangi beban dari sistem
perawatan kesehatan konvensional;
taman kota memfasilitasi kesehatan
dan
kesejahteraan
melalui
pendekatan
ekologis
yang
menguntungkan; dan
taman kota dapat mengembalikan
kembali sense of empowerment
kepada masyarakat perkotaan.

Gambar 1. Komunikasi Antara Pemerintah dan
Masyarakat

3

2.
Pendidikan kepada pemerintah dan
masyarakat kota secara luas mengenai:







pengaplikasian butir-butir di atas
guna meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan;
pemasukan pengetahuan di atas ke
dalam kebijakan kesehatan publik
beserta promosinya;
pengkolaborasian hal-hal di atas
demi tujuan bersama; dan
kebutuhan untuk memperluas dasar
pengetahuan di area ini demi
penyebaran di masa depan.

Gambar 2. Jalur Pendidikan untuk Para
Aparatur Pemerintah dan Masyarakat Umum

3.
Pemfasilitasan hubungan antara
komunitas masyarakat perkotaan dengan
alam dalam upaya menghidupkan kembali
pentingnya alam di dalam kehidupan
manusia dan mengolah perilaku yang
holistik dan berkelanjutan
dalam
berkehidupan yang menyehatkan, melalui:






proses komunikasi dan edukasi
seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya;
eksplorasi yang kontinu terhadap
manfaat dan kebaikan yang dapat
diperoleh melalui kontak dengan
alam; dan
pengembangan
praktek-praktek
manajemen
pertamanan
dan
perancangan
taman
yang
mendukung pertemuan komunitas
masyarakat tersebut dengan alam.

Gambar 3. Fasilitas Untuk Komunitas di Taman
Kota

Melihat rekomendasi-rekomendasi di
atas, dapat dicermati bahwa rekomendasi
yang cenderung memerlukan penyesuaian
dengan konteks budaya setempat adalah
rekomendasi ketiga; yaitu penerapan
konsep reposisi taman kota tersebut di
dalam perancangan taman kota itu sendiri –
tanpa mengurangi esensi dari rekomendasi
pertama dan kedua. Akan sangat bijaksana
jika proses “pemfasilitasan” di atas dapat
mengangkat nilai-nilai lokal sehingga pada
akhirnya keseluruhan proses dapat
dijalankan
dengan
sempurna
dan
menghasilkan perancangan taman kota
yang optimal.
Seperti
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya, secara tradisional masyarakat
perkotaan di Indonesia tidak mengenal
konsep taman kota seperti yang dipahami
pada masyarakat berbudaya barat sebagai
taman yang digunakan untuk bersenangsenang yang bersifat individualistis.
Sehingga untuk dapat mereposisi taman
kota di Indonesia ini ada baiknya dilakukan
pemetaan terhadap pengalaman tiap-tiap
komponen masyarakat melalui latar
belakang budayanya (Hariyono, 2010).
Masyarakat di Indonesia akan lebih senang
memanfaatkan waktu luangnya dengan
berkumpul secara komunal di ruang-ruang
terbuka kota –seperti di alun-alun kota.
Fenomena inilah yang seharusnya menjadi
titik potensial dalam mereposisi taman kota
di Indonesia. Disamping taman kota yang
memiliki nilai ekologis yang tinggi, reposisi
taman kota juga perlu memperhatikan
orientasi nilai sosial yang mengutamakan
kebersamaan, sehingga nantinya akan
melahirkan perancangan taman kota yang
memiliki fungsi sosial yang tinggi. Ada
4

baiknya ruang-ruang yang tercipta di dalam
taman kota yang berbudaya Indonesia
memiliki sifat yang tidak jauh berbeda
dengan konsep “alun-alun”; dimana pada
konsep ruang terbuka yang dianggap cocok
dengan budaya masyarakat lokal Indonesia
tersebut memiliki sifat multifungsi –selain
berfungsi sebagai wadah interaksi sosial
dan budaya masyarakat, ruang tersebut juga
dapat
menjadi
wadah
kegiatan
perekonomian, walaupun bersifat informal
(Damajani, 2007).
Dari uraian di atas, diketahui bahwa
untuk masyarakat perkotaan di Indonesia
masa kini, terdapat kemungkinan beberapa
konsep yang dapat mendukung reposisi
taman kota, yaitu:





taman kota yang bukan untuk
kesenangan individual –melainkan
komunal;
taman kota yang memiliki fungsi
sosial yang tinggi; dan
taman kota yang dapat menyediakan
fungsi ekonomi –walaupun bersifat
informal.

Taman kota mencakup RTH (Ruang
Terbuka Hijau) yang memiliki luas minimal
30 % dari luas seluruh kawasan kota
tersebut. Selain RTH, yang perlu
diperhatikan adalah RTP (Ruang Terbuka
Publik) sebagai fasilitas umum bagi
masyarakat kota tersebut. Ketersediaan
RTH merupakan sumber oksien sekaligus
pencegah bencana banjir. Klasififikasi RTH
yang ada dalam kota efisien adalah sebagai
berikut :
a. Terdiri dari berbagai jenis tanaman yang
berumur panjang, sehingga mudah dalam
perawatannya.
b. Tanaman yang dipilih merupakan tanaman
yang berstruktur kuat, rindang dan
diutamakan berklorofil (tanaman hijau)
agar dapat menyumbangkan oksigen yang
cukup banyak untuk kota.
c. Tanaman yang indah juga diperlukan untuk
menghiasi taman sehingga tidak membuat
pengunjung menjadi bosan.

Gambar 4. Rancangan Taman Kota Sederhana

IV. KESIMPULAN
Taman kota dapat dikatakan sebagai sebuah
ruang terbuka yang secara ideal dapat
mengintegrasikan
antara
lingkungan,
masyarakat, dan kesehatan di lingkungan
perkotaan dengan mempromosikan sebuah
pendekatan ekologis terhadap kesehatan dan
kesejahteraan manusia yang didasari pada
kontak dengan alam. Taman kota merupakan
bagian penting dari jaringan ekosistem
perkotaan yang memberikan jasa servis
ekosistem, dan taman kota bermanfaat secara
lingkungan, estetis, rekreasi, psikologis, sosial,
serta ekonomis bagi masyarakat perkotaan.
Namun idealisme mengenai konsep awal
pembentukan taman kota ini tampaknya sudah
semakin kurang disadari oleh masyarakat
perkotaan masa kini -dimana penekanan taman
kota pada saat sekarang lebih hanya disadari
sebagai tempat untuk bersenang-senang di
waktu luang, tanpa menyadari adanya fungsi
ekologis serta efek menyehatkan dari taman
tersebut. Keadaan ini disebabkan kurangnya
pendidikan masyarakat kota mengenai
pentingnya keberadaan taman kota dan
terjadinya konflik antara budaya perancangan
dengan budaya pemakaian dari taman kota
tersebut.
Untuk itu diperlukan adanya suatu
pemahaman kembali mengenai peran penting
taman kota yang diperuntukkan bagi seluruh
komponen masyarakat kota; baik itu
masyarakat umum, pemerintah, maupun
swasta. Pemahaman kembali ini, yang terwujud
dalam konsep reposisi taman kota, tidak saja
hanya sebatas wacana komunikasi saja,
melainkan juga melalui pendidikan lingkungan
serta pemfasilitasan melalui perancangan taman
kota tersebut. Di dalam proses reposisi taman
kota juga diperlukan adanya penyesuaian
terhadap konteks nilai-nilai lokal budaya
masyarakat perkotaan setempat, sehingga
nantinya dapat menghasilkan perancangan
taman kota yang optimal dan tidak sekedar hasil
5

tiruan dari taman-taman kota sebelumnya yang
sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA
1. Byrne, J. dan Wolch, J. (2009). Nature,
Race, and Parks: Past Research and
Future Directions for Geographic
Research.
Progress
in
Human
Geography
33(6):
743–765.
http://phg.sagepub.com (30 Juli 2014)
2. Casagrande, D. (2001). The Human
Component of Urban Wetland
Restoration. Yale F&ES Bulletin 100:
254-270.
http://environment.research.yale.edu (1
Agustus 2014)
3. Damajani, D. (2007). Hidden-Order
dan Hidden-Power pada Ruang
Terbuka Publik: Studi Kasus Lapangan
Cikapundung, Bandung. ITB J. Vis.
Art.
1(3):
330-345.
http://proceedings.itb.ac.id/ (29 Juli
2014)
4. Dascălu, D. (2007). The Urban
Landscape and the Landscape Urban
Culture. http://univagro-iasi.ro (2
Agustus 2014)
5. Forman, R. (2008). Urban Regions:
Ecology and Planning Beyond the City.
Cambridge: Cambridge University
Press.

6

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Analisis pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil badan usaha milik daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Tangerang (2003-2009)

19 136 149

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145

Sistem Informasi Absensi Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

38 158 129

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Perilaku Komunikasi Waria Di Yayasan Srikandi Pasundan (Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Komunikasi Waria di Yayasan Srikandi Pasundan di Kota Bandung)

3 50 1

Perancangan Logo Ulang Tahun Kota Cimahi Ke Delapan Di Pemerintah Kota Cimahi

1 42 1