Kadar Blood Urea Nitrogen dan Kreatinin Anak Sapi Friesian Holstein Yang Diberi Pakan dengan Tambahan Mineral Zn
KADAR BLOOD UREA NITROGEN DAN KREATININ ANAK
SAPI FRIESIAN HOLSTEIN YANG DIBERI PAKAN DENGAN
TAMBAHAN MINERAL Zn
ADITIA DWI CAHYONO
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kadar Blood Urea
Nitrogen dan Kreatinin Anak Sapi Friesian Holstein Yang Diberi Pakan dengan
Tambahan Mineral Zn adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Aditia Dwi Cahyono
NIM B04100139
ABSTRAK
ADITIA DWI CAHYONO. Kadar Blood Urea Nitrogen Dan Kreatinin Anak Sapi
Friesian Holstein Yang Diberi Pakan dengan Tambahan Mineral Zn. Dibimbing
oleh SUS DERTHI WIDHYARI dan ANITA ESFANDIARI.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kadar Blood Urea Nitrogen dan
kreatinin darah anak sapi Friesian Holstein (FH) yang diberi tambahan mineral Zn
dalam pakannya. Penelitian ini menggunakan sembilan ekor anak sapi FH yang
sehat secara klinis, umur antara 6-10 bulan. Hewan coba dibagi menjadi tiga
kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri atas tiga ekor, yaitu
kelompok sapi kontrol (diberi pakan tanpa tambahan Zn), kelompok sapi yang
diberi pakan dengan tambahan Zn 60 ppm, dan kelompok sapi yang diberi pakan
dengan tambahan Zn 120 ppm. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena
jugularis, pada saat sebelum dan setelah diberi perlakuan setiap bulan selama tiga
bulan untuk dianalisis terhadap kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
dalam darah. Kadar BUN dan kreatinin darah diperiksa menggunakan
spektrofotometer. Hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa kadar BUN dan
kreatinin, masing-masing berkisar antara 8.15 - 18.50 mg/dL dan 0,64 - 0,77
mg/dL. Kadar BUN dan kreatinin darah paling tinggi ditemukan pada kelompok
anak sapi dengan perlakuan 60 Zn ppm. Dapat disimpulkan, kadar BUN dan
kreatinin darah pada anak sapi FH yang diberi tambahan Zn dalam pakannya
masih berada dalam kisaran normal. Suplementasi Zn dalam pakan sebesar 60 dan
120 ppm yang diberikan selama 3 bulan aman untuk anak sapi FH.
Kata kunci: Zn, BUN, kreatinin, anak sapi, Friesian Holstein.
ABSTRACT
ADITIA DWI CAHYONO. Blood Urea Nitrogen And Creatinine Level Of
Friesian Holstein Calves Supplemented By Zn. Supervised by SUS DERTHI
WIDHYARI and ANITA ESFANDIARI
The objective of this experiment was to study the concentration of blood
urea nitrogen and creatinine of Friesian Holstein (FH) calves, received feed
supplemented by Zn. Nine healthy Holstein calves, 6-10 months old were used in
this experiment . The calves were devided into three groups, consisted of three
calves, i.e. with zero ppm (control), 60 ppm and 120 ppm of Zn supplementation,
respectively. Blood samples were collected from jugular vein for blood urea
nitrogen and creatinine analysis, prior to and every month following treatment for
three months. Blood urea nitrogen and creatinine concentrations were analysed
using spectrophotometer. Results of the experiment indicated that the BUN and
creatinine concentration ranging between 8.15 - 18.50 mg/dL and 0,64 - 0,77
mg/dL, respectively. The highest concentration of BUN and creatinine were on the
calves supplemented by 60 ppm of Zn. In conclusion, the concentration of BUN
and creatinine on calves supplemented by Zn were in a normal range. The
supplementation of 60 and 120 ppm Zn given for 3 months were safe for Holstein
calves.
Keyword : Zn, BUN, creatinine, calves, Friesian Holstein
KADAR BLOOD UREA NITROGEN DAN KREATININ ANAK
SAPI FRIESIAN HOLSTEIN YANG DIBERI PAKAN DENGAN
TAMBAHAN MINERAL Zn
ADITIA DWI CAHYONO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kadar Blood Urea Nitrogen dan Kreatinin Anak Sapi Friesian Holstein
Yang Diberi Pakan dengan Tambahan Mineral Zn
Nama
: Aditia Dwi Cahyono
NIM
: B04100139
Disetujui oleh
Dr Drh Sus Derthi Widhyari, MSi
Pembimbing I
Dr Drh Anita Esfandiari, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNYA sehingga Skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kadar
Blood Urea Nitrogen Dan Kreatinin Anak Sapi Friesian Holstein Yang Diberi
Pakan dengan Tambahan Mineral Zn, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Kedua orang tua Bapak Sediyono dan Ibu Rum Asmawati, nenek Jainem,
kakak Yusufa Candra Ardiana, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih
sayangnya.
2. Ibu Dr Drh Sus Derthi Widhyari, MSi dan Dr Drh Anita Esfandiari, MSi
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, ilmu, dan
bimbingan kepada penulis. Dr Drh Heru Setijanto, PAVet(K) selaku
pembimbing akademik yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan
selama proses perkuliahan.
3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Sahabat JANCUKERS atas
segala bentuk dukungan dan motivasinya, teman satu penelitian Asrang Bin
Abdullah, Danny Nugroho, Sistha Pangastuti, Novialita A. Putri, Bima
Febriyan dan seluruh keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan
seluruh pihak yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama
kuliah maupun dalam penyelesaian sekripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2014
Aditia Dwi Cahyono
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
METODE PENELITIAN
5
Waktu dan Tempat Penelitian
5
Materi Penelitian
5
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
6
10
Simpulan
10
Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
10
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
13
DAFTAR TABEL
1. Kebutuhan Mineral Sapi Perah
2. Rataan dan simpangan baku kadar BUN (mg/dL) anak sapi Freisian
Holstein sebelum dan sesudah diberi tambahan mineral Zn
3. Rataan dan simpangan baku kadar Kreatinin (mg/dL) anak sapi Freisian
Holstein sebelum dan sesudah diberi tambahan mineral Zn
3
7
9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi perah merupakan sumber penghasil susu yang memiliki nilai ekonomi
tinggi dan bermanfaat untuk masyarakat. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan
sapi perah yang paling banyak dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat di
Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena sapi FH merupakan sapi perah dengan
produksi susu paling tinggi dan memiliki kemampuan berkembang yang lebih
baik jika dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya (Sudono et al. 2003).
Keberhasilan peternakan sapi perah diantaranya ditentukan oleh
kemampuan dalam pemeliharaan dan manajemen pakan. Pakan merupakan salah
satu faktor yang penting pada peternakan sapi perah. Ketersediaan pakan, baik
secara kuantitas maupun kualitas, sangat menentukan keberhasilan usaha
peternakan. Untuk itu, diperlukan pakan dengan kandungan nutrisi optimal,
termasuk diantaranya kandungan mineral Zn (Suprijati 2013). Mineral Zn
diperlukan oleh berbagai organ tubuh, seperti kulit, mukosa saluran cerna dan
hampir semua sel di dalam tubuh. Mineral Zn berperan dalam pertumbuhan dan
pembelahan sel, perkembangan seksual, mengaktifkan hormon pertumbuhan
(Lieberman dan Bruning 1990), dan memegang peranan penting dalam sistem
tanggap kebal (Paik 2001). Suplementasi Zn pada pakan dapat meningkatkan
nafsu makan (Droke et al. 1998 ; Widhyari et al. 2009) dan meningkatkan daya
tahan sapi perah terhadap kasus mastitis (Klaus dan Rink 2003; Tanaka et al.
2001).
Dampak yang ditimbulkan akibat kurangnya mineral Zn adalah terjadinya
penurunan nafsu makan sampai dengan gangguan sistem pertahanan tubuh
(Widhyari 2012). Apabila terjadi defisiensi Zn, maka aktivitas mikroba rumen
tidak optimal sehingga tingkat pemanfaatan pakan menjadi lebih rendah yang
dapat menurunkan produktivitas ternak (Little et al 1989 ; McDowell 1992),
reproduktivitas dan kesehatan ternak (Darmono 2007). Mineral Zn dapat berperan
sebagai imunostimulan (Widhyari et al. 2009). Penelitian tentang peranan dan
dampak defisiensi mineral Zn telah banyak dilakukan. Namun, efek pemberian Zn
dalam pakan terhadap fungsi organ ginjal belum banyak dilaporkan. Oleh karena
itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari efek pemberian mineral Zn dalam
pakan terhadap fungsi organ ginjal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kadar blood urea nitrogen
(BUN) dan kreatinin anak sapi Friesian Holstein setelah pemberian tambahan
mineral Zn dalam pakan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang status fungsi ginjal
pada anak sapi FH setelah pemberian tambahan Zn dalam pakannya melalui
gambaran blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin darah.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Friesian Holstein
Bangsa sapi Holstein berasal dari propinsi Friesland (Belanda atau
Holland). Sapi tersebut di Belanda disebut Holstein Friesian, di Amerika disebut
Holstein. Bangsa sapi Holstein di Indonesia dinamakan sapi Fries Holland atau
Friesian Holstein (FH) (Soetarno 2003). Menurut Soetarno (2003), ciri-ciri sapi
FH antara lain bulu berwarna belang hitam putih dengan batas yang jelas. Dahi,
perut dan ambing, bulu kipas ekor, dan keempat kaki mulai dari lutut ke bawah
berwarna putih. Sapi FH berukuran lebih besar dibandingkan dengan sebagian
besar ternak lainnya dalam satu breed / bangsa. Bobot badan ideal sapi FH jantan
dan betina dewasa masing-masing sekitar 1000 kg dan 682 kg (Sudono et al.
2003).
Sapi FH merupakan sapi perah yang memiliki produksi susu paling tinggi
dengan kadar lemak susu yang rendah dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi
perah lainnya, baik di daerah tropis maupun subtropis. Produksi susu sapi FH per
masa laktasi di tempat asalnya rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20 liter
per hari (Putranto 2006). Rata-rata sapi FH di Indonesia menghasilkan air susu
sekitar 5000 Kg atau lebih per laktasi (305 hari) atau 16 liter/hari (SNI 1998).
Namun demikian, menurut Sudono et al. (2003), rata-rata produksi susu sapi
perah di Indonesia hanya 10 liter/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 Kg per-laktasi.
Kemampuan produksi seekor sapi perah FH sangat ditentukan oleh faktor
genetik dan faktor lingkungan. Produktivitas sapi perah FH di Indonesia
umumnya masih belum mencapai optimal seperti potensi genetiknya (Thalib et al.
1999; Gusharyanto 1994). Potensi genetik sapi perah FH yang baik tanpa
didukung oleh pemberian pakan yang optimal tidak akan menghasilkan ternak
dengan produktivitas yang sesuai dengan potensi genetiknya. Padahal pemberian
pakan yang sesuai dengan kebutuhan pada periode/status produksi seekor ternak
sangat penting dalam menunjang produktivitasnya. Periode produksi sapi perah
terdiri dari: (1) periode umur baru dilahirkan sampai umur disapih, (2) periode
lepas sapih sampai umur 10 bulan, (3) periode dara dari umur 11 bulan sampai
siap dikawinkan pada umur 15-16 bulan, (4) periode bunting pertama dari umur
16 bulan sampai melahirkan pertama sekitar umur 24 bulan; (5) periode laktasi
dan bunting dan (6) periode kering kandang. Kebutuhan nutrisi khususnya protein
dan energi dari setiap periode berbeda (Niezen 1996).
Periode yang paling menentukan tercapainya potensi genetik sapi perah
yaitu mulai dari umur lepas sapih (4-5 bulan) sampai siap untuk dikawinkan
pertama kali (15-16 bulan). Periode ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu umur lepas
sapih sampai 10 bulan dan umur 11 bulan sampai siap dikawinkan pertama kali
(15-16 bulan). Pemenuhan kebutuhan protein dan energi pada periode umur 4-10
bulan sangat penting dalam menunjang pembentukan sel-sel alveoli kelenjar susu
(Niezen 1996). Perkembangan sel alveoli yang optimum akan menghasilkan sapi
perah dengan produksi susu yang tinggi. Looper dan Bethard (2000) menyatakan
bahwa pemenuhan kebutuhan protein dan energi pada periode umur 4-10 bulan
dan periode umur 11-16 bulan penting untuk dapat menghasilkan bobot badan
ideal yang siap untuk dikawinkan pertama kalinya yaitu 320 kg untuk sapi perah
jenis FH.
3
Mineral Zn
Mineral Zn merupakan salah satu mineral mikro yang dibutuhkan bagi
setiap sel di dalam tubuh. Kecukupan mineral ini penting dalam menjaga
kesehatan secara optimal. Widodo (2002) mengemukakan bahwa mineral mikro
dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil, karena apabila dikonsumsi dalam jumlah
besar dapat bersifat racun. Mineral Zn berperan dalam pertumbuhan dan
pembelahan sel, perkembangan seksual, produksi sperma yang sehat,
pembentukan embrio, berperan selama kehamilan dan mengaktifkan hormon
pertumbuhan. Selain itu Zn merupakan komponen penting pada struktur dan
fungsi membran sel. Zn berfungsi sebagai antioksidan, dan berperan dalam sistem
tanggap kebal serta sebagai kofaktor berbagai enzim (Lieberman dan Bruning
1990).
Tabel 1 Kebutuhan mineral sapi perah
Sapi Perah
Ca
P
Mg
S
( % ppm)
0,16
0,16
0,16
0,16
Na
Fe
Mn
Zn
Pejantan
0,30
0,19
0,65
50
40
40
Dara (Umur 60,41
0,30
0,65
50
40
40
12 Bulan)
Induk Awal
0,77
0,48
0,25
0,25
1,00
50
40
40
Laktasi
Laktasi
0,43
0,28
0,20
0,20
0,90
50
40
40
(Produksi Susu
7-13 kg/hari)
Laktasi
0,51
0,33
0,20
0,20
0,90
50
40
40
(Produksi Susu
13- 20kg/hari)
Masa Kering
0,39
0,24
0,16
0,16
0,65
50
40
40
*
Keterangan : Ca = kalsium ; P = fosfor ; Mg = magnesium ; S = sulfur ; Na = natrium ; Fe = besi ;
Mn = mangan ; Zn = seng
Sumber: National Research Council (1989)
Menurut Arora (1995), suplementasi Zn dapat meningkatkan daya tahan
sapi perah terhadap mastitis, dan mineral Zn memiliki peran penting dalam
meningkatkan aktivitas mikroba rumen. Hal tersebut juga dikemukakan oleh
Harmon dan Torre (1997) bahwa suplementasi Zn dapat meningkatkan sistem
imunitas yang ditunjukkan dengan menurunnya tingkat kejadian mastitis pada
sapi perah.
Tillman et al. (1984) mengemukakan bahwa Zn berperan penting dalam
metabolisme dan proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun untuk
pemeliharaan kesehatan. Mineral Zn merupakan metaloenzim yang terlibat dalam
enzim polimerase DNA, peptidase karboksi A dan B, serta alkalin fosfatase.
Enzim-enzim tersebut berperan dalam sintesis asam nukleat (RNA, DNA)
polimerase dan sintesis protein (Lieberman dan Bruning 1990).
Mineral Zn merupakan katalisator beberapa enzim. Lebih dari 300 enzim
memerlukan Zn seperti enzim dehidrogenase, superoksida dismutase, alkalin
fosfatase, aminopeptidase, karboksipeptidase dan kolagenase (Underwood dan
Suttle 2001). Zn juga berfungsi di dalam sintesis hormon seperti insulin dan
glukagon, berperan dalam metabolisme karbohidrat, keseimbangan asam basa dan
metabolisme vitamin A (Linder 1992).
4
Kandungan Zn pada hijauan pakan dilaporkan berkisar antara 20-30 mg/kg,
sedangkan kebutuhan Zn untuk ternak ruminansia adalah 33-50 mg/kg pakan
(Suprijati 2013). Defisiensi Zn dapat menyebabkan penurunan nafsu makan,
dermatitis, pertumbuhan lambat, kematangan seksual lambat, infertilitas dan
imunodefisiensi. Widhyari (2012) berpendapat bahwa dampak yang ditimbulkan
akibat kurangnya mineral Zn adalah terjadinya penurunan nafsu makan sampai
pada gangguan sistem pertahanan tubuh.
Ginjal
Ginjal merupakan suatu sistem filtrasi alami tubuh yang mempunyai
beberapa fungsi utama yaitu menyaring produk hasil metabolisme yang tidak
berguna bagi tubuh, menjaga keseimbangan cairan tubuh dan mempertahankan
pH cairan tubuh (Kusumawati dan Sardjana 2006). Sennang et al. (2005)
melaporkan bahwa ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk
mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan. Gagal ginjal
akut merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal secara mendadak akibat terjadinya peningkatan hasil metabolit seperti
ureum dan kreatinin. Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Kumala 2011).
Menurut Kusumawati dan Sardjana (2006), suplementasi zat dalam pakan
sebelum diterapkan secara luas sebagai imbuhan atau formulasi pakan hewan
terlebih dahulu harus diperiksa pengaruhnya terhadap fungsi hati dan fungsi
ginjal. Suplementasi mineral Zn dalam pakan tersebut diharapkan mampu
meningkatkan produktivitas dan berat badan anak sapi Friesian Holstein. Namun
demikian suplementasi mineral-mineral mikro seperti Zn hanya dibutuhkan dalam
jumlah kecil, karena apabila termakan dalam jumlah besar dapat bersifat racun
(Widodo 2002). Piliang (2002) menyatakan bahwa ginjal bukan organ utama
tempat ekskresi mineral Zn. Ekskresi Zn, sejumlah kurang lebih dua pertiga dari
asupan Zn dalam tubuh, terutama melalui feses dan hanya sebagian kecil
diekskresi di urin (Dewoto 2007). Underwood (2001) menyatakan bahwa ekskresi
mineral Zn yang utama adalah melalui sekresi pankreatik dan feses, hanya sedikit
Zn yang dibuang melalui urin.
Biokimiawi Darah
Blood urea nitrogen (BUN) adalah konsentrasi urea dalam serum atau
plasma, merupakan salah satu indikator penting fungsi ginjal (Sennang et al.
2005). Urea dibentuk dalam hati dari katabolisme asam amino dan merupakan
produk metabolisme protein. Ekskresi hasil metabolisme protein dan asam amino
tersebut sebagian besar tergantung pada organ ginjal (Baron 1990). Kadar BUN
dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi
(Kusumawati dan Sardjana 2006).
Kadar normal BUN pada sapi FH berkisar antara 6-27 mg/dL (Meyer dan
Harvey 2003). Kadar BUN dapat digunakan sebagai petunjuk Laju Filtrasi Ginjal
(LFG). Penyakit ginjal kronik dapat diindikasikan oeh menurunnya kecepatan
5
Laju Filtrasi Glomerulus, dengan adanya kadar BUN dan kreatinin yang
meningkat dalam sirkulasi darah. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia.
Kreatinin adalah produk masa otot yang merupakan hasil pemecahan
kreatinfosfat (Meyer dan Harvey 2003). Menurut Frandson (1992), kreatinin
merupakan produk akhir metabolisme kreatinfosfat yang terjadi di dalam otot.
Kadar kreatinin merupakan indeks LFG yang lebih cermat dibandingkan dengan
BUN, karena BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet dan katabolisme
protein tubuh (Prince dan Wilson 1995).
Kreatinin dihasilkan dari kreatin, sebuah molekul yang sangat penting untuk
produksi energi di otot, yang kemudian dialirkan melalui sirkulasi darah menuju
ginjal, sebagian besar disaring oleh ginjal dan diekskresikan lewat urin. Kreatinin
dalam darah meningkat apabila fungsi ginjal berkurang. Berbeda dengan BUN,
perubahan kadar kreatinin dalam darah tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor
fisiologis seperti jenis kelamin dan umur (Kerr 2002). Kadar kreatinin pada sapi
berkisar antara 0,2-2,6 mg/dL (Meyer dan Harvey 2003).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di peternakan rakyat di desa Citapen kecamatan
Ciawi Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai Oktober 2013.
Pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium komersial di Bogor dan
Laboratorium Patologi Klinik Divisi Penyakit Dalam Departemen Klinik,
Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Materi Penelitian
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan meliputi spektrofotometer, cool bag, tabung
reaksi, tempat serum, freezer. Bahan-bahan yang diperlukan meliputi seperangkat
kit ureum dan kreatinin, sampel darah sapi, aquades, Zn biokompleks, serta pakan
sapi berupa rumput dan konsentrat.
Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan 9 ekor anak sapi Friesian Holstein (FH) umur
berkisar antara 6-10 bulan. Pakan yang diberikan berupa rumput dan konsentrat
yang disesuaikan dengan kebutuhan ternak. Air minum diberikan secara ad
libitum. Pakan yang diberikan sesuai kebutuhan standard National Research
Council (NRC).
Hewan coba dibagi ke dalam tiga kelompok perlakuan, masing-masing
kelompok terdiri dari 3 ekor, yaitu kelompok kontrol (tanpa suplementasi Zn),
kelompok yang disuplementasi Zn 60 ppm, dan kelompok yang disuplementasi
Zn 120 ppm.
6
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan sebelum dan setelah suplementasi Zn,
setiap bulan selama tiga bulan. Sampel darah diambil sebanyak 10 ml
menggunakan disposable syringe melalui vena jugularis. Sampel darah kemudian
didiamkan selama 1-2 jam pada suhu ruang sampai keluar serum, kemudian
disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Serum segera
dipisahkan dan disimpan dalam freezer sampai analisis dilakukan. Analisis
dilakukan terhadap parameter biokimiawi darah.
Pemeriksaan Biokimiawi Darah
Parameter biokimiawi darah yang dianalisis meliputi blood urea nitrogen
(BUN) dan kreatinin. Analisis dilakukan menggunakan kit komersial dengan alat
spektrofotometer.
Analisis Data
Data disajikan sebagai nilai rata-rata dan standar error 5% (X±SE), dan
dianalisis dengan metode ANOVA.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Blood Urea Nitrogen (BUN)
Blood urea nitrogen (BUN) adalah konsentrasi urea dalam serum atau
plasma, merupakan salah satu indikator penting fungsi ginjal (Sennang et al.
2005). Urea dibentuk dalam hati dari katabolisme asam amino dan merupakan
produk metabolisme protein. Hasil metabolisme protein dan asam amino tersebut
ekskresinya sebagian besar tergantung pada organ ginjal (Baron 1990). Tabel 2
memperlihatkan rataan kadar BUN anak sapi FH sebelum dan setelah
penambahan Zn dalam pakan.
Tabel 2 Rataan dan simpangan baku kadar BUN (mg/dL) anak sapi Friesian
Holstein sebelum dan setelah diberi tambahan Zn dalam pakan
Perlakuan
0
1
a
Kontrol
13.97 ± 0.06
Zn 60 ppm
18.50 ± 0.06 b
Waktu Pengamatan (bulan)
2
14.10 ± 0.04
a
18.27 ± 0.04 b
3
a
8.15 ± 0.06 a
12.33 ± 0.07 a
9.80 ± 0.08 a
10.03 ± 0.06
Zn 120 ppm
14.27 ± 0.02 a
15.67 ± 0.03 a
9.83 ± 0.07 a
8.43 ± 0.08 a
Huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
(P>0.05)
Secara statistik dijumpai adanya perbedaan yang nyata antar kelompok
perlakuan (P>0,05) sebelum dan 1 bulan setelah pemberian suplementasi mineral
Zn, dimana pada kelompok suplementasi Zn 60 ppm menunjukkan kadar BUN
yang lebih tinggi. Profil kadar BUN semua kelompok perlakuan cenderung
7
mengalami peningkatan pada bulan pertama dan mengalami penurunan pada
bulan berikutnya, kecuali pada kelompok Zn 60 ppm. Kelompok Zn 60 ppm
cenderung mengalami penurunan kadar BUN setelah suplementasi Zn. Namun
demikian, kadar BUN pada semua kelompok perlakuan pada penelitian ini masih
berada dalam kisaran referensi normal 6-27 mg/dL (Meyer dan Harvey 2003).
Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Engle et al. (1997) dalam Arelovich et
al. (2008) bahwa suplementasi Zn dalam pakan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kadar BUN.
Suplementasi Zn sebesar 60 ppm memberikan gambaran kadar BUN yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok suplementasi
Zn 120 ppm. Kadar BUN tertinggi dijumpai pada kelompok suplemenasi Zn 60
ppm. National Research Council (1989) merekomendasikan penambahan Zn pada
pakan ternak sebaiknya berkisar antara 40-60 ppm.
Secara umum hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar BUN
setelah 2 bulan pemberian suplementasi Zn pada pakan, dan kadarnya terus
menurun hingga pengamatan selesai. Penurunan BUN terjadi pada ketiga
kelompok perlakuan. Menurunnya kadar BUN setelah 2 bulan pemberian
suplementasi Zn diduga berhubungan dengan kandungan nutrisi, terutama protein
di dalam pakan. Kondisi perubahan fisiologis dan meningkatnya kebutuhan
protein anak sapi FH serta rendahnya kandungan protein di dalam pakan pada
periode ini diduga dapat menyebabkan terjadinya penurunan BUN. Prince dan
Wilson (1995) melaporkan bahwa kadar BUN dipengaruhi oleh jumlah protein
dalam pakan dan katabolisme protein tubuh. Kenaikan berat badan yang cukup
signifikan akibat suplementasi mineral Zn dalam pakan tanpa diimbangi
peningkatan jumlah intake protein, faktor keragaman umur dan jenis kelamin anak
sapi FH dalam satu kelompok dengan jumlah anak sapi yang sedikit diduga juga
dapat memengaruhi nilai rataan kadar BUN. Dugaan tersebut didukung oleh
pendapat yang dikemukakan oleh Kerr (2002) bahwa perubahan kadar BUN dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologis seperti jenis kelamin dan umur, sehingga
perlu diperiksa kandungan protein dalam pakan selama pengamatan dan juga
dipertimbangkan keragaman umur serta jenis kelamin dalam satu kelompok
perlakuan.
Kadar BUN selama pengamatan berfluktuasi pada kisaran normal antara
8.15 - 18.50 mg/dL, dimana kadar BUN sapi FH normal berada pada selang 6-27
mg/dL menurut Meyer dan Harvey (2003). Hasil tersebut menandakan bahwa
suplementasi Zn sebesar 60 ppm dan 120 ppm dalam pakan tidak memengaruhi
kadar BUN dalam darah. Pendapat yang sama dilaporkan oleh Engle et al. (1997)
dalam Arelovich et al. (2008) bahwa suplementasi Zn dalam pakan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kadar BUN. Hasil penelitian ini
menggambarkan bahwa organ ginjal tidak mengalami gangguan fungsi akibat
adanya penambahan mineral Zn hingga 120 ppm di dalam pakan yang diberikan
selama 3 bulan.
Kadar BUN dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan
ekskresi. Pemayun (2002) melaporkan bahwa kadar BUN menggambarkan
keseimbangan antara pembentukan urea dan katabolisme protein serta ekskresi
urea oleh organ ginjal. Kadar BUN dapat juga digunakan sebagai petunjuk Laju
Filtrasi Ginjal (LFG). BUN dan kreatinin merupakan hasil metabolisme protein
yang pembuangannya diatur oleh ginjal (Kaneko 2008). Baron (1990),
8
mengemukakan bahwa adanya kerusakan pada sel glomerulus akan menyebabkan
laju filtrasi glomerulus menurun dan mengakibatkan kenaikan kadar BUN dan
kreatinin dalam darah. Kadar BUN dan kreatinin yang meningkat diatas kisaran
normal dapat mengindikasikan adanya penyakit ginjal kronik. Kerusakan ginjal
tersebut menyebabkan ginjal tidak dapat mengekskresikan hasil metabolisme yang
tidak berguna, terutama ureum dan kreatinin.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar BUN dalam
darah adalah pemberian obat-obatan seperti golongan aminoglikosida, diuretik,
kortikosteroid, adanya pendarahan pada saluran pencernaan, dan adanya obstruksi
saluran kemih. Namun demikian, menurut Meyer dan Harvey (2003), tingginya
kadar BUN dalam darah tidak selalu menjadi tanda adanya kerusakan organ
ginjal. Jumlah urea yang dikeluarkan akan menurun pada keadaan dehidrasi atau
shock, sehingga kadar BUN dalam sirkulasi darah juga akan meningkat pada
kondisi-kondisi tersebut.
Kadar Kreatinin
Kreatinin adalah produk masa otot yang merupakan hasil pemecahan
kreatinfosfat (Meyer dan Harvey 2003). Menurut Frandson (1992), kreatinin
merupakan produk akhir metabolisme kreatinfosfat yang terjadi di dalam otot.
Kreatinin yang terbentuk akan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, kemudian
dialirkan melalui sirkulasi darah menuju ke organ ginjal. Kreatinin difiltrasi oleh
glomerulus di dalam ginjal. Jika terdapat gangguan pada fungsi filtrasi ginjal
maka kadar kreatinin dalam darah akan meningkat, dan kenaikan ini dapat
digunakan sebagai indikator adanya gangguan fungsi ginjal. Tinggi atau
rendahnya kadar kreatinin dalam darah juga dapat digunakan sebagai gambaran
berat ringannya gangguan fungsi ginjal.
Rataan kadar kreatinin anak sapi FH sebelum dan setelah penambahan Zn
dalam pakan dapat dilihat pada Tabel 3. Profil kadar kreatinin pada anak sapi FH
cenderung mengalami peningkatan setelah suplementasi Zn. Kadar kreatinin
kelompok perlakuan suplementasi Zn 60 ppm dan 120 ppm stabil pada bulan
pertama dan cenderung mengalami peningkatan pada bulan kedua hingga
selesainya pengamatan. Meskipun demikian, kadar kreatinin pada semua
kelompok perlakuan masih berada dalam kisaran nilai normal menurut Meyer dan
Harvey (2003).
Tabel 3 Rataan dan simpangan baku kadar kreatinin (mg/dL) anak sapi Freisian
Holstein sebelum dan setelah diberi tambahan Zn dalam pakan
Perlakuan
0
1
a
Waktu Pengamatan (bulan)
2
0.67 ± 0.04
ab
0.67 ± 0.065
3
a
0.67 ± 0.07 a
Kontrol
0.68 ± 0.06
Zn 60 ppm
0.70 ± 0.06 a
0.70 ± 0.04 b
0.76 ± 0.075 a
0.77 ± 0.08 a
Zn 120 ppm
0.64 ± 0.02 a
0.64 ± 0.03 a
0.69 ± 0.07 a
0.71 ± 0.08a
Huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
(P>0.05)
9
Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0,05) pada
bulan pertama setelah suplementasi antara kelompok perlakuan Zn 60 ppm
dengan Zn 120 ppm, dimana kadar kreatinin pada kelompok suplementasi Zn 60
ppm lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok Zn 120 ppm. Setelah itu kadar
kreatinin pada semua kelompok perlakuan cenderung stabil hingga selesainya
waktu pengamatan.
Kadar kreatinin relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan kadar BUN,
karena kadar BUN dipengaruhi oleh jumlah asupan protein dalam pakan dan
katabolisme protein tubuh, sedangkan kadar kreatinin tidak dipengaruhi oleh
faktor di luar ginjal (Prince dan Wilson 1995). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kadar kreatinin berfluktuasi pada kisaran normal antara 0,64 - 0,77 mg/dL,
dimana kadar kreatinin sapi FH normal berada pada selang 0,2-2,6 mg/dL (Meyer
dan Harvey 2003 ; Wahjuni dan Bijanti 2006). Hasil tersebut menandakan bahwa
suplementasi Zn sebesar 60 dan 120 ppm dalam pakan tidak memengaruhi kadar
kreatinin dalam darah.
Jumlah kreatinin yang dihasilkan setara dengan masa otot rangka yang
dimilikinya. Kreatinin banyak terdapat dalam urat daging untuk menyuplai energi.
Senyawa ini terdapat sedikit pada plasma hewan dewasa, sedangkan pada plasma
hewan yang sedang tumbuh terdapat lebih banyak. Kadar kreatinin di dalam darah
tidak hanya dipengaruhi oleh fungsi ginjal namun juga oleh fungsi hati dan massa
otot (Jeyaratnam 1996). Kadar kreatinin dalam darah lebih sensitif dalam
mendeteksi adanya kerusakan organ ginjal dibandingkan dengan kadar ureum,
karena kreatinin tidak mengalami reabsorbsi dan sekresi oleh tubulus ginjal. Oleh
karena itu kadar kreatinin dalam darah merupakan indeks LFG yang lebih teliti
dibandingkan dengan BUN. Peningkatan kadar kreatinin di dalam darah dapat
disebabkan oleh adanya kerusakan ginjal terutama karena gangguan filtrasi
glomerulus, nekrosis tubulus akut, dehidrasi dan pada gagal ginjal (Wahjuni dan
Bijanti 2006).
Ginjal merupakan suatu sistem filtrasi alami tubuh yang mempunyai
beberapa fungsi utama yaitu menyaring produk hasil metabolisme yang tidak
berguna bagi tubuh, menjaga keseimbangan cairan tubuh dan mempertahankan
pH cairan tubuh. Hasil pemeriksaan laboratorium dapat memberikan informasi
adanya perubahan komposisi bahan-bahan yang secara normal difiltrasi oleh
ginjal, dapat membantu mengidentifikasi penyebab gangguan pada fungsi ginjal,
dan menunjukkan tingkat kerusakan organ ginjal (Kusumawati dan Sardjana
2006). Menurut Gurung et al. (1998), pengaruh pemberian pakan ternak terhadap
fungsi ginjal dapat diperiksa berdasarkan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin
dalam darah. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Scholz (2005) bahwa kadar BUN
dan kreatinin dalam darah merupakan parameter yang sangat sensitif untuk
menggambarkan fungsi organ ginjal.
Menurut Kamarudin dan Salim (2002), ginjal merupakan organ tubuh yang
menerima 25 -30% sirkulasi darah untuk dibersihkan. Oleh karena itu, ginjal
sangat rentan terhadap pengaruh zat yang bersifat toksik. Gangguan fungsi ginjal
dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar BUN dan kreatinin dalam
darah. Peningkatan kadar BUN dapat disebabkan oleh peningkatan metabolisme
protein, sedangkan peningkatan kadar kreatinin di dalam darah dapat disebabkan
oleh adanya kerusakan ginjal terutama karena gangguan filtrasi glomerulus,
misalnya nekrosis tubulus akut. Namun demikian, adanya peningkatan kadar
10
BUN dan kreatinin dalam darah tidak selalu mengindikasikan adanya gangguan
fungsi ginjal, seperti yang dinyatakan oleh Pemayun (2002), bahwa pada keadaan
dehidrasi jumlah urea yang dikeluarkan akan menurun sehingga kadar urea dalam
sirkulasi darah akan meningkat pada kondisi tersebut.
Hasil yang diperoleh dari pengamatan terhadap 9 ekor anak sapi FH
menggambarkan kadar ureum dan kreatinin yang masih dalam kisaran normal,
baik pada kelompok sapi dengan suplementasi Zn 60 ppm maupun 120 ppm. Hal
tersebut menunjukkan bahwa suplementasi Zn sebanyak 60 dan 120 ppm dalam
pakan tidak mengganggu kesehatan anak sapi, terutama fungsi organ ginjal.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kadar BUN dan kreatinin darah pada anak sapi FH yang diberi tambahan Zn
dalam pakannya masih berada dalam kisaran normal. Suplementasi Zn dalam
pakan sebesar 60 dan 120 ppm yang diberikan selama 3 bulan aman untuk anak
sapi FH.
Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh suplementasi Zn terhadap
fungsi organ lainnya misalnya terhadap fungsi organ hati dengan jumlah hewan
coba yang lebih banyak, waktu pengamatan yang lebih lama, sumber Zn yang
berbeda, dan pemeriksaan terhadap jumlah intake protein dalam pakan serta
pertimbangan keragaman umur dan jenis kelamin anak sapi Friesian Holstein.
DAFTAR PUSTAKA
Arelovich HM, Laborde HE, Amela MI,Torrea MB, Martínez MF. 2008. Effects
of dietary addition of zinc and(or) monensin on performance, rumen
fermentation and digesta kinetics in beef cattle. J Agr Res Spain. 6(3):362372.
Arora SP. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. 2nd Ed. Yogyakarta
(ID): Gajah Mada University Pr.
Baron DN. 1990. Patologi Klinik (A Short Textbook of Chemical Pathology).
Jakarta (ID): CV. ECG, Penerbit Buku Kedokteran.
Darmono. 2007. Mineral deficiency disease in ruminats and its prevention. J
Litbang Pertanian. 26:104-108.
Dewoto HR. 2007. Vitamin dan Mineral. Farmakologi dan Terapi Edisi kelima.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta (ID): Percetakan Gaya Baru. 769-92.
Droke EA, Gengelbach GP, Spears JW. 1998. Influence of Level and Source
(Inorganic vs Organic) of Zinc Supplementation on Immune Function in
Growing Lambs. J Anim Sci.11:139-144.
11
Engle TE, Nockels CF, Hossner KL, Kimberling CV, Toombs RE, Yemm
RS,Weaber DL, Johnson AB. 1997. Marginal zinc deficiency affects
biochemical and physiological parameters in beef heifer calves. Asian
Australasian. J Anim Sci. 10: 471-477.
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Pr.
Gusharyanto. 1994. Parameter Produksi dan Reproduksi, Evaluasi Nilai
Pemuliaan Pejantan serta Induk Sapi Perah Friesh-Holland di Beberapa
Perusahaan Peternakan.[Thesis]. Bogor (ID): Fakultas Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Gurung NK, Rankins DL, Shelby RA, Goel S. 1998. Effects of fum onisin b1contaminated feeds on weanling angora goats. J Anim Sci. 76: 2863–2870.
Harmon RJ, Torre PM. 1997. Economic Implication of Copper and Zinc
Proteinates : Role in Mastitis Control. Lexington(US): Departement of
Animal Science, University of Kentucky Pr.
Jeyaratnam J. 1996. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta (ID): EGC.
Kamarudin M, Salim MN. 2002. Pengaruh pemberian air perasan daun pepaya
pada ayam: respon terhadap patofisiologik ginjal. J Sain Vet. 10 (1) : 5-8.
Kaneko JJ. 2008. Clinical Biochemistry of Domestic Animal. London (GB): San
Diego Academic Pr.
Kerr MG. 2002. Veterinary Laboratory Medicine, Clinical Biochemistry and
Hematology. 2nd Ed. Blackwell Science.
Klaus-Helge IBS, Rink L. 2003. Zinc-altered immune function. J Nutr. 133:1452 1456.
Kusumawati D, Sardjana IKW. 2006. Perbandingan pemberian cat food dan
pindang terhadap pH urin, albuminuria, dan bilirubin kucing. MKH. 22 (2):
131-135.
Lieberman, Bruning N. 1990. The Real Vitamin and Mineral Book. New York
(US): Avery Group.
Linder MC. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Karbohidrat (Terjemahan). Linder
(ed) Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia Pr.
Little DA, Kompiang S, Peterham RJ. 1989. Mineral composition of Indonesian
ruminant forages. Trop Agric. 66:33-37.
Looper M, Bethard. 2000. Management Considerations in Holstein Heifer
Development. Las Cruces (MX):New Mexico State University Pr.
McDowell LR. 1992. Minerals in animal and human nutrition. London (GB):
Academic Press.
Meyer DJ, Harvey J. 2003. Interpretation And Diagnosis. 2nd Ed. Philadelphia
(US): WB. Saunders.
Muttaqin A, Kumala S. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta (ID): Salemba Medika.
National Research Council, (1989). Everybody Counts : A Report to the Nations
on the Future of Mathematic. Wasingthon DC(US) : National Academy
Pr.
Niezen JH, Grieve DG, McBride BW, Burton JH. 1996. Effect of plane nutrition
before and after 200 kilograms of body weigh on mammary development
of prepubertal Holstein heifer. J Dairy Sci. 79: 1255.
12
Paik IK. 2001. Application of chelated minerals in animal production. Asian-Aust.
J Anim. Sci. 14:191 – 198.
Pemayun IGAGP. 2002. Evaluation of nephrotomy without sutures in dog. J Vet.
3(2): 94-96.
Piliang WG. 2002. Nutrisi Mineral. Edisi kelima. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor Pr.
Prince SA, Wilson LM. 1995.Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta (ID): EGC.
Putranto EH. 2006. Analisis Keuntungan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di
Jawa Tengah. Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang dan Kota
Semarang [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Scholz MC. 2005. Laboratory tests defined. PCRI. 8(2) : 1-6.
Soetarno T. 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada Pr.
Sennang N, Sulina, Badji A, Hardjoeno. 2005. Laju Filtrasi Glomerulus pada
Orang Dewasa Berdasarkan Tes Klirens Kreatinin Menggunakan
Persamaan Cockroft-Gault dan Modification of Diet in Renal Disease. J
Med Nus. (24)2:80-84.
Standar Nasional Indonesia. 1998. SNI 01-3141-1998 tentang Susu Segar. Jakarta
(ID):Badan Standardisasi Nasional.
Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka Pr.
Suprijati. 2013. Seng Organik Sebagai Imbuhan Pakan Ruminansia. Wartazoa. 23
(3):142-157.
Tanaka SE, Takakahashi, Matsui T, Yano H. 2001. Zinc promotes adipocyte
differentiation in vitro. Asian-Aust. J Anim Sci. 14(7): 966 – 969.
Thalib C, Anggraeni A, Diwyanto K. 1999. Evaluasi Genetik Sapi Perah di
Indonesia. [Laporan Akhir]. Bogor (ID) : Balai Penelitian Ternak.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.
1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kedua. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Pr.
Underwood EJ, Suttle NF. 2001. The mineral nutrition of livestock. 3rd ed. Oxon
(UK): CABI Publishing.
Wahjuni RS, Bijanti R. 2006. Uji Efek Samping Formula Pakan Komplit terhadap
Fungsi Hati dan Ginjal Pedet Sapi Friesian Holstein. Media Vet. (22):174179.
Widhyari SD, Wientarsih I, Soehartono H, Kompiang IP, Winarsih W. 2009. The
Efectivity Of Zinc Mineral And Herb Combination As Immunomodulator.
JIPI. 14 (1): 30-14.
Widhyari SD. 2012. Peran dan Dampak Defisiensi Zinc (Zn) Terhadap Sistem
Tanggap Kebal. Wartazoa. 22 (3): 141-148.
Widodo W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Malang (ID):Fakultas
Peternakan-Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang.
13
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 19 Maret 1992 dari ayah
Sediyono dan ibu Rum Asmawati. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Madiun dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi staf Departemen
Badan Olahraga dan Seni BEM FKH IPB pada tahun ajaran 2011/2012, menjadi
ketua Klan Kambing HIMPRO RUMINANSIA FKH IPB pada tahun ajaran
2012/2013, menjadi Ketua Divisi Kaderisasi Pengurus Cabang IMAKAHI (Ikatan
Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) pada tahun ajaran 2013/2014. Bulan
Januari-Februari 2012 penulis melaksanakan magang di peternakan sapi perah
rakyat Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan. Bulan Juni-Juli
2013 penulis melakukan pengabdian masyarakat pemberian obat cacing dan
vitamin di peternak sapi masyarakat Kabupaten Bondowoso. Penulis pernah aktif
menjadi Ketua Pelaksana acara VISI (Veterinery Integrity and Skill Impovement)
2013, menjadi Ketua acara Veterinery Leadership 2013 dan menjadi Ketua acara
Pekan Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia tingkat Nasional
(PIMVETNAS) 2013.
Penulis juga aktif mengikuti Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2013 dan
2014 cabang Futsal dan Sepak Bola, serta Olimpiade Veteriner pada tahun 2012
dan 2013. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah Juara 2 Olimpiade
Veteriner cabang Futsal 2012 dan Juara 2 Olimpiade Mahasiswa IPB 2014 cabang
sepak bola.
SAPI FRIESIAN HOLSTEIN YANG DIBERI PAKAN DENGAN
TAMBAHAN MINERAL Zn
ADITIA DWI CAHYONO
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kadar Blood Urea
Nitrogen dan Kreatinin Anak Sapi Friesian Holstein Yang Diberi Pakan dengan
Tambahan Mineral Zn adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Aditia Dwi Cahyono
NIM B04100139
ABSTRAK
ADITIA DWI CAHYONO. Kadar Blood Urea Nitrogen Dan Kreatinin Anak Sapi
Friesian Holstein Yang Diberi Pakan dengan Tambahan Mineral Zn. Dibimbing
oleh SUS DERTHI WIDHYARI dan ANITA ESFANDIARI.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kadar Blood Urea Nitrogen dan
kreatinin darah anak sapi Friesian Holstein (FH) yang diberi tambahan mineral Zn
dalam pakannya. Penelitian ini menggunakan sembilan ekor anak sapi FH yang
sehat secara klinis, umur antara 6-10 bulan. Hewan coba dibagi menjadi tiga
kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri atas tiga ekor, yaitu
kelompok sapi kontrol (diberi pakan tanpa tambahan Zn), kelompok sapi yang
diberi pakan dengan tambahan Zn 60 ppm, dan kelompok sapi yang diberi pakan
dengan tambahan Zn 120 ppm. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena
jugularis, pada saat sebelum dan setelah diberi perlakuan setiap bulan selama tiga
bulan untuk dianalisis terhadap kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
dalam darah. Kadar BUN dan kreatinin darah diperiksa menggunakan
spektrofotometer. Hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa kadar BUN dan
kreatinin, masing-masing berkisar antara 8.15 - 18.50 mg/dL dan 0,64 - 0,77
mg/dL. Kadar BUN dan kreatinin darah paling tinggi ditemukan pada kelompok
anak sapi dengan perlakuan 60 Zn ppm. Dapat disimpulkan, kadar BUN dan
kreatinin darah pada anak sapi FH yang diberi tambahan Zn dalam pakannya
masih berada dalam kisaran normal. Suplementasi Zn dalam pakan sebesar 60 dan
120 ppm yang diberikan selama 3 bulan aman untuk anak sapi FH.
Kata kunci: Zn, BUN, kreatinin, anak sapi, Friesian Holstein.
ABSTRACT
ADITIA DWI CAHYONO. Blood Urea Nitrogen And Creatinine Level Of
Friesian Holstein Calves Supplemented By Zn. Supervised by SUS DERTHI
WIDHYARI and ANITA ESFANDIARI
The objective of this experiment was to study the concentration of blood
urea nitrogen and creatinine of Friesian Holstein (FH) calves, received feed
supplemented by Zn. Nine healthy Holstein calves, 6-10 months old were used in
this experiment . The calves were devided into three groups, consisted of three
calves, i.e. with zero ppm (control), 60 ppm and 120 ppm of Zn supplementation,
respectively. Blood samples were collected from jugular vein for blood urea
nitrogen and creatinine analysis, prior to and every month following treatment for
three months. Blood urea nitrogen and creatinine concentrations were analysed
using spectrophotometer. Results of the experiment indicated that the BUN and
creatinine concentration ranging between 8.15 - 18.50 mg/dL and 0,64 - 0,77
mg/dL, respectively. The highest concentration of BUN and creatinine were on the
calves supplemented by 60 ppm of Zn. In conclusion, the concentration of BUN
and creatinine on calves supplemented by Zn were in a normal range. The
supplementation of 60 and 120 ppm Zn given for 3 months were safe for Holstein
calves.
Keyword : Zn, BUN, creatinine, calves, Friesian Holstein
KADAR BLOOD UREA NITROGEN DAN KREATININ ANAK
SAPI FRIESIAN HOLSTEIN YANG DIBERI PAKAN DENGAN
TAMBAHAN MINERAL Zn
ADITIA DWI CAHYONO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kadar Blood Urea Nitrogen dan Kreatinin Anak Sapi Friesian Holstein
Yang Diberi Pakan dengan Tambahan Mineral Zn
Nama
: Aditia Dwi Cahyono
NIM
: B04100139
Disetujui oleh
Dr Drh Sus Derthi Widhyari, MSi
Pembimbing I
Dr Drh Anita Esfandiari, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNYA sehingga Skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kadar
Blood Urea Nitrogen Dan Kreatinin Anak Sapi Friesian Holstein Yang Diberi
Pakan dengan Tambahan Mineral Zn, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Kedua orang tua Bapak Sediyono dan Ibu Rum Asmawati, nenek Jainem,
kakak Yusufa Candra Ardiana, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih
sayangnya.
2. Ibu Dr Drh Sus Derthi Widhyari, MSi dan Dr Drh Anita Esfandiari, MSi
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, ilmu, dan
bimbingan kepada penulis. Dr Drh Heru Setijanto, PAVet(K) selaku
pembimbing akademik yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan
selama proses perkuliahan.
3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Sahabat JANCUKERS atas
segala bentuk dukungan dan motivasinya, teman satu penelitian Asrang Bin
Abdullah, Danny Nugroho, Sistha Pangastuti, Novialita A. Putri, Bima
Febriyan dan seluruh keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan
seluruh pihak yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama
kuliah maupun dalam penyelesaian sekripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2014
Aditia Dwi Cahyono
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
METODE PENELITIAN
5
Waktu dan Tempat Penelitian
5
Materi Penelitian
5
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
6
10
Simpulan
10
Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
10
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
13
DAFTAR TABEL
1. Kebutuhan Mineral Sapi Perah
2. Rataan dan simpangan baku kadar BUN (mg/dL) anak sapi Freisian
Holstein sebelum dan sesudah diberi tambahan mineral Zn
3. Rataan dan simpangan baku kadar Kreatinin (mg/dL) anak sapi Freisian
Holstein sebelum dan sesudah diberi tambahan mineral Zn
3
7
9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi perah merupakan sumber penghasil susu yang memiliki nilai ekonomi
tinggi dan bermanfaat untuk masyarakat. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan
sapi perah yang paling banyak dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat di
Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena sapi FH merupakan sapi perah dengan
produksi susu paling tinggi dan memiliki kemampuan berkembang yang lebih
baik jika dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya (Sudono et al. 2003).
Keberhasilan peternakan sapi perah diantaranya ditentukan oleh
kemampuan dalam pemeliharaan dan manajemen pakan. Pakan merupakan salah
satu faktor yang penting pada peternakan sapi perah. Ketersediaan pakan, baik
secara kuantitas maupun kualitas, sangat menentukan keberhasilan usaha
peternakan. Untuk itu, diperlukan pakan dengan kandungan nutrisi optimal,
termasuk diantaranya kandungan mineral Zn (Suprijati 2013). Mineral Zn
diperlukan oleh berbagai organ tubuh, seperti kulit, mukosa saluran cerna dan
hampir semua sel di dalam tubuh. Mineral Zn berperan dalam pertumbuhan dan
pembelahan sel, perkembangan seksual, mengaktifkan hormon pertumbuhan
(Lieberman dan Bruning 1990), dan memegang peranan penting dalam sistem
tanggap kebal (Paik 2001). Suplementasi Zn pada pakan dapat meningkatkan
nafsu makan (Droke et al. 1998 ; Widhyari et al. 2009) dan meningkatkan daya
tahan sapi perah terhadap kasus mastitis (Klaus dan Rink 2003; Tanaka et al.
2001).
Dampak yang ditimbulkan akibat kurangnya mineral Zn adalah terjadinya
penurunan nafsu makan sampai dengan gangguan sistem pertahanan tubuh
(Widhyari 2012). Apabila terjadi defisiensi Zn, maka aktivitas mikroba rumen
tidak optimal sehingga tingkat pemanfaatan pakan menjadi lebih rendah yang
dapat menurunkan produktivitas ternak (Little et al 1989 ; McDowell 1992),
reproduktivitas dan kesehatan ternak (Darmono 2007). Mineral Zn dapat berperan
sebagai imunostimulan (Widhyari et al. 2009). Penelitian tentang peranan dan
dampak defisiensi mineral Zn telah banyak dilakukan. Namun, efek pemberian Zn
dalam pakan terhadap fungsi organ ginjal belum banyak dilaporkan. Oleh karena
itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari efek pemberian mineral Zn dalam
pakan terhadap fungsi organ ginjal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kadar blood urea nitrogen
(BUN) dan kreatinin anak sapi Friesian Holstein setelah pemberian tambahan
mineral Zn dalam pakan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang status fungsi ginjal
pada anak sapi FH setelah pemberian tambahan Zn dalam pakannya melalui
gambaran blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin darah.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Friesian Holstein
Bangsa sapi Holstein berasal dari propinsi Friesland (Belanda atau
Holland). Sapi tersebut di Belanda disebut Holstein Friesian, di Amerika disebut
Holstein. Bangsa sapi Holstein di Indonesia dinamakan sapi Fries Holland atau
Friesian Holstein (FH) (Soetarno 2003). Menurut Soetarno (2003), ciri-ciri sapi
FH antara lain bulu berwarna belang hitam putih dengan batas yang jelas. Dahi,
perut dan ambing, bulu kipas ekor, dan keempat kaki mulai dari lutut ke bawah
berwarna putih. Sapi FH berukuran lebih besar dibandingkan dengan sebagian
besar ternak lainnya dalam satu breed / bangsa. Bobot badan ideal sapi FH jantan
dan betina dewasa masing-masing sekitar 1000 kg dan 682 kg (Sudono et al.
2003).
Sapi FH merupakan sapi perah yang memiliki produksi susu paling tinggi
dengan kadar lemak susu yang rendah dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi
perah lainnya, baik di daerah tropis maupun subtropis. Produksi susu sapi FH per
masa laktasi di tempat asalnya rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20 liter
per hari (Putranto 2006). Rata-rata sapi FH di Indonesia menghasilkan air susu
sekitar 5000 Kg atau lebih per laktasi (305 hari) atau 16 liter/hari (SNI 1998).
Namun demikian, menurut Sudono et al. (2003), rata-rata produksi susu sapi
perah di Indonesia hanya 10 liter/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 Kg per-laktasi.
Kemampuan produksi seekor sapi perah FH sangat ditentukan oleh faktor
genetik dan faktor lingkungan. Produktivitas sapi perah FH di Indonesia
umumnya masih belum mencapai optimal seperti potensi genetiknya (Thalib et al.
1999; Gusharyanto 1994). Potensi genetik sapi perah FH yang baik tanpa
didukung oleh pemberian pakan yang optimal tidak akan menghasilkan ternak
dengan produktivitas yang sesuai dengan potensi genetiknya. Padahal pemberian
pakan yang sesuai dengan kebutuhan pada periode/status produksi seekor ternak
sangat penting dalam menunjang produktivitasnya. Periode produksi sapi perah
terdiri dari: (1) periode umur baru dilahirkan sampai umur disapih, (2) periode
lepas sapih sampai umur 10 bulan, (3) periode dara dari umur 11 bulan sampai
siap dikawinkan pada umur 15-16 bulan, (4) periode bunting pertama dari umur
16 bulan sampai melahirkan pertama sekitar umur 24 bulan; (5) periode laktasi
dan bunting dan (6) periode kering kandang. Kebutuhan nutrisi khususnya protein
dan energi dari setiap periode berbeda (Niezen 1996).
Periode yang paling menentukan tercapainya potensi genetik sapi perah
yaitu mulai dari umur lepas sapih (4-5 bulan) sampai siap untuk dikawinkan
pertama kali (15-16 bulan). Periode ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu umur lepas
sapih sampai 10 bulan dan umur 11 bulan sampai siap dikawinkan pertama kali
(15-16 bulan). Pemenuhan kebutuhan protein dan energi pada periode umur 4-10
bulan sangat penting dalam menunjang pembentukan sel-sel alveoli kelenjar susu
(Niezen 1996). Perkembangan sel alveoli yang optimum akan menghasilkan sapi
perah dengan produksi susu yang tinggi. Looper dan Bethard (2000) menyatakan
bahwa pemenuhan kebutuhan protein dan energi pada periode umur 4-10 bulan
dan periode umur 11-16 bulan penting untuk dapat menghasilkan bobot badan
ideal yang siap untuk dikawinkan pertama kalinya yaitu 320 kg untuk sapi perah
jenis FH.
3
Mineral Zn
Mineral Zn merupakan salah satu mineral mikro yang dibutuhkan bagi
setiap sel di dalam tubuh. Kecukupan mineral ini penting dalam menjaga
kesehatan secara optimal. Widodo (2002) mengemukakan bahwa mineral mikro
dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil, karena apabila dikonsumsi dalam jumlah
besar dapat bersifat racun. Mineral Zn berperan dalam pertumbuhan dan
pembelahan sel, perkembangan seksual, produksi sperma yang sehat,
pembentukan embrio, berperan selama kehamilan dan mengaktifkan hormon
pertumbuhan. Selain itu Zn merupakan komponen penting pada struktur dan
fungsi membran sel. Zn berfungsi sebagai antioksidan, dan berperan dalam sistem
tanggap kebal serta sebagai kofaktor berbagai enzim (Lieberman dan Bruning
1990).
Tabel 1 Kebutuhan mineral sapi perah
Sapi Perah
Ca
P
Mg
S
( % ppm)
0,16
0,16
0,16
0,16
Na
Fe
Mn
Zn
Pejantan
0,30
0,19
0,65
50
40
40
Dara (Umur 60,41
0,30
0,65
50
40
40
12 Bulan)
Induk Awal
0,77
0,48
0,25
0,25
1,00
50
40
40
Laktasi
Laktasi
0,43
0,28
0,20
0,20
0,90
50
40
40
(Produksi Susu
7-13 kg/hari)
Laktasi
0,51
0,33
0,20
0,20
0,90
50
40
40
(Produksi Susu
13- 20kg/hari)
Masa Kering
0,39
0,24
0,16
0,16
0,65
50
40
40
*
Keterangan : Ca = kalsium ; P = fosfor ; Mg = magnesium ; S = sulfur ; Na = natrium ; Fe = besi ;
Mn = mangan ; Zn = seng
Sumber: National Research Council (1989)
Menurut Arora (1995), suplementasi Zn dapat meningkatkan daya tahan
sapi perah terhadap mastitis, dan mineral Zn memiliki peran penting dalam
meningkatkan aktivitas mikroba rumen. Hal tersebut juga dikemukakan oleh
Harmon dan Torre (1997) bahwa suplementasi Zn dapat meningkatkan sistem
imunitas yang ditunjukkan dengan menurunnya tingkat kejadian mastitis pada
sapi perah.
Tillman et al. (1984) mengemukakan bahwa Zn berperan penting dalam
metabolisme dan proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun untuk
pemeliharaan kesehatan. Mineral Zn merupakan metaloenzim yang terlibat dalam
enzim polimerase DNA, peptidase karboksi A dan B, serta alkalin fosfatase.
Enzim-enzim tersebut berperan dalam sintesis asam nukleat (RNA, DNA)
polimerase dan sintesis protein (Lieberman dan Bruning 1990).
Mineral Zn merupakan katalisator beberapa enzim. Lebih dari 300 enzim
memerlukan Zn seperti enzim dehidrogenase, superoksida dismutase, alkalin
fosfatase, aminopeptidase, karboksipeptidase dan kolagenase (Underwood dan
Suttle 2001). Zn juga berfungsi di dalam sintesis hormon seperti insulin dan
glukagon, berperan dalam metabolisme karbohidrat, keseimbangan asam basa dan
metabolisme vitamin A (Linder 1992).
4
Kandungan Zn pada hijauan pakan dilaporkan berkisar antara 20-30 mg/kg,
sedangkan kebutuhan Zn untuk ternak ruminansia adalah 33-50 mg/kg pakan
(Suprijati 2013). Defisiensi Zn dapat menyebabkan penurunan nafsu makan,
dermatitis, pertumbuhan lambat, kematangan seksual lambat, infertilitas dan
imunodefisiensi. Widhyari (2012) berpendapat bahwa dampak yang ditimbulkan
akibat kurangnya mineral Zn adalah terjadinya penurunan nafsu makan sampai
pada gangguan sistem pertahanan tubuh.
Ginjal
Ginjal merupakan suatu sistem filtrasi alami tubuh yang mempunyai
beberapa fungsi utama yaitu menyaring produk hasil metabolisme yang tidak
berguna bagi tubuh, menjaga keseimbangan cairan tubuh dan mempertahankan
pH cairan tubuh (Kusumawati dan Sardjana 2006). Sennang et al. (2005)
melaporkan bahwa ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk
mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan. Gagal ginjal
akut merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal secara mendadak akibat terjadinya peningkatan hasil metabolit seperti
ureum dan kreatinin. Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Kumala 2011).
Menurut Kusumawati dan Sardjana (2006), suplementasi zat dalam pakan
sebelum diterapkan secara luas sebagai imbuhan atau formulasi pakan hewan
terlebih dahulu harus diperiksa pengaruhnya terhadap fungsi hati dan fungsi
ginjal. Suplementasi mineral Zn dalam pakan tersebut diharapkan mampu
meningkatkan produktivitas dan berat badan anak sapi Friesian Holstein. Namun
demikian suplementasi mineral-mineral mikro seperti Zn hanya dibutuhkan dalam
jumlah kecil, karena apabila termakan dalam jumlah besar dapat bersifat racun
(Widodo 2002). Piliang (2002) menyatakan bahwa ginjal bukan organ utama
tempat ekskresi mineral Zn. Ekskresi Zn, sejumlah kurang lebih dua pertiga dari
asupan Zn dalam tubuh, terutama melalui feses dan hanya sebagian kecil
diekskresi di urin (Dewoto 2007). Underwood (2001) menyatakan bahwa ekskresi
mineral Zn yang utama adalah melalui sekresi pankreatik dan feses, hanya sedikit
Zn yang dibuang melalui urin.
Biokimiawi Darah
Blood urea nitrogen (BUN) adalah konsentrasi urea dalam serum atau
plasma, merupakan salah satu indikator penting fungsi ginjal (Sennang et al.
2005). Urea dibentuk dalam hati dari katabolisme asam amino dan merupakan
produk metabolisme protein. Ekskresi hasil metabolisme protein dan asam amino
tersebut sebagian besar tergantung pada organ ginjal (Baron 1990). Kadar BUN
dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi
(Kusumawati dan Sardjana 2006).
Kadar normal BUN pada sapi FH berkisar antara 6-27 mg/dL (Meyer dan
Harvey 2003). Kadar BUN dapat digunakan sebagai petunjuk Laju Filtrasi Ginjal
(LFG). Penyakit ginjal kronik dapat diindikasikan oeh menurunnya kecepatan
5
Laju Filtrasi Glomerulus, dengan adanya kadar BUN dan kreatinin yang
meningkat dalam sirkulasi darah. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia.
Kreatinin adalah produk masa otot yang merupakan hasil pemecahan
kreatinfosfat (Meyer dan Harvey 2003). Menurut Frandson (1992), kreatinin
merupakan produk akhir metabolisme kreatinfosfat yang terjadi di dalam otot.
Kadar kreatinin merupakan indeks LFG yang lebih cermat dibandingkan dengan
BUN, karena BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet dan katabolisme
protein tubuh (Prince dan Wilson 1995).
Kreatinin dihasilkan dari kreatin, sebuah molekul yang sangat penting untuk
produksi energi di otot, yang kemudian dialirkan melalui sirkulasi darah menuju
ginjal, sebagian besar disaring oleh ginjal dan diekskresikan lewat urin. Kreatinin
dalam darah meningkat apabila fungsi ginjal berkurang. Berbeda dengan BUN,
perubahan kadar kreatinin dalam darah tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor
fisiologis seperti jenis kelamin dan umur (Kerr 2002). Kadar kreatinin pada sapi
berkisar antara 0,2-2,6 mg/dL (Meyer dan Harvey 2003).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di peternakan rakyat di desa Citapen kecamatan
Ciawi Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai Oktober 2013.
Pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium komersial di Bogor dan
Laboratorium Patologi Klinik Divisi Penyakit Dalam Departemen Klinik,
Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Materi Penelitian
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan meliputi spektrofotometer, cool bag, tabung
reaksi, tempat serum, freezer. Bahan-bahan yang diperlukan meliputi seperangkat
kit ureum dan kreatinin, sampel darah sapi, aquades, Zn biokompleks, serta pakan
sapi berupa rumput dan konsentrat.
Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan 9 ekor anak sapi Friesian Holstein (FH) umur
berkisar antara 6-10 bulan. Pakan yang diberikan berupa rumput dan konsentrat
yang disesuaikan dengan kebutuhan ternak. Air minum diberikan secara ad
libitum. Pakan yang diberikan sesuai kebutuhan standard National Research
Council (NRC).
Hewan coba dibagi ke dalam tiga kelompok perlakuan, masing-masing
kelompok terdiri dari 3 ekor, yaitu kelompok kontrol (tanpa suplementasi Zn),
kelompok yang disuplementasi Zn 60 ppm, dan kelompok yang disuplementasi
Zn 120 ppm.
6
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan sebelum dan setelah suplementasi Zn,
setiap bulan selama tiga bulan. Sampel darah diambil sebanyak 10 ml
menggunakan disposable syringe melalui vena jugularis. Sampel darah kemudian
didiamkan selama 1-2 jam pada suhu ruang sampai keluar serum, kemudian
disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Serum segera
dipisahkan dan disimpan dalam freezer sampai analisis dilakukan. Analisis
dilakukan terhadap parameter biokimiawi darah.
Pemeriksaan Biokimiawi Darah
Parameter biokimiawi darah yang dianalisis meliputi blood urea nitrogen
(BUN) dan kreatinin. Analisis dilakukan menggunakan kit komersial dengan alat
spektrofotometer.
Analisis Data
Data disajikan sebagai nilai rata-rata dan standar error 5% (X±SE), dan
dianalisis dengan metode ANOVA.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Blood Urea Nitrogen (BUN)
Blood urea nitrogen (BUN) adalah konsentrasi urea dalam serum atau
plasma, merupakan salah satu indikator penting fungsi ginjal (Sennang et al.
2005). Urea dibentuk dalam hati dari katabolisme asam amino dan merupakan
produk metabolisme protein. Hasil metabolisme protein dan asam amino tersebut
ekskresinya sebagian besar tergantung pada organ ginjal (Baron 1990). Tabel 2
memperlihatkan rataan kadar BUN anak sapi FH sebelum dan setelah
penambahan Zn dalam pakan.
Tabel 2 Rataan dan simpangan baku kadar BUN (mg/dL) anak sapi Friesian
Holstein sebelum dan setelah diberi tambahan Zn dalam pakan
Perlakuan
0
1
a
Kontrol
13.97 ± 0.06
Zn 60 ppm
18.50 ± 0.06 b
Waktu Pengamatan (bulan)
2
14.10 ± 0.04
a
18.27 ± 0.04 b
3
a
8.15 ± 0.06 a
12.33 ± 0.07 a
9.80 ± 0.08 a
10.03 ± 0.06
Zn 120 ppm
14.27 ± 0.02 a
15.67 ± 0.03 a
9.83 ± 0.07 a
8.43 ± 0.08 a
Huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
(P>0.05)
Secara statistik dijumpai adanya perbedaan yang nyata antar kelompok
perlakuan (P>0,05) sebelum dan 1 bulan setelah pemberian suplementasi mineral
Zn, dimana pada kelompok suplementasi Zn 60 ppm menunjukkan kadar BUN
yang lebih tinggi. Profil kadar BUN semua kelompok perlakuan cenderung
7
mengalami peningkatan pada bulan pertama dan mengalami penurunan pada
bulan berikutnya, kecuali pada kelompok Zn 60 ppm. Kelompok Zn 60 ppm
cenderung mengalami penurunan kadar BUN setelah suplementasi Zn. Namun
demikian, kadar BUN pada semua kelompok perlakuan pada penelitian ini masih
berada dalam kisaran referensi normal 6-27 mg/dL (Meyer dan Harvey 2003).
Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Engle et al. (1997) dalam Arelovich et
al. (2008) bahwa suplementasi Zn dalam pakan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kadar BUN.
Suplementasi Zn sebesar 60 ppm memberikan gambaran kadar BUN yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok suplementasi
Zn 120 ppm. Kadar BUN tertinggi dijumpai pada kelompok suplemenasi Zn 60
ppm. National Research Council (1989) merekomendasikan penambahan Zn pada
pakan ternak sebaiknya berkisar antara 40-60 ppm.
Secara umum hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar BUN
setelah 2 bulan pemberian suplementasi Zn pada pakan, dan kadarnya terus
menurun hingga pengamatan selesai. Penurunan BUN terjadi pada ketiga
kelompok perlakuan. Menurunnya kadar BUN setelah 2 bulan pemberian
suplementasi Zn diduga berhubungan dengan kandungan nutrisi, terutama protein
di dalam pakan. Kondisi perubahan fisiologis dan meningkatnya kebutuhan
protein anak sapi FH serta rendahnya kandungan protein di dalam pakan pada
periode ini diduga dapat menyebabkan terjadinya penurunan BUN. Prince dan
Wilson (1995) melaporkan bahwa kadar BUN dipengaruhi oleh jumlah protein
dalam pakan dan katabolisme protein tubuh. Kenaikan berat badan yang cukup
signifikan akibat suplementasi mineral Zn dalam pakan tanpa diimbangi
peningkatan jumlah intake protein, faktor keragaman umur dan jenis kelamin anak
sapi FH dalam satu kelompok dengan jumlah anak sapi yang sedikit diduga juga
dapat memengaruhi nilai rataan kadar BUN. Dugaan tersebut didukung oleh
pendapat yang dikemukakan oleh Kerr (2002) bahwa perubahan kadar BUN dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologis seperti jenis kelamin dan umur, sehingga
perlu diperiksa kandungan protein dalam pakan selama pengamatan dan juga
dipertimbangkan keragaman umur serta jenis kelamin dalam satu kelompok
perlakuan.
Kadar BUN selama pengamatan berfluktuasi pada kisaran normal antara
8.15 - 18.50 mg/dL, dimana kadar BUN sapi FH normal berada pada selang 6-27
mg/dL menurut Meyer dan Harvey (2003). Hasil tersebut menandakan bahwa
suplementasi Zn sebesar 60 ppm dan 120 ppm dalam pakan tidak memengaruhi
kadar BUN dalam darah. Pendapat yang sama dilaporkan oleh Engle et al. (1997)
dalam Arelovich et al. (2008) bahwa suplementasi Zn dalam pakan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kadar BUN. Hasil penelitian ini
menggambarkan bahwa organ ginjal tidak mengalami gangguan fungsi akibat
adanya penambahan mineral Zn hingga 120 ppm di dalam pakan yang diberikan
selama 3 bulan.
Kadar BUN dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan
ekskresi. Pemayun (2002) melaporkan bahwa kadar BUN menggambarkan
keseimbangan antara pembentukan urea dan katabolisme protein serta ekskresi
urea oleh organ ginjal. Kadar BUN dapat juga digunakan sebagai petunjuk Laju
Filtrasi Ginjal (LFG). BUN dan kreatinin merupakan hasil metabolisme protein
yang pembuangannya diatur oleh ginjal (Kaneko 2008). Baron (1990),
8
mengemukakan bahwa adanya kerusakan pada sel glomerulus akan menyebabkan
laju filtrasi glomerulus menurun dan mengakibatkan kenaikan kadar BUN dan
kreatinin dalam darah. Kadar BUN dan kreatinin yang meningkat diatas kisaran
normal dapat mengindikasikan adanya penyakit ginjal kronik. Kerusakan ginjal
tersebut menyebabkan ginjal tidak dapat mengekskresikan hasil metabolisme yang
tidak berguna, terutama ureum dan kreatinin.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar BUN dalam
darah adalah pemberian obat-obatan seperti golongan aminoglikosida, diuretik,
kortikosteroid, adanya pendarahan pada saluran pencernaan, dan adanya obstruksi
saluran kemih. Namun demikian, menurut Meyer dan Harvey (2003), tingginya
kadar BUN dalam darah tidak selalu menjadi tanda adanya kerusakan organ
ginjal. Jumlah urea yang dikeluarkan akan menurun pada keadaan dehidrasi atau
shock, sehingga kadar BUN dalam sirkulasi darah juga akan meningkat pada
kondisi-kondisi tersebut.
Kadar Kreatinin
Kreatinin adalah produk masa otot yang merupakan hasil pemecahan
kreatinfosfat (Meyer dan Harvey 2003). Menurut Frandson (1992), kreatinin
merupakan produk akhir metabolisme kreatinfosfat yang terjadi di dalam otot.
Kreatinin yang terbentuk akan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, kemudian
dialirkan melalui sirkulasi darah menuju ke organ ginjal. Kreatinin difiltrasi oleh
glomerulus di dalam ginjal. Jika terdapat gangguan pada fungsi filtrasi ginjal
maka kadar kreatinin dalam darah akan meningkat, dan kenaikan ini dapat
digunakan sebagai indikator adanya gangguan fungsi ginjal. Tinggi atau
rendahnya kadar kreatinin dalam darah juga dapat digunakan sebagai gambaran
berat ringannya gangguan fungsi ginjal.
Rataan kadar kreatinin anak sapi FH sebelum dan setelah penambahan Zn
dalam pakan dapat dilihat pada Tabel 3. Profil kadar kreatinin pada anak sapi FH
cenderung mengalami peningkatan setelah suplementasi Zn. Kadar kreatinin
kelompok perlakuan suplementasi Zn 60 ppm dan 120 ppm stabil pada bulan
pertama dan cenderung mengalami peningkatan pada bulan kedua hingga
selesainya pengamatan. Meskipun demikian, kadar kreatinin pada semua
kelompok perlakuan masih berada dalam kisaran nilai normal menurut Meyer dan
Harvey (2003).
Tabel 3 Rataan dan simpangan baku kadar kreatinin (mg/dL) anak sapi Freisian
Holstein sebelum dan setelah diberi tambahan Zn dalam pakan
Perlakuan
0
1
a
Waktu Pengamatan (bulan)
2
0.67 ± 0.04
ab
0.67 ± 0.065
3
a
0.67 ± 0.07 a
Kontrol
0.68 ± 0.06
Zn 60 ppm
0.70 ± 0.06 a
0.70 ± 0.04 b
0.76 ± 0.075 a
0.77 ± 0.08 a
Zn 120 ppm
0.64 ± 0.02 a
0.64 ± 0.03 a
0.69 ± 0.07 a
0.71 ± 0.08a
Huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
(P>0.05)
9
Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0,05) pada
bulan pertama setelah suplementasi antara kelompok perlakuan Zn 60 ppm
dengan Zn 120 ppm, dimana kadar kreatinin pada kelompok suplementasi Zn 60
ppm lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok Zn 120 ppm. Setelah itu kadar
kreatinin pada semua kelompok perlakuan cenderung stabil hingga selesainya
waktu pengamatan.
Kadar kreatinin relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan kadar BUN,
karena kadar BUN dipengaruhi oleh jumlah asupan protein dalam pakan dan
katabolisme protein tubuh, sedangkan kadar kreatinin tidak dipengaruhi oleh
faktor di luar ginjal (Prince dan Wilson 1995). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kadar kreatinin berfluktuasi pada kisaran normal antara 0,64 - 0,77 mg/dL,
dimana kadar kreatinin sapi FH normal berada pada selang 0,2-2,6 mg/dL (Meyer
dan Harvey 2003 ; Wahjuni dan Bijanti 2006). Hasil tersebut menandakan bahwa
suplementasi Zn sebesar 60 dan 120 ppm dalam pakan tidak memengaruhi kadar
kreatinin dalam darah.
Jumlah kreatinin yang dihasilkan setara dengan masa otot rangka yang
dimilikinya. Kreatinin banyak terdapat dalam urat daging untuk menyuplai energi.
Senyawa ini terdapat sedikit pada plasma hewan dewasa, sedangkan pada plasma
hewan yang sedang tumbuh terdapat lebih banyak. Kadar kreatinin di dalam darah
tidak hanya dipengaruhi oleh fungsi ginjal namun juga oleh fungsi hati dan massa
otot (Jeyaratnam 1996). Kadar kreatinin dalam darah lebih sensitif dalam
mendeteksi adanya kerusakan organ ginjal dibandingkan dengan kadar ureum,
karena kreatinin tidak mengalami reabsorbsi dan sekresi oleh tubulus ginjal. Oleh
karena itu kadar kreatinin dalam darah merupakan indeks LFG yang lebih teliti
dibandingkan dengan BUN. Peningkatan kadar kreatinin di dalam darah dapat
disebabkan oleh adanya kerusakan ginjal terutama karena gangguan filtrasi
glomerulus, nekrosis tubulus akut, dehidrasi dan pada gagal ginjal (Wahjuni dan
Bijanti 2006).
Ginjal merupakan suatu sistem filtrasi alami tubuh yang mempunyai
beberapa fungsi utama yaitu menyaring produk hasil metabolisme yang tidak
berguna bagi tubuh, menjaga keseimbangan cairan tubuh dan mempertahankan
pH cairan tubuh. Hasil pemeriksaan laboratorium dapat memberikan informasi
adanya perubahan komposisi bahan-bahan yang secara normal difiltrasi oleh
ginjal, dapat membantu mengidentifikasi penyebab gangguan pada fungsi ginjal,
dan menunjukkan tingkat kerusakan organ ginjal (Kusumawati dan Sardjana
2006). Menurut Gurung et al. (1998), pengaruh pemberian pakan ternak terhadap
fungsi ginjal dapat diperiksa berdasarkan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin
dalam darah. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Scholz (2005) bahwa kadar BUN
dan kreatinin dalam darah merupakan parameter yang sangat sensitif untuk
menggambarkan fungsi organ ginjal.
Menurut Kamarudin dan Salim (2002), ginjal merupakan organ tubuh yang
menerima 25 -30% sirkulasi darah untuk dibersihkan. Oleh karena itu, ginjal
sangat rentan terhadap pengaruh zat yang bersifat toksik. Gangguan fungsi ginjal
dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar BUN dan kreatinin dalam
darah. Peningkatan kadar BUN dapat disebabkan oleh peningkatan metabolisme
protein, sedangkan peningkatan kadar kreatinin di dalam darah dapat disebabkan
oleh adanya kerusakan ginjal terutama karena gangguan filtrasi glomerulus,
misalnya nekrosis tubulus akut. Namun demikian, adanya peningkatan kadar
10
BUN dan kreatinin dalam darah tidak selalu mengindikasikan adanya gangguan
fungsi ginjal, seperti yang dinyatakan oleh Pemayun (2002), bahwa pada keadaan
dehidrasi jumlah urea yang dikeluarkan akan menurun sehingga kadar urea dalam
sirkulasi darah akan meningkat pada kondisi tersebut.
Hasil yang diperoleh dari pengamatan terhadap 9 ekor anak sapi FH
menggambarkan kadar ureum dan kreatinin yang masih dalam kisaran normal,
baik pada kelompok sapi dengan suplementasi Zn 60 ppm maupun 120 ppm. Hal
tersebut menunjukkan bahwa suplementasi Zn sebanyak 60 dan 120 ppm dalam
pakan tidak mengganggu kesehatan anak sapi, terutama fungsi organ ginjal.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kadar BUN dan kreatinin darah pada anak sapi FH yang diberi tambahan Zn
dalam pakannya masih berada dalam kisaran normal. Suplementasi Zn dalam
pakan sebesar 60 dan 120 ppm yang diberikan selama 3 bulan aman untuk anak
sapi FH.
Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh suplementasi Zn terhadap
fungsi organ lainnya misalnya terhadap fungsi organ hati dengan jumlah hewan
coba yang lebih banyak, waktu pengamatan yang lebih lama, sumber Zn yang
berbeda, dan pemeriksaan terhadap jumlah intake protein dalam pakan serta
pertimbangan keragaman umur dan jenis kelamin anak sapi Friesian Holstein.
DAFTAR PUSTAKA
Arelovich HM, Laborde HE, Amela MI,Torrea MB, Martínez MF. 2008. Effects
of dietary addition of zinc and(or) monensin on performance, rumen
fermentation and digesta kinetics in beef cattle. J Agr Res Spain. 6(3):362372.
Arora SP. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. 2nd Ed. Yogyakarta
(ID): Gajah Mada University Pr.
Baron DN. 1990. Patologi Klinik (A Short Textbook of Chemical Pathology).
Jakarta (ID): CV. ECG, Penerbit Buku Kedokteran.
Darmono. 2007. Mineral deficiency disease in ruminats and its prevention. J
Litbang Pertanian. 26:104-108.
Dewoto HR. 2007. Vitamin dan Mineral. Farmakologi dan Terapi Edisi kelima.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta (ID): Percetakan Gaya Baru. 769-92.
Droke EA, Gengelbach GP, Spears JW. 1998. Influence of Level and Source
(Inorganic vs Organic) of Zinc Supplementation on Immune Function in
Growing Lambs. J Anim Sci.11:139-144.
11
Engle TE, Nockels CF, Hossner KL, Kimberling CV, Toombs RE, Yemm
RS,Weaber DL, Johnson AB. 1997. Marginal zinc deficiency affects
biochemical and physiological parameters in beef heifer calves. Asian
Australasian. J Anim Sci. 10: 471-477.
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Pr.
Gusharyanto. 1994. Parameter Produksi dan Reproduksi, Evaluasi Nilai
Pemuliaan Pejantan serta Induk Sapi Perah Friesh-Holland di Beberapa
Perusahaan Peternakan.[Thesis]. Bogor (ID): Fakultas Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Gurung NK, Rankins DL, Shelby RA, Goel S. 1998. Effects of fum onisin b1contaminated feeds on weanling angora goats. J Anim Sci. 76: 2863–2870.
Harmon RJ, Torre PM. 1997. Economic Implication of Copper and Zinc
Proteinates : Role in Mastitis Control. Lexington(US): Departement of
Animal Science, University of Kentucky Pr.
Jeyaratnam J. 1996. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta (ID): EGC.
Kamarudin M, Salim MN. 2002. Pengaruh pemberian air perasan daun pepaya
pada ayam: respon terhadap patofisiologik ginjal. J Sain Vet. 10 (1) : 5-8.
Kaneko JJ. 2008. Clinical Biochemistry of Domestic Animal. London (GB): San
Diego Academic Pr.
Kerr MG. 2002. Veterinary Laboratory Medicine, Clinical Biochemistry and
Hematology. 2nd Ed. Blackwell Science.
Klaus-Helge IBS, Rink L. 2003. Zinc-altered immune function. J Nutr. 133:1452 1456.
Kusumawati D, Sardjana IKW. 2006. Perbandingan pemberian cat food dan
pindang terhadap pH urin, albuminuria, dan bilirubin kucing. MKH. 22 (2):
131-135.
Lieberman, Bruning N. 1990. The Real Vitamin and Mineral Book. New York
(US): Avery Group.
Linder MC. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Karbohidrat (Terjemahan). Linder
(ed) Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia Pr.
Little DA, Kompiang S, Peterham RJ. 1989. Mineral composition of Indonesian
ruminant forages. Trop Agric. 66:33-37.
Looper M, Bethard. 2000. Management Considerations in Holstein Heifer
Development. Las Cruces (MX):New Mexico State University Pr.
McDowell LR. 1992. Minerals in animal and human nutrition. London (GB):
Academic Press.
Meyer DJ, Harvey J. 2003. Interpretation And Diagnosis. 2nd Ed. Philadelphia
(US): WB. Saunders.
Muttaqin A, Kumala S. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta (ID): Salemba Medika.
National Research Council, (1989). Everybody Counts : A Report to the Nations
on the Future of Mathematic. Wasingthon DC(US) : National Academy
Pr.
Niezen JH, Grieve DG, McBride BW, Burton JH. 1996. Effect of plane nutrition
before and after 200 kilograms of body weigh on mammary development
of prepubertal Holstein heifer. J Dairy Sci. 79: 1255.
12
Paik IK. 2001. Application of chelated minerals in animal production. Asian-Aust.
J Anim. Sci. 14:191 – 198.
Pemayun IGAGP. 2002. Evaluation of nephrotomy without sutures in dog. J Vet.
3(2): 94-96.
Piliang WG. 2002. Nutrisi Mineral. Edisi kelima. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor Pr.
Prince SA, Wilson LM. 1995.Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta (ID): EGC.
Putranto EH. 2006. Analisis Keuntungan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di
Jawa Tengah. Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang dan Kota
Semarang [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Scholz MC. 2005. Laboratory tests defined. PCRI. 8(2) : 1-6.
Soetarno T. 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada Pr.
Sennang N, Sulina, Badji A, Hardjoeno. 2005. Laju Filtrasi Glomerulus pada
Orang Dewasa Berdasarkan Tes Klirens Kreatinin Menggunakan
Persamaan Cockroft-Gault dan Modification of Diet in Renal Disease. J
Med Nus. (24)2:80-84.
Standar Nasional Indonesia. 1998. SNI 01-3141-1998 tentang Susu Segar. Jakarta
(ID):Badan Standardisasi Nasional.
Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka Pr.
Suprijati. 2013. Seng Organik Sebagai Imbuhan Pakan Ruminansia. Wartazoa. 23
(3):142-157.
Tanaka SE, Takakahashi, Matsui T, Yano H. 2001. Zinc promotes adipocyte
differentiation in vitro. Asian-Aust. J Anim Sci. 14(7): 966 – 969.
Thalib C, Anggraeni A, Diwyanto K. 1999. Evaluasi Genetik Sapi Perah di
Indonesia. [Laporan Akhir]. Bogor (ID) : Balai Penelitian Ternak.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.
1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kedua. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Pr.
Underwood EJ, Suttle NF. 2001. The mineral nutrition of livestock. 3rd ed. Oxon
(UK): CABI Publishing.
Wahjuni RS, Bijanti R. 2006. Uji Efek Samping Formula Pakan Komplit terhadap
Fungsi Hati dan Ginjal Pedet Sapi Friesian Holstein. Media Vet. (22):174179.
Widhyari SD, Wientarsih I, Soehartono H, Kompiang IP, Winarsih W. 2009. The
Efectivity Of Zinc Mineral And Herb Combination As Immunomodulator.
JIPI. 14 (1): 30-14.
Widhyari SD. 2012. Peran dan Dampak Defisiensi Zinc (Zn) Terhadap Sistem
Tanggap Kebal. Wartazoa. 22 (3): 141-148.
Widodo W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Malang (ID):Fakultas
Peternakan-Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang.
13
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 19 Maret 1992 dari ayah
Sediyono dan ibu Rum Asmawati. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Madiun dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi staf Departemen
Badan Olahraga dan Seni BEM FKH IPB pada tahun ajaran 2011/2012, menjadi
ketua Klan Kambing HIMPRO RUMINANSIA FKH IPB pada tahun ajaran
2012/2013, menjadi Ketua Divisi Kaderisasi Pengurus Cabang IMAKAHI (Ikatan
Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) pada tahun ajaran 2013/2014. Bulan
Januari-Februari 2012 penulis melaksanakan magang di peternakan sapi perah
rakyat Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan. Bulan Juni-Juli
2013 penulis melakukan pengabdian masyarakat pemberian obat cacing dan
vitamin di peternak sapi masyarakat Kabupaten Bondowoso. Penulis pernah aktif
menjadi Ketua Pelaksana acara VISI (Veterinery Integrity and Skill Impovement)
2013, menjadi Ketua acara Veterinery Leadership 2013 dan menjadi Ketua acara
Pekan Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia tingkat Nasional
(PIMVETNAS) 2013.
Penulis juga aktif mengikuti Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2013 dan
2014 cabang Futsal dan Sepak Bola, serta Olimpiade Veteriner pada tahun 2012
dan 2013. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah Juara 2 Olimpiade
Veteriner cabang Futsal 2012 dan Juara 2 Olimpiade Mahasiswa IPB 2014 cabang
sepak bola.