Gambaran Sel Darah Merah pada Anak Sapi Friesian Holstein yang diberi tambahan Mineral ZN

GAMBARAN SEL DARAH MERAH PADA ANAK SAPI
Friesian Holstein YANG DIBERI TAMBAHAN MINERAL Zn

ASRANG BIN ABDULLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Gambaran Sel Darah Merah
pada Anak Sapi Friesien Holstein yang diberi Tambahan Mineral Zn adalah benar
karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014
Asrang Bin Abdullah
NIM B0098902

ABSTRAK
ASRANG BIN ABDULLAH. Gambaran Sel Darah Merah pada Anak Sapi
Friesien Holstein yang diberi Tambahan Mineral Zn. Dibimbing oleh SUS
DERTHI WIDHYARI.
Mineral zinc (Zn) merupakan mikro mineral esensial yang diperlukan ternak
ruminansia yang berperan pada sejumlah fungsi biokimiawi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efek suplementasi zinc (Zn) terhadap profil sel darah
merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit pada anak Sapi perah Friesian
Holstein (FH). Penelitian ini menggunakan sembilan ekor sapi FH yang sehat
secara klinis berumur antara 6-10 bulan. Sapi dibagi menjadi tiga kelompok
masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor. Pengelompokan berdasarkan
perbedaan suplementasi mineral Zn di dalam pakannya yaitu: kontrol tanpa
suplementasi Zn, Kelompok suplementasi Zn sebesar 60 ppm dan Kelompok
suplementasi Zn sebesar 120 ppm. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan
setelah pemberian Zn setiap bulan selama tiga bulan. Sampel darah diambil
melalui vena jugularis kemudian dianalisis terhadap jumlah sel darah merah,

konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit. Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit tidak
berbeda antar kelompok perlakuan. Suplementasi Zn 60 ppm maupun 120 ppm
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah sel darah merah, kadar
hemoglobin dan nilai hematokrit pada anak Sapi FH (P>0,5).
Kata Kunci: Anak Friesien Holstein, jumlah sel darah merah, hemoglobin,
hematokrit, zinc (Zn)

ABSTRACT
ASRANG BIN ABDULLAH. Red Blood Cell Profile on Friesien Holstein calves
based diet Supplemented Mineral Zn. Supervised by SUS DERTHI WIDHYARI.

Zinc is an essential micro mineral required by ruminants which play
important role in hematology profiles. The aim of this study was is to determine
the effect of zinc (Zn) supplementation towards the profile of erythrocyte count,
haemoglobin concentration, and haematocrit values on the Friesian Holstein calf.
Nine Friesian Holstein calves between 6 – 10 months of age were used in this
experiment. Calves were divided into three groups. Each group were consisted of
three calves i.e with zero (control), 60 ppm and 120 ppm of Zn supplementation,
respectively. Every month, blood has been collected right before and after giving

Zn and continued for about three months. Blood sample were collected from
jugular vein and analysed for the amount of erythrocytes, hemoglobin
concentration, and the hematocrit value. Result shown that the amount of
erythrocytes, hemoglobin concentration, and the hematocrit values show no
differences between the groups. Supplementation of Zn 60 ppm or 120 ppm also
did not show a appropriate difference towards the amount of erythrocytes,
hemoglobin concentration, and the hematocrit value towards the Friesian
Holstein calf (P>0,05).
Keywords: Friesian Holstein calf, erythrocyte, hemoglobin, hematocrit, zinc (Zn)

GAMBARAN SEL DARAH MERAH PADA ANAK SAPI
Friesian Holstein YANG DIBERI TAMBAHAN MINERAL Zn

ASRANG BIN ABDULLAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi
Muhammdad SAW, keluarga dan para sahabat. Skripsi dengan Judul “Gambaran
Sel Darah Merah pada Anak Sapi Friesien Holstein yang diberi Tambahan
Mineral Zn” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan baik
moral ataupun material dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Keluarga besar Abdullah Patta yang tercinta, tante Indar dan saudarasaudaraku yang tersayang Askar, Asni, Mahadir, Asrianto, Asnini, Asmirul,
Hasan dan Cahyani yang banyak memberikan kasih sayang, semangat dan
kebahagiaan yang selalu diberikan kepada penulis.

2. Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu, masukan ilmu, dan bimbingan dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Dr. Drh. Nurhidayat MS PAVet selaku pembimbing akedemik yang selalu
memberikan pengarahan dan bimbingan selama proses perkuliahan.
4. Dr. Drh. Anita sfandiari, MSi atas dukungan dan semangat yang diberikan.
5. Sudradjat, SSi sebagai staff Laboratorium Patologi Klinik, Divisi penyakit
dalam, Departemen KRP, FKH, IPB yang turut membantu selama penelitan.
6. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman satu penelitian Aditia,
Danny, Puput, Bimo dan Sistha atas kerjasama dan bantuan selama penelitian.
7. Teman seperjuangan rantauan Noraimah, Marul, Mayahsastriah, Emma dan
Sutriani serta seluruh Ahli PKPMI Bogor yang telah menjadi keluarga kedua
penulis selama penjalani studi perkuliahan.
8. Acromon ‟47 serta seluruh keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB
dan seluruh pihak yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama
kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Bebyana J, wanita hebat yang senantiasa memberikan kasih sayang,
dukungan dan menjadi motivasi pribadi. Terima kasih karena telah hadir di
dalam hidup penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik maupun saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat khususnya
bagi penulis, dan bagi ilmu pengetahuan dunia.

Bogor, Desember 2014
Asrang Bin Abdullah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Sapi Friesian Holstein (FH)

2

Sel Darah Merah

2


Hemoglobin

3

Hematokrit

4

Mineral Zn

4

METODE PENELITIAN

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5


Bahan dan Alat Penelitian

5

Hewan Percobaan yang digunakan

6

Metode Penelitian

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Jumlah Sel Darah Merah

7


Hemoglobin

9

Hematokrit

10

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran

11


DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL

1 Rataan jumlah sel darah merah (juta/mm3) pada anak sapi FH yang
diberi suplementasi Zn
2 Rataan kadar hemoglobin (gram/dl) pada anak sapi FH yang diberi
suplementasi Zn
3 Rataan nilai hematokrit (%) pada anak sapi FH yang diberi
suplementasi Zn

7
9
10

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi Friesien Holstein (FH) jantan dapat menjadi alternatif sumber protein
hewani dalam upaya peningkatan penyediaan kebutuhan pangan. Usaha
peningkatan pangan sangat tergantung pada keberhasilan manajemen
pemeliharaan anak sapi. Pada pemeliharaan anak sapi, target yang harus dicapai
adalah mengoptimalkan masa selama pertumbuhan yang meliputi pertambahan
berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur. Oleh karena itu, dibutuhkan
perhatian dan perawatan khusus dalam manajemen pemeliharaan anak sapi seperti
manajemen pakan, manajemen kandang, dan kesehatan hewan (Reksohadiprodjo
1995). Kesalahan dalam pemeliharaan anak sapi dapat menyebabkan pertumbuhan
anak sapi terhambat dan tidak maksimal (Siregar 2003)
Pakan harus mengandung zat gizi yang cukup baik dari segi kualitas dan
kuantitasnya, agar produktivitas sapi meningkat. Kebutuhan nutrient ternak baik
makro dan mikro haruslah tercukupi. Salah satu nutrient mikro yang dibutuhkan
oleh ternak yaitu mineral seng (Zn) yang merupakan unsur esensial bagi ternak.
Rink dan Gabriel (2000) menyatakan bahwa mineral Zn berfungsi untuk
pertumbuhan dan perkembangan sel. Pada umumnya, rata-rata kandungan Zn
dalam pakan ternak ruminansia adalah rendah yaitu sekitar 20-35 mg/kg bahan
kering, sedangkan kebutuhan Zn sekitar 40-60 mg/kg bahan kering (Scaletti et al.
2004). Apabila terjadi status defisiensi Zn, maka aktivitas mikroba rumen tidak
berlangsung secara optimal sehingga tingkat pemanfaatan menjadi rendah yang
pada gilirannya akan menurunkan produktivitas, reproduktivitas dan kesehatan
ternak (Darmono 2007). Mineral Zn dibutuhkan dalam jumlah sedikit akan tetapi
mutlak harus ada di dalam pakan, karena Zn tidak bisa dikonversi dari zat gizi
lain. Zn berperan penting dalam berbagai aktivitas enzim, pertumbuhan dan
deferensiasi sel, serta berperan penting dalam mengoptimalkan fungsi sistem
tangkap kebal (Paik 2001).
Informasi tentang pemberian suplemen Zn pada anak sapi FH belum banyak
dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui
status kesehatan hewan, khususnya anak sapi perah FH dari segi profil sel darah
merah, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit dengan adanya penambahan
suplementasi Zn dengan tingkat dosis yang berbeda pada pakan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek tambahan mineral Zn
terhadap profil sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit pada anak
sapi Friesian Holstein (FH).
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang efek
suplementasi Zn dalam pakan terhadap status kesehatan anak sapi FH melalui
perubahan gambaran jumlah sel darah merah.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Friesian Holstein (FH)
Sapi Friesian Holstein (FH) adalah sapi perah dengan produksi susu yang
paling tinggi dengan kadar lemak susu yang rendah dibandingkan dengan bangsabangsa sapi perah lainnya di daerah tropis maupun subtropis. Syarif dan Harianto
(2011) mencatat rata-rata produksi susu sapi FH di Indonesia adalah 10
liter/ekor/hari. Selain produksi susu, sapi FH dapat digunakan sebagai sapi
pedaging karena pertumbuhan cepat.
Sapi masa pertumbuhan merupakan periode penting, karena anak sapi
yang dibesarkan akan disiapkan untuk mengganti kelompok induk sapi perah
dimasa akan datang. Terdapat perbedaan antara anak sapi baik jantan maupun
betina pada peternakan sapi perah setelah pasca sapih (masa pertumbuhan). Pedet
jantan pasca sapih akan digunakan sebagai bakal pemacak dan bakalan ternak
potong, sedangkan pedet betina nantinya ditujukan untuk penggantian induk
(replacement stock). Pada pemeliharaan sapi masa pertumbuhan, target yang harus
dicapai adalah mengoptimalkan pertumbuhan yang meliputi pertambahan berat
badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur. Oleh karena itu dibutuhkan
perhatian dan perawatan khusus dalam manajemen pemeliharaan sapi pedet
seperti manajemen pakan, manajemen kandang, dan kesehatan pedet
(Reksohadiprodjo 1995).
Salah satu faktor yang turut berperan dalam produktivitas sapi FH yaitu
manejemen pakan yang mana memiliki kualitas dan kuantitasnya yang memenuhi
standar kebutuhan ternak. Pemberian pakan harus memenuhi standar sesuai
kebutuhan nutrisi, sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas yang
optimal. Selain itu, pakan juga penting dalam memenuhi kebutuhan pertumbuhan
dan produksi daging. Beberapa syarat yang harus diambil dalam penyusunan
pakan antara lain murah, mudah diperoleh dan palabilitas tinggi (Abidin 2002).
Pakan yang diberikan pada ternak berguna untuk mempertahankan hidup pokok
yang antara lain dipergunakan untuk mempertahankan suhu, energi untuk kondisi
normal, protein serta mineral untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak.
Kebutuhan nutrien ternak baik makro dan mikro yang belum tercukupi dapat
menyebabkan produktivitas sapi menurun. Defisiensi nutrien mikro dapat
diperbaiki melalui suplementasi dalam penyusunan ransum.
Sel Darah Merah
Sel darah merah merupakan bagian terpenting dari sel-sel darah. Fungsi
utama Sel darah merah adalah sebagai pembawa oksigen dari paru-paru menuju
ke jaringan tubuh dan membawa karbondioksida (CO₂) dari jaringan tubuh ke
paru-paru. Sel darah merah tidak memiliki inti sel akan tetapi mengandung
beberapa organel dalam sitoplasmanya. Oksigen dapat diikat dikarenakan
sitoplasma dalam sel darah merah berisi hemoglobin yang mengandung zat besi
(Fe).
Sel darah merah mempunyai bentuk bikonkaf, bentuk ini membuat sel darah
merah bersifat fleksibel sehingga mampu melewati pembuluh darah yang sangat
kecil dengan baik. Bentuk bikonkaf ini juga berguna untuk memperluas area

3
permukaan membran dalam proses pertukaran gas. Sel darah merah pada
mikroskop biasanya tampak berwarna merah dan dibagian tengahnya tampak
lebih pucat, atau disebut central polor. Pada anjing central polar ini dapat terlihat
dengan jelas. Pada kuda dan kucing central polar ini terlihat kurang jelas,
sedangkan pada sapi, kambing, domba dan babi central polar tidak terlihat
(Dellman dan Eurel 1998).
Erithropoiesis atau pembentukan sel darah merah terjadi pada sumsum
tulang. Proses pembentukan sel darah merah terjadi secara terus menerus
sebanding dengan tingkat kerusakan sel darah merah. Dalam keadaan normal, sel
darah merah dapat hidup sekitar 120 hari, lalu dirombak di dalam hati dan limpa.
Beberapa hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan biliverdin, yang merupakan
pigmen biru pemberi warna pada empedu. Hemoglobin akan diurai menjadi zat
besi lalu dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya hasil penguraian ini digunakan
untuk membentuk sel darah merah baru. Swenson (1984) mengatakan bahwa
eritropoiesis diatur oleh mekanisme umpan balik, yang mana prosesnya dihambat
oleh peningkatan level sel darah merah yang bersirkulasi dan dirangsang oleh
anemia.
Hemoglobin
Menurut Swenson (1977), hemoglobin atau zat warna sel darah merah
adalah suatu kompleks konjugasi protein yang terdiri dari suatu pigmen atau
protein sederhana. Hemoglobin terbentuk dari gabungan dua komponen yaitu
heme dan globin (Colville dan Bassert 2002). Globin merupakan protein yang
diproduksi oleh ribosom, sedangkan heme yang berwarna merah diproduksi oleh
mitokondria, yakni suatu komponen yang berisi atom besi. Sekitar 5% dari
hemoglobin adalah heme. Guyton dan Hall (1997) menambahkan bahwa
hemoglobin mampu mengikat oksigen secara longgar dan reversible. Hal ini
dikarenakan, molekul hemoglobin terdiri dari satu molekul globin yang
dihubungkan dengan empat molekul heme yang mengandung zat besi yang mana
masing-masingnya dapat diputar mengikat molekul oksigen untuk membentuk
oksihemoglobin. Setiap molekul heme dapat berikatan dengan satu molekul
oksigen dan satu molekul hemoglobin dapat mengangkut 4 molekul oksigen.
Menurut Benjamin (1994), peran utama dari hemoglobin diantaranya transport
oksigen dari paru-paru ke jaringan, membawa karbondioksida dari jaringan ke paruparu dan regulasi tingkat keasaman darah. Hemoglobin membantu oksigen dalam
mengikat zat warna dan memperkuat ikatan oksigen dengan besi. Pada saat darah
melintasi kapiler paru-paru, oksigen dibebaskan dengan mudah dari molekul
hemoglobin. Hemoglobin memiliki hubungan fisiologis yang penting dengan
oksigen, oksihemoglobin terbentuk dari hasil gabungan hemoglobin dengan oksigen.
Hemoglobin biasanya dinyatakan dalam bentuk gram per 100 ml darah (gram
%). Pakan yang mempunyai faktor pembentuk darah yang baik akan meningkatkan
konsentrasi hemoglobin dalam darah. Vitamin B merupakan faktor pembentuk darah,
jika tidak mencukupi maka akan menurunkan konsentrasi hemoglobin dalam darah
yang bisa menyebabkan kesehatan hewan tersebut menurun atau terganggu. Selain
faktor pakan hewan, jumlah hemoglobin dalam darah juga dipengaruhi oleh faktor
lain diantaranya umur, jenis kelamin, keadaan fisik, aktivitas otot, tekanan udara,
musim dan penyakit hewan. Konsentrasi hemoglobin dalam darah berbeda-beda pada

4
berbagai tingkat pertumbuhan. Utama (2001) menyatakan bahwa konsentrasi
hemoglobin darah normal pada sapi dewasa berkisar4 antara 8,5-12 gram/dl.
Hematokrit
Hematokrit atau dikenal juga sebagai PVC (Packed cell Volume) adalah
volume darah yang diukur di dalam 100 ml darah dalam bentuk persentase
(Frandson 1986). Pengukuran nilai hematokrit darah dibagi menjadi tiga lapisan,
yaitu sel darah merah di bagian dasar, leukosit dan trombosit berupa lapisan
berwarna putih (buffy coat) serta lapisan teratasnya adalah plasma darah.
Pada hewan normal hematokrit secara langsung berhubungan dengan jumlah
sel darah merah dan kandungan hemoglobin, sehingga volume sel dalam sirkulasi
darah biasanya lebih sedikit dari pada volume plasma (Swenson 1984). Mitruka
dan Rawnsley (1981) mengatakan bahwa hematokrit merupakan ukuran dari porsi
sel darah merah dengan plasma dalam darah periperial. Hematokrit tubuh adalah
ratio dari total sel darah merah dengan volume total darah. Rataan nilai hematokrit
untuk sapi perah dilaporkan berkisar antara 24 – 46 % (Jackson dan Cockroft
2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan ukuran sel darah merah juga
mempengaruhi nilai hematokrit. Apabila jumlah sel darah merah dalam keadaan
banyak (polisitemia) maka nilai hematokrit akan meningkat dan jika eritrosir
sedikit (anemia) maka nilai hematokrit juga akan menurun. Mbassa dan Poulsen
(1993) menyatakan bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh waktu, tempat dan
kondisi fisiologi hewan pada saat pengambilan sampel.
Mineral Zn
Zinc (Zn) merupakan mineral penting dan dapat ditemukan pada setiap
jarigan tubuh hewan, yang mana sebagian besar berada dalam hati, ginjal,
pankreas, tulang dan otot (Rink dan Gabriel 2000). Mineral Zn bertanggung jawab
terhadap lebih dari 200 reaksi enzim dan reaksi seluler yang terjadi di dalam
tubuh. Enzim dalam tubuh berasosiasi dengan Zn sebagai bagian dari molekulnya
maupun sebagi aktivator, metabolism asam nukleat, metabolism protein, serta
menstabilkan struktur RNA, DNA dan ribosom. Sedangkan peran fisiologis utama
dari mineral Zn adalah sebagai komponen dari metaloenzim karbonat anhidrase
(McDowell, 1992; Cheeke, 1999). Sebagai komponen metoloenzim, mineral Zn
dapat meningkatkan enzim-enzim pencernaan, sintesis protein dan asam nukleat,
proses reproduksi dan metabolisme energi (Lieberman dan Bruning 1990).
Menurut Scaletti et al. (2003), kebutuhan Zn pada ternak ruminansia
berkisar 40-60 mg/kg bahan kering pakan. Sedangkan di Indonesia, kandungan Zn
dalam pakan ternak ruminansia terbilang rendah yaitu sekitar 20-38 mg/kd bahan
kering (Lieberman dan Bruning 1990). Defisiensi mineral Zn dapat memberikan
dampak buruk terhadap pertumbuhan dan proses reproduksi, sehingga diperlukan
usaha untuk mencukupi kebutuhan Zn pada sapi dengan cara suplementasi Zn
pada pakan. Rink dan Gabriel (2000) mengatakan bahwa suplementasi Zn sebesar
200 ppm dalam bentuk biokompleks mampu menurunkan jumlah sel somatik
(Somatic Cell Count) sebanyak 44,8%. Kadar Zn tanah yang rendah
mempengaruhi kualitas hijauan pakan ternak sehingga dapat menyebabkan kadar

5
Zn dalam darah menjadi rendah (Rahardjo et al. 1982). Jumlah penyerapan Zn
tergantung pada jumlah dalam makanan dan permintaan fisiologis. Ternak yang
mengalami defisiensi akan menyerap mineral Zn dalam ransum lebih tinggi,
akibat dampak dari kebutuhan fisiologis tubuh terhadap Zn. Rahardjo et al. (1982)
menambahkan bahwa defisiensi zn dalam jangka waktu yang lama pada
ruminansia akan menyebabkan kadar Zn pada rambut, tulang, hati, ginjal, paruparu dan plasma darah menjadi rendah.
Mineral Zn merupakan salah satu unsur mikro dan berperan penting dalam
proses biologis tubuh. Zn merupakan mineral anorganik yang tidak mampu
dikonversi dari zat gizi lain, oleh karena itu suplemen Zn mutlak diperlukan dalam
ransum ternak. Kekurangan asupan mineral Zn akan mengakibatkan parakeratosis
yaitu hiper-keratinasi atau penebalan kulit akibat gagalnya degenerasi inti sel
secara lengkap pada sel epitel kulit dan simulasi limfosit mengalami penurunan
berat yang berpengaruh terhadap berbagai fungsi sel T (Underwood 1999).
Menurut Hegel dan Rink (2003), kekurangan mineral Zn dapat menyebabkan
penurunan fungsi normal limfosit T, limfosit B mengalami apoptosis, menekan
aktivitas natural killer cell, menekan fungsi magrofag dan fungsi neutrophil
(kemotaksis) serta menekan produksi dari antibodi.
Zn mempunyai hubungan dengan sistem imun yaitu (1) resorpsi Zn dan
asupan pakan tergantung dari usia, status kesehatan dan komposisi pakan, (2) Zn
merupakan kofaktor dari 300 enzim yang mempengaruhi fungsi organ yang
mempunyai efek terhadap sistem imun, (3) Zn berefek langsung terhadap
produksi, fungsi dan pematangan leukosit, dan (4) Zn mempengaruhi
imunostimulan (Rink dan Gabriel 2000). Beberapa gejala dari kelebihan asupan
mineral Zn diantaranya yaitu dapat menyebabkan anemia, pertumbuhan
terhambat, efesiensi pakan rendah, resorpsi tulang, hemoragi pada persendian
tulang, menurunnya nafsu makan dan berakibat kematian (Ensminger 1980 dalam
Widhyari 2005).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga bulan Oktober 2013.
Pengambilan sampel darah sapi dilakukan di peternakan rakyat desa Citapen
kecamatan Ciawi Bogor, Jawa Barat. Pemeriksaan darah dilakukan di
Laboratorium Patologi Klinik, Divisi Penyakit Dalam, Departemen Klinik,
Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan yaitu Zn biokompleks, alkohol 70%, HCl 0,1N,
larutan pengencer hayem, aquadestilata, kapas dan tisu. Alat yang digunakan
antara lain mikroskop, tabung reaksi, disposable syringe, tabung vakutainer yang
berisis Potasium Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid (K3 EDTA), hemositometer

6
set, mikrokapiler, hemometer, lilin penyumbat (creastoseal), cover glass, counter
(alat penghitung) dan microhematocrit reader.
Hewan Percobaan yang digunakan
Penelitian ini menggunakan 9 ekor anak sapi Friesian Holstein (FH) yang
berumur antara 6–10 bulan yang teridiri dari enam ekor jantan dan tiga ekor betina.
Hewan penelitian dibagi ke dalam tiga kelompok yang masing-masing terdiri dari
dua ekor jantan dan satu ekor betina yang mana beratnya diseragamkan.
Pengelompokan berdasarkan perbedaan kandungan mineral Zn di dalam
pakannya yaitu: Kelompok Zn0 sebagai kontrol (tanpa suplementasi), Kelompok
Zn60 pakan disuplementasi Zn sebesar 60 ppm dan Kelompok Zn120 pakan
disuplementasi Zn sebesar 120 ppm.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan darah dilakukan sebelum dan setelah pemberian Zn setiap
bulan selama tiga bulan. Darah diambil menggunakan disposable syringe melalui
vena jugularis kurang lebih sebanyak 2 ml lalu dimasukkan ke dalam vakutainer
yang mengandung antikoagulan EDTA untuk kemudian dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut.
Penghitungan Jumlah Sel Darah Merah
Darah dihisap menggunakan pipet pengencer sampai batas tera 0.5. Pipet
dicelupkan ke dalam cairan pengencer Hayem, lalu dihisap dengan cepat dan hatihati sampai batas tera 101. Pipet diangkat, ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan
pangkalnya ditutup dengan jari tengah kemudian dihomogenkan dengan
menggunakan mesin getar atau mesin homogenisasi selama satu menit. Setelah
homogen cairan pada ujung pipet dibuang kira-kira 3-5 tetes, kemudian cairan
dituangkan ke dalam kamar hitung dengan cara menempelkan ujung pipet pada
tempat pertemuan antara dasar kamar hitung dan kaca penutup. Penghitungan
dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 x 40. Lima kotak yang
dihitung adalah empat kotak pojok dan satu kotak tengah. Hasil penghitungan
akhir dikalikan 10.000 per mm3.
Penghitungan Kadar Hemoglobin
Tabung Sahli diisi dengan larutan HCl 0,1 N sampai garis batas terbawah
dari tabung. Darah dihisap dengan pipet hemoglobin sampai batas garis angka 20
lalu dimasukkan ke dalam tabung Sahli dengan meniup secara perlahan-lahan.
Kemudian diaduk sehingga terbentuk asam hematin yang ditandai dengan adanya
perubahan warna menjadi coklat atau coklat kehitaman. Aquades diteteskan
sambil diaduk sampai terbentuk warna yang sama dengan warna standar
kemudian dibaca hasilnya. Satuan hemoglobin dinyatakan dengan „gr %‟ yang
berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah.

7
Penghitungan Nilai Hematokrit
Nilai
hematokrit
ditentukan
dengan
menggunakan
metode
mikrohematokrit. Darah dimasukkan ke dalam pipa kapiler dengan cara
memasukkan ujung pipa kapiler ke dalam sampel darah. Posisikan tabung hampir
mendatar dan bagian ujung tabung dikosongkan kira-kira 1 cm. Kemudian ujung
tabung ini disumbat dengan lilin penyumbat (creastoseal), lalu disentrifus selama
4-5 menit dengan kecepatan 15.000 rpm. Hasil dibaca dengan menggunakan alat
khusus (Mikrohaematokrit Reader), dan dinyatakan dalam persen „%‟.
Pengolahan Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analisis Sidik Ragam
(Analysis of Variance/ANOVA), dan jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan
uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan`s Multiple Range Test).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Sel Darah Merah
Hasil rataan jumlah sel darah merah anak sapi FH pada kelompok tanpa
suplementasi Zn (Zn0), kelompok suplementasi Zn sebanyak 60 ppm (Zn60) dan
kelompok suplementasi Zn sebanyak 120 ppm (Zn120) selama tiga bulan di
tampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan jumlah sel darah merah (juta/mm3) anak sapi FH yang diberi
suplementasi Zn.
Kelompok
Perlakuan

Waktu Pengamatan (bulan)
B0

B1

B2

B3

Zn0

4,46 ± 0,58

5,95 ± 0,69

6,45 ± 1,20

5,94 ± 0,74

Zn60

6,32 ± 0,65

7,16 ± 0,85

6,22 ± 0,73

6,35 ± 0,48

Zn120

5,55 ± 0,71

7,25 ± 1,15

6,17 ± 0,21

6.11 ± 0,60

Jumlah total sel darah merah pada ketiga perlakuan Zn0, Zn60 dan Zn120
berfluktuasi selama pengamatan. Pada kelompok Zn0 jumlah sel darah merah
tertinggi terdapat pada bulan ke-2 (B2) yaitu sebesar 6,45 ± 1,20 juta/mm3,
sedangkan pada kelompok Zn60 dan Zn120 tertinggi pada bulan ke -1 (B1)
dengan masing-masing sebesar 7,16 ± 0,85 juta/mm3 dan 7,25 ± 1,15 juta/mm3.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah sel darah merah tidak berbeda nyata antar
perlakuan setelah disuplementasikan Zn baik 60 ppm maupun 120 ppm (P>0,05).
Azizzadeh et al. (2005) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
pada jumlah sel darah merah pada anak sapi baru lahir yang diberikan
suplementasi Zn sebanyak 50 ppm dan 100 ppm. Hal ini diduga karena transfer

8
Zn yang cukup dari induk sapi sehingga suplementasi Zn tidak berpengaruh
banyak dalam kerja hematopoisesis.
Jumlah sel darah merah dari hasil penelitian ini di awal pengamatan (B0)
berkisar antara 4,46 sampai 6.32 juta/mm3, nilai ini sedikit lebih rendah dibanding
beberapa literatur. Menurut Lumsden et al. (1980), jumlah sel darah merah sapi
FH pada kelompok umur dua minggu sampai enam bulan berkisar antara 6,5–11,5
juta sel/µl, sedangkan jumlah sel darah merah sapi FH pada kelompok umur
antara enam bulan sampai dua tahun berkisar antara 6,1–10,6 juta sel/ µl.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan atau penurunan jumlah
sel darah merah antara lain yaitu umur, ras, musim dan waktu pengambilan
sampel (Jain 1993). Jumlah sel darah merah yang rendah dapat disebabkan karena
organ dan jaringan pembentuk sel darah merah belum bekerja secara sempurna,
namun seiring dengan pertambahan umur, organ dan jaringan pembentuk sel
darah merah mulai aktif bekerja dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan
jumlah sel darah merah. Mohri et al. (2007) melaporkan bahwa adanya
kecenderungan peningkatan jumlah sel darah merah seiring dengan pertambahan
umur sapi. Laporan ini dikuatkan dengan pernyataan Brown dan Dellmann (1989)
bahwa sel darah merah diproduksi di sumsum tulang setelah lahir dan terus
meningkat seiring dengan pertambahan umur hingga mencapai nilai yang stabil.
Hal ini dibuktikan pula pada Tabel 1 yang menunjukkan rataan nilai jumlah sel
darah merah ketiga kelompok mulai stabil dari bulan ke-1 (B1) hingga bulan ke-3
(B3). Pernyataan ini didukung oleh Jain (1993) bahwa jumlah sel darah merah
mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan umur dan mulai stabil pada
umur satu tahun. Selain faktor umur, Frandson (1996) menambahkan bahwa
jumlah sel darah merah dapat dipengaruhi juga oleh nutrisi dalam pakan seperti
zat besi, Cu, vitamin dan asam amino.
Zn dikenal sebagai katalisator beberapa enzim dalam sel darah merah
sehingga Zn dibutuhkan di dalam pakan. Bhagavan (1992) mengatakan bahwa Zn
diperlukan dalam darah (whole blood) sekitar 80% terutama pada sel darah merah
yang mana hampir semuanya secara eksklusif sebagai enzim carbonic anhidrase.
Zn yang terdapat di dalam darah menunjung fungsi kerja enzim carbonic
anhidrase yang terdapat pada membran sel yang berperan menjaga permeabilitas
dan integritas sel. Menurut Guyton dan Hall (1997), mineral Zn diperlukan oleh
enzim carbonic anhidrase dalam sel darah merah berperan penting dalam
mengatur bikarbonat dan menetralkan metabolisme terutama CO2. Uderwood
(1999) dalam Widhyari (2005) melaporkan bahwa sebagian Zn yang ditemukan
dalam pembuluh darah terutama sel darah merah mengandung 1 mg Zn/10 juta sel,
lebih dari 85% sebagai carbonic anhidrase dan sekitar 5% sebagai cuper zinc
superoksida dismutase (CuZnSOD). Oleh karena itu Zn dibutuhkan agar beberapa
enzim yang terdapat dalam sel darah merah dapat bekerja dengan baik.
Ternak ruminansia mengarbsopsi 20–40% Zn dalam pakan dan ternak
muda lebih efesien dalam menyerap Zn dibandingkan dengan ternak dewasa
(Burns 1980). Hasil dari uji statistik didapatkan bahwa jumlah sel darah merah
tidak berbeda secara signifikan antar kelompok perlakuan (P>0,05). Sobhanirad
dan Naserian (2012) mengatakan bahwa suplementasi Zn organik dan anorganik
sebanyak 500 ppm masih aman dan tidak mengganggu gambaran sel darah merah
sapi perah selama periode laktasi.

9
Hemoglobin
Hasil rataan kadar hemoglobin anak sapi FH pada kelompok tanpa
suplementasi Zn (Zn0), kelompok suplementasi Zn sebanyak 60 ppm (Zn60) dan
kelompok suplementasi Zn sebanyak 120 ppm (Zn120) selama tiga bulan di
tampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rataan kadar hemoglobin (gram/dl) pada anak sapi FH yang diberi
suplementasi Zn.
Kelompok
Perlakuan

Waktu Pengamatan (bulan)
B0

B1

B2

B3

Zn0

10,33 ± 1,53

10,00 ± 1,00

10,73 ± 1,42

11,33 ± 1,15

Zn60

11,00 ± 1,00

9,67 ± 0,58

10,93 ± 1,10

10,00 ± 1,00

Zn120

10,00 ± 1,00

10,00 ± 1,00

10,87 ± 0,76

11.33 ± 1,53

Hasil penelitian menunjukkan rataan kadar hemoglobin selama pengamatan
berkisar antara 9,67-11,33 gram/dl. Nilai tersebut masih dalam kisaran normal
seperti yang dilaporkan Lumsden et al. (1980), kadar hemoglobin sapi FH pada
umur dua minggu sampai enam bulan berkisar antara 8,5–14,1 g/dl, sedangkan
kadar hemoglobin sapi FH pada umur 6-12 bulan berkisar antara 9,5-15,4 g/dl.
Data ketiga kelompok perlakuan berfluktuasi dalam kisaran normal. Peningkatan
dan penurunan hemoglobin berhubungan erat dengan sel darah merah karena
hemoglobin merupakan pigmen merah pembawah oksigen dalam sel darah merah.
Hemoglobin juga menyumbang sepertiga dari berat sel darah merah. Semua
hemoglobin terdapat dalam sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah,
nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin bersifat paralel satu sama lain ketika
terjadi perubahan. Uji secara statistik memperlihatkan bahwa kadar hemoglobin
tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05). Hal ini sama seperti yang
dilaporkan dalam penelitian Widhyari (2005) yang menyatakan bahwa kadar
hemoglobin kambing etawa selama periode kebuntingan dan partus tidak berbeda
nyata setelah pemberiaan pakan tambahan Zn
Kadar hemoglobin memperlihatkan kemampuan darah mengangkut oksigen
untuk kepentingan metabolisme. Oksigen yang diangkut di dalam darah akan
semakin tinggi bila kadar hemoglobinnya tinggi, begitu juga sebaliknya. Asupan
nutrisi yang baik dalam pakan dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah.
Mandal dan Dass (2010) mengatakan bahwa suplmentasi Zn sangat penting untuk
status kadar hemoglobin yang lebih baik. National Research Council (1989)
merekomendasikan kandungan Zn pada pakan berkisar antara 40-60 ppm. Kadar
hemoglobin berbeda-beda pada berbagai tingkat pertumbahan. Menurut Laurent
dan Brisson (1988), sapi masa pertumbuhan yang disuplementasi dengan zat besi
memiliki kadar hemoglobin yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
disuplementasikan zat besi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar
hemoglobin yaitu nutrisi, ras, umur, musim, waktu pengambilan sampel, dan
antikoagulan yang dipakai dalam penelitian (Mbassa dan Poulsen 1993).

10
Kadar hemoglobin tidak berbeda nyata antar kelompok perlakuan (P>0,05).
Mandal dan Dass (2010) tidak menemukan perubahan yang nyata pada kadar
hemoglobin pada sapi persilangan (Bos tarus x Bos indicus) yang diberikan
tambahan pakan Zn organik dan anorganik yang masing-masing sebanyak 35 ppm.
Kadar hemoglobin pada pemberian Zn sebesar 120 ppm juga tidak bebeda
secara nyata dengan control (P>0,05). Hasil laporan dari Hartati (1998)
menjelaskan bahwa suplementasi Zn pada sapi perah masa pertumbuhan yang
optimal dicapai pada dosis 75 ppm dengan 1,5% minyak lemuru. Pemberian
dengan level ini memperlihatkan peningkatkan koloni bakteri pada rumen dan
penurunan protozoa rumen. Perubahan ini mengakibatkan peningkatan kecernaan
protein dan retensi nitrogen. Peningkatan retensi nitrogen dan energi dalam
komponen tubuh sapi menyebabkan penimbunan protein yang merupakan refleksi
dari tingginya penggunaan zat-zat nutrisi tercerna yang pada gilirannya tercermin
pada kenaikan pertumbuhan sapi.
Hematokrit
Hasil rataan nilai hematokrit anak sapi FH pada kelompok tanpa
suplementasi Zn (Zn0), kelompok suplementasi Zn sebanyak 60 ppm (Zn60) dan
kelompok suplementasi Zn sebanyak 120 ppm (Zn120) selama tiga bulan di
tampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rataan nilai hematokrit (%) pada anak sapi FH yang diberi suplementasi
Zn.
Kelompok
Perlakuan

Waktu Pengamatan (bulan)
B0

B1

B2

B3

Zn0

24,67 ± 2,89

28,33 ± 0,58

27,33 ± 3,51

28,00 ± 1,00

Zn60

23,00 ± 0,00

27,67 ± 0,58

27,33 ± 0,58

27,33 ± 0,58

Zn120

25,33 ± 1,53

28,33 ± 3,06

28,00 ± 0,00

29.00 ± 2,65

Dari indikator nilai hematokrit dalam penelitian ini, penambahan
suplementasi Zn sebesar 60 ppm dan 120 ppm pada pakan tidak berbeda secara
signifikan terhadap nilai hematokrit anak sapi FH kontrol (P>0,05). Pada bulan
ke-1 (B1), ketiga kelompok mengalami peningkatan nilai hematokrit. Plasma
darah yang terdapat pada pembuluh darah dapat mepengaruhi nilai hematokrit.
Berkurangnya cairan atau plasma darah dari pembuluh darah membuat persentasi
sel darah terhadap cairannya naik sehingga nilai hematokritnya juga meningkat.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai hematokrit diantaranya adalah
waktu, tempat dan kondisi fisiologi hewan pada saat pengambilan sampel
(Mbassa & Poulsen 1993). Waktu dan kecepatan sentrifus juga mempengaruhi
nilai hematokrit. Kondisi hewan yang yang mengalami dehidrasi, berada pada
dataran tinggi, dan lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah dapat
meyebabkan peningkatan nilai hematokrit (Foster 2009)
Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok Zn0 memiliki rata-rata nilai
hematokrit berkisar 24,67 % sampai 28,33 %, sedangkan rata-rata nilai hematokrit
pada kelompok yang diberi suplementasi Zn yaitu kelompok Zn60 dan Zn120

11
masing-masing sekitar 23,00 % sampai 27,67 % dan 25,33 % sampai 29.00 %.
Nilai tersebut masih dalam kisaran normal seperti yang dilaporkan Jain (1993)
bahwa nilai hematokrit sapi berkisar antara 24 sampai 46 %, sedangkan nilai
hematokrit sapi pada kelompok umur dua minggu sampai enam bulan berkisar
antara 23 sampai 42 % (Lumsden et al. 1980). Sapi dalam kondisi yang sehat dan
zat gizi yang tercukupi dapat mensintesis sel darah merah dengan jumlah yang
normal sehingga memperlihatkan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit yang
baik. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan Frandson (1996) bahwa sel darah
merah dalam kondisi normal jumlahnya berkolerasi positif dengan kadar
hemoglobin dan nilai hematokrit darah, sehingga meningkat atau menurunya sel
darah merah akan disertai dengan peningkatan atau penurunan kadar hemoglobin
dan nilai hematokrit darah.
Dari hasil data yang diperolehi diketahui bahwa kadar hemtokrit tidak
berbeda secara signifikan antar kelompok perlakuan (P>0,05). Temuan serupa
juga dilaporkan oleh Azizzadeh et al. (2005) yang menyatakan bahwa pemberian
Zn melalui kolostrum pada anak sapi yang baru lahir dengan berbagai tingkat
dosis tidak berbeda terhadap nilai hemtokrit. Hal serupa dilaporkan oleh Mandal
dan Dass (2010) bahwa pemberian Zn pada sapi persilangan (Bos tarus x Bos
indicus) pada pakan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata pada nilai
hematokrit.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suplementasi Zn 60 ppm maupun 120 ppm pada pakan tidak menyebabkan
perubahan terhadap jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai
hematokrit pada anak sapi FH.
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui efek pemberian Zn
organik dan anorganik dengan frekuensi pengambilan sampel yang lebih singkat,
waktu pengamatan yang lebih lama dan dosis pemberian Zn lebih bervariasi.

12

DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka Pr.
Azizzadeh M, Mohri M, Seifi HA. 2005. Effect of oral zinc supplementation on
hematology, serum biochemistry, performance, and health in neonatal dairy
calves. Comp Clin Path. 14: 67–71.
Benjamin MM dalam Marcelinus V. 1994. Outline of Veterinary Clinical
Pathology. Ed ke-3. Lowa (US): The lowa State University Pr.
Bhagavan NV. 1992. Medical Biochemistry. Boston (US): Jones and Bartlett.
Brown EM, Dellman HD. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Jakarta (ID): UI
Pr.
Burns MJ. 1980. Role of zinc in physiologycal processes. Auburn Veterinarian.
30(2):45-47.
Cheeke PR. 1999. Applied Animal Nutrition: Feeds and Feeding. Ed ke-2.
Department Of Animal Science, Oregon State University (US).
Colville T, Bessert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary
Technician. USA: Mosby, Inc. Press. Terjemahan dari: Anatomy and
Physiology of Farm Animals.
Darmono. 2007. Mineral deficiency disease in ruminants and its prevention. J
Litbang Pertanian. 26:10-108
Dellman HD, Eurel J. 1998. Veterinary Histology. Ed ke-5. Maryland (US):
Lippicott Wiliams & Wilkins.
Ensminger ME. 1980. Dairy Catle Science. Ed ke-2. The Interstate Printers and
Publishers, Ine. Illinoins (US).
Foster. 2009. Blood cells & complete blood counts (CBC) in animals. [Internet].
[diunduh 2014 Jun 14]. Tersedia pada: www. peteducation.com/article.cfm.
Frandson RD. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Srigandono B & Praseno K,
penerjemah; Soedarsono, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan
dari: Anatomy and Physiology of Farm Animals.
Guyton AC, Hall JE. 1997. Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Jakarta (ID): EGC.
Hartati, E. 1998. Suplementasi minyak lemuru dan seng ke dalam ransum yang
mengandung silase pod kakao dan urea untuk memacu pertumbuhan Sapi
Holstein jantan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hegel K, Rink L. 2003. Zinc-altered immune function. J Nutr. 133: 1452S1456S.Landrace Goats. Small Ruminant Research
Jackson PG, Cockroft PD. 2002. Clinical Examination of Farm Animals.
Cambridge (US):University of Cambridge.
Jain NC. 1993. Esential of Veterinary Hematology. Philadelpia (US): Lea and
Febiger.
Laurent GJ, Brisson GJ. 1988. Effect of dietary iron and desferrioxamine on blood
hemoglobin and on pigment content and color of muscles in veal calves. J
Anim Sci. 27: 1527-1531
Lieberman S, Bruning N. 1990. The Real Vitamin and Mineral Book. New York
(US): A very Publishing Group Inc Garden City Park.
Lumsden JH, Mullen K, Rowe R. 1980. Hematology and biochemistry reference
values for female holstein cattle. J Can Comp Med. 44: 24-31.

13
Mandal GP, Dass RS. 2010. Hemato-biochemical profile of crossbred calves
supplemented with inorganic and organik of zinc. J Indian Anim Res. 44 (3):
197-200.
Mbassa GK, Poulsen JSD. 1993. Reference Ranges for Hematological Value in
McDowell, LR. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition.
Department of Animal Science. University of Florida. Gainesville, Florida
McDowell LR. 2002. Minerals In Animal and Human Nutrition London (GB):
Academic Pr.
Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine. Interpretation and
Diagnosis. Ed Ke-3. Missouri (US) : Saunders.
Mitruka BM, Rawnsley HM. 1981. Clinical Biochemical and Haematological
Reference Values in Normal Experimental Animals and Normal Humans Ed
ke-2. Massons Publishin USA Inc. New York. penerjemah; Soedarsono,
editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Mohri M, Sharifi K, Eidi S. 2007. Hematology and serum biochemistry of
Holstein dairy calves: age related changes and comparison with blood
composition in adults. J Vet Scin. 83: 30-39
National Research Council. 1989. Everybody Count. A Report to the Nations on
the Future of Mathematic. Washington DC (US) : National Acedemy Pr.
Paik IK. 2001. Applicatian of chelated minerals in animal production. Asian-Aust..
J. Anim. Sci. 1:191-198
Rahardjo T, Suhermiyati S, Narsum. 1982. Kandungan mineral serum sapi P.O di
tempat tipe tanah di jawa tengah. Proseding. Hlm 270-274. Reproduction
Performance of Holstein-Friesian Dairy Cattle at Cikole
Reksohadiprodjo S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropis Edisi 2. BPFE.
Yogyakarta.
Rhains TA, Shay NF. 1995. Zinc status specifically changes preferences for
carbohydrate and protein in rats selecting from separate carbohydrate,
protein and fat containina diets. J. Nutr. 125:2874-2879
Rink L, Gabriel P. 2000. Zinc and the immune system. Procceding of the nutrition
society. 59: 51-552.
Scaletti RW, Amaral Phillips DM, harmon RJ. 2003. Using nutrition to improve
immunity againts deseases in dairy cattle: Copper, Zinc, Selenium, and
Vitamin E. (Internet). [Diunduh pada 2014 Juni 20] Tersedia pada
Department of Animals Sci. http://www.Ca.Uky.du/Agc/Pubs/acs15/asc
15.htm [20 Juni 2014].
Scaletti RW, Amaral Phillips DM, Harmon RJ. 2004. Using nutrition to improve
immunity against deseases in dairy cattle: cooper, zinc , selenium and
vitamin E. Departemen of Animal Science.
Schalm OW. 1975. Veterinary Hematology. Ed ke-3. Philadelpia (US): Lea &
Febiger.
Siregar SB. 2003. Jenis Sapi Perah, Teknis Pemeliharaan dan Analisis Usaha.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sobhanirad S, Naserian AA. 2012. Effects of high dietary zinc concentration and
zinc sources on hematology and biochemistry of blood serum in Holstein
dairy cows. Animal Feed Science and Technology. ANIFEE-12751
Swenson MJ. 1977. Dukes Physiologi of Domestic Animals, Ed ke-9. Ithaca.
Ithaca and London (GB): Cornel University Pr.

14
Swenson MJ.1984. Dukes Physiologi of Domestic Animals, Ed ke-10. Ithaca.
Ithaca and London (GB): Cornel University Pr.
Syarif E, Harianto B. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Jakarta
(ID): Agromedia Pustaka.
Underwood J. 1999. The Mineral Nutrition of Livestock. Di dalam: Underwood EJ,
Suttle NF, editor. The Mineral Nutrition of LiveStock. Ed ke-3. USA:
Commonwealth Agricultural Bureaux International Publishing. Hlm 77-512.
Utama IH. 2001. Karakteristik Anemia Sapi Bali. J Vet. Fakultas Kedokteran
Hewan, Unud. 2(1) : 13-16.
Widhyari SD. 2005. Patofisiologi sekitar partus pada kambing peternakan etawah
(PE): kajian Peran suplementasi zinc terhadap respon imunitas dan
produktivitas. [disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Lahad Datu, Sabah, Malaysia pada tanggal 31 Desember
1991 sebagai putra keempat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Abdullah
Bin Patta dan Ibu Samsia Binti Rabina.
Pada tahun 1997, penulis mendapat pendidikan awal di Taman Kanak-kanak
Segeri Pangkep, Sulawesi Selatan, Indonesia dan lulus pada tahun 1998. Penulis
mengikuti pendidikan sekolah dasar di SK Sepagaya Lahad Datu, Sabah,
Malaysia dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan tingkat menengah dapat
diselesaikan penulis pada tahun 2006 di SMK Sepagaya Lahad Datu, Sabah,
Malaysia. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2008 di
SM Teknik (Pertanian) Lahad Datu, Sabah, Malaysia. Pada tahun 2009, penulis
melanjutkan studi perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor sebagai Mahasiswa
Kedokteran Hewan melaui jalur mahasiswa asing.
Selama menjalani pendidikan, penulis pernah menjabat sebagai Pengerusi
Tetap dan EXCO-Imigrasi Persatuan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia di
Indonesia (PKPMI-Bogor) dan juga aktif dalam organisi daerah (OMDA) Ikatan
Mahasiswa Sulawesi Selatan (IKAMI-SULSEL).