Penambahan Antioksidan dalam Ransum Kaya Asam Lemak Tak Jenuh terhadap Penampilan Induk Domba Garut Laktasi
PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN DALAM RANSUM KAYA
ASAM LEMAK TAK JENUH TERHADAP PENAMPILAN
INDUK DOMBA GARUT LAKTASI
RIDHA PUSPADINI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penambahan Antioksidan dalam
Ransum Kaya Asam Lemak Tak Jenuh terhadap Penampilan Induk Domba Garut
Laktasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Ridha Puspadini
NIM D24100039
ABSTRAK
RIDHA PUSPADINI. Penambahan Antioksidan dalam Ransum Kaya Asam
Lemak Tak Jenuh terhadap Penampilan Induk Domba Garut Laktasi.
Dibimbing oleh LILIS KHOTIJAH dan AFTON ATABANY.
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh antioksidan vitamin E dan
ekstrak teh hitam dalam ransum kaya asam lemak tak jenuh terhadap
penampilan induk domba garut laktasi. Penelitian didesain menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan yaitu P0
(ransum mengandung asam lemak tak jenuh), P1 (P0 + antioksidan vitamin E
500 ppm), dan P2 (P0 + antioksidan ekstrak teh hitam 500 ppm). Peubah yang
diamati meliputi konsumsi bahan kering, konsumsi zat makanan, penyusutan
bobot badan, pertambahan bobot badan, efisiensi pakan, dan produksi susu
induk domba. Data diolah menggunakan analisis ragam (ANOVA). Hasil
menunjukkan penambahan antioksidan dalam ransum kaya asam lemak tak
jenuh tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering, konsumsi zat
makanan, penyusutan bobot badan, pertambahan bobot badan, dan efisiensi
pakan (P>0.05). Perlakuan berpengaruh nyata terhadap produksi susu induk
domba (P0.05). The treatments of affected significantly on milk production ewes
(P0.05) (Tabel 3). Rataan
konsumsi bahan kering perlakuan kontrol, penambahan vitamin E dan
penambahan ekstrak teh hitam berturut-turut yaitu 955.40 g ekor-1 hari-1, 935.14 g
ekor-1 hari-1, dan 886.87 g ekor-1 hari-1. Hasil ini dapat disebabkan ransum dasar
yang digunakan memiliki kandungan zat makanan dan komposisi yang sama.
Konsumsi bahan kering induk laktasi tanpa perlakuan asam lemak tak jenuh dan
antioksidan yaitu 923 g ekor-1 hari-1 dengan pertambahan bobot badan -28.21 g
ekor-1 hari-1 (Nugroho 2013).
Menurut NRC (2007) domba laktasi dengan bobot badan 30 kg beranak
kembar membutuhkan bahan kering sebesar 3.5% dari bobot badan atau sebesar
6
1050 g ekor-1 hari-1. Konsumsi bahan kering dalam penelitian ini lebih rendah
sekitar 3.1-3.3% bobot badan. Hal ini diduga kandungan energi yang tinggi dalam
ransum menyebabkan konsumsi induk dalam penelitian lebih rendah. Kecukupan
zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak menyebabkan pemberian antioksidan
tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering. Selain itu, pemberian
antioksidan vitamin E dan ekstrak teh hitam dalam ransum tidak mempengaruhi
palatabilitas.
Tabel 3 Rataan konsumsi bahan kering dan zat makanan induk domba laktasi
Konsumsi
(g ekor-1 hari-1)
Bahan Kering
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
Beta-N
TDN
Keterangan:
Perlakuan
P0
P1
(n=4)
(n=3)
Hijauan
188.50 ± 11.41
148.29 ± 12.84
Konsentrat
766.90 ± 41.94
786.85 ± 56.96
Total
955.40 ± 32.33
935.14 ± 56.80
Hijauan
24.28 ± 1.47
19.10 ± 1.65
Konsentrat
156.52 ± 8.56
160.60 ± 11.63
Total
180.80 ± 7.73
179.70 ± 11.37
Hijauan
1.43 ± 0.09
1.13 ± 0.10
Konsentrat
61.74 ± 3.38
63.34 ± 4.59
Total
63.17 ± 3.32
64.47 ± 4.57
Hijauan
62.58 ± 3.79
49.23 ± 4.26
Konsentrat
66.26 ± 3.62
67.98 ± 4.92
Total
128.84 ± 2.40
117.21 ± 5.50
Hijauan
86.45 ± 5.23
68.01 ± 5.89
Konsentrat
439.20 ± 22.47
450.63 ± 30.52
Total
525.65 ± 21.09
518.64 ± 31.79
Hijauan
103.68 ± 6.27
81.56 ± 7.06
Konsentrat
567.50 ± 29.03
582.27 ± 39.43
Total
671.18 ± 27.51
609.83 ± 41.11
P0 = ransum mengandung asam lemak tak jenuh; P1 =
Bahan
Pakan
P2
(n=4)
159.75 ± 29.62
727.12 ± 67.01
886.87 ± 76.12
20.58 ± 3.81
148.41 ± 13.68
168.99 ± 14.47
1.21 ± 0.23
58.80 ± 5.70
60.01 ± 5.74
53.04 ± 9.83
62.82 ± 5.79
115.86 ± 8.05
73.26 ± 13.58
416.42 ± 35.90
489.68 ± 41.22
87.86 ± 16.29
538.07 ± 46.39
625.93 ± 52.99
P0 + antioksidan
vitamin E 500 ppm; P2 = P0 + antioksidan ekstrak teh hitam 500 ppm; Beta-N=
bahan ekstrak tanpa nitrogen; TDN= total digestible nutrient.
Pola rataan konsumsi bahan kering selama pemeliharaan ditunjukkan dalam
Gambar 1. Hasil menunjukkan secara umum konsumsi bahan kering cenderung
mengalami peningkatan. Peningkatan konsumsi bahan kering terjadi pada minggu
ke-2 dan cenderung stabil pada minggu selanjutnya. Freer dan Dove (2002)
menyatakan asupan zat makanan meningkat di awal laktasi dan terus meningkat
beberapa minggu selanjutnya. Peningkatan asupan zat makanan disebabkan
karena meningkatnya kebutuhan zat makanan induk saat laktasi. Forbes (2007)
menyatakan bahwa peningkatan konsumsi bahan kering induk setelah beranak
disebabkan kebutuhan zat makanan induk untuk produksi susu dan perbaikan
organ reproduksi setelah beranak.
7
1200
konsumsi bahan kering
(g ekor-1 hari-1)
1000
800
P0
600
P1
400
P2
200
0
1
2
3
4
5
6
7
8
minggu laktasi ke-
Gambar 1 Grafik pola rataan konsumsi bahan kering selama pemeliharaan.
Konsumsi Zat Makanan
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
antioksidan dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi zat
makanan (protein kasar, lemak kasar, serat kasar, Beta-N, dan TDN) (P>0.05).
Konsumsi zat makanan yang tidak berbeda nyata sejalan dengan konsumsi bahan
kering induk. Mathius et al. (1981) menyatakan perbedaan jumlah konsumsi
bahan kering mempengaruhi jumlah konsumsi zat makanan. Protein kasar yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan harian induk domba laktasi sekitar 138238 g ekor-1 hari-1 (Mathius 1996). Konsumsi protein kasar penelitian ini sebesar
169-181 g ekor-1 hari-1. Hal ini menunjukkan kebutuhan protein kasar dalam
penelitian ini sudah terpenuhi.
Konsumsi lemak kasar fase laktasi sekitar 60-64 g ekor-1 hari-1. Konsumsi
lemak kasar sedikit lebih tinggi dari konsumsi lemak kasar fase laktasi dengan
perlakuan minyak biji bunga matahari yaitu sebesar 48.91 g ekor-1 hari-1
(Pujiawati 2013). Peningkatan konsumsi lemak kasar seiring dengan
meningkatnya kebutuhan induk. Konsumsi lemak kasar dengan perlakuan vitamin
E mengalami penambahan sebesar 9 g ekor-1 hari-1, walaupun secara statistik tidak
berbeda nyata. Vitamin E memiliki kemampuan dapat larut di dalam lemak,
sehingga kerja sebagai antioksidan dalam tubuh lebih efektif karena berada dalam
mitokondria sel (Lamid 1995).
Konsumsi serat kasar berbanding lurus dengan konsumsi bahan kering
dalam penelitian ini yaitu 115-128 g ekor-1 hari-1. Hasil ini lebih rendah dari
penelitian Pujiawati (2013) dengan perlakuan penggunaan minyak biji bunga
matahari yaitu 215.06-233.50 g ekor-1 hari-1. Hal tersebut dikarenakan konsumsi
serat kasar hijauan yang rendah. Menurut Parakkasi (1999), konsumsi hijauan
induk domba akan menurun dengan adanya energi dari penambahan lemak dalam
ransum.
Konsumsi Beta-N dalam penelitian ini sebesar 489-525 g ekor-1 hari-1. Hasil
ini sedikit lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan Pujiawati (2013) dengan
perlakuan penggunaan minyak biji bunga matahari, konsumsi Beta-N induk
laktasi sebesar 432.45-466.88 g ekor-1 hari-1. Konsumsi Beta-N induk laktasi
berkaitan dengan pemenuhan prekursor laktosa susu atau gula susu. Karbohidrat
8
atau Beta-N pada ternak ruminansia akan dirombak menjadi asam propionat yang
merupakan prekursor utama laktosa (Bergman 1983).
Konsumsi TDN fase laktasi sebesar 609-671 g ekor-1 hari-1. Konsumsi ini
lebih tinggi dari fase akhir kebutingan yaitu sebesar 573.98–596.78 g ekor-1 hari-1
(Putra 2014). Rataan konsumsi TDN yang diperoleh Vidianto (2012) sebesar
584.79 g ekor-1 hari-1 dengan perlakuan penambahan bungkil kedelai dan tepung
ikan dalam ransum induk laktasi. Konsumsi TDN yang tinggi dalam penelitian ini
menggambarkan kecukupan energi yang dikonsumsi ternak.
Penampilan Induk Laktasi
Penyusutan Bobot Badan
Rataan penyusutan bobot badan induk pasca melahirkan disajikan dalam
Tabel 4. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh
nyata terhadap penyusutan bobot badan induk (P>0.05). Rataan penyusutan bobot
badan dalam penelitian ini sebesar 20.13%. Mathius et al. (2001) menyatakan
penyusutan bobot badan induk dengan perlakuan asam lemak terproteksi sebesar
21.85%. Perlakuan mampu mempertahankan nilai penyusutan bobot badan induk
sehingga tidak terjadi penyusutan yang drastis, walaupun masih belum optimal
dalam meminimalkan presentase penyusutan bobot badan. Penyusutan bobot
badan induk dipengaruhi bobot lahir anak, jumlah anak yang dilahirkan, amnion
serta plasenta yang dikeluarkan selama proses beranak (Mathius et al. 2002).
Tabel 4 Rataan penyusutan bobot badan, pertambahan bobot badan, dan efisiensi
pakan induk domba laktasi
Peubah
P0
Perlakuan
P1
P2
Rataan
Bobot sebelum
35.80 ± 4.00
37.60 ± 3.00
39.40 ± 2.90
37.60 ± 1.80
beranak
(kg ekor-1)
Bobot setelah
beranak
28.40 ± 3.80
30.80 ± 3.10
31.04 ± 2.40
30.10 ± 1.40
(kg ekor-1)
Penyusutan (%)
20.93 ± 1.65
18.17 ± 2.37
21.29 ± 6.13
20.13 ± 2.41
PBB
53.13 ± 8.55
51.79 ± 19.09
44.05 ± 12.40
49.66 ± 4.90
(g ekor-1 hari-1)
Efisiensi Pakan
0.06 ± 0.01
0.05 ± 0.02
0.05 ± 0.01
0.05 ± 0.01
Keterangan: P0 = ransum mengandung asam lemak tak jenuh; P1 = P0 + antioksidan
vitamin E 500 ppm; P2 = P0 + antioksidan ekstrak teh hitam 500 ppm.
Pertambahan Bobot Badan Induk Laktasi
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
antioksidan dalam ransum kaya asam lemak tak jenuh tidak berpengaruh nyata
terhadap pertambahan bobot badan (P>0.05). Rataan pertambahan bobot badan
dalam penelitian ini sebesar 49.66 g ekor-1 hari-1. Pertambahan bobot badan yang
kecil dikarenakan kebutuhan zat makanan induk fase laktasi lebih tinggi
dibandingkan dengan fase lainnya karena digunakan untuk produksi susu.
Kebutuhan zat makanan domba mencapai level yang tinggi selama bulan pertama
laktasi (NRC 2006).
9
pertambahan bobot badan
(g ekor-1 hari-1)
0,120
0,100
0,080
0,060
0,040
P0
0,020
P1
0,000
-0,020
P2
1
2
3
4
5
6
7
8
-0,040
-0,060
minggu laktasi ke-
Gambar 2 Grafik pola rataan pertambahan bobot badan induk selama
pemeliharaan
Gambar 2 menunjukkan pola pertambahan bobot badan induk setelah
beranak. Pertambahan bobot badan induk di bulan pertama laktasi cenderung
mengalami penurunan dan meningkat kembali pada minggu ke-4 laktasi. Freer
dan Dove (2002) menyatakan penurunan bobot badan terjadi saat bulan pertama
laktasi dan meningkat kembali setelah satu bulan laktasi. Pertambahan bobot
badan yang cenderung bernilai negatif di awal laktasi dikarenakan zat makanan
yang dikonsumsi induk sebagian besar untuk memproduksi susu. Minggu ke-4
laktasi pertambahan bobot badan induk sudah bernilai positif dikarenakan
produksi susu induk yang sudah mulai berkurang sehingga zat makanan yang
dikonsumsi induk dapat digunakan untuk perbaikan kondisi tubuh. Forbes (2007)
menyatakan kondisi saat awal laktasi aliran metabolit darah terjadi dengan cepat
untuk produksi susu, sedangkan konsumsi induk tidak dapat memenuhi kebutuhan
zat makanan sehingga cadangan lemak tubuh digunakan sebagai sumber energi.
Freer dan Dove (2002) menambahkan pertambahan bobot badan induk akan
meningkat setelah puncak laktasi karena produksi susu semakin menurun,
sehingga sebagian zat makanan digunakan untuk pertambahan bobot badan.
Efisiensi Penggunaan Pakan
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
antioksidan dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan
pakan (P>0.05). Hal ini karena perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap
pertambahan bobot badan dan konsumsi bahan kering induk. Efisiensi
penggunaan pakan erat kaitannya dengan pertambahan bobot badan induk laktasi
dan pertumbuhan anak. Zat makanan yang dikonsumsi induk domba laktasi
sebagian besar untuk produksi susu dan sisanya untuk kebutuhan pokok induk,
sehingga sangat mempengaruhi pertumbuhan anak (Gatenby 1986). Nilai efisiensi
yang semakin tinggi akan semakin baik. Hasil penelitian menunjukan adanya
keterkaitan antara nilai efisiensi dengan pertambahan bobot badan induk. Efisiensi
penggunaan pakan pada domba laktasi dalam penelitian lebih tinggi dari
penelitian yang dilakukan oleh Ismoyo (2011) dengan PK konsentrat yang sama
sebesar 16% yaitu -0.055. Hal ini menunjukan ransum penelitian ini lebih baik
dalam mencukupi kebutuhan induk laktasi, sehingga zat makanan yang
dikonsumsi dapat lebih mudah dicerna.
10
Produksi Susu
Produksi susu induk diperoleh dengan metode pendugaan berdasarkan
pertambahan bobot badan anak dikalikan enam (Dove 1988) yang disajikan dalam
Tabel 5.
Produksi Susu
P0
P1
P2
Tabel 5 Rataan produksi susu
Produksi Susu (g ekor-1 hari-1)
1125 ± 81.13a
629 ± 107.85b
1029 ± 312.98a
Keterangan: P0 = ransum mengandung asam lemak tak jenuh; P1 = P0 + antioksidan vitamin E
500 ppm; P2 = P0 + antioksidan ekstrak teh hitam 500 ppm. Angka yang disertai
huruf kecil pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf
uji 5%.
Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap
produksi susu (P
ASAM LEMAK TAK JENUH TERHADAP PENAMPILAN
INDUK DOMBA GARUT LAKTASI
RIDHA PUSPADINI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penambahan Antioksidan dalam
Ransum Kaya Asam Lemak Tak Jenuh terhadap Penampilan Induk Domba Garut
Laktasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Ridha Puspadini
NIM D24100039
ABSTRAK
RIDHA PUSPADINI. Penambahan Antioksidan dalam Ransum Kaya Asam
Lemak Tak Jenuh terhadap Penampilan Induk Domba Garut Laktasi.
Dibimbing oleh LILIS KHOTIJAH dan AFTON ATABANY.
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh antioksidan vitamin E dan
ekstrak teh hitam dalam ransum kaya asam lemak tak jenuh terhadap
penampilan induk domba garut laktasi. Penelitian didesain menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan yaitu P0
(ransum mengandung asam lemak tak jenuh), P1 (P0 + antioksidan vitamin E
500 ppm), dan P2 (P0 + antioksidan ekstrak teh hitam 500 ppm). Peubah yang
diamati meliputi konsumsi bahan kering, konsumsi zat makanan, penyusutan
bobot badan, pertambahan bobot badan, efisiensi pakan, dan produksi susu
induk domba. Data diolah menggunakan analisis ragam (ANOVA). Hasil
menunjukkan penambahan antioksidan dalam ransum kaya asam lemak tak
jenuh tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering, konsumsi zat
makanan, penyusutan bobot badan, pertambahan bobot badan, dan efisiensi
pakan (P>0.05). Perlakuan berpengaruh nyata terhadap produksi susu induk
domba (P0.05). The treatments of affected significantly on milk production ewes
(P0.05) (Tabel 3). Rataan
konsumsi bahan kering perlakuan kontrol, penambahan vitamin E dan
penambahan ekstrak teh hitam berturut-turut yaitu 955.40 g ekor-1 hari-1, 935.14 g
ekor-1 hari-1, dan 886.87 g ekor-1 hari-1. Hasil ini dapat disebabkan ransum dasar
yang digunakan memiliki kandungan zat makanan dan komposisi yang sama.
Konsumsi bahan kering induk laktasi tanpa perlakuan asam lemak tak jenuh dan
antioksidan yaitu 923 g ekor-1 hari-1 dengan pertambahan bobot badan -28.21 g
ekor-1 hari-1 (Nugroho 2013).
Menurut NRC (2007) domba laktasi dengan bobot badan 30 kg beranak
kembar membutuhkan bahan kering sebesar 3.5% dari bobot badan atau sebesar
6
1050 g ekor-1 hari-1. Konsumsi bahan kering dalam penelitian ini lebih rendah
sekitar 3.1-3.3% bobot badan. Hal ini diduga kandungan energi yang tinggi dalam
ransum menyebabkan konsumsi induk dalam penelitian lebih rendah. Kecukupan
zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak menyebabkan pemberian antioksidan
tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering. Selain itu, pemberian
antioksidan vitamin E dan ekstrak teh hitam dalam ransum tidak mempengaruhi
palatabilitas.
Tabel 3 Rataan konsumsi bahan kering dan zat makanan induk domba laktasi
Konsumsi
(g ekor-1 hari-1)
Bahan Kering
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
Beta-N
TDN
Keterangan:
Perlakuan
P0
P1
(n=4)
(n=3)
Hijauan
188.50 ± 11.41
148.29 ± 12.84
Konsentrat
766.90 ± 41.94
786.85 ± 56.96
Total
955.40 ± 32.33
935.14 ± 56.80
Hijauan
24.28 ± 1.47
19.10 ± 1.65
Konsentrat
156.52 ± 8.56
160.60 ± 11.63
Total
180.80 ± 7.73
179.70 ± 11.37
Hijauan
1.43 ± 0.09
1.13 ± 0.10
Konsentrat
61.74 ± 3.38
63.34 ± 4.59
Total
63.17 ± 3.32
64.47 ± 4.57
Hijauan
62.58 ± 3.79
49.23 ± 4.26
Konsentrat
66.26 ± 3.62
67.98 ± 4.92
Total
128.84 ± 2.40
117.21 ± 5.50
Hijauan
86.45 ± 5.23
68.01 ± 5.89
Konsentrat
439.20 ± 22.47
450.63 ± 30.52
Total
525.65 ± 21.09
518.64 ± 31.79
Hijauan
103.68 ± 6.27
81.56 ± 7.06
Konsentrat
567.50 ± 29.03
582.27 ± 39.43
Total
671.18 ± 27.51
609.83 ± 41.11
P0 = ransum mengandung asam lemak tak jenuh; P1 =
Bahan
Pakan
P2
(n=4)
159.75 ± 29.62
727.12 ± 67.01
886.87 ± 76.12
20.58 ± 3.81
148.41 ± 13.68
168.99 ± 14.47
1.21 ± 0.23
58.80 ± 5.70
60.01 ± 5.74
53.04 ± 9.83
62.82 ± 5.79
115.86 ± 8.05
73.26 ± 13.58
416.42 ± 35.90
489.68 ± 41.22
87.86 ± 16.29
538.07 ± 46.39
625.93 ± 52.99
P0 + antioksidan
vitamin E 500 ppm; P2 = P0 + antioksidan ekstrak teh hitam 500 ppm; Beta-N=
bahan ekstrak tanpa nitrogen; TDN= total digestible nutrient.
Pola rataan konsumsi bahan kering selama pemeliharaan ditunjukkan dalam
Gambar 1. Hasil menunjukkan secara umum konsumsi bahan kering cenderung
mengalami peningkatan. Peningkatan konsumsi bahan kering terjadi pada minggu
ke-2 dan cenderung stabil pada minggu selanjutnya. Freer dan Dove (2002)
menyatakan asupan zat makanan meningkat di awal laktasi dan terus meningkat
beberapa minggu selanjutnya. Peningkatan asupan zat makanan disebabkan
karena meningkatnya kebutuhan zat makanan induk saat laktasi. Forbes (2007)
menyatakan bahwa peningkatan konsumsi bahan kering induk setelah beranak
disebabkan kebutuhan zat makanan induk untuk produksi susu dan perbaikan
organ reproduksi setelah beranak.
7
1200
konsumsi bahan kering
(g ekor-1 hari-1)
1000
800
P0
600
P1
400
P2
200
0
1
2
3
4
5
6
7
8
minggu laktasi ke-
Gambar 1 Grafik pola rataan konsumsi bahan kering selama pemeliharaan.
Konsumsi Zat Makanan
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
antioksidan dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi zat
makanan (protein kasar, lemak kasar, serat kasar, Beta-N, dan TDN) (P>0.05).
Konsumsi zat makanan yang tidak berbeda nyata sejalan dengan konsumsi bahan
kering induk. Mathius et al. (1981) menyatakan perbedaan jumlah konsumsi
bahan kering mempengaruhi jumlah konsumsi zat makanan. Protein kasar yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan harian induk domba laktasi sekitar 138238 g ekor-1 hari-1 (Mathius 1996). Konsumsi protein kasar penelitian ini sebesar
169-181 g ekor-1 hari-1. Hal ini menunjukkan kebutuhan protein kasar dalam
penelitian ini sudah terpenuhi.
Konsumsi lemak kasar fase laktasi sekitar 60-64 g ekor-1 hari-1. Konsumsi
lemak kasar sedikit lebih tinggi dari konsumsi lemak kasar fase laktasi dengan
perlakuan minyak biji bunga matahari yaitu sebesar 48.91 g ekor-1 hari-1
(Pujiawati 2013). Peningkatan konsumsi lemak kasar seiring dengan
meningkatnya kebutuhan induk. Konsumsi lemak kasar dengan perlakuan vitamin
E mengalami penambahan sebesar 9 g ekor-1 hari-1, walaupun secara statistik tidak
berbeda nyata. Vitamin E memiliki kemampuan dapat larut di dalam lemak,
sehingga kerja sebagai antioksidan dalam tubuh lebih efektif karena berada dalam
mitokondria sel (Lamid 1995).
Konsumsi serat kasar berbanding lurus dengan konsumsi bahan kering
dalam penelitian ini yaitu 115-128 g ekor-1 hari-1. Hasil ini lebih rendah dari
penelitian Pujiawati (2013) dengan perlakuan penggunaan minyak biji bunga
matahari yaitu 215.06-233.50 g ekor-1 hari-1. Hal tersebut dikarenakan konsumsi
serat kasar hijauan yang rendah. Menurut Parakkasi (1999), konsumsi hijauan
induk domba akan menurun dengan adanya energi dari penambahan lemak dalam
ransum.
Konsumsi Beta-N dalam penelitian ini sebesar 489-525 g ekor-1 hari-1. Hasil
ini sedikit lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan Pujiawati (2013) dengan
perlakuan penggunaan minyak biji bunga matahari, konsumsi Beta-N induk
laktasi sebesar 432.45-466.88 g ekor-1 hari-1. Konsumsi Beta-N induk laktasi
berkaitan dengan pemenuhan prekursor laktosa susu atau gula susu. Karbohidrat
8
atau Beta-N pada ternak ruminansia akan dirombak menjadi asam propionat yang
merupakan prekursor utama laktosa (Bergman 1983).
Konsumsi TDN fase laktasi sebesar 609-671 g ekor-1 hari-1. Konsumsi ini
lebih tinggi dari fase akhir kebutingan yaitu sebesar 573.98–596.78 g ekor-1 hari-1
(Putra 2014). Rataan konsumsi TDN yang diperoleh Vidianto (2012) sebesar
584.79 g ekor-1 hari-1 dengan perlakuan penambahan bungkil kedelai dan tepung
ikan dalam ransum induk laktasi. Konsumsi TDN yang tinggi dalam penelitian ini
menggambarkan kecukupan energi yang dikonsumsi ternak.
Penampilan Induk Laktasi
Penyusutan Bobot Badan
Rataan penyusutan bobot badan induk pasca melahirkan disajikan dalam
Tabel 4. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh
nyata terhadap penyusutan bobot badan induk (P>0.05). Rataan penyusutan bobot
badan dalam penelitian ini sebesar 20.13%. Mathius et al. (2001) menyatakan
penyusutan bobot badan induk dengan perlakuan asam lemak terproteksi sebesar
21.85%. Perlakuan mampu mempertahankan nilai penyusutan bobot badan induk
sehingga tidak terjadi penyusutan yang drastis, walaupun masih belum optimal
dalam meminimalkan presentase penyusutan bobot badan. Penyusutan bobot
badan induk dipengaruhi bobot lahir anak, jumlah anak yang dilahirkan, amnion
serta plasenta yang dikeluarkan selama proses beranak (Mathius et al. 2002).
Tabel 4 Rataan penyusutan bobot badan, pertambahan bobot badan, dan efisiensi
pakan induk domba laktasi
Peubah
P0
Perlakuan
P1
P2
Rataan
Bobot sebelum
35.80 ± 4.00
37.60 ± 3.00
39.40 ± 2.90
37.60 ± 1.80
beranak
(kg ekor-1)
Bobot setelah
beranak
28.40 ± 3.80
30.80 ± 3.10
31.04 ± 2.40
30.10 ± 1.40
(kg ekor-1)
Penyusutan (%)
20.93 ± 1.65
18.17 ± 2.37
21.29 ± 6.13
20.13 ± 2.41
PBB
53.13 ± 8.55
51.79 ± 19.09
44.05 ± 12.40
49.66 ± 4.90
(g ekor-1 hari-1)
Efisiensi Pakan
0.06 ± 0.01
0.05 ± 0.02
0.05 ± 0.01
0.05 ± 0.01
Keterangan: P0 = ransum mengandung asam lemak tak jenuh; P1 = P0 + antioksidan
vitamin E 500 ppm; P2 = P0 + antioksidan ekstrak teh hitam 500 ppm.
Pertambahan Bobot Badan Induk Laktasi
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
antioksidan dalam ransum kaya asam lemak tak jenuh tidak berpengaruh nyata
terhadap pertambahan bobot badan (P>0.05). Rataan pertambahan bobot badan
dalam penelitian ini sebesar 49.66 g ekor-1 hari-1. Pertambahan bobot badan yang
kecil dikarenakan kebutuhan zat makanan induk fase laktasi lebih tinggi
dibandingkan dengan fase lainnya karena digunakan untuk produksi susu.
Kebutuhan zat makanan domba mencapai level yang tinggi selama bulan pertama
laktasi (NRC 2006).
9
pertambahan bobot badan
(g ekor-1 hari-1)
0,120
0,100
0,080
0,060
0,040
P0
0,020
P1
0,000
-0,020
P2
1
2
3
4
5
6
7
8
-0,040
-0,060
minggu laktasi ke-
Gambar 2 Grafik pola rataan pertambahan bobot badan induk selama
pemeliharaan
Gambar 2 menunjukkan pola pertambahan bobot badan induk setelah
beranak. Pertambahan bobot badan induk di bulan pertama laktasi cenderung
mengalami penurunan dan meningkat kembali pada minggu ke-4 laktasi. Freer
dan Dove (2002) menyatakan penurunan bobot badan terjadi saat bulan pertama
laktasi dan meningkat kembali setelah satu bulan laktasi. Pertambahan bobot
badan yang cenderung bernilai negatif di awal laktasi dikarenakan zat makanan
yang dikonsumsi induk sebagian besar untuk memproduksi susu. Minggu ke-4
laktasi pertambahan bobot badan induk sudah bernilai positif dikarenakan
produksi susu induk yang sudah mulai berkurang sehingga zat makanan yang
dikonsumsi induk dapat digunakan untuk perbaikan kondisi tubuh. Forbes (2007)
menyatakan kondisi saat awal laktasi aliran metabolit darah terjadi dengan cepat
untuk produksi susu, sedangkan konsumsi induk tidak dapat memenuhi kebutuhan
zat makanan sehingga cadangan lemak tubuh digunakan sebagai sumber energi.
Freer dan Dove (2002) menambahkan pertambahan bobot badan induk akan
meningkat setelah puncak laktasi karena produksi susu semakin menurun,
sehingga sebagian zat makanan digunakan untuk pertambahan bobot badan.
Efisiensi Penggunaan Pakan
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
antioksidan dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan
pakan (P>0.05). Hal ini karena perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap
pertambahan bobot badan dan konsumsi bahan kering induk. Efisiensi
penggunaan pakan erat kaitannya dengan pertambahan bobot badan induk laktasi
dan pertumbuhan anak. Zat makanan yang dikonsumsi induk domba laktasi
sebagian besar untuk produksi susu dan sisanya untuk kebutuhan pokok induk,
sehingga sangat mempengaruhi pertumbuhan anak (Gatenby 1986). Nilai efisiensi
yang semakin tinggi akan semakin baik. Hasil penelitian menunjukan adanya
keterkaitan antara nilai efisiensi dengan pertambahan bobot badan induk. Efisiensi
penggunaan pakan pada domba laktasi dalam penelitian lebih tinggi dari
penelitian yang dilakukan oleh Ismoyo (2011) dengan PK konsentrat yang sama
sebesar 16% yaitu -0.055. Hal ini menunjukan ransum penelitian ini lebih baik
dalam mencukupi kebutuhan induk laktasi, sehingga zat makanan yang
dikonsumsi dapat lebih mudah dicerna.
10
Produksi Susu
Produksi susu induk diperoleh dengan metode pendugaan berdasarkan
pertambahan bobot badan anak dikalikan enam (Dove 1988) yang disajikan dalam
Tabel 5.
Produksi Susu
P0
P1
P2
Tabel 5 Rataan produksi susu
Produksi Susu (g ekor-1 hari-1)
1125 ± 81.13a
629 ± 107.85b
1029 ± 312.98a
Keterangan: P0 = ransum mengandung asam lemak tak jenuh; P1 = P0 + antioksidan vitamin E
500 ppm; P2 = P0 + antioksidan ekstrak teh hitam 500 ppm. Angka yang disertai
huruf kecil pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf
uji 5%.
Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap
produksi susu (P