Fermentabilitas, Populasi Protozoa, Alantoin Urin, dan Neraca Nitrogen Domba Lokal Calon Induk yang Diberi Sumber Asam Lemak Tak Jenuh Berbeda

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan populasi masyarakat berdampak pada tuntutan akan ketersediaan
sumber pangan yang juga semakin meningkat. Hal tersebut merupakan peluang untuk
mengembangkan potensi domba lokal di Indonesia. Domba lokal merupakan ternak
yang memiliki sifat prolifik, yang mempunyai kemampuan melahirkan anak lebih dari
satu ekor dalam sekali kelahiran. Akan tetapi menurut Tiesnamurti (1992), persentase
kematian pada anak domba prasapih semakin meningkat seiring dengan semakin
banyaknya jumlah anak yang dilahirkan. Hal tersebut merupakan suatu permasalahan
dalam meningkatkan jumlah ternak domba lokal di Indonesia.
Pemberian asam lemak, terutama asam lemak tak jenuh dalam pakan sangat
dibutuhkan oleh domba betina calon induk. Asam lemak tak jenuh rantai panjang
EPA (asam eikosapentaenoat) dan AA (asam arakhidonat) merupakan prekursor dari
prostaglandin, prostacycline, thromboxane, dan leukotriene. Prostaglandin memiliki
peran yang penting dalam beberapa aspek reproduksi, antara lain ovulasi, estrus,
kelangsungan hidup embrio dan proses kelahiran (Abayasekara dan Wathles, 1999).
Wathes et al. (2007) menyatakan bahwa pemberian pakan yang mengandung asam
lemak tak jenuh yaitu asam linoleat akan meningkatkan produksi prostaglandin
endometrial dan plasenta pada domba, serta pemberian asam linolenat menurunkan
level progesteron pada sapi. Prostaglandin yang diproduksi akan melisiskan corpus
luteum (CL), sehingga level progesteron menurun. Pada saat tersebut, hipotalamus

akan mensekresikan folicle stimulating hormone (FSH) yang akan mengakibatkan
berkembangnya

folikel

di

ovarium.

Perkembangan

folikel

mengakibatkan

diproduksinya hormon estrogen, yang akan mempercepat birahi pada domba.
Penambahan minyak dalam pakan akan turut meningkatkan kandungan lemak pakan,
yang berfungsi untuk mencukupi kebutuhan ternak akan pemberian sumber energi
(Parakkasi, 1999). Pada domba betina, pemberian energi yang cukup sangat penting
dalam meningkatkan bobot badan yang akan berdampak pada percepatan pencapaian

bobot dewasa kelamin. Kekurangan energi pada ternak muda akan menghambat
pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin (Sudarman et al., 2008).
Minyak jagung dan minyak ikan lemuru merupakan sumber asam lemak tak
jenuh dari minyak nabati dan hewani. Minyak jagung mengandung 57,47% asam
1

linoleat (Ducket et al., 2002), sementara minyak ikan lemuru mengandung 20,72%
asam linolenat dan 22,83% asam eikosapentanoat (EPA) (Yogaswara, 2008). Pada
hewan ruminansia yang memiliki sistem pencernaan fermentatif, terjadi proses
biohidrogenasi oleh mikroorganisme rumen, yang mengubah asam lemak tak jenuh
(sempurna maupun sebagian) dari pakan menjadi asam lemak jenuh (Parakkasi,
1999). Untuk mencegah terjadinya biohidrogenasi oleh mikroba rumen maka perlu
dilakukan proteksi terhadap pakan yang diberikan (Tiven et al., 2011).
Pemberian lemak pada pakan ruminansia perlu diperhatikan, karena menurut
Adawiah et al. (2007), lemak yang tinggi akan mengganggu sistem fermentasi dan
populasi mikroba dalam rumen. Proses biohidrogenasi asam lemak tak jenuh menjadi
asam lemak jenuh di dalam rumen juga diduga akan merubah pola fermentasi dalam
rumen. Terganggunya sistem dan berubahnya pola fermentasi di rumen juga
dikhawatirkan dapat menyebabkan produk fermentasi VFA dan NH3 dalam rumen
ikut terhambat. Jalč et al. (2006) menyebutkan bahwa penggunaan lemak dalam

pakan ruminansia perlu diwaspadai karena lemak dapat memberikan efek negatif
yaitu membatasi sintesis yang dilakukan oleh mikroba rumen. Pemberian minyak ke
dalam pakan dapat digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan nitrogen (N),
apakah energi yang dibutuhkan oleh ternak telah tercukupi ataukah ternak harus
merombak protein tubuhnya menjadi sumber energi. Kecukupan asam lemak esensial
yang termasuk dalam asam lemak tak jenuh juga harus diperhatikan karena
McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa defisiensi asam lemak tak jenuh dalam
pakan dapat menurunkan nilai retensi N dalam tubuh. Adanya N yang tersimpan
dalam tubuh diharapkan dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang akan
mempercepat bobot dewasa kelamin. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu
pengamatan mengenai pengaruh pemberian sumber asam lemak tak jenuh yang
berbeda terhadap populasi protozoa dan produk fermentasi dalam rumen, besarnya
ekskresi turunan purin (alantoin) dalam urin, dan neraca N dalam tubuh.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh pemberian
berbagai sumber asam lemak tak jenuh terhadap populasi protozoa, fermentabilitas
(konsentrasi VFA, NH3, dan rasio VFA/NH3), kadar alantoin urin, dan neraca N
domba lokal calon induk.
2


TINJAUAN PUSTAKA
Domba Lokal
Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai daya
adaptasi yang baik terhadap iklim tropis dan makanan yang kualitasnya rendah, serta
dapat beranak sepanjang tahun (FAO, 2002). Menurut Blakely dan Bade (1998),
domba dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia (hewan)

Phylum

: Chordata (hewan bertulang belakang)

Kelas

: Mammalia (hewan menyusui)

Ordo


: Artiodactyla (hewan berkuku genap)

Family

: Bovidae

Genus

: Ovis

Spesies

: Ovis aries

Domba memiliki sifat prolifik, yaitu mempunyai kemampuan melahirkan
anak hingga empar ekor dalam satu kali kelahiran (Inounu, 1991). Sifat-sifat prolifik
pada domba menurut Tiesnamurti (1992) tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat-sifat Domba Prolifik
Sifat


Tunggal

Kembar Dua

Kembar > 3

Rata-rata bobot lahir (kg)

2,6

1,8

1,2

Rata-rata bobot sapih per ekor (kg)

15,2

10,3


8,1

Kematian prasapih (%)

10

17

30

Laju pertumbuhan prasapih (g/e/h)

130

95

75

Laju pertumbuhan lepas sapih (g/e/h)


119

124

135

359,1

359,2

312

25

20

18

Umur pubertas betina (hari)
Rata-rata bobot badan setahun (kg)

Sumber: Tiesnamurti (1992)

Erlita (2006) melakukan perbandingan antara penampilan umum dan
kecernaan pakan domba dan kambing lokal. Hasil yang didapatkan adalah domba
lokal betina memiliki konsumsi bahan kering dan bahan organik sebesar
527,65±89,36 g/e/h dan 427,24±72,35 g/e/h, kecernaan bahan kering dan bahan
organik sebesar 59,67%±2,79% dan 62,35%±2,66%, serta pertambahan bobot badan

3

harian sebesar 59,03±12,57 g/e/h. Terdapat tiga jenis domba lokal di Indonesia, yaitu
domba Javanese thin-tailed (domba ekor tipis), Javanese fat-tailed (domba ekor
gemuk), dan domba priangan atau dikenal juga sebagai domba garut.
Domba Ekor Tipis
Domba ekor tips banyak ditemukan di Jawa Barat. Bobot rata-rata domba
ekor tipis betina dewasa sekitar 20 kg, tetapi dengan banyak variasi. Domba yang
diternakkan di dataran tinggi lebih tinggi bobotnya (rata-rata 27 kg) dibandingkan
dengan domba yang diternakkan di daerah dataran rendah (rata-rata 16 kg) pada jenis
ini. Tinggi pundak dari seekor domba betina dewasa sekitar 55 cm. Kebanyakan dari
jenis domba ini berwarna putih dengan bercak gelap (Gatenby, 1991).

Domba ekor tipis memiliki sifat prolifik, sehingga induk dapat menghasilkan
keturunan yang banyak dalam waktu yang singkat. Jumlah anak per kelahiran secara
alami pernah dicatat sampai enam ekor, dan di peternakan kembar dua dan kembar
tiga merupakan hal yang umum (Gatenby, 1991).
Domba Ekor Gemuk
Domba ekor gemuk (DEG) ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan
di beberapa pulau lain di bagian tengah dan barat Indonesia. Domba ini sedikit lebih
besar daripada jenis ekor tipis, memiliki wol yang sangat sedikit, dan mempunyai
ekor yang gemuk dan panjang. Diduga domba ini dibawa oleh pedagang dari
Pakistan atau Timur Tengah. Warna bulu normal adalah putih. Baik domba betina
maupun domba jantan keduanya tidak bertanduk (Gatenby, 1991).
Yusran dan Komarudin-Ma’sum (1990) menyatakan bahwa berat badan
induk DEG di saat kawin berkisar antara 19–33 kg, dengan umur induk yang kawin
1–4 tahun. Proporsi induk yang beranak kembar dua atau lebih meningkat dari 34,2%
pada waktu beranak pertama naik menjadi 55,9% pada waktu beranak ketiga. Pada
penelitian tersebut juga diperoleh rata-rata jumlah anak per kelahiran per induk untuk
induk-induk DEG berkisar antara 1,0 ekor sampai 2,4 ekor dengan rata-rata 1,7 ekor;
sehingga cenderung terjadi tipe kelahiran kembar dua.
Domba Garut
Salah satu keturunan dari domba ekor tipis dikenal sebagai domba priangan

atau domba garut. Domba ini digunakan untuk pertarungan domba. Jenis domba ini
4

besar, memiliki telinga sangat kecil, dan sering berwarna hitam (Gatenby, 1991).
Nurasa (2006) memperoleh hasil rataan lama birahi pada domba garut adalah
33,96±15,32 jam dengan angka service per conception (SPC) sebesar 1,53±0,73.
Laju ovulasi pada penelitian tersebut sebesar 2,05±1,06 buah/ekor. Jumlah ovum
yang terbuahi adalah 94,23%±6,56% dengan daya hidup embrio 89,23%±5,67%.
Jumlah anak rata-rata dalam sekali kelahiran pada domba garut yaitu 1.63±0,85
ekor/induk dengan total bobot lahir 3,88±1,64 kg/induk.
Kebutuhan Pakan Domba
Nutrien atau zat-zat pakan adalah substansi kimia dalam bahan pakan ternak
yang dapat dimanfaatkan untuk hidup pokok dan bila ketersediaannya cukup, maka
digunakan untuk pertumbuhan, gerak dan kerja oleh otot ternak, reproduksi, serta
laktasi (Purbowati, 2001). Pakan pada hewan ruminansia terbagi atas konsentrat dan
hijauan. Menurut Ensminger et al. (1990), konsentrat adalah pakan yang tinggi
kandungan Beta-N dan rendah kandungan SK-nya, yaitu lebih rendah dari 18%.
Menurut Haryanto dan Djajanegara (1993), energi dan protein merupakan
kebutuhan nutrisi utama yang harus terpenuhi secukupnya, setelah kebutuhan bahan
kering terpenuhi. Kebutuhan energi tergantung pada ukuran ternak, status fisiologis
ternak, dan kondisi lingkungan, sementara protein penting untuk efisiensi
penggunaan energi dan untuk pertumbuhan otot (Purbowati, 2001).
Menurut Prakoso et al. (2009), untuk dapat memberikan produk yang efisien
dan optimal pada ternak domba, diperlukan imbangan protein kasar (PK) dan total
digestible nutrients (TDN) yang tepat dalam pakan. Menurut Haryanto dan
Djajanegara (1993), kebutuhan PK dan TDN untuk domba yang digemukkan adalah
14%–15% dan 45%–65%. Sementara Umberger (1997) menyebutkan bahwa untuk
domba berbobot badan 13,5–31,5 kg yang sedang digemukkan memiliki kebutuhan
PK sebesar 15% serta domba berbobot badan 22,5–33,75 kg memiliki kebutuhan
TDN sebesar 70%–75%.
NRC (2007) menyatakan bahwa kebutuhan asam linoleat sebagai asam lemak
esensial untuk ternak ruminansia kecil dalam fase pertumbuhan berkisar antara 0,055
g/kg BB0,75 hingga 0,043 g/kg BB0,75, dengan kebutuhan asam linoleat maksimum
untuk ternak ruminansia kecil lepas sapih diperkirakan sebesar 0,055 g/kg BB0,75.

5

Bahan Pakan
Rumput Lapang
Hijauan merupakan pakan utama sumber serat bagi ternak ruminansia.
Hijauan yang umum digunakan sebagai pakan ternak terdiri atas leguminosa dan
rumput. Menurut Maulidina (2011), rumput lapang merupakan campuran dari
beberapa jenis rumput lokal yang tumbuh alami dan mudah didapat, tetapi memiliki
daya produksi dan kualitas nutrien yang rendah. Komposisi zat makanan rumput
lapang berdasarkan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Kandungan Nutrien Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien

Komposisi*
--------------------%BK--------------------

Abu (%)

6,46

Protein Kasar (%)

8,78

Lemak Kasar (%)

1,83

Serat Kasar (%)

27,78

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%)

55,15

Keterangan: *Hasil analisis Laboratorium PAU IPB

Bungkil Kelapa
Salah satu manfaat dari upaya pembudidayaan tanaman kelapa adalah untuk
memproduksi minyak kelapa yang berasal dari daging buah, yang menghasilkan hasil
samping berupa bungkil kelapa. Bungkil kelapa diperoleh dari sisa kopra setelah
proses pengepresan. Berdasarkan prosesnya, bungkil kelapa dibedakan menjadi
bungkil kelapa yang diekstraksi dengan uap air dan tekanan (bungkil kelapa expeller)
dan bungkil kelapa yang diekstraksi dengan pelarut organik (bungkil kelapa solvent)
(Hamid et al., 1999).
Bungkil kelapa merupakan bahan baku pakan yang tergolong sebagai sumber
protein. Bungkil kelapa mengandung bahan kering 90,6%; protein kasar 23,38%;
lemak kasar 6,5%; kalsium 0,01%; dan 0,66% fosfor (Sinurat et al., 1998).
Komposisi asam lemak pada bungkil kelapa sama dengan yang ada di minyak
kelapa, hanya saja berbeda dalam persentase jumlah lemak dalam kedua bahan
tersebut. Menurut Barus (2006), komposisi dari asam lemak minyak kelapa terdiri

6

antara lain asam lemak jenuh (0,54% C6; 7,88% C8; 6,43% C10; 48,96% C12; 18,51%
C14; 8,46% C16; dan 2,75% C18) serta asam lemak tak jenuh (5,18% C18:1 dan 1,15%
C18:2).
Jordan et al. (2006) melaporkan bahwa terjadi penurunan gas metan harian
(P