Rancangan Kemasan Karton Bergelombang dengan Bahan Pengisi untuk Transportasi Jagung Semi (Baby corn)

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG
DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK TRANSPORTASI
JAGUNG SEMI (BABY CORN)

VINA RONDANG MAGDALENA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancangan kemasan
karton bergelombang dengan bahan pengisi untuk transportasi jagung semi (baby
corn) adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Vina Rondang Magdalena
NIM F14090096

ABSTRAK
VINA RONDANG MAGDALENA. Rancangan kemasan karton bergelombang
dengan bahan pengisi untuk transportasi jagung semi (baby corn). Dibimbing oleh
SUTRISNO.

Pengemasan jagung semi umumnya menggunakan krat selama transportasi,
dimana hal tersebut dapat menimbulkan kerusakan mekanis bahan seperti luka
gores, memar, patah, dan kematangan yang terlalu cepat. Tujuan dari penelitian
ini yaitu merancang kemasan yang tepat menggunakan kemasan karton dan bahan
pengisi yang dapat mempertahankan kualitas jagung semi selama transportasi.
Pada penelitian ini digunakan karton flute C dan BC dengan ukuran (31x23x9)cm,
(46.5x23.5x9)cm, (32x24x10)cm (47.5x24.5x10)cm, flute B sebagai sekat, platik

PE sebagai kemasan primer, dan kertas koran sebagai bahan pengisi. Kemasan
flute C (K4C dan K6C) terpilih karena lebih responsif terhadap suhu lingkungan,
cukup kuat, dan harga murah. Hasil konversi simulasi transportasi selama dua
jam setara dengan 169.553 km jalan luar kota atau 2.83 jam dengan kecepatan 60
km/jam. Kerusakan mekanis pada K4C sebesar 17%, dan K6C 15.9%,
dikarenakan pengaruh kertas koran sebagai bantalan di sekitar produk. Perlakuan
kemasan berpengaruh nyata terhadap parameter susut bobot, kekerasan, dan total
padatan terlarut jagung semi. Sedangkan perlakuam kemasan tidak berpengaruh
nyata terhadap kadar air jagung semi.
Kata kunci : jagung semi, kemasan, karton bergelombang, simulasi transportasi

ABSTRACT
VINA RONDANG MAGDALENA.Design of corrugated fiberboard packaging with
filling material for transportation of baby corn. Supervised by SUTRISNO

Baby corn packaging usually use crate during transportation whereas it
could make mechanical damages to the product like scratch, bruised, broke, and
ripen rapidly. The purpose of this research was to design a proper packaging
using carton material and filled material that could maintain the quality of baby
corn during the transportation. In this research, C flute and BC flute, that has

dimension (31x23x9)cm, (46.5x23.5x9)cm, (32x24x10)cm, (47.5x24.5x10)cm,
were used as the outer packaging, B flute as inner, PE plastic as primary
packaging, and pieces of paper as filling material. K4C and K6C were selected
because those more adaptable in cold storage, those has good compression
strength, and lower cost. Transportation conversion simulation result during two
hours is similar to 169.553 km out of town length or 2.83 hours with 60 km/hour
speed. Mechanical damage of the K4C is 17% meanwhile the K6C 15.9%, this is
caused by the pieces of paper which used as the filling material around the
product. The treatment of packaging directly influent to the parameter reduced of
weight, hardness, and total dissolved solids of baby corn. On the other hand, the
treatment of packaging indirectly influent the water content in the baby corn.
Keywords: baby corn, packaging, corrugated flute, simulation transportation

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG
DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK TRANSPORTASI
JAGUNG SEMI (BABY CORN)

VINA RONDANG MAGDALENA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Rancangan Kemasan Karton Bergelombang dengan Bahan Pengisi
untuk Transportasi Jagung Semi (Baby corn)
Nama
: Vina Rondang Magdalena
NIM
: F14090096

Disetujui oleh


Prof. Dr.Ir. Sutrisno, M.Agr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir. Desrial, M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga karya ilmiah berjudul Rancangan kemasan karton bergelombang dengan
bahan pengisi untuk transportasi jagung semi (baby corn) dapat diselesaikan.
Penelitiandilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem (FATETA), dan di
Laboratorium Kekuatan Bahan, Departemen Teknologi Hasil Hutan (FAHUTAN)
sejak bulan Februari sampai Juni 2014.
Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. selaku dosen pembimbing terimakasih atas
bimbingannya serta saran dan kritik bagi penulis.
2. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Agr dan Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, MS
selaku dosen penguji, terimakasih atas saran dan kritik bagi penulis.
3. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, Pak Harto, dan Mas Abas terima kasih atas
bantuannya selama penelitian berlangsung.
4. Mama, Papa, sister Frida, brother Ronggur, little brother Hikmat atas doa
dan semangat yang tidak pernah henti.
5. Teman-teman Gina Annisa, Risqy Maydia, Stevy, Raisa Oktaviani, Jenny
Sianipar, Aynal, Sandro, Iwan, Aditya Nugraha, Trihadi, Eki Aryanto, Rival,
Rizky Tri Rubbi, Nenda terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya
selama penelitian berlangsung.
6. Teman satu bimbingan Diniar Mungil, Septa dan Fiqi terima kasih atas
bantuan dan semangatnya.
7. Sahabat penulis Maria Bella, Diana Silvana, Merlyn Rizky, Irene Susylawati
terima kasih atas perhatian dan semangat yang super.
8. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 46 dan 47
terima kasih atas kebersamaannya, bantuan dan semangatnya bagi penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan
kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan.


Bogor, September 2014
Vina Rondang Magdalena

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang


1
Error! Bookmark not defined.

Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

1
Error! Bookmark not defined.

Jagung Semi (Baby corn)

2

Pengemasan

2

Bahan Pengisi

2


Transportasi

4

METODE PENELITIAN

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5

Bahan

5

Alat

5


Prosedur Penelitian

7

Pengukuran Parameter
HASIL DAN PEMBAHASAN

11
12

Perancangan dan Pembuatan Kemasan Hasil Rancangan

12

Kekuatan Kemasan

14

Sebaran Suhu Kemasan Selama Penyimpanan


17

Harga Beli Kemasan

19

Pemilihan Desain Kemasan

20

Harga Jagung Semi yang Dikemas

21

Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi Transportasi

21

Perubahan Mutu Jagung Semi Selama Penyimpanan

23

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

28

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Standar ukuran jagung semi menurut Brisco (2000)
Ketebalan dan kekuatan tekan tepi masing-masing jenis flute
Dimensi kemasan
Perbandingan kekuatan kemasan secara teori dan pengujian
Harga beli kemasan
Jumlah tumpukan kemasan hasil rancangan
Harga jagung semi yang dikemas
Kerusakan mekanis K4C pada tiap layer
Hasil uji Duncan terhadap susut bobot jagung semi
Hasil uji Duncan terhadap susut bobot jagung semi
Hasil uji Duncan terhadap kekerasan jagung semi
Hasil uji Duncan terhadap TPT jagung semi
Hasil uji Duncan terhadap kadar air jagung semi

2
3
13
15
20
20
21
23
23
24
25
26
27

DAFTAR GAMBAR
1 Penggolongan karton gelombang (sumber : Wahyuningtyas 2013)
2 Tipe kemasan RSC (a), HTC (b), dan FTC (c)
(sumber :
Wahyuningtyas 2013)
3 Instron universal testing machine
4 Meja simulator (a), timbangan Metter PM-4800 (b), rheometer (c)
5 Refractometer (a), oven (b), stopwatch (c) (sumber : Oktaviani 2013)
6 Diagram alir perancangan kemasan
7 Diagram alir aplikasi kemasan
8 Flute C (a), flute BC (b)
9 Desain kemasan K4 (a), K6 (b)
10 Pengujian kekuatan kemasan karton sebelum diuji tekan (a) dan
sesudah mengalamai kerusakan (b)
11 Grafik perbandingan uji tekan kemasan tanpa sekat dan dengan sekat
12 Grafik perbandingan uji tekan kemasan tanpa sekat dan dengan sekat
13 Grafik perbandingan kekuatan kemasan teoritis dan pengujian
14 Grafik perbandingan uat kekuatan tekan kemasan terhadap deformasi
15 Grafik perbandingan kekuatan tekan kemasan terhadap lama
penyimpanan
16 Pengujian sebaran suhu kemasan suhu ruang (a) dan suhu dingin 100C
(b)
17 Grafik hasil pengujian sebaran suhu ruang K4C (a), K6C (b), K4BC (c)
dan K6BC (d)
18 Grafik hasil pengujian sebaran suhu 100C K4C (a), K6C (b), K4BC (c)
dan K6BC (d)
19 Pengemasan plastik PE (a), pengemasan kemasan kardua (b), dan
pemberian bahan pengisi (c)
20 Penyusunan kemasan pada meja getar
21 Kerusakan mekanis jagung semi : gores (a), memar (b), patah (c)
22 Grafik perubahan susut bobot selama penyimpanan

3
4
6
6
7
9
10
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
19
21
22
22
24

23 Grafik perubahan nilai kekerasan selama penyimpanan
24 Grafik perubahan nilai total padatan terlarut selama penyimpanan
25 Grafik perubahan nilai kadar air selama penyimpanan

25
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Perhitungan dimensi kemasan
Perhitungan luasan ventilasi kemasan
Tabel pengujian kekuatan kemasan selama penyimpanan dingin
Data pengukuran guncangan truk pada berbagai keadaan jalan
Perhitungan optimasi tumpukan kemasan
Perhitungan simulasi transportasi
Tabel data susut bobot selama penyimpanan
Tabel kekerasan jagung semi selama penyimpanan
Tabel data total padatan terlarut selama penyimpaan
Tabel data kadar air selama penyimpanan
Analisis sidik ragam dan uji DMRT terhadap susut bobot jagung semi
Analisis sidik ragam dan uji DMRT terhadap kekerasanjagung semi
Analisis sidik ragam dan uji DMRT terhadap total padatan terlarut
jagung semi
Analisis sidik ragam dan uji DMRT terhadap kadar air jagung semi
Desain kemasan K4C
Desain kemasan K6C
Desain kemasan K4BC
Desain kemasan K6BC
Letak titik uji sebaran suhu di dalam kemasan

30
32
32
33
33
34
36
37
38
39
39
40
40
41
42
43
44
45
46

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu tanaman pangan di dunia setelah gandum
dan padi. Jagung mengandung serat dan sejumlah zat gizi seperti vitamin B dan C,
karoten, kalium, zat besi, magnesium, fosfor, omega 6 dan lemak tak jenuh yang
dapat membantu menurunkan kolesterol, sehingga permintaan akan terus
meningkat seiring dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu tanaman jagung
yang memiliki prospek baik dan banyak manfaat yaitu jagung semi (baby corn).
Menurut Anwar (2005), kekurangan dalam pengangkutan atau transportasi produk
buah-buahan pada lingkungan tropis seperti Indonesia menimbulkan kerusakan
yang cukup besar akibat penanganan selama pengangkutan yang kurang tepat.
Pendistribusian jagung semi di lapangan umumnya menggunakan keranjang,
karung, dan kardus tipe single dengan ukuran kemasan (48 x 35x 35) cm, dimana
memiliki sifat dan cara perlindungan yang berbeda terhadap buah yang dikemas.
Salah satu jenis bahan kemas yang banyak digunakan dalam pengemasan
produk hortikultura adalah karton bergelombang, karena memiliki keunggulan
dapat meredam getaran, memiliki ketahanan terhadap tekanan dan tumpukan,
serta permukaannya halus sehingga resiko kerusakan akibat gesekan antara
produk dan kemasan rendah (Yulianti 2009). Selain itu, pemilihan karton
bergelombang sebagai bahan kemas untuk produk ekspor dinilai lebih baik karena
bahan kemas tidak menimbulkan polusi, bisa digunakan kembali dan dapat didaur
ulang (Darmawati 1994). Kemasan distribusi dirancang dan dipilih terutama
untuk mengatasi faktor getaran dan kejutan, karena faktor ini sangat berpengaruh
terhadap besar kecilnya kerusakan yang terjadi, sementara pengaruh yang lain
seperti RH dan suhu dapat diatasi dengan modifikasi kecil dari rancangan yang
ada (Maezawa 1990).
Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai
perancangan kemasan jagung semi dengan bahan kemasan karton bergelombang
ganda serta bahan pengisi untuk membantu melindungi produk dari kerusakan
mekanis yang terjadi selama transportasi.
Tujuan Penelitian
1. Membuat rancangan kemasan untuk jagung semi menggunakan bahan
kemasan karton bergelombang.
2. Mempelajari pengaruh bahan pengisi terhadap tingkat kerusakan mekanis
jagung semi.
3. Menentukanbesar jumlah kerusakan mekanis dan perubahan mutu (susut
bobot, warna, kekerasan, total padatan terlarut) jagung semi tiap kemasan
dengan bahan pengisi setelah simulasi transportasi.
4. Membandingkan rancangan kemasan jagung semi dengan yang ada di
lapangan.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Jagung Semi (Baby Corn)
Jagung semi dipanen pada saat awal perkembangan yaitu 2-4 hari setelah
muncul rambut atau usia panen maksimal 70 hari. Dimensi rata-rata jagung semi
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1 Standar ukuran jagung semi menurut Brisco (2000) :
Kode Ukuran
Panjang
Tongkol (cm)
A
5.0 – 7.0
B
7.0 – 9.0
C
9.0 – 12.0
Sumber : Brisco, 2000

Karena pemanenan pada awal perkembangan, jagung semi rentan
mengalami patahan pada bagian ujungnya yang lebih lunak. Selain itu jagung
semi memiliki nilai laju respirasi paling tinggi yaitu lebih dari 60 mg CO2/kg-jam
pada suhu 50C.
Pengemasan
Kardus karton merupakan kemasan yang sering dipakai dalam dunia
industri dan banyak digunakan pada kegiatan pengangkutan yang umumnya
terbagi menjadi kardus satu gelombang (one ply) dan dua gelombang (two
plies).Kelebihan kemasan kardus karton adalah :
1. Mempunyai bobot yang lebih ringan untuk material yang mempunyai
kekuatan yang sama.
2. Biaya yang lebih murah.
3. Mempunyai permukaan yang halus.
4. Mempunyai sifat meredam yang baik.
5. Mudah dicetak atau diberi label.
6. Mudah untuk dirakit atau dibongkar dalam penyimpanan.
7. Mudah didaur ulang dan digunakan kembali.
Kertas bergelombang antara permukaan pada papan karton bergelombang
disebut fluting. Ada empat jenis fluting dari papan karton bergelombang yaitu :
1. Single-faced board : terbuat dari satu permukaan pipih dengan medium
bergelombang yang biasanya digunakan untuk membuat produk kardus.
2. Single-wall atau Double-faced board : terbut dari dua permukaan dengan satu
bagian bergelombang ditengahnya dimana hamper 90% dari semua kardus
terbuat dari papan karton bergelombang jenis ini.
3. Double-wall board : terbuat dari dua permukaan dan dua media bergelombang
dengan penuh pembatas di tengahnya sehingga lapisan berjumlah 5 buah
dimana tingkatan ini sering digunakan untuk pengemasan skala ekspor.

3
4. Triple wall board : terdapat tiga media bergelombang (jumlah seluruh
lapisan : 7) yang biasa digunakan untuk aplikasi industri yang sangat berat.
Contoh gambar kertas karton bergelombang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Penggolongan karton gelombang (sumber : Wahyuningtyas 2013)
Menurut Jaswin (1999) flute A memiliki sifat bantalan (cushioning) yang
baik karena ketebalannya dapat meredam daya tekan yang terjadi pada saat
kemasan ditumpuk, sedangkan flute B memiliki bantalan yang tidak terlalu tinggi
sehingga cocok untuk produk yang sebelumnya telah dikemas dalam kaleng,
namun memiliki ketahaan tekan datar (flat crush resistant) yang paling baik.
Flute C dibuat dengan karakteristik antara flute A dan B dengan harga lebih
murah, daya bantalan tinggi seperti flute A dan ketahanan tekan datar yang baik
seperti flute B. Sedangkan flute E banyak digunakan untuk kemasan display
dengan dinding luar terbuat dari white kraft sebagai karton printed. Ketebalan dan
kekuatan tekan dari masing-masing flute dapat dilihat pada Tabel 2.
2

Kotak karton gelombang mempunyai beberapa variasi yang umum
digunakan yaitu : RSC (Regular Slotted Container), HTC (Half Telescopic
Container), dan FTC (Full Telescopic Container). FTC dan RSC banyak
digunakan di Indonesia sebagai kemasan distribusi produk hortikultura dan tipe
RSC lebih banyak digunakan dalam kemasan industri karena lebih hemat dalam
penggunaan bahan. Ketiga tipe kemasan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :

4

Gambar 2 Tipe kemasan RSC (A), HTC (B), dan FTC (C)(sumber :
Wahyuningtyas 2013)
Kekuatan Kemasan Karton
Menurut McKee (1985), besarnya ketahanan bergelombang dalam
menahan beban bergantung pada kekuatan tepi karton atau disebut dengan
ketahanan tekan tepi yang dapat diformulasikan sebagai berikut :
P = k x Pm x h0.5 x Z0.5
dimana P
= kekuatan tekan (kgf)
k
= konstanta dengan nilai : 5.87
Pm
= edge crush test (kg/cm)
Z
= keliling kemasan karton gelombang (cm)
h
= ketebalan karton gelombang (cm)
Ventilasi
Ventilasi atau lubang udara pada kemasan berguna untuk memperlancar
sirkulasi udara didalam kemasan. Perhitungan luasan ventilasi kemasan dapat
dilihat pada Lampiran 2. Menurut Sakti (2010), kemasan berventilasi lingkaran
lebih responsif terhadap suhu lingkungan daripada kemasan berventilasi oval dan
tanpa ventilasi, karena laju penurunan kekerasan dan laju peningkatan total
padatan terlarut tomat lebih besar dengan ventilasi lingkaran dengan luasan
ventilasi tidak mencapai 5% agar kemasan tidak mudah rusak bila terkena tekanan.
Bahan Pengisi
Menurut Syarief et al. (1998) bahan pengisi merupakan material yang
dijejalkan diantara kelebihan ruang gerak guna menahan gerak barang atau abrasi
terhadap isi ruang. Bahan pembantu yang biasa digunakan dalam pengemasan
buah maupun sayuran yang menggunakan keranjang dan peti di Indonesia adalah
merang, daun-daun kering pelepah batang pisang, tikar atau kertaskoran,
potongan-potongan kertas, dan lain-lain.
Transportasi
Untuk mengetahui jenis kerusakan yang terjadi selama transportasi,
dilakukan simulasi transportasi sehingga diketahui cara mengurangi kerusakan
ketika baby corn akan ditransportasikan secara nyata ke konsumen. Menurut
Satuhu (2004), perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat
mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi pada waktu sampai

5
ditempat tujuan mencapai kurang dari 30%-50%. Alat simulasi transportasi
dirancang untuk memperoleh gambaran tentang kerusakan mekanis yang diterima
produk apabila terkena goncangan. Simulasi pengangkutan dengan menggunakan
truk, guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal, sedangkan
guncangan pada kereta api adalah guncangan pada arah horizontal. Data
pengukuran guncangan truk dapat dilihat pada Lampiran 4. Menurut Darmawati
(1994), yang menjadi dasar perbedaan jalan dalam kota dan luar kota adalah besar
amplitudo yang terukur dalam suatu panjang jalan tertentu, dimana jalan dalam
kota mempunyai amplitudo yang rendah dibanding jalan luar kota, jarak buruk
aspal dan jalan buruk berbatu.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian, dan di Laboratorium Kekuatan Bahan, Departemen
Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor selama 4
bulan yaitu Februari 2014 – Juni 2014.
Bahan
Jagung semi dengan umur 70 hari setelah tanam di Ciapus, Bogor yang
akan diuji di laboratorium. Bahan pengemas digunakan kardus bergelombang tipe
BC dengan dimensi :(32 x 24 x 10) cm dan (47.5 x 24.5 x 10) cm, dan flute tipe C
dengan dimensi (31 x 23 x 9) cm dan (46.5 x 23.4 x 9) cm, plastik polietilen (20 x
35) cm yang masing-masing diberikan ventilasi 1%, plastik PE (20x34) cm
dengan ventilasi 2%, dan bahan pengisi menggunakan potongan kertas koran.
Alat
1. Instron Universal Testing Machine
Instron universal testing machine digunakan untuk mengetahui kekuatan
tekan maksimum kemasan, yang diatur dengan kecepatan pembebanan 10
mm/ menit, dan dialasi dengan tatakan kayu seberat 3 kg pada bagian atas dan
bawah kemasan. Alat dapat dilihat pada Gambar 3.

6

Gambar 3 Instron universal testing machine
2. Meja Simulator
Meja simulator digunakan untuk simulasi transportasi. Meja simulator
dapat dilihat pada Gambar 4(a).
3. Timbangan Mettler PM-4800
Timbangan mettler PM-4800 digunakan untuk menimbang baby corn
untuk mengukur susut bobot. Timbangan mettler PM-4800 dapat dilihat pada
Gambar 4 (b).
4. Rheometer CR-500 DX
Rheometer CR-500 DX digunakan untuk mengukur kekerasan dari baby
corn. Gambar rheometer CR-500 DX dapat diamati pada Gambar 4 (c).

(a)

(b)

(c)

Gambar 4 Meja simulator (a), timbangan Mettler PM-4800 (b), rheometer (c)
5. Refractometer
Refractometer digunakan untuk kandungan total padatan terlarut pada
baby corn. Gambar refractometer dapat diamati pada Gambar 5 (a).
6. Peralatan Analisis Kadar Air
Peralatan analisis kadar air ini meliputi cawan alumnimium, oven dan
desikator. Gambar oven dapat dilihat pada Gambar 5 (b).
7. Stopwatch
Stopwatch digunakan untuk menghitung lama simulasi transportasi baby
corn. Gambar stopwatch dapat dilihat pada Gambar 5 (c).

7

(a)

(b)

(c)

Gambar 5 Refractometer (a), oven (b), stopwatch (c) (sumber : Oktaviani 2013)
Prosedur Penelitian
Perancangan Kemasan
a. Perkiraan Kapasitas dan dimensi kemasan
Dimensi kemasan ditentukan berdasarkan ukuran jagung semi, jumlah layer,
tipe kemasan, dan tebal bahan yang digunakan.
b. Membuatprototype kemasan yang terbuat dari karton bergelombang tipe RSC
(Regular Slotted Container) sebanyak dua buah tiap dimensi dan diberi
ventilasi tipe circle.
c. Menguji kekuatan tekanprototype untuk mengetahui kuat tekan maksimum
kemasan sebanyak dua kali pengulangan dengan alat Instron Universal Testing
Machine. Hasil pengukuran berupa gaya kompresi yang digunakan untuk
menghitung jumlah tumpukan maksimum.
d. Melakukan uji kekutan tekan (compresstion strength) pada suhu 10oC, untuk
mengetahui perubahan kekuatan kotak karton selama penyimpanan dingin.
e. Melakukan pengukuran sebaransuhu kemasan menggunakan termokopel di
sepanjang titik diagonal kemasan.
f. Memlilih kemasan dari kekuatan tumpukan dan biaya yang optimum.
Tahapan penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 6.
Persiapan Bahan
Jagung semi dari pasar Bogor dibawa ke laboratorium TPPHP yang
kemudian dilakukan sortasi. Kemudian jagung semi dikemas masing-masing
seberat 500 gram (± 28 buah jagung semi) dalam plastik PE yangt telah diberi
ventilasi 2%. Setelah itu, kemasan plastik diletakkan didalam kemasan terpilih
berkapasitas 4 kg dan 6 kg yang masing-masing disusun 2 layer. Tahap uji
aplikasi kemasan dapat dilihat pada Gambar 7.
Simulasi Transportasi
Simulasi transportasi dilakukan dengan menggunakan meja getar dengan
asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu amplitudo 4.82 cm dan frekuensi 3.45 Hz
selama 2 jam serta 2 kalipengulangan. Waktu 2 jam dipilih berdasarkan kisaran
jarak yang ditempuh dari Ciapus ke Jakarta.

8
Pengambilan Data
Setelah simulasi, sampel perlakuan diambil secara acak dari setiap
kemasan untuk diamati tingkat kerusakan mekanis, tingkat kekerasan, total
padatan terlarut, dan kadar air. Untuk pengamatan susut bobot, sampel diambil
setengah bagian dari isi kemasan.
Penyimpanan Jagung Semi
Kemasan beserta jagung semi disimpan dalam refrigerator pada suhu 10ºC
selama 8 hari. Menurut Pangarteni (2006), baby corn yang disimpan pada suhu
kamar hanya dapat bertahan 4 hari, sedangkan penyimpanan temperatur 10⁰C
bertahan sampai 15 hari.
Setiap dua hari diamati kerusakan mekanis dan diukur susut bobot,
kekerasan, total padatan terlarut, dan kadar air jagung semi.
Analisis Data
Analisis data hasil pengukuran menggunakan analisis ragam ANOVA
yang dilanjutkan dengan uji beda nyata 5%.

9
Mulai
Perkiraan kapasitas

4 kg

6 kg

Menentukan dimensi kemasan

Dimensi kemasan
K4C dan K6C

Dimensi kemasan
K4BC dan K6BC

Pembuatan desain
Uji laboratorium Compresstion strength (suhu ruang & 10oC)
Uji sebaran suhu dalam kemasan (suhu ruang & 10oC)

Karakteristik
dan sifat
mekanis
kemasan

Pemilihan desain

Desain
terpilih

A
Gambar 6 Diagram alir perancangan kemasan

- Jumlah
tumpukan
- Harga beli
kemasan

10

A
Pengemasan jagung semi (kemasan primer plastik PE
tiap 500 gram & kemasan outer terpilih)
Penyusunan di meja simulator dengan
kisaran amplitudo 4.82 cm dan frekuensi
3.45 Hz selama 2 jam
Sortasi dan kerusakan mekanis
Penyimpanan pada suhu 10oC

Mekanis :
- memar
- gores
- patah

Fisiologis :
- Kekerasan
- uji TPT
- susut bobot

Analisis data ANOVA dan uji
lanjut Duncan

Selesai

Gambar 7 Diagram alir aplikasi kemasan

11
Pengukuran Parameter
Dimensi dan Berat Buah
Dimensi jagungsemi diukur menggunakan penggaris dan jangka sorong
untuk mengetahui tinggidan diameter jagung semi. Berat jagung semi diukur
menggunakan timbangan metler PM-4800.
Kekuatan Tekan (Compresstion Strength)
Pengujian compresstion strength menggunakaninstron universal testing
machine dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan tekanan maksimum kemasan
dan besar defleksi dari kemasan. Prototype diuji kekutan tekan dengan dua kali
pengulangan.
Jumlah Tumpukan
Jumlah tumpukan di hitung dengan persamaan (1) (Salke, 2005);
SF =P/f.........................................................................................................(1)
Dimana :
SF=Safe load on box
P = Compression strength
f = nilai koefisien keselamatan
Safe number of boxes to stack on bottom box = SF/berat total box
Tabel nilai koefisien keselamatan kemasan box karton menurut ASTM
D4269 dapat dilihat pada Lampiran 5.
Sebaran Suhu Kemasan Selama Penyimpanan
Pengujian sebaran suhu dalam kemasan selama penyimpanan digunakan
untuk mengetahui kemampuan kemasan beradaptasi terhadap suhu penyimpanan.
Suhu penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena
dapatmenyebabkan terjadinya kerusakan buah akibat suhu dingin (Satuhu 2004).
Pengukuran akan dilakukan sampai suhu di dalam kemasan mulai stabil, yakni
mencapai suhu yang setara dengan suhu lingkungan.
Kerusakan Mekanis
Pengamatan tingkat kerusakan mekanis jagung semi dilakukan sebelum
dan setelah kegiatan transportasi yang berupa gores, memar, dan patah.
Persamaaan yang digunakan untuk menghitung kerusakan mekanis yang terjadi
adalah:
Rusak (%) =

x100%............................................................(2)

Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan menggunakan timbangan mettler PM4800, yang diamati setiap dua hari sekali. Persamaan yang digunakan untuk
menghitung susut bobot adalah sebagai berikut :
Susut bobot (%) = W−Wa
x 100 %...............................................................(3)
W

12
Keterangan
W
= Bobot awal bahan (gram)
Wa
= Bobot akhir bahan (gram)
Kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan jagung semi terhadap
jarum penusuk dari rheometer. Alat diset dengan mode 20, kedalaman 10 mm,
beban maksimum 10 kg, dan diameter jarum 5 mm. Pengujian dilakukan pada
tiga titik yang berbeda, yaitu: bagian pangkal, tengah dan ujung.
Total Padatan Terlarut
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan
refractometer. Jagung semi yang dihancurkan kemudian diambil cairannya dan
diletakkan lakukan pada prisma refractometer. Angka yang tertera pada
refractometer menunjukkan kadar total padatan terlarut (ºBrix).
Kadar Air
Penentuan kadar air jagung semi dilakukan dengan mengeringkan bahan
seberat 5 gram dalam oven pada suhu 1500C selama 6 jam. Sebelumnya, cawan
dikeringkan dahulu dalam oven dan didinginkan di desikator, lalu ditimbang
dengan timbangan analitik. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :
Kadar air (%) =

e

e

e

e

x

%..............................................(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perancangan dan Pembuatan Kemasan Hasil Rancangan
Perancangan kemasan dilakukan dengan tujuan menentukan besarnya kuat
tekan kemasan untuk meredam gaya dari luar sehingga mengurangi beban yang
diterima produk dalam kemasan. Kemasan transportasi dan penyimpanan jagung
semi saat ini masih menggunakan karung dan keranjang plastik dengan pola
pengisian curah, sehingga lebih rentan terjadi gesekan dan beban yang diterima
berlebihan terutama untuk produk yang berada di dasar kemasan. Hal tersebut
mengakibatkan produk mengalami luka memar bahkan patah.
Produk dikemas dengan plastik sebagai kemasan primer dengan berat 500
gram untuk menghindari tekanan dan gesekan yang berlebihan antar jagung semi,
kemudian dikemas dengan kemasan karton bergelombang sebagai kemasan
sekunder dengan berat 4 kg dan 6 kg. Untuk menahan agar kemasan primer tidak
berbenturan dengan kemasan sekunder, maka digunakan potongan kertas koran
sebagai bahan pengisi.
Bahan kemasan sekunder yang digunakan pada
perancangan ini adalah karton bergelombangflute C dan BC (Gambar 8).
Penambahan sekat dilakukan untuk memisahkan antar kemasan plastik jagung
semi sehingga mengurangi terjadinya kerusakan.

13

(a)

(b)
Gambar 8 Flute C (a), flute BC (b)

Perhitungan kemasan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Contoh perhitungan penentuan dimensi kemasan berkapasitas 4 kg (K4C) :
Rata-rata ukuran jagung semi : panjang = 10-12 cm, lebar (diameter) = 1-2 cm
Tebal bahan 0.4 cm, tebal sekat 0.3 cm.
Lebar kemasan :
L
= total bagian panjang jagung semi + total tebal dinding vertikal
kemasan+tebal sekat sisi panjang
= (2x11) + (2x0.4) + 0.3
= 23.1 cm = 23 cm
Panjang kemasan :
P
= total diameter jagung semi pada sisi lebar + total tebal dinding
vertikal + tebal sekat sisi lebar
= (15x2) + (2x0.4) + 0.3
= 31.1 cm = 31 cm
Tinggi kemasan :
T
= total tinggi jagung semi pada sisi tinggi
= (4x2) + (2x0.4)
= 8.8 cm = 9 cm
Sehingga didapat ukuran K4C : ( 31x 23x 9) cm
Kemasan kemudian dirancang bertipe RSC (Regular Slotted Container)
dan diberi perlakuan ventilasi 1% dari total luasan dinding vertikal kemasan.
Perhitungan ventilasi kemasan dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan
informasi dan data yang didapat, maka diperoleh 4 buah desain kemasan yang
tertera pada Tabel 3 dan Desain kemasan dapat dilihat pada Gambar 9, Lampiran
15, Lampiran 16, Lampiran 17, dan Lampiran 18.
Tabel 3 Dimensi kemasan
Desain Kemasan
Ukuran (PxLxT) cm

Kapasitas (kg)

K4C

31 x 23 x 9

4

K4BC

32 x 24 x 10

4

K6C
K6BC

46.5 x 23.5 x 9
47.5 x 24.5 x 10

6
6

14
Ket :
K4C
K4BC
K6C
K6BC

= desain kemasan 4 kg berbahan flute C
= desain kemasan 4 kg berbahan flute BC
= desain kemasan 6 kg berbahan flute C
= desain kemasan 6 kg berbahan flute BC

(a)

(b)

Gambar 9 Desain kemasan K4 (a), K6 (b)
Kekuatan Kemasan
Pengujian
kekuatan
kemasan
dilakukan
untuk
mengetahui
kekuatanmaksimal kemasan yang dirancang untuk menahan tekanan dari luar
dimana pada saat distribusi dan penyimpanan di gudang, kemasan akan ditumpuk
satu dengan yang lain. Pengujian pertama dilakukan terhadap kemasan pada
keadaan normal suhu ruang dan suhu 10oC selama 2 hari, 5 hari dan 7 hari
penyimpanan yang dapat dilihat pada Gambar 10, dengan kecepatan pembebanan
10 mm/ menit dan penambahan tatakan kayu masing-masing seberat 3 kg.
Gambar uji tekan sekat kemasan dapat dilihat pada Gambar 11.

(a)

(b)

Gambar 10 Pengujian kekuatan kemasan karton sebelum diuji tekan (a) dan
sesudah mengalami kerusakan (b)

15

(a)

(b)

Gambar 11 Pengujian kekuatan sekat kemasan sebelum diuji tekan (a) dan
setelah uji tekan (b)
Hasil pengujian kekuatan kemasan dibandingkan dengan kemasan tanpa
sekat didalamnya dapat dilihat pada Gambar 12, dimana penambahan sekat dalam
kemasan menambah kekuatan tekan kemasan 23.79%. Kemasan berbahan flute
BC memiliki kemampuan tekan lebih besar dibandingkan dengan kemasan
berbahan flute C karena kemasan lebih tebal, selain itu kemasan dengan kapasitas
6 kg memiliki kemampuan tekan yang lebih besar dibandingkan kemasan dengan
kapasitas 4 kg.

Gambar 12 Grafik perbandingan uji tekan kemasan tanpa sekat dan dengan sekat
Hasil perbandingan kekuatan kemasan perhitungan dan pengujian dapat
dilihat pada Gambar 13 dan Tabel 4, dimana perbedaan mencapai 40%. Hal
tersebut dikarenakan sekat menambah dimensi kemasan outer atau memperbesar
kontak area, sehingga gaya tekannya menjadi lebih besar dibanding kemasan
tanpa sekat.
Tabel 4 Perbandingan kekuatan kemasan secara teori dan pengujian
Kemasan
K4C
K4BC
K6C
K6BC

P teori (N)
2610.55
4471.06
2972.36
5069.72

P uji (N)
1559.13
2561.93
1645.23
3587.44

% beda
40.27
42.60
44.60
29.23

16
Hal tersebut dikarenakan adanya ventilasi yang akan mengurangi kekuatan
tekan kemasan, dimana pada perhitungan diabaikan. Selain itu bentuk tepi
kemasan yang tidak benar-benar 900 juga mempengaruhi dimana bentuk tepi agak
menggelembung.

Gambar 13 Grafik perbandingan kekuatan kemasan teoritis dan pengujian
Hasil perbandingan antara kekuatan tekan kemasan dengan besar
deformasi dapat dilihat pada Gambar 14 yang menunjukkan kemasan berbahan
flute BC memiliki nilai deformasi lebih besar dibanding kemasan berbahan flute C.
Hal tersebut dikarenakan pada saat pengujian, kemasan berbahan flute BC terlebih
dahulu akan mengalami penipisan pada sisi horizontal kemudian diikuti penipisan
bagian vertikal kemasan, sedangkan kemasan flute C akan langsung menekan sisi
vertikal kemasan. Selain itu perekat kemasan juga mempengaruhi besarnya nilai
deformasi karena kemasan berbahan flute BC direkatkan dengan staples
sedangkan kemasan flute C direkatkan dengan lem.

Gambar 14 Grafik perbandingan kekuatan tekan kemasan terhadap deformasi
Garis titik-titik pada grafik merupakan batas ketahanan kemasan menahan
gaya, sehingga mengalami perubahan atau deformasi. Pada kemasan K4BC dapat
dilihat grafik kekuatan tekan mengalami penurunan yang kemudian naik kembali
dimana hal tersebut disebabkan pada bagian pertemuan kemasan yang direkatkan
masih dalam keadaan baik sedangkan sisi yang tidak direkat sudah mengalami
kerusakan.

17

waktu

Gambar 15 Grafik perbandingan kekuatan tekan kemasan terhadap lama
penyimpanan
Pengujian kedua yang dilakukan memperoleh hasil yang dapat dilihat pada
Gambar 15, dimana kemasan yang disimpan pada suhu 10oC mengalami
penurunan nilai kekuatan kemasan seiring dengan lama penyimpanan kemasan.
Hal ini dikarenakan sifat kemasan karton yang menyerap air dan udara di
sekitarnya sehingga melenturkan serat-serat selulosanya. Pengaruh kelambaban
udara dan kadar air di udara yang tinggi menyebabkan penyerapan air di udara
oleh kemasan karton meningkat, sehingga kekuatan kemasan semakin rendah.
Sebaran Suhu Kemasan Selama Penyimpanan
Pengujian sebaran suhu kemasan dilakukan untuk mengetahui kemampuan
kemasan beradaptasi terhadap suhu lingkungan. Proses pendistribusian jagung
semi sering menggunakan penyimpanan dingin untuk menjaga umur simpan,
sehingga suhu didalam kemasan harus sama dengan suhu ruang penyimpanan.
Pengujian sebaran suhu dilakukan pada suhu ruang dan suhu dingin 100C
menggunakan termokopel dengan posisi titik yaitu 2 titik di sudut depan bagian
bawah, 2 titik di sudut belakang bagian atas, dan 1 titik di bagian tengah kemasan
(Lampiran 19). Gambar pemasangan termokopel di kemasan dapat dilihat pada
Gambar 16.

(a)
(b)
Gambar 16 Pengujian sebaran suhu kemasan suhu ruang (a)dan suhu dingin
100C (b)

18
Hasil pengujian sebaran suhu ruang di dalam kemasan dapat dilihat pada
Gambar 17, dimana suhu awal didalam kemasan mengalami tren naik yang
kemudian mulai mengikuti suhu ruangan. Suhu didalam kemasan lebih tinggi
dikarenakan terjadinya proses respirasi pada jagung semi, dimana suhu tinggi
akan mempercepat laju respirasi jagung semi. Pengukuran dilakukan pada
ruangan yang bertemperatur 300C selama 10 jam pengukuran dengan T1 – T5
merupakan titik-titik pengukuran di dalam kemasan dan T6 sebagai suhu
lingkungan.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 17 Grafik hasil pengujian sebaran suhu ruang K4C (a), K6C (b), K4BC
(c) dan K6BC (d)
Pengujian sebaran suhu di dalam kemasan juga dilakukan pada suhu
penyimpanan dingin yaitu 100C. T1 – T5 merupakan titik-titik pengukuran di
dalam kemasan dan T6 merupakan suhu lingkungan yaitu suhu di dalam lemari
pendingin. Kemasan yang telah dipasang termokopel, kemudian diletakkan di
dalam lemari pendingin dengan waktu pengukuran 12 jam. Hasil sebaran suhu di
dalam kemasan dengan suhu penyimpanan dingin 100C dapat dilihat pada Gambar
18.

19

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 18 Grafik hasil pengujian sebaran suhu 100C K4C (a), K6C (b), K4BC
(c) dan K6BC (d)
Keempat kemasan membutuhkan waktu 5 jam untuk mulai mencapai suhu
lingkungan, dimana kemasan berbahan flute C cenderung lebih cepat mencapai
suhu ruangan dibanding kemasan berbahan flute BC dikarenakan ketebalan bahan
dari kemasan yang digunakan, namun suhu yang dicapai pada ke-4 kemasan yaitu
10-11oC. Hal tersebut dikarenakan proses respirasi yang dialami jagung semi
didalam kemasan, namun lajunya lambat akibat suhu lingkungan yang rendah.
Menurut Pangarteni (2006), baby corn yang disimpan pada suhu kamar hanya
dapat bertahan 4 hari, sedangkan penyimpanan temperatur 10⁰C bertahan sampai
15 hari.
Harga Beli Kemasan
Harga kemasan dihitung berdasarkan biaya bahan dan pembuatan
rancangan kemasan outer dan sekat, dimana pabrik kemasan langsung
menyatukan harga bahan dan biaya pembuatan. Biaya yang diberikan berbeda
berdasarkan bahan flute yang digunakan, sedangkan untuk pembuatan sekat yang

20
menggunakan flute B dibiayai Rp 600,- per sekat, dimana satu set kemasan K4C
membutuhkan 2 sekat, dan K6C membutuhkan 3 sekat untuk satu set kemasannya.
Harga beli kemasan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Harga beli kemasan
Jenis Kemasan
Harga satu set kemasan (Rp)
Outer
Sekat
Total
K4C
6000
1200
7200
K6C
6000
1800
7800
K4BC
10000
1200
11200
K6BC
10000
1800
11800
Berdasarkan data harga beli kemasan, perbedaan biaya total satu set
kemasan antara kemasan berbahan flute C dan BC yaitu Rp 4000,-.
Pemilihan Desain Kemasan
Pemilihan desain kemasan bertujuan untuk memilih kemasan paling
optimum dalam memberikan perlindungan terhadap produk yang dikemas.
Menghitung jumlah tumpukan kemasan maksimum merupakan tahap pertama
yang dilakukan dalam pemilihan desain. Contoh perhitungan dapat dilihat pada
Lampiran 5, dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 6, dimana jumlah
tumpukan kemasan kedua jenis kemasan memenuhi syarat tinggi maksimum pada
kargo dan kontainer yang biasa digunakan untuk ekspor produk hortikultura.
Menurut Peleg (1985) ketinggian pintu kargo pesawat boeing 747F pada bagian
depan 2.49 m, pintu dan ruang utama kargo 3.05 m, dan tinggi kontainer 2.17 m.

Jenis

K4C
K4BC
K6C
K6BC

Tabel 6 Jumlah tumpukan kemasan hasil kemasan
Compression
Berat
Total berat
Jumlah
Tinggi
strength (P)
box
jagung semi
Berat
tumpukan tumpukan
kgf
(gram)
dalam
total (g) maksimum maksimum
kemasan (g)
(m)
158.99
435
4002.18
4437.18
13
1.17
261.24
756
4001.55
4757.55
19
1.9
167.77
551
5997.95
6548.95
10
0.9
365.82
915
6001.26
6916.26
19
1.9

Namun pemilihan desain tidak hanya dilihat dari jumlah tumpukan
maksimum kemasan, melainkan juga dari biaya pembuatan dimana kemasan
berbahan flute C memiliki biaya lebih rendah, oleh karena itu dipilih kemasan
flute C sebagai kemasan outer jagung semi.

21
Harga Jagung Semi yang Dikemas
Selain harga beli kemasan, dapat dihitung pula harga jagung semi per
kemasan dan harga jagung semi per kilogram yang dapat dilihat pada Tabel 7,
dimana harga yang dihitung belum termasuk biaya untung untuk penjualan.
Tabel 7 Harga jagung semi yang dikemas
Jenis kemasan
Harga per kemasan (Rp)
Harga per kg (Rp)
K4C
K6C
K4BC
K6BC

51600
74400
55600
78400

12900
12400
13900
13100

Contoh perhitungan pada kemasan K4C :
Harga pasaran jagung semi yang sudah dilepas dari kelobot = Rp 11000,00 / kg
Harga kemasan plastik PE = Rp 50,00 / kantong plastik
Harga kemasan karton C
= Rp 7200,00
Harga jagung semi K4C = Harga bahan per kapasitas + Harga plastik PE yang
digunakan + Harga beli kemasan karton
= (4xRp 11000,00) + (8 x Rp 50,00) + Rp 7200,00
= Rp 51600,00
Harga jagung semi /kg = Rp 12900,00
Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi Transportasi
Jagung semi yang dikemas 500 gram dengan plastik polietilen dan
dilubangi 1% dikemas kembali didalam kemasan kardus K4C dan K6C, lalu
diberi bahan pengisi berupa potongan kertas koran. Proses persiapan simulasi
dapat dilihat pada Gambar 19.

(a)
(b)
(c)
Gambar 19 Pengemasan plastik PE (a), pengemasan kemasan kardus (b),dan
pemberian bahan pengisi (c)
Simulasi transportasi di meja getar (Gambar 20) dilakukan selama 2 jam
berdasarkan pengiriman jagung semi dari petani kecil yang berada di wilayah
Ciapus sampai ke pengumpul. Hasil konversi frekuensi dan amplitudo yang

22
didapat dari simulasi transportasi selama 2 jam di jalan luar kota yaitu 2 jam
transportasi di alat simulasi setara dengan 169.553 km jalan luar kota atau kurang
lebih perjalanan truk memakan waktu 2.83 jam dengan kecepatan 60 km/jam.
Perhitungan simulasi transportasi dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 20 Penyusunan kemasan pada meja getar
Selama proses transportasi, produk didalam kemasan akan mengalami
kerusakan mekanis akibat benturan antar produk maupun dengan kemasan.
Gambar kerusakan mekanis jagung semi dapat dilihat pada Gambar21, dimana
pada kemasan K6C kerusakan mekanis lebih tinggi akibat jumlah jagung semi
yang dikemas lebih banyak, sehingga lebih rentan mengalami gesekan pada saat
simulasi transportasi. Penggunaan kemasan plastik polietilen sebagai kemasan
primer dapat melindungi produk bergesekan dengan outer dan menahan jagung
semi tergoncang selama simulasi.

(a)
(b)
(c)
Gambar 21 Kerusakan mekanis jagung semi gores (a), memar (b), dan patah (c)
Contoh perhitungan kerusakan mekanis pada kemasan K4C dengan jumlah
jagung semi sebanyak 226 buah dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :

23
Tabel 8 Kerusakan mekanis K4C pada tiap layer
Kemasan K4C
Kerusakan Mekanis (buah) Rata-rata kerusakan
mekanis (%)
Gores Memar
Patah
Layer atas
12
4
19%
Layer bawah
19
8
Sedangkan jumlah kerusakan mekanis pada masing-masing kemasan dapat
dilihat pada Tabel 9 berikut :
Tabel 9 Tingkat kerusakan mekanis jagung semi pasca simulasi transportasi
Jumlah Kerusakan
Total Kerusakan
Total Kerusakan
Kapasitas
(buah)
(%)
Rata-rata
Kemasan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan kerusakan
(%)
1
2
1
2
G M P G M P
4 kg
31 12 0 28 11 0
43
39
19%
15.7%
17.3%
6 kg
37 18 0 35 22 1
55
58
15.8%
16%
15.9%
Keterangan :
G
= Gores
M
= Memar
P
= Patah
Dari data Tabel 8 dan Tabel 9, kemasan plastik pada layer bawah
cenderung mengalami kerusakan lebih besar dibanding kemasan plastik pada
layer atas dikarenakan beban yang didapat selama simulasi transportasi lebih
besar yaitu guncangan selama simulasi dan benturan dengan kemasan plasti pada
layer atas.
Perubahan Mutu Jagung Semi Selama Penyimpanan
Susut Bobot
Sampel pengamatan susut bobot diambil per kemasan primer dengan berat
awal 500 gram dimana data dapat dilihat pada Gambar 22 dan Lampiran 7. Pasca
simulasi transportasi, kemasan disimpan dalam lemari pendingin dan diukur setiap
2 hari sekali selama 8 hari penyimpanan. Jagung semi yang telah dilepas dari
kelobotnya cenderung lebih cepat mengalami penyusutan bobot dikarenakan
proses transpirasi terjadi lebih cepat.

24

Gambar 22 Grafik perubahan susut bobot selama penyimpanan
Susut bobot kemasan K6C lebih rendah dari K4C dengan rata-rata susut
bobot akhir jagung semi per 500 gram pada K4C yaitu 1.356%, sedangkan pada
K6C 1.059%.
Tabel 10 Hasil uji Duncan terhadap susut bobot jagung semi
Lama penyimpanan
H0
H2
H4
H6
H8
K4C
0.010 e
0.503 d
0.655 c
0.971 b
1.356 a
K6C
0.003 e
0.402 d
0.558 c
0.794 b
1.074 a
Uji sidik ragam dan DMRT dapat dilihat pada Lampiran 11, sedangkan
pada Tabel 10 jagung semi mengalami peningkatan susut bobot yang berbeda
nyata setiap dua hari pengukuran selama 8 hari penyimpanan. Hal ini
menandakan susut bobot jagung semi terus meningkat seiring lamanya
penyimpanan, berapapun kapasitas kemasannya.
Kekerasan
Kekerasan jagung semi merupakan indikator kerusakan dan kesegaran
yang penting karena tekstur yang dicari di pasaran adalah tekstur yang renyah.
Rata-rata kekerasan jagung semi sebelum simulasi transportasi 19 - 22 N, dan
rata-rata kekerasan jagung semi setelah simulasi 22.85 N (Lampiran 8). Grafik
kekerasan jagung semi selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 23. Luka
pada permukaan jagung semi yang terjadi akibat benturan atau gesekan pada saat
simulasi transportasi dapat mempercepat proses respirasi, dimana air yang
dibutuhkan untuk respirasi didapat dari sel yang menyebabkan pengurangan air
dari sel (Pantastico 1989).

25

Gambar 23 Grafik perubahan nilai kekerasan selama penyimpanan
Setelah simulasi transportasi, kekerasan jagung semi cenderung meningkat
dikarenakan proses respirasi dan transpirasi. Namun semakin lama waktu
penyimpanan, nilai kekerasan jagung semi cenderung turun, dimana hal tersebut
dikarenakan penyimpanan kemasan di lemari pendingin yang dapat menahan laju
respirasi jagung semi.
Tabel 11 Hasil uji Duncan terhadap kekerasan jagung semi
Lama penyimpanan
H0
H2
H4
H6
H8
K4C 22.85 b 26.34 a 23.27 ab 21.89 b 21.88 b
K6C 22.87 b 24.35 a 24.91 a 25.36 a 20.86 b
Uji sidik ragam dan DMRT dapat dilihat pada Lampiran 12, sedangkan
pada Tabel 11 terjadi perbedaan secara nyata antara kedua perlakuan kemasan
terhadap kekerasan jagung semi pada hari ke-4 dan ke-6 penyimpanan. Hal ini
menandakan kapasitas kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap tingkat kekerasan jagung semi.
Total Padatan Terlarut
Pengamatan dilakukan setiap 2 hari sekali selama 8 hari masa
penyimpanan dingin dengan sampel berbeda tiap pengamatan (Lampiran 9).
Perubahan nilai total padatan terlarut selama masa penyimpanan dapat dilihat
pada Gambar 24, dimana nilai TPT K6C lebih rendah dibanding K4C, dimana
rata-rata akhir nilai TPT jagung semi berkisar (3.91-4.72)0Brix.

26

Gambar 24 Grafik perubahan nilai total padatan terlarut selama penyimpanan
Setelah simulasi transportasi, nilai TPT jagung semi lebih rendah
dikarenakan laju respirasi yang meningkat akibat goncangan maupun gesekan
selama simulasi transportasi. Namun pada penyimpanan hari kedua hingga
kedelapan, nilai TPT jagung semi cenderung menurun dan mengalami fluktuasi
akibat sampel yang diamati berbeda, selain itu senyawa-senyawa makromolekul
termasuk gula diuraikan untuk menghasilkan energi.
Tabel 12 Hasil uji Duncan terhadap TPT jagung semi
Lama penyimpanan
H0
H2
H4
H6
H8
K4C
5.32 a
5.80 a
5.04 a
4.53 b
4.72 ab
K6C 5.01 a
4.90 a
4.63 b
4.35 b
3.97 b
Uji sidik ragam dan DMRT dapat dilihat pada Lampiran 13, sedangkan
pada Tabel 12 terjadi perbedaan secara nyata pada hari ke-4 penyimpanan antara
kedua perlakuan kemasan. Hal ini menandakan kapasitas kemasan dan lama
penyimpanan mempengaruhi total padatan terlarut pada jagung semi.
Kadar Air
Perubahan nilai kadar air jagung semi selama penyimpanan dapat dilihat
pada Gambar 25 dan Lampiran 10, dimana nilai kadar air jagung semi mengalami
fluktuatif pada kedua kemasan. Penggunaan plastik polietilan sebagai kemasan
primer mampu melindungi jagung semi dari kehilangan air selama masa
penyimpanan karena sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara yang
menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama
penyimpanan (Winarno 2002).

27

Gambar 25 Grafik perubahan nilai kadar air selama penyimpanan
K4C mengalami kenaikan nilai kadar air hingga hari ke-4 lalu turun
hingga hari ke-8. Sedangkan K6C mengalami penurunan nilai kadar air hingga
hari ke-4 lalu naik hingga hari ke-6 dan kembali turun. Selain itu peningkatan
kadar air juga disebabkan oleh adanya kondensasi uap air dari pendingin sehingga
secara tidak langsung mengakibatkan kadar air meningkat selama penyimpanan
dingin.
Tabel 13 Hasil uji Duncan terhadap kadar air jagung semi
Lama penyimpanan
H0
H2
H4
H6
H8
K4C 92.006 a
92.068 a
92.564 a
92.579 a
92.499 a
K6C 92.301 a
92.146 a
92.156 a
92.653 a
92.511 a
Uji sidik ragam dan DMRT dapat dilihat pada Lampiran 14, sedangkan
pada Tabel 13 tidak terjadi perbedaan secara nyata antara kedua perlakuan
kemasan dan lama penyimpanan terhadap kadar air jagung semi, karena
perubahan nilai kadar air sangat kecil dan berkisar 92%.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Perancangan kemasan menghasilkan 4 kemasan yaitu K4C, K6C, K4BC dan
K6BC, menggunakan flute C dan BC, serta sekatflute B. Kemasan flute C
terpilih berdasarkan hasil uji tekan dan sebaran suhu yang lebih cepat dan
stabil terhadap suhu lingkungan, optimasi tumpukan dan biaya pembuatan
lebih murah.
2. Potongan kertas koran sebagai bahan pengisi berpengaruh terhadap kerusakan
mekanis jagung semi karena dapat menjadi bantalan yang menahan jagung
semi saat dilakukan simulasi transportasi.

28
3. Tingkat rata-rata kerusakan mekanis yang terjadi pada kemasan K4C yaitu 41
buah atau 17%, sedangkan kemasan K6C rata-rata kerusakan 56 buah atau
15.9%, dimana kerusakan berupa memar, goresan dan patah.
4. Jenis perlakuan berpengaruh nyata terhadap susut bobot. Untuk parameter
kekerasan, jenis perlakuan berpengaruh nyata pada hari ke-4 dan ke-6
penyimpanan. Parameter TPT, perlakuan berpengaruh nyata pada hari ke-4
penyimpanan, sedangkan untuk parameter kadar air, perlakuan kemasan tidak
berpengaruh nyata.
5. Kemasan yang dirancang dapat mengurangi tingkat kerusakan mekanis yang
dialami jagung semi selama transportasi dibanding kemasan di lapangan,
dimana kerusakan mencapai 50%.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan perbedaan suhu penyimpanan
dingin.
2. Perlu dilakukan validasi simulasi transportasi dengan melakukan proses
transportasi langsung dan mencatat frekuensi nyata selama transportasi dan
menyesuaikannya dengan kondisi di laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar RS. 2005. Dampak kemasan dan suhu penyimpanan terhadap perubahan
sifat fisik dan masa simpan brokoli setelah transportasi [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Brisco G. 2000. CODEX Standard for Baby Corn [Internet]. [Waktu dan tempat
pertemuan tidak diketahui]. [diunduh5 Februari 2014]. Tersedia pada:
http//cxs.babycorn.com
Darmawati E. 1994. Simulasi komputer untuk perancangan kemasan karton
bergelombang dalam pengangkutan buah-buahan [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Jaswin M. 1999. Teknologi Pengemasan. Jakarta (ID): Industri pengemasan
Indonesia
Maezawa E. 1990. Crushioning Packa