Rancangan Kemasan Karton Bergelombang dengan Bahan Pengisi untuk Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.)

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG
DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK
BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.)

RISKA DWI WAHYUNINGTYAS

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancangan Kemasan
Karton Bergelombang dengan Bahan Pengisi untuk Buah Belimbing (Averrhoa
carambola L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing
Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Riska Dwi Wahyuningtyas
NIM F14090029

ABSTRAK
RISKA DWI WAHYUNINGTYAS. Rancangan Kemasan Karton Bergelombang
dengan Bahan Pengisi untuk Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) .
Dibimbing oleh SUTRISNO dan EMMY DARMAWATI.
Belimbing (Averrhoa carambola L.) merupakan buah yang memiliki kulit
yang sangat tipis sehingga perlu mendapat penanganan yang lebih dalam proses
pendistribusiannya. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian menggunakan
kemasan karton bergelombang dengan dua macam bahan pengisi berupa net buah
dan kertas pembungkus. Kemasan hasil rancangan terdiri dari dua bagian utama
yakni kemasan luar (outer) dengan dimensi (36 x 36 x 14) cm dan kemasan dalam
(inner) dengan dimensi (17 x 17 x 13) cm. Jumlah buah dalam satu kemasan
sebanyak 16 buah. Jenis karton yang digunakan adalah flute C untuk kemasan
outer dan flute B untuk kemasan inner dengan penambahan ventilasi sebesar 1%
dari luasan dinding kemasan. Berdasarkan hasil tingkat kerusakan mekanis, buah

yang dikemas dengan bahan pengisi berupa net buah lebih kecil dibanding dengan
buah yang dikemas dengan bahan pengisi kertas pembungkus. Meskipun
demikian, bahan pengisi kertas pembungkus mampu melindungi buah selama
penyimpanan pada suhu 10 0C dan memberikan kondisi yang baik hingga akhir
penyimpanan dibandingkan bahan pengisi net buah sehingga bahan pengisi berupa
kertas pembungkus cocok untuk digunakan dalam pendistribusian buah belimbing.
Kata kunci : kemasan, karton bergelombang, kerusakan mekanis, dan belimbing

ABSTRACT
RISKA DWI WAHYUNINGTYAS. Design of Corrugated Fiberboard Packaging
with Filler Materials for Star Fruit (Averrhoa carambola L.). Supervised by
SUTRISNO and EMMY DARMAWATI.
Star fruit (Averrhoa carambola L.) has very thin skin so that fruit need to
get better handling in the distribution process. Based on the idea, this research
conducted by using corrugated fiberboard packaging with two types of filler
materials like foam net and paper wrap. Final design of packaging consist of two
main parts namely outer packaging with the dimension (36 x 36 x 14) cm and
inner packaging with the dimension (17 x 17 x 13) cm. The number of pieces in
one package were 16 fruits. Type of fiberboard used for packaging is flute C for
outer packaging and flute B for inner packaging with the addition 1% of

ventilation area of the wall packaging. Based on the result of mechanical damage
level, the damage level of star fruit which was packed with foam net was smaller
than a fruit was packed with paper wrap. Nevertheless paper wrap material filler
was able to protect the fruit during storage at temperature of 10 0C and give better
conditions until the end of storage than foam net so the paper wrap material filler
was suitable to be used for distributing star fruit.
Keywords : packaging, fiberboard, mechanical damage, and star fruit

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG
DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK
BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.)

RISKA DWI WAHYUNINGTYAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Rancangan Kemasan Karton Bergelombang dengan Bahan Pengisi
untuk Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.)
Nama
: Riska Dwi Wahyuningtyas
NIM
: F14090029

Disetujui oleh

Dr Ir Sutrisno, MAgr
Pembimbing I

Dr Ir Emmy Darmawati, MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
berjudul Rancangan Kemasan Karton Bergelombang dengan Bahan Pengisi untuk
Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dilaksanakan di Laboratorium Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian sejak bulan Mei 2013.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr selaku Pembimbing I dan Dr. Ir. Emmy
Darmawati, M.Si selaku Pembimbing II atas arahan dan bimbingannya selama
proses pembuatan skripsi ini hingga selesai.
2. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M.Eng selaku dosen penguji.
3. Ayahanda Achmad Siwawi dan Ibunda Haryati, serta Kakakku Risa Martha

Prasetyo atas doa, kasih sayang dan dukungannya.
4. Nur Rahman Haris Alfian terima kasih atas semangatnya.
5. Bapak Sulyaden dan mbak Sugi selaku teknisi laboratorium yang telah
membantu dan memberikan semangat.
6. Teman-teman ORION 46 yang telah memberikan kenangan indah kepada
penulis selama menimba ilmu di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.
7. Nurul N, Rina, Ledy, Ina, Ni Wayan, Nurul R, Rouf, Fansuri, Zaki, Irvan dan
Caesar terima kasih atas bantuannya selama penelitian.
8. Terima kasih kepada semua yang telah membantu, mendoakan dan
menyemangati yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Riska Dwi Wahyuningtyas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii

DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
METODE
5
Waktu dan Lokasi Penelitian
5
Bahan
5
Alat
5
Prosedur Penelitian
5

Analisis Data
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kemasan Hasil Rancangan
8
Sebaran Suhu Kemasan Selama Penyimpanan
12
Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi Transportasi
15
Pengaruh Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Belimbing 16
SIMPULAN DAN SARAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
RIWAYAT HIDUP
33

DAFTAR TABEL
Ketebalan dan kekuatan tekan tepi masing-masing jenis flute

Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 sampel buah
Tingkat kerusakan mekanis buah belimbing pasca simulasi
Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap susut bobot buah belimbing
Pengaruh suhu terhadap susut bobot buah belimbing
Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap kekerasan buah belimbing
Pengaruh suhu terhadap kekerasan buah belimbing
Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap total padatan terlarut buah
belimbing
9 Pengaruh suhu terhadap total padatan terlarut buah belimbing
10 Data goncangan truk
1
2
3
4
5
6
7
8

3

9
15
18
18
20
20
22
22
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13

Penggolongan karton gelombang (sumber: www.tri-wall.co.jp)
Tipe kemasan (A) RSC, (B) HTC, dan (C) FTC
Simulasi transportasi pada meja getar
Diagram alir prosedur penelitian
Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan
Skema penentuan dimensi kemasan
Desain kemasan outer
Desain kemasan inner
Gabungan outer dan inner
Sebaran suhu di dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang
Sebaran suhu di dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 0C
Kerusakan buah pasca simulasi transportasi
Perubahan persentase susut bobot buah belimbing dalam kemasan
selama penyimpanan pada suhu ruang
14 Perubahan persentase susut bobot buah belimbing dalam kemasan
selama penyimpanan pada suhu 10 0C
15 Perubahan kekerasan buah belimbing selama penyimpanan pada suhu
ruang
16 Perubahan kekerasan buah belimbing selama penyimpanan pada suhu
10 0C
17 Perubahan TPT buah belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang
18 Perubahan TPT buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 10 0C

3
4
6
7
7
10
12
12
12
13
14
16
17
17
19
19
21
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan ventilasi kemasan
2
3
4
5
6

Bahan pengisi dan kemasan hasil rancangan
Gambar teknik rancangan kemasan outer
Gambar teknik rancangan kemasan inner
Perhitungan simulasi transportasi
Kenampakan fisik buah belimbing selama penyimpanan pada suhu
ruang
7 Kenampakan fisik buah belimbing selama penyimpanan pada suhu
10 0C

24
25
26
27
28
30
31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas hortikultura
yang potensial dan belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah
satu buah eksotis yang memiliki nilai komersial tinggi dan memiliki segmen pasar
tersendiri, mulai dari pasar tradisional hingga pasar modern. Buahnya yang segar,
kaya vitamin C dan rasanya yang manis serta bentuknya yang unik seperti bintang
banyak disukai oleh masyarakat. Biasanya buah ini dikonsumsi dalam keadaan
segar dan digunakan sebagai penghias makanan maupun minuman sehingga
diperlukan buah yang segar dan tidak rusak. Namun penanganan pascapanen dari
buah ini kurang mendapat perhatian yang serius. Masalah yang sering dihadapi
adalah kondisi buah yang kurang baik saat sampai di pedagang dan terkadang
konsumen dikecewakan dengan kondisi buah belimbing yang ada di pasaran, yaitu
kualitas jauh dari baik dan kadang sebagian sudah membusuk.
Pada dasarnya pascapanen merupakan kegiatan yang dilakukan terhadap
suatu komoditi sejak komoditi tersebut dipanen hingga sampai ke pengguna akhir.
Kegiatan ini meliputi pemanenan, pemilihan, pengolahan, pengeringan,
pengepakan, pengangkutan, pemasaran dan penyimpanan. Kualitas dan mutu buah
belimbing sangat ditentukan oleh waktu dan cara pemanenan. Pemetikan buah di
saat yang tepat menghasilkan buah dengan rasa yang enak dan warna yang
menarik, berbeda halnya jika buah dipetik sebelum siap dipanen dapat
menurunkan mutu dan kualitasnya. Selain itu, pengangkutan juga memiliki peran
yang sangat penting terhadap kualitas buah agar tetap terjaga hingga sampai ke
tangan konsumen. Diperkirakan komoditi hortikultura di Indonesia mengalami
kerusakan setelah sampai di tangan konsumen. Umumnya, kerusakan-kerusakan
selama pengangkutan adalah memar, hancur, dan mutunya tidak seragam.
Penyebab utama kerusakan tersebut adalah pengemasannya yang tidak sesuai atau
kurang tepat.
Pendistribusian buah belimbing biasanya dilakukan dengan menggunakan
peti kayu atau peti dari karton. Kedua bahan pengemas tersebut memiliki sifat dan
cara perlindungan berbeda terhadap buah yang dikemas. Kebanyakan petani atau
pedagang buah menggunakan peti kayu karena mudah ditemukan dan harganya
yang murah. Buah belimbing yang diangkut dengan penyusunan yang tidak
teratur ini menyebabkan buah mengalami kerusakan mekanis akibat gesekan antar
buah maupun buah dengan kemasan.
Kemasan yang baik adalah kemasan yang mampu melindungi produk yang
dikemas dari kerusakan fisik, kimia maupun mikrobiologi selama penanganan,
penyimpanan dan pendistribusian produk, sehingga sampai ke tangan konsumen
dalam keadaan utuh. Kapasitas kemasan dapat mempengaruhi kualitas suatu
produk akibat kerusakan setelah mengalami pengiriman jarak jauh seperti memar,
luka, pecah maupun hancur. Jenis kemasan yang dipilih harus mampu melindungi
produk dari kerusakan sehingga dapat mencegah atau mengurangi kemungkinan
terjadinya perubahan selama didistribusikan.
Untuk mengurangi tingkat kerusakan buah belimbing selama
pendistribusian, maka akan dilakukan penelitian mengenai perancangan kemasan

2
buah belimbing dengan bahan pengisi yang berfungsi untuk melindungi buah dari
kerusakan mekanis akibat gesekan dengan kemasan dan penggunaan inner di
dalam kemasan.

Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk merancang jenis kemasan yang
sesuai yang dapat mengurangi kerusakan buah belimbing selama transportasi dan
distribusi serta melakukan perbaikan dari kemasan yang pernah diteliti
sebelumnya.
Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Membuat rancangan kemasan untuk buah belimbing menggunakan bahan
karton bergelombang.
2. Mengetahui pengaruh bahan pengisi terhadap tingkat kerusakan mekanis
buah belimbing.
3. Menentukan jenis bahan pengisi yang dapat mempertahankan mutu buah
belimbing.

TINJAUAN PUSTAKA
Belimbing (Averrhoa carambola L.) merupakan tanaman yang tumbuh di
daerah beriklim tropis. Belimbing manis memiliki ciri berwarna kuning kehijauan
saat masih muda dan berwarna kuning kemerahan jika telah tua, bijinya kecil
berwarna coklat, rasanya manis dengan sedikit asam dan banyak mengandung air.
Berdasarkan ilmu botani, belimbing sering diklasifikasikan ke dalam :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Oxalidales
Famili
: Oxalidaceae
Genus
: Averrhoa
Kebanyakan petani tradisional masih menggunakan wadah peti kayu dalam
pendistribusiannya karena harganya yang murah dan mudah ditemukan bila
dibandingkan dengan kemasan karton. Dilihat dari pengertiannya, pengemasan
merupakan wadah untuk melindungi komoditas dari penurunan mutu dan
kerusakan mekanis , fisik, kimia, dan mikrobiologi.
Karton gelombang adalah karton yang dibuat dari satu atau beberapa lapisan
kertas medium bergelombang dengan kertas liner sebagai penyekat dan pelapisnya.
Kertas gelombang antara permukaan pada papan karton gelombang disebut
flutting atau media bergelombang. Peleg (1985), mengklasifikasikan karton
gelombang berdasarkan lapisan kertas (flat sheet) dan flute penyusunnya yaitu
single wall board (flute berada di antara flat sheet), double wall board (dua lapis

3
single wall yang saling berhadapan), dan triple wall board (terdiri dari tiga flute
dan empat flat sheet), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Penggolongan karton gelombang (sumber: www.tri-wall.co.jp)
Terdapat empat ukuran struktur flute (ketebalan kertas) yang digunakan
pada karton gelombang komersial yaitu A (coarse), B (fine), C (medium), dan E
(very fine). Flute tipe A, B, dan C banyak digunakan untuk keperluan industri,
misalnya untuk transportasi. Keempat flute tersebut memiliki kelebihan masingmasing, flute A memiliki sifat bantalan yang baik karena ketebalannya dapat
meredam daya tekan saat kemasan ditumpuk, flute B memiliki bantalan yang tidak
terlalu tinggi tetapi memiliki ketahanan tekan datar yang paling baik, flute C
memiliki daya bantalan yang tinggi seperti flute A dan memiliki ketahanan tekan
datar yang baik seperti flute B dengan harga lebih murah, sedangkan flute E
banyak digunakan untuk kemasan display dengan dinding luar terbuat dari white
kraft sebagai karton printed. Ketebalan dan kekuatan tekan dari masing-masing
flute dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Ketebalan dan kekuatan tekan tepi masing-masing jenis flute
Jenis flute

Ketebalan
(mm)

Kekuatan tekan tepi
(kg/cm)

4.9-5.5
2.9-3.5
3.9-4.5

6.8-7.6
5.2-7.3
5.4-7.5

7.8-9.0
8.8-10.0

9.0-12.1
9.1-12.3

Single wall
A
B
C
Double wall
A+B
A+C
Sumber : Peleg (1985)

Peleg (1985) menyatakan bahwa terdapat beberapa tipe kemasan karton
gelombang yang umum digunakan yaitu : Regular Slotted Container (RSC) biasa
disebut wadah celah teratur karena kedua tutup sama panjang dan bertemu di
tengah pada saat ditutup, Half Telescopic Container (HTC) yang terdiri dari dua
wadah yang ditumpuk dimana satu kotak sedikit lebih kecil dari kotak lainnya dan
Full Telescopic Container (FTC) terdiri dari wadah yang tertutup yang terpisah
antar wadah bagian atas dan wadah bagian bawah. Ketiga tipe kemasan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.

4

Gambar 2 Tipe kemasan (A) RSC, (B) HTC, dan (C) FTC
Selama transportasi dan penyimpanan, bahan segar dan kemasan akan
mengalami beberapa kerusakan baik secara mekanis, lingkungan maupun biologis.
Beberapa kerusakan tersebut dapat dihindari dengan meminimalisir ruang kosong
yang terdapat dalam kemasan serta melindungi tekanan dan gesekan yang terjadi
antara produk atau antara produk dengan kemasan selama kegiatan transportasi.
Bahan yang digunakan untuk mengurangi ruang kosong tersebut dikenal dengan
istilah bahan pengisi. Bahan yang umum digunakan adalah merang, daun-daun
kering, pelepah batang pisang, potongan-potongan kertas, dan lain-lain.
Sutrisno et al. (2011a) telah melakukan penelitian mengenai rancangan
kemasan untuk individual buah belimbing menggunakan karton gelombang tipe
flute BC, flute C untuk kemasan luar dan flute B sebagai kemasan dalam.
Kapasitas individu untuk 4 dan 6 buah per kemasan kecil. Untuk memudahkan
transportasi tiap kemasan kecil dikemas lagi dengan kemasan besar dengan total
kurang lebih 6 kg sampai 8 kg per kemasan. Hasil pengujian terpilih kemasan
karton berbahan flute C untuk outer kemasan dan flute B untuk inner kemasan
dengan tingkat kerusakan mekanis buah rata-rata sebesar 1.39% untuk kemasan
berkapasitas 48 buah dan 1.67% untuk kapasitas 60 buah. Novragiri (2011) juga
melakukan penelitian menggunakan karton gelombang double flute untuk
transportasi buah belimbing varietas Dewi. Tipe flute yang digunakan adalah flute
BC dengan pemisah buah di dalam kemasan berupa sekat karton yang diberi
perlakuan dengan penambahan ventilasi yaitu circle ventilation dan oblong
ventilation. Kemasan yang dirancang berkapasitas 20 dan 40 buah yang disusun
dalam 2 lapis. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kemasan berkapasitas 40 buah
dengan tipe circle ventilation mampu beradaptasi lebih cepat dan stabil terhadap
suhu refrigerator dibanding kemasan lainnya dengan tingkat kerusakan mekanis
setelah simulasi transportasi adalah sebanyak 6 buah atau sebesar 15% dari total
keseluruhan buah dalam kemasan.
Kusuma (2010) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perlakuan
kemasan belimbing dengan penggunaan bahan pengisi terhadap mutu fisik
belimbing selama transportasi. Bahan pengisi yang digunakan adalah serutan kayu,
serbuk gergaji dan cacahan kertas berlaminasi dengan penyusunan buah belimbing
secara vertikal dan horizontal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat
kerusakan mekanis tertinggi dialami oleh buah belimbing yang dikemas dengan
kardus berbahan pengisi serutan kayu yang disusun secara vertikal yakni sebesar
28.57% dan tingkat kerusakan mekanis terendah dialami oleh buah belimbing
yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi serutan kayu yang disusun secara
horizontal sebesar 19.15%.

5

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei hingga September 2013 di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP),
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah belimbing Dewa yang
dipanen setelah 40-45 hari dihitung dari masa pembungkusan yang diperoleh dari
petani yang beralamat di kelurahan Pasir Putih gang jinjing Sawangan, Depok, net
buah (foam net) dan kertas pembungkus (paper wrap) sebagai bahan pengisi
untuk melindungi buah, karton bergelombang jenis RSC dengan tipe flute C
sebagai outer dan flute B sebagai inner.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah meja simulator
dengan kompresor, rheometer CR-300DX untuk mengukur kekerasan buah,
refractometer ATAGO untuk mengukur total padatan terlarut, timbangan metler,
termokopel, hybrid recorder untuk membaca hasil pengukuran suhu yang
diperoleh dari termokopel, jangka sorong untuk mengukur dimensi buah, ruang
pendingin untuk penyimpanan serta peralatan lainnya yang menunjang
terlaksananya penelitian ini.

Prosedur Penelitian
Perkiraan kapasitas kemasan ditentukan berdasarkan kebiasaan eksportir
dalam memasarkan buah belimbing dan dimensi kemasan ditentukan berdasarkan
ukuran buah, jumlah layer, dan tebal bahan yang digunakan. Setelah dimensi
kemasan ditentukan, maka dibuat kemasan dari bahan karton gelombang tipe RSC
sebagai outer dengan tipe flute yang digunakan adalah flute C dan flute B sebagai
kemasan inner yang merupakan modifikasi dari tipe RSC. Kemasan yang dibuat
diberi tambahan ventilasi tipe circle sebagai tempat sirkulasi udara dengan
masing-masing luasan ventilasi 1% dari luas kemasan dan setiap kemasan berisi
16 buah dengan berat sekitar 4 kg. Kemasan yang telah dirancang kemudian diisi
dengan buah belimbing yang telah disortasi dan disusun secara vertikal pada
setiap kemasan inner, di mana setiap kemasan diberi perlakuan dengan bahan
pengisi yaitu kemasan pertama menggunakan net buah (KP1), kemasan ke-2
menggunakan kertas pembungkus (KP2), dan kemasan ke-3 tanpa bahan pengisi
(KP3). Setiap buah di dalam inner diberi pengisi berupa net buah dan kertas
pembungkus, karena di dalam satu kemasan inner terdapat 4 buah dengan jumlah
4 inner dalam kemasan outer maka pengisi yang digunakan sebanyak 16 buah.

6
Masing-masing kemasan kemudian diletakkan di atas meja simulator untuk
simulasi transportasi (Gambar 3). Penggetaran dilakukan selama 2 jam yang
didasarkan pada pengiriman buah dari Depok menuju pedagang-pedagang buah
di Bogor maupun Jakarta dengan arah vertikal sebanyak 2 kali pengulangan
sehingga diperoleh frekuensi rata-rata sebesar 3.07 Hz dan amplitudo rata-rata
sebesar 4.76 cm. Setelah itu dilakukan pengamatan kerusakan mekanis untuk
mengetahui jumlah dan persentase buah belimbing yang mengalami kerusakan
akibat guncangan selama simulasi transportasi. Tahap selanjutnya pasca simulasi,
buah belimbing disimpan pada suhu ruang (26-27 0C) dan suhu dingin (10 0C) ,
kemudian dilakukan pengamatan setiap 2 hari sekali selama 14 hari. Selain itu
disimpan pula buah sebagai kontrol (KK) untuk pembanding apakah terdapat
perubahan yang signifikan. Data-data yang diambil selama pengamatan adalah
kerusakan mekanis, susut bobot, kekerasan, dan total padatan terlarut. Selama
penyimpanan diamati pula sebaran suhu kemasan untuk mengetahui berapa waktu
yang diperlukan masing-masing kemasan untuk beradaptasi dengan suhu
lingkungannya. Tahapan prosedur penelitian secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 3 Simulasi transportasi pada meja getar

7
Perancangan kemasan

Pengisian dengan buah belimbing

KP1

KP2

KP3

KK

Simulasi transportasi di meja simulator

Pengamatan kerusakan mekanis

Penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin (10 0C)

Pengamatan sebaran suhu*, susut bobot,
kekerasan dan total padatan terlarut

Pengolahan data

Kemasan yang
direkomendasikan
Gambar 4 Diagram alir prosedur penelitian
Keterangan * : Posisi titik pengamatan sebaran suhu dapat dilihat pada
Gambar 5.
T1

T4

T2

T3

T5
Gambar 5 Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan

8
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan pola faktorial.
Faktor perlakuan yang digunakan adalah kemasan dan suhu dengan bahan pengisi
yang berbeda. Faktor kemasan terdiri atas foam net (KP1), paper wrap (KP2),
tanpa pengisi (KP3) dan kontrol (KK), sedangkan faktor suhu terdiri atas suhu
ruang (T1) dan suhu 10 0C (T2).
Model umum rancangan percobaan ini adalah :
Yijk = µ + Ki + Tj(KT)ij + Cijk
Keterangan :
Yijk
= Pengamatan perlakuan suhu ke-i (T1, T2) dan jenis kemasan ke-j
(KP1, KP2, KP3) pada ulangan ke-k
µ
= Nilai rata-rata
Ki
= Perlakuan jenis kemasan ke-i (KP1, KP2, KP3, KK)
Tj
= Perlakuan suhu ke-j (T1, T2)
(KT)ij = Pengaruh interaksi jenis kemasan ke-i dengan perlakuan suhu
ke-j
Cijk
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan jenis kemasan ke-i dan
jenis suhu ke-j pada ulangan ke-k

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemasan Hasil Rancangan
Kemasan distribusi dirancang untuk melindungi produk yang dikemas dari
luka memar, getaran maupun berat wadah lain yang ditumpuk diatasnya karena
mutu buah yang akan dipasarkan sangat ditentukan oleh jenis dan cara
kemasannya. Penyusunan buah yang asal-asalan dapat memberikan kerusakan
yang besar sehingga mengurangi harga jualnya. Menurut Syarief et al. (1989),
berdasarkan ilmu kemasan, fungsi dari pengemasan itu sendiri adalah sebagai
pelindung, sebagai sarana informasi dan promosi serta memberikan kemudahan
kepada pedagang atau konsumen dalam pengangkutan dan distribusi.
Saat ini kemasan distribusi buah belimbing untuk pasar lokal umumnya
menggunakan peti kayu atau keranjang plastik dengan kapasitas kemasan sekitar
10-45 kg. Pengangkutan pada setiap buah belimbing biasanya dilakukan dengan
atau tanpa pembungkusan. Untuk kemasan yang menggunakan pembungkus pada
setiap buah biasanya petani menggunakan plastik. Penggunaan pembungkus
secara tidak langsung dapat membantu mengurangi kerusakan selama
pengangkutan. Meskipun demikian, penumpukan buah belimbing yang tidak
teratur di dalam kemasan dapat mengakibatkan kerusakan akibat tekanan dari
buah yang berada di atasnya dan kerusakan akan banyak terjadi pada buah
belimbing yang tidak diberi pembungkus plastik baik berupa luka memar, gores,
ataupun pecah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kerusakan buah
selama pengangkutan seperti penggunaan bahan pengisi berupa serutan kayu,
serbuk gergaji, dan cacahan kertas berlaminasi menggunakan kemasan karton
(Kusuma 2010), penggunaan karton bergelombang double flute dengan pemisah

9
buah di dalam kemasan berupa sekat karton dan penambahan ventilasi (Novragiri
2011). Untuk meningkatkan upaya tersebut, maka dilakukan perbaikan terhadap
kemasan distribusi buah belimbing dengan penggunaan bahan pengisi berupa net
buah dan kertas pembungkus (Lampiran 2) pada setiap buah di dalam kemasan
inner menggunakan karton bergelombang yang diberi penambahan ventilasi.
Penentuan kapasitas kemasan didasarkan pada kebiasaan eksportir dalam
memasarkan buah belimbing. Kemasan buah belimbing untuk ekspor umumnya
menggunakan peti karton, terbagi dalam kemasan untuk kapasitas 14 kg yang
terdiri dari dua layer dimana dalam satu kemasan berisi 70 buah dan kemasan
berukuran kecil dengan kapasitas 15-20 buah dengan berat bersih 3.5 kg (Anonim
2008). Informasi yang dibutuhkan dalam perancangan kemasan adalah dimensi,
berat, dan jumlah buah yang akan dikemas dalam satu kemasan. Selanjutnya
adalah memilih bahan kemasan dengan karakteristik tertentu yang disesuaikan
dengan kondisi buah yang akan dikemas dan menentukan tipe kemasan yang akan
dirancang. Buah belimbing yang digunakan sebagai acuan untuk perancangan
kemasan adalah belimbing yang tergolong dalam kelompok besar (large), dimana
buah berukuran besar memiliki berat antara 181-220 g. Data hasil pengukuran
berat dan dimensi dari 10 sampel buah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 sampel buah
No
Data Pengukuran
Rataan
1
Berat (gram)
219.50
2
Diameter (cm)
8.41
3
Tinggi (cm)
12.79
Kemasan hasil rancangan terdiri dari dua bagian utama yaitu kemasan luar
(outer) dan kemasan dalam (inner). Kemasan luar menggunakan peti karton tipe
RSC karena tipe kemasan tersebut banyak digunakan sebagai kemasan distribusi
produk hortikultura dengan konstruksi yang sederhana dan kemasan inner
merupakan modifikasi dari tipe RSC dengan penambahan sekat. Jenis karton yang
digunakan untuk kemasan outer adalah karton jenis flute C yang memiliki
ketebalan 4 mm, jenis flute ini memiliki daya bantalan yang tinggi dan ketahanan
tekan datar yang baik. Sedangkan jenis karton pada kemasan inner adalah jenis
flute B dengan ketebalan 3 mm yang memiliki ketahanan tekan datar yang paling
baik diantara jenis flute lainnya. Berikut adalah skema (Gambar 6) dan
perhitungan kapasitas kemasan outer dan inner. Untuk perhitungan ventilasi
kemasan dapat dilihat pada Lampiran 1.

10

Inner

Outer

T
P

L

Gambar 6 Skema penentuan dimensi kemasan
Diketahui : Diameter rata-rata buah belimbing = 8.41 cm, tinggi = 12.79 cm,
tebal outer = 0.4 cm, dan tebal inner = 0.3 cm
 Kemasan outer (Lampiran 2)
1. P
= TDBP + TDVIP + TDVOP
= (4x8.41) + (4x0.3) + (2x0.4)
= 35.64 cm = 36 cm
2. L
= TDBL + TDVIL + TDVOL
= (4x8.41) + (4x0.3) + (2x0.4)
=35.64 cm = 36 cm
3. T
= TTB + TL + TAP
= 12.79 + 0.3 + (0.4+0.4)
= 13.89 cm = 14 cm
Jadi, dimensi kemasan outer adalah (36 x 36 x 14) cm
 Kemasan inner (Lampiran 2)
1. P
= TDBP + TDVIP
= (2x8.41) + (1x0.3)
= 17.12 cm = 17 cm
2. L
= TDBL + TDVIL
= (2x8.41) + (1x0.3)
= 17.12 cm = 17 cm
3. T
= tinggi buah
= 12.79 cm = 13 cm
Jadi dimensi kemasan inner adalah (17 x 17 x 13) cm
Keterangan : TDBP = total diameter buah pada sisi panjang
TDVIP = total tebal dinding vertikal inner pada sisi panjang
TDVOP = total tebal dinding vertikal outer pada sisi panjang
TDBL = total diameter buah pada sisi lebar
TDVIL = total tebal dinding vertikal inner pada sisi lebar
TDVOL = total tebal dinding vertikal outer pada sisi lebar
TTB
= total tinggi buah
TL
= tebal layer
TAP
= tebal alas penutup

11
Penambahan kemasan inner bertujuan untuk membatasi kontak antar buah
di dalam kemasan sehingga gesekan antara buah belimbing dapat diminimalisasi
karena gesekan tersebut dapat mengurangi mutu produk yang menyebabkan harga
jual buah belimbing menjadi turun. Selain itu kemasan inner juga berfungsi
membantu kemasan outer menambah kekuatan tumpuk dan dapat pula digunakan
sebagai kemasan retail atau display. Menurut Sutrisno et al. (2011a) berdasarkan
hasil pengujian kekuatan tekan, penambahan inner kemasan akan menambah
kekuatan kemasan sebesar kurang lebih 50%. Masing-masing buah dalam
kemasan inner disusun secara vertikal dan diberi tambahan bahan pengisi yang
berfungsi untuk melindungi produk selama distribusi dan penyimpanan. Bahan
pengisi yang digunakan adalah net buah (foam net) dan kertas pembungkus
berlapis lilin (paper wrap) yang diharapkan mampu mengurangi gesekan antara
buah dengan dinding kemasan. Berdasarkan penelitian Sutrisno et al. (2011a),
penambahan inner pada kemasan buah manggis mampu memberikan
perlindungan pada setiap buah. Selain mampu melindungi buah manggis,
kemasan inner juga mampu memberikan perlindungan terhadap buah belimbing
ditambah lagi adanya pengisi pada setiap buah memberikan perlindungan
tambahan pada setiap buah yang dikemas.
Setiap kemasan hasil rancangan diberi perlakuan ventilasi yang berfungsi
sebagai tempat sirkulasi udara dan untuk menekan produksi etilen pada buah
belimbing sehingga proses pematangan menjadi terhambat. Menurut Singh (2008),
penggunaan ventilasi dan hand hole sebesar 2% dari bidang vertikal kemasan
dapat mengurangi kekuatan kardus sebesar 10%, oleh sebab itu penggunaan
ventilasi lebih dari 2% tidak disarankan. Ventilasi yang digunakan dalam
perancangan adalah ventilasi tipe circle dengan luasan lubang 1% dari total luasan
dinding vertikal pada masing-masing kemasan (outer dan inner) yang terletak di
tengah-tengah sehingga udara dapat mengalir ke luar.
Dari hasil perhitungan diperoleh dimensi kemasan outer sebesar (36 x 36 x
14) cm dan dimensi kemasan inner sebesar (17 x 17 x 13) cm. Setiap inner diisi
sebanyak empat buah belimbing dengan jumlah empat inner dalam satu kemasan
sehingga total buah dalam satu kemasan sebanyak 16 buah dan berat bersih
kemasan sekitar 4 kg. Penentuan kapasitas kemasan didasarkan pada kebiasaan
eksportir dalam memasarkan buah belimbing dan untuk memudahkan konsumen
dalam proses pengangkatan serta untuk mengurangi respirasi yang dikeluarkan
oleh buah belimbing yang dapat mempercepat proses pematangan sehingga
mengakibatkan penurunan mutu dan mengurangi umur simpan buah. Untuk lebih
jelasnya, desain kemasan outer, inner dan outer+inner dapat dilihat pada Gambar
7, 8 dan 9 serta Lampiran 3 dan 4.

12

Gambar 7 Desain kemasan outer

Gambar 8 Desain kemasan inner

Gambar 9 Gabungan outer dan inner

Sebaran Suhu Kemasan Selama Penyimpanan
Penyimpanan buah pada suhu dingin biasa dilakukan untuk memperpanjang
kesegarannya. Pada suhu dingin respirasi menjadi terhambat sehingga proses
pematangan buah dapat diperlambat. Hal penting yang harus diperhatikan pada
penyimpanan dengan suhu dingin adalah penggunaan suhu yang tepat. Suhu
penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan buah akibat suhu dingin (Satuhu 2004).
Menurut Kitinoja dan Kader (2002), buah belimbing yang disimpan pada suhu 910 0C mampu bertahan hingga lebih dari 2 minggu.
Pengujian sebaran suhu dalam kemasan selama penyimpanan digunakan
untuk mengetahui kemampuan kemasan dalam beradaptasi terhadap suhu
penyimpanan. Terdapat lima titik pengukuran pada masing-masing kemasan,
empat titik yang terletak di bagian pinggir kemasan dan satu titik di bagian tengah.
Pengukuran dilakukan sampai suhu di dalam kemasan mulai stabil, yakni
mencapai suhu yang setara dengan ruang pendingin dan suhu ruang. Penempatan
titik pengukuran suhu dapat dilihat pada Gambar 10.

13
Setiap kemasan disimpan pada suhu 28
ruang dan suhu 10 0C. Hasil
pengukuran sebaran suhu pada masing-masing kemasan dapat dilihat pada
T1
T1
26
Gambar 10 dan Gambar 11.
26
T2

24

T3
22
0 200 400 600 800 1000

Suhu (0C)

Suhu (0C)

28

T3
22

T4

T4
0 200 400 600 800 1000

T5

Waktu (menit)

Waktu (menit)

(a)

(b)

T5

28

T1

26

T2

24

T3

22

T4
0 200 400 600 800 1000

.

Waktu (menit)

T5

Suhu (0C)

28
Suhu (0C)

T2

24

T1

26

T2

24

T3
22

T4
0 200 400 600 800 1000

Waktu (menit)

(c)
(d)
Gambar 10 Sebaran suhu di dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu
ruang. (a) KP1, (b) KP2, (c) KP3, (d) KK
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa sebaran suhu dalam kemasan pada
ke-4 perlakuan suhu ruang menunjukkan pola yang serupa yaitu berfluktuasi di
awal penyimpanan (menit ke-0 sampai menit ke-400). Pada awal penyimpanan
suhu menurun kemudian meningkat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan antara
suhu bahan dengan suhu lingkungan dimana suhu pada saat itu lebih rendah dari
suhu lingkungan. Selanjutnya pada menit ke-200, suhu dalam kemasan meningkat
yang disebabkan oleh panas hasil respirasi buah belimbing yang ada dalam
kemasan. Menurut Soesanto (2006) respirasi merupakan pengambilan oksigen
dari udara menjadi air dan karbondioksida dan menghasilkan energi dalam bentuk
panas, proses tersebut dipengaruhi antara lain oleh pasokan udara dan
karbondioksida, pasokan udara yang baik akan mempengaruhi laju respirasi.
Memasuki menit ke-400 terjadi penurunan suhu yang cukup rendah, hal ini
disebabkan karena adanya operasi AC di ruang penyimpanan pada suhu ruang.
Selain itu, pada saat penelitian bersamaan dengan penelitian komoditas lain yang
memberi perlakuan suhu dengan on-off AC. Kemasan KP1 menunjukkan tren
stabil pada kisaran suhu 26-27 0C pada menit ke-480, KP2 dan KP3 pada menit
ke-490, dan KK pada menit ke-530. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu yang
diperlukan masing-masing kemasan untuk menyesuaikan diri dengan suhu
penyimpanan tidak berbeda jauh karena setiap kemasan mendapat perlakuan
ventilasi yang sama. Selama penyimpanan, sebaran suhu masih mengalami
fluktuasi pada masing-masing kemasan karena dipengaruhi oleh suhu lingkungan
atau ruangan berpendingin (AC) yang tidak kontinyu.

T5

14

25
20
15
10
5
0

T1
T2
T3

Suhu (0C)

Suhu (0C)

Berbeda halnya dengan kemasan yang disimpan pada suhu 10 0C (Gambar
11). Kemasan KP1, KP2, KP3 menunjukkan tren stabil yaitu mengikuti suhu
ruang pendingin pada menit ke-310 dan KK pada menit ke-330. Suhu di awal
penyimpanan berada pada kisaran 25 0C kemudian mulai menurun mengikuti suhu
penyimpanan dan masih mengalami fluktuasi, hal ini dikarenakan suhu pada
refrigerator tidak konstan (berubah-ubah) tetapi masih pada kisaran 10 0C.
Dengan demikian, ventilasi yang dirancang mampu mengalirkan udara dingin di
dalam kemasan dan inner yang diberi ventilasi juga mampu mengalirkan udara
dingin, hal tersebut terlihat pada grafik bahwa ke-3 kemasan lebih cepat
menyesuaikan diri dengan suhu ruang dibandingkan dengan kontrol. Semakin
cepat suhu dalam kemasan mencapai suhu penyimpanan, maka laju respirasi buah
semakin cepat ditekan karena menurut Pantastico (1986) laju respirasi yang tinggi
biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek. Dalam hal ini bahan pengisi
tidak memiliki pengaruh yang terlalu besar terhadap sebaran suhu kemasan karena
ventilasilah yang berperan dalam proses pertukaran udara yang menentukan
berapa waktu yang dibutuhkan kemasan untuk menyesuaikan diri dengan suhu
penyimpanan. Hal tersebut sesuai dengan Sutrisno et al. (2011b) bahwa pada
penyimpanan dingin suhu pada kemasan tanpa ventilasi lebih tinggi dibanding
kemasan dengan ventilasi yang menunjukkan bahwa aliran udara dingin yang ada
dalam ruang kemasan akan segera menyebar melalui lubang-lubang ventilasi yang
ada pada kemasan, selain itu kemasan dengan tipe ventilasi lingkaran
menunjukkan sebaran suhu dalam ruang kemasan lebih baik pada penyimpanan
suhu ruang maupun suhu dingin bila dibandingkan dengan ventilasi tipe oval dan
ventilasi searah sekat.

T4
0 150 300 450 600 750

25
20
15
10
5
0

T5

T2
T3
T4
T5

Suhu (0C)

Suhu (0C)

T4
T5

(b)

T1

Waktu (menit)

T3

Waktu (menit)

(a)

0 150 300 450 600 750

T2

0 150 300 450 600 750

Waktu (menit)

25
20
15
10
5
0

T1

25
20
15
10
5
0

T1
T2
T3
T4
0 150 300 450 600 750

Waktu (menit)

(c)
(d)
Gambar 11 Sebaran suhu di dalam kemasan selama penyimpanan pada
suhu 10 0C. (a) KP1, (b) KP2, (c) KP3, (d) KK

T5

15
Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi Transportasi
Simulasi transportasi dilakukan menggunakan meja getar untuk memperoleh
gambaran data kerusakan mekanis buah belimbing apabila terkena goncangan
selama transportasi. Dalam simulasi menggunakan mobil goncangan dominan
adalah goncangan vertikal sehingga goncangan lain berupa puntiran dan bantingan
diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil (Soedibyo 1992).
Simulasi transportasi dilakukan selama 2 jam yang didasarkan pada
pengiriman buah belimbing dari kota Depok menuju pedagang-pedagang buah di
Bogor maupun Jakarta. Dari simulasi tersebut diperoleh frekuensi rata-rata
sebesar 3.07 Hz dan amplitudo rata-rata sebesar 4.76 cm. Hasil konversi frekuensi
dan amplitudo selama simulasi transportasi (Lampiran 5) berdasarkan konversi
angkutan truk selama 2 jam pada alat simulasi transportasi setara dengan 163.84
km di jalan luar kota dengan kecepatan 60 km/jam.
Pengukuran tingkat kerusakan mekanis buah belimbing dilakukan secara
visual dengan melihat kerusakan pada buah berupa memar, goresan atau luka
setelah simulasi. Tingkat kerusakan mekanis buah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Tingkat kerusakan mekanis buah belimbing pasca simulasi
Jumlah
Rata-rata
Total
(%)
Perlakuan Waktu Ulangan
kerusakan
(%)
(buah)
Kerusakan
(buah)
Kerusakan
1
16
5
31.25
KP1
2 jam
25.00
2
16
3
18.75
1
16
4
25.00
KP2
2 jam
34.37
2
16
7
43.75
1
16
8
50.00
KP3
2 jam
40.63
2
16
5
31.25
Buah belimbing di setiap kemasan mendapat perlakuan bahan pengisi yang
berbeda yaitu KP1, KP2, dan KP3. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kemasan
dengan bahan pengisi net buah mengalami kerusakan yang paling kecil yakni 25%,
hal ini dikarenakan bahan pengisi net buah memiliki sifat yang cukup elastis
sehingga saat terjadi gesekan dengan kemasan, pengisi ini menjadi bantalan yang
baik bagi buah yang dikemas. Sedangkan KP3 lebih banyak mengalami kerusakan
karena buah tidak terlindung oleh pengisi sehingga saat terjadi goncangan buah
lebih rentan terhadap gesekan yang terjadi. Pasca simulasi transportasi, kerusakan
yang paling banyak terjadi pada buah belimbing adalah memar (Gambar 12) pada
bagian pangkal karena buah disusun secara vertikal yakni posisi pangkal berada di
bagian bawah. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Kusuma (2010),
menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi pada buah belimbing dengan pengisi
kertas laminasi berupa luka memar, pengisi serutan kayu berupa luka gores, dan
pengisi serbuk gergaji berupa luka gores, luka memar, dan luka pecah. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan pengisi net buah dan kertas pembungkus pada
setiap buah mampu mengurangi luka (gores dan pecah) pada buah belimbing
selama pengangkutan.

16

Gambar 12 Kerusakan buah pasca simulasi transportasi
Hasil pengamatan secara visual pada buah yang disimpan pada suhu ruang
menunjukkan bahwa KP3 lebih cepat mengalami penurunan mutu. Salah satu
penyebab cepatnya penurunan mutu tersebut adalah karena luka memar yang
dihasilkan pasca simulasi transportasi. Luka tersebut menyebabkan peningkatan
laju respirasi pada produk yang mengakibatkan meningkatnya produksi panas dari
produk sehingga memacu pemasakan produk lebih awal. Secara keseluruhan,
buah yang disimpan pada suhu ruang hanya mampu bertahan hingga hari ke-4 dan
pada hari ke-6 (Lampiran 6) buah mengalami pembusukan. Berbeda halnya
dengan buah yang disimpan pada suhu 10 0C, buah pada KP3 masih memberikan
kenampakan fisik yang cukup baik sampai penyimpanan pada hari ke-14
(Lampiran 7) karena pada penyimpanan dingin laju respirasi pada buah ditekan
untuk mencegah kematangan yang lebih awal sehingga dapat memperpanjang
umur simpan. Menurut Winarno (2002), refrigerasi merupakan suatu proses
pemindahan panas dari suatu produk ke media pendingin sehingga suhu produk
tersebut dapat ditekan turun dan dipertahankan pada tingkat yang diinginkan.

Pengaruh Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah
Belimbing
1. Susut Bobot
Kehilangan berat pada buah selama penyimpanan disebabkan oleh
hilangnya air dalam buah. Penurunan berat tersebut dapat memberikan kerugian
bagi produk yang dijual dengan melihat ukuran atau beratnya karena semakin
besar susut bobot yang terjadi maka harga jual produk menjadi berkurang.
Kehilangan air pada buah selama penyimpanan tidak hanya menyebabkan
penurunan berat tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan yang pada akhirnya
menyebabkan penurunan kualitas.
Susut bobot terjadi akibat proses respirasi dan transpirasi pada buah. Laju
transpirasi dapat dikurangi melalui penggunaan pembungkus atau kemasan
sehingga pelayuan dapat dicegah. Kerusakan mekanis pasca simulasi transportasi
yang relatif besar terhadap permukaan buah menyebabkan proses penguapan dan
kehilangan air berjalan dengan cepat dan sebaliknya, bila kerusakan mekanis
relatif kecil maka penguapan dan kehilangan air bahan akan berjalan lambat.
Selama penyimpanan pada suhu ruang dan suhu 10 0C dilakukan pengamatan
terhadap susut bobot setiap 2 hari sekali. Pola susut bobot buah belimbing dapat
dilihat pada Gambar 13 dan 14.

Susut Bobot (%)

17
16
14
12
10
8
6
4
2
0

KP1
KP2

KP3
0

2

4

6

KK

Lama Penyimpanan (hari)

Susut Bobot (%)

Gambar 13 Perubahan persentase susut bobot buah belimbing dalam
kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang
16
14
12
10
8
6
4
2
0

KP1
KP2
KP3
0

2

4

6

8 10 12 14

KK

Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 14 Perubahan persentase susut bobot buah belimbing dalam
kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 0C
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa selama penyimpanan, susut bobot
buah pada setiap perlakuan mengalami peningkatan. Susut bobot pada suhu ruang
hingga akhir penyimpanan mengalami peningkatan yang lebih besar dibanding
dengan buah yang disimpan pada suhu 10 0C yaitu sekitar 14%. Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Novragiri (2011) bahwa susut bobot buah
belimbing yang disimpan pada suhu 10 0C lebih rendah bila dibandingkan dengan
buah yang disimpan pada suhu ruang ataupun buah kontrol. Persentase susut
bobot buah belimbing tertinggi baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu
10 0C adalah kemasan tanpa bahan pengisi (KP3) dengan rata-rata susut sebesar
14.26 % dan 8.14%. Hal tersebut disebabkan pasca simulasi transportasi buah
banyak mengalami kerusakan mekanis yang berakibat pada meningkatnya laju
respirasi, produksi etilen, dan kehilangan air dalam buah yang mempercepat
penurunan mutu produk. KP1, KP2 dan KP3 menunjukkan susut bobot yang lebih
kecil bila dibandingkan dengan buah kontrol yang berarti bahwa kemasan mampu
memberikan kondisi yang ideal pada buah yang dikemas.
Kemasan dengan bahan pengisi paper wrap memiliki susut bobot yang lebih
kecil baik pada suhu ruang maupun suhu 10 0C berturut-turut sebesar 14.18% dan
4.20%. Secara visual, pengamatan buah belimbing KP2 pada suhu 10 0C
(Lampiran 7) hingga akhir penyimpanan masih menunjukkan kondisi yang baik.
Browning yang terjadi pada bagian tepi buah sangat kecil sekali bila dibandingkan
dengan kemasan tanpa bahan pengisi karena lapisan lilin yang terdapat pada

18
kertas dapat menghambat keluarnya air dalam buah. Selain browning, penurunan
susut bobot juga dapat menyebabkan pengeriputan pada buah akibat hilangnya air
di dalam buah.
Dari hasil analisis sidik ragam diperoleh bahwa pengisi kemasan tidak
berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah selama penyimpanan karena P value
> 0.05. Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey (Tabel 4 dan 5), hubungan antara suhu
dengan waktu penyimpanan (Tabel 4) memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap susut bobot buah belimbing pada tiap suhu penyimpanan. Susut bobot
pada buah belimbing baik pada suhu ruang maupun suhu 10 0C mengalami
kenaikan dari hari ke hari.
Tabel 4 Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap susut bobot
buah belimbing
Susut bobot (%)a
Tipe
kemasan
H-2
H-4
H-6
H-8
H-10
H-12
KP1
2.7 a ± 2.4
5.7 a ± 4.5
11.4 a ± 9.4
3.7 a ± 0.5 4.8 a ± 0.7 6.0 a ± 0.9
KP2
1.7 a ± 1.3
3.7 b ± 3.1
7.9 b ± 6.9
2.4 a ± 0.4 3.1 a ± 0.5 3.7 a ± 0.5
KP3
2.4 a ± 2.1
5.1 ab ± 3.7
8.6 b ± 6.2
4.4 a ± 2.1 5.7 a ± 2.6 7.1 a ± 3.3
KK
1.9 a ± 1.8
5.1 ab ± 3.4
8.8 b ± 6.1
4.5 a ± 1.7 6.0 a ± 2.1 7.4 a ± 2.6
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji banding Tukey).

H-14
7.0 a ± 1.0
4.2 a ± 0.6
8.1 a ± 3.4
8.7 a ± 3.0

Tabel 5 Pengaruh suhu terhadap susut bobot buah belimbing
Susut bobot (%)a
Suhu
penyimpanan
H-2
H-4
H-6
H-8
H-10
H-12
H-14
T1 (26-27 0C)
3.7 a ± 1.4 8.2 a ± 1.8 15.7 a ± 3.1
T2 (10 0C)
0.6 b ± 0.1 1.6 b ± 0.7
2.6 b ± 1.1
3.8 ± 1.5 4.9 ± 1.9
6.1 ± 2.5
7.0 ± 2.8
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji banding Tukey).

2. Kekerasan
Kekerasan merupakan salah satu parameter yang menentukan mutu suatu
produk terutama pada buah-buahan. Menurut Pantastico (1986), ketegangan pada
produk (buah-buahan dan sayur-sayuran) disebabkan oleh tekanan isi sel pada
dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola,
permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel. Hilangnya air selama
penyimpanan menyebabkan tekanan turgor menjadi semakin kecil dan
menyebabkan komoditas menjadi lunak.
Pengukuran kekerasan dilakukan setiap 2 hari sekali menggunakan alat
rheometer yang memiliki jarum dengan diameter 5 mm, pengujian dilakukan pada
3 titik yang berbeda yaitu bagian ujung, tengah, dan pangkal. Sebelum dilakukan
pengujian, alat terlebih dahulu di set pada mode 20 dengan kedalaman 10 mm dan
tekanan 60 mm dengan beban maksimum 10 kg. Hasil pengukuran kekerasan
masing-masing suhu dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16.

Kekerasan (Kgf)

19
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0

KP1

R² = 0,9707

R² = 0,8902

KP2
R² = 0,9478

KP3
R² = 0,8913

0

2

4

KK

6

Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 15 Perubahan kekerasan buah belimbing selama penyimpanan
pada suhu ruang (26-27 0C)
1,2
Kekerasan (Kgf)

R² = 0,9538

0,8
R² = 0,9249

KP1
R² = 0,9668

0,4

R² = 0,9321

KP2
KP3
KK

0,0
0

2

4

6

8

10

12

14

Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 16 Perubahan kekerasan buah belimbing selama penyimpanan
pada suhu 10 0C
Hasil pengukuran kekerasan pada Gambar 15 dan Gambar 16 menunjukkan
bahwa selama penyimpanan, kekerasan pada buah belimbing mengalami trend
yang menurun. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kekerasan pada suhu 10
0
C lebih besar dibanding pada suhu ruang. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh
udara dingin yang membuat laju respirasi pada buah menjadi lambat. Hasil ini
sesuai dengan Novragiri (2011) dimana kekerasan pada suhu ruang lebih kecil
dibanding kekerasan pada suhu 10 0C. Nilai kekerasan terendah terjadi pada akhir
penyimpanan, baik pada suhu ruang maupun suhu 10 0C. Pengamatan secara
visual, buah yang disimpan pada suhu ruang (Lampiran 6) mengalami pencoklatan
di bagian tepi dan di akhir penyimpanan buah telah membusuk. Sedangkan buah
yang disimpan pada suhu 10 0C (Lampiran 7) masih berada dalam kondisi baik
hingga akhir penyimpanan.
Dari hasil analisis sidik ragam diperoleh bahwa pengisi kemasan tidak
berpengaruh terhadap kekerasan buah belimbing karena P value > 0.05.

20
Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey (Tabel 6 dan 7), terdapat hubungan antara suhu
dengan waktu penyimpanan terhadap kekerasan buah belimbing. Hal ini berarti
suhu berpengaruh terhadap kekerasan buah, suhu yang tinggi dapat mempercepat
proses pelunakan akibat banyaknya kehilangan air bahan.
Tabel 6 Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap kekerasan
buah belimbing
Tipe
kemasan
KP1
KP2
KP3
KK

Kekerasan (Kgf)a
H-0
H-2
H-4
H-6
H-8
H-10
H-12
0.95a±0.24 0.92a±0.29
0.70a±0.41
0.59a ±0.36 0.91a±0.06 0.75a±0.19 0.74a±0.21
1.08a±0.20 0.88a±0.28
0.77a±0.17
0.56a ±0.30 0.82a±0.19 0.72a±0.13 0.69a±0.23
1.03a±0.18 0.82a±0.24
0.58a±0.21
0.53a ±0.28 0.71a±0.25 0.67a±0.19 0.63a±0.02
0.92a±0.11 0.90a±0.11
0.62a±0.25
0.50a ±0.31 0.71a±0.19 0.70a±0.09 0.68a±0.23
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji banding Tukey).

H-14
0.67a±0.14
0.52a±0.07
0.57a±0.13
0.56a±0.21

Tabel 7 Pengaruh suhu terhadap kekerasan buah belimbing
Kekerasan (Kgf)a
Suhu
penyimpanan
H-0
H-2
H-4
H-6
H-8
H-10
H-12
T1(26-27 0C) 1.0a±0.22 0.84a±0.15 0.47b±0.18 0.27b±0.05
T2 (10 0C)
1.0a±0.17 0.93a±0.29 0.86a±0.21 0.82a±0.14 0.78±0.19
0.71±0.14
0.68±0.18
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji banding Tukey).

3. Total Padatan Terlarut (TPT)
Kandungan total padatan terlarut (TPT) pada suatu bahan menunjukkan
kandungan gula yang terdapat pada bahan tersebut. Pengukuran total padatan
terlarut dilakukan menggunakan alat refractometer dengan cara menghancurkan
buah belimbing hingga diperoleh cairan yang kemudian diletakkan pada prisma
refractometer. Pengamatan dilakukan setiap 2 hari sekali. Hasil pengamatan dapat
dilihat Gambar 17 dan 18.

H-14
0.58±0.14

Total padatan terlarut (0Brix)

21
R² = 0,9357
R² = 0,5795

7,2

R² = 0,863
R² = 0,5379

4,8

KP1
KP2

2,4

KP3
KK

0,0
0

2

4

6

Lama penyimpanan (hari)

Total padatan terlarut (0Brix)

Gambar 17 Perubahan TPT b