Potensi Media Log Dan Ranting Jabon (Anthocephalus Cadamba) Untuk Kultivasi Jamur Kuping, Jamur Tiram Dan Lentinus Serta Komposisi Kimia Jamur

i

POTENSI MEDIA LOG DAN RANTING JABON (Anthocephalus
cadamba) UNTUK KULTIVASI JAMUR KUPING, TIRAM
DAN LENTINUS SERTA KOMPOSISI KIMIA JAMUR

RISMA ANGGRAENI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Media Log dan
Ranting Jabon (Anthocephalus cadamba) untuk Kultivasi Jamur Kuping, Tiram dan
Lentinus serta Komposisi Kimia Jamur adalah benar karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Risma Anggraeni
NIM E44110051

1

ABSTRAK
RISMA ANGGRAENI. Potensi Media Log dan Ranting Jabon (Anthocephalus
cadamba) untuk Kultivasi Jamur Kuping, jamur Tiram dan Lentinus serta
Komposisi Kimia Jamur. Dibimbing oleh ELIS NINA HERLIYANA dan
HANIFAH NURYANI LIOE.
Log dan ranting kayu jabon (Anthocephalus cadamba) dapat menjadi alternatif
substrat yang potensial untuk budidaya jamur. Tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis potensi log dan ranting jabon sebagai substrat untuk kultivasi jamur
serta menganalisis komposisi kimia tubuh buah jamur. Isolat jamur yang digunakan
adalah dua isolat jamur kuping (Auricularia sp.) yaitu jamur kuping cokelat (KPC)
dan jamur kuping merah (KPM); dua isolat jamur tiram (Pleurotus ostreatus) yaitu
jamur tiram putih (TR) dan jamur tiram abu (HO); dan satu isolat jamur Lentinus
(LE). Tahapan kultivasi dalam penelitian ini yaitu pembuatan substrat, pembibitan,
perawatan dan pengamatan pertumbuhan jamur. Tahapan analisis yaitu analisis
komponen gizi berupa protein, serat kasar, lemak, dan kabohidrat; serta analisis
bioaktif berupa β-glukan dan vitamin B3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa log
dan ranting jabon berpotensi menjadi substrat yang baik untuk kultivasi jamur
kuping, jamur tiram dan jamur Lentinus. Efisiensi Biologi pada jenis jamur kuping
dengan substrat ranting jabon (117.6–143.5%) lebih besar dibandingkan Efisiensi
Biologi pada substrat log jabon (27.4–31.6%). Hasil analisis komponen kimia tubuh
buah jamur menunjukkan bahwa jamur kuping mengandung β-glukan tertinggi
yaitu 45-46% basis kering. Jamur tiram mengandung vitamin B3 relatif tinggi yaitu
282.3 mg/100g jamur kering. Jamur Lentinus mengandung protein, serat kasar,
kandungan lemak dan karbohidrat total tertinggi berdasarkan berat basah dengan
nilai berturut-turut yaitu 5.4, 3.9, 0.4, dan 17.7%.
Kata kunci : Jabon, kultivasi, jamur kuping, jamur tiram, Lentinus


ABSTRACT
RISMA ANGGRAENI. The Potential of Logs and Twigs of Jabon
(Anthocephalus Cadamba) for The Cultivation of Ear Mushroom, Oyster
Mushroom and Lentinus mushroom, with their Chemical Composition.
Supervised by ELIS NINA HERLIYANA dan HANIFAH NURYANI LIOE.
Logs and twigs of jabon (Anthocephalus cadamba) can be a potential
alternative substrates for mushroom cultivation. The objectives of this
research are to analize the potential of logs and twigs of jabon as a substrate
for mushroom cultivation and to analize the chemical composition of
mushroom fruiting bodies. The mushroom isolates there were: two isolates of
ear mushroom (Auricularia sp.), brown ear mushroom (KPC) and red ear
mushroom (KPM); two isolates of oyster mushroom (Pleurotus ostreatus),
white oyster mushroom (TR) and gray oyster mushroom (HO); and one isolat
of Lentinus mushroom (LE). The stages of cultivation were substrate
preparation, spawning, maintenance and monitoring of mushroom growth.
The stages of analysis were nutrient composition analysis such as protein,
dietary fiber, fat and carbohydrate; and bioactive analysis such as β-glucan
and vitamin B3. The results showed that the logs and twigs of jabon had great
potential as a substrate for ear mushroom, oyster mushroom, and Lentinus
cultivation. Biological Efficiency (EB) of ear mushroom with jabon twigs

substrates (117.6–143.5%) was higher than Biological Efficiency of ear
mushroom with jabon logs substrates (27.4–31.6%). The results of chemical
component analysis on mushroom fruiting bodies showed that ear mushroom
had the highest content of β-glucan (45-46% on dry based); oyster mushroom
had the highest content of vitamin B3 282.3 mg/100g of dried mushrooms;
Lentinus mushroom had the highest content of protein, dietary fiber, fat and
total carbohydrates concentration on wet based with values as following were
5.4, 3.9, 0.4 and 17.7%.
Keywords : Jabon, cultivation, ear mushroom, oyster mushroom, Lentinus

3

POTENSI MEDIA LOG DAN RANTING JABON (Anthocephalus
cadamba) UNTUK KULTIVASI JAMUR KUPING, TIRAM
DAN LENTINUS SERTA KOMPOSISI KIMIA JAMUR

RISMA ANGGRAENI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

5

Judul Skripsi : Potensi Media Log dan Ranting Jabon (Anthocephalus cadamba)
untuk Kultivasi Jamur Kuping, Tiram dan Lentinus serta
Komposisi Kimia Jamur
Nama
: Risma Anggraeni
NIM
: E44110051


Disetujui oleh

Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahirrobil‘alamin puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan kehendak-Nya sehingga karya ilmiah
ini berhasil diselesaikan. Tema dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei
hingga November 2014 ini ialah jamur, dengan judul Potensi Media Log dan

Ranting Jabon (Anthocephalus cadamba) untuk Kultivasi Jamur Kuping, Tiram dan
Lentinus serta Komposisi Kimia Jamur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi dan Dr Ir
Hanifah Nuryani Lioe, MSi selaku pembimbing atas kesabarannya dalam
membimbing, membantu, mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis
hingga saat ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pak Engkus, Staf
Laboratorium Penyakit Hutan Tutin Suryatin BScF, Ai Rosah Aisyah, S.Hut. MSi,
dan Bu Encah atas segala bantuannya.
Penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua
penulis, Bapak Muhammad Nur Cahyadi dan Ibu Rohmatillah yang telah sabar
dalam membesarkan, mendidik dan membimbing dengan penuh cinta dan kasih
sayang, serta perjuangan, pengorbanan dan doa-doa beliau untuk anak-anaknya.
Penulis ucapkan terima kasih kepada adik-adikku, Rismawan Nur Hidayat dan
Aditya Kesyar Ramdhan Nugraha yang telah menjadi penyemangat hidup. Penulis
ucapkan terima kasih juga kepada seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, yang telah mendukung dan mendoakan dengan sepenuh
hati.
Penulis juga berterimakasih kepada Fitri Andriani yang telah banyak
membantu dalam penelitian selama ini dan rela berjuang bersama hingga saat ini.
Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Hanif Fataroh, Fauziyyah, Ade Syarifah,

teman-teman Silvikultur 48, teman-teman Laboratorium Patologi Hutan, Prime
time grup, Al-Iffah’ers, Puzzle Family, Komunitas Agro Inovasi, SOFI, Surplus
seekers, keluarga besar LDK Al-Hurriyyah serta DKM Ibaadurrahman yang
senantiasa memberikan dukungan, semangat, doa dan bantuannya yang telah
mendukung penulis untuk melakukan penelitian dan dalam penyusunan karya
ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Risma Anggraeni

7

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v


DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Tempat dan Waktu
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fase Vegetatif dan Generatif Pertumbuhan Jamur
Pengaruh Media, Jenis dan Interaksi Terhadap Pertumbuhan Jamur

Karakter Morfologi Tubuh Buah Secara Makroskopis
Hama dan Penyakit pada Media dan Tubuh Buah Jamur
Hasil Analisis Komponen Kimia Tubuh Buah Jamur
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

1
1
1
2
2
2
2
2
6
6
10
10
14

15
17
17
17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

46

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Kombinasi perlakuan komposisi substrat dan isolat
5
Pertumbuhan optimal tubuh buah jamur pada tiap perlakuan
8
Presentase C/N media log sisa kultivasi
9
Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan jamur
10
Karakter morfologi jamur tertinggi pada tiap jenis isolat
10
Hasil analisis komponen kimia jamur kuping cokelat, jamur kuping
merah, jamur tiram, jamur tiram abu dan jamur Lentinus
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Pertumbuhan miselium isolat jamur pada perlakuan substrat
Nilai rata-rata Efisiensi Biologi pada tiap perlakuan
Perbedaan karakter morfologi dan pertumbuhan pada tiap jenis jamur
dan pada tiap perlakuan
Morfologi jamur kuping pada tiap perlakuan
Jenis jamur tiram
Morfologi jamur Lentinus
Kontaminan Trichoderma sp. dan Stemonitis sp. fase plasmodium
Serangan penyakit lendir Stemonitis sp. dan Physarium spp. serta
jamur kontaminan Cuprinus sp. pada substrat log dan ranting

6
9
11
12
13
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Rekapitulasi hasil lama waktu panen jamur
Nilai uji lanjut Tukey lama waktu panen jamur
Rekapitulasi bobot tubuh buah jamur per panen
Nilai uji lanjut Tukey bobot tubuh buah jamur
Rekapitulasi diameter tubuh buah per panen
Nilai uji lanjut Tukey diameter tubuh buah jamur
Rekapitulasi jumlah tubuh buah jamur per panen
Nilai uji lanjut Tukey jumlah tubuh buah jamur
Rekapitulasi panjang tangkai per panen
Nilai uji lanjut Tukey panjang tangkai
Rekapitulasi diameter tangkai per panen
Nilai uji lanjut Tukey diameter tangkai
Rekapitulasi nilai Efisiensi Biologi
Nilai uji lanjut Tukey Efisiensi Biologi
Hasil analisis proksimat tubuh buah segar
Hasil perhitungan analisis proksimat dalam 100 g jamur segar
Hasil perhitungan analisis proksimat dalam bentuk serbuk
Rekapitulasi suhu dan kelembaban ruangan selama pengamatan
Gambar bagan alir proses kultivasi jamur pada media log dan ranting

20
22
23
25
26
28
29
31
32
34
35
37
38
40
41
42
43
44
45

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb mix) merupakan salah satu kayu yang
mulai dikenal di industri penggergajian kayu rakyat. Banyaknya penggergajian
kayu jabon menghasilkan banyak limbah kayu jabon, seperti serbuk gergajian kayu,
sisa log (kayu utuh) dan ranting yang belum dimanfaatkan dengan optimal. Sisa log
dan ranting hasil pemangkasan, umumnya hanya digunakan untuk kayu bakar dan
nilai guna dalam pemanfaatan limbah log dan ranting jabon relatif rendah. Sehingga
diperlukan alternatif untuk meningkatkan nilai guna log dan ranting jabon, seperti
halnya limbah serbuk gergajian kayu jabon, kini mulai dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai media kultivasi jamur.
Jamur merupakan salah satu organisme yang tidak dapat menyediakan
makanannya sendiri. Jamur menyerap zat-zat makanan dalam proses pelapukan
(Muchroji 2004). Jamur kayu memiliki enzim ligninase yang dapat membantu
miselium dalam mengubah makromolekul karbohidrat menjadi molekul gula yang
lebih sederhana. Jamur banyak ditemukan tumbuh pada media kayu secara liar.
Media kayu yang mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa, dapat menjadi
media bagi jamur kayu seperti jamur kuping (Auricularia sp.), jamur tiram
(Pleurotus ostreatus) dan Lentinus sp..
Jamur kuping dan jamur tiram merupakan beberapa jenis jamur pangan yang
banyak dibudidayakan di Indonesia dan negara lainnya seperti Jepang, Korea,
Taiwan, Philipina, Amerika dan negara-negara Eropa (Darma 2000). Jamur
Lentinus dikenal juga sebagai jamur edibel liar dan potensial untuk dikembangkan
dalam budidaya jamur. Salah satu syarat dalam budidaya jamur sebagai penentu
keberhasilan pertumbuhan tubuh buah jamur adalah ketepatan dalam pemilihan
media tanam untuk kultivasi jamur (Wibowo 1999).
Mahmud (2014) menyatakan bahwa total bobot basah jamur kuping pada log
dan ranting jabon lebih tinggi dibandingkan total bobot basah jamur kuping pada
log dan ranting kayu industri lain seperti sengon (Falcataria moluccana) dan jati
(Tectona grandis). Pada penelitian ini diduga log dan ranting jabon juga berpotensi
sebagai media kultivasi jamur tiram dan jamur Lentinus sp..
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi log dan ranting jabon
untuk kultivasi dua isolat jamur kuping (Auricularia sp.) yaitu jamur kuping cokelat
(KPC) dan jamur kuping merah (KPM); kultivasi dua isolat jamur tiram (Pleurotus
ostreatus) yaitu jamur tiram putih (TR) dan jamur tiram abu (HO); dan kultivasi
satu isolat jamur Lentinus sp. (LE). Tujuan penelitian ini juga untuk menganalisis
komposisi kimia tubuh buah masing-masing jenis jamur tersebut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai potensi log dan ranting jabon sebagai substrat jenis-jenis

2

jamur yang diujikan, sehingga potensi ini dapat mendorong masyarakat dalam
melakukan budidaya jamur dengan menggunakan substrat yang efisien dan efektif.
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi jamur sebagai
alternatif bahan baku pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan. Sehingga
masyarakat diharapkan dapat melakukan inovasi dalam pengembangan budidaya
jamur, pengolahan dan pemanfaatnnya.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan selama tujuh bulan, yaitu bulan Mei – November 2014.
Lokasi penelitian yaitu Rumah Jamur Hegarmanah, Gunung Batu, Bogor, dan
Laboratorium Patologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah log (batang kayu) dan
ranting kayu jabon. Bahan untuk membuat baglog yaitu serbuk gergaji kayu jabon,
dedak, gips (CaSO4), kapur (CaCO3), molase dan air. Bahan yang digunakan dalam
proses sterilisasi yaitu alkohol 70% dan spirtus. Lima isolat bibit jamur keturunan
ketiga (F3) yang digunakan untuk kultivasi antara lain: jamur kuping cokelat (KPC),
jamur kuping merah (KPM), jamur tiram putih (TR) dan jamur tiram abu (HO) dan
satu isolat jamur Lentinus (LE) Serta seperangkat bahan analisis komponen
kimianya.
Alat
Peralatan yang digunakan untuk kultivasi jamur adalah LAF (Lamine Air Flow),
bunsen, kompor, drum/tong, sudip, gergaji, gunting, pisau, karet gelang, kapas, dan
plastik PP (Poly Propilen). Peralatan yang digunakan dalam pengamatan adalah
spidol, thermometer dry and wet, timbangan analitik, label, kamera, penggaris, alat
tulis, alat hitung,dan tally sheet. Seperangkat alat analisis komponen kimia jamur
adalah: tanur dalam pengukuran kadar abu; oven dalam pengukuran kadar air;
destilator Kjeldhal dalam pengukuran kadar protein; ekstraktor Soxhlet dalam
pengukuran kadar lemak; spektrofotometer dalam pengukuran beta glukan, yang
dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan HPLC
dalam pengukuran kandungan vitamin dilakukan di Laboratorium PT Saraswanti
Indo Genetech, Bogor.
Prosedur Penelitian
Pembuatan Media Kultivasi Log dan Ranting Kayu
Pohon jabon yang digunakan diperoleh dari hasil tanam warga sekitar lokasi
penelitian. Pohon tersebut berumur dua tahun dengan ukuran diameter log yaitu 2025 cm dan diameter ranting yaitu 3-4 cm. Kemudian bagian pohon berupa log dan
ranting tersebut, dipotong-potong menggunakan alat chainsaw dengan panjang
masing-masing berukuran 25-30 cm. Selanjutnya dilakukan penyusunan ranting,
sebanyak 6-7 ranting diikat menjadi satu supaya ukuran diameter ranting sama

3

dengan diameter log. Setelah itu ditimbang bobotnya. Semua tahapan dilakukan
secara berhati-hati untuk mengurangi kontaminasi pada log dan ranting kayu jabon.
Kemudian log dan ranting kayu jabon tersebut direndam selama tujuh hari. Bobot
log dan ranting ditimbang kembali untuk diketahui kadar air setelah perendaman.
Selanjutnya log dan ranting ditiriskan, dibungkus dengan plastik PP, kemudian
disterilisasi dalam drum menggunakan uap panas untuk pasteurisasi selama 36 jam,
dalam suhu 90-100°C.
Inokulasi
Bibit jamur yang digunakan diperoleh dari koleksi Laboratorium Patologi
Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bibit yang digunakan berumur 23 hari. Inokulasi
atau pembibitan dilakukan secara aseptik. Ruang pembibitan harus tertutup dan
sebelumnya telah disterilkan dengan cara menyemprotkan alkohol 70% ke seluruh
ruangan kemudian didiamkan selama satu hari. Proses inokulasi dilakukan dengan
cara menaburkan bibit jamur yang diujikan sebanyak 100 gram per sampel ke
seluruh permukaan log dan ranting hingga merata. Penaburan bibit dilakukan
didekat api, untuk meminimalisir kontaminasi. Selanjutnya media tersebut ditutup
kembali dengan diberi kapas pada bagian ujung plastik lalu diikat menggunakan
karet. Media yang sudah diinokulasi tersebut disimpan di ruang inkubasi hingga
miselium memenuhi seluruh permukaan media dan diamati fase vegetatifnya.
Bagan alir prosedur kultivasi dapat dilihat pada Lampiran 19.
Pemeliharaan dan Pengamatan
Fase vegetatif, media disimpan dalam ruang inkubasi, kemudian saat
memasuki fase reproduktif media dipindahkan ke dalam kumbung jamur. Kondisi
lingkungan diamati dengan mencatat suhu dan kelembaban setiap pagi, siang dan
sore hari. Pemeliharaan dilakukan dengan perendaman, log dan ranting direndam
di dalam ember plastik berukuran 60x25 cm dan baskom plastik berukuran 120x20
cm yang berisi air. Air bekas rendaman diganti secara rutin yaitu tiga kali sehari
serta media dibersihkan dari hama dan cendawan kontaminasi dengan cara
pencucian. Pengamatan dilakukan selama fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase
vegetatif diamati saat hari pertama inkubasi hingga seluruh media penuh oleh
miselium atau full growth mycelium.
Pengamatan yang dilakukan adalah lama fase vegetatif, serta kontaminasi
cendawan. Fase reproduktif diamati sejak plastik sebagai pembungkus media
dibuka hingga substrat habis. Pengamatan dilakukan terhadap hasil panen. Hasil
panen yang diukur berupa waktu panen, total bobot basah tubuh buah, jumlah tubuh
buah, diameter tudung, panjang tangkai, diameter tangkai, jumlah panen, lama fase
reproduktif, nilai Efisiensi Biologi dan bobot substrat setelah masa panen habis.
Nilai EB 100% memiliki arti 1 kg bobot basah tubuh buah jamur dapat dihasilkan
dari 1 kg bobot kering substrat (Madan et al. 1987 dalam Mahmud 2014).
Rumus mengukur nilai Efisiensi Biologi (EB) :
EB = bobot basah tubuh buah jamur segar X 100%
bobot kering substrat
Analisis Komposisi Kimia
Analisis komposisi kimia tubuh buah jamur yang diuji meliputi analisis
komponen gizi, analisis kandungan β-glukan dan analisis vitamin. Analisis

4

komponen gizi dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas-IPB. Analisis
bioaktif dilakukan di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB ( LDITP-IPB) dan analisis
vitamin dilakukan di Laboratorium PT Saraswanti Indo Genetech (SIG), Bogor.
Analisis komposisi gizi tubuh buah jamur meliputi analisis energi total dengan
kalkulasi dari analisis proksimat, yaitu: 1) analisis kadar air dan kadar abu
dilakukan dengan metode gravimetri (SNI 1992); 2) analisis protein dilakukan
dengan metode Kjeldhal (SNI 1992); 3) analisis lemak total dilakukan dengan
metode Soxhlet (SNI 1992); 4) analisis karbohidrat total dilakukan dengan metode
by difference (AOAC 2012) dan; 5) analisis serat dilakukan dengan metode
Gravimetri (AOAC 2012). Analisis bioaktif tubuh buah jamur meliputi: 6) analisis
β-glukan dilakukan dengan metode spektofotometri dan; 7) analisis vitamin B3
dengan metode HPLC yang dikembangkan secara internal berdasarkan metode SNI
2891/1992 oleh PT SIG.
Metode β-glukan
Analisis β-glukan dilakukan dengan metode Spektofotometri yakni mengukur
total glukan dan α-glukan dengan alat vortex dan sentrifuse, lalu di hitung selisih
antara total glukan dan alfa glukan untuk mengetahui β-glukan pada jamur yang
dianalisis. Analisis dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, IPB.
Berikut rumus untuk menentukan β-glukan dan α-glukan
α -Glukan (%w/w) = ΔE x F/W x 90
= (Abs sampel – Abs blanko) x 100/Abs Std x 90
W (sampel mg)
β-Glukan (%w/w) = (Total Glukan) – ( α-Glukan)
Analisis Rasio Carbon dan Nitrogen (C/N)
Analisis kandungan C/N rasio dilakukan di Laboratorium Pengukuran Karbon
dan Nitrogen, Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB,
Bogor.
Analisis C/N dilakukan untuk menguji kadar karbon dan nitrogen yang terdapat
pada substrat jamur yang digunakan uji C-Organik Metode Mobius dan uji
Nitrogen Total.
Uji C-Organik Metode Mobius : sejumlah kompos ditimbang dan dimasukkan ke
dalam cawan pengabuan yang telah diketahui bobotnya. Cawan dimasukkan ke
dalam oven pengering pada suhu 105ºC selama 24 jam. Cawan ditimbang kembali
untuk mengetahui bobot kering log. Lalu cawan dimasukkan ke dalam muffle pada
suhu 700ºC selama 2 jam. Kemudian bobot dicatat setelah dipanaskan dan bobot
yang hilang dihitung untuk menentukan bahan organik.
%Carbon =

bobot setelah pemanasan 105ºC – bobot setelah pemanasan 700ºC x 100%
bobot setelah pemanasan 105ºC – bobot kering

%C-organik =

% Carbon
1.724

5

Uji Nitrogen Total : Sampel kompos yang telah halus ditimbang dengan teliti 0.3
gram dan ditambahkan 1 gram campuran selenium serta 5 ml H2SO4 pekat. Sampel
tersebut didestruksi sampai sempurna pada suhu 350ºC hingga diperoleh cairan
jernih kuning kehijauan kemudian ditunggu sampai dingin. Hasil destruksi
dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu didih. Hasil tersebut ditambahkan 100
ml air bebas ion dan sedikit batu didih. Kemudian disiapkan penampung 10 ml asam
borat 4% dalam erlenmeyer 250 ml yang telah dibubuhi 3 tetes indikator Conway.
Setelah itu didestilasikan dengan menambahkan 20 ml NaOH 50%. Destilasi
dikatakan selesai bila volume cairan dalam erlenmeyer penampung sudah mencapai
100 ml. Destilat tersebut dititrasi dengan HCl 0.1 N hingga titik akhir (warna larutan
berubah dari hijau menjadi merah jambu). Blanko dilakukan sebagai koreksi.
% N= (vol HCl contoh – vol HCl blanko) x 14 x normalitas HCl X 100%
mg sampel

Rancangan Percobaan Penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan dua faktorial yaitu media substrat dan varietas. Faktor
media substrat memiliki dua taraf yaitu log dan ranting. Faktor jenis jamur yaitu
jamur kuping cokelat (KPC), jamur kuping merah (KPM), jamur tiram putih (TR),
Jamur tiram abu (HO) dan jamur Lentinus (LE). Kombinasi perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 1.
Model persamaan umum pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Cijk
dimana :
= Nilai pengamatan untuk pengaruh perlakuan media taraf ke-i,
Yij
pengaruhperlakuan varietas taraf ke-j, dan ulangan ke-k
= Nilai rataan umum
µ
= Pengaruh perlakuan media pada taraf ke-i
Ai
= Pengaruh perlakuan varietas pada taraf ke-j
Bj
ABij = Pengaruh interaksi antara perlakuan media dengan perlakuan varietas
Cijk = Pengaruh galat pada faktor perlakuan media taraf ke-i, faktor
perlakuan varietas taraf ke-j dan ulangan ke- k
= Taraf media substrat (log & ranting)
I
= Taraf varietas (KPC), (KPM), (TR), (HO), (LE)
J
= Ulangan (1,2,3)
K
Tabel 1 Kombinasi perlakuan komposisi substrat dan isolat
Jenis isolat
Jenis substrat
KPC
KPM
TR
HO
Log (L)
L KPC
L KPM
L TR
L HO
Ranting (R)
R KPC
R KPM
R HO
R HO
Kontrol (K)
K KPC
K KPM
K HO
K HO

LE
L LE
R LE
K LE

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Fase Vegetatif dan Generatif Pertumbuhan Jamur

Fase Vegetatif (hari)

Jamur memiliki dua fase dalam siklus hidupnya yaitu fase vegetatif dan fase
reproduktif. Fase vegetatif adalah waktu inkubasi dari awal inokulasi hingga
kantong penuh dengan miselium (full growth mycelium) (Herliyana et al. 2008).
Pembentukan miselium merupakan fase awal perkembangan jamur sebelum
terbentuknya pin head atau calon bakal buah jamur yang disebut fase reproduktif.
Pertumbuhan miselium merupakan hasil perpaduan hifa dan asosiasi antara hifa dan
substrat (Chang dan Miles 2004).
Pengamatan pada fase vegetatif dilakukan secara visual. Fase vegetatif yang
diamati adalah lama waktu full growth mycelium. Kecepatan pergerakan miselium
ini dipengaruhi oleh perlakuan pada setia media tumbuh (substrat) (Mahmud 2014).
Pada pengamatan media log dan ranting, perbedaan genetika jenis jamur yang
mempengaruhi pertumbuhan miselium tidak diketahui, karena waktu inkubasi
terhadap media log dan ranting diseragamkan, yaitu selama enam minggu.
Penyeragaman waktu dilakukan untuk meyakinkan bahwa miselium sudah masuk
sampai ke dalam kayu (Mahmud 2014). Sedangkan pada serbuk gergajian kayu
jabon yang digunakan sebagai kontrol, tidak dilakukan penyeragaman waktu
inkubasi, sehingga kecepatan pertumbuhan miselium antar jenis jamur dapat
terlihat. Perbedaan yang terjadi menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan
miselium dipengaruhi oleh genetika jenis jamur. Perbedaan kecepatan miselium
dapat dilihat pada Gambar 1. Nilai rata-rata waktu full growth mycelium berturutturut semakin cepat yaitu jenis jamur kuping 21 hari, jenis tiram 16 hari dan jenis
Lentinus 9 hari.
70
60
50
40
30
20
10
-0

60
45

45
21

45

45

21

15

16,2

KPC

KPM

Log

TR
Isolat Jamur

Ranting

60

HO

9

EK
LE

Kontrol

Gambar 1 Pertumbuhan miselium isolat jamur pada perlakuan substrat
Keterangan: KPC= kuping cokelat, KPM= kuping merah, TR= Tiram, HO=
tiram abu, LE=Lentinus.

Selain itu, kecepatan pertumbuhan miselium juga dipengaruhi oleh jenis
substrat yang digunakan. Gambar 1 menunjukkan bahwa pada substrat log dan
ranting jabon, waktu yang dibutuhkan untuk full growth mycelium lebih lama (4560 hari) dibandingkan dengan lama waktu full growth mycelium pada kontrol yaitu
9-21 hari. Lamanya waktu full growth mycelium diduga karena log dan ranting
berupa kayu utuh yang padat. Bentuk substrat yang pada menyebabkan miselium

7

sulit untuk menyebar ke seluruh permukaan. Sedangkan pada kontrol, substrat
jamur berupa serbuk dengan banyak celah. Celah pada subtrat digunakan sebagai
jalan masuk bagi miselium untuk bergerak menyebar ke seluruh permukaan substrat
secara cepat. Selain itu, kecepatan penyebaran ini juga dipengaruhi oleh kandungan
nutrisi media. Pada substrat log dan ranting jabon, miselium hanya memanfaatkan
kandungan lignin, hemiselulosa dan selulosa yang terdapat di dalam kayu untuk
pertumbuhannya. Sedangkan pada substrat kontrol diberikan tambahan nutrisi
berupa dedak, kapur (CaCO3), molase dan gips. Parjimo dan Andoko (2007) dalam
Seswati et al. (2013) menyatakan bahwa dedak mampu mempercepat pertumbuhan
miselium dan mendorong perkembangan tubuh buah jamur. Penambahan dedak
dalam media serbuk gergaji dapat meningkatkan nutrisi media tanam, terutama
sebagai sumber karbohidrat, karbon (C), serta nitrogen (N). Penambahan kapur
berguna untuk meningkatkan pH menjadi netral. Berdasarkan pengujian pH
substrat kontrol menunjukkan bahwa nilai pH substrat kontrol sebesar 6.7. Achmad
et al. (2011) dalam Seswati et al. (2013) menyatakan bahwa pH netral sebesar 6.57 merupakan pH terbaik untuk pertumbuhan jamur yang optimal. Sehingga kadar
pH substrat dan penambahan nutrisi seperti dedak, kapur, molase, dan gips dapat
mempengaruhi kecepatan miselium dan pertumbuhan tubuh buah jamur.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah suhu, cahaya,
kelembaban, waktu dan oksigen (Suriawira 2002). Pengamatan suhu ruang inkubasi
pada fase vegetatif adalah antara 26-31ºC (rata-rata 29.33ºC) dan kelembaban udara
antara 60-91% (rata-rata 70%). Pada jamur kuping suhu terbaik untuk pertumbuhan
miseliumnya adalah 28ºC dan dapat tumbuh pada suhu antara 20-30ºC, miselium
jamur kuping tidak dapat tumbuh pada suhu dibawah 12ºC dan diatas 35ºC (Chang
dan Quimio 1982 dalam Mahmud 2014). Kelembaban ideal yang dibutuhkan
berkisar 80-90% (Cahyana dan muchroji 2002). Pada fase vegetatif jamur tiram
memerlukan suhu antara 24-29ºC, kelembaban 90-100% dan cahaya 500-1000 lux.
Jamur tiram tumbuh pada kisaran suhu 21-28ºC dengan kelembaban 90-95%
(Suriawira 2002). Intensitas cahaya yang diperlukan sekitar 10% (Achmad et al.
2012). Suhu yang mendukung, miselium dapat tumbuh dengan cepat lalu
bercabang-cabang dan memenuhi media tumbuh jamur, selanjutnya akan
membentuk primodia atau pin head yaitu gumpalan-gumpalan kecil seperti sampul
benang.
Pengamatan fase vegetatif berakhir ketika substrat telah penuh dengan
miselium dan dipindahkan ke ruang tumbuh generatif untuk pengamatan fase
reproduktif. Fase reproduktif diamati hingga membentuk tubuh buah dan berlanjut
sampai panen terakhir dan sampai subtrat habis (Herliyana et al. 2008). Pada fase
reproduktif, ruang tumbuh generatif memerlukan sedikit cahaya dan air dalam
pertumbuhannya. Ruang tumbuh generatif dibuat lebih terbuka dan memiliki celah
untuk sirkulasi udara dan sedikit cahaya matahari. Intensitas cahaya yang rendah
dapat meminimalisir masuknya sinar radiasi seperti cahaya gelombang pendek
(sinar ultraviolet/UV, sinar infra merah dan sinar gamma) yang memiliki daya rusak
tinggi bagi sel-sel jamur. Radiasi yang terjadi menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan, kematian sel jamur dan perubahan genetik. Selain itu, jamur juga
sangat tergantung pada air maupun uap air (Sunarmi dan Saparinto 2013). Kondisi
lingkungan ruang tumbuh generatif dan substrat dipertahankan kelembabannya
dengan cara penyemprotan ruangan dan penyiraman substrat. Suhu dan kelembaban
pada ruang tumbuh generatif tersebut memiliki kisaran antara 26-30ºC dan 65-95%.

8

Faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh bagi pertumbuhan tubuh buah
jamur. Suriawira (2002) menyatakan bahwa dalam keadaan normal, waktu yang
diperlukan dari miselium sampai terbentuk tubuh buah rata-rata satu sampai dua
bulan. Variabel pertumbuhan dan produksi merupakan indikasi kemampuan jamur
dalam tumbuh dan berkembang baik secara vegetatif maupun generatif. Jamur
dapat berkembang dengan optimal pada kondisi yang sesuai untuk pertumbuhannya.
Pertumbuhan optimal tubuh buah jamur pada tiap perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Pertumbuhan optimal tubuh buah jamur pada tiap perlakuan
Lama waktu panen
Bobot tubuh
Perlakuan
jamur (hari)
buah (gram)
KPC
R (11.8) ab
L (20.1) ab
KPM
L (12.4) a
L (17.3) ab
TR
R (11.1) ab
L (21.4) a
HO
K (11.6) ab
K (2.8) c
LE
L (8.5) ab
L (2.1) c
Keterangan: Angka-angka dalam tabel adalah hasil perhitungan uji lanjut Tukey dari nilai rataan
jumlah panen terhadap nilai lama waktu panen dan bobot tubuh buah. Taraf yang berbeda huruf
artinya berbeda nyata pada taraf 5% ; KPC= kuping cokelat, KPM= kuping merah, TR= Tiram, HO=
tiram abu, LE=Lentinus; L= Log, R=Ranting, K=kontrol (serbuk jabon).

Hasil pengamatan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa lama waktu panen pada
perlakuan L KPM memiliki nilai rata-rata yang berbeda nyata yaitu 12.4 hari dan
bobot basah tubuh buah pada perlakuan L TR memiliki nilai rata-rata yang berbeda
nyata yaitu 21.4 gram. Nilai lama waktu panen dan bobot basah tubuh buah jamur
yang berbeda nyata pada tiap perlakuan log menunjukkan bahwa waktu panen dan
bobot tubuh buah jamur dipengaruhi oleh jenis substrat jamur. Substrat jamur
berupa log memberikan pengaruh karena log memiliki cadangan nutrisi yang lebih
banyak dibandingkan bentuk substrat lainnya. Cadangan nutrisi ini dapat
menghasilkan waktu panen yang panjang dan bobot basah tubuh buah yang lebih
besar. Febianti (2015) menyatakan bahwa semakin lama kandungan nutrisi pada
media tumbuh (substrat) akan semakin berkurang.
Total bobot tubuh buah yang dihasilkan dapat digunakan untuk perhitungan
nilai Efisiensi Biologi (EB). Keberhasilan budidaya jamur ditentukan oleh nilai EB.
Nilai EB adalah perbandingan bobot basah tubuh buah jamur segar dengan bobot
substrat kering dikali 100%. Jika jumlah jamur yang dapat dipanen per musim
adalah 600 gram, sedangkan bobot substrat 1 000 gram, maka nilai EB adalah 60%.
Semakin tinggi nilai Efisiensi Biologi, semakin baik budidaya jamur tersebut
(Suriawira 2002). Nilai Efisiensi Biologi yang tinggi menunjukkan kemampuan
jamur yang baik dalam menggunakan media produksinya (Madan et al. 1987 dalam
Mahmud 2014). Pada industri jamur nilai Efisiensi Biologi 40-90% memiliki
keuntungan secara ekonomi (Mutakin 2006). Hasil pengukuran nilai EB hingga
panen terakhir pada tiap perlakuan berkisar antara 4.3-143.2% (Gambar 2).

Nilai Efisiensi Biologi (%)

9

200
143,2 a

150
103,1 a

100
50 31,6 b

19,4 b 27,4 b

15,8 b

31,4 b
11,7 b 12,6 b

0
KPC

KPM

13,7 b 13,3b
0
4,3 b 1,6 b 7 b

TR

HO

LE

Isolat Jamur
Log

Ranting

Kontrol

Gambar 2 Nilai rata-rata efisiensi biologi pada tiap perlakuan
Keterangan: Taraf yang berbeda huruf artinya berbeda nyata pada taraf 5%;
KPC= kuping cokelat, KPM= kuping merah, TR= Tiram, HO= tiram abu,LE=Lentinus.

Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata EB yang terbesar adalah pada
perlakuan R KPC yaitu sebesar 103.1-143.2%. Nilai EB pada perlakuan R KPC
memiliki nilai yang berbeda nyata dibandingkan dengan jenis media dan jenis jamur
lainnya. Nilai EB lebih dari 100% menunjukkan bahwa kultivasi jamur kuping pada
ranting memiliki keuntungan secara ekonomi. Sehingga, berpotensi untuk
dikembangkan dalam budidaya. Sedangkan nilai EB pada subsrat kontrol dan log
memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Nilai yang tidak berbeda nyata pada
kontrol diduga karena pada substrat kontrol masa panen jamur telah habis dan
substrat sudah tidak dapat menghasilkan jamur lagi. Sedangkan nilai yang tidak
berbeda nyata pada perlakuan log diduga karena persebaran miselium belum
maksimal dan masih sebatas di permukaan, sehingga jamur masih memungkinkan
untuk tumbuh kembali. Namun waktu yang dibutuhkan relatif lama untuk
membentuk dan memaksimalkan pertumbuhan jamur karena nutrisi yang terserap
pada media log belum maksimal.
Dugaan tersebut dianalisis melalui uji kandungan C/N pada log sisa kultivasi
karena nilai kandungan C/N dapat menunjukkan tingkat pelapukan yang terjadi.
Semakin tinggi nilai C maka tingkat pelapukan yang terjadi semakin rendah. Tabel
3 menunjukkan bahwa hasil nilai kandungan C/N pada log sisa kultivasi relatif
tinggi, karena nutrisi yang diserap jamur masih sedikit dan menyebabkan
pertumbuhan jamur belum maksimal. Berdasarkan penelitian lain disebutkan
bahwa log jabon tanpa perlakuan memiliki nilai kandungan C-organik sebesar
54.56% dan N-total sebesar 0.77% dengan nilai C/N sebesar 70.86% (Komarayati
et al.2014).
Tabel 3 Persentase C/N media log sisa kultivasi
perlakuan
C-org (%)
N-org (%)
C/N (%)
L KPC
56.44
0.29
194.6
L KPM
56.69
0.38
149.2
L HO
56.77
0.54
105.1
L TR
56.07
0.29
193.3
L LE
56.62
0.38
149.0
Keterangan: KPC= kuping cokelat, KPM= kuping merah, TR= Tiram, HO= tiram abu,
LE=Lentinus; L= Log, R=Ranting, K=kontrol (serbuk jabon).

10

Hasil nilai C/N yang tinggi dari 70.86% menunjukkan bahwa masa pakai
substrat log masih cukup panjang. Sehingga, jumlah panen pada log diduga dapat
melebihi jumlah panen yang dihasilkan selama penelitian berlangsung.
Pengaruh Media, Jenis dan Interaksi Terhadap Pertumbuhan Jamur
Hasil analisis sidik ragam menyatakan bahwa faktor media jamur, jenis jamur
dan interaksi antara media dan jenis jamur hampir secara keseluruhan memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan jamur yaitu total bobot basah, lama
waktu panen, jumlah tubuh buah, diameter tubuh buah dan Efisiensi Biologi
(Tabel 4).
Tabel 4 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan jamur
Total bobot
Jumlah
Diameter
Lama waktu
basah
tubuh buah tubuh buah
Pengaruh
panen (hari)
(gram)
(buah)
(cm)
Media (p1)
0.002*
0.384th
0.000*
0.150th
Jenis jamur (p2)
0.000*
0.001*
0.000*
0.000*
Interaksi (p1*p2)
0.025*
0.001*
0.000*
0.000*

Efisiensi
Biologi
(%)
0.000*
0.000*
0.000*

Keterangan: Angka-angka dalam tabel adalah nilai F hitung: *perlakuan berbeda sangat nyata pada
taraf 5%; th: perlakuan tidak berpengaruh.

Hasil total bobot basah, lama waktu panen, jumlah tubuh buah, diameter tubuh
buah dan Efisiensi Biologi menunjukkan bahwa bentuk dan sifat media, lingkungan
(fisik, kimia, biologi) dan jenis mempengaruhi pertumbuhan jamur baik secara
vegetatif maupun reproduktif (Suriawira 2002).
Karakter Morfologi Tubuh Buah Secara Makroskopis
Pengamatan morfologi pada masing-masing jenis diamati secara visual. Jenis
jamur yang dikultivasi memiliki karakter morfologi yang berbeda. Karakter
morfologi yang diamati dan diukur antara lain diameter tudung buah, panjang
tangkai, diameter tangkai, bentuk, warna dan tekstur tubuh buah. Karakter
morfologi paling besar nilainya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Karakter morfologi jamur tertinggi pada tiap jenis isolat
Diameter
Jumlah
Panjang rataPerlakuan
tudung jamur
tubuh buah
rata tangkai
(cm)
(buah)
jamur (cm)
KPC
L (3.8) bc
L (10.4) a
L(1.2) ab
KPM
L (4.6) b
L (8.6) a
L (1.3) a
TR
L (2.2) bcd
R (1.3) b
L (1.4) a
HO
R (0.8) cd
K (0.9) b
R (0.8) abcd
LE
K (9.5) a
L (0.3) b
L (0.2) bcd

Diameter rata-rata
tangkai (cm)
L (0.9) abc
L (1.1) a
L (0.6) abcd
K (0.3) bcd
K (0.2) cd

Keterangan: Angka-angka dalam tabel adalah hasil perhitungan uji lanjut Tukey dari nilai rataan
jumlah panen. Taraf yang berbeda huruf artinya berbeda nyata pada taraf 5%; KPC= kuping cokelat,
KPM= kuping merah, TR= Tiram, HO= tiram abu, LE=Lentinus, L= Log, R=Ranting, K=kontrol
(serbuk jabon).

11

Perlakuan L KPM memiliki nilai diameter tudung jamur yang berbeda nyata
yaitu sebesar 4.6 cm. Nilai diameter tudung jamur pada perlakuan L LE memiliki
nilai yang paling tinggi dan berbeda nyata yaitu sebesar 9.5 cm. Berdasarkan
analisis uji lanjut Tukey menghasilkan jumlah tubuh buah pada perlakuan substrat
log dengan jenis jamur kuping memiliki nilai terbesar dan berbeda nyata yaitu
sebesar 8.6-10.4 cm. Sedangkan, pada perlakuan substrat log dengan jamur
Lentinus memiliki nilai rata-rata terkecil yang berbeda nyata dengan jenis jamur
kuping yaitu sebesar 0.3 cm. Jumlah tubuh buah jamur Lentinus memiliki nilai yang
rendah dibandingkan dengan jumlah tubuh buah jamur kuping (Gambar 3).

1a

1b

1c

2a

2b

2c

3a

3b

3c

Gambar 3 Perbedaan karakter morfologi dan pertumbuhan pada tiap jenis
jamur dan pada tiap perlakuan. Keterangan: 1) Jamur Kuping
2) Jamur Tiram 3) Jamur Lentinus (a) Kontrol (b) Log (c) Ranting
Kartika et al. (1995) menyatakan bahwa ukuran suatu tubuh buah dipengaruhi
oleh banyaknya tubuh buah yang terbentuk, semakin sedikit tubuh buah maka tubuh
buah akan semakin tebal/lebar. Hasil jumlah tubuh buah jamur disebabkan oleh
penyerapan nutrisi dari media tanam yang berbeda-beda pada setiap tubuh buah
(Mahmud 2014). Sehingga, diduga bahwa nutrisi yang diserap oleh jamur Lentinus
pada substat digunakan untuk perkembangan tubuh buah. Sedangkan, jenis jamur
kuping menggunakan nutrisinya untuk menumbuhkan tubuh buah lebih banyak.
Setiap jenis jamur memiliki ciri-ciri khusus sebagai pembeda. Perbedaan jenis
jamur kuping yang diuji dapat dilihat pada Gambar 4. Umumnya jamur kuping

12

memiliki warna tubuh buah cokelat hingga cokelat kehitaman tangkai buah jamur
kuping pendek dan menempel pada substrat (Ahmad et al. 2013), tubuhnya
berlekuk-lekuk dan bagian tepinya bergelombang (Utoyo 2010). Tubuh buah jamur
kuping dalam keadaan basah bersifat kenyal (glatinous), licin, dan lentur sedangkan
saat dalam keadaan kering akan berubah menjadi melengkung dan kaku (Ahmad et
al. 2013). jamur kuping yang sudah dapat dipanen memiliki ciri di bagian pinggir
tudung buah jamur sudah tidak melekuk ke dalam dan mekar. Berdasarkan
pengamatan visual terhadap jamur kuping merah dan jamur kuping cokelat
didapatkan bahwa jamur kuping merah memiliki warna cokelat yang lebih gelap
atau cokelat kehitaman dibandingkan jamur kuping cokelat yang memiliki warna
cokelat terang. Selain itu, jamur kuping merah memiliki bentuk tubuh buah yang
tidak beraturan dan lebih kaku dibandingkan bentuk jamur kuping cokelat yang
beraturan dan lebih lentur (Gambar 4).

L KPM

R KPM

R KPC

L KPC

Gambar 4 Morfologi jamur kuping pada tiap perlakuan
Jamur tiram memiliki ciri-ciri tubuh buah berwarna putih sampai putih
kekuningan. Tudungnya seperti tiram, pada bagian bawah tudung terbentuk lapisan
(gills), memiliki tangkai yang berukuran lebih panjang dibandingkan dengan jamur
kuping. Tangkai tidak berada tepat di tengah melainkan menyamping (Chang dan
Miles 1989). Jamur tiram memiliki beberapa jenis, diantaranya adalah jamur tiram
putih (P. ostreatus var. floridae) TR dan jamur tiram abu (P. ostreatus) HO. Jenisjenis jamur tiram dapat diidentifikasi melalui warna pileus. Herliyana (2014)
menyatakan bahwa warna pileus merupakan ciri yang penting pada tingkat spesifik
dan intraspesifik. Pada jenis tertentu jamur tiram mengalami perubahan warna
tubuh buah. Pada isolat yang dikultivasi dilakukan pengamatan visual terhadap
perubahan warna. Warna pileus umumnya adalah putih keruh-cokelat, ada juga
yang berwarna abu-abu dan merah muda (pink). Hasil pengamatan pada penelitian
ini diketahui bahwa pada saat fase awal pembentukan tubuh buah. Isolat P.
ostreatus var. floridae TR memiliki tudung berwarna putih, oleh sebab itu disebut
jamur tiram putih. Sedangkan, isolat P. ostreatus HO memiliki tudung buah
berwarna abu-abu, oleh sebab itu disebut tiram abu (Gambar 5).

13

a

b

Gambar 5 Jenis jamur tiram a) tiram putih b) tiram abu
Hasil pengamatan terhadap warna tudung pada jamur tiram putih dan tiram abu
ini sesuai dengan pernyataan Djarijah dan Djarijah (2001) bahwa jamur tiram putih
P. ostreatus var. floridae TR memiliki tudung berwarna putih susu atau putih
kekuning-kuningan. P. Ostreatus HO memiliki warna tubuh buah putih kekuningkekuningan sampai putih keabu-abuan (Suriawira 2002).
Jamur Lentinus secara alami umumnya ditemukan tumbuh pada pokok kayu
yang telah mati dari berapa spesies yang berkayu keras (Chang dan Miles 1987
dalam Rosa et al. 2013). Jamur ini dilaporkan terdapat enam jenis yang telah diteliti
dan dipublikasian tetapi hanya satu jenis yang berasal dari daerah tropis (Kamerun)
yaitu Lentinus squarrosulus. Jenis Lentinus lainnya adalah Lentinus edodes,
Lentinus trabeum, Lentinus lepideus, Lentinus adhaerens dan Lentinus degener
berasal dari daerah subtropis (Rosa et al. 2013). Hasil laporan penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa literatur dan budidaya yang dilakukan terhadap
jamur Lentinus ini masih terbatas. Sudirman (2005) menyatakan bahwa banyak
jenis jamur Lentinus yang dapat dimakan diantaranya adalah Lentinus sajor-caju
dan Lentinus squarrosullus. Jamur dan Lentinus spp. ini diketahui edibel ketika
masih muda dengan rasa hambar (Herliyana 2014). Di Indonesia ditemukan jenis
Lentinus tuberregium (Delmas 1989 dalam Rosa et al. 2013) dan Lentinus badius
yang dikonsumsi oleh masyarakat Papua Barat (Sudirman 2000).
Bentuk morfologi dan perkembangan tubuh buah dari beberapa spesies Lentinus
dapat diisolasi dan ditumbuhkan pada substrat gergajian (Rosa et al. 2013). Hasil
pengamatan pada fase vegetatif jamur Lentinus yaitu jamur ini memiliki miselium
yang berwarna putih pekat. Miselium dapat memenuhi substrat lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan miselium jenis jamur lainnya. Pada fase
reproduktif, miselium yang berwarna putih berubah menjadi kehitaman dan substrat
menjadi keras dan kompak serta bobot substrat menjadi lebih ringan (Gambar 6).
Hal ini diduga bahwa hal tersebut merupakan salah satu proses yang terjadi
pada jamur Lentinus untuk menghasilkan tubuh buahnya.

a

b

Gambar 6 Morfologi jamur Lentinus a) miselium b) tubuh buah jamur
Manjunathan dan Kaviyarasan (2010) dalam Rosa et al. (2013) melaporkan
bahwa Lentinus spp. mengandung senyawa lentinan yang dapat mematikan sel-sel

14

yang terinfeksi virus HIV pada penderitanya. Lamanya pembentukan tubuh buah
jamur Lentinus diduga karena kandungan lentinan yang terdapat didalamnya.
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi secara visual, diketahui jenis
Lentinus ini memiliki warna tubuh buah putih kekuning-kuningan hingga
kecokelatan. Tubuh buah tipis dan kaku serta liat, berbentuk seperti corong dangkal
hingga dalam, tepinya bergelombang dan lamela tubuh buah jamur pendek, halus
dan sangat rapat. Tangkai tubuh buah berbentuk silindris dengan diameter rata-rata
1.1 cm, dan tinggi rata-rata 2.5 cm. Tangkai ini menjadi penopang tudung yang
melekat pada bagian sentral. Herliyana (2014) menyatakan bahwa Lentinus spp.
memiliki tudung buah seperti payung dan kipas atau pileus, permukaan bagian
tengah berlekuk, di tengah sedikit berbulu, berwarna cokelat hingga krem dengan
bintik-bintik teratur berwarna abu-abu atau hitam, diameter tudung 3-8 cm,
konsistensi lunak (yang masih muda) dan kenyal (yang sudah tua), berdaging putih,
kenyal dan elastis, spasi antar lamela dekat dan sangat rapat dengan jumlah lamela
50-200 lamela per tudung, warna lamela putih hingga krem, dan tangkai berada di
sisi, tidak di tengah (eksentrik), padat, panjang, halus dan berbulu, panjang tangkai
1-4 cm dan diameter 0.5-1.2 cm.
Hama dan Penyakit pada Media dan Tubuh Buah Jamur
Hama dan penyakit menjadi salah satu kendala yang menghambat atau
menurunkan hasil produktifitas kultivasi jamur. Munculnya hama dan penyakit
dipengaruhi oleh kurangnya perawatan terhadap media jamur maupun ruang
tumbuh, sehingga hama dan penyakit mampu menyerang media dan tubuh
buahjamur. Selama pengamatan ditemukan hama berupa kutu putih, ulat jengkal,
kecoa, kepik dan laba-laba yang menyerang tubuh buah. Sedangkan hama yang
ditemukan pada media (baglog) adalah kutu, hal ini diduga karena masa
penggunaan baglog yang sudah lama. Pada media log dan ranting ditemukan sarang
semut, larva dan rayap. Nurjayanti dan Martawijaya (2011) dalam Mahmud (2014)
menyatakan bahwa kandungan nutrisi pada media yang menyebabkan kemunculan
hama. Hama rayap memakan zat selulosa yang terkandung didalam kayu sehingga
sulit dilakukan pengendaliannya (Utoyo 2010).
Selain hama, media dan tubuh buah juga dapat terserang oleh penyakit.
Penyakit pada jamur disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya virus, bakteri,
fungi dan kapang (Utoyo 2010). Jamur parasit merupakan salah satu kontaminan
yang ditemukan pada media substrat maupun tubuh buah, kontaminan ini
menyebabkan kerusakan pada bagian yang terserang.
Trichoderma spp. dan Stimonitis sp. fase plasmodium ini merupakan jenis
jamur parasit penyebab kontaminan yang banyak ditemukan pada tiap jenis media
perlakuan (Gambar 7).

a

b

Gambar 7 Kontaminan a) Trichoderma spp. pada baglog b) Stemonitis sp. pada
fase plasmodium.

15

Trichoderma spp. menghasilkan zat beracun dan enzim hidrolitik yang dapat
mematikan miselium jamur dan dapat menurunkan hasil panen jamur (Achmad et
al. 2012). Bakteri juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab bagi substrat
maupun tubuh buah jamur. Stemonitis sp. dan Physarium spp. merupakan penyakit
jamur lendir yang disebabkan oleh jamur lendir yang terdapat pada substrat dan
tubuh buah jamur. Pada fase plasmodium, Stemonitis sp. ditemukan pada tubuh
buah jamur dalam bentuk seperti jaring-jaring berwarna jingga. Berdasarkan
pengamatan, penyakit jamur lendir memiliki penyebaran yang sangat cepat dan
dapat menular pada media maupun tubuh buah laninnya. Herliyana (2014)
menyatakan bahwa plasmodium akan berkembang menjadi plasmodium dewasa
dan kemudian membentuk tubuh buah dan spora hasil reproduksi seksual (Gambar
8a dan 8b). Selain itu pada substrat log juga tumbuh jamur kontaminan yaitu jamur
Coprinus sp. (Gambar 8c).
Penyebab munculnya jamur kontaminan diduga karena media yang kurang
steril dan kondisi ruangan yang lembab dapat memicu pertumbuhan jenis
kontaminan tersebut. Pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya
penularan pada jenis media maupun tubuh buah lainnya adalah dengan cara
memisahkan media yang terserang jamur ke tempat lain.

a

b

c

Gambar 8 Serangan penyakit jamur lendir a) Stemonitis sp. pada baglog b)
Physarium Spp. pada ranting c) jamur kontaminan (Coprinus sp.) pada log
Suriawira (2002) menyatakan bahwa jamur kontaminan dapat menyebabkan
substrat menjadi busuk dan jamur tidak dapat tumbuh. Pemeliharaan yang
dilakukan pada baglog yaitu dengan cara memisahkan atau membuang baglog yang
terserang jamur kontaminan. Sedangkan pada log dan ranting dapat dilakukan
dengan cara mencuci log dan ranting dengan air mengalir.
Hasil Analisis Komponen Kimia Tubuh Buah Jamur
Jamur kuping dan jamur tiram merupakan jenis jamur pangan yang kandungan
gizinya telah banyak diketahui oleh masyarakat. Jamur kuping, jamur tiram dan
jamur Lentinus memiliki kandungan gizi dan kandungan komponen fungsional.
Jamur kuping mengandung senyawa lentinon dan retiran yang berkhasiat untuk
kesehatan, yakni mencegah penyakit darah tinggi, menurunkan kolesterol darah,
menambah vitalitas dan daya tahan tubuh serta mencegah tumor dan kanker (Chang
et al. 1993 dalam Mahmud 2014).
Berdasarkan hasil analisis komponen kimia yang dilakukan, tiap jamur
memiliki kandungan gizi dan komponen kimia fungsional yang dominan yaitu βglukan yang bermanfaat bagi tubuh (Tabel 6).

16

Tabel 6 Hasil analisis komponen kimia jamur kuping cokelat, jamur kuping merah,
jamur tiram, jamur tiram abu dan jamur Lentinus
parameter

unit

Kadar Air*
Kadar Abu*
Lemak Total*
Protein*
Serat Kasar*
Karbohidrat Total*
β-glukan**
vitamin C***
Vitamin D***
Vitamin B2***
Vitamin B3***

%
%
%
%
%
%
%
ppm
ppm
mg/100g
mg/100g

Hasil
KPC
81.12
0.54
0.12
1.55
2.04
14.64
45.85
ND
0.14
40.32

KPM
82.25
0.53
0.18
1.53
1.11
14.41
46.02
-

TR
92.77
0.71
0.2
1.63
0.44
4.25
32.35
ND
282.28

HO
82.15
1.66
0.38
5.01
1.19
9.51
23.71
-

LE
71.03
1.56
0.41
5.39
3.88
17.73
32.15
-

Keterangan : (*): %basis basah, (**):% basis kering, (***): % dari jamur kering (Kadar air 7.4-7.6%),

(ND) : Not Detected, tidak terdeteksi.

Jenis jamur kuping memiliki kandungan β-glukan paling besar yaitu berkisar
antara 45.85 – 46.02% basis kering. β-glukan merupakan homopolimer glukosa
yang diikat melalui ikatan β-1-3 dan α-(1-6)-glukosida (Ha et al. 2002 dalam
Nurfajarwati 2006). Kandungan β-glukan memiliki berbagai aktivitas biologis
sebagai antitumor, antioksidan, antikolesterol, anti-aging, dan peningkat sistem
imun (Lee et al. 2001). Selain itu senyawa