Deteksi Penyakit Huanglongbing Tanaman Jeruk pada Tingkat Keparahan Berbeda dengan Uji Akumulasi Pati dan Polymerase Chain Reaction

DETEKSI PENYAKIT HUANGLONGBING TANAMAN
JERUK PADA TINGKAT KEPARAHAN BERBEDA
DENGAN UJI AKUMULASI PATI DAN POLYMERASE CHAIN
REACTION

SUCI ADDMAS KALASYANK

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Penyakit
Huanglongbing Tanaman Jeruk pada Tingkat Keparahan Berbeda dengan Uji
Akumulasi Pati dan Polymerase Chain Reaction adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Suci Addmas Kalasyank
NIM A34100017

iv

ABSTRAK
SUCI ADDMAS KALASYANK. Deteksi Penyakit Huanglongbing Tanaman
Jeruk pada Tingkat Keparahan Berbeda dengan Uji Akumulasi Pati dan
Polymerase Chain Reaction. Dibimbing oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN.
Huanglongbing yang disebabkan oleh bakteri Liberobacter asiaticus yang di
Indonesia dikenal sebagai citrus vein phloem degeneration (CVPD) merupakan
penyakit paling penting pada tanaman jeruk yang menyebabkan tanaman
mengalami gangguan translokasi hasil fotosintesis. Tanaman yang terinfeksi
mengalami klorosis yang tidak teratur secara asimetris pada bagian daun. Gejala
huanglongbing pada tanaman mirip dengan gejala kekurangan hara mikro.

Penelitian ini meliputi pengamatan tanaman yang terinfeksi huanglongbing
berdasarkan gejala eksternal di lapangan dan gejala internal menggunakan uji
akumulasi pati di laboratorium. Keberadaan patogen juga dikonfirmasi dengan
menggunakan teknik deteksi molekuler polymerase chain reaction (PCR).
Tanaman di lapangan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
Bagian tanaman yang dideteksi adalah bagian daun yang menunjukkan maupun
tidak menunjukkan gejala klorosis dan bagian ranting. Tanaman dengan tingkat
keparahan berat ditunjukkan dengan kerdilnya tajuk yang disertai klorosis daun
yang eksesif. Sedangkan tanaman dengan tingkat gejala ringan memiliki tajuk
yang normal, namun daunnya mengalami klorosis. Tanaman sehat memiliki tinggi
tajuk normal dan daunnya berwarna hijau. Daun-daun yang mengalami klorosis
akibat huanglongbing memiliki bentuk daun lebih lanset dibandingkan daun yang
sehat. Daun-daun yang mengalami klorosis dari tanaman pada tingkat keparahan
berat dan ringan umumnya disertai dengan terjadinya akumulasi pati pada bagian
floem, namun berdasarkan deteksi patogen dengan PCR, keberadaan akumulasi
pati pada bagian daun tidak selalu menunjukkan hasil positif keberadaan patogen.
Deteksi patogen dengan PCR memberikan hasil positif yang lebih banyak pada
petiol dan tulang daun dibandingkan pada ranting. Kepekaan deteksi ditingkatkan
dengan pengenceran DNA hasil isolasi yang digunakan sebagai template dalam
PCR.

Kata kunci: CVPD, huanglongbing, Liberobacter asiaticus, PCR, akumulasi pati.

vi

ABSTRACT
SUCI ADDMAS KALASYANK. Detection of Huanglongbing Disease of Citrus
at Different Severity Levels Using Starch Accumulation Test and Polymerase
Chain Reaction. Supervised by KIKIN HAMZAH MUTAQIN.
Huanglongbing also known as citrus vein phloem degeneration (CVPD) in
Indonesia is the most important disease of citrus that causes impaired
translocation of plant photosynthesis products. The symptom of infected plants is
asymmetrical chlorosis referred to as blotchy mottle. This abnormality resemble to
nutrient deficiency symptoms. This research was conducted to detect the causal
agent from infected citrus plant at different levels of disease severity by using
starch accumulation test and polymerase chain reaction technique.Plant samples in
the field are categorized into three disease severity levels, i.e. healthy, light, and
severe. Leaf midribs and twigs are used in detection of the disease. Plants with
severe symptom undergo canopy stunting with excessive leave chlorosis, whereas
plants with light severity have normal canopy, but the leaves still undergo
chlorosis. Healthy plants have a normal height and green leaves. Plants with

heavy and light severity showed more lanceolate leaves than that of healthy
plants. Chlorotic leaves also showed internal symptom as starch accumulation in
their phloems. However, the presence of starch accumulation in the leave phloems
do not always followed by positive resultwith PCR molecularly detection. PCR
detection for pathogen in leaf petiols and midribs showed more positive results
than that in twigs. Detection sensitivity was improved by dilution of isolated DNA
used as template in PCR reaction.
Keywords: CVPD,
accumulation.

huanglongbing,

Liberobacter asiaticus,

PCR,

starch

viii


©Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar bagi IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

x

DETEKSI PENYAKIT HUANGLONGBING TANAMAN
JERUK PADA TINGKAT KEPARAHAN BERBEDA
DENGAN UJI AKUMULASI PATI DAN POLYMERASE CHAIN
REACTION

SUCI ADDMAS KALASYANK

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

xii

Judul Usulan

: Deteksi Penyakit Huanglongbing Tanaman Jeruk pada
Tingkat Keparahan Berbeda dengan Uji Akumulasi Pati dan

Polymerase Chain Reaction
Nama Mahasiswa : Suci Addmas Kalasyank

NIM

: A34100017

Disetujui oleh



..

Dr Ir Kikin Hamzah Mutaq in, MSi
Dosen Pembimbing

Asih Nawangsih, MSi
epartemen Proteksi Tanaman

Tlnggal Lulus:

2 2 SEP 1U1l


xiv

PRAKATA
Bismillahirrohmanirrohim,
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“Deteksi Penyakit Huanglongbing Tanaman Jeruk pada Tingat Keparahan
Berbeda dengan Uji Akumulasi Pati dan Polymerase Chain Reaction”
dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman dan pengamatan penyakit dilakukan di lahan pertanaman jeruk desa
Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin,
MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
pengarahan, saran, dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan
terima kasih juga diberikan kepada Dr Ir Supramana MSi selaku dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran selama
proses kegiatan belajar di Departemen Proteksi Tanaman. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Pudjianto MSi selaku dosen penguji
tamu yang telah memberikan banyak saran dalam proses penulisan skripsi. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Yunus pemilik

pertanaman jeruk di Desa Situ Gede tempat penelitian dilaksanakan. Ucapan
terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman anggota Laboratorium
Bakteriologi Tumbuhan yaitu Kak Tatit, Kak Rizal, Ibu Indri, Ibu Arini, Bang
Rois, Risna, Imam, dan Lutfi yang telah memberikan bantuan dan saran selama
pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Terima kasih kepada teman-teman
Departemen Proteksi Tanaman angkatan 47, Hagia, Ridho, Mas Dhanu, Bang
Satria, Mas Mul, Aziz, Ofin, dan Imam atas dukungan dan bantuan yang telah
diberikan. Terima kasih kepada sahabat Bilyan, Kiki, Beno, Uyuy, Titah, Syifa,
Dwi Ayu, Retno, Riri, Mey, Ity, Tri, dan Yusuf Ardhika Atmaji atas kebersamaan
dan dukungan selama masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih kepada Allah SWT telah menghadirkan Pae, Bue, dan
keluarga besar Penulis yang selalu mencurahkan kasih sayang, doa, dan dukungan
tiada henti.
Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya mengenai penyakit huanglongbing di Indonesia.

Bogor, September 2015
Suci Addmas Kalasyank

xvi


1

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Metode Penelitian
Penentuan Contoh Tanaman dan Pengamatan Gejala Penyakit
Deteksi Keberadaan Patogen Penyebab Huanglongbing dengan
Uji Akumulasi Pati

3

Deteksi Keberadaan Patogen Penyebab Huanglongbing dengan
Polymerase Chain Reaction


3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Eksternal Penyakit Huanglongbing
Gejala Internal Uji Akumulasi Pati pada Tanaman Jeruk
Deteksi Patogen Huanglongbing dengan PCR pada Tanaman Jeruk
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
2
2
3
3
3

5
7
8
13
13
14
17
21

2

1

DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman jeruk pada tingkat keparahan gejala berbeda: berat (B), ringan
(R), dan tidak bergejala (T)
2 Daun bergejala (I) dan tidak bergejala (H) klorosis dari tanaman dengan
keparahan penyakit berat (B), ringan (R), dan tidak bergejala (T)
sebanyak tiga ulangan.
3 Akumulasi pati ibu tulang daun jeruk menggunakan mikroskop cahaya
dengan perbesaran 100 kali
4 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk huanglongbing pada tulang
daun dan ranting (r) daun bergejala (I) dan tidak bergejala (H) klorosis
dari tanaman dengan keparahan penyakit Berat (B), Ringan (R), dan
Tidak bergejala (T)
5 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk huanglongbing terhadap
contoh DNA templat dengan pengenceran pada 10 -1 dari tulang daun dan
ranting (r) daun bergejala (I) dan tidak bergejala (H) klorosis dari
tanaman dengan keparahan penyakit Berat (B), Ringan (R), dan Tidak
bergejala (T)

5
6
9

10

11

DAFTAR TABEL
1 Tinggi dan lebar tajuk tanaman jeruk pada berbagai keparahan penyakit
huanglongbing
2 Panjang, lebar, dan rasio daun tanaman jeruk pada berbagai tingkat
keparahan penyakit huanglongbing
3 Perbandingan panjang, lebar, dan rasio daun berdasarkan tingkat klorosis
gejala huanglongbing
4 Intensitas akumulasi pati pada bagian ibu tulang daun tanaman jeruk

5
7
7
8

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

Larutan Penyangga CTAB
Data tinggi dan lebar tajuk tanaman
Data Panjang daun bergejala dan tidak bergejala klorosis (cm)
Data Lebar daun bergejala dan tidak bergejala klorosis (cm)
Data Rasio Panjang terhadap Lebar daun bergejala dan tidak bergejala
klorosis (cm)
6 Analisis ragam panjang daun bergejala dan tidak bergejala klorosis
7 Analisis ragam lebar daun bergejala dan tidak bergejala klorosis
8 Analisis ragam rasio daun bergejala dan tidak bergejala klorosis

18
18
18
18
19
19
20
20

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Huanglongbing yang di Indonesia lebih dikenal sebagai citrus vein phloem
degeneration (CVPD) merupakan penyakit utama pada tanaman jeruk di berbagai
wilayah di dunia (Sutton et al. 2005). Penyakit ini pertama kali dilaporkan di
negara China pada tahun 1894. Penyakit huanglongbing mulai dilaporkan di
Indonesia sekitar awal tahun 1948 (Graca 2008). Jutaan jeruk di pulau Jawa mati
karena terinfeksi penyakit huanglongbing (Tirtawidjaja 1964). Saat ini penyakit
huanglongbing diduga telah menyebar di seluruh Indonesia.
Lafleche dan Bové pada tahun 1970 menyatakan bahwa penyebab dari
penyakit huanglongbing adalah sejenis bakteri dari subdivisi α-Proteobacteria
(bakteri gram negatif). Bakteri ini belum dapat dikulturkan dalam media buatan
sehingga belum memenuhi kriteria lengkap untuk mendeskripsikan sebagai suatu
spesies maka klasifikasinya masih dalam status Candidatus (Murray dan Schleifer
1994). Bakteri penyebab huanglongbing diketahui terdiri atas tiga spesies, yaitu
Ca. Liberobacter asiaticus yang pertama kali ditemukan di Asia, Ca.
Liberobacter africanus di Afrika dan Ca. Liberobacter americanus di Benua
Amerika (Chung dan Brlansky 2005).
Penyakit huanglongbing tidak menular secara mekanis, namun dapat
ditularkan melalui perbanyakan vegetatif (grafting dan okulasi) dan oleh serangga
vektor dari famili Psyllidae; yaitu Trioza erytreae (Ca. L. africanus) dan
Diaphorina citri (Ca. L. asiaticus dan Ca. L. americanus) (Li et al. 2005). Bakteri
penyebab penyakit huanglongbing juga dapat ditularkan melalui tali putri
(Cuscuta campestris) (Bové dan Teixeira 2005). Pada umumnya bibit jeruk
ditanam petani berupa sambungan okulasi batang atas-batang bawah. Penggunaan
batang atas atau batang bawah dari tanaman yang telah terinfeksi penyakit
menjadi salah satu cara penyakit huanglongbing mudah menyebar. Metode deteksi
penyakit yang cepat dan akurat diperlukan sebelum melakukan proses
penyambungan atau okulasi sehingga diperoleh bahan perbanyakan yang
terkonfirmasi bebas huanglongbing.
Tanaman terinfeksi penyakit huanglongbing mengalami klorosis pada daun
secara asimetris antara sisi kiri dan kanan ibu tulang daun. Gejala ini dapat
ditemukan baik pada daun muda maupun daun tua pada tingkat keparahan tinggi.
Pada tanaman muda, infeksi dapat mengakibatkan lambatnya perkembangan
kuncup, daun menjadi lebih kecil, dan warna daun tidak hijau sempurna. Gejala
akan diawali dengan blotching pada daun di cabang-cabang tertentu diiringi
pertumbuhan tunas air yang lebih banyak daripada tanaman normal (Dwiastuti
2001). Setiap varietas tanaman menunjukkan gejala klorosis yang berbeda. Jika
gejalanya berat, daun menjadi lebih kaku, menebal, dan mengalami pengerasan
pada tulang daun. Tajuk tanaman sakit dapat menguning secara keseluruhan serta
mengalami dieback yang parah (Capoor 1963). Buah yang akan masak pada
tanaman terinfeksi mengalami perubahan warna buah yang dimulai dari ujung
peduncular, sedangkan buah pada tanaman sehat mengalami perubahan warna
buah dari ujung stilar (Bové 2006). Selain itu, buah yang dihasilkan oleh tanaman
terinfeksi tidak menguning dengan sempurna. Benih yang terkandung dalam buah
juga mengalami aborsi (Rosales dan Burns 2010).

2
Tanaman terinfeksi dapat menunjukkan gejala internal berupa akumulasi
pati yang terjadi akibat gangguan proses pengangkutan hasil fotosintesis.
Gangguan proses pengangkutan mengakibatkan tanaman mengalami klorosis.
Gejala klorosisnya sering disalahartikan sebagai kekurangan hara karena klorosis
akibat penyakit huanglongbing mirip dengan gejala kekurangan hara Zink (Zn)
(Timmer et al. 2003).
Deteksi dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) sejauh ini
merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik dalam menentukan
keberadaan suatu bakteri (Hocquellet et al. 1999). Akan tetapi deteksi
menggunakan PCR masih relatif mahal, membutuhkan alat khusus, dan
keterampilan yang mendukung. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan evaluasi
uji akumulasi pati sebagai alternatif dalam mendeteksi penyakit huanglongbing.
Keberadaan akumulasi pati pada tanaman jeruk dapat menjadi indikator bahwa
tanaman tersebut telah terinfeksi penyakit.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeteksi keberadaan Liberobacter
asiaticus pada bagian tanaman jeruk dengan berbagai tingkat keparahan
menggunakan uji akumulasi pati dan metode PCR.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mendeteksi keberadaan
penyakit huanglongbing dan patogennya secara efektif dan efisien.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan
lahan jeruk milik petani Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat pada Agustus 2014 hingga November 2014.
Metode
Penentuan Contoh Tanaman dan Pengamatan Gejala Penyakit
Tanaman jeruk yang digunakan adalah tanaman jeruk limau (Citrus
amblycarpa) berumur 1.5 tahun milik petani di Desa Situgede, Kecamatan Bogor
Barat, Kabupaten Bogor. Contoh tanaman dikategorikan berdasarkan tingkat
keparahan gejala klorosis menjadi tiga tingkat, yaitu gejala berat (B), ringan (R),
dan tidak bergejala (T). Tanaman yang tidak bergejala merupakan tanaman sehat
yang juga dijadikan sebagai kontrol. Untuk setiap tingkat keparahan masingmasing diambil tiga ulangan. Tajuk tanaman diukur panjang, lebar, dan tingginya.
Setiap ulangan tanaman dari ketiga tingkat keparahan dibagi menjadi bagian
daun yang menunjukkan gejala klorosis dan tidak menunjukkan gejala klorosis.
Berdasarkan pengelompokan tersebut dipilih masing-masing 15 contoh daun
kemudian diukur panjang, lebar, dan rasio panjang:lebar.
Deteksi Patogen Penyebab Huanglongbing dengan Uji Akumulasi Pati
Tanaman contoh diambil beberapa daunnya untuk dilakukan uji akumulasi
pati. Pengambilan contoh daun setiap tanaman dibagi menjadi daun bergejala dan
tidak bergejala. Uji akumulasi pati ini merupakan metode yang digunakan oleh
Noordam (1973) dengan sedikit modifikasi.
Daun tanaman contoh direndam dalam alkohol 70% mendidih pada suhu
o
maksimal 80 C untuk melepas klorofil hingga daun nampak putih agak
transparan. Ibu tulang daun diiris melintang dan direndam dalam larutan pewarna.
Larutan tersebut dibuat dengan cara mencampurkan Iodin (I2) 2% dan Kalium
Iodida (KI) 6%. Setiap 1,5 ml larutan tersebut ditambahkan 30 ml asam laktat.
Preparat lalu diamati menggunakan mikroskop pada perbesaran 100 kali.
Deteksi Patogen Penyebab Huanglongbing dengan Polymerase Chain
Reaction
Contoh tanaman yang telah dikelompokkan menjadi bagian tanaman
bergejala dan tidak bergejala dipisahkan bagian daun dan ranting. Daun diambil
bagian tulang daunnya dan ditimbang sebanyak 0.1 gram. Bagian ranting diambil
bagian kulitnya hingga terlihat jaringan kayu dan ditimbang sebanyak 0.1 gram.
Masing-masing contoh jaringan tanaman tersebut dilakukan ekstraksi DNA
menggunakan metode dari Doyle dan Doyle (1990). Ekstraksi dilakukan dengan
menggerus contoh pada mortar dingin. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam
tabung ependorf kemudian disuspensikan dengan campuran buffer CTAB yang
o
mengandung 1% merkaptoethanol yang telah dihangatkan pada suhu 60 C. Hasil
gerusan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf, lalu dihangatkan dalam suhu 60

4
o

C selama 1 jam. Setiap 10 menit tabung dibolak-balikkan supaya suspensi tetap
homogen. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada 5000 rpm selama 5 menit.
Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru. Ke dalam supernatan ditambahkan
500 µl kloroform:isoamil alkohol (24:1) dan divortex selama 5 menit. Suspensi
disentrifuse pada 12000rpm selama 15 menit dan diambil cairan bening pada
lapisan epifasenya. Kemudian ditambahkan NaOAc 3 M pH 5.2 sebanyak 1/10
dari epifase yang dimasukkan ke dalam tube baru. Selanjutnya ditambahkan
isopropanol sebanyak 2/3 campuran epifase dan NaOAc. Tabung dibolak-balikkan
o
perlahan. Suspensi diinkubasi pada suhu -20 C selama 24 jam. Suspensi
disentrifuse pada 12000 rpm selama 10 menit. Bagian supernatan dibuang, lalu
o
endapan DNA dicuci dengan ethanol 70% dingin (20 C) dan disentrifuse pada
12000 rpm selama 5 menit. Bagian supernatan dibuang dan pelet dikeringkan
selama 1 jam. Pelet kemudian diresuspensikan dengan ddH2O atau buffer TE
sebanyak 30 µl.
DNA hasil ekstraksi dijadikan cetakan (template) dalam reaksi PCR. Setiap
1 µl contoh hasil ekstraksi ditambahkan 12.5 µl DREAM Taq Green PCR Master
Mix 2 X (PCR buffer, MgCl2, dNnTPs (AGCT), taq polymerase), 1µl primer
forward A2 (5‟-TATAAAGGTTGACCTTTCGAGTTT-3‟), 1 µl primer reverse
J5 (5‟-ACAAAAGCAGAAATAGCA CGAACAA-3‟) (Ruangwong &
Akarapisan 2006), dan 9.5 µl ddH2O, sehingga total campuran adalah 25 µl.
Kondisi PCR yang digunakan adalah denaturasi awal 92 oC selama 2 menit,
denaturasi pada 94oC selama 1 menit, annealing pada 55oC selama 30 detik,
ekstensi pada 72oC selama 1 menit, ekstensi akhir pada 72oC selama 10 menit,
dan diakhiri dengan suhu 4 oC. Tahap berurutan denaturasi, annealing, dan
ekstensi diulang sebanyak 40 kali. Reaksi amplifikasi ini menggunakan mesin
PCR Gene AMP PCR System 9700.
DNA hasil amplifikasi dielektroforesis menggunakan gel agarose 1%. Gel
agarose dilarutkan menggunakan buffer TAE 2X. DNA yang dielektroforesis
adalah sebanyak 5 µl. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 75 volt selama 30
menit. Hasil elektroforesis divisualisasi menggunakan transiluminator UV. Untuk
memperkirakan ukuran DNA digunakan marker VC 1kb DNA Ladder (Vivantis).
Contoh positif ditunjukkan dengan keberadaan pita DNA pada 703 pb.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Eksternal Penyakit Huanglongbing
Tanaman jeruk berumur 1.5 tahun yang dikategorikan tidak bergejala
memiliki tinggi lebih dari 2 meter dan keseluruhan daun berwarna hijau.
Tanaman jeruk dengan kategori keparahan berat menunjukkan klorosis eksesif
hampir pada seluruh daun dan tajuk tampak kerdil. Sedangkan tanaman dengan
kategori keparahan ringan menunjukkan klorosis pada sebagian daun namun
masih memiliki tinggi tajuk tidak berbeda nyata dengan tanaman sehat (Tabel 1
dan Gambar 1).
Tabel 1 Tinggi dan lebar tajuk tanaman jeruk pada berbagai keparahan penyakit
huanglongbing

a

Tingkat gejala
Berat
Ringan
Tidak Bergejala

Tinggi tajuk (cm)
103.3a
229.0b
247.6b

Lebar tajuk (cm)
46.7a
123.0b
155.0c

Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata dengan
Uji Berganda Duncan pada taraf 5%

B

R

T

Gambar 1 Tanaman jeruk pada tingkat keparahan gejala berbeda: berat (B), ringan
(R), dan tidak bergejala (T)
Tanaman sakit mengalami nekrosis pada bagian floem ang tersebar secara
tidak teratur pada sistem pembuluh daun-daun dewasa, sehingga menghambat
aliran translokasi fotosintat. Abnormalitas anatomis yang lain sebagai akibat
penghambatan translokasi fotosintat adalah terdapatnya akumulasi pati di dalam
plastid. Aktivitas kambium yang terganggu mengakibatkan pembentukan floem
yang berlebihan namun akhirnya mengalami nekrosis (Schneider 1968). Infeksi
penyakit huanglongbing mempengaruhi proses pemindahan hara mikro dari
xylem ke seluruh bagian tanaman. Hara yang tidak diserap secara sempurna
mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh secara optimal. Penyerapan hara
yang terganggu pada tanaman jeruk yang terinfeksi menimbulkan gejala pada
daun berupa klorosis. Gejala dari penyakit huanglongbing meliputi klorosis yang
tidak teratur dan asimetris pada kedua sisi daun (Bassanezi et al 2009). Namun

6
tidak semua gejala yang ditemukan di lapangan memiliki klorosis yang asimetris.
Terdapat pula daun yang menunjukkan gejala simetris (Gambar 2). Pada tanaman
B1, B2, R1, dan R3, daun bergejala menunjukkan klorosis pada bagian tulang
daun dan menguning di beberapa bagian daun. Klorosis pada daun dapat terlihat
dari bagian depan dan belakang daun. Pada tanaman B3 dan R3, daun yang
bergejala mengalami klorosis pada seluruh bagian daun secara merata, namun
bagian tulang daun masih tetap hijau.
Daun pada tanaman yang terinfeksi mengalami pengerasan pada bagian
tulang daun sehingga ketika diraba maka daun akan terasa lebih kaku dan
cenderung lebih melengkung kedua tepinya ke arah dalam. Daun baru yang
muncul tidak mengalami pengerasan pada bagian tulang daun, namun ukurannya
lebih kecil jika dibandingkan dengan daun baru pada tanaman sehat. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya hara yang dibutuhkan untuk membentuk daun baru
dengan ukuran normal (Gambar 2). Menurut Su dan Huang (1990), pengerasan
tulang daun berhubungan dengan xylem primer yang mengalami penonjolan ke
epidermis. Hasil penelitian Aubert et. al (1985) dan Graca (1991) menunjukkan
bahwa pada daun yang bergejala huanglongbing didapatkan kandungan Pottasium
yang tinggi dan Kalsium, Magnesium, serta Zink yang lebih rendah.

BI

BH

RI2

RI3

RI1

Gambar 2 Daun bergejala (I) dan tidak bergejala (H) klorosis dari tanaman
dengan keparahan penyakit Berat (B), Ringan (R), dan Tidak
bergejala (T).

7
Pada setiap tanaman dilakukan pengukuran panjang, lebar, dan rasio
panjang terhadap lebar daun (Tabel 2). Daun pada tanaman dengan tingkat
keparahan berat memiliki ukuran panjang dan lebar yang lebih pendek
dibandingkan dengan tanaman tingkat keparahan ringan maupun tidak bergejala.
Rasio panjang terhadap lebar daun dari tanaman bergejala berat lebih tinggi dan
berbeda nyata jika dibandingkan dengan bergejala ringan maupun tidak bergejala.
Hal ini menunjukkan bahwa daun terinfeksi memiliki bentuk yang lebih lanset.
Jika dibandingkan antara daun bergejala klorosis dan tidak bergejala pada
tingkat keparahan yang sama maka daun dengan gejala klorosis memiliki ukuran
yang lebih panjang, namun memiliki lebar yang lebih pendek. Daun bergejala
klorosis memiliki daun yang lebih lanset dibandingkan daun tanpa gejala klorosis
(Tabel 3).
Tabel 2 Panjang, lebar, dan rasio panjang:lebar daun tanaman jeruk pada
berbagai tingkat keparahan penyakit huanglongbing
Tingkat
keparahan
Berat
Ringan
Tidak Bergejala

Ukuran dauna (cm)
Lebar
Rasio panjang:lebar
1.87c
2.11a
3.10b
1.62b
4.69a
1.65b

Panjang
3.85c
5.14b
6.46a

a

Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata dengan
Uji Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 3 Perbandingan panjang, lebar, dan rasio daun berdasarkan tingkat klorosis
gejala huanglongbing
Keparahan
tanaman
Berat
Ringan
Tidak bergejala

Gejala daun
klorosis
non klorosis
klorosis
non klorosis
non klorosis
non klorosis

Panjang (cm)
Ratarata
3.86
3.85
5.19
5.10
6.46
6.46

Std
dev
0.51
0.61
0.51
0.53
0.90
0.81

Lebar (cm)
Ratarata
1.91
1.84
3.17
3.03
4.70
4.68

Std
dev
0.19
0.35
0.59
0.61
1.44
1.46

Rasio
panjang:lebar (cm)
RataStd dev
rata
2.13
0.21
2.10
0.21
1.63
0.34
1.61
0.36
1.61
0.33
1.70
0.51

Gejala Internal Uji Akumulasi Pati pada Tanaman Jeruk
Kadar pati di dalam daun tanaman yang terinfeksi lebih tinggi dibandingan
di dalam tanaman sehat. Pada tingkat keparahan berat dan ringan baik pada daun
yang menunjukkan gejala maupun yang tidak bergejala terdapat bagian berwarna
ungu kehitaman di bagian parenkim tulang daun (Tabel 4).
Tanaman jeruk yang terinfeksi dan bergejala klorosis mengalami akumulasi
pati pada bagian floem (Fan et al 2010). Luas area yang berwarna ungu kehitaman
menunjukkan area yang terinfeksi bakteri L. asiaticus. Perbedaan luas area
terinfeksi setiap daun dipengaruhi oleh konsentrasi dan daya invasi bakteri di
dalam jaringan tanaman (Gambar 3).
Kekurangan hara mikro tersebut menyebabkan gangguan pada proses
fotosintesis dan penyebaran hasil fotosintesis. Masuknya patogen ke dalam sel
floem menyebabkan reaksi molekul antara floem dan patogen. Diduga L. asiaticus

8
menghasilkan toksik yang mengganggu metabolisme tanaman (Wirawan et. al.
2004), sehingga tanaman mengalami gangguan dalam memenfaatkan hara
maupun hasil fotosintesis dan menunjukkan gejala klorosis.
Tabel 4 Intensitas akumulasi pati pada bagian ibu tulang daun tanaman jeruk
Keparahan tanaman
Berat

Gejala daun
klorosis
non klorosis

Ringan

klorosis
non klorosis

Tidak bergejala
a

non klorosis

Ulangan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

Tingkat akumulasi patia
+++
++++
++
++
++++
++++
++
++
+
++
+
+
-

Keterangan: + + + + = sangat banyak, + + + = banyak, + + = sedikit, + = sangat sedikit, - = tidak ada.

Deteksi Patogen Huanglongbing dengan PCR pada Tanaman Jeruk
Hasil deteksi keberadaan L. asiaticus pada organ tanaman jeruk
menggunakan PCR standar (tanpa optimasi) yang disajikan pada Gambar 4
ditunjukkan bahwa hasil positif pada contoh daun bergejala klorosis baik yang
berasal dari tanaman dengan keparahan berat (tiga contoh BI1, BI2, dan BI3)
maupun tanaman keparahan ringan (dua contoh, yaitu dengan kode RI1 dan RI2).
Dengan PCR standar, bagian ranting daun dengan gejala klorosis yang
memberikan hasil positif hanya pada satu contoh tanaman saja yaitu tanaman
dengan tingkat keparahan berat (Contoh kode BIr1). Sedangkan pada daun dan
ranting tanpa klorosis baik pada tanaman keparahan penyakit berat dan ringan
tidak ditemukan hasil positif. Hasil positif tidak ditemukan pada ekstraksi DNA
patogen dari tanaman tanpa gejala penyakit huanglongbing.
Untuk mengonfirmasi hasil deteksi PCR standar tersebut di atas dari adanya
hasil negatif semu (false negatif) atau kemungkinan adanya zat penghambat
dalam DNA hasil isolasi maka dilakukan optimasi dengan amplifikasi PCR
menggunakan DNA template yang berasal dari pengenceran DNA total sebesar
10-1 dari contoh tanaman yang menunjukkan hasil negatif pada PCR standar.
Hasil PCR optimasi ini (Gambar 5) menunjukkan bahwa hasil positif diperoleh
pada ranting dari daun dengan gejala klorosis (BIr2) dan pada daun tanpa gejala
klorosis pada tanaman dengan tingkat keparahan berat (Contoh kode BH2). Lebih
jauh lagi, pada tanaman dengan tingkat keparahan ringan ditemukan pula hasil
positif pada daun klorosis (RI3) dan ranting baik dari yang daunnya bergejala
klorosis (RIr3) maupun ranting dari daun tanpa gejala klorosis (RHr2).
Sedangkan pada tanaman tanpa gejala penyakit tetap tidak ditemukan hasil
positif.

9

BI1

BI2

BH1

BH2

RI1

RI2

BI3

BH3

RI3

RH1

RH2

RH3

T1

T2

T3

Gambar 3 Akumulasi pati ibu tulang daun klorosis (I) dan non klorosis (H) dari
tanaman dengan keparahan penyakit Berat (B), Ringan (R), dan Tidak
bergejala (T) menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100
kali.

10

Gambar 4 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk huanglongbing pada
tulang daun dan ranting (r) daun bergejala (I) dan tidak bergejala (H)
klorosis dari tanaman dengan keparahan penyakit Berat (B), Ringan
(R), dan Tidak bergejala (T)

11

Gambar 5 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk huanglongbing terhadap
contoh DNA templat dengan pengenceran pada 10-1 dari tulang daun
dan ranting (r) daun bergejala (I) dan tidak bergejala (H) klorosis dari
tanaman dengan keparahan penyakit Berat (B), Ringan (R), dan Tidak
bergejala (T)

12
Hasil positif deteksi PCR standar pada bagian ranting cenderung sulit
diperoleh dibaningkan dari daun, namun dapat ditingkatkan dengan pengenceran
terlebih DNA hasil isolasi sebelum dijadikan template dalam PCR (optimasi).
Hal ini kemungkinan disebabkan bahwa keberadaan bakteri (titer) dalam ranting
lebih sedikit dibandingkan dalam floem daun, di samping konsentrasi zat
penghambat PCR dalam jaringan ranting mungkin lebih tinggi dibandingkan
dalam daun. Menurut Wirawan et. al. (2004), bakteri penyakit huanglongbing
merupakan bakteri yang menyebar melalui seluruh jaringan floem pada tanaman,
akan tetapi jumlah inokulum bakteri tidak merata pada setiap jaringan.

13
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Tanaman yang mengalami penyakit huanglongbing mengalami gangguan
dalam pertumbuhan dan perkembangan yang ditunjukkan dengan semakin parah
penyakit maka tajuk tanaman menjadi semakin kerdil yang disertai dengan ukuran
daun yang semakin kecil dan perubahan bentuk daun menjadi semakin lanset.
Tanaman sakit memiliki daun baik yang telah mengalami klorosis dan maupun
daun yang non klorosis. Semakin parah tingkat penyakit maka semakin banyak
daun yang mengalami klorosis berat. Daun-daun non klorosis dari tanaman pada
berbagai tingkat keparahan tidak menunjukkan perbedaan ukuran maupun
perubahan bentuk. Daun yang mengalami klorosis pada tanaman sakit mengalami
gangguan internal pada proses penyebaran hasil fotosintesis yang ditunjukkan
dengan adanya akumulasi pati pada bagian parenkim ibu tulang daun. Konfirmasi
keberadaan bakteri L. asiaticus sebagai patogen huanglongbing dengan teknik
PCR menunjukkan bahwa dari semua daun-daun yang mengalami klorosis dan
akumulasi pati, baik pada tanaman gejala berat maupun tanaman gejala ringan
hanya beberapa saja menunjukkan hasil PCR positif terutama dengan keparahan
berat. Hasil positif PCR menjadi lebih banyak termasuk dengan keparahan ringan
setelah dilakukan optimasi melalui pengenceran DNA template. Deteksi PCR dari
tangkai dan ibu tulang daun lebih banyak memberikan hasil positif daripada dari
bagian ranting.
Saran
Perlu dilakukan analisis lanjut penyebab akumulasi pati pada daun serta perlu
diteliti kejadian akumulasi pati dan PCR pada bagian tanaman lainnya seperti
buah, akar, dan ranting.

14

DAFTAR PUSTAKA
Aubert B, Garnier M, Guillaumin D, Herbagyandono B, Setiobudi L, Nurhadi F.
1985. Greening, a serious threat for the citrus productions of the Indonesian
Archipelago. Future prospects of integrated control. Fruits. 40(1): 549-563.
Bassanezi RB, Montesino LH, Stuchi ES. 2009. Effect of huanglongbing on fruit
quality of sweet orange cultivars in Brazil. J Plant Pathol. 125(1):565-572.
Bové JM. 2006. Huanglongbing: a destructive, newly-emerging, century-old
disease of citrus. J Plant Pathol. 88(1):7-37.
Bové JM dan Teixeira DC. 2005. Diagnostics of huanglongbing: detection of the
causal liberibacters, Candidatus Liberibacter asiaticus, Ca. L. Africanus, and
Ca. L. Americanus, in plants and insects by electron microscopy, DNA
hybridization, and PCR. Di dalam: Gotwalld TR, Dixon WN, Graham JH,
Berger P, editor. Proceedings of the International Citrus Canker and
Huanglongbing Research Workshop; 2005 November 7-11; Orlando.
Orlando (US): United States Department of Agriculture, Agricultural
Research Service. hlm 55-56
Capoor SP. 1963. Decline of citrus trees in India. Sci India. 24(1):48-64.
Chung KR, Brlansky RH. 2005. Citrus diseases exotic to Florida: huanglongbing
(citrus greening) [Fact Sheet PP-210]. Gainesville (US): University of
Florida IFAS Extension. hlm 1-4. Tersedia pada http://edis.ifas.ufl.edu.
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. A rapid total DNA preparation procedure for fresh
plant tissue. Focus. 12(1):13-15.
Dwiastuti ME. 2001. Perkembangan deteksi penyakit CVPD jeruk di Indonesia,
aplikasi dan implikasi pengendaliannya. Seminar dan Pameran Nasional
Hortikultura. 2001 Nov 7-11. Malang (ID): Universitas Brawijaya
Fan J, Chen C, Brlansky RH, Gmitter Jr FG, Li ZG. 2010. Changes in
carbohydrate metabolism in Citrus sinensis infected with „Candidatus
Liberibacter asiaticus‟. J Plant Pathol. 59:1037-1043
Graca JV. 1991. Citrus greening disease. Annu Rev Phytopathol. 29:109–136.
Graca JV. 2008. Biology, history, and world status of huanglongbing. I Taller Intl.
sobre Huanglongbing de los citricos (Candidatus Liberobacter spp.) y el
psilido asiaticuo de los citricos (Diaphorina citri). Hermosillo, Sonora,
Mexico. Tersedia pada: http://www.concitver.com/huanglongbingYPsilido
Asiatico/Memor C3ADa1Graca.pdf.
Hocquellet A, Toorawa P, Bové JM, and Garniner M. 1999. Detection and
identification of the two Candidatus Liberobacter species associated citrus
huanglongbing by PCR amplification of ribosomal protein genes of the
operon. Molec Cell Probes. 13(1): 373-379.
Li W, Hartung JS, Levy L. 2005. Quantitative real-time PCR for detection and
identification of Candidatus Liberibacter species associated with citrus
huanglongbing. J Microbiol Methods. 6 (2005):104-115.
Murray RGE, Schleifer KH. 1994. Taxonomic notes: a proposal for recording the
properties of putative taxa of procaryotes. Int J Syst Bacteriol. 44(1):174176.
Noordam D. 1973. Identification of Plant Viruses Methods and Experiments.
Wegeningen (NL): Centre of Agriculture Publishing and Documentation.

15
Rosales R, Burns JK. 2010. Phytohormone changes and carbohydrate status in
sweet orange fruit from huanglongbing-infected trees. J Plant Growth
Regul. 30(1):312-321.
Ruangwong O, Akarapisan A. 2006. Detection of Candidatus Liberibacter
asiaticus causing Citrus Huanglongbing disease. J Agric Technol. 2(1): 111120.
Schneider H. 1968. Anatomy of greening-diseased sweet orange shoots.
Phytopathology. 58:115-1160
Su HJ dan Huang AL. 1990. The nature of Likubin Organism, life cycle,
morphology, and possible strains. Proceedings of the 4th International Asia
Pacific Conference on Citrus Rehabilitation. 1990 Feb 4-10. Chiangmay
(TL). hlm 106-110.
Sutton BD, Duan YP, Halbert S, Sun X, Schubert T, Dixon WN. 2005. Detection
and identification of citrus huanglongbing (greening) in Florida. Di dalam:
Gotwalld TR, Dixon WN, Graham JH, Berger P, editor. Proceedings of the
International Citrus Canker and Huanglongbing Research Workshop; 2005
November 7-11; Orlando. Orlando (US): United States Department of
Agriculture, Agricultural Research Service. hlm 59.
Timmer LW, Garnsey SM. Broadbent P. 2003. Diseases of citrus. Di dalam:
Ploetz RC, editor. Diseases of Tropical Fruit Crops. St. Paul (US): APS
Press. hlm 163-195.
Tirtawidjaja S. 1964. Citrus Vein-Phloem Degeneration Virus: Penyebab dari
citrus chlorosis di Jawa [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Wirawan IGP, Sulistyowati L, Wijaya IN. 2004. Penyakit CVPD pada Tanaman
Jeruk, Analisis Baru Berbasis Bioteknologi. Jakarta (ID): Direktoral
Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian

17

LAMPIRAN

18
Lampiran 1 Larutan Penyangga CTAB
Nama bahan
CTAB
NaCl
Tris
EDTA
Polyvinylpyrrolidone (PVP-40)
Akuades steril

Konsentrasi
2%
1.4 M
100 mM
20 mM
1%
-

Jumlah untuk 100 ml
2g
8.1816 g
1.211 g
0.7444 g
1.0 g
Ditambahkan sampai 100 ml

Lampiran 2 Data tinggi dan lebar tajuk tanaman
Keparahan
B1
B2
B3
R1
R2
R3
T1
T2
T3

Tinggi
(cm)
112
100
98
243
242
202
225
250
268

Lebar
(cm)
50
48
42
127
121
121
124
168
173

Lampiran 3 Data Panjang daun bergejala dan tidak bergejala klorosis (cm)
Keparahan
B1
B2
B3
R1
R2
R3
T1
T2
T3

Gejala
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H

1
5.1
3.4
4.0
3.7
3.9
4.5
4.8
5.0
3.8
4.3
5.8
4.2
5.2
5.5
5.7
6.4
4.3
4.8

2
4.6
4.0
3.5
3.7
4.6
4.7
4.8
5.3
4.5
4.7
6.3
4.3
5.7
5.3
5.4
6.0
4.3
5.0

3
4.1
3.8
4.2
3.3
4.8
5.0
5.3
6.5
5.3
3.6
6.3
4.7
5.4
6.4
5.8
7.4
5.6
5.9

4
3.7
3.5
3.7
3.5
4.8
5.5
5.5
6.3
3.9
3.8
6.2
4.8
4.6
6.7
5.2
6.0
4.7
5.7

5
4.2
7.7
4.3
3.7
5.7
4.7
4.5
5.8
3.9
3.3
6.3
4.0
4.3
6.2
5.8
5.8
4.1
5.0

6
4.3
4.0
4.2
4.0
3.7
4.0
4.8
5.0
4.7
5.0
4.8
4.7
6.0
6.0
7.0
7.1
6.9
7.0

7
5.0
4.2
3.0
4.2
3.2
4.1
4.8
5.2
4.5
6.3
5.0
4.6
6.4
6.3
7.3
7.2
7.0
7.3

8
4.2
4.3
3.2
1.9
4.0
4.3
4.7
3.9
4.6
6.0
5.3
4.3
7.0
6.5
7.2
7.3
7.3
7.2

9
4.4
3.2
2.2
3.1
4.1
4.2
5.2
4.0
5.3
6.2
4.9
5.2
6.0
6.9
7.0
7.1
8.3
8.0

10
3.3
3.8
2.7
4.2
4.2
4.5
4.3
4.2
5.4
5.3
4.7
4.7
6.3
7.1
7.0
7.2
5.4
9.0

11
3.6
3.7
3.0
3.3
2.9
2.3
6.5
4.3
5.6
5.9
4.8
4.3
7.0
7.3
7.1
7.3
6.8
7.3

12
3.7
4.0
2.7
3.5
2.7
2.9
7.0
4.7
6.7
6.4
4.6
4.9
7.8
7.7
7.2
7.4
6.2
6.3

13
3.8
6.0
2.2
3.0
3.2
3.3
9.0
4.6
5.8
6.7
5.0
5.0
6.9
6.3
8.0
7.5
7.3
6.3

14
3.6
7.0
2.5
1.9
2.9
4.0
8.0
4.7
5.9
6.3
5.1
5.1
7.2
6.3
7.3
7.3
7.1
6.1

15
3.7
4.5
2.7
3.2
3.0
4.0
5.8
4.6
5.9
4.3
5.1
5.1
6.3
6.2
5.6
7.4
7.4
6.2

13
1.6
1.9
2.0
1.0

14
1.7
1.9
1.2
1.2

15
1.8
2.0
1.9
1.9

Lampiran 4 Data Lebar daun bergejala dan tidak bergejala klorosis (cm)
Keparahan
B1
B2

Gejala
I
H
I
H

1
2.2
1.4
1.7
1.7

2
2.0
1.8
2.2
1.5

3
1.8
2.0
2.3
1.5

4
1.8
1.6
1.7
1.5

5
1.9
1.9
1.2
1.7

6
2.0
2.0
3.3
2.9

7
2.3
2.3
2.9
3.1

8
1.9
1.9
2.9
1.2

9
2.1
2.0
1.9
2.0

10
1.9
2.7
1.9
1.1

11
1.8
1.9
2.3
1.2

12
1.5
2.0
1.3
1.3

19
B3

I
H
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H

R1
R2
R3
T1
T2
T3

1.8
2.2
2.3
2.6
1.8
2.0
3.4
2.0
3.0
2.7
2.8
3.2
2.3
2.5

2.1
2.5
2.3
2.4
1.8
2.2
3.2
2.2
2.6
2.7
2.7
3.0
2.1
2.6

1.8
2.3
2.7
3.0
2.3
2.0
2.9
2.7
3.3
3.0
2.8
3.8
2.9
2.7

2.0
2.5
2.5
2.9
1.6
2.1
3.1
2.4
2.4
3.2
2.7
3.1
2.4
2.8

2.4
2.3
2.1
2.7
1.7
1.7
3.2
2.0
2.3
2.7
2.8
3.2
2.2
2.5

1.3
1.9
2.3
2.5
2.4
4.3
3.9
4.1
5.0
4.5
6.1
6.1
4.3
6.3

1.4
2.0
2.5
2.2
3.3
5.1
4.2
3.9
5.1
5.0
6.3
6.0
5.3
6.9

1.5
2.1
2.3
1.3
3.4
5.0
4.3
3.9
6.4
5.1
6.0
6.0
5.6
6.4

1.3
2.0
2.3
1.5
3.5
3.4
4.3
3.4
5.4
5.1
5.9
5.9
6.9
7.1

1.4
2.3
2.3
1.9
3.6
4.6
3.3
3.2
5.0
4.3
5.7
6.0
3.4
7.9

2.2
1.2
3.3
1.8
4.3
4.1
3.1
3.1
4.9
5.9
6.1
6.0
4.4
6.3

1.2
1.9
4.1
2.1
4.9
4.3
3.1
4.4
5.9
6.1
5.3
6.3
5.4
5.2

2.1
1.3
5.1
2.2
4.7
4.6
3.2
3.9
5.3
5.0
6.5
6.1
5.5
5.1

1.2
2.0
4.0
2.3
4.3
4.7
3.3
3.8
6.1
4.9
4.9
6.3
6.9
4.9

1.3
2.1
2.3
2.2
4.6
3.9
3.4
4.1
5.1
5.0
4.1
6.4
6.3
5.3

Lampiran 5 Data Rasio Panjang terhadap Lebar daun bergejala dan tidak bergejala
klorosis (cm)
Keparahan
B1
B2
B3
R1
R2
R3
T1
T2
T3

Gejala
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H
I
H

1
2.3
2.4
2.4
2.2
2.2
2.1
2.1
1.9
2.1
2.2
1.7
2.1
1.7
2.0
2.0
2.0
1.9
1.9

2
2.3
2.2
1.6
2.5
2.2
1.9
2.1
2.2
2.5
2.1
2.0
2.0
2.2
2.0
2.0
2.0
2.1
1.9

3
2.3
1.9
1.8
2.2
2.7
2.2
2.0
2.2
2.3
1.8
2.2
1.7
1.6
2.1
2.1
2.0
1.9
2.2

4
2.1
2.2
2.2
2.3
2.4
2.2
2.2
2.2
2.4
1.8
2.0
2.0
1.9
2.1
1.9
1.9
2.0
2.0

5
2.2
4.1
3.6
2.2
2.4
2.0
2.1
2.2
2.3
1.9
2.0
2.0
1.9
2.3
2.1
1.8
1.9
2.0

6
2.2
2.0
1.3
1.4
2.9
2.1
2.1
2.0
2.0
1.2
1.2
1.2
1.2
1.3
1.2
1.2
1.6
1.1

7
2.2
1.8
1.0
1.4
2.3
2.1
1.9
2.4
1.4
1.2
1.2
1.2
1.3
1.3
1.2
1.2
1.3
1.1

8
2.2
2.3
1.1
1.6
2.7
2.1
2.0
3.0
1.4
1.2
1.2
1.1
1.1
1.3
1.2
1.2
1.3
1.1

9
2.1
1.6
1.2
1.6
3.2
2.1
2.3
2.7
1.5
1.8
1.1
1.5
1.1
1.4
1.2
1.2
1.2
1.1

10
1.7
1.4
1.4
3.8
3.0
2.0
1.9
2.2
1.5
1.2
1.4
1.5
1.3
1.7
1.2
1.2
1.6
1.1

11
2.0
2.0
1.3
2.8
1.3
1.9
2.0
2.4
1.3
1.4
1.6
1.4
1.4
1.2
1.2
1.2
1.6
1.2

12
2.5
2.0
2.1
2.7
2.3
1.5
1.7
2.2
1.4
1.5
1.5
1.1
1.3
1.3
1.4
1.2
1.2
1.2

13
2.4
3.2
1.1
3.0
1.5
2.5
1.8
2.1
1.2
1.5
1.6
1.3
1.3
1.3
1.2
1.2
1.3
1.2

14
2.1
3.7
2.1
1.6
2.4
2.0
2.0
2.0
1.4
1.3
1.6
1.3
1.2
1.3
1.5
1.2
1.0
1.2

Lampiran 6 Analisis ragam panjang daun bergejala dan tidak bergejala klorosis
Sumber
Model
Galat
Total Terkoreksi
R2
0.733553
Sumber
keparahan
gejala(keparahan)

db
JK
5 101.9818889
84 37.0426667
89 139.0245556
Koefisien varians
12.88893
db
2
3

JK
101.9242222
0.0576667

KT
20.3963778
0.4409841
Akar MSE
0.664066

F
Pr > F
46.25 F
F
28.23 F
F
F