Uji PCR (Polymerase Chain Reaction)

  Jurnal Riset Akuakult ur, 13 (3), 2018, 267-275

Tersedia online di: ht t p://ej ournal-balit bang.kkp.go.id/index.php/j ra

  

DETEKSI DINI (EHP) PADA UDANG VANAM E

Enterocytozoon hepatopenaei

  

( Litopenaeus vannamei ) M ENGGUNAKAN M ETODE PCR ( POLYM ERASE CHAIN REACTION )

#

Annisa Fitriah Faisal dan Adi Pancoro

  

Kelompok Keilmuan Genetika dan Bioteknologi Molekuler, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati,

Institut Teknologi Bandun g

Jl. Ganesha No.10, Lb. Siliwangi, Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat 40132

  

(Naskah dit erima: 9 Juli 2018; Revisi final: 9 November 2018; Diset ujui publikasi: 9 November 2018)

ABSTRAK

Sejak akhir tahun 2014, wabah kotoran putih atau yang sering disebut juga WFD ( Whit e Feces Disease ),

merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada petambak udang di Indonesia. Wabah ini diketahui

disebabkan oleh Ent erocyt ozoon hepat openaei (EHP) dan telah mengakibatkan retardasi pertumbuhan hingga

kematian pada udang. Hingga saat ini, penyakit WFD dapat dideteksi dengan cara uji histologi, hibridisasi

in sit u, dan PCR. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode deteksi dini penyakit EHP pada udang

vaname dengan metode PCR melalui perancangan primer yang spesifik dan sensitif. Pada penelitian ini

dilakukan isolasi EHP pada udang vaname yang terinfeksi, kemudian dideteksi dengan metode PCR yang

mentarget SWP ( spore wall prot ein ) dari EHP serta pengujian spesifitas dan sensitivitasnya. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa EHP dapat diisolasi dari udang yang terinfeksi dan dapat didesain dua pasang primer

yaitu SWP-EHP1 dan SWP-EHP3 yang mentarget spore wall prot ein EHP. Kedua primer ini dapat digunakan

untuk deteksi EHP menggunakan PCR, dengan produk PCR pada primer SWP-EHP1 yaitu 398 bp dan primer

o annealing

  

SWP-EHP3 sebesar 415 bp, serta nilai suhu optimal pada 48 C.Hasil pengujian sensitivitas primer,

2

diketahui bahwa primer SWP-EHP1 dapat mendeteksi EHP hingga jumlah DNA target sebanyak 7,74 x 10

2 kopi sedangkan primer SWP-EHP3 dapat mendeteksi hingga 16,2 x 10 kopi.

  

Enterocytozoon hepatopenaei;

KATA KUNCI: udang vaname; WFD; PCR ABSTRACT: Detection of EHP (

  Ent erocyt ozoon hepat opanaei) from whiteleg shrimp (Lit openaeus vannamei) by Polymerase Chain Reaction (PCR) method. By: Annisa Fitriah Faisal and Adi Pancoro

  

Since 2014, whit e feces disease (WFD) is one of t he emerging problems for whit eleg shrimp farming indust ries in

Indonesia. This out break is known t o be caused by Ent erocyt ozoon hepat openaei (EHP) infect ion t o shrimp. EHP

infect ion result ed in growt h ret ardat ion t o a mass mort alit y in shrimp. To dat e, WFD can be det ect ed by hist ology, in

sit u hybridizat ion and PCR. This st udy aimed t o obt ain an early det ect ion met hod of EHP on whit eleg shrimp by PCR

met hod t hrough specific and sensit ive primers design. In t his st udy, we isolat ed t he DNA of EHP from infected whiteleg

shrimp, t hen det ect ed by PCR met hod which t arget ed spore wall prot ein (SWP) from EHP as well as sensit ivit y and

specificit y t est ing. As a result , EHP can be isolat ed from infect ed shrimp and can be designed 2 pairs of primers (SWP-

EHP1 and SWP-EHP3) t arget ing spore wall prot ein of EHP. These primers could be used for EHP det ect ion using PCR,

wit h PCR product s from primers SWP-EHP1 was 398 bp and from SWP-EHP3 primers was 415 bp, wit h an optimum

o annealing t emperat ure of 48 2 C. Primers sensit ivit y t est result s revealed t hat primers SWP-EHP1 could det ect EHP t o 2 7.74 x 10 copies while t he primers SWP-EHP3 could det ect up t o 16.2 x 10 copies.

  KEYW ORDS: whiteleg shrimp; W FD;

Ent erocyt ozoon hepat openaei; PCR

  # Ko re sp o nd e nsi: Ke lo m p ok Ke ilm uan Ge net ika d an Bio t e kno lo gi Mo le kule r, Se ko lah Ilm u d an Te kno lo gi Hayat i, g.

  Inst it ut Te kno lo gi Band un Jl. Gane sha No .10, Lb. Siliwangi, Co blo ng, Ko t a Band un g, Jawa Barat 40132 Te l. + 62 898 93 87809 anni sa.fi t r i ah.f ai sal @ gmai l .com E-m ail:

  Deteksi dini Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) pada udang vaname ..... (Annisa Fit riah Faisal ) PENDAHULUAN

  ., 2014). Berdasarkan hal t erse b ut m aka t u ju an dari pe n elit ian in i adalah melakukan upaya det eksi keberadaan infeksi EHP secara dini dengan merancang primer spesifik dan sensitif untuk uji PCR pada udang vaname.

  annealing

  Reaksi PCR dilakukan menggunakan kedua primer hasil desain pada tahap sebelumnya dan menggunakan kit MyTaq TM HS Red Mix (BioLine). Sebanyak 1  L DNA hasil isolasi dimasukkan ke dalam tabung 0,2 mL berisi 12,5  L My Taq HS Red Mix; 0,5  L Primer-F (20  M); 0,5  L Primer-R (20 ìM); dan 10,5  L ddH2O hingga volume reaksi PCR sebanyak 25  L. Siklus PCR dimulai dengan denat urasi awal pada suhu 95 o C selama 1 menit, sebanyak 1 siklus. Kemudian denaturasi pada suhu 95 o C selama 15 detik. Proses

  Uji PCR (Polymerase Chain Reaction)

  Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan Ge- no mic DNA Mini Kit (Geneaid). Hasil iso lasi DNA kemudian dilakukan pengujian kualitas dan kuantitas DNA nya dengan elektroforesis dan spektrofotometer.

  Isolasi DNA

  Samp e l ud an g van am e yan g d igu n akan pad a penelitian ini sebanyak 24 ekor, diperoleh dari LP2IL (Lo ka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan), Serang. Sementara untuk pengujian spesifitas primer digunakan sampel kepiting yang berasal dari perairan di Lampung dan lobster yang berasal dari perairan di Sukabumi. Sampel yang telah didapatkan t ersebut masing-masing di ambil bagian o rgan insang dan hepatopankreas sekitar 10-30 mg dan diawetkan pada larutan fiksatif berupa ethanol 85% sebagai persiapan untuk isolasi DNA.

  Persiapan Sam pel

  Perancangan kandidat primer SWP EHP dilakukan dengan memilih sekitar 18-23 sekuen nukleotida pada daerah yang lestari yang ditentukan berdasarkan hasil p e n se jaja ran ke t u ju h s e ku e n SWP EHP. Prim e r dirancang menjadi 2 pasang yang setiap pasangnya diberi kode primer SWP-EHP1 dan primer SWP-EHP3.

  (SWP EHP) yang t e rd ap at p ad a d at ab ase Gen Ban k NCBI (h t t p s:// www.ncbi.nlm.nih.gov/). Semua sekuen yang diperoleh dilakukan pensejajaran menggunakan program Clustal Om e ga . Se lan ju t n ya d ib u a t p o h o n filo ge n e t ik menggunakan program Mega 6.0.

  spore wall protein Enterocytozoon hepatopenaei

  dimulai dengan mengumpulkan semua sekuen

  in silico

  Perancangan primer dilakukan melalui studi

  BAHAN DAN M ETODE Perancangan prim er (in silico)

  et al

  Udang vaname merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan andalan Indonesia yang memiliki nilai jual tinggi. Komoditas ini berkontribusi besar dalam perolehan devisa negara dengan t otal nilai ekspor perikanan mencapai 30-55%. Pada tahun 2011 hingga 2014 volume ekspo r udang Indo nesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu dari 158.062 t o n de ngan nilai eksp o r US$ 1.30 9.6 74 m enjadi se b e s ar 1 9 6 .6 2 3 t o n d e n ga n n ila i e ksp o r US$ 2.140.862 (Aristiyani, 2017). Meningkatnya volume ekspo r udang juga sejalan dengan meningkat nya produksi udang setiap tahunnya. Menurut data Dirjen Perikanan Budidaya (2014), produksi udang vaname selama lima tahun terakhir dari tahun 2010-2014 terus mengalami peningkatan rata-rata sebesar 20,49%.

  et al ., 2016 ).

  Seiring dengan meningkat nya pro duksi udang, kegiatan budidaya komoditas ini tidak terlepas dari berbagai masalah terut ama yang disebabkan o leh adanya infeksi penyakit. Penyakit udang merupakan salah sat u masalah bagi pembudidaya udang dan menjadi faktor pembatas bagi pengembangan budidaya udang (Selvin et al.

  , 2015). Pada lima tahun terakhir ini,

  Ent er ocyt ozoon hepat openaei

  (EHP) m erupakan parasit mikrosporidian yang bertanggung jawab dalam t erjadinya wabah WFD (

  W hit e Feces Disease

  ) yang mengakibatkan penghambatan pert umbuhan pada udang hingga kemat ian (Rajendran

  Penyakit ini baru teridentifikasi pada tahun 2009 di Thailand dan saat ini telah menyebar ke beberapa negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Beberapa wilayah yang terkena dampak wabah WFD di Indone- sia di antaranya Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Lampung, Bali, Lombok, dan Sulawesi (Tang

  ) yang terdapat pada EHP. SWP d ike t ah u i m e m ilik i fu n g s i m e n ja g a m o rfo lo gi sp o ra d an ce kam an lingkun gan se rt a m e miliki p eran an p e nt in g d alam p ro se s in feksi terhadap sel inang (Yang

  et al

  ., 2016). Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh in fe ksi EHP in i se m akin b e rk e m b a n g s e h in gga dianggap menjadi ancaman bagi indust ri budidaya u d a n g d i t a n a h a ir. Maka d a r i it u d ip e r lu ka n pengembangan metode diagnosis yang spesifik dan s e n s it if ag a r p a t o g e n d a p at d im o n it o r d a n ditanggulangi dengan cepat.

  Saat ini, sudah dikembangkan metode deteksi EHP pada udang melalui uji histologi, hibridisasi

  in sit u

  dan PCR. Metode deteksi PCR yang telah ada yaitu mentarget gen 18S rRNA EHP yang memungkinkan memberikan hasil positif palsu dikarenakan reaktivitas silang. Pada penelit ian ini dilakukan perancangan primer spesifik untuk uji PCR EHP pada udang dengan mentarget SWP (

  Spore Wall Prot ein

  optimal pada suhu 48 o C selama 15 detik. Proses selanjutnya yaitu ekstensi yang dilakukan pada suhu 72 o C selama

  Jurnal Riset Akuakult ur, 13 (3), 2018, 267-275

  Semua sekuen SWP EHP yang diperoleh kemudian dilakukan pensejajaran dan sekuen primer dipilih se kit ar 1 8 -2 3 se ku e n d a ri d ae rah yan g le s t ari. Perancangan primer yang tepat dan spesifik merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan d ari re aksi PCR t e rut am a yang be rt u juan u n t u k mendeteksi penyakit. Primer dirancang sebanyak dua pasang yaitu primer SWP-EHP1 dan SWP-EHP3 (Tabel 2). Masing-masing primer dirancang berdasarkan pa- rameter primer yang baik. Menurut Lo renz (2012), parameter primer yang baik meliputi panjang primer yang terdiri atas sekitar 17-30 nukleotida, kandungan GC ideal yait u 50%, t idak ada sekue n nukleo t ida t unggal yang berulang 3-4 kali, t idak membentuk struktur sekunder maupun

  Uji Spesifit as Prim er

  Produk PCR yang dihasilkan menggunakan primer SWP-EHP1 yaitu berukuran 398 bp, sedangkan primer SWP-EHP3 yaitu 415 bp. Elektroferogram hasil PCR pada semua sampel dengan menggunakan masing- masing primer SWP-EHP1 dan SWP-EHP3 dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Jumlah keseluruhan sampel u d a n g van am e ya n g d id ap a t kan yait u 2 4 e ko r. Berdasarkan hasil PCR yang dipero leh, 12 sampel t ernyat a dinyat akan po sit if t erinfeksi EHP dan 12 sampel lainnya negatif EHP. Kedua belas sampel yang dinyatakan positif EHP tersebut di antaranya sampel no 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19, dan 21 sedangkan yang negatif EHP yaitu sampel no 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12, 15, 20, 22, 23, dan 24. Hasil PCR yang d ip e r o le h in i sa m a a n t ar a h a s il PCR d e n g a n menggunakan primer SWP-EHP1 maupun SWP-EHP3.

  Uji PCR (Polymerase Chain Reaction)

  tidak lebih dari 5 o C.

  reverse

  dan

  forward

  ) antara primer

  melt ing t em- perat ure

  (

  T m

  , tidak komplemen antara dua primer dan perbedaan nilai

  hairpin

  ., 2014). Langkah pertama pada perancangan primer dimulai dengan pencarian semua sekuen SWP EHP yang terdapat pada database (Tabel 1).

  10 detik serta ekstensi akhir pada suhu 72 o C selama 7 menit . Proses denat urasi hingga ekst ensi akhir d ila k u ka n se b a n ya k 3 0 s ik lu s. Has il PCR dielektrofo resis selama 30 menit dengan tegangan 70 vo lt dan divisualisasi dengan menggunakan UV Transilluminator.

  et al

  ., 2018; Yang

  et al

  Protein ini diketahui terlibat dalam interaksi inang- patogen pada penambatan spora terhadap permukaan sel inang heparin selama proses infeksi terhadap sel inang (Jaroenlak

  Perancangan primer unt uk uji PCR pada udang van am e yan g t e rin fe ksi EHP d ila ku kan d e n gan mentarget SWP ( Spore Wall Prot ein ) yang terdapat pada EHP. SWP merupakan bagian protein dinding spora yang dimiliki oleh EHP yang bersifat resisten terhadap lingkungan dan berfungsi menjaga morfologi spora.

  HASIL DAN BAHASAN Perancangan Prim er

  R1 (Thermo Scient ific) dan sekuensing menggunakan primer universal SP6 dan primer T7 (Macrogen, Ko - rea). Sekuen hasil pembacaan kemudian dilakukan p e n s e jaja r an p ad a sit u s NCBI (h t t p s:// blast .ncbi.nlm.nih.go v/Blast .cgi). Plasmid dihit ung dengan rumus bilangan Avogadro kemudian dilakukan serial pengenceran untuk digunakan pada pengujian sensitivitas primer. Pengenceran dilakukan hingga 10 kali. Masing-masing plasmid digunakan 1 ìL sebagai tempat untuk dilakukan pengujian PCR.

  Eco

  konstruksi yaitu pGEM-EHP1 dan pGEM-EHP3. Metode transformasi yang digunakan yaitu dengan metode kejut panas.Hasil transformasi dikultur pada medium LB padat yang telah mengandung Ampisilin 100 ìg/mL, IPTG (100 mM), dan x-gal (50  g/mL) selama 16 jam. Ko n firmasi ke b erh asilan t ransfo rm asi d ilaku kan d e ngan PCR ko lo n i. Ko lo n i yan g d id u ga p o sit if membawa fragmen gen sisipan dikultur kembali pada medium LB cair yang mengandung Ampisilin 100 ìg/ m L s e lam a 1 6 jam . Pla s m id d iis o la s i d e n g a n menggunakan Prest o Mini Plasm id Kit (Geneaid). Konstruk plasmid dikonfirmasi kembali dengan reaksi p e m o t o n ga n m e n g g u n ak a n Fas t Dige s t

  E. coli DH5  . Terdapat dua plasmid hasil

  Pengujian sensit ivitas primer dilakukan dengan mengkloning produk PCR SWP-EHP yang diperoleh dari hasil PCR menggunakan primer-primer di atas. Vektor kloning yang digunakan yaitu vektor pGEM ® - T Easy. Proses kloning meliputi 3 tahap utama yaitu: persiapan produk sekuen DNA yang akan diligasi, pro ses ligasi ke dalam vekt or kloning yait u vektor pGEM ® -T Easy kemudian dilakukan transformasi pada sel kompeten

  Uji Sensit ivitas Prim er

  Uji Spesifitas primer dilakukan dengan pengujian PCR t erhadap DNA cet akan sam pel selain ud ang vaname yaitu organ insang dan hepatopankreas dari kepiting dan lobster. Hasil yang diperoleh dapat dilihat berdasarkan keberadaan pita DNA pada rentang ukuran 398 bp ataupun 415 bp, sesuai dengan ukuran produk PCR masing-masing primer.

  Uji Spesifit as Prim er

  Primer yang spesifik pada pengujian PCR untuk tujuan diagnostik sangat penting untuk menghindari terjadinya positif palsu. Pada penelitian ini digunakan sampel lo bst er dan udan g yang memiliki t ingkat kekerabatan yang dekat dengan udang. Pada Gambar

  Deteksi dini Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) pada udang vaname ..... (Annisa Fit riah Faisal )

  Tabel 1. Sekuen spor e wall prot ein Ent erocyt ozoon hepat openaei yang terdapat pada database NCBI

  55.7 Primer 1 (SW P-EHP1F) Prim er 1 (SW P-EHP1R)

Primer 3 (SW P-EHP3F) Prim er 3 (SW P-EHP3R)

  C)

  54.7 Tm ( o

  C)

  30.4 Tm ( o

  23 GC (%)

  54.7 Se kue n ( Sequence ) GGT CAA ATA CAA TTT CAA ACA C Se kuen ( Sequence ) CTC CAT TTA TCA TAC TTA AAT GC Panjang basa ( Base l engt h )

  C)

  53.5 Tm ( o

  C)

  31.8 Tm ( o

  22 GC (%)

  

Se kue n ( Sequence ) CCA TTG GTC AAA TAC AAT TTC Se kuen ( Sequence ) GCA TAA ATT CAT CCA TTT CTA C

Panjang basa ( Base l engt h )

21 Panjang basa ( Base lengt h )

33.3 GC (%)

22 Panjang basa ( Base lengt h )

31.8 GC (%)

  Gambar 2. Elektroferogram hasil PCR semua sampel udang menggunakan primer SWP- EHP3. L:

  

Table 1. Ent erocyt ozoon hepat openaei spore wall prot ein sequences from

NCBI

  Tabel 2. Perancangan primer SWP EHP untuk deteksi dini EHP dengan metode PCR

  Table 2. SWP EHP primer design for early det ect ion of EHP by PCR met hod

  L 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 K(-) K(+ ) L 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 K(-) K(+ )

  L 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 K(-) K(+ ) L 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 K(-) K(+ )

  100 pb, sampel: 1-24(1-18: organ insang & hepatopankreas; 19-24: organ hepatopankreas), K(-): kontrol negatif, K(+ ): kontrol positif.

  

Figure 2. Elect ropherogram PCR result of all shrimp sample using SWP-EHP3 primers. L:

ladder 100 bp, sample: 1-24 (1-18: gill & hepat opancreas; 19-24: hepat opancreas), K(-): negat ive cont rol, K(+ ): posit ive cont rol.

  Gambar 1. Elektroferogram hasil PCR semua sampel udang menggunakan primer SWP- EHP1. L:

  ladder

  100 pb, sampel: 1-24 (1-18: organ insang & hepatopankreas; 19- 24: organ hepatopankreas), K (-): Kontrol negatif, K(+ ): Kontrol positif.

  

Figure 1. Elect ropherogram PCR result of all shrimp sample using SWP-EHP1 primers. L: lad-

der 100 bp, sample: 1-24 (1-18:gill & hepat opancreas; 19-24:hepat opancreas), K(-): Negat ive cont rol, K(+ ): Posit ive cont rol.

  

Nam a kode No. akses

SWP_EHP_A KX258197.1

SWP_EHP_B KY483639.1

SWP_EHP_C KY593133.1

SWP_EHP_D KY593129.1

SWP_EHP_E KY674357.1

SWP_EHP_F KY593132.2

  ladder

  Jurnal Riset Akuakult ur, 13 (3), 2018, 267-275

  et al

  Eco

  R1, maka ketika dilakukan reaksi restriksi hasilnya akan terbentuk 2 pita DNA yaitu pita yang ukuran besar merupakan plasmid dan pita DNA yang berukuran kecil merupakan DNA target. Pada Gambar 4 dapat dilihat elektroferogram hasil reaksi restriksi dari 10 sampel yang diduga membawa gen target. Sumur 1 hingga 6 merupakan konstruk pGEM- HP1 sedangkan sumur no 13-16 merupakan pGEM- HP3. Hasil restriksi dapat terlihat adanya 2 pita pada semua sampel. Hal ini mengkonfirmasi kembali bahwa hasil transformasi yang dilakukan berhasil.

  Konfirmasi terakhir yaitu sekuensing menggunakan primer T7 dan SP6. Berdasarkan hasil BLAST, sekuen teratas yang muncul merupakan 6 sekuen SWP EHP. Hal in i m en gko n firm asi bah wa klo n ing be rh asil dilakukan. Untuk mengetahui hubungan evolusi dari sekuen SWP EHP yang didapatkan pada penelitian ini d e n g a n s e k u e n SWP EHP b e s e rt a SWP d a r i mikrosporidian lainnya, maka dilakukan pembuatan pohon filogenetika (Gambar 5).

  Pada gambar p o ho n filo genet ik, dapat dilihat sekuen isolat SWP pGEM-HP1/pGEM-HP1berada pada klade yang sama dengan SWP EHP A-B karena memiliki ansest or yang sama dibandingkan dengan SWP D. Dike t ah ui bahwasanya seku en SWP EHP ko de D berasal dari Venezuela sedangkan SWP EHP ko de lainnya berasal dari Asia Tenggara (Tang

  et al ., 2017).

  Dilihat berdasarkan hasil pensejajaran (Gambar 6), pada deretan sekuen SWP pGEM-HP1/pGEM-HP3 EHP yang didapatkan pada penelitian ini terdapat perbedaan satu nukleotida yaitu G yang mana pada sekuen SWP EHP keenam kode lainnya menunjukkan A. Hal ini dapat disebut juga dengan subtitusi transisi. Perubahan yang terjadi kemungkinan dapat disebabkan oleh faktor lingkungan (Rùz¡ièka

  ., 2017). Perbedaan ini juga bisa diakibat kan karena SWP EHP yang digunakan d ip e ro le h d ari n e gara yan g b e rbe d a. Walau p u n demikian, apabila sekuen nukleotida SWP pGEM-HP1/ pGEM-HP3 EHP dit ranslasikan, t idak menyebabkan perubahan asam amino pro teinnya. Apabila dilihat berdasarkan hasil BLAST, nilai

  Eco

  ident it y

  antara sekuen SWP EHP dalam penelitian ini dengan SWP EHP lainnya mencapai 99%. Dilihat dari parameter lainnya seperti

  Gambar 3. Elektroferogram hasil PCR sampel lobster dan kepiting menggunakan primer SWP-EHP1 dan SWP-EHP3. M:

  ladder

  100 pb, L: lo bster, K: kepiting, 1: primer SWP-EHP1, 3: primer SWP-EHP3, a: insang, b: hepatopankreas, dan K(-): kontrol negatif.

  

Figure 3. Elect ropherogram PCR result of lobst er and crab samples using SWP-EHP1

and SWP-EHP3 primers. M : ladder 100 bp, L: lobst er, K: crab, 1: primer SWP-EHP1, 3: primer SWP-EHP3, a: gill, b: hepat opancreas and K(-): nega- t ive cont rol.

  R1. Pada plasmid pGEM ® -T Easy terdapat dua sisi pengenalan oleh

  , 2011). Selanjutnya dilakukan konfirmasi dengan PCR ko loni serta analisis menggunakan enzim restriksi

  3, dapat dilihat tidak adanya keberadaan pita DNA pada semua sampel. Hal ini menunjukkan baik lobster dan kepiting bukan merupakan inang yang coco k bagi parasit EHP. Seperti beberapa kasus wabah WFD yang terjadi selama ini di Thailand dan India, organisme yang diserang oleh EHP yaitu organisme

  et al

  penaeid

  seperti udang vaname (

  Lit openaeus vannamei

  ) dan udang windu (

  Penaeus monodon

  ) (Tangprasittipap

  ., 2013; Tourtip

  et al.

  et al ., 2009).

  Uji Sensit ivitas Prim er

  Pe n g u jia n s e n sit ivit a s d ila k u ka n t e r h ad a p rancangan primer SWP-EHP1 dan SWP-EHP3 unt uk mengetahui konsentrasi t erkecil patogen EHP yang dapat dideteksi dengan PCR menggunakan primer tersebut. Tahap awal yang dilakukan pada pengujian ini yaitu memperbanyak DNA cetakan SWP EHP dengan cara kloning. Kloning merupakan teknik yang digunakan u nt u k p e rban yakan fragm e n ge n t arge t d e n gan mengintroduksi DNA rekombinan ke dalam suatu sel inang (Bertero

  et al.

  , 2017; Brown, & Vallier, 2017). Uji sensitivitas primer dilakukan terhadap primer SWP- EHP1 dan SWP-EHP3, maka pada penelitian ini dibuat 2 konstruk: pGEM-HP1 dan pGEM-HP3.

  Keb e rh asilan hasil t ran sfo rm asi diko n firm asi melalui beberapa cara, yaitu pertama dengan seleksi a n t ib io t ik (Ja n g & Ma g n u s o n , 2 0 1 3 ). Ha l in i memungkinkan sel yang telah berhasil ditransformasi untuk bertahan dan tumbuh pada kondisi di mana sel yan g t id ak m e m b a w a t r an s fo r m an ak a n m a t i. Sedangkan pada seleksi koloni biru/putih, hidrolisis X-gal oleh  -galactosidase akan menyebabkan warna biru pada koloni dan mengindikasikan bahwa koloni t e rsebu t men gandu ng ve kt o r t an pa DNA t arge t . Sebaliknya koloni putih mengindikasikan bahwa koloni mengandung insersi DNA target (Padmanabhan

  L1a L1b L3a L3b K(-) M K1a K1b K3a K3b K(-) M

  Deteksi dini Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) pada udang vaname ..... (Annisa Fit riah Faisal ) max score, e-value,

  12

  R1. Keterangan: M:

  Eco

  14 SWP EHP E KY674357.1 SWP EHP C KY593133.1 SWP EHP F KY93132.2 SWP EHP A KX258197.1 SWP EHP pGEMHP1 SWP EHP pGEMHP3 SWP EHP D KY593129.1 SWP Ent erocyt ozoon bieneusi

  XM 002649457.1 SWP12 Nosema bombycis EF683112.1 687 SWP Encephalitozoon cuniculi mRNA AJ133745.1 SWP12 Nosema philosamiae KT287071.1 687 SWP12 Nosema ant heraeae KC193258.1 687 SWP12 Nosema pernyi KJ210726.1 687 SWP Encephalitozoon int est inalis AF355750.1 1370 SWP Encephalitozoon hellem FJ870923.1 1530 SWP Encephalitozoon romaleae

  12

  70 100 100

  53

  M 1 2 3 4 5 6 7 13 14 15 16 M 1 2 3 4 5 6 13 14 15 16

  63 100

  98

  38

  82

  94

  44

  97

  ladder 1Kb, 1-6: sampel pGEM-HP1, 13-16: sampel pGEM-HP3.

Figure 4. Elect ropherogram rest rict ion result using EcoR1. M : ladder 1 Kb, 1-6: pGEM -

HP1 sample, 13-16: pGEM -HP3 sample.

60 SWP EHP B KY483639.1

  dan lain-lain bisa disimpulkan bahwa sekuen SWP EHP ini memiliki tingkat similaritas yang t inggi dengan SWP EHP lainnya. Menurut Pearso n (2014), pencarian t ingkat similarit as sekuen DNA merupakan salah sat u cara unt uk mengidentifikasi sekuen homolog. Apabila ada dua/lebih sekuen yang berbagi lebih banyak kesamaan, maka bisa dikatakan bahwa kedua sekuen t ersebut ho mo lo g. Adapun sekuen SWP EHP pada penelitian ini dapat disimpulkan h o m o lo g de ngan se ku en SWP EHP kelima ko d e lainnya.

KESIM PULAN

  Det eksi dini keberadaan infeksi

  Proses terakhir yaitu pengujian sensitivitas kedua pasang primer dengan dilakukan PCR terhadap serial pengenceran pGEM-HP1 maupun pGEM-HP3 sehingga t ingkat sensit ivitas primer dalam mendet eksi EHP dapat diketahui. Hasil perhitungan dapat diketahui jumlah ko pi pGEM-HP1 yait u 7,74 x 10 10 kopi dan p GEM-HP3 ya it u 1 6 ,2 x 1 0 1 0 k o p i. Pa d a elektroferogram hasil PCR serial pengenceran pGEM-

  HP1dan pGEM-HP3, dapat dilihat keberadaan pita DNA t e r d a p a t p a d a p e n ge n ce r a n 1 0 1 0 h in g g a 1 0 2 (Gambar 7). Hal ini dapat disimpulkan bahwa primer SWP-EHP1 dapat mendeteksi EHP hingga 7,74 x 10 2 kopi sedangkan primer SWP-EHP3 dapat mendeteksi hingga 16,2 x 10 2 kopi. Menurut Lorenz (2012), jumlah molekul target yang optimal untuk reaksi PCR yaitu berkisar antara 10 4 -10 7 kopi DNA. Hasil penelitian ini t e n t u n ya b e lu m m e le b ih i s p e sifika s i d e t e k s i menggunakan

  real t ime

  PCR. Pada penelitian (Forootan

  et al

  ., 2017), diket ahui bahwa jumlah DNA t arget terendah yang yang dapat terdeteksi menggunakan real time PCR yaitu hingga ± 2,5 molekul.

  Ent er ocyt ozoon hepatopenaei

  Gambar 5. Pohon filogenetika pGEM-HP1 dan pGEM-HP3 beserta SWP lainnya.

  (EHP) pada udang vaname dapat dilakukan dengan uji PCR menggunakan pasangan primer SWP- EHP1 dan SWP-EHP3 (

  For w ar d

  dan

  16SrRNA DQ420168.1

  XM 007604116.1 Vibrio harveyi

  XM 009267193.1 1293 SWP Vitt aforma corneae

  Rever se

  ). Hasil pengujian sensitivitas primer, diketahui bahwa primer SWP-EHP1 dapat mendeteksi EHP hingga 7,74 x 10 2 kopi sedangkan primer SWP-EHP3 dapat mendeteksi hingga 16,2 x 10 2 kopi. Gambar 4. Elektroforegram hasil reaksi restriksi menggunakan

  Figure 5. Phylogenet ic t ree of pGEM -HP1 and pGEM -HP3 wit h ot her SWP.

  Jurnal Riset Akuakult ur, 13 (3), 2018, 267-275 SWP_EHP_D_KY593129.1 ------------------------------------------------------------ SWP_EHP_pGEMHP3 ------------------------------------------------------------ SWP_EHP_pGEMHP1 ------------------------------------------------------------ SWP_EHP_B_KY483639.1 TTTGCAGAGTGTTGTTAAGGGTTTAAGTAATTACGAGTTTGGCGGCACAATTCTCAAACA 60 SWP_EHP_E_KY674357.1 -------------------GGTTTAAGTAATTACGAGTTTGGCGGCACAATTCTCAAACA 41 SWP_EHP_A_KX258197.1 -TTGCAGAGTGTTGTTAAGGGTTTAAGTAATTACGAGTTTGGCGGCACAATTCTCAAACA 59 SWP_EHP_C_KY593133.1 ------------------------AAGTAATTACGAGTTTGGCGGCACAATTCTCAAACA 36 SWP_EHP_F_KY593132.2 ------------------------AAGTAATTACGAGTTTGGCGGCACAATTCTCAAACA 36 SWP_EHP_D_KY593129.1 -TTTCATCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACGGTAAATCTTAAAGCTTTAAAGAGAGA 59 SWP_EHP_pGEMHP3 -----------GGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 49 SWP_EHP_pGEMHP1 ------CCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 54 SWP_EHP_B_KY483639.1 TTTTCACCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 120 SWP_EHP_E_KY674357.1 TTTTCACCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 101 SWP_EHP_A_KX258197.1 TTTTCACCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 119 SWP_EHP_C_KY593133.1 TTTTCACCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 96 SWP_EHP_F_KY593132.2 TTTTCACCATTGGTCAAATACAATTTCAAACACTGTAAACCTTAAAGCATTAAAAAGAGA 96 ********************** ***** ******** ***** ***** SWP_EHP_D_KY593129.1 TGATATTCATGCAGATACAGCATTTGTAGGATACGAACTTTCAAATACAGTTGGTGACAA 119 SWP_EHP_pGEMHP3 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTGGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 109 SWP_EHP_pGEMHP1 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTGGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 114 SWP_EHP_B_KY483639.1 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTAGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 180 SWP_EHP_E_KY674357.1 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTAGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 161 SWP_EHP_A_KX258197.1 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTAGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 179 SWP_EHP_C_KY593133.1 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTAGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 156 SWP_EHP_F_KY593132.2 CGATATTTACACAGACACAGCATTTGTAGGATATGAGCTTTCAAATACAGTTGGAGACAA 156 ****** * **** *********** ***** ** ***************** ***** SWP_EHP_D_KY593129.1 GCAACTAAAAGAAGTTTGTAATGATTTTTCTAAAGCATACGAATGTATAGCAGAAGATAA 179 SWP_EHP_pGEMHP3 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 169 SWP_EHP_pGEMHP1 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 174 SWP_EHP_B_KY483639.1 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 240 SWP_EHP_E_KY674357.1 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 221 SWP_EHP_A_KX258197.1 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 239 SWP_EHP_C_KY593133.1 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 216 SWP_EHP_F_KY593132.2 ACAGCTTAAAGAAGTTTGCAATGATTTTTCTAAAGCATATGAATGCATATCAGAAGATAA 216 ** ** *********** ******************** ***** *** ********** SWP_EHP_D_KY593129.1 AAGAAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAGTTGAGTATTTTAAAAAAGAA 239 SWP_EHP_pGEMHP3 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 229 SWP_EHP_pGEMHP1 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 234 SWP_EHP_B_KY483639.1 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 300 SWP_EHP_E_KY674357.1 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 281 SWP_EHP_A_KX258197.1 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 299 SWP_EHP_C_KY593133.1 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 276 SWP_EHP_F_KY593132.2 AAGGAAAATGAATGAAAAAATGGGAGATATTTTTGAAGAATTAAGTATTTTAAAAAAGAA 276

  • *** *********************************** ** ***************** SWP_EHP_D_KY593129.1 ATGCAAACAAATTGATCATCAACGTAAAACTGTAAGCAATTTGAGATATGATTTAGAAGA 299 SWP_EHP_pGEMHP3 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 289 SWP_EHP_pGEMHP1 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 294 SWP_EHP_B_KY483639.1 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 360 SWP_EHP_E_KY674357.1 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 341 SWP_EHP_A_KX258197.1 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 359 SWP_EHP_C_KY593133.1 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 336 SWP_EHP_F_KY593132.2 GTGCAAACAAATTGATCATCAACGCAAAACTGTAAATAACCTAAGATATGATTTAGAAGA 336

  • SWP_EHP_D_KY593129.1 AATATTACAATCAAATATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAGTTAGG 359 SWP_EHP_pGEMHP3 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 349 SWP_EHP_pGEMHP1 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 354 SWP_EHP_B_KY483639.1 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 420 SWP_EHP_E_KY674357.1 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 401 SWP_EHP_A_KX258197.1 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 419 SWP_EHP_C_KY593133.1 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 396 SWP_EHP_F_KY593132.2 AATATTGCAATCAAACATTTATAAAGAAGATCAAAAAGAAAATTTAGAAAAAAAATTAGG 396 ****** ******** ************************************** *****

  Deteksi dini Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) pada udang vaname ..... (Annisa Fit riah Faisal ) UCAPAN TERIM A KASIH

  10 9

  10 6

  10 5

  10 4

  10 3

  10 2

  10 1 K(-) M 10 10

  10 8

  10 8

  10 7

  10 6

  

10

5

  10 4

  10 3

  10 2

  10 1 K(-) Gambar 6. Hasil pensejajaran sekuen pGEM-HP1 dan pGEM-HP3 dengan SWP-EHP kode lainnya.

  10 7

  10 9

  Penelit ian ini dibiayai oleh Pro gram Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Inovasi (P3MI) Kelo mpok Keahlian ITB. Ucapan t erima kasih juga disampaikan kepada Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang, yang telah membantu dalam penyediaan sampel udang vaname.

  Dire k t o r a t Je n d e r a l Pe r ik a n an Bu d id aya , Kementerian Kelautan & Perikanan. Forootan, A., Sjöback, R., Björkman, J., Sjögreen, B.,

  DAFTAR ACUAN

  Aristiyani, R. (2017). Analisa Daya Saing Udang Indo - nesia di Pasar Internasional. Universitas Lampung.

  Bertero, A., Brown, S., & Vallier, L. (2017). M et hods of

  Cloni ng .

  Basi c Sci ence M et hods f or Cl i ni cal Re- searchers

  . Elsevier Inc. Dirjen Perikanan Budidaya. (2014). Dat a St at ist ik Series Pro duksi Perikanan Budidaya Indonesia.

  Linz, L., & Kubista, M. (2017). Methods to deter- mine limit of detection and limit of quantifica- t io n in q u an t it a t ive r e a l-t im e PCR (q PCR).

  M 10 10

  Biomolecular Det ect ion and Quant ificat ion

  ,

  12 , 1–6.

  Gambar 7. Elektroferogram hasil PCR serial pengenceran pGEM-HP1 (atas) dan pGEM- HP3 (bawah). L:

  ladder

  100 bp, 1-10: pengenceran 10 10 - 10 1 dan K(-): kontrol negatif.

  

Figure 7. Elect ropherogram PCR result of pGEM -HP1(Top) and pGEM -HP3 (bot t om) serial

dilut ion. L: ladder 100 bp, 1-10: dilut ion of 10 10 - 10 1 and K(-): negat ive cont rol.

  

Figure 6. M ult iple sequence alignment result of pGEM -HP1 and pGEM -HP3 wit h ot her SWP EHP code

sequences.

SWP_EHP_D_KY593129.1 AGAAACAGCTGAAAAAACACTGGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGCATGATAAA 419

SWP_EHP_pGEMHP3 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGTATGATAAA 409

SWP_EHP_pGEMHP1 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGC---------------- 398

SWP_EHP_B_KY483639.1 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCAT-------------- 466

SWP_EHP_E_KY674357.1 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGTATGATAAA 461

SWP_EHP_A_KX258197.1 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGTATGATAAA 479

SWP_EHP_C_KY593133.1 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGTATGATAAA 456

SWP_EHP_F_KY593132.2 AGAAACATCTGAAAAAACACTAGTAGAAATGGATGAATTTATGCATTTAAGTATGATAAA 456

******* ************* **********************

SWP_EHP_D_KY593129.1 TGGCGTAATTAA------------------------------------------------ 431

SWP_EHP_pGEMHP3 TGGAGA------------------------------------------------------ 415

SWP_EHP_pGEMHP1 ------------------------------------------------------------ 398

SWP_EHP_B_KY483639.1 ------------------------------------------------------------ 466

SWP_EHP_E_KY674357.1 TGGAGTAATCAAGAAAATTGCAAAGACACATCGTGAGACCTAAATCTCCCTACTCTCGTC 521

SWP_EHP_A_KX258197.1 TGGAGTAATCAAGAAAATTGCAAAGACACATCGTG------------------------- 514

SWP_EHP_C_KY593133.1 TGGAGTAATCAA------------------------------------------------ 468

SWP_EHP_F_KY593132.2 TGGAGTAATCAA------------------------------------------------ 468

SWP_EHP_D_KY593129.1 -- 431 SWP_EHP_pGEMHP3 -- 415 SWP_EHP_pGEMHP1 -- 398 SWP_EHP_B_KY483639.1 -- 466 SWP_EHP_E_KY674357.1 CT 523 SWP_EHP_A_KX258197.1 -- 514 SWP_EHP_C_KY593133.1 -- 468 SWP_EHP_F_KY593132.2 -- 468

  Jurnal Riset Akuakult ur, 13 (3), 2018, 267-275

  Tan gp r as it t ip a p , A., Sr isa la , J., Ch o u w d e e , S., So m bo o n , M., Chu chird , N., Lim suwan , C., & Sritunyalucksana, K. (2013). The microsporidian Entero cyt ozoo n hepat openaei is not the cause o f whit e feces synd ro me in whit e le g sh rimp Penaeus (Litopenaeus) vannamei.

  B., Schmidt, M.M., Piamsomboon, P., & Hanggono,

  B. (2 0 1 6 ). De n se p o p u la t io n s o f t h e micro spo ridian Ent ero cyt o zo o n hepat o penaei (EHP) in feces o f

  Penaeus vannamei

  exhib it ing white feces syndrome and pathways of their trans- mission to healthy shrimp.

  Journal of Invert ebrat e Pat hology

  ,

  140 , 1-7.

  BM C Vet erinar y Research

  480 , 17-21.

  ,

  9 .

  Tourtip, S., Wongtripop, S., Stentiford, G.D., Bateman, K.S., Sr iu r a ira t a n a , S., Ch a vad e j, J., & Withyachumnarnkul, B. (2009). Ent erocyto zoon h e p a t o p e n ae i sp . n o v. (Micro s p o r id a : Enterocytozo onidae), a parasite of t he black ti- g e r s h r im p Pe n a e u s m o n o d o n (De ca p o d a : Penaeidae): Fine structure and phylogenetic rela- tionships.

  Journal of Invert ebrat e Pat hology

  , 102(1), 21-29. Yang, D., Dang, X., Tian, R., Long, M., Li,C., Li, T., &

  Zhou, Z. (2014). Development of an approach to analyze the interaction between Nosema bombycis (microsporidia) deproteinated chitin spore coats and spo re wall prot eins.

  Journal of Inver t ebr at e Pat hology

  ,

  Tang, K.F.J., Han, J.E., Aranguren, L.F., White-Noble,

  ,

  Jang, C. & Magnuson, T. (2013). A Novel Selection Mar k e r fo r Efficie n t DNA Clo n in g an d Recombineering in E . coli, PLoS ONE,

  Int ernat ional Journal of Research

  8 (2), 1-7.

  Jaro e n lak, P., Bo ak ye , D.W., Van ich viriyakit , R., W illiam s , B.A.P., Sr it u n yalu cks a n a, K., & Itsathitphaisarn, O. (2018). Identification, charac- terization and heparin binding capacity of a spore- w a ll, vir u le n ce p r o t e in fr o m t h e s h rim p micro spo ridian, Ent ero cyto zo on hepat openaei (EHP). Parasit es and Vect ors , 11 (1), 1-15.

  Lorenz, T.C. (2012). Polymerase Chain Reaction: Ba- sic Protocol Plus Troubleshooting and Optimiza- tion Strategies.

  Journal of Visualized Experiment s

  , (63), 1-15. Padmanabhan, S., Banerjee, S., & Mandi, N. (2011).

  Screening of Bacterial Recombinants: Strategies and Preventing False Positives.

  M olecular Cloning- Select ed Applicat ions in M edicine and Biology

  . Pearson, W.R. (2014). An Introduct ion to Sequence and Series.

  , 1(10), 1286-1292. Rajendran, K.V., Shivam, S., Ezhil Praveena, P., Joseph

  Aquacul- t ure

  Sahaya Rajan, J., Sathish Kumar, T., Avunje, S., & Vija ya n , K. K. (2 0 1 6 ). Em e r ge n ce o f Ent ero cyto zoo n hepat openaei (EHP) in farmed Penaeus (Litopenaeus) vannamei in India.

  Aqua- cult ure

  ,

  454 , 272-280.

  Rùz¡ièka, M., Kulha´ nek, P., Radova´ , L., Èechova´ ,

  A., S¡paèkova´ , N., & Fajkusova´ , L. (2017). DNA mutation motifs in the genes associated with in- herited diseases, PLoS ONE, 12(8), 1-16. Selvin, J., Ninawe, A., Ramu, M., & Kiran, S. (2015).

  Control of Pathogenic Vibrios in Shrimp Aquacul- t ure using Ant iinfect ives from Marine Natural Products. Conference Papper , p .102-141.

  Tang, K.F.J., Aranguren, L.F., Piamsomboo n, P., Han, J.E., Maskaykina, I.Y., & Schmidt, M.M. (2017). De- t ect io n of the micro spo ridian Ent ero cyto zoo n hepatopenaei (EHP) and Taura syndrome virus in Penaeus vannamei cultured in Venezuela.

  115 (1), 1-7.