Perencanaan sistem penyaluran air limbah domestik Kota Bogor menggunakan air hujan untuk debit penggelontoran

PERENCANAAN SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH
DOMESTIK KOTA BOGOR MENGGUNAKAN AIR HUJAN
UNTUK DEBIT PENGGELONTORAN

NURA ADITHIA DEWI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Sistem
Penyaluran Air Limbah Domestik Kota Bogor Menggunakan Air Hujan
Untuk Debit Penggelontoran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya

melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Nura Adithia Dewi
NIM F44100028

ABSTRAK
NURA ADITHIA DEWI. Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik
Kota Bogor Menggunakan Air Hujan Untuk Debit Penggelontoran. Dibimbing
oleh Allen Kurniawan. 2014.
Sistem penyaluran air limbah merupakan bagian penting dalam sistem prasarana
perkotaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang konfigurasi sistem
penyaluran air limbah domestik Kota Bogor dan memodifikasi sistem drainase
Kota Bogor untuk memenuhi debit penggelontoran. Data penelitian berupa data
sekunder yang didapatkan dari instansi terkait, studi pustaka, dan hasil beberapa
penelitian sebelumnya. Nilai debit puncak (Qpeak) pada inlet IPAL 1 di
Kelurahan Bantarjati sebesar 0.59 m3/detik dengan diameter 900 mm, sedangkan
nilai Qpeak pada inlet IPAL 2 di Kelurahan Mekarwangi sebesar 1.42 m3/detik
dengan diameter 1000 mm. Kedalaman galian diusahakan kurang dari 6 m.
Tangki Septik Komunal yang direncanakan sebanyak lima unit di Kelurahan
Pakuan, Mulyaharja, Ciluar, Balumbangjaya, dan Kencana. Perhitungan intensitas

hujan menggunakan Metode Sherman. Sistem drainase mikro dirancang untuk
memenuhi debit penggelontoran. Titik penggelontoran sebanyak 53 titik dengan
kisaran debit gelontor sebesar 0.03 m3/detik. Kisaran debit saluran drainase
sebesar 0.25 m3/detik. Bentuk saluran yang digunakan adalah saluran persegi
panjang dengan kisaran lebar 0.43 m dan tinggi 0.42 m.
Kata kunci: air limbah domestik, manhole, Metode Gumbel, Metode Sherman

ABSTRACT
NURA ADITHIA DEWI. Planning of Domestic Wastewater Sewerage in Bogor
City Using Rainwater for Flushing Discharge. Supervised by Allen Kurniawan.
2014.
Sewerage system is an important part of the urban infrastructure. The purpose of
this study is to design a system configuration domestic sewerage and modify
drainage systems for flushing discharge. This research use secondary data from
relevant agencies, literature, and the results of previous study. Value of peak
discharge (Qpeak) at inlet of WWTP 1 at the Bantarjati Village is 0.59 m3/sec
with a diameter of 900 mm, while the Qpeak value at inlet the WWTP 2 at
Mekarwangi Village is 1.42 m3/sec with a diameter of 1000 mm. The depth of
excavation cultivated less than 6 m. Planned of Communal Septic Tank are 5 units
in the Pakuan Mulyaharja, Ciluar, Balumbangjaya, and Kencana Village. Rainfall

intensity calculation using Sherman Method. Micro drainage system is designed
to supply discharge flushing. Flushing point as many as 53 points with range of
flush discharge is 0.03 m3/sec. Drainage discharge range of 0.25 m3/sec. Shape of
the channel using a rectangular channel with a width range of 0.43 m and 0.42 m
high.
Keywords: domestic wastewater, manhole, Gumbel Method, Sherman Method

PERENCANAAN SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH
DOMESTIK KOTA BOGOR MENGGUNAKAN AIR HUJAN
UNTUK DEBIT PENGGELONTORAN

NURA ADITHIA DEWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan tepat waktu.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah air limbah dan drainase, dengan judul
Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Kota Bogor Menggunakan
Air Hujan Untuk Debit Penggelontoran.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Allen Kurniawan, S.T., M.T.
selaku pembimbing, Bapak Nuryadi dari Badan Meteorologi dan Geofisika, dan
Bapak Undang dari Badan Pengawas Statistik yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan, atas segala doa dan
dukungan yang telah diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan digunakan
oleh pihak terkait ataupun masyarakat secara luas.

Bogor, Juni 2014

Nura Adithia Dewi

DAFTAR ISI
PRAKATA

v

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian


2

METODE

3

Waktu dan Tempat

3

Alat dan Bahan

3

Prosedur Analisis

3

Proyeksi Penduduk


4

Sistem Penyaluran Air Limbah dan Drainase Mikro

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Gambaran Umum Lokasi Kajian

6

Proyeksi Jumlah Penduduk

6

Perhitungan Kebutuhan Air


8

Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Menuju IPAL

10

Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Menuju TSK

14

Penentuan Intensitas Curah Hujan

16

Perencanaan Sistem Drainase Mikro

18

Penentuan Kapasitas Bangunan Penggelontor


19

SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN


20

RIWAYAT HIDUP

152

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Proyeksi jumlah penduduk Kecamatan Bogor Utara
Rencana kebutuhan air tahun 2013-2015
Pembagian kota berdasarkan jumlah penduduk
Nilai populasi ekuivalen untuk setiap kegiatan

8
8
9
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram alir penelitian
Diagram alir prosedur lengkap penelitian
Hasil proyeksi penduduk Kota Bogor
Rencana lokasi IPAL
Grafik design of main sewer
Potongan melintang segmen 3-4
Rencana lokasi TSK
Kurva IDF berdasarkan Metode Sherman

3
5
7
10
12
14
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Persamaan yang digunakan dalam perhitungan air limbah
2 Persamaan yang digunakan dalam perhitungan drainase mikro
3 Hasil proyeksi penduduk setiap kelurahan Kota Bogor menggunakan
Metode Sherman
4 Contoh perhitungan ketiga metode proyeksi penduduk di Kelurahan
Bantarjati
5 Nilai variabel x berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum Republik
Indonesia
6 Lokasi bangunan penggelontoran beserta debit influen dan efluen
7 Tabel nilai variabel Sn dan Yn
8 Tabel nilai koefisien pengaliran (C)
9 Hasil perhitungan kebutuhan air Kota Bogor
10 Hasil perhitungan debit air limbah IPAL
11 Hasil perhitungan dimensi air limbah IPAL
12 Hasil perhitungan volume air limbah IPAL
13 Hasil perhitungan debit penggelontoran IPAL
14 Hasil perhitungan volume akhir air limbah IPAL
15 Hasil perhitungan penanaman pipa IPAL
16 Hasil perhitungan debit air limbah TSK
17 Hasil perhitungan dimensi air limbah TSK
18 Hasil perhitungan volume air limbah TSK
19 Hasil perhitungan debit penggelontoran TSK
20 Hasil perhitungan volume akhir air limbah TSK
21 Hasil perhitungan penanaman pipa TSK
22 Hasil perhitungan intensitas curah hujan
23 Hasil perhitungan debit air limpasan

23
25
27
29
30
31
33
34
35
45
60
71
82
84
95
106
109
111
113
114
116
118
130

24
25
26
27
28
29
30
31
32

Hasil perhitungan dimensi saluran
Hasil perhitungan kedalaman saluran
Gambar manhole
Gambar bangunan penggelontor
Penampang memanjang perpipaan air limbah
Penampang memanjang saluran drainase mikro
Gambar peta kontur ketinggian Kota Bogor
Gambar blok pelayanan dan perpipaan air limbah Kota Bogor
Gambar blok pelayanan dan saluran drainase mikro Kota Bogor

143
151
159
160
161
162
163
164
165

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan air minum menghasilkan sekitar 80% air limbah. Air limbah ini
mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang, dan sebagainya.
Kualitas air limbah tidak memadai untuk langsung dibuang ke lingkungan apabila
konsentrasi polutan berada di atas baku mutu regulasi. Air limbah pada kondisi
tersebut harus dikumpulkan dan dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Selain itu, air yang berasal dari air hujan sebagian masuk ke dalam tanah
dan sisanya mengalir di permukaan tanah (surface runoff). Air limpasan dapat
langsung masuk ke sungai atau danau, tetapi dapat juga terperangkap di tempat
tertentu sehingga nyamuk atau serangga lain berkembang biak dan menganggu
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem pengumpul air hujan juga
diperlukan untuk mengalirkan ke tempat yang sesuai.
Di Indonesia, sistem pengolahan air limbah hanya melayani sebagian
penduduk karena biaya konstruksi dan pengolahan mahal. Sistem pengolahan
hanya ditemukan di kota besar, sedangkan kota kecil atau perdesaan
menggunakan sistem individu berupa tanki septik yang mencemari lingkungan
apabila tingkat kepadatan penduduk tinggi. Air limbah menyebabkan penurunan
tingkat kesehatan manusia karena dapat membawa bibit penyakit. Dampak
terhadap kesehatan akibat air limbah tidak hanya dirasakan oleh manusia, tetapi
juga tumbuhan dan hewan. Selain itu, pengelolaan air limbah yang buruk akan
mengganggu estetika dan stabilitas lingkungan. Berdasarkan pertimbangan
tersebut, perencanaan sistem penyaluran air limbah ke tempat pengolahan sangat
diperlukan sehingga stabilitas lingkungan tetap terjaga.
Penggelontoran merupakan penambahan air dengan debit dan kecepatan
tertentu ke dalam saluran. Penggelontoran bertujuan untuk membuat aliran dalam
pipa berjalan lancar untuk menghilangkan sedimen dan mengurangi kepekatan air
limbah (Gambiro 2012). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada bangunan
penggelontor adalah air penggelontor harus bersih dari kandungan lumpur, pasir,
dan tidak asam. Selain itu, air penggelontor tidak boleh mengotori saluran (Ilmi
2009). Air penggelontor dapat berasal dari air tanah, air hujan, air minum dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), air sungai, danau, dan sebagainya. Air
penggelontor berupa air tawar (bukan air asin) digunakan untuk menghindari
penambahan kadar endapan, suspensi, atau kadar kekerasan dan kontaminan yang
lebih besar.
Hingga kini, masih banyak kota menangani drainase dengan paradigma
lama, yaitu mengalirkan secepatnya air hujan berupa limpasan (run-off) ke
penerima air atau badan air terdekat. Drainase mikro dapat dirancang untuk
memenuhi debit penggelontoran dalam sistem penyaluran air limbah. Cara seperti
ini akan menghemat penggunaan air minum PDAM melalui pemberdayaan air
limpasan sehingga mempunyai nilai guna di lingkungan.
Rumah tangga merupakan penyumbang pencemaran sungai terbanyak di
Kota Bogor. Akibatnya, kandungan bakteri Escherichia coli (E.coli) pada dua
sungai utama di Kota Bogor, yakni Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane sangat
tinggi. Menurut data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Bogor tahun 2012,

2

kandungan bakteri E.coli pada kedua sungai tinggi, meskipun jumlahnya
fluktuatif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BLH Kota Bogor, kadar E.coli di
Ciliwung Hulu sebesar 50,000 sel/100 mL, Ciliwung Tengah sebesar 40,000
sel/100 mL, Ciliwung Hilir sebesar 120,000 sel/100 mL, Cisadane Hulu sebesar
18,000 sel/100 mL, Cisadane Tengah sebesar 60,000 sel/100 mL, dan Cisadane
Hilir sebesar 90,000 sel/100 mL. Baku mutu Keputusan Menteri Negara Nomor
112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik hanya 5,000 sel/100
mL sehingga air sungai termasuk ke dalam kategori tercemar parah. Berdasarkan
data tersebut, Kota Bogor harus memiliki IPAL untuk mengolah air limbah
sebelum dibuang ke dalam badan air.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa rumusan penelitian ini:
1. Berapa total debit air limbah yang dihasilkan penduduk Kota Bogor sesuai
dengan tahun perencanaan sistem penyaluran air limbah ?
2. Bagaimana perencanaan sistem penyaluran air limbah di Kota Bogor ?
3. Bagaimana perencanaan sistem drainase yang efektif untuk mengalirkan air
limpasan ke dalam bangunan penggelontoran ?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian ini:
1. Merancang konfigurasi sistem penyaluran air limbah domestik Kota Bogor
menuju IPAL.
2. Merancang konfigurasi sistem penyaluran air limbah domestik Kota Bogor
menuju Tangki Septik Komunal (TSK).
3. Memodifikasi konfigurasi sistem drainase Kota Bogor skala mikro menuju
bangunan penggelontoran.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai usulan dan rekomendasi teknis
dalam mempermudah pengelolaan limbah cair Kota Bogor. Selain itu, modifikasi
sistem drainase menuju bangunan penggelontor dapat digunakan untuk memenuhi
debit penggelotoran dalam sistem penyaluran air limbah.

Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.

Ruang lingkup penelitian ini:
Deskripsi daerah kajian
Proyeksi jumlah penduduk
Perencanaan sistem penyaluran air limbah domestik
Perhitungan intensitas hujan
Perencanaan sistem drainase skala mikro

3

6. Perencanaan jalur air limbah domestik dan drainase mikro
7. Penentuan kapasitas bangunan penggelontoran

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini mengambil lokasi perencanaan di wilayah administratif Kota
Bogor dan dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2014. Pengambilan data
jumlah penduduk dilaksanakan pada seluruh kelurahan di setiap kecamatan di
Kota Bogor dan data curah hujan didapatkan dari stasiun klimatologi Kota Bogor.
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara intensif bersama pembimbing tugas
akhir di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Bahan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dari luas wilayah
dan jumlah penduduk setiap kelurahan di Kota Bogor, serta berbagai jenis peta.
Kriteria peta dalam penelitian ini adalah peta topografi, peta kontur, peta kontur
ketinggian, peta kepadatan penduduk, peta curah hujan, peta administrasi, dan
data curah hujan Kota Bogor. Alat pendukung penelitian ini adalah seperangkat
laptop yang dilengkapi software Microsoft Excel, Arc Map, dan Google Earth.

Prosedur Analisis Data
Tahapan pelaksanaan dan prosedur penelitian tersaji pada Gambar 1.
Identifikasi
Masalah

Analisis
Pengolahan
Data

Penyusunan
Laporan

Studi
Pustaka

Kalkulasi dan
Rancangan Sistem
Penyaluran Air Limbah

Limbah
Kalkulasi dan
Rancangan Sistem
Drainase Perkotaan
Skala Mikro

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Pengumpulan
Data Sekunder

Proyeksi
Penduduk

Pengolahan
Data

4

Proyeksi Penduduk
Perhitungan proyeksi penduduk dilakukan dengan menggunakan tiga
metode, yaitu Metode Aritmatik, Metode Geometrik, dan Metode Eksponensial.
Persamaan dari ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut :
a. Metode Aritmatik
-

(Pers. 1)
(Pers. 2)

Keterangan:
Pn = jumlah penduduk tahun ke-n
Po = jumlah penduduk tahun dasar
Tn = tahun ke-n
To = tahun dasar
Ka = laju pertumbuhan penduduk
P1 = jumlah penduduk pada tahun awal proyeksi
P2 = jumlah penduduk pada tahun akhir proyeksi
T1 = tahun awal proyeksi
T2 = tahun akhir proyeksi
b. Metode Geometrik
(Pers. 3)
-

(Pers. 4)

Keterangan:
Pn = jumlah penduduk tahun ke-n
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar
r = laju pertumbuhan penduduk
n = jumlah interval
c. Metode Eksponensial
(Pers. 5)
-

(Pers. 6)

Keterangan:
Pn = jumlah penduduk tahun ke-n
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar
r = laju pertumbuhan penduduk
n = jumlah interval
Sistem Penyaluran Air Limbah dan Drainase Skala Mikro
Pada penelitian ini, perhitungan sistem penyaluran air limbah dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu sistem penyaluran air limbah menuju Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan sistem penyaluran air limbah menuju Tangki

5

Septik Komunal (TSK). Meskipun demikian, kedua tahapan perhitungan tersebut
tidak berbeda. Kemudian, perhitungan sistem drainase skala mikro difokuskan
untuk mencukupi debit penggelontoran pada sistem penyaluran air limbah.
Tahapan dan prosedur analisis untuk sistem penyaluran air limbah dan drainase
skala mikro disajikan pada Gambar 2.
Perencanaan Sistem Penyaluran Air
Limbah dan Drainase Skala Mikro

Saluran Air Limbah

Perhitungan Debit Air
Limbah

a. Panjang pipa
b. Area pelayanan
c. Debit air buangan
(Qab)7)
d. Debit rata-rata
(qr)8)
e. Debit minimum
(Qmin)9)
f. Debit maksimum
(Qmd)10)
g. Debit infiltrasi11)
h. Debit puncak
(Qpeak)12)

Perhitungan Volume
Air Limbah
a. Qmin/Qfull
b. Dmin/Dfull (grafik)
→ Dmin20)
c. Vmin/Vfull (grafik)
→ Vfull dan Vmin21)
d. Jika antara Vmin
dan Dmin tidak
memenuhi syarat

penggelontoran22)

Perhitungan Dimensi
Saluran

a. Qpeak/Qfull (dari
grafik)
b. Qfull awal13) dan
Vfull (asumsi)
c. Diameter hitung
(D hitung)14)
d. D rancangan
(pasaran)
e. R = A/P
f. Slope tanah15)
g. Slope pipa16)
h. V full17) dan Q full
akhir18)
i. V peak19)

Perhitungan
Penanaman Pipa

a. Elevasi tanah (ET)
23)

b. Elevasi dasar
saluran (EDS)24)
c. Elevasi muka air
(EMA)25)
d. Kedalaman galian
(KG)

Saluran Drainase
Skala Mikro

Perhitungan Data
Curah Hujan

Perhitungan Debit
Saluran Drainase

a. Hitung hujan
rencana (metode
Gumbel)26)
b. Frekuensi
kejadian hujan
(SR) → PUH 2, 5,
1027)
c. Intensitas curah
hujan28)
d. Periode ulang
hujan (Talbot,
Sherman,
Ishiguro)29)

a. Luas daerah
pengaliran
b. Koef. Pengaliran
c. Elevasi muka tanah
awal dan akhir
limpasan
d. Panjang Limpasan
(Lo)
e. Slope limpasan (So)30)
f. Waktu limpasan (to)31)
g. Waktu drainase (td)32)
h. Waktu konsentrasi
(tc)33)
i. Storage factor (Cs)34)
j. Debit aliran (Q)35)

Perhitungan Dimensi
Saluran Drainase
a. Lebar saluran (b) →
asumsi
b. Kecepatan aliran (V)
c. Debit aliran (Q)
d. Tinggi muka air
(Y)36)
e. Freeboard (F)37)
f. Tinggi saluran (H)38)
g. Jari-jari hidrolis
(R)39)
h. Slope saluran (S)40)
i. Qcek (Manning)41)

Gambar 2 Diagram alir prosedur lengkap penelitian

Perhitungan
Kedalaman Saluran
a. Tinggi muka air
(y)
b. Kedalaman
saluran (H)
c. Elevasi tanah
(ET)
d. Slope tanah42)
e. Elevasi dasar
saluran (EDS)43)
f. Elevasi muka air
(EMA)44)

6

Persamaan untuk perhitungan air limbah dapat dilihat pada Lampiran 1,
sedangkan persamaan untuk perhitungan drainase mikro dapat dilihat pada
Lampiran 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Kajian
Kota Bogor merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat dengan luas
wilayah sekitar 11,850 hektar. Kota Bogor terletak diantara 106°48’ Bujur Timur
dan 6°26’ Lintang Selatan. Secara administratif, Kota Bogor mencangkup enam
wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Utara,
Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Selatan,
dan Kecamatan Tanah Sareal. Seluruh wilayah Kota Bogor memiliki batas
administratif dengan wilayah Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Cijeruk dan
Kecamatan Caringin di sebelah selatan; Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan
Ciawi di sebelah timur; Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede, dan
Kecamatan Kemang di sebelah utara; dan Kecamatan Ciomas dan Kecamatan
Dramaga di sebelah barat. Peta Kota Bogor dapat dilihat pada Lampiran 30.
Iklim Kota Bogor memiliki suhu rata-rata setiap bulan berkisar 26°C dengan
suhu terendah sebesar 21.8°C dan suhu tertinggi sebesar 30.4°C, kelembapan
udara sebesar 70%, dan curah hujan rata-rata setiap tahun adalah 3500-4000 mm
(PIDII 2014). Kondisi kependudukan di Kota Bogor mengalami perkembangan
cukup pesat. Rata-rata pertumbuhan rumah tangga, penduduk dan kepadatan
penduduk sekitar dua persen setiap tahunnya (BPS 2012). Jumlah penduduk di
Kota Bogor pada tahun 2009 sebesar 946,204 jiwa dengan kepadatan penduduk
rata-rata 80 jiwa/ha. Jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Bogor Barat.
Namun, kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Bogor Tengah.
Penduduk rata-rata kota Bogor per tahun kurang lebih 2.8% (SKK 2010).

Proyeksi Jumlah Penduduk
Pada perencanaan sistem penyaluran air limbah, perkembangan penduduk di
masa depan hingga akhir periode perencanaan perlu diketahui. Jumlah penduduk
sangat mempengaruhi debit air limbah. Pada umumnya, jumlah penduduk
meningkat, maka penanganan air limbah akan semakin besar pula. Perencanaan
sistem penyaluran air limbah hanya pada tingkat kelurahan sehingga proyeksi
dihitung berdasarkan jumlah penduduk setiap kelurahan di Kota Bogor. Perkiraan
jumlah penduduk menggunakan data kependudukan tahun 2008-2012 sehingga
prediksi jumlah penduduk tahun 2035 dapat ditentukan. Selain proyeksi jumlah
penduduk setiap kelurahan, proyeksi jumlah penduduk seluruh Kota Bogor harus
diperhitungkan.
Proyeksi jumlah penduduk menggunakan metode aritmatika, metode
geometrik, dan metode eksponensial. Pemilihan metode berdasarkan hasil nilai
simpangan terkecil. Nilai simpangan didapatkan dari selisih jumlah penduduk

7

hasil sensus dan jumlah penduduk hasil proyeksi. Sebenarnya, nilai simpangan
pada metode geometrik dan eksponensial memiliki nilai yang sama di setiap
kelurahan. Contohnya, Kelurahan Bantarjati memiliki nilai simpangan sebesar
121.07 untuk setiap metode. Namun, metode geometrik memiliki nilai laju
pertumbuhan (r) lebih besar, yaitu 1.96% dibandingkan dengan nilai r pada
metode eksponensial sebesar 1.94%. Penentuan periode perencanaan ini
berdasarkan nilai r tertinggi (Imhoff & Fair 1956) sehingga metode terpilih adalah
geometrik.
Tahun perencanaan sistem penyaluran air limbah ini hingga tahun 2035.
Hasil perhitungan proyeksi Kota Bogor menggunakan metode geometrik disajikan
dalam Gambar 1.
1712887

1800000
1600000

1522503

Jumlah Penduduk
1353280

1400000
1202866
1200000
1044270

1069170

2014

2015

1000000
800000
600000
400000
200000
2020

2025

2030

2035

Gambar 3 Hasil proyeksi penduduk Kota Bogor
Berdasarkan Gambar 3 di atas, pertumbuhan penduduk Kota Bogor
meningkat setiap tahun proyeksi. Laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor
sebesar 2.83% setiap tahun. Jumlah penduduk tahun 2014 sebanyak 1,044,270
jiwa dan jumlah penduduk tahun 2035 meningkat menjadi 1,712,887 jiwa.
Proyeksi jumlah penduduk setiap kelurahan menghasilkan jumlah penduduk
tertinggi pada tahun 2035 di Kelurahan Kencana dengan jumlah penduduk
mencapai 134,964 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah di Kelurahan
Pabaton dengan jumlah penduduk 1768 jiwa. Contoh proyeksi penduduk
Kecamatan Bogor Utara tahun 2035 menggunakan metode geometrik disajikan
pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1, jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Bogor Utara
adalah Kelurahan Cimahpar dengan jumlah penduduk sebesar 59,950 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk terendah adalah Kelurahan Cibuluh dengan jumlah
penduduk sebesar 21,995 jiwa. Jumlah penduduk tersebut berdampak pada luas
area blok pelayanan. Jumlah kepadatan penduduk semakin kecil, maka blok
pelayanan yang dibuat semakin sedikit dengan luasan lebih besar. Sebaliknya,
blok pelayanan dibuat semakin banyak dengan luasan lebih kecil jika jumlah
kepadatan penduduknya semakin tinggi.

8

Tabel 1 Hasil proyeksi jumlah penduduk Kecamatan Bogor Utara tahun 2035
Kelurahan

Laju Pertumbuhan (%)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Bantarjati
Tegalgundil
Tanah Baru
Cimahpar
Ciluar
Cibuluh
Kedunghalang
Ciparigi

0.83
1.96
3.02
4.98
4.98
0.64
2.77
3.58

29,821
44,471
48,800
59,950
49,376
21,995
40,758
57,325

Hasil proyeksi seluruh kelurahan di Kota Bogor menggunakan metode
geometrik dapat dilihat pada Lampiran 3 dan contoh perhitungan setiap metode
dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai r setiap kelurahan berbeda-beda. Tanda
negatif pada hasil perhitungan Ka menunjukkan pertumbuhan penduduk pada
daerah tersebut mengalami penurunan setiap tahun. Nilai laju pertumbuhan
negatif terbesar adalah -0.31% di Kelurahan Babakan Pasar. Sebaliknya, tanda
positif pada hasil perhitungan Ka menunjukkan pertumbuhan penduduk pada
daerah tersebut meningkat setiap tahun. Laju pertumbuhan positif terbesar adalah
8.68% di Kelurahan Kencana.

Perhitungan Kebutuhan Air
Perhitungan kebutuhan air Kota Bogor didasarkan pada hasil perhitungan
kebutuhan air oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Pakuan Kota Bogor tahun
2013-2015. Tabel rencana kebutuhan air Kota Bogor disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rencana kebutuhan air tahun 2013-2015
Tahun
Deskripsi
2013
2014
2015
Jumlah penduduk (jiwa)
1,057,172 1,083,601 1,110,691
% Pelayanan oleh PDAM
a. Melalui sambungan langsung (SR)
86.96
87.69
88.38
b. Melalui sambungan hidran umum (HU)
0.59
0.54
0.5
Penduduk terlayani (jiwa)
113,587
122,587
131,587
3
Konsumsi (m /hari)
a. SR
77,719
85,033
93,036
b. HU
120
120
120
Kebutuhan domestik (L/detik)
901
986
1,078
Kebutuhan non domestik (L/detik)
225
246
270
Kebutuhan total (L/detik)
1,126
1,232
1,348
Kehilangan air (%)
34.39
33.39
32.39
Kebutuhan rata-rata (L/detik)
1,716
1,850
1,993
Sumber: PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor 2013

9

Berdasarkan Tabel 2, persentase pelayanan meningkat setiap tahun. Pada
tahun 2035 diperkirakan persentase pelayanan telah mencapai 95%. Sebagian
besar air limbah dihasilkan dari sisa penggunaan air bersih sehingga konsumsi air
bersih harus diketahui berdasarkan standar pelayanan berdasarkan jenis kota.
Standar tersebut dikeluarkan oleh Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan
Umum (DPU).

Kategori
I
II
III
IV
V

Tabel 3 Pembagian kota berdasarkan jumlah penduduk
Kebutuhan Air Bersih
Jenis Kota
Jumlah Penduduk
(liter/jiwa/hari)
Metropolitan
> 1,000,000
190
Kota Besar
500,000 – 1,000,000
170
Kota Sedang
100,000 – 500,000
130
Kota Kecil
20,000 – 100,000
100
Desa
< 20,000
80

Sumber: Ditjen Cipta Karya Departemen PU 2005

Berdasarkan Tabel 3, Kota Bogor termasuk ke dalam kategori kota
metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari satu juta jiwa sehingga
kebutuhan air bersih terpilih sebesar 190 liter/jiwa/hari. Kebutuhan domestik
dihitung sesuai dengan jumlah penduduk terlayani dan konsumsi air minum,
sedangkan kebutuhan non domestik diperkirakan sekitar 30%. Hasil ini
berdasarkan Tabel 2. Nilai kebutuhan non domestik sekitar 25% dari kebutuhan
domestik dengan pertambahan setiap tahun sekitar 2% sehingga nilai kebutuhan
non domestik diperkirakan sebesar 30%. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor
merencanakan kehilangan air setiap tahun berkurang sebesar 1% sehingga
kehilangan air pada tahun 2035 sekitar 12%.
Faktor harian maksimum berdasarkan Ditjen Cipta Karya PU sebesar 1.1
dan faktor jam puncak sebesar 1.5. Nilai ini sesuai dengan kategori Kota Bogor,
yaitu Kota Metropolitan. Nilai faktor jam puncak dan faktor harian maksimum
dapat berbeda pada setiap daerah. Hal ini disebabkan perbedaan jumlah kepadatan
penduduk dan jenis aktivitas pada setiap daerah (Jeya 2012). Perhitungan faktor
harian maksimum dan faktor jam puncak perlu memperhatikan penggunaan air
pada jam-jam puncak (penggunaan air tertinggi), faktor jam puncak dan harian
maksimum setempat melalui perbandingan penggunaan air per jam dalam satu
hari. Menurut Raymond 2007, faktor jam puncak diperoleh melalui perbandingan
debit jam puncak dan debit rata-rata harian dalam satu minggu, sedangkan faktor
harian maksimum diperoleh melalui perbandingan debit maksimum hari dalam
satu minggu dan debit rata-rata harian dalam seminggu.
Perhitungan debit air limbah menggunakan nilai debit air minum pada jam
puncak (Qjp). Rata-rata nilai Qjp yang masuk ke dalam setiap segmen pipa untuk
seluruh blok pelayananan adalah 0.004 m3/detik. Nilai Qjp terbesar terdapat pada
blok 1 (Kelurahan Mekarwangi dan Kelurahan Kencana) sebesar 0.12 m3/detik,
sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada blok 154 (Kelurahan Cikaret dan
Kelurahan Mulyaharja) sebesar 0.00003 m3/detik. Hasil perhitungan lengkap
kebutuhan air dapat dilihat pada Lampiran 9.

10

Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Menuju IPAL
Perhitungan sistem penyaluran air limbah domestik diawali dengan
membuat blok-blok pelayanan pada peta Kota Bogor. Jumlah blok pelayanan
sebanyak 254 blok. Batas blok pelayanan adalah jalan dan sungai. Gambar blok
pelayanan serta sistem perpipaan disajikan pada Lampiran 31. Blok pelayanan
dengan kepadatan penduduk tertinggi sebesar 25,309 jiwa/km2 terdapat di
Kelurahan Panaragan dan Paledang. Blok pelayanan dengan kepadatan penduduk
terendah sebesar 146 jiwa/km2 terdapat di Kelurahan Sindang Barang dan
Bubulak. Perhitungan luas setiap blok pelayanan menggunakan software ArcMap.
Sistem perpipaan dibuat mengikuti jalan dan sistem pengaliran diusahakan
secara gravitasi sehingga perencanaan jaringan perpipaan harus memperhatikan
kontur. Jumlah segmen pipa sebanyak 323 segmen. Segmen dibatasi oleh lubang
pemeriksaan (manhole) dengan jarak sebesar 210 m. Manhole merupakan lubang
pada jalur pipa air limbah untuk mempermudah petugas melakukan pemeriksaan,
perbaikan, maupun pembersihan saluran dari kotoran-kotoran yang menghambat
pengaliran (Rahmawati 2012). Perencanaan jumlah manhole pada penelitian ini
adalah 334 buah. Manhole biasanya diletakan pada perubahan kemiringan saluran,
perubahan arah aliran, dan perubahan diameter saluran (Howard 2009).
Kota Bogor merupakan kota dengan luas area cukup besar dan kepadatan
penduduk tinggi sehingga dua unit IPAL diperlukan untuk menampung debit air
limbah seluruh penduduk kota Bogor. Lokasi IPAL 1 berada di Kelurahan
Bantarjati dan IPAL 2 berada di Kelurahan Mekarwangi. Selain kondisi topografi
daerah pelayanan, penentuan lokasi IPAL juga mempertimbangkan faktor lain,
antara lain lokasi berupa tanah kosong, lokasi jauh dari permukiman, lokasi
terletak dekat dengan badan air penerima (Sungai Ciliwung dan Sungai
Kaliangke), ketersediaan luas lahan cukup memadai, serta pengaliran diusahakan
secara gravitasi menuju dataran topografi terendah (Ginanjar 2008). Lokasi IPAL
dapat disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Rencana lokasi IPAL

11

Perhitungan dimensi pipa dapat diketahui jika jumlah populasi dan jumlah
pemakaian air bersih telah diketahui. Perhitungan dimensi pipa berdasarkan
populasi ekuivalen (PE). Nilai PE berbeda-beda sesuai dengan jenis kegiatan.
Klasifikasi nilai PE berdasarkan Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum
disajikan pada Tabel 4.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Tabel 4 Nilai populasi ekuivalen untuk setiap kegiatan
Kegiatan
Nilai PE
Acuan
Rumah Biasa
1
Study JICA 1990
Rumah Mewah
1.67
Sofyan M Noerlambang
Apartemen
1.67
Sofyan M Noerlambang
Rumah Susun
0.67
Sofyan M Noerlambang
Puskesmas
0.02
Sofyan M Noerlambang
Rumah Sakit Mewah
6.67
SNI 03-7065-2005
Rumah Sakit Menengah
5
SNI 03-7065-2005
Rumah Sakit Umum
2.83
SNI 03-7065-2005
SD
0.27
SNI 03-7065-2005
SLTP
0.33
SNI 03-7065-2005
SLTA
0.53
SNI 03-7065-2005
Perguruan Tinggi
0.53
SNI 03-7065-2005
Ruko
0.67
SNI 03-7065-2005
Kantor
0.33
SNI 03-7065-2005
Stasiun
0.02
SNI 03-7065-2005
Restoran
0.11
SNI 03-7065-2005

Sumber: Ditjen Cipta Karya Departemen PU 2005

Air limbah domestik berasal dari limbah rumah tangga sehingga nilai PE
terpilih adalah rumah biasa dan rumah mewah. Nilai PE dari masing-masing jenis
kegiatan tersebut adalah 1 dan 1.67. Nilai tersebut menghasilkan nilai PE rata-rata
sebesar 1.33.
Jumlah jalur pipa menuju IPAL 1 adalah dua jalur. Jalur terpanjang menuju
IPAL 1 yaitu jalur pertama dengan panjang pipa 8280 m, sedangkan jalur kedua
memiliki panjang 7680 m. Titik awal jalur pertama terdapat di Kelurahan
Katulampa. Perhitungan debit puncak (Q peak) air limbah merupakan akumulasi
dari setiap segmen pipa hingga masuk IPAL. Nilai total Q peak pada jalur pertama
sebesar 0.39 m3/detik. Titik awal jalur kedua terdapat di Kelurahan Cikaret. Nilai
total Q peak pada jalur kedua sebesar 0.27 m3/detik sehingga nilai Q peak pada
inlet IPAL 1 sebesar 0.59 m3/detik.
Jumlah jalur pipa menuju IPAL 2 adalah dua jalur. Jalur terpanjang menuju
IPAL 2 yaitu jalur kedua dengan panjang pipa 12,240 m, sedangkan jalur pertama
memiliki panjang 9780 m. Titik awal jalur pertama terdapat di Kelurahan Loji.
Gambar penampang melintang jalur pipa dapat dilihat pada Lampiran 28. Nilai
total Q peak pada jalur pertama sebesar 0.27 m3/detik. Titik awal jalur kedua
terdapat di Kelurahan Tegal Gundil. Nilai total Q peak pada jalur kedua sebesar
1.16 m3/detik sehingga nilai Q peak pada inlet IPAL 2 sebesar 1.42 m3/detik. Nilai
debit infiltrasi (Q infiltrasi) saluran pada setiap segmen pipa sama, sebesar 0.0004

12

m3/detik. Hal ini disebabkan perhitungan Q infiltrasi saluran tergantung dari
panjang segmen pipa sebesar 210 m. Debit infiltrasi berasal dari penambahan
limpasan air hujan melalui lubang manhole dan tutup-tutup bak kontrol (debit
inflow) (Jatmiko 2007). Nilai debit minimum (Q min) bervariasi sesuai dengan
jumlah penduduk. Nilai Q min digunakan untuk menentukan kedalaman minimum
sebagai persyaratan kelayakan penggelontoran (Watson 2010). Hasil perhitungan
lengkap debit air limbah dapat dilihat pada Lampiran 10.
Pada perhitungan dimensi air limbah diperlukan nilai rasio tinggi muka air
dengan diameter pipa (d/D). Nilai rasio d/D diperlukan karena penyaluran air
limbah tidak memerlukan tekanan (head) yang menyebabkan saluran penuh
(Hardjosuprapto 2000). Nilai rasio d/D terpilih sebesar 0.8 sehingga nilai Q
peak/Q full didapatkan dari grafik design of main sewers (Gambar 5) sebesar 0.98.

Gambar 5 Grafik design of main sewers
(Sumber : Qasim 1999)
Nilai kecepatan aliran awal (v full awal) diasumsikan sebesar 1 m/detik.
Namun, tidak semua segmen pipa memiliki v full awal sebesar 1 m/detik. Pada
segmen pipa 11-10 di Kelurahan Katulampa, nilai v full awal diasumsikan sebesar
2.5 m/detik. Nilai v full asumsi ini disesuaikan dengan nilai diameter hitung (D
hitung) yang diinginkan. Nilai D hitung berbanding terbalik dengan nilai v full
asumsi sehingga nilai v full asumsi akan semakin besar jika nilai D hitung
semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Nilai v full rencana berkisar 2.01 m/detik.
Perubahan diamater pipa antar segmen dibuat tidak terlalu signifikan. Perubahan
diameter ini disesuaikan dengan diameter increaser di pasaran. Perubahan
minimal diameter pipa sebesar 50 mm dan maksimal 100 mm. Diameter pipa inlet
pada IPAL 1 sebesar 900 mm, sedangkan diameter pipa inlet pada IPAL 2 sebesar
1000 mm. Nilai kemiringan pipa (s) diasumsikan dengan syarat nilai Q full akhir
lebih besar sama dengan Q full awal dan nilai v full akhir 0.6-3 m/detik. Nilai s
diusahakan sekecil mungkin, tetapi mampu memberikan kecepatan yang
diharapkan sehingga tidak merusak permukaan saluran (Thomas 2010). Hasil
perhitungan lengkap dimensi air limbah dapat dilihat pada Lampiran 11.

13

Perhitungan volume air limbah memerlukan nilai rasio antara ketinggian air
dengan diameter pipa (d min/D full) dan rasio kecepatan minimum dengan
kecepatan maksimum (v min/v full). Nilai kedua variabel tersebut didapatkan dari
grafik design of main sewers. Nilai d min/D full tergantung pada nilai rasio debit
minimum dengan debit maksimum (Q min/Q full). Pada segmen 1-3 di Kelurahan
Katulampa, nilai Q min/Q full sebesar 0.004 sehingga nilai d min/D full sebesar
0.008. Kemudian, nilai v min/v full tergantung pada nilai d min/D full. Jadi, nilai
v min/v full sebesar 0.31 untuk d min/D full sebesar 0.008. Hasil perhitungan
volume air limbah dapat dilihat pada Lampiran 12.
Penggelontoran merupakan penambahan air dengan debit dan kecepatan
tertentu ke dalam saluran. Penggelontoran membuat aliran dalam pipa berjalan
lancar untuk menghilangkan sedimen dan mengurangi kepekatan air limbah
(Gambiro 2012). Penggelontoran dilakukan jika nilai ketinggian air minimum (d
min) kurang dari 100 mm dan kecepatan minimum (v min) kurang dari 0.6
m/detik. Tidak semua segmen pipa mengalami penggelontoran, contohnya pada
segmen pipa 84-85 di Kelurahan Tegalega. Nilai d min pada segmen ini telah
mencapai 106.18 mm dengan v min sebesar 1.73 m/detik sehingga
penggelontoran tidak perlu dilakukan. Jika segmen pipa mengalami
penggelontoran, maka perhitungan debit penggelontoran perlu dilanjutkan.
Kisaran debit gelontor (Qg) ke dalam setiap segmen pipa sebesar 0.03 m3/detik
dan kisaran volume gelontor (Vg) sebesar 2.72 m3. Hasil perhitungan debit
penggelontoran dapat dilihat pada Lampiran 13.
Perhitungan volume air limbah akhir dilakukan pada segmen pipa yang
mengalami penggelontoran. Pada perhitungan volume air limbah akhir, Q min
awal akan ditambahkan dengan debit penggelontoran sehingga menghasilkan nilai
Q min/Q full baru. Pada segmen 1-3, nilai Q min awal sebesar 0.0001 m3/detik.
Setelah ditambah dengan debit penggelontoran, nilai Q min berubah menjadi 0.02
m3/detik. Hal ini berdampak pada nilai d min dan v min. Nilai d min bertambah
menjadi lebih dari 100 mm. Pertambahan nilai d min pada segmen 1-3 sebelum
penggelontoran adalah 1.57 mm dan nilai d min setelah penggelontoran
bertambah menjadi 135.06 mm. Nilai ini telah memenuhi persyaratan ketinggian
dan kecepatan minimum di dalam pipa. Hasil perhitungan volume air limbah akhir
dapat dilihat pada Lampiran 14.
Pada tahap perhitungan penanaman pipa, dua kondisi mungkin terjadi, yaitu
penggunaan pompa dan drop manhole. Pompa digunakan jika kedalaman galian
terlalu dalam atau kemiringan pipa lebih besar dibandingkan kemiringan elevasi
tanah. Drop manhole digunakan jika nilai kemiringan pipa lebih kecil
dibandingkan dengan kemiringan tanah. Pada penelitian ini, penggunaan pompa
sebanyak 19 buah. Contoh penggunaan pompa terdapat pada segmen 3-4 di
Kelurahan Tajur. Elevasi Dasar Saluran akhir (EDS (Ds)) pada segmen pertama
harus sama dengan Elevasi Dasar Saluran awal (EDS (Us)) segmen selanjutnya.
Elevasi Muka Air akhir (EMA (Ds)) pada segmen pertama pun harus sama
dengan Elevasi Muka Air awal (EMA (Us)) segmen selanjutnya. Hal ini untuk
mencegah terjadinya arus balik (Koroluk 2009). Namun, nilai EDS (Ds) segmen
1-3 tidak sama dengan EDS (Us) segmen 3-4. Hal ini disebabkan adanya
perubahan diameter pipa segmen 1-3 menuju segmen 3-4. Selain perubahan
diameter pipa, perbedaan ini juga terjadi jika terdapat drop manhole, pompa, atau

14

pertemuan pipa pada persimpangan (Kerr 2008). Gambar manhole dapat dilihat
pada Lampiran 26.
Kedalaman galian terhitung segmen 3-4 mencapai 11.62 m. Pompa
diletakkan di antara segmen 3-4 sehingga segmen ini harus dipecah menjadi
segmen 3-a dan segmen a-4. Contoh gambar potongan melintang segmen 3-4
setelah penggunaan pompa dapat dilihat pada Gambar 6. Titik a merupakan titik
tempat pompa diletakkan, yaitu 110 m dari titik 3 dan 100 m dari titik 4. Titik a
pada segmen 3-a dan a-4 berbeda cara perhitungannya. Perhitungan titik a pada
segmen 3-a masih tergantung pada elevasi dasar saluran (EDS) pada titik 3,
sedangkan titik a pada segmen a-4 merupakan elevasi dasar saluran baru setelah
dilakukan pemompaan. Setelah penggunaan pompa, kedalaman galian segmen 3-a
menjadi 4.82 m dan segmen a-4 menjadi 5.95 m. Hasil perhitungan penanaman
pipa dapat dilihat pada Lampiran 15.

Gambar 6 Potongan melintang segmen 3-4
Fungsi pompa mengangkut air limbah dari tempat rendah ke tempat lebih
tinggi untuk menghindari penanaman pipa yang terlalu dalam dan memberikan
tekanan yang cukup untuk proses pengolahan. Kapasitas pompa direncanakan
berdasarkan aliran puncak air limbah, demikian pula dengan perpipaan pada
rumah pompa. Semakin besar kapasitas pompa, biaya untuk perawatan dan
pengontrolan sistem perpompaan akan semakin mahal (Analisse 2009). Pompa
sentrifugal merupakan jenis pompa yang umum digunakan untuk memompa air
limbah karena tidak mudah tersumbat. Penggunaan pompa rendam (submersible)
untuk air limbah lebih baik karena dapat mencegah terjadinya kavitasi (Brodie
2007).

Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Menuju TSK
Tangki septik adalah salah satu cara pengolahan air limbah domestik yang
menggunakan proses pengolahan secara anaerobik. Proses ini dapat memisahkan
padatan dan cairan di dalam air limbah (Phareal 2008). Perhitungan sistem
penyaluran air limbah domestik menuju TSK serupa dengan sistem penyaluran air
limbah menuju IPAL. Jumlah TSK yang direncanakan sebanyak lima unit.
Penentuan lokasi TSK harus mempertimbangkan kondisi topografi karena sistem
pengaliran diusahakan secara gravitasi. Selain itu, penentuan lokasi TSK ini tidak

15

boleh berdekatan dengan badan air. Hal ini untuk mencegah kemungkinan
terjadinya rembesan air limbah ke dalam badan air (Ashley 2009). Kemudian,
TSK ini ditempatkan di daerah-daerah berupa perkampungan atau pada kelurahan
yang belum berkembang dari sisi ekonomi. Hal ini disebabkan pelayanan sistem
panyaluran air limbah menuju IPAL memerlukan biaya cukup tinggi. Lokasi TSK
di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Rencana lokasi TSK
Lokasi TSK 1 berada di Kelurahan Pakuan. TSK 1 melayani air limbah dari
Kelurahan Pakuan, Kelurahan Sindangrasa, Kelurahan Sindangsari, Kelurahan
Muarasari, Kelurahan Harjasari, Kelurahan Kertamaya, Kelurahan Genteng,
Kelurahan Rancamaya, dan Kelurahan Kertamaya. Jumlah blok pelayanan TSK 1
sebanyak tujuh blok. Jumlah segmen pipa pada TSK 1 sebanyak 19 segmen.
Segmen dibatasi oleh manhole dengan jarak sebesar 210 m. Manhole
direncanakan sebanyak 19 buah. Panjang jalur pipa menuju TSK 1 adalah 4440 m
dengan titik awal terdapat di Kelurahan Rancamaya. Nilai total Q peak pada TSK
1 sebesar 1.61 m3/detik dengan diameter pipa inlet sebesar 850 mm.
Penggelontoran pada TSK 1 hanya terdapat pada segmen 4-5 di Kelurahan
Kertamaya dengan Qg sebesar 0.01 m3/detik.
Lokasi TSK 2 berada di Kelurahan Mulyaharja. TSK 2 melayani air limbah
dari Kelurahan Mulyaharja, Kelurahan Ranggamekar, dan Kelurahan Pamoyanan.
Jumlah blok pelayanan TSK 2 sebanyak empat blok. Jumlah segmen pipa pada
TSK 2 sebanyak 22 segmen. Manhole direncanakan sebanyak 22 buah. Panjang
jalur pipa menuju TSK 2 adalah 4740 m dengan titik awal terdapat di Kelurahan
Mulyaharja. Nilai total Q peak pada TSK 2 sebesar 1.33 m3/detik dengan diameter
pipa inlet sebesar 800 mm. Penggelontoran pada TSK 2 hanya terdapat pada
segmen 20-21 di Kelurahan Mulyaharja dengan Qg sebesar 0.01 m3/detik.
Lokasi TSK 3 berada di Kelurahan Ciluar. TSK 3 melayani air limbah dari
sebagian Kelurahan Ciluar, sebagian Kelurahan Cimahpar, dan sebagian
Kelurahan Tanah Baru. Jumlah blok pelayanan TSK 3 sebanyak tiga blok. Jumlah

16

segmen pipa pada TSK 3 sebanyak lima segmen dengan jumlah manhole yang
direncanakan adalah lima buah. Panjang jalur pipa menuju TSK 3 adalah 630 m
dengan titik awal terdapat di Kelurahan Ciluar. Nilai total Q peak pada TSK 3
sebesar 0.32 m3/detik dengan diameter pipa inlet sebesar 450 mm. Penggelontoran
pada TSK 3 hanya terdapat pada segmen 42-43 di Kelurahan Ciluar dengan Qg
sebesar 0.01 m3/detik.
Lokasi TSK 4 berada di Kelurahan Situgede. TSK 4 melayani air limbah
dari Kelurahan Situgede, Kelurahan Margajaya, Kelurahan Balumbangjaya, dan
Kelurahan Bubulak. Jumlah blok pelayanan TSK 4 sebanyak empat blok. Jumlah
segmen pipa pada TSK 4 sebanyak tujuh segmen dengan jumlah manhole yang
direncanakan adalah tujuh buah. Panjang jalur pipa menuju TSK 4 adalah 1620 m
dengan titik awal terdapat di Kelurahan Balumbangjaya. Nilai total Q peak pada
TSK 4 sebesar 0.34 m3/detik dengan diameter pipa inlet sebesar 650 mm.
Penggelontoran pada TSK 4 hanya terdapat pada segmen 47-48 di Kelurahan
Balumbangjaya dengan Qg sebesar 0.02 m3/detik.
Lokasi TSK 5 berada di Kelurahan Kencana. TSK 5 melayani air limbah
dari Kelurahan Kencana. Jumlah blok pelayanan TSK 5 sebanyak dua blok.
Jumlah segmen pipa pada TSK 5 sebanyak sembilan segmen dengan jumlah
manhole yang direncanakan adalah sembilan buah. Panjang jalur pipa menuju
TSK 5 adalah 2100 m dengan titik awal terdapat di Kelurahan Kencana. Nilai
total Q peak pada TSK 5 sebesar 0.74 m3/detik dengan diameter pipa inlet sebesar
600 mm. Penggelontoran pada TSK 4 hanya terdapat pada segmen 54-55 di
Kelurahan Kencana dengan Qg sebesar 0.004 m3/detik.
Pada sistem penyaluran air limbah menuju TSK, penanaman pipa
menggunakan pompa sebanyak tiga pompa. Dua pompa terdapat pada segmen
pipa menuju TSK 1, sedangkan satu pompa terdapat pada segmen pipa menuju
TSK 4. Contoh penggunaan pompa terdapat di segmen 2-3 di Kelurahan
Rancamaya. Kedalaman galian terhitung segmen 2-3 mencapai 10.50 m. Pompa
diletakkan di antara segmen 3-4 sehingga segmen ini harus dipecah menjadi
segmen 2-a dan segmen a-3. Jarak perletakan pipa, yaitu 70 m dari titik 2 dan 180
m dari titik 3. Setelah pompa digunakan, kedalaman galian segmen 2-a menjadi
5.72 m dan segmen a-3 menjadi 5.78 m. Hasil perhitungan lengkap perencanaan
TSK dapat dilihat pada Lampiran 16 hingga Lampiran 21.

Penentuan Intensitas Curah Hujan
Sistem perencanaan drainase skala mikro memerlukan data curah hujan
tahunan tahun 2000-2013. Langkah awal dalam pengolahan data curah hujan
adalah perhitungan hujan rencana dengan menggunakan Metode Gumbel. Metode
ini sering digunakan untuk menganalisis keadaan maksimum seperti analisis
frekuensi banjir (Okonkwo 2010). Beberapa data dari sumber literatur dibutuhkan
untuk kalkulasi Metode Gumbel, seperti nilai faktor reduced standar deviasi (Sn),
faktor reduced mean (Yn), dan reduced variate (Yt). Nilai Sn dan Yn tergantung
pada jumlah data curah hujan (n). Pada penelitian ini, data curah hujan yang
digunakan sebanyak 14 data sehingga nilai Sn dan Yn berturut-turut adalah 0.01
dan 0.51 (Suripin 2004). Nilai variabel Sn dan Yn dapat dilihat pada Lampiran 7.

17

Nilai variabel Yt tergantung pada tahun Periode Ulang Hujan (PUH). Persamaan
untuk mencari nilai Yt adalah sebagai beikut:
-

-

-

(Pers. 45)

Keterangan:
Yt = reduced variate
T = periode ulang hujan
Penelitian ini menggunakan PUH 5, 10, dan 20 sehingga nilai Yt diperoleh
menggunakan Persamaan (44) berturut-turut sebesar 1.49, 2.25, dan 2.96. Analisis
frekuensi kejadian hujan menghasilkan nilai hujan rencana satu hari (R24) dalam
perhitungan intensitas curah hujan. Nilai R24 masing-masing PUH adalah
361.427 mm, 394.254 mm, dan 425.315 mm.
Perhitungan intensitas curah hujan dilakukan melalui tiga metode, yaitu
Metode Talbot, Metode Sherman, dan Metode Ishiguro. Pemilihan ketiga metode
tersebut berdasarkan pada nilai standar deviasi (SD) yang paling kecil. Nilai SD
dari ketiga metode tersebut untuk PUH 20 berturut-turut sebesar 8.80, 5.64, dan
7.59. Berdasarkan hasil tersebut, metode terpilih adalah Metode Sherman. Standar
deviasi adalah akar kuadrat dari varians dan menunjukan standar penyimpangan
data terhadap nilai rata-rata. Semakin kecil nilai standar deviasi, maka
implementasi semakin baik karena semakin kecil nilai kesalahan (Okky 2013).
Kurva Intencity Duration Frequency (IDF) dibuat berdasarkan hasil perhitungan
Metode Sherman. Kurva IDF disajikan pada Gambar 8. Hasil perhitungan
intensitas curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 22.

Intensitas Hujan (mm/jam)

360
340

PUH 5 TAHUN

320

PUH 10 TAHUN

300

PUH 20 TAHUN

280
260
240
220
200
0

5

10

15

20 25 30 35
Waktu (menit)

40

45

50

55

Gambar 8 Kurva IDF berdasarkan Metode Sherman
Berdasarkan kurva pada Gambar 5, nilai PUH terpilih untuk perencanaan
sistem drainase skala mikro adalah PUH 20. Intensitas hujan pada menit ke-59
untuk PUH 5, 10, dan 20 berturut-turut adalah 204.76 mm/jam, 221.95 mm/jam,
dan 238.15 mm/jam. Nilai tersebut sesuai dengan pendapat Willems (2007).
Semakin besar tahun PUH semakin tinggi tingkat intensitas hujan. Hal ini akan

18

berdampak pada rancangan sistem drainase. Jika intensitas hujan semakin besar,
maka rancangan dimensi saluran akan semakin besar (Ota & Nalluri 2007).
Kurva IDF adalah salah satu alat yang paling umum digunakan dalam
rekayasa sumber daya air, baik untuk perencanaan, perancangan dan operasi
proyek sumber daya air, atau perlindungan dari berbagai proyek rekayasa
(misalnya jalan raya, dan lain-lain) (Taheri, 2011). Suroso (2006) menyebutkan
bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data
dari rekaman data hujan.

Perencanaan Sistem Drainase Skala Mikro
Perhitungan sistem drainase skala mikro diawali dengan membuat blok-blok
pelayanan di Kota Bogor. Blok pelayanan sistem drainase skala mikro dibatasi
oleh jalan utama. Selain itu, blok pelayanan sistem drainase mikro harus dekat
dengan bangunan penggelontoran karena air limpasan yang masuk ke dalam
saluran drainase akan dialirkan langsung ke dalam bangunan penggelontoran.
Selanjutnya, luasan area blok pelayanan juga harus diperhatikan. Hal ini
disebabkan luasan blok pelayanan berbanding lurus dengan debit limpasan.
Gambar blok pelayanan drainase skala mikro dapat dilihat pada Lampiran 32.
Kebutuhan debit penggelontoran berkisar 0.03 m3/detik sehingga blok pelayanan
tidak memerlukan luasan terlalu besar.
Jumlah penggelontoran pada sistem penyaluran air limbah domestik menuju
IPAL adalah 53 titik, sedangkan jumlah penggelontoran pada sistem penyaluran
air limbah domestik menuju TSK adalah 5 titik. Oleh karena itu, bangunan
penggelontoran di seluruh Kota Bogor adalah 58 titik. Satu sistem drainase mikro
minimal melayani tiga blok pelayanan dan maksimal melayani 6 blok pelayanan.
Pada perhitungan debit saluran, nilai koefisien pengaliran (C) untuk permukiman
adalah 0.4. Nilai C ini tergantung pada kondisi dan karakteristik daerah
pengaliran. Nilai lengkap koefisien C dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai C akan
semakin besar jika daerah kedap air di daerah pengaliran bertambah besar (Yiping
2006).
Kisaran debit pada saluran drainase mikro adalah 0.25 m3/detik. Pada
perhitungan dimensi saluran, nilai lebar dasar saluran (b) diasumsikan sesuai
dengan nilai b hasil observasi di lapangan. Hasil observasi nilai b pada saluran
drainase jalan arteri sekitar 0.5-1 m sehingga nilai kisaran b pada penelitian ini
adalah 0.43 m. Kecepatan aliran diasumsikan berada diantara 0.6-3 m/detik.
Menurut Erikkson (2009), kecepatan aliran kurang dari 0.6 m/detik menimbulkan
sedimentasi dan menjadi tempat nyamuk bertelur, sedangkan kecepatan aliran
lebih dari 3 m/detik menyebabkan erosi pada permukaan saluran. Jadi, kecepatan
aliran yang diasumsikan sebesar 2 m/detik. Kedalaman saluran memiliki kisaran
sebesar 0.42 m. Penentuan bentuk atau profil saluran perlu diperhatikan aspek
ekonomi dengan luas penampang tertentu. Saluran direncanakan dengan bentuk
persegi panjang. Saluran ini digunakan jika debit dihasilkan besar dan saluran
merupakan saluran terbuka (Novak 2010). Gambar potongan melintang jaringan
sistem drainase mikro dapat dilihat pada Lampiran 29.
Variabel x merupakan perbandingan antara lebar dengan ked