PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN SISTEM MEDIA TANAMAN AIR (WASTEWATER GARDEN).

(1)

i

sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas skripsi ini dengan judul PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN SISTEM MEDIA TANAMAN AIR (WASTEWATER GARDEN). Tugas ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UPN “ Veteran “ Jawa Timur untuk mendapatkan gelar sarjana. Selama menyelesaikan tugas ini, penyusun telah banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. DR. Ir. Edi Mulyadi SU, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Ir. Tuhu Agung R., MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur dan Dosen Penguji.

3. Dr. Ir. Rudi Laksmono W., MS, selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu, mengarahkan dan membimbing hingga tugas ini dapat selesai dengan baik.

4. Ir. Putu Wesen, MS, selaku Dosen Penguji. 5. Ir. Yayok Suryo P., MS, selaku Dosen Penguji.

6. Kedua orang tua dan keluarga besar saya yang telah memberikan semangat, membantu material, doa, serta support yang tidak pernah habis buat saya.


(2)

7. Kakakku Gatot Suhartanto dan Teguh Aries , terima kasih telah memberikan semangat dan selalu menemani kemana-mana, cari Literatur, dll.

8. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2006 yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya tugas ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas skripsi ini, saran dan kritik yang membangun akan saya terima. Akhir kata penyusun ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.

Surabaya, Agustus 2010

Penyusun


(3)

v

ABSTRACT... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang... 1

I.2. Rumusan Masalah... 1

I.3. Tujuan Penelitian... 2

I.4. Manfaat Penelitian... 2

I.5. Ruang Lingkup... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Air Limbah Domestik...…....……... 4

II.2. Karakteristik Air Limbah Domestik... 4

II.3. SistemPengolahan dengan Media Tanamn Air (Wastewater Garden)... 6

II.4. Jenis Tanaman Air Constructed Wetland... 8

II.5. Mekanisme Penurunan Kandungan Bahan Organik oleh Tumbuhan Air... 9

II.6. Sistem Pengolahan dengan Tumbuhan Air Terapung …… 12


(4)

II.8. Prosedur Desain Wastewater Garden………... 15

II.9. Taksonomi Tumbuhan Teratai (Nyphaea firecrest) .……... 15

II.10. Taksonomi Tumbuhan Kayu Apu (Pestisia statiotest linn) 16

II.11 Hipotesis………... 17

BAB III METODE PENELITIAN III.1. Bahan Yang Digunakan... ….…... 18

III.2. Alat Yang Digunakan... 18

III.3. Prosedur Penelitian... ... 19

III.4. Peubah... 20

III.5. Kerangka Penelitian………... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Efisiensi Penyisihan BOD dengan Media Tanaman Air... 23

IV.2. Efisiensi Penyisihan COD dengan Media Tanaman Air... 31

IV.3. pH (Derajat Keasaman) pada Tanaman Air... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan... 44

V.2. Saran... 45 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A. DATA HASIL PENELITIAN

LAMPIRAN B. PERHITUNGAN ANALISA BOD DAN COD LAMPIRAN C. PERHITUNGAN EFFISIENSI BOD DAN COD LAMPIRAN D. PROSEDUR ANALISA


(5)

vii

Tabel 2.2 Bagian Tanaman Air dalam Proses Pengolahan... 8

Tabel 4.1 Pengenceran Limbah Sebelum Proses Pengolahan…....……….... 22

Tabel 4.2 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar BOD Awal terhadap Responsi ...…....……… 23

Tabel 4.3 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar BOD Awal terhadap Responsi...……… 25

Tabel 4.4 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar BOD Awal terhadap Responsi...….. 27

Tabel 4.5 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar COD Awal terhadap Responsi …...……… 32

Tabel 4.6 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar COD Awal terhadap Responsi ..…...…… 34

Tabel 4.7 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar COD Awal terhadap Responsi ...….. 35

Tabel 4.8 Pengaruh Waktu Tinggal dan pH awal terhadap Responsi... 39

Tabel 4.9 Pengaruh Waktu Tinggal dan pH awal terhadap Responsi... 40


(6)

viii

Gambar 2.2. Tanaman Air Terapung Kayu Apu dan Teratai... 9 Gambar 3.1 Sketsa Proses pengolahan pada Reaktor... 18 Gambar 3.2 Diagram Proses Pengolahan Limbah... 19 Gambar 3.3 Rangkaian Alat dan Reaktor dengan Media Gabungan Tanaman Kayu Apu dan Teratai... 20 Gambar 3.4 Kerangka Penelitian... 21 Gambar 4.1 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai

Kadar BOD Limbah Awal... 24 Gambar 4.2 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai

Kadar BOD Limbah Awal... 26 Gambar 4.3 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai

Kadar BOD Limbah Awal... 28 Gambar 4.4 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai

Kadar COD Limbah Awal... 33 Gambar 4.5 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai

Kadar COD Limbah Awal... 35 Gambar 4.6 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai

Kadar COD Limbah Awal... 36 Gambar 4.7 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai

pH Limbah Awal... 40 Gambar 4.8 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai pH Limbah Awal... 41


(7)

(8)

iii

teratai (Nyphaea firecrest ) dan kayu apu (Pestisia statiotest linn) telah dilakukan dalam skala laboraturium. Pengaruh dan kemampuan tanaman telah dipelajari melalui pengamatan efisiensi pengolahan air limbah dan efek air limbah terhadap kualitas air hasil pengolahan serta pertumbuhan tanaman. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan menggunakan tanaman air dalam pengolahan air limbah domestik dapat penyisihan kandungan pencemar dalam air limbah. Pada konsentrasi limbah 100%, tanaman kayu apu dan teratai dengan waktu tinggal 2 sampai dengan 10 hari, efisiensi penyisihan BOD 48,9% - 97,3%, COD 54,6 – 97,4% dan pH 6,4 – 7,9. Keunggulan pengolahan air limbah dengan sistem ini selain kualitas hasil air pengolahan yang sesuai baku mutu air limbah domestik juga dapat meningkatkan estetika lingkungan sebagai ruang terbuka hijau (RTH).


(9)

iv

out in a laboratory scale to study the influence of plant on the treatment efficiency of waste water. The potency of plant in the wastewater garden system was also studied both the effects waste water on the quality water and the plant growth. The experiment results showed treatment by the wastewater garden system process use water plant can the removal pollutant in waste water. At the retention time 2 until 10 day with 100% concentration waste water, water-lily and shell flower can removal of BOD 48,9% - 97,3%, COD 54,6 – 97,4% and pH 6,4 – 7,9. The treatment system, can also improve water quality who adjustment with standard quality the domestic effluent and can also increase environment etiquette as open room green.


(10)

1 I.1. Latar Belakang

Meningkatnya aktivitas manusia di rumah tangga menyebabkan semakin besarnya volume limbah yang dihasilkan dari waktu ke waktu. Volume air limbah domestik meningkat 5 juta m3

Banyaknya air limbah yang belum atau tidak terolah merupakan salah satu penyebab pencemaran yang terjadi, karena kandungan zat pencemar pada air limbah domestik melebihi baku mutu dan tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 tahun 2003 tentang baku mutu air limbah domestik.

pertahun, dengan peningkatan kandungan rata-rata 50% (Yusuf, 2008). Konsekuensinya adalah menurunnya kualitas badan air (sungai) yang selama ini dijadikan sebagai sumber air penduduk.

Dalam kondisi demikian, diperlukan suatu sistem pengolahan air limbah domestik yang selain murah dan mudah diterapkan, juga dapat memberi dan mengendalikan air limbah domestik sehingga dampaknya terhadap lingkungan dapat dikurangi. Salah satu pemikiran yang dapat dikembangkan, adalah teknologi pengolahan air limbah dengan menggunakan media tanaman air (wastewater garden) yang belum banyak diaplikasikan pada saat ini dan diharapkan terkologi pengolahan tersebut dapat memperbaiki kualitas air yang tidak jauh berbeda dengan teknologi pengolahan yang lainnya.

I.2. Rumusan Masalah


(11)

sebagai berikut :

a. Efektivitas wastewater garden dalam proses pengolahan air limbah domestik.

b. Peranan komposisi tanaman air terhadap efektivitas pengolahan limbah. c. Kemampuan tanaman air dalam mendegradasi parameter limbah

domestik. I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, antara lain :

a. Memberikan alternatif lain dalam pengolahan air limbah domestik dengan memanfaatkan tanaman air.

b. Mengetahui peranan komposisi tanaman air terhadap efektivitas pengolahan limbah.

c. Mengetahui kemampuan tanaman air dalam mendegradasi parameter limbah domestik.

I.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. Mendapatkan alternatif pengolahan air limbah domestik dengan memanfaatkan tanaman air yang diharapkan dapat ditetapkan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang telah terjadi.

b. Dapat mempertahankan kualitas lingkungan pada perairan.

c. Meningkatkan estetika lingkungan, karena sebagai ruang terbuka hijau (RTH).


(12)

I.5. Ruang Lingkup

Untuk membatasi agar dalam pemecahan masalah tidak menyimpang dari ruang lingkup, maka ditetapkan :

a. Sampel yang digunakan yaitu air limbah domestik kantin pusat UPN ”Veteran” Jawa Timur.

b. Tanaman air yang digunakan dalam penelitian adalah teratai (Nyphaea firecrest) dan kayu apu (Pestisia statiotest linn).

c. Parameter yang diturunkan adalah BOD dan COD, serta perubahan yang terjadi pada pH air limbah domestik.

d. Sistem pengoperasian pada proses pengolahan menggunakan sistem batch.


(13)

4

II.1. Air Limbah Domestik

Air limbah domestik adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Air limbah yang berasal dari bahan buangan tubuh manusia terdiri dari tinja dan air kemih, sedangkan yang berasal dari penyiapan bahan makanan dan pembersihan misalnya; sisa bahan makanan, bahan pembersih dan lain sebagainya. Menurut Metcalf & Eddy (1991) mendefinisikan air limbah sebagai cairan buangan dari rumah tangga, industri, maupun tempat-tempat umum lainnya yang mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan. Biasanya air limbah domestik ini langsung dibuang tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Sebagian besar air limbah ini mengandung bahan-bahan organik seperti; protein, karbohidrat, dan lemak.

II.2. Karakteristik Air Limbah Domestik

Karakteristik air limbah dapat diukur dengan melihat sifat-sifatnya yang meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi.

a. Sifat Fisik

Sifat fisik yang menjadi parameter dalam pengolahan, meliputi; temperatur, total solid, warna, bau, dan kekeruhan.

b. Sifat Kimia


(14)

organik, anorganik, dan gas. c. Sifat Biologi

Sifat biologis yang menjadi parameter dalam pengolahan, meliputi; kandungan mikroba, tumbuhan, dan hewan yang dapat hidup didalamnya. Menurut Tchobanoglus, G. dkk yang ditulis oleh Wardani (2004), komposisi tipikal dari air limbah domestik, antara lain :

Tabel 2.1. Komposisi Tipikal Air Limbah Domestik

Contaminant Unit Concentration

Strong Medium Weak

Solid, total mg/ L 1200 720 350

Dissolved, total mg/L 850 500 250

Fixed mg/L 525 300 145

Volatile mg/L 325 200 105

Suspended, total mg/L 350 220 100

Fixed mg/L 75 55 20

Volatile mg/L 275 165 80

Settlcable solid, mL/L mg/L 20 10 5

BOD5, 20oC mg/L 400 220 110

TOC mg/L 290 160 80

COD mg/L 1000 500 250

Nitrogen (total as N) mg/L 85 40 20

Free ammonia mg/L 50 25 12

Nitrites mg/L 0 0 0

Nitrates mg/L 0 0 0

Phosphorus (total as P) mg/L 15 8 4

Organic mg/L 5 3 1

In Organic mg/L 10 5 3

Chlorides mg/L 100 50 30

Sulfate mg/L 20 30 50

Alkalinity (as CaCO3) mg/L 200 100 50

Grease mg/L 150 100 50

Total coliform no/ 100mL 106 - 107 107 – 108 107 – 109 Voltaic organic

compounds (VOCs

μ g /L )

>400 100 – 400 <100


(15)

II.3. SistemPengolahan dengan Media Tanamn Air ( Wastewater Garden)

Sistem wastewater garden / wetland yaitu proses pengolahan air limbah secara alamiah dengan memanfaatkan tanaman sebagai media pengolah yang di desain seperti taman. Dalam Metcalf & Eddy (1991) disebutkan terdapat dua sistem yang digunakan dalam pengolahan air limbah secara alamiah, antara lain:

a. Berdasarkan pada tanah atau pengolahan berdasarkan lahan ( land-treatment plan) yang meliputi slow rate, rapid filtration, overland flow.

b. Berdasarkan pada sistem aquatik (the aquatic-based system) yang meliputi

wastewater garden, natural wetland, dan aquatic plant treatment.

(sumber:

Gambar 2.1. Wastewater Garden

Wastewater garden merupakan salah satu aquatic treatment system, yaitu sistem pengolahan air limbah, baik yang berasal dari rumah tangga (domestik) maupun industri yang memanfaatkan tanaman dan hewan perairan. Wastewater garden merupakan tanah transisi antara teretrial dan aquatic system, dimana muka air tanah pada atau dekat dengan permukaan sehingga menjadi air yang dangkal (kedalaman tertentu). Wastewater garden dibedakan menjadi 2, yaitu

natural wetland dan constructed wetland. Natural wetland adalah area yang sudah terbentuk secara alami dengan debit dan stuktur yang tidak direncanakan,


(16)

misalnya; rawa-rawa. Constructed wetland adalah area buatan yang dikelola dan dikontrol manusia. Sebuah komplek rancangan dan buatan manusia yang terdiri dari substrat, tanaman, hewan, mikroorganisme, dan air yang seperti natural

wetland untuk kegunaan dan keuntungan manusia. Wastewater garden

merupakan cara pasif dan indah dalam membersihkan tanah dan air dengan menggunakan tanaman dan atau pohon yang ditunjang oleh energi matahari.

Dalam Metcalf and Eddy (1991), secara prinsipal tipe wetland dibedakan menjadi ;

a). Free Water Surface (FWS) Constructed Wetland

Biasanya berupa kolam atau saluran-saluran yang dilapisi lapisan

impermeable dibawah saluran atau kolam yang berfungsi untuk mencegah merembesnya air keluar kolam atau saluran. Kemudian kolam tersebut terisi tanah sebagai tempat hidup tanaman yang hidup pada air tergenang. b). Subsurface Flow System (SFS) Constructed Wetland

Pengolahan limbah terjadi ketika air limbah mengalir secara perlahan melalui tanaman yang ditanam pada media berpori. Misalnya; batu pecah, kerikil, dan tanah yang berbeda.

c). Floating Aquatic Plant System

Sistem floating aquatic plant atau tanaman air terapung memanfaatkan jenis tanaman air yang hidup terapung dipermukaan air dengan posisi air yang melayang didalam air. Mempunyai bentuk akar yang terjurai, sehingga memungkinkan tanaman tersebut untuk menyerap zat-zat yang diperlukan terutama bahan-bahan terlarut dan melayang yang ada dalam


(17)

perairan. Aerasi yang terjadi dibawah perakaran tanaman dapat meningkatkan kapasitas pengolahan dan pemeliharaan kondisi. Aerobik yang diperlukan untuk kontrol biologis, dibawah permukaan air.

II.4. Jenis Tanaman Air Constructed Weatland

Tanaman air (mikrofita) yang hidup dalam perairan wetland memberikan keuntungan, antara lain ; menyumbang produktivitas dan menyediakan media substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme dan membantu siklus nutrien akumulasi didalam sediment.

Tabel 2.2 Bagian Tanaman Air dalam Proses Pengolahan

Bagian Makrifita Peranan didalam proses pengolahan Jaringan tumbuhan

Jaringan tumbuhan di dalam air

Akar dan Rizoma pada sedimen

− Mengurangi kecepatan angin (mengurangi resiko suspensi)

− Penyimpan nutrient

− Efek filtrasi

− Mengurangi kecepatan arus air (meningkatkan proses sedimen, mengurangi resiko tersuspensi)

− Menyediakan area attached bio-film

− Pengambilan nutrien

− Menstabilkan permukaan sediment

− Pengambilan nutrien

− Pelepasan Oksigen

Sumber; Kurniawan (2005)

Ada 3 golongan tanaman yang digunakan untuk pengolahan air limbah domestik, yaitu :

a. Tanaman air penghuni bagian permukaan air : eceng gondok (Eichirina crassipes), cluck weed (Lemna minor), teratai (Nyphaea firecrest), dan kayu apu (Pistia statioes).


(18)

(Sumber : www.desainlansekap.com)

Gambar 2.2. Tanaman Air Terapung Kayu Apu dan Teratai

b. Tanaman penghuni tepi perairan : Cattail (Typha latifolia), Canna, Scripus validus, dan Reed.

c. Tanaman air yang hidup melayang di dalam perairan : Hydrilla, Charra, Egeria densa, Myriophyllum aquaticum, dan Elodea matalli.

II.5. Mekanisme Penurunan Kandungan Bahan Organik oleh Tumbuhan Air

Tumbuhan air mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi unsur hara polutan (polutan organik maupaun anorganik) untuk keperluan metabolisme. a. Kebutuhan Unsur Hara Tumbuhan Air

Seperti halnya vegetasi lain, tumbuhan air juga memerlukan unsur hara tertentu untuk kelangsunagn hidupnya. Berbagai macam unsur hara dapat ditemukan didalam tumbuhan air, tetapi tidak berarti semua unsur tersebut dibutuhkan. Bahkan ada diantaranya dapat mengganggu metabolisme atau meracuni tumbuhan itu sendiri dalam kaitannya dengan unsur hara tanaman, dikenal adanya unsur hara essensial bagi tanaman yang merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan tanaman.


(19)

a).Tumbuhan tidak dapat melengkapi daur ulang (sampai menghasilkan biji yang dapat tumbuh) apabila unsur tersebut tidak tersedia.

b).Unsur tersebut merupakan penyusun molekul atau bagian tanaman yang essensial bagi kelangsungan hidup tanaman tersebut, misalnya unsur nitrogen sebagai penyusun protein dan magnesium sebagai penyusun klorofil.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka ada 16 unsur hara essensial tanaman dan sebagian besar dari unsur hara tersebut diperoleh dari dalam tanah atau media tmbuhnya, sedangkan yang lain diperoleh dari udara. Unsur hara essensial dapat digolongkan sesuai konsentrasi yang dianggap cukup, dalam suatu jaringan tanaman yaitu, unsur hara mikro dan unsur hara makro.

Yang tergolong unsur hara makro adalah unsur essensial dengan konsentrasi 0,1% (1000 ppm) atau lebih, sedangkan unsur hara mikro dengan kosentrasi kurang dari 0,1%. Dengan demikian yang tergolong unsur hara makro adalah C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S. Adapun unsur hara mikro adalah Cl, Fe, Mn, B, Zn, Cu, dan Mo.

b. Proses Penyerapan Bahan Organik oleh Tumbuhan Air

Tanaman yang hidup dalam rawa membutuhkan unsur hara yang terkandung dalam air. Jika yang tertahan disana adalah air yang mengandung bahan pencemar berbahaya bagi lingkungan tetapi bermanfaat bagi tumbuhan, dan bahan tersebut akan diserap oleh tumbuhan. Sebagian besar unsur H (hidrogen) diambil dari air yang diserap oleh tumbuhan melalui akar sedangkan untuk C (karbon) dan O2


(20)

M.O

hara yang diserap oleh tanaman terdapat dalm bentuk kation dan anion yang terlarut dalam air. Proses penyerapan unsur hara oleh tanaman ini dapat berlangsung bila unsur hara tersebut telah kontak dengan permukaan akar (Widyastuti, 2005).

Karena tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk ion maka bahan organik dan nutrien dalam sistem wastewater garden harus mengalami penguraian sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Penguraian organik dan nutrien dalam ekosistem wastewater garden adalah sebagai berikut :

Bahan organik + O2 Asam-asam organik + NH3+ CO2+ H2

NH

O

3 + H2O NH4

NH

OH

4OH NH4+ + OH

NH

-

4+ + H2O NO2- + H2O + 4H+

2 NO

+ energi

2 + O2 NO3

-P ( organik) + O

+ energi

2 H2PO4

Hasil dari reaksi diatas adalah ion-ion seperti NH

-

4+, NO3-, H2PO4- mejadi

bentuk yang dapat diserap oleh tumbuhan air. Proses penguraian bahan organik menghasilakan asam-asam organik dan CO2 kemudian terjadi proses absorbsi

oleh tumbuhan air melalui akar setelah terbentuk ion, contohnya ion asetat (CH3COOH-) dan ion karbonat (HCO3

-Terdapat hubungan yang saling ketergantungan antara mikroorganisme pengurai dengan tanaman pada sistem wastewater garden. Kelarutan unsur hara yang diserap tanaman sangat tergantung pada kegiatan mikroba disekitar akar. Akar yang berlubang-lubang mengeluarkan sejumlah zat organik yang merupakan

).


(21)

makanan bagi mikroorganisme dan menyebabkan aktivitas biologis kuat. Dengan adanya peningkatan aktivitas biologis berarti penguraian bahan organik dan nutrien menjadi ion yang diserap oleh tanaman juga meningkat (Kurniawan, 2005).

c. Proses Fotosintesis pada Tumbuhan Air

Fotosintesis adalah proses penggunaan cahaya matahari oleh klorofil tumbuhan untuk menggabungkan karbondioksida dan senyawa organik lain menjadi senyawa karbohidrat atau zat pati. Proses ini disebut juga sebagai asimilasi zat karbon. Adapun reaksi yang terjadi dalam proses fotosintesis adalah sebagai berikut :

6 CO2 + 6 H2O C6H12O8 + 6O

Karbondioksida merupakan senyawa utama yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Dalam ekosistem wastewater garden, karbondioksida (CO

2

2) berasal

dari hasil penguraian bahan-bahan organik oleh mikrooganisme aerob. CO2 juga

berasal dari pelarutan

II.6. Sistem Pengolahan dengan Tumbuhan Air Terapung

di alam. Sedangkan molekul air diambil dari media tumbuh tumbuhan. Molekul C, H, dan O dari zat-zat tersebut diubah menjadi senyawa karbohidrat atau zat pati dan hasil samping dari proses fotosintesis berupa oksigen (Widyastuti, 2005).

Sistem pengolahan dengan tumbuhan air merupakan suatu sistem pengolahan air limbah dengan menggunakan tumbuhan air terapung untuk menurunkan konsentrasi limbah. Fungsi dari tumbuhan air adalah menyediakan komponen lingkungan perairan yang dapat meningkatkan kemampuan pengolahan


(22)

atau meningkatkan kemampuan lingkungan. Tumbuhan air yang biasanya digunakan adalah eceng gondok (Eichirina crassipes), cluck weed (Lemna minor), teratai (Nyphaea firecrest), dan kayu apu (Pestisia statiotest linn).

II.7. Keunggulan dan Kelemahan Wastewater Garden

Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam merancang kedalaman kolam yang digunakan untuk sistem wastewater garden, antara lain ;

a. Penetrasi Sinar Matahari

Tumbuhan air yang digunakan dalam sistem ini termasuk tumbuhan hijau yang berperan dalam proses fotosintesis. Ketersediaan sinar matahari yang cukup, menunjang berlangsungnya proses fotosintesis tersebut. Kedalaman kolam yang dirancang sesuai dengan sistem akar tumbuhan air yang digunakan, sehingga penetrasi sinar matahari cukup memadai agar proses pengolahan limbah dapat berlangsung secara optimum.

b. Ketersediaan Oksigen

Mikroorganisme diharapkan berkembang adalah heterotropik aerobik, karena pengolahan berlangsung lebih cepat dibandingkan secara anaerobik (Kurniawan, 2005). Kehidupan mikroorganisme ini dapat berlangsung dengan baik apabila transfer oksigen dari akar tanaman mencukupi, karenanya diperlukan pengatur jarak tanaman. Dengan ketersediaan oksigen yang cukup pada kolam pengolahan limbah, aktifitas mikroorganisme dalam menggolah air limbah pada sistem wastewater garden dapat berjalan dengan baik. Keberadaan oksigen dalam akar tanaman sebagai hasil samping proses fotosintesis dengan bantuan sinar


(23)

matahari pada siang hari sehingga pelepasan oksigen lebih banyak terjadi pada siang hari.

Teknologi wastewater garden untuk penggolahan air limbah domestik memiliki keunggulan, antara lain :

a). Mengolah air tercemar

b). Rancangan fleksibel sesuai keperluan dan kondisi c). Tanpa atau sedikit energi

d). Biaya relatif murah e). Sistem cukup stabil

f). Kuat menahan kondisi operasi yang bervariasi luas g). Operasi dan perawatannya mudah

h). Menyeimbangkan kualitas air yang keluar, hasil olahannya dapat dialirkan langsung ke perairan

i). Produksi kelebihan lumpur sedikit j). Memiliki sistem yang berkelanjutan

k). Produksi sampingan : habitat alami dan keindahan pemandangan l). Merupakan pengolahan skunder dan tersier yang sangat baik m).Perbaikan estetika kota

Teknologi wastewater garden untuk penggolahan air limbah domestik memiliki kendala, antara lain :

(a).Perlu lahan yang luas


(24)

(c).Sistem relatif baru, banyak aspek biologi dan hidrologi yang harus diteliti terutama untuk daerah tropis

II.8. Prosedur Desain Wetland System

Faktor penting untuk rancangan fisik lahan basah buatan pada perencanaan ini adalah penentuan area wetland system. Maka data primer dan atau skunder yang dibutuhkan secara umum meliputi :

a. Rancangan kecepatan aliran b. Jenis air limbah yang akan diolah

c. Konsentrasi pencemaran dalam air limbah

d. Konsentrasi pencemaran dalam air olahan yang diinginkan

II. 9. Taksonomi Tumbuhan Teratai (Nyphaea firecrest)

Teratai (Nymphaea) adalah nama genus untuk tanaman air dari suku

Nymphaeaceae. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai water-lily atau waterlily. Di Indonesia, teratai juga digunakan untuk menyebut tanaman dari genus

Nelumbo (lotus). Pada zaman dulu, orang memang sering mencampuradukkan antara tanaman genus Nelumbo seperti seroja dengan genus Nymphaea (teratai). Pada Nelumbo, bunga terdapat di atas permukaan air (tidak mengapung), kelopak bersemu merah (teratai berwarna putih hingga kuning), daun berbentuk lingkaran penuh dan rimpangnya biasa dikonsumsi.

Tanaman tumbuh di permukaan air yang tenang. Bunga dan daun terdapat di permukaan air, keluar dari tangkai yang berasal dari rizoma yang berada di dalam lumpur pada dasar kolam, sungai atau rawa. Tangkai terdapat di tengah-tengah daun. Daun berbentuk bundar atau bentuk oval yang lebar yang terpotong


(25)

pada jari-jari menuju ke tangkai. Permukaan daun tidak mengandung lapisan lilin sehingga air yang jatuh ke permukaan daun tidak membentuk butiran air. Bunga terdapat pada tangkai yang merupakan perpanjangan dari rimpang. Diameter bunga antara 5-10 cm (Anonim, 2009).

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Nymphaeales Famili : Nymphaeaceae Genus : Nymphaea

II.10. Taksonomi Tumbuhan Kayu Apu (Pestisia statiotest linn)

Kayu apu (Latin: Pestisia statiotest linn) adalah tanaman air tawar yang akarnya menggantung dalam air, batang pendek, tebal, tegak lurus, dan memiliki tunas menjalar. Tinggi antara 5 cm sampai 10 cm, dengan panjang akar mencapai 40 cm.

Sepintas sososk mirip kol yang mengapung di permukaan air. Nama populernya water lettuce atau Shell flower. Dikalangan penghobi maupun pedagang tanaman hias lebih dikenal dengan apu-apu atau kiapu. Tanaman yang banyak tumbuh di sungai Nil ini berbunga kuning kecil, tetapi sering tidak terlihat karena terselip diantara daunnya yang lebar dan berjejal. Cara perkembangbiakannya sangat mudah, tinggal memotong batang kecil yang menjalar (stolon) yang sudah ditumbuhi roset baru (daun yang berjejal rapat).


(26)

Apungkan potongan tersebut di air, maka tanaman barupun akan tumbuh dengan sendirinya.

Kayu apu dapat digunakan sebagai makanana ikan gurami, ikan mas, dan kerap dipelihara dala akuarium. Keunggulan lain adalah sebagai tanaman yang hidup di air yang tidak menggandung garam, maka kayu apu juga dapat tumbuh dengan baik dalam air buangan. Selain itu juga dipakai sebagai kompos dan dapat mengobati penyakit kulit, asma dan disentri (Wardani, 2004).

II.11. Hipotesis

Dengan memvariasikan konsentrasi air limbah dan waktu tinggal, diharapkan dapat diketahui efisiensi penurunan polutan organik pada air limbah rumah tangga dengan sistem media tanaman air (wastewater garden).


(27)

18 BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Bahan yang Digunakan

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah air limbah domestik dari kantin pusat UPN Veteran Jawa Timur. Media kontak terdiri dari air, tanah, dan tanaman air. Tanaman air yang digunakan sebagai objek adalah teratai (Nyphaea firecrest) dan kayu apu (Pestisia statiotest linn).

III.2. Alat yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian, antara lain ; bak reaktor terbuat dari plastik yang memiliki kedalaman 25cm. Setiap bak reaktor terdiri atas tanah liat, air dan tanaman air. Tinggi tanah liat dari dasar bak 8 cm, tinggi air 15 cm dan tanaman air berjumlah 6 buah.

Gambar 3.1 Seketsa Proses pengolahan pada Reaktor Tanaman Air

Tanah Liat Air Limbah


(28)

Alat yang digunakan untuk analisa sampel, antara lain :

Parameter Metoda Peralatan

pH BOD COD

Potensiometri Titrimetri Titrimetri

pH meter Buret Buret

Proses Pengolaan Limbah, antara lain :

Gambar 3.2 Diagram Proses Pengolahan Limbah Keterangan :

Bak Reaktor ( terdiri atas tanah liat, air dan tanaman air), yaitu : (A) Tanaman Teratai

(B) Tanaman Kayu Apu

(C) Gabungan Tanaman Teratai dan Kayu Apu

( Catatan : air limbah diberikan hanya satu kali dan sistem berkala/batch )

III.3. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dipakai dalam penelitian ini antara lain; pengambilan sample dan analisa untuk pengukuran parameter-parameter yang sesuai pada SNI.06- 6989.15-2004. (Lampiran)

Tanah Liat Air Limbah

Tanah Liat Air Limbah

Tanah Liat Air Limbah


(29)

Sumber : Dokumentasi Penelitian

Gambar 3.3 Rangkaian Alat dan Reaktor dengan Media Gabungan Tanaman Kayu Apu dan Teratai

III.4. Peubah

Peubah yang dijalankan dalam penelitian ini, antara lain :

a. Limbah diencerkan dalam prosentase yaitu : 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Ekuivalen dengan :

Parameter Pengenceran

20% 40% 60% 80% 100%

BOD (mg/L) 90,2 144,9 222,8 266,1 418,0

COD (mg/L) 165,4 312,0 443,5 600,0 784,0

pH 7,0 6,8 6,5 6,3 5,9

b. Waktu detensi (td) : 2 hari, 4 hari, 6 hari, 8 hari, dan 10 hari. Sedangkan sebagai peubah tetap, yaitu:

a). Volume air pada bak reaktor adalah 15 liter. b). Jumlah tanaman air tiap bak 6 buah.

c). Jarak antar tanaman 10 cm.

III.5. Kerangka Penelitian


(30)

Gambar 3.4 Kerangka Penelitian Permasalahan

Ide Tugas Akhir Judul :

Pengolahan Limbah Rumah Tangga Dengan Sistem Taman Kota (Waste Water Garden)

Studi Literatur

Persiapan Alat dan Bahan

Persiapan Limbah dan Analisa Awal

Aklimatisasi

Pelaksanaan Penelitian (Running)

Analisa Hasil & Pembahasan

Kesimpulan & Saran


(31)

22

Dalam penelitian ini dilakukan analisa awal untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia air limbah domestik (kantin pusat) UPN “Veteran” Jawa Timur. Hasil analisa limbah cair tersebut, yaitu COD : 784 mg/lt , BOD : 418 mg/lt, dan pH : 5,9.

Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa kualitas air limbah melebihi baku mutu dan tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 tahun 2003 tentang baku mutu air limbah domestik. Besarnya nilai kandungan yang diperbolehkan untuk air limbah domestik, yaitu: COD : 100 mg/L,BOD :100 mg/L dan pH : 6-9. Sehingga diperlukannya proses pengolahan terlebih dahulu sebelum air limbah domestik di buang ke badan air.

Dengan adanya pengolahan air limbah domestik dengan sistem media tanaman air (wastewater garden) diharapkan dapat menurunkan kandungan COD dan BOD, serta perubahan pH yang cenderung netral.

Penelitian ini dilakukan dengan prosentase konsentrasi air limbah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Pengenceran Limbah Sebelum Proses Pengolahan

Konsentrasi Parameter

Limbah BOD (mg/L) COD (mg/L) pH

Kontrol 18,0 28,0 7,1

20% 90,2 165,4 7,0

40% 144,9 312,0 6,8

60% 222,8 443,5 6,5

80% 266,1 600,0 6,3


(32)

IV.1 Efisiensi Penyisihan BOD dengan Media Tanaman Air

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi limbah terhadap waktu tinggal, diperoleh hasil efisiensi penyisihan BOD pada proses pengolahan air limbah domestik menggunakan media tanaman air. Media tanaman air yang digunakan adalah teratai, kayu apu, dan gabungan dari kedua tanaman air tersebut.

Penurunan kadar BOD pada proses pengolahan dengan tanaman teratai, hasil yang didapatkan memenuhi baku mutu sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 tahun 2003 tentang baku mutu air limbah domestik yang ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 4.2 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar BOD Awal terhadap Responsi

Kadar Waktu Tinggal (hari)

BOD 2 4 6 8 10

(mg/L) BOD

% BOD % BOD % BOD % BOD %

(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)

Kontrol 15 16,7 13,6 24,4 10 44,4 8,5 52,8 7,6 57,8

90,2 55,4 38,6 23,5 74,0 14,0 84,4 32,5 64,0 25,0 72,3

144,9 75,1 48,1 56,1 61,3 20,1 86,1 12,6 91,3 22,4 84,5

222,8 33,1 85,1 12,2 94,5 32,2 85,5 54,4 75,6 4,6 97,9

266,1 61,5 76,9 51,9 80,5 16,9 93,6 35,7 86,6 34,6 87,0

418,0 213,6 48,9 110,1 73,7 85,1 79,7 11,1 97,3 34,3 91,8

Pengaruh waktu tinggal terhadap efisiensi penyisihan BOD pada air limbah yang ditunjukkan Gambar 4.1 dapat dijelaskan bahwa, pada hari ke 2 sampai dengan hari ke 6, terjadi kenaikan efisiensi penyisihan BOD, yaitu pada kadar BOD 90,2 mg/L, 144,9 mg/L, 266,1 mg/L dan 418 mg/L. Hal ini dikarenakan tanaman teratai mengalami fase penyesuaian diri sehingga tanaman teratai menyerap nutrien yang terkandung dalam air limbah.


(33)

kadar BOD 90,2 mg/L dan 266,1 mg/L dikarenakan tanaman air teratai mengalami penyeleksian sehingga penyerapan nutrien tidak dapat maksimal. Sedangkan pada kadar BOD 144,9 mg/L dan 418 mg/L pada hari ke 8 mengalami kenaikan dan terjadi penurunan pada hari ke 10.

Kadar BOD Limbah Awal

0 20 40 60 80 100

2 4 6 8 10

Waktu Tinggal (hari)

E fi si en si P en yi si h an B O D ( % ) Kontrol

BOD 90,2 mg/L(20%) BOD 144,9 mg/L(40%) BOD 222,8 mg/L(60%) BOD 266,1 mg/L(80%) BOD 418 mg/L (100%)

Gambar 4.1 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai Kadar BOD Limbah Awal

Pada kadar BOD 222,8 mg/L efisiensi penyisihan BOD terjadi kenaikan pada hari ke 4 mencapai 94,5% dengan BOD 12,2 mg/L dan pada hari ke 6 dan ke 8 terjadi penurunan efisiensi penyisihan BOD mencapai 75,6 % dengan BOD 54,4 mg/L. Penurunan efisiensi penyisihan BOD dikarenakan pada hari ke 6 dan ke 8 tanaman teratai mengalami kematian yang ditandai dengan daun yang berubah menjadi kuning. Pada hari ke 10 efisiensi penyisihan BOD mengalami kenaikan, hal ini dikarenakan tumbuh tunas baru (daun baru) yang memiliki kemampuan hidup lebih kuat dari pada sebelumnya.


(34)

Dalam bak reaktor yang ditanamani teratai tidak ditumbuhi ganggang seperti pada kontrol. Kondisi fisik teratai pada kontrol berbeda dengan kondisi fisik teratai pada reaktor. Teratai pada kontrol pertumbuhannya cenderung lambat dan pada hari ke 10 daun teratai berubah menjadi kuning dikarenakan pada kontrol teratai kekurangan asupan nutrisi. Sedangkan pada reaktor daun teratai pada hari ke 10 cenderung semakin melebar dan tumbuh subur dikarenakan pada reaktor teratai mendapatkan asupan nurisi yang diperoleh dari penguraian bahan organik pada air limbah.

Efisiensi penyisihan BOD dengan tanaman kayu apu juga mengalami hal yang sama seperti pada tanaman teratai. Hasil analisa proses pengolahan air limbah domestik menggunakan tanaman kayu apu ditabelkan sebagai berikut: Tabel 4.3 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar BOD Awal terhadap Responsi

Kadar Waktu Tinggal (Hari)

BOD 2 4 6 8 10

(mg/L) BOD

% BOD % BOD % BOD % BOD %

(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)

Kontrol 16 11,1 14 22,2 9 50,0 8,2 54,4 7,6 57,8

90,2 59,7 33,9 16,8 81,3 4,7 94,8 36,7 59,3 48,3 46,4

144,9 66,1 54,4 40,7 71,9 35,1 75,7 15,5 89,3 26,6 81,6

222,8 39,0 82,5 16,2 92,7 6,1 97,3 37,8 83,0 27,5 87,7

266,1 55,9 79,0 44,5 83,3 16,9 93,6 3,3 98,8 25,6 90,4

418,0 203,7 51,3 124,8 70,2 88,3 78,9 14,1 96,6 33,7 91,9

Berdasarkan hasil analisa diatas, efisiensi penyisihan BOD terhadap waktu tinggal pada tanaman kayu apu seperti yang digambarkan pada Gambar 4.2 bahwa pada hari ke 2 sampai dengan hari ke 6, terjadi kenaikan efisiensi penyisihan BOD pada air limbah. Hal ini dikarenakan tumbuhan kayu apu mengalami fase penyesuaian diri sehingga tumbuhan kayu apu menyerap nutrien yang terkandung


(35)

dalam air limbah. Pada hari ke 8 dan ke 10 terjadi penurunan dan kenaikan efisiensi penyisihan BOD pada konsentrasi limbah tertentu. Kadar BOD 90,2 mg/L dan 222,8 mg/L pada hari ke 8 mengalami penurunan. Sedangkan pada hari ke 10, kadar BOD 90,2 mg/L tetap mengalami penurunan dan BOD 222,8 mg/L terjadi kenaikan efisiensi penyisihan.

Kadar BOD Limbah Awal

0 20 40 60 80 100

2 4 6 8 10

Waktu Tinggal (hari)

E fi si en si P en yi si h an B O D ( % ) Kontrol

BOD 90,2 mg/L(20%) BOD 144,9 mg/L(40%) BOD 222,8 mg/L(60%) BOD 266,1 mg/L(80%) BOD 418 mg/L(100%)

Gambar 4.2 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai Kadar BOD Limbah Awal

Berbeda pada kadar BOD 144,9 mg/L, 266,1 mg/L, dan 418 mg/L, pada hari ke 8 terjadi kenaikan dan pada hari ke 10 terjadi penurunan efisiensi penyisihan. Sama halnya yang terjadi pada tanaman air teratai, pada hari ke 10 kadar BOD 144,9 mg/L, 266,1 mg/L, dan 418 mg/L terjadi penurunan.Penurunan efisiensi penyisihan BOD pada tanaman kayu apu ditandai dengan berubahnya kondisi fisik tanaman kayu apu, dimana daun mulai berubah menjadi kuning.


(36)

berbeda. Tanaman kayu apu pada hari ke 10 mengalami perubahan pada daun dan pertumbuhan yang lama.

Tabel 4.4 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar BOD Awal terhadap Responsi

Kadar Waktu Tinggal (Hari)

BOD 2 4 6 8 10

(mg/L) BOD

% BOD % BOD % BOD % BOD %

(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)

Kontrol 15 16,7 13,6 27,8 10 44,4 8,5 52,8 7,6 57,8

90,2 46,5 48,5 35,6 60,5 18,9 79,0 47,9 46,8 21,7 76,0

144,9 67,1 53,7 43,9 69,7 32,3 77,7 3,3 97,7 2,9 98,0

222,8 33,5 85,0 25,1 88,7 36,0 83,9 28,4 87,3 20,6 90,8

266,1 73,4 72,4 54,9 79,4 22,8 91,4 36,1 86,4 52,3 80,3

418,0 199,8 52,2 99,4 76,2 71,8 82,8 21,2 94,9 14,1 96,6

Berdasarkan Tabel 4.4 didapatkan data efisiensi penyisihan BOD dengan tanaman air kayu apu dan teratai dengan variasi waktu tinggal, ditunjukkan pada Gambar 4.3 terlihat adanya pengaruh waktu tinggal terhadap efisiensi penyisihan BOD pada air limbah. Pada hari ke 2 sampai dengan hari ke 6, terjadi kenaikan efisiensi penyisihan, yaitu pada kadar BOD 90,2 mg/L, 144,9 mg/L, 266,1 mg/L, dan 418 mg/L. Hal ini dikarenakan tumbuhan kayu apu dan teratai mengalami fase penyesuaian diri sehingga tumbuhan kayu apu dan teratai menyerap nutrien yang terkandung dalam air limbah. Pada hari ke 8 terjadi penurunan efisiensi penyisihan pada kadar BOD 90,2 mg/L dan 266,1 mg/L dikarenakan tanaman kayu apu dan teratai mengalami penyeleksian sehingga penyerapan nutrien tidak dapat maksimal sedangkan pada kadar BOD 144,9 mg/L dan 418 mg/L terjadi kenaikan yang disebabkan tanaman air kayu apu dan teratai mulai dapat menyerap nutrien yang hanya dibutuhkan dalam pertumbuhannya yang ditandai dengan tumbuhnya tunas baru pada tanaman air tersebut. Pada hari ke 10, terjadi


(37)

perunuran efisiensi penyisihan BOD. Sedangakan pada hari ke 10, kadar BOD 90,2 mg/L terjadi kenaikan.

Pada kadar BOD 222,8 mg/L penurunan terjadi pada hari ke 6 sedangkan pada hari ke 8 dan 10 terjadi kenaikan efisiensi penyisihan.

Kadar BOD Limbah Awal

0 20 40 60 80 100

2 4 6 8 10

Waktu Tinggal (hari)

E fi si en si P en yi si h an B O D ( % ) Kontrol

BOD 90,2 mg/L(20%) BOD 144,9 mg/L(40%) BOD 222,8 mg/L(60%) BOD 266,1 mg/L(80%) BOD 418 mg/L(100%)

Gambar 4.3 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai Kadar BOD Limbah Awal

Dalam reaktor yang ditanamani kayu apu dan teratai tidak ditumbuhi ganggang seperti pada kontrol. Kondisi fisik kedua tanaman tersebut, pada kontrol berbeda dengan kondisi fisik direaktor. Tanaman tersebut pertumbuhannya cenderung lambat yang ditandai pada daun teratai yang tidak begitu lebar dan pada kayu apu diameter tumbuhan lebih kecil dibandingkan pada reaktor. Dikarenakan pada kontrol tanaman tidak mendapatkan asupan nurisi yang cukup.

Terbaik diantara 3 reaktor yang terdiri dari tanaman air teratai, kayu apu dan gabungan dari keduanya, efisiensi terbaik terjadi pada reaktor gabungan dari


(38)

kedua jenis tanaman air yaitu tanaman air kayu apu dan teratai. Dapat dilihat pada Gambar 4.3 bahwa pada proses ini efisiensi penyisihan BOD perbedaan antar variable tidak terlalu menonjol jika dibandingkan dengan efisiensi penyisihan BOD oleh tanaman teratai dan kayu apu. Efisiensi penyisihan tertinggi pada gabungan tanaman tertai dan kayu apu mencapai 98% dengan BOD 2,9 mg/L pada kadar BOD 144,9 mg/L dan efisiensi penyisihan terendah mencapai 46,8 % dengan BOD 47,9 mg/L pada kadar BOD 90,2 mg/L.

Pada penelitian sebelumnya menggunakan proses pengolahan wastewater garden persentase penyisihan untuk BOD antara 60% - 80% dengan waktu detensi 2 sampai 5 hari dan jenis tanaman air yang digunakan adalah cattail, bulrush, dan reed (Karismawati dan Syafe’i, 2006). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yusuf (2008) didapatkan efisiensi penyisihan BOD dengan menggunakan sistem simulasi tanaman air pada air limbah rumah tangga mencapai 39,75% dan tanaman air yang digunakan adalah mendong, teratai, kiambang, dan hidrilla pada waktu tinggan 2 hari. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini mendapatkan hasil efisiensi penyisihan BOD lebih maksimal yaitu, antara 40% - 98% dengan waktu detensi 2 samapai 10 hari dan tanaman air yang digunakan adalah teratai, kayu apu, dan gabungan dari keduanya.

Peningkatan efisiensi penyisihan pada proses pengolahan air limbah yang menggunakan media tanaman air terjadi karena adanya penyerapan nutrien pada air limbah oleh tanaman air dan di bantu bakteri yang berada di akar. Dan penurunan efisiensi penyisihan pada proses pengolahan air limbah disebabkan


(39)

karena minimnya nutrien yang terkandung pada air limbah sehingga tanaman air mengalami kekurangan asupan nutrien dan menghambat pertumbuhan tanamanan air.

Pengolahan menggunakan media tanaman air (wastewater garden) pada dasarnya merupakan stabilisasi yang menggabungkan antara proses anaerobik dan aerobik. Kondisi anaerobik terjadi di bagian dasar, proses aerobik berlangsung di permukaan, sedangkan di bagian tengah terjadi proses fakultatif ( Purwati, 2006).

Dalam sistem akuatik bahan organik yang terendapakan dihilangkan dengan sedimentasi dan penguraian anaerobik pada dasar reaktor. Bahan organik yang tersisa dalam larutan diturunkan oleh aktifitas bakteri dan sebagian ada yang diserap oleh tumbuhan air. Adapun proses penguraian bahan organik oleh bakteri seperti yang dijelaskan pada proses penyerapan bahan organik oleh tumbuhan air (halaman 11).

Asam-asam organik yang dihasilkan dari proses penguraian bahan organik diabsorbsi oleh tumbuhan air. Bakteri dan tanaman air merupakan organisme yang berperan dalam proses ini. Bakteri menguraikan bahan organik menjadi ion-ion yang dapat diserap oleh tanaman air. Hal itu yang dapat memacu bakteri untuk mempercepat proses penguraian bahan organik. Selain itu proses penyerapan ion oleh tumbuhan akan mencegah terjadinya penumpukan senyawa yang bersifat racun bagi bakteri itu sendiri. Bahan organik yang terurai menjadi senyawa organik/anorganik dalam bentuk ion seperti : NO3-, NH4+, H2PO4-, CH3COO

-Karena tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk ion maka bahan , dan lain sebagainya (Wardani, 2004).


(40)

organik dan nutrien dalam sistem wastewater garden harus mengalami penguraian sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Sebagian besar unsur H (hidrogen) diambil dari air yang diserap oleh tumbuhan melalui akar sedangkan untuk C (karbon) dan O (oksigen) diserap dari udara melalui daunnya dalam proses fotosintesis. Adapun reaksi yang terjadi dalam proses fotosintesis adalah sebagai berikut :

6 CO2 + 6 H2O C6H12O8 + 6O2

Karbondioksida merupakan senyawa utama yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Dalam ekosistem wastewater garden, karbondioksida (CO2) berasal

dari hasil penguraian bahan-bahan organik oleh mikrooganisme aerob. CO2 juga

berasal dari pelarutan

Efisiensi penyisihan COD terbesar pada tanaman teratai yaitu pada kadar COD 443,5 mg/L dengan waktu tinggal 10 hari. Adapun hasil yang didapatkan dapat dilihat pada tabel 4.5. Didapatkan data efisiensi penyisihan COD pada

di alam. Sedangkan molekul air diambil dari media tumbuh tumbuhan. Molekul C, H, dan O dari zat-zat tersebut diubah menjadi senyawa karbohidrat atau zat pati dan hasil samping dari proses fotosintesis berupa oksigen (Widyastuti, 2005).

IV.2 Efisiensi Penyisihan COD pada Media Tanaman Air

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi limbah terhadap waktu tinggal, diperoleh hasil efisiensi penyisihan COD pada proses pengolahan air limbah domestik menggunakan media tanaman air. Media tanaman air yang digunakan adalah teratai, kayu apu, dan gabungan dari kedua tanaman air tersebut.


(41)

media tanaman air teratai dengan variasi waktu tinggal, ditunjukkan pada Gambar 4.4. Dapat dilihat bahwa pengaruh waktu tinggal terhadap efisiensi penyisihan COD pada air limbah. Pada hari ke 2 sampai dengan hari ke 6, terjadi kenaikan efisiensi penyisihan COD pada air limbah, yaitu pada COD 165,4 mg/L, 312 mg/L, 600 mg/L, dan 784 mg/L.

Tabel 4.5 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar COD Awal terhadap Responsi

Kadar Waktu Tinggal (Hari)

COD 2 4 6 8 10

(mg/L) COD

% COD % COD % COD % COD %

(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)

Kontrol 24,0 14,3 20,0 28,6 12,0 57,1 12,0 57,1 8,0 71,4

165,4 89,0 46,2 52,0 68,6 24,0 85,5 75,2 54,5 55,4 66,5

312,0 108,0 65,4 68,0 78,2 24,0 92,3 16,0 94,9 72,0 76,9

443,5 63,4 85,7 20,0 95,5 40,0 91,0 92,0 79,3 8,1 98,2

600,0 72,0 88,0 64,0 89,3 32,0 94,7 76,0 87,3 48,0 92,0

784,0 356,0 54,6 248,0 68,4 116,0 85,2 28,0 96,4 40,0 94,9

Hal ini dikarenakan tumbuhan teratai mengalami fase penyesuaian diri sehingga tumbuhan teratai menyerap nutrien yang terkandung dalam air limbah. Pada hari ke 8 dan hari ke 10 terjadi penurunan efisiensi penyisihan pada kadar COD 165,4 mg/L dan 600 mg/L dikarenakan tanaman teratai mengalami penyeleksian sehingga penyerapan nutrien tidak dapat maksimal. Sedangkan pada COD 312 mg/L dan 784 mg/L pada hari ke 8 mengalami kenaikan dan terjadi penurunan pada hari ke 10.

Pada kadar COD 443,5 mg/L efisiensi penyisihan terjadi kenaikan pada hari ke 4 mencapai 95,5% (COD 20 mg/L) dan pada hari ke 6 dan ke 8 terjadi penurunan efisiensi penyisihan COD mencapai 79,3 % (COD 92 mg/L). Penurunan efisiensi penyisihan pada COD 443,5 mg/L dikarenakan pada hari ke 6


(42)

dan ke 8 tanaman teratai mengalami kematian yang ditandai dengan daun yang mulai berubah menjadi kuning. Pada hari ke 10 efisiensi penyisihan COD mengalami kenaikan, hal ini dikarenakan tanaman teratai mulai tumbuh kembali yaitu tumbuh tunas (daun) baru.

Kadar COD Limbah Awal

0 20 40 60 80 100

2 4 6 8 10

Waktu Tinggal (hari)

E fi si en si P en yi si h an C O D (% ) Kontrol

COD 165,4 mg/L(20%) COD 312 mg/L(40%) COD 443,5 mg/L(60%) COD 600 mg/L(80%) COD 784 mg/L(100%)

Gambar 4.4 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai Kadar COD Limbah Awal

Efisiensi penyisihan COD dengan tanaman kayu apu juga mengalami hal yang sama seperti pada tanamn teratai. Hasil analisa proses pengolahan air limbah domestik menggunakan tanaman kayu apu dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Berdasarkan Tabel 4.6 didapatkan hubungan antara waktu tinggal terhadap efisiensi penyisihan COD pada media tanaman air kayu apu yang digambarkan pada Gambar 4.5 bahwa kenaikan efisiensi peyisihan COD pada air limbah terjadi pada hari ke 2 sampai dengan hari ke 6. Hal ini dikarenakan tumbuhan kayu apu mengalami fase penyesuaian diri sehingga tumbuhan kayu apu menyerap nutrien


(43)

yang terkandung dalam air limbah. Pada hari ke 8 dan ke 10 terjadi penurunan dan kenaikan efisiensi penyisihan COD pada konsentrasi tertentu. Pada kadar COD 165,4 mg/L dan 443,5 mg/L pada hari ke 8 mengalami penurunan hal ini dikarenakan tumbuhan kayu apu mengalami perubahan yaitu daunnya mulai berubah menjadi kuning sehingga efisiensi penyisihan mengalami penurunan. Sedangkan pada hari ke 10, pada kadar COD 165,4 mg/L tetap konstan dan pada COD 443,5 mg/L terjadi kenaikan efisiensi penyisihan COD. Kenaikan efisiensi terjadi dikarenakan adanya perumbuhan tunas baru pada tanaman kayu apu.

Tabel 4.6 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar COD Awal terhadap Responsi

Kadar Waktu Tinggal (Hari)

COD 2 4 6 8 10

(mg/L) COD

% COD % COD % COD % COD %

(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)

Kontrol 26,0 7,1 20,0 28,6 15,0 46,4 12,0 57,1 8,0 71,4

165,4 63,6 61,5 28,0 83,1 12,0 92,7 47,5 68,9 51,5 78,4

312,0 84,0 73,1 76,0 75,6 72,0 76,9 24,0 92,3 32,0 96,2

443,5 47,5 89,3 20,0 95,5 8,0 98,2 48,0 89,2 40,4 93,6

600,0 104,0 82,7 72,0 88,0 20,0 96,7 8,0 98,7 44,0 88,7

784,0 328,0 58,2 256,0 67,3 136,0 82,7 20,0 97,4 68,0 96,9

Pada kadar COD 600 mg/L, pada hari ke 8 terjadi kenaikan efisiensi penyisihan mencapai 98,7% (COD 8 mg/L) dan pada hari ke 10 terjadi penurunan efisiensi COD. Sama halnya yang terjadi pada tanaman air teratai, pada hari ke 10 terjadi penurunan efisiensi penyisihan COD.

Sedangkan efisiensi penyisihan COD dari gabungan tanaman kayu apu dan teratai pada proses pengolahan air limbah didapatkan penyisian terbesar pada COD 784 mg/L pada hari ke 10, hal ini dikarenakan gabungan dari kedua tanaman tersebut mulai mengalami kondisi stabil.


(44)

Kadar COD Limbah Awal 0 20 40 60 80 100

2 4 6 8 10

Waktu Tinggal (hari)

E fi si en si P en yi si h an C O D (% ) Kontrol

COD 165,4 mg/L(20%) COD 312 mg/L(40%) COD 443,5 mg/L(60%) COD 600 mg/L(80%) COD 784 mg/L(100%)

Gambar 4.5 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai Kadar COD Limbah Awal

Adapun hasil analisa yang didapat pada proses pengolahan air limbah domestik menggunakan tanaman kayu apu dan teratai ditabelkan sebagai berikut : Tabel 4.7 Pengaruh Waktu Tinggal dan Kadar COD Awal terhadap Responsi

Kadar Waktu Tinggal (Hari)

COD 2 4 6 8 10

(mg/L) COD

% COD % COD % COD % COD %

(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)

Kontrol 24,0 14,3 18,0 35,7 12,0 57,1 12,0 57,1 8,0 71,4

165,4 84,8 48,6 52,0 68,6 28,0 83,1 63,4 61,7 35,6 78,4

312,0 84,0 73,1 64,0 79,5 40,0 87,2 12,0 96,2 12,0 96,2

443,5 35,6 92,0 32,0 92,8 40,0 91,0 36,0 91,9 28,3 93,6

600,0 88,0 85,3 64,0 89,3 36,0 94,0 56,0 90,7 68,0 88,7

784,0 316,0 59,7 248,0 68,4 124,0 84,2 32,0 95,9 24,0 96,9

Berdasarkan Tabel 4.7 didapatkan data efisiensi penyisihan COD pada media tanaman air kayu apu dan teratai dengan variasi waktu tinggal, ditunjukkan pada Gambar 4.6. Bahwa pengaruh waktu tinggal terhadap efisiensi penyisihan COD pada air limbah. Pada hari ke 2 sampai ke 6, terjadi kenaikan efisiensi


(45)

penyisihan COD pada air limbah, yaitu pada kadar COD 165,4 mg/L, 312 mg/L, 600 mg/L dan 784 mg/L.

Hal ini dikarenakan tumbuhan kayu apu dan teratai mengalami fase penyesuaian diri sehingga tumbuhan kayu apu dan teratai menyerap nutrien yang terkandung dalam air limbah. Pada hari ke 8 terjadi penurunan efisiensi penyisihan pada kadar COD 165,5 mg/L dan 600 mg/L dikarenakan tanaman air kayu apu dan teratai mengalami penyeleksian sehingga penyerapan nutrien tidak dapat maksimal sedangkan pada COD 312 mg/L dan 784 mg/L terjadi kenaikan yang disebabkan tanaman air kayu apu dan teratai mulai dapat menyerap nutrien yang hanya dibutuhkan dalam pertumbuhannya.

Kadar COD Limbah Awal

0 20 40 60 80 100

2 4 6 8 10

Waktu Tinggal (hari)

E fi si en si P en yi si h an C O D (% ) Kontrol

COD 165,4 mg/L(20%) COD 312 mg/L(40%) COD 443,5 mg/L(60%) COD 600 mg/L(80%) COD 784 mg/L(100%)

Gambar 4.6 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai Kadar COD Limbah Awal

Pada hari ke 10, kadar COD 312 mg/L tidak mengalami kenaikan dan penurunan (konstan), dan pada kadar COD 600 mg/L terjadi penurunan efisiensi


(46)

penyisihan. Sedangkan pada kadar COD 165,4 mg/L dan 784 mg/L terjadi kenaikan efisiensi penyisihan.

Pada kadar COD 443,5 mg/L penurunan terjadi pada hari ke 6 sedangkan pada hari ke 8 dan 10 terjadi kenaikan efisiensi penyisihan.

Terbaik diantara 3 reaktor yang terdiri dari tanaman air teratai, kayu apu dan gabungan dari keduanya, efisiensi terbaik terjadi pada reaktor gabungan dari kedua jenis tanaman air yaitu tanaman air kayu apu dan teratai. Dapat dilihat pada Gambar 4.6 bahwa pada proses ini efisiensi penyisihan COD tidak terlalu siknifikan atau terdapat perbedaan yang menonjol antar variabel. Efisiensi penyisihan tertinggi mencapai 96,9% (COD 24 mg/L) pada kadar COD 784 mg/L (100%) dan efisiensi penyisihan terendah mencapai 61,7 % (COD 63,4 mg/L) pada kadar COD 165,4 (20%). Dari ketiga bak reaktor yang menggunakan tanaman yang berbeda, kemampun tanaman dalam mendegradasi zat pencemar juga berbeda. Selain dipengaruhi oleh faktor alam juga dipengaruhi oleh kemampuan tanaman dalam pertumbuhan. Pada bak kontrol yang dilakukan perlakuan yang sama dengan menggunakan air bersih, efisiensi penyisihan zat pencemar tidak begitu besar. Penurunan zat pencemar pada kontrol dipengaruhi oleh faktor alam, antara lain sirklus udara dan cahaya matahari.

Meskipun demikian, dari hasil penelitian ini penyisihan COD dengan sistem media tanaman air menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Wardani (2004). Pada penelitian yang dilakukan Wardani menggunakan tanaman air kayu apu dengan kepadatan tanaman air 50 mg/cm2 menghasilkan efisiensi penyisihan COD sebesar 40,7% dengan waktu


(47)

tinggal 20 hari dengan konsentarasi COD 120,1 mg/L, sedangkan pada penelitian kali ini dengan menggunakan tanaman air yang sama menghasilkan efisiensi penyisihan COD sebesar 97,4 % dengan kadar 20 mg/L pada hari ke 8 dan jumlah tanaman yang ditentukan sebanyak 6 buah pada konsentrasi limbah 100% (COD 784 mg/L) dengan memvariasikan waktu tinggal dan konsentrasi air limbah. Dari perbedaan hasil yang didapatkan, kemampuan tanaman dalam menguraikan zat organik pada air limbah selain dipengaruhi oleh kepadatan juga dipengaruhi jarak antar tanaman. Semakin padat tanaman dalam bak reaktor semakin besar proses penguraian zat organik pada air limbah. Mekanisme penyisihan COD pada proses pengolahan dengan sistem media tanaman air (watstewater garden) adalah filtrasi dan sedimentasi oleh media tanah, juga penyisihan biologis oleh mikroorganisme yang terdapat pada tanah dan akar tanaman.

Dari Tabel 4.7 pada kadar COD 784 mg/L terlihat bahwa konsentrasi COD sangat mempengaruhi besarnya efisiensi pengolahan. Semakin besar konsentrasi COD pada influen akan semakin kecil efisiensi penyisihan yang terjadi baik pada tanaman air teratai, kayu apu, maupun gabungan dari keduanya yaitu kayu apu dan teratai. Hal ini dapat terjadi karena proses secara biologi baik oleh mikroorganisme maupun tanaman telah mencapai titik optimum sehingga pada beban pengolahan yang lebih tinggi zat-zat pencemar tidak dapat lebih banyak tersisihkan.

Menurut Munazah dan Soewondo (2008) Tanaman air menyerap bahan pencemar dari air limbah untuk menjadi biomassa yang dapat bernilai ekonomis tergantung jenis tanamannya. Pada daerah akar terjadi degradasi materi organik


(48)

secara aerob dan anaerob selama limbah cair melewati rizosfer dari tanaman. Materi organik akan terdekomposisi akibat aktivitas mikroba, nitrogen akan terdenitrifikasi jika tersedia materi organik yang cukup, dan phospat akan teradsorpsi oleh media dan tanaman.

IV.3 pH (Derajat Keasaman) pada Media Tanaman Air

Proses penguraian oleh tanaman yang dibantu mikroorganisme pada daerah akar juga berpengaruh pada tingkat keasaman atau kebasaan pada proses pengolahan air limbah domestik menggunakan media tanaman air. Untuk menghindari peningkatan derajat keasaman pada proses pengolahan, maka selain melakukan pengamatan pada efisiensi penyisihan bahan organik pada air limbah, juga dilakukan pengontrolan pada proses pengolahan ini. Media tanaman air yang digunakan adalah teratai, kayu apu, dan gabungan dari kedua tanaman air tersebut. Pada tanaman teratai, didapatkan hasil pengukuran pH yang ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 4.8 Pengaruh Waktu Tinggal dan pH awal terhadap Responsi

pH Waktu Tinggal (hari)

awal 2 4 6 8 10

Kontrol 7,1 7,2 7,2 7,2 7,2

7,0 7,4 7,8 7,8 8,3 8,3

6,8 7,4 7,6 7,8 8,1 8,3

6,5 7,3 7,4 7,9 8,2 8,3

6,3 7,2 7,5 7,4 8,4 8,6

5,9 6,6 6,8 7,4 7,5 7,9

Berdasarkan Tabel 4.8 didapatkan data pengaruh waktu tinggal terhadap perubahan pH pada media tanaman air teratai, ditunjukkan pada Gambar 4.7. Dapat dijelaskan bahwa pH bergerak naik dalam pengolahan air limbah rumah tangga dengan menggunakan tanaman teratai.


(49)

pH Limbah Awal

5 6 7 8 9

2 4 6 8 10

Waktu Tinggal (hari)

p

H

Kontrol pH 7 (20%) pH 6,8 (40%) pH 6,5 (60%) pH 6,3 (80%) pH 5,9 (100%)

Gambar 4.7 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai pH Limbah Awal

Pada proses pengolahan menggunakan tanaman kayu apu, pH juga mengalami peningkatan. Data yang didapat, sebagai berikut:

Tabel 4.9 Pengaruh Waktu Tinggal dan pH awal terhadap Responsi

pH Waktu Tinggal (hari)

awal 2 4 6 8 10

Kontrol 7,1 7,2 7,2 7,2 7,2

7,0 7,4 7,8 7,9 8,3 8,4

6,8 7,4 7,5 7,8 8,1 8,3

6,5 7,5 7,6 7,9 8,3 8,3

6,3 7,3 7,4 7,5 7,6 7,7

5,9 6,4 6,9 7,5 7,7 7,9

Berdasarkan Tabel 4.9 didapatkan data perubahan pengaruh waktu tinggal terhadap perubahan pH pada media tanaman air kayu apu, ditunjukkan pada Gambar 4.8. Perubahan pH pada media tanaman kayu apu tidak berbeda dengan menggunakan media tanaman teratai. Sedangakan pada reaktor dengan menggunakan media tanamana kayu apu dan teratai, dapat dilihat pada Tabel 4.10.


(50)

pH Limbah Awal

5 6 7 8 9

2 4 6 8 10

Waktu Tinggal (hari)

p

H

Kontrol pH 7 (20%) pH 6,8 (40%) pH 6,5 (60%) pH 6,3 (80%) pH 5,9 (100%)

Gambar 4.8 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai pH Limbah Awal

Berdasarkan Tabel 4.10 didapatkan data perubahan pengaruh waktu tinggal terhadap perubahan pH pada media tanaman kayu apu dan teratai dengan variasi waktu tinggal, dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Tabel 4.10 Pengaruh Waktu Tinggal dan pH awal terhadap Responsi

pH Waktu Tinggal (hari)

awal 2 4 6 8 10

Kontrol 7,1 7,2 7,2 7,2 7,2

7,0 7,3 7,5 7,6 8,1 8,2

6,8 7,5 7,5 7,7 7,9 8,1

6,5 7,5 7,6 7,8 7,8 8,3

6,3 7,2 7,3 7,4 7,5 7,6

5,9 6,4 6,7 7,2 7,4 7,6

Pada Gambar 4.9 perubahan pH pada gabungan kedua tanaman air juga tidak jauh berbeda dengan media tanaman kayu apu dan media tanaman teratai bahwa pH bergerak naik.


(51)

M.O

pH Limbah Awal

5 6 7 8

2 4 6 8 10

Waktu Tinggal (hari)

p

H

Kontrol pH 7 (20%) pH 6,8 (40%) pH 6,5 (60%) pH 6,3 (80%) pH 5,9 (100%)

Gambar 4.9 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan Responsi pada berbagai pH Limbah Awal

Nilai pH yang terus meningkat setiap kali dilakukan pengukuran pada media tanam diakibatkan adanya proses penguraian senyawa organik, antara lain: Bahan organik + O2 Asam-asam organik + NH3+ CO2+ H2

NH

O

3 + H2O NH4

NH

OH

4OH NH4+ + OH

NH

-

4+ + H2O NO2- + H2O + 4H+

2 NO

+ energi

2 + O2 NO3

-Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Yusuf (2008), dengan mengunakan media tanaman air dalam pengolahan air limbah domestik didapatkan pH tertinggi adalah 7,2 dari pH awal 6,7 dengan pengenceran 50% air limbah dan tanaman yang digunakan adalah mendong, teratai, kiambang, dan hidrilla dengan waktu tinggal selama 2 hari . Sedangkan pada penelitian kali ini dengan menggunakan 2 jenis tanaman yaitu kayu apu dan teratai mampu

+ energi


(52)

menaikkan pH dari 6,5 menjadi 7,5 pada hari ke 2 dengan pengenceran air limbah 60%. Peningkatan pH yang terjadi pada percobaan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kemampuan tanaman dalam menyerap zat organik yang ada pada air limbah. Sebagaimana diketahui bahwa pada pH 6 – 9, kehidupan biota dalam suatu perairan dapat berlangsung secara normal, baik kehidupan hewan maupun tumbuhan air, karena kondisi tersebut proses-proses kimia dan mikrobiologis yang menghasilkan senyawa yang berbahaya bagi kehidupan biota serta kelestarian lingkungan tidak terjadi. Dengan demikian, maka pH air limbah domestik yang telah memenuhi syarat dilepas ke lingkungan.


(53)

44 V.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa :

a. Pengolahan air limbah domestik dengan sistem media tanaman air (watewater garden) merupakan salah satu alternatif dalam proses pengolahan air limbah. Karena proses pengoperasian dan perawatannya mudah tanpa mengurangi kualitas effluent yang dihasilkan.

b. Komposisi tanaman dan jarak mempengaruhi efisiensi penyisihan zat organik pada air limbah. Hasil yang terbaik dengan jarak 10cm antara tanaman dan jumlah tanaman 6 buah dalam bak reaktor mampu menyisihkan kadar BOD 96,6% dan COD 97,4% pada tanaman kayu apu.

c. Tanaman kayu apu lebih maksimal menyisihkan zat organik pada air limbah (effisiensi penyisihan BOD sebesar 96,6%, COD 97,4%, dan pH dari 5,9 menjadi 7,9) jika dibandingkan dengan tanaman teratai (effisiensi penyisihan BOD sebesar 97,3%, COD 96,4%, dan pH dari 5,9 menjadi 7,9). Hal ini dikarenakan, tanaman kayu apu memiliki daya hidup lebih kuat dan pertumbuhan lebih cepat dibandingkan tanaman teratai. Jika 2 jenis tanaman tersebut dalam satu reaktor, effisiensi penyisihan BOD sebesar 96,6%, COD 96,6%, dan pH dari 5,9 menjadi 7,6 (cenderung stabil).


(54)

V.2 Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian, disarankan untuk menggunakan jenis tanaman lain dengan memvariasikan umur tanaman, jumlah tanaman dan dioperasikan secara berkelanjutan (continue). Sehingga pada saatnya nanti diharapkan dengan pengolahan air limbah domestik menggunakan tanaman air dapat menjadi suatu model pengolahan air limbah domestik yang dapat digunakan oleh masyarakat.


(55)

Anonim. 2009. Wastewater Garden

Karismawati dan Syafe,i. 2006. Perencanaan Pengolahan Air Limbah Domestik Skala Komunal Di Kota Biak, Papua. Jurnal Teknik Lingkunan FTSP-ITS. Kurniawan, H. 2005. Uji Kemempuan Tumbuhan Heliconia rostrata dan Cyperus

papurus Dalam Menurunkan COD dan TSS Pada Air Limbah KM/WC Kantin ITS dan Laboraturium Lingkungan Dengan Sistem Tanah Rawa Buatan. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS.

Metcalf and Eddy, 1991. Wastewater Engineering Treatment, Disposal, and Reuse. Mc Graw Hill Inc. New York. Hal. 927-1014.

Munazah dan Soewondo. 2008. Penyisihan Organik melalui dua Tanahap pengolahan Dengan Modifikasi ABR dan Constructed Wetland Pada Industri Rumah Tangga. Vol.4. No.4.

Purwati,dkk. 2007. Potensi Dan Pengaruh Tanaman Pada Pengolahan Air Limbah Pulp Dan Kertas Dengan Sistem Lahan Basah. Jurnal berita Selulosa, Vol. 42 (2). Hal. 45 – 53.

Tchobanoglous, G., Thiessen H., Vigil S., 1991. Intergrated Solid Waste Management. Mc Graw Hill, Inc.

Wardani, D. 2004. Kemampuan Kayu Apu (Pestisia stratiotes L) Dalam Penurunan Konsentrasi BOD dan COD Pada Air Limbah Domestik


(56)

tanaman Cypetus papyrus Pada Sistem Subsurface Constructed Weatland. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS.

Yusuf, G. 2008. Bioremidiasi Limbah Rumah Tangga Dengan Sistem Simulasi Tanaman Air. Jurnal Bumi Lestari, Vol.8. No. 2. hal. 136-144.


(57)

Konsentrasi BOD Waktu BOD Effluent (mg/L) Limbah Inffluent Tinggal Teratai Kayu Kayu Apu

(mg/L) (hari) Apu dan Teratai

Kontrol 18,0

2 15,0 16,0 15,0

4 13,6 14,0 13,0

6 10,0 9,0 10,0

8 8,5 8,2 8,5

10 7,6 7,6 7,6

20% 90,2

2 55,4 59,7 46,5

4 23,5 16,8 35,6

6 14,0 4,7 18,9

8 32,5 36,7 47,9

10 25,0 48,3 21,7

40% 144,9

2 75,1 66,1 67,1

4 56,1 40,7 43,9

6 20,1 35,1 32,3

8 12,6 15,5 3,3

10 22,4 26,6 2,9

60% 222,8

2 33,1 39,0 33,5

4 12,2 16,2 25,1

6 32,3 6,1 36,0

8 54,4 37,8 28,4

10 4,6 27,5 20,6

80% 266,1

2 61,5 55,9 73,4

4 51,9 44,5 54,9

6 16,9 16,9 22,8

8 35,7 3,3 36,1

10 34,6 25,6 52,3

100% 418,0

2 213,6 203,7 199,8

4 110,1 124,8 99,4

6 85,1 88,3 71,8

8 11,1 14,1 21,2


(58)

8 12,0 12,0 12,0

10 8,0 8,0 8,0

20% 165,4

2 89,0 63,6 84,8

4 52,0 28,0 52,0

6 24,0 12,0 28,0

8 75,2 51,5 63,4

10 55,4 51,5 35,6

40% 312,0

2 108,0 84,0 84,0

4 68,0 76,0 64,0

6 24,0 72,0 40,0

8 16,0 24,0 12,0

10 72,0 32,0 12,0

60% 443,5

2 63,4 47,5 35,6

4 20,0 20,0 32,0

6 40,0 8,0 40,0

8 92,0 48,0 36,0

10 8,1 40,4 28,3

80% 600,0

2 72,0 104,0 88,0

4 64,0 72,0 64,0

6 32,0 20,0 36,0

8 76,0 8,0 56,0

10 48,0 44,0 68,0

100% 784,0

2 356,0 328,0 316,0

4 248,0 256,0 248,0

6 116,0 136,0 124,0

8 28,0 20,0 32,0


(59)

Kontrol 7,1 6 7,2 7,2 7,2

8 7,2 7,2 7,2

10 7,2 7,2 7,2

20% 7,0

2 7,4 7,4 7,3

4 7,8 7,8 7,5

6 7,8 7,9 7,6

8 8,3 8,3 8,1

10 8,3 8,4 8,2

40% 6,8

2 7,4 7,4 7,5

4 7,6 7,5 7,5

6 7,8 7,8 7,7

8 8,1 8,1 7,9

10 8,3 8,3 8,1

60% 6,5

2 7,3 7,5 7,5

4 7,4 7,6 7,6

6 7,9 7,9 7,8

8 8,2 8,3 7,8

10 8,3 8,3 8,3

80% 6,3

2 7,2 7,3 7,2

4 7,5 7,4 7,3

6 7,4 7,5 7,4

8 8,4 7,6 7,5

10 8,6 7,7 7,6

100% 5,9

2 6,6 6,4 6,4

4 6,8 6,9 6,7

6 7,4 7,5 7,2

8 7,5 7,7 7,4


(60)

B.1 Perhitungan BOD Contoh :

Diketahui : a = 6,85 mL

b = 0,1 mL c = 6,35 mL d = 8,5mL Sampel :

0,0113 1000 8

100 6,85

x x x

=

= 6,2 mg/L

0,0088 1000 8

100 0,1

x x x

=

= 0,1 mg/L Blanko :

0,0113 1000 8 100

6,35

x x x

=


(61)

= 6 mg/L 015 , 0 ) 015 , 0 1 ( ) 6 7 , 5 ( ) 1 , 0 2 , 6 ( − − − −

= Sampel Blankox

= 418 mg/L

B.2 Perhitungan COD

Diketahui : Volume titrasi (a) = 14 mL

Blanko (b) = 23,8 mL

Volume sampel = 2 mL

NFAS = 0,01

COD (mg/L) 1000 8 2

2 a) -(b x x x xNFAS = 2 8 1000 01 , 0 2 14) -(23,8 x x x x =


(62)

Perhitungan penyisihan kandungan BOD danCOD pada pengolahan air limbah dometik dengan sistem media tanaman air (wastewater garden) dapat dicari dengan menggunakan persamaan rumus berikut :

Perhitungan Penyisihan BOD (%) : Contoh :

Pada tanaman kayu apu

BOD awal = 418 mg.O2

BOD akhir = 203,7 mg.O /lt

2/lt

= 100%

418 203,7 -418

x


(63)

COD awal = 784 mg/lt COD akhir = 328 mg/lt

= 100%

784 328 -784

x


(64)

1. Larutan pengencer terhadap air limbah domestik yang akan dianalisa. Cara membuatnya dengan mencampur 1 ml larutan buffer fosfat, 1 ml larutan MgSO4

2. Siapkan 2 botol winkler yang diisi sampel (larutan kerja) dan 2 botol

winkler sebagai blanko. Semua botol winkler disimpan dalam inkubator bersuhu 20

, 1 ml KCL, 1 ml larutan benih. Komposisi tersebut untuk per liter air, aerasi minimal 2 jam.

o

3. 1 botol winkler (larutan kerja) dan 1 botol winkler (blanko) disimpan terus dalam inkubator bersuhu 20

C sekitar 1 jam.

o

1 botol winkler (larutan kerja)dan 1 botol winkler (blanko) yang lain dikeluarkan dari dalam inkubator untuk analisa oksigen terlarut 0 hari.

C selama 5 hari.

4. Tambahkan 1 ml larutan MnSO4

5. Tambahkan 1 ml larutan Alkali Iodida Acida. .

6. Tutup kembali botol winkler dengan hati-hati sehingga tidak ada udara

yang terperangkap. Kemudian balik-balikkan botol beberapa kali. 7. Biarkan gumpalan mengendap sekitar 5 – 10 menit.

8. Tambahkan 1 ml larutan H2SO4

9. Ambil sebanyak 100 ml larutan tersebut kedalam erlemeyer 250 ml.

pekat, tutup kembali, kemudian kocok botol hingga endapan hilang.


(65)

11.Catat volume titrasi Na2S2O3 12.Perhitungan :

.

Oksigen terlarut (mg/lt) =

II.Langkah Analisa COD

1. Cuci erlenmeyer COD dengan larutan H2SO

2. Masukkan 2 ml sampel air lindi ke dalam erlenmeyer COD.

4.

3. Tambahkan larutan HgSO4

4. Tambahkan 1 ml larutan K

sebanyak 10 tetes ke dalam masing-masing erlenmeyer COD.

2Cr2O7

5. Tambahkan 3 ml larutan H

0,1 N. 2SO4

6. Panaskan erlenmeyer COD selama 2 jam.

COD.

7. Dinginkan erlenmeyer COD.

8. Bilas larutan yang ada di erlenmeyer COD dengan aquades, jadikan volume larutan sampai 15 ml.

9. Masukkan larutan ke dalam erlenmeyer untuk titrasi. 10.Tambahkan larutan indikator ferroin 2 tetes.

11.Titrasi masing-masing larutan COD dengan larutan FAS 0,1 N sehingga


(66)

III.Langkah Analisa Derajat Keasaman (pH)

1. Setiap jenis pH meter mempunyai perlakuan tertentu sesuai dengan buku

petunjuk alat tersebut.

2. Setiap pH meter dikalibrasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer

pH 4; 7; 10; sebelum digunakan untuk mengukur sampel air

3. Setelah pH meter dikalibrasi, dilakukan pengukuran pada sampel air

denagn cara mencelupkan pH meter pada air sampel dan catat aanka yang tertera pada pH meter sebagai derajat keasaman sampel air tersebut.


(67)

Kantin Pusat UPN “ Veteran “ Jawa Timur

Lokasi Pengambilan Sampel Air Limbah


(68)

(C) Keteranagan :

(A)Reaktor dengan tanaman air gabungan (kayu apu dan teratai)

(B)Reaktor dengan tanaman kayu apu

(C)Reaktor dengan tanaman teratai


(69)

Analisa COD


(70)

(1)

10. Tambahkan 3 – 4 tetes indikator amilum lalu titrasi dengan Na2S2O3

11. Catat volume titrasi Na

kembali sampai warna biru pertama kali hilang (setelah beberapa menit akan timbul kembali).

2S2O3

12. Perhitungan :

.

Oksigen terlarut (mg/lt) =

II.Langkah Analisa COD

1. Cuci erlenmeyer COD dengan larutan H2SO

2. Masukkan 2 ml sampel air lindi ke dalam erlenmeyer COD.

4.

3. Tambahkan larutan HgSO4

4. Tambahkan 1 ml larutan K

sebanyak 10 tetes ke dalam masing-masing erlenmeyer COD.

2Cr2O7

5. Tambahkan 3 ml larutan H

0,1 N.

2SO4

6. Panaskan erlenmeyer COD selama 2 jam. COD.

7. Dinginkan erlenmeyer COD.

8. Bilas larutan yang ada di erlenmeyer COD dengan aquades, jadikan volume larutan sampai 15 ml.

9. Masukkan larutan ke dalam erlenmeyer untuk titrasi. 10. Tambahkan larutan indikator ferroin 2 tetes.

11. Titrasi masing-masing larutan COD dengan larutan FAS 0,1 N sehingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah-coklat.


(2)

12. Perhitungan :

III.Langkah Analisa Derajat Keasaman (pH)

1. Setiap jenis pH meter mempunyai perlakuan tertentu sesuai dengan buku petunjuk alat tersebut.

2. Setiap pH meter dikalibrasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4; 7; 10; sebelum digunakan untuk mengukur sampel air

3. Setelah pH meter dikalibrasi, dilakukan pengukuran pada sampel air denagn cara mencelupkan pH meter pada air sampel dan catat aanka yang tertera pada pH meter sebagai derajat keasaman sampel air tersebut.


(3)

LAMPIRAN E

GAMBAR ALAT

Kantin Pusat UPN “ Veteran “ Jawa Timur

Lokasi Pengambilan Sampel Air Limbah


(4)

(A) (B)

(C) Keteranagan :

(A) Reaktor dengan tanaman air gabungan (kayu apu dan teratai) (B) Reaktor dengan tanaman kayu apu

(C) Reaktor dengan tanaman teratai


(5)

Pengukuran pH

Analisa COD


(6)

Kematian pada Tanaman Teratai