ANALISIS POTENSI DAN PERTUMBUHAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) DI SOLO, JAWA TENGAH ANTARA SEBELUM DAN SETELAH ERA OTONOMI DAERAH

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pemberlakuan otonomi daerah (otda) ternyata justru banyak memicu salah kaprah, termasuk salah satunya yaitu memacu daerah untuk meningkatkan semua sisi potensi dari sektor perpajakan. Di satu sisi bahwa ini memang dibenarkan terutama dikaitkan dengan asumsi penerimaan asli daerah (PAD) sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi daerah (Sidik, 2001). Di sisi lain, eksplorasi dan eksploitasi perpajakan yang tanpa arah serta cenderung berlebihan justru memicu dampak negatif bagi daerah, terutama ini terkait keluhan dunia usaha dan juga adanya kecenderungan pajak ganda yang telah dipungut pusat dan juga dipungut daerah (Fauzi, 2003). Akibatnya, Kadin mengkritik tentang maraknya perda-perda siluman pasca pemberlakuan otda dan ini tentu berdampak terhadap biaya tinggi bagi dunia usaha (Saad, 2003).

Dari dikotomi yang berkembang pasca era otda, ide awalnya melalui otda diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik (Halim dan

Abdulah, 2004). Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber

pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian (sharing) dari pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat (Kuncoro, 2004). Dengan kondisi seperti ini, peranan swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah (enginee of growth). Daerah juga diharap mampu dan kreatif menarik investor untuk mendorong pertumbuhan daerah dan memicu efek multiplier yang besar (Makmun, 2004).

Bagi pemerintah, model desentralisasi di satu sisi membuka peluang terciptanya pola pemerintahan yang lebih efisien dan bertanggung jawab. Di sisi lain, desentralisasi juga menimbulkan masalah, seperti tidak adanya koordinasi dalam penetapan pajak dan juga retribusi daerah yang bisa berdampak buruk bagi dunia usaha (Sidik, 2002). Orientasi otonomi daerah yang seharusnya lebih menekankan pada pelayanan publik sebagai langkah konkret menjalankan fungsi fasilitator pemerintah untuk bisa lebih meningkatkan kesejahteraan ternyata justru semakin menambah beban masyarakat, misalnya dalam sektor pertanian dimana cenderung terjadi pungutan lebih beragam sehingga terjadi laju peningkatan biaya (Mayrowani, 2006). Selain itu, indikatornya ditunjukkan dengan banyak bermunculannya perda-perda tentang pajak dan retribusi baru di berbagai daerah yang tujuannya lebih untuk meningkatkan PAD. Hal ini diperburuk lagi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di daerah yang hingga kini juga belum optimal (Sakti, 2006).

Solo juga menghadapi kendala dalam kaitan dengan dikotomi tentang peran pajak. Di satu sisi, pajak sangatlah penting untuk memacu dana penerimaan asli daerah bagi pendanaan pembangunan, tapi di sisi lain esksplorasi dan eksploitasi perpajakan juga memberatkan masyarakat, termasuk juga kalangan dunia usaha (Usman, dkk., 2002). Mengacu urgensi perpajakan, potensi utama dari pajak penghasilan (PPh) juga sangat potensial untuk dikembangkan, sementara fakta yang ada menunjukan bahwa tingkat


(2)

kepatuhan masyarakat membayar pajak sangat rendah (Ancok, 1988). Padahal, wajib pajak pribadi cenderung terus meningkat setiap tahun dan ini tentu potensial untuk digali sebagai sumber pemasukan daerah, teruama dari sektor perpajakan (Soetrisno,

1987 dan Poernomo, 2004).

Mengacu urgensi perpajakan bahwa target penerimaan pajak 2007 di Jawa Tengah ternyata tidak berhasil sesuai target karena pencapaiannya hanya Rp.4,98 triliun atau 93,5% dari target Rp.5,326 triliun (Koran Sindo, 8 januari 2008). Secara rinci bahwa dari target Nomer Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk kategori karyawan sebanyak 6.200 hanya tercapai 2.018 NPWP, sedangkan untuk umum atau non-karyawan dari target 174.905 hanya tercapai 43.228 NPWP. Secara rinci penerimaan pajak terdiri dari: (1) PPh Rp.2,2 triliun, (2) pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) Rp. 1,814 triliun, (3) pajak bumi dan bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp. 0,84 triliun dan juga (4) pajak lainnya mencapai Rp. 0,13 triliun.

B.Perumusan Masalah

Adanya dikotomi kepentingan dalam sektor perpajakan, maka pada dasarnya sektor perpajakan adalah menjadi salah satu sumber utama dalam pendanaan pembangunan

(Harahap, 2004). Oleh karena itu membangun kesadaran wajib pajak menjadi sangat

penting terutama untuk memacu penerimaan pajak (Mangoting, 1999). Di sisi lain, membangun kesadaran orang-orang pajak agar lebih kreatif dan proaktif juga tidak kalah pentingnya agar penerimaan dari sektor perpajakan lebih meningkat. Selain itu, yang juga menjadi sangat penting yaitu pengawasan terhadap penggunaan dana yang berasal dari perpajakan agar tidak ada lagi kasus penyelewengan anggaran (Pratt.,

et.al., 1989). Oleh karena itu rumusan masalah dari penelitian ini:

1. Bagaimana potensi penerimaan PPh di Solo sebelum dan setelah era otda?

2. Seberapa besar aspek pertumbuhan penerimaan PPh di Solo sebelum dan setelah era otda?

3. Bagaimana strategi eksplorasi dan eksploitasi penerimaan PPh di Solo sebelum dan setelah era otda?


(3)

Daftar Pustaka

Alfirman, L., (2003), Estimating Stochastic Frontier Tax Potential : can Indonesian

local governments increase tax revenues under decentralization?, Working

Paper No. 03-19, Department of Economic, University of Colorado at Bolder, Colorado.

Ancok, Jamaluddin (1988), Mengapa orang kurang antusias membayar pajak?, Makalah seminar perpajakan di Padang, 8 pebruari.

Brodjonegoro, B., (2001), Indonesian Intergovernmental Transfer in Decentralization Era: the case of general allocation fund, Paper disajikan dalam International Symposium on Intergovernmental Transfers in Asian Countries, 9-10 Februari.

Brotodihardjo R. Santoso (1993), Pengantar Ilmu Hukum Pajak, 3rd ed, Bandung: PT Eresco.

Dewi, Elita (2002), Identifikasi sumber pendapatan asli daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, digitized by USU digital library

Direktorat Jenderal Pajak, (2003), Buku saku panduan hak dan kewajiban wajib

pajak, Jakarta, Direktoran Jenderal Perpajakan.

Fallan, L (1999), Gender, exposure to tax knowledge and attitudes toward taxation: An experimental approach, Journal of Business Ethic, Vol. 18, hal. 173-184. Fauzi, Indra N (2003), Persepsi pelaku usaha terhadap iklim usaha di era otda, Makalah disampaikan dalam Konferensi PEG - USAID: “Desentralisasi, Reformasi Kebijakan - Iklim Usaha” di Hotel Aryaduta, Jakarta 12 Agustus. Halim, A., dan Abdullah, S., (2004), Local Original Revenue (PAD) as A Source of

Development Financing, Makalah disampaikan pada konferensi IRSA

(Indonesian Regional Science Association) ke 6 di Jogjakarta.

Harahap, Abdul Asri (2004), Paradigma baru perpajakan Indonesia: Perspektif

ekonomi politik, Integrita Dinamika Press.

Kaho, Yosef Riwu (1985), Analisa hubungan pemerintah pusat dan daerah di

Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1985.

--- (1991), Otonomi daerah dan titik deratnya di letakkan pada Daerah

Tingkat II, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Karanta, M., H. Malmer,. I. Munck., G. Ollson (2000), A citizen’s perspective on public sector performance and service delivery, Progress in measurement

and modelling of data from Swedish Taxpayer Survey, Di presentasikan di European Evaluation Society EES Conference, Oktober, 12, Loussane. Kotter, J.P dan Heskett, L.J (1997), Corporate culture and performance, Dampak

budaya kerja terhadap kinerja, Jakarta: Prenhallindo.

Kuncoro, Mudrajad (2004), Otonomi daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan

Peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Landiyanto, Erlangga Agustino (2005), Kinerja keuangan dan strategi pembangunan

kota di era otonomi daerah: Studi kasus Kota Surabaya, CURES Working

Paper, no.05/01, januari.

Makmun, (2004), Potret perekonomian daerah sebelum dan era desentralisasi fiskal, Bunga Rampai Hasil Penelitian, hal. 123-134.


(4)

Mangoting, Yenni (1999), Tax Planning: Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif Meminimalkan Pajak, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 1, No. 1, Mei, hal. 43 – 53.

Mayrowani, Henny (2006), Kebijakan otonomi daerah dalam perdagangan hasil pertanian, Analisis Kebijakan Pertanian, vol.4, no. 3, september, hal. 212-225.

Millack, Joseph. Audit Program Planning and Management. Tax Volume 1. http://www.revenueproject.com/documents.asp?grID=412&d_ID=3271 Mustofa, Harits Kurnia (2007), Menemukenali potensi PPh orang pribadi

menggunakan dana SIN PBB, Tesis, Departemen Teknik Geodesi, http://digilib.gd.itb.ac.id

Nasution, Chairuddin Syah (2003), Analisis potensi dan pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan (PPh) di Indonesia Periode tahun 1990 – 2000, Jurnal

Kajian Ekonomi dan Keuangan, vol. 7, no.2, juni, hal. 59-82.

Poernomo, Hadi (2004), Reformasi administrasi perpajakan, dalam Kebijakan

Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi, Penerbit Kompas, Jakarta,

Pebruari.

Prabowo, Y (2002), Akuntansi Perpajakan Terpadu, Grasindo, Jakarta.

Pratt, James W., Jane O. Burns., William N. Kulsrud (1989), Individual Taxation

1989 Edition, 5th ed, Homewood, Illionis : Richard D Irwin.

Roades, S.C (1999), The impact of multiple component reporting on tax compliance and audit strategies, The Accounting Review, Vol. 74, No. 1, January, hal. 63-85.

Saad, Ilyas (2003), Implementasi otda sudah mengarah pada distorsi dan high cost

economy, SMERU Working Paper.

Sakti, Nufransa Wira (2006), Menyimak permasalahan pajak dalam meningkatkan jumlah wajib pajak, Jurnal Inovasi, vol.6/XVIII/maret.

Santoso, Wahyu (2008), Analisis resiko ketidakpatuhan wajib pajak sebagai dasar peningkatan kepatuhan wajib pajak: Penelitian terhadap wajib pajak badan di Indonesia, Jurnal Keuangan Publik, Vol. 5, No. 1, Oktober, hal. 85-137. Setiawan, Budi (2007), Pendataan objek PBB rumah mewah dengan citra satelit

quickbird, Tesis, Departemen Teknik Geodesi, http://digilib.gd.itb.ac.id Setiyaji, Gunawan dan Hidayat Amir (2005), Evaluasi sistem kinerja perpajakan di

Indonesia, Jurnal Ekonomi, Universitas Indonusa Esa Unggul, Jakarta, edisi november, hal. 1-13.

Sidik, Mahfud (2001), Studi empiris desentralisasi fiskal, prinsip pelaksanaan di

berbagai negara serta evaluasi pelaksanaan penyerahan P3D (personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi) sebagai konsekuensi kebijakan pemerintah, Makalah disampaikan dalam Sidang Pleno X Ikatan Sarjana

Ekonomi Indonesia, Batam.

--- (2002), Perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai pelaksanaan

desentralisasi fiskal, Makalah disampaikan pada seminar Setahun

Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia, Jogjakarta, 12 maret.

Sindo (2008), Target pajak Jawa Tengah Meleset, 8 januari, Jakarta. Soemitro, Rochmat (1994), Asas dan dasar perpajakan, Bandung: Eresco.


(5)

Suryadi (2006), Model hubungan kausal kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak dan pengaruhnya terhadap kinerja penerimaan pajak: Suatu survei di wilayah Jawa Timur, Jurnal Keuangan Publik, Vol. 4, No. 1, April, hal. 105-121.

Toto, Edi Yusup dan Leo Sukatrilaksana (2005), Tinjauan yuridis rencana pengenaan pajak penghasilan terhadap Bank Sentral dalam amandemen RUU Pajak Penghasilan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebangsentralan, vol. 3, no. 3, Desember, hal. 33-41.

Usman, Syaikhu; Nina Toyamah; M. Sulton Mawardi; Vita Febriany dan Ilyas Saad (2002), Otonomi daerah dan iklim usaha: Kasus tiga kabupaten di Jawa

Barat, Laporan Lembaga Penelitian SMERU, bekerja sama dengan The

Partnership for Economic Growth (PEG) dan The United States Agency for International Development (USAID),

Wibowo, Tri (2004), Potret fiskal daerah sebelum dan pada era desentralisasi, Bunga Rampai Hasil Penelitian, Departemen Keuangan, hal. 109-121. Yunianto, Ari (2007), Analisis akurasi penentuan luas objek PBB menggunakan

citra quickbird dan ikonos, Tesis, Departemen Teknik Geodesi, http://digilib.gd.itb.ac.id


(6)

RINGKASAN PENELITIAN DOSEN MUDA

ANALISIS POTENSI DAN PERTUMBUHAN

PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) DI SOLO, JAWA TENGAH ANTARA SEBELUM DAN SETELAH ERA OTONOMI DAERAH

Oleh:

Yuli Tri Cahyono, SE, MM, Akt Fauzan, SE, MSi, Akt

DIBIAYAI PROYEK PENGKAJIAN DAN PENELITIAN ILMU PENGETAHUAN TERAPAN DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN NOMOR: 019/O06.2/PP/KT/2009 DIREKTORAT PEMBINAAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA OKTOBER 2009


(7)

ANALISIS POTENSI DAN PERTUMBUHAN

PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) DI SOLO, JAWA TENGAH ANTARA SEBELUM DAN SETELAH ERA OTONOMI DAERAH

Oleh:

Yuli Tri Cahyono dan Fauzan

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Studi mengenai etika pajak dan norma-norma sosial merupakan salah satu jenis motivasi yang mampu meningkatkan pemenuhan kewajiban Wajib Pajak dan bukan semata-mata hanya sekedar melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, hasil riset menunjukkan bahwa etika pajak dan norma-norma sosial mempengaruhi pemenuhan kewajiban pajak dan studi ini telah memberikan bukti bahwa peran etika individu dan norma-norma sosial dalam diri Wajib Pajak mempengaruhi mereka untuk memenuhi kewajibannya dalam pembayaran pajak (Wenzel, 2004). Tingkat kepatuhan masyarakat merupakan wujud dari tingginya kesadaran hukum masyarakat dan tingkat kepatuhan Wajib Pajak sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman mereka tentang peraturan perpajakan, etika Wajib Pajak terhadap perpajakan dan kesadaran dari Wajib Pajak itu sendiri dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Pemberlakuan UU 22 dan 25 tahun 1999 pada tahun 2001 berdampak besar terhadap wewenang dan tanggungjawab serta kondisi keuangan daerah. Solo merupakan salah satu daerah yang memperoleh peningkatan pendapatan sejak diberlakukannya UU ini. Untuk itu perlu dicari sumber-sumber pendapatan daerah lainnya yang potensial untuk digali sebagai sumber pendapatan andalan dan pengaloaksian dana yang tepat dalam pemanfaatan kelebihan fiskal sekarang untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pembangunan dan membangun sektor-sektor yang dapat dikembangkan sebagai sumber pendapatan daerah nantinya.

Kondisi keuangan daerah dapat dilihat dari sisi kebutuhan dan kapasitas fiskal daerah. Selisih dari Kapasitas dan Kebutuhan Fiskal merupakan celah fiskal yang harus dapat ditutupi untuk bisa melaksanakan standar pelayanan publik. Perhitungan Kebutuhan dan


(8)

Kapasitas dilakukan dengan memakai formula untuk menghitung DAU (PP 84 tahun 2001). Pemkot Solo perlu mengalokasikan dana pembangunan di saat masih memiliki kelebihan kapasitas fiskal pada pemecahan berbagai permasalahan pembangunan dan pembangunan sektor-sektor yang nantinya dapat menjadi sumber pendapatan untuk bisa mempertahankan kapasitas fiskal. Dari analisis juga diperoleh beberapa sumber pajak dan retribusi yang potensial untuk dikembangkan dan sumber-sumber pajak yang belum tergali dengan optimal.


(9)

SUMMARY

Study about tax ethics and social norm is one of several kinds of motivation which able to increase the fulfillment of Tax Payer obligation and it is not merely just executing what becoming its obligation. The result of the research shows that tax ethics and social norms influence the tax obligation fulfillment. This study already gives proof that the individual ethics and social norms of Tax Payer will influence their in fulfilling their obligation in paying tax (Wenzel, 2004). Obedience level of the society is the form of high consciousness of the society to the law and the level of Tax Payer obedience is influenced by their understanding level about tax regulation, the ethics of Tax Payer concerning with tax and consciousness from the Tax Payer it self in fulfilling their tax obligation.

The legitimate of the UU No 22 and 25 Year 1999 in 2001 has great influenced to the authorization and the trustworthy also to the financial condition of a district. Solo regency is one of counties that received an increasing income since this regulation is justifiable. In this case, the sources of the other potential income districts must be located to be a promise income and the exceptional distribution fund is used to employ the effective exceed fiscal in handling construction and building up another region that can be develop as another income districts.

The financial condition of a district can be seen from the necessity and capacity fiscal of the district. The discrepancy of necessity and capacity of fiscal can be avoided and it can be shifted for standard public aid. A calculation of the necessity and capacity can be done using formula to compute the public allocation fund "Dana Alokasi Umum" (PP No. 84 Year 2001). The goverment of Solo county need to allocate construction fund because there are abundantly fiscal capacity for solving construction problem at this time and other part of constructions that can become an income sources to maintain the fiscal capacity. The analysis result is also obtained that the tax sources and the potential retribution that can be developed need to be done optimally.


(1)

42

Mangoting, Yenni (1999), Tax Planning: Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif Meminimalkan Pajak, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 1, No. 1, Mei, hal. 43 – 53.

Mayrowani, Henny (2006), Kebijakan otonomi daerah dalam perdagangan hasil pertanian, Analisis Kebijakan Pertanian, vol.4, no. 3, september, hal. 212-225.

Millack, Joseph. Audit Program Planning and Management. Tax Volume 1. http://www.revenueproject.com/documents.asp?grID=412&d_ID=3271 Mustofa, Harits Kurnia (2007), Menemukenali potensi PPh orang pribadi

menggunakan dana SIN PBB, Tesis, Departemen Teknik Geodesi, http://digilib.gd.itb.ac.id

Nasution, Chairuddin Syah (2003), Analisis potensi dan pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan (PPh) di Indonesia Periode tahun 1990 – 2000, Jurnal

Kajian Ekonomi dan Keuangan, vol. 7, no.2, juni, hal. 59-82.

Poernomo, Hadi (2004), Reformasi administrasi perpajakan, dalam Kebijakan

Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi, Penerbit Kompas, Jakarta,

Pebruari.

Prabowo, Y (2002), Akuntansi Perpajakan Terpadu, Grasindo, Jakarta.

Pratt, James W., Jane O. Burns., William N. Kulsrud (1989), Individual Taxation

1989 Edition, 5th ed, Homewood, Illionis : Richard D Irwin.

Roades, S.C (1999), The impact of multiple component reporting on tax compliance and audit strategies, The Accounting Review, Vol. 74, No. 1, January, hal. 63-85.

Saad, Ilyas (2003), Implementasi otda sudah mengarah pada distorsi dan high cost

economy, SMERU Working Paper.

Sakti, Nufransa Wira (2006), Menyimak permasalahan pajak dalam meningkatkan jumlah wajib pajak, Jurnal Inovasi, vol.6/XVIII/maret.

Santoso, Wahyu (2008), Analisis resiko ketidakpatuhan wajib pajak sebagai dasar peningkatan kepatuhan wajib pajak: Penelitian terhadap wajib pajak badan di Indonesia, Jurnal Keuangan Publik, Vol. 5, No. 1, Oktober, hal. 85-137. Setiawan, Budi (2007), Pendataan objek PBB rumah mewah dengan citra satelit

quickbird, Tesis, Departemen Teknik Geodesi, http://digilib.gd.itb.ac.id Setiyaji, Gunawan dan Hidayat Amir (2005), Evaluasi sistem kinerja perpajakan di

Indonesia, Jurnal Ekonomi, Universitas Indonusa Esa Unggul, Jakarta, edisi november, hal. 1-13.

Sidik, Mahfud (2001), Studi empiris desentralisasi fiskal, prinsip pelaksanaan di

berbagai negara serta evaluasi pelaksanaan penyerahan P3D (personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi) sebagai konsekuensi kebijakan pemerintah, Makalah disampaikan dalam Sidang Pleno X Ikatan Sarjana

Ekonomi Indonesia, Batam.

--- (2002), Perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai pelaksanaan

desentralisasi fiskal, Makalah disampaikan pada seminar Setahun

Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia, Jogjakarta, 12 maret.

Sindo (2008), Target pajak Jawa Tengah Meleset, 8 januari, Jakarta. Soemitro, Rochmat (1994), Asas dan dasar perpajakan, Bandung: Eresco.

Soetrisno, Loekman (1987), Dari mau membayar pajak ke benar-benar membayar


(2)

Suryadi (2006), Model hubungan kausal kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak dan pengaruhnya terhadap kinerja penerimaan pajak: Suatu survei di wilayah Jawa Timur, Jurnal Keuangan Publik, Vol. 4, No. 1, April, hal. 105-121.

Toto, Edi Yusup dan Leo Sukatrilaksana (2005), Tinjauan yuridis rencana pengenaan pajak penghasilan terhadap Bank Sentral dalam amandemen RUU Pajak Penghasilan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebangsentralan, vol. 3, no. 3, Desember, hal. 33-41.

Usman, Syaikhu; Nina Toyamah; M. Sulton Mawardi; Vita Febriany dan Ilyas Saad (2002), Otonomi daerah dan iklim usaha: Kasus tiga kabupaten di Jawa

Barat, Laporan Lembaga Penelitian SMERU, bekerja sama dengan The

Partnership for Economic Growth (PEG) dan The United States Agency for International Development (USAID),

Wibowo, Tri (2004), Potret fiskal daerah sebelum dan pada era desentralisasi, Bunga Rampai Hasil Penelitian, Departemen Keuangan, hal. 109-121. Yunianto, Ari (2007), Analisis akurasi penentuan luas objek PBB menggunakan

citra quickbird dan ikonos, Tesis, Departemen Teknik Geodesi, http://digilib.gd.itb.ac.id


(3)

1

RINGKASAN PENELITIAN DOSEN MUDA

ANALISIS POTENSI DAN PERTUMBUHAN

PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) DI SOLO, JAWA TENGAH ANTARA SEBELUM DAN SETELAH ERA OTONOMI DAERAH

Oleh:

Yuli Tri Cahyono, SE, MM, Akt Fauzan, SE, MSi, Akt

DIBIAYAI PROYEK PENGKAJIAN DAN PENELITIAN ILMU PENGETAHUAN TERAPAN DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN NOMOR: 019/O06.2/PP/KT/2009 DIREKTORAT PEMBINAAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA OKTOBER 2009


(4)

ANALISIS POTENSI DAN PERTUMBUHAN

PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) DI SOLO, JAWA TENGAH ANTARA SEBELUM DAN SETELAH ERA OTONOMI DAERAH

Oleh:

Yuli Tri Cahyono dan Fauzan

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Studi mengenai etika pajak dan norma-norma sosial merupakan salah satu jenis motivasi yang mampu meningkatkan pemenuhan kewajiban Wajib Pajak dan bukan semata-mata hanya sekedar melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, hasil riset menunjukkan bahwa etika pajak dan norma-norma sosial mempengaruhi pemenuhan kewajiban pajak dan studi ini telah memberikan bukti bahwa peran etika individu dan norma-norma sosial dalam diri Wajib Pajak mempengaruhi mereka untuk memenuhi kewajibannya dalam pembayaran pajak (Wenzel, 2004). Tingkat kepatuhan masyarakat merupakan wujud dari tingginya kesadaran hukum masyarakat dan tingkat kepatuhan Wajib Pajak sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman mereka tentang peraturan perpajakan, etika Wajib Pajak terhadap perpajakan dan kesadaran dari Wajib Pajak itu sendiri dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Pemberlakuan UU 22 dan 25 tahun 1999 pada tahun 2001 berdampak besar terhadap wewenang dan tanggungjawab serta kondisi keuangan daerah. Solo merupakan salah satu daerah yang memperoleh peningkatan pendapatan sejak diberlakukannya UU ini. Untuk itu perlu dicari sumber-sumber pendapatan daerah lainnya yang potensial untuk digali sebagai sumber pendapatan andalan dan pengaloaksian dana yang tepat dalam pemanfaatan kelebihan fiskal sekarang untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pembangunan dan membangun sektor-sektor yang dapat dikembangkan sebagai sumber pendapatan daerah nantinya.

Kondisi keuangan daerah dapat dilihat dari sisi kebutuhan dan kapasitas fiskal daerah. Selisih dari Kapasitas dan Kebutuhan Fiskal merupakan celah fiskal yang harus dapat ditutupi untuk bisa melaksanakan standar pelayanan publik. Perhitungan Kebutuhan dan


(5)

3

Kapasitas dilakukan dengan memakai formula untuk menghitung DAU (PP 84 tahun 2001). Pemkot Solo perlu mengalokasikan dana pembangunan di saat masih memiliki kelebihan kapasitas fiskal pada pemecahan berbagai permasalahan pembangunan dan pembangunan sektor-sektor yang nantinya dapat menjadi sumber pendapatan untuk bisa mempertahankan kapasitas fiskal. Dari analisis juga diperoleh beberapa sumber pajak dan retribusi yang potensial untuk dikembangkan dan sumber-sumber pajak yang belum tergali dengan optimal.


(6)

SUMMARY

Study about tax ethics and social norm is one of several kinds of motivation which able to increase the fulfillment of Tax Payer obligation and it is not merely just executing what becoming its obligation. The result of the research shows that tax ethics and social norms influence the tax obligation fulfillment. This study already gives proof that the individual ethics and social norms of Tax Payer will influence their in fulfilling their obligation in paying tax (Wenzel, 2004). Obedience level of the society is the form of high consciousness of the society to the law and the level of Tax Payer obedience is influenced by their understanding level about tax regulation, the ethics of Tax Payer concerning with tax and consciousness from the Tax Payer it self in fulfilling their tax obligation.

The legitimate of the UU No 22 and 25 Year 1999 in 2001 has great influenced to the authorization and the trustworthy also to the financial condition of a district. Solo regency is one of counties that received an increasing income since this regulation is justifiable. In this case, the sources of the other potential income districts must be located to be a promise income and the exceptional distribution fund is used to employ the effective exceed fiscal in handling construction and building up another region that can be develop as another income districts.

The financial condition of a district can be seen from the necessity and capacity fiscal of the district. The discrepancy of necessity and capacity of fiscal can be avoided and it can be shifted for standard public aid. A calculation of the necessity and capacity can be done using formula to compute the public allocation fund "Dana Alokasi Umum" (PP No. 84 Year 2001). The goverment of Solo county need to allocate construction fund because there are abundantly fiscal capacity for solving construction problem at this time and other part of constructions that can become an income sources to maintain the fiscal capacity. The analysis result is also obtained that the tax sources and the potential retribution that can be developed need to be done optimally.