EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)

(1)

i

KARYA TULIS ILMIAH

EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura

L.) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS

DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI

STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajad Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh RIANTI 20130310092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura

L.) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS

DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI

STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajad Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh RIANTI 20130310092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura

L.) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS

DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI

STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)

Disusun oleh: RIANTI 20130310092

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 8 Desember 2016

Dosen Pembimbing

dr. Ratna Indriawati, M.kes. NIK: 19720820200101173038

Mengetahui,

Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.kes. NIK: 19711028199709173027

Dosen Penguji

dr. Ikhlas M.Jenie, M.Med.Sc NIK: 19770925200204173051


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Rianti

NIM : 20130310092

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dibuktikan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 8 Desember 2016 Yang membuat pernyataan,


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’aalaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil‟alamin puji syukur kepada Allah SWT tuhan seru sekalian alam yang telah memberikan nikmat dan Rahmat-Nya. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah membawa kita dari kegelapan menuju era terang benderang yang penuh ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Efektifitas Seduhan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap kadar SGOT & SGPT Pada Tikus Diabetes Melitus yang Diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA)”.

Penulis yakin dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya bimbingan, dorongan moral, spiritual, dan material dari berbagai pihak. Untuk itu sudah sepantasnya penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2. dr. Ratna Indriawati, M.kes selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak pengarahan, nasehat, dan semangat dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah ini. 3. dr. Ikhlas M. Jenie, M.Med.Sc. selaku dosen penguji yang telah


(6)

v

4. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Rifa‟i dan Ibu Mardiana , yang senantiasa memberikan ku semangat, doa, kepercayaan, nasehat, kasih sayang, serta dukungan tiada henti, hanya kalian lah semangat hidupku. 5. Kakakku satu-satunya, Norrianto, yang telah mendukungku untuk semua

hal baik finansial maupun wejangan-wejangan ala orang tua, dan selalu sabar menghadapi sifat manjaku.

6. Pak Yulianto, Sebagai Kepala Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang selalu mendampingi kami selama di kandang dari sejak penelitian dimulai hingga selesai, terimakasih untuk ilmu-ilmu yang telah diberikan dan kesabaran selama membimbing kami.

7. Arum, sarah, mira dan seluruh anak kos Salwa, Kos terhits dan ternyaman sepanjang masa, yang selalu memberikanku pencerahan dan ide tentang KTI,

8. Mutiara, Arum, Ambar Sahabat sahabat tercintaku yang cantik, aku beruntung memiliki kalian. Kita saling memberikan semangat saat salah satu terjatuh, saling melengkapi supaya sukses bareng.

9. Arifin Nugroho, Partner hidup dan KTI, yang selalu menyemangatiku saat aku putus asa, yang selalu jadi pelampiasan saat KTI bikin emosi naik, yang selalu memberikan ide saat aku sudah lelah berfikir, semoga jalan kita dilancarkan terus hingga ke depan.


(7)

vi

10. Monika, via, tia, adit dan semua sepupu satu garis keturunan H.Ilyas yang selalu memotivasi agar aku cepat lulus dan selalu menghiburku saat kebosanan melanda.

11. Ela, ayu, tisa , terimakasih dukungan dan semangatnya selama ini.

12. DIKTI, yang telah memberikan dukungan finansial sehingga penelitian ini dapat berjalan.

13. Kelompok KTI bimbingan dr. Ratna Indriawati, yang selalu mendukung satu sama lain dari awal penyusunan proposal, sampai waktunya sidang, rekan seperjuangan revisi.

14. Kelompok PKM Daun Talok, yang selalu memberikan ilmu-ilmu baru, baik mengenai KTI ataupun sebagai tim, terimakasih kerjasamanya dari awal penyusunan proposal PKM sampai selesai.

15. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu satu, terima kasih atas dukungannya semoga Allah SWT membalas amal ibadahnya.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk meningkatkan kualitas penulisan sejenis di masa yang akan datang.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 8 Desember 2016


(8)

vii DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II ... 8

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Tinjauan Teoritis ... 8

1. Diabetes Mellitus ... 8

2. Daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 16

3. Stress oksidatif ... 18

4. Hepar ... 20

5. Metformin ... 29


(9)

viii

7. Streptozotocin ... 31

8. Nicotinamide (NA) ... 32

E. Kerangka Teori ... 34

F. Kerangka Konsep ... 35

G. Hipotesis ... 36

BAB III ... 37

METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Desain Penelitian ... 37

B. Populasi dan sampel penelitian ... 37

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

1. Lokasi ... 39

2. Waktu ... 39

D. Variabel dan Definisi Operasional ... 39

1. Variabel ... 39

2. Definisi Operasional ... 40

E. Instrument Penelitian ... 42

1. Alat penelitian ... 42

2. Bahan Penelitian ... 42

F. Jalannya Penelitian ... 43

1. Persiapan ... 43

2. Pengambilan sampel pre induksi ... 43

3. Induksi Streptozotocin-Nicotinamide ... 44

4. Pengambilan sampel post-induksi ... 44

5. Pembuatan Seduhan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) ... 44

6. Pemberian perlakuan ... 45

7. Pengambilan sampel post perlakuan ... 46

G. ANALISIS DATA ... 48

H. KESULITAN PENELITIAN ... 48

I. ETIKA PENELITIAN ... 49

BAB IV ... 48


(10)

ix

A. Hasil Penelitian ... 48

B. Pembahasan ... 61

BAB V ... 71

KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 71

LAMPIRAN ... 82

LAMPIRAN 1 ... 82

LAMPIRAN 2 ... 84

LAMPIRAN 3 ... 86

LAMPIRAN 4 ... 87

LAMPIRAN 5 ... 88


(11)

x

DAFTAR SINGKATAN

AACE : American Association of Clinical

ACE : EndocrinologistsAmerican College of Endocrinology ADA : American Diabetes Association

ADP : poly adenosine diphosphate ALT : aminotransferase alanine AST : aminotransferase aspartat ATP : adenosine triphosphate

cGMP : cyclic guanosine monophosphate DNA : alkilasi deoxyribonucleic acid

DM : Diabetes Melitus

EASD : AssociationEuropean Association for the Study of Diabetes

FFA : Free Fatty Acid

GGT : gamma glutamil transferase GHS : Gaya Hidup Sehat

GLDH : glutamate dehydrogenase GLUT-2 : glucose transporter LDH : laktat dehidrogenase

NA : Nicotinamide

NAD+ : nicotinamide adenine dinucleotide NAFLD : Non Alcoholic Fatty Liver Disease


(12)

xi

NO : Nitrit Oxide

PVD : Peripheral Vascular Disease

SGOT : Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase SGPT : Serum Glutamate Pyruvic Transaminase

STZ : Streptozotocin


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daun Kersen ... 17

Gambar 2. Anatomi Hepar ... 20

Gambar 3. Kerangka Teori... 34

Gambar 4. Kerangka Konsep ... 35

Gambar 5. Alur Penelitian ... 47

Gambar 6. Perbandingan GDP tikus sebelum dan sesudah perlakuan ... 56

Gambar 7. Perbandingan SGOT tikus sebelum dan sesudah perlakuan ... 57


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian penelitian ... 6 Tabel 2. Rerata berat badan tikus sebelum induksi streptozotocin-nicotinamide ... 51 Tabel 3. Rerata berat badan tikus sesudah induksi strettozotocin-nicotinamide ... 52 Tabel 4. Rerata GDP tikus sebelum dan sesudah induksi streptozotocin-nicotinamide ... 53 Tabel 5. Rerata SGOT tikus sebelum dan sesudah induksi streptozotocin-nicotinamide ... 54 Tabel 6. Rerata SGPT tikus sebelum dan sesudah induksi streptozotocin-nicotinamide ... 54 Tabel 7. Rerata GDP tikus sebelum dan sesudah perlakuan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 55 Tabel 8. Rerata SGOT tikus sebelum dan sesudah perlakuan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 56 Tabel 9. Rerata SGPT tikus sebelum dan sesudah perlakuan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 58 Tabel 10. Selisih Penurunan kadar GDP tikus sesudah perlakuan dan sebelum perlakuan ... 59 Tabel 11. Selisih Penurunan kadar SGOT tikus sesudah perlakuan dan sebelum perlakuan ... 59 Tabel 12. Selisih Penurunan kadar SGPT tikus sesudah perlakuan dan sebelum perlakuan ... 60 Tabel 13. Konversi dosis ... 84


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal penelitian ... 82

Lampiran 2. Perhitungan dosis metformin ... 84

Lampiran 3. Surat izin penelitian ... 86

Lampiran 4. Surat keterangan kelayakan etik penelitian ... 87

Lampiran 5. Analisis Data ... 88


(16)

xv

INTISARI

Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan penyakit degenaratif yang mempunyai banyak komplikasi dimana pada keadaan Diabetes Melitus ini terjadi kenaikan kadar glukosa darah serta stress oksidatif. Stress oksidatif dan tingginya kadar glukosa darah bisa menyebabkan kerusakan hepar dan ditandai dengan naiknya enzim hepar yaitu SGOT dan SGPT. Kersen (Muntingia calabura L.) adalah salah satu jenis tanaman yang mudah hidup di Indonesia dan tumbuh subur di sekitar lingkungan. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa kersen mempunyai aktivitas antioksidan karena mengandung flavonoid. Antioksidan ini disebutkan bisa digunakan untuk mencegah terjadinya stress oksidatif . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas seduhan daun kersen dalam penurunan kadar SGOT & SGPT tikus putih (Rattus novergicus) Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

Metode : Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian pre and post test control design. Subjek penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague dawley sebanyak 30 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok 1 (kontrol negatif), kelompok 2 (metformin), kelompok 3 (seduhan daun kersen 250 mg/200 grBB), kelompok 4 (seduhan daun kersen 500 mg/200 gramBB), dan kelompok 5 (seduhan daun kersen 750 mg/200 grBB). Lama waktu penelitian adalah 26 hari. Kelompok 1-5 diinduksi dengan streptozotocin dosis 65 mg/KgBB dan nicotinamide 230 mg/KgBB selama 5 hari hingga tikus menjadi Diabetes Melitus (Gula Darah Puasa >135 mg/dl) kemudian diberikan perlakuan selama 14 hari. Seduhan daun kersen dibuat dengan mencampur daun kersen kering sesuai dosis dengan air dan diberikan sesuai berat badan masing-masing tikus. Pengambilan kadar GDP menggunakan metode enzimatik GOD-PAP, sedangkan SGOT & SGPT menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Data dianalisis menggunakan uji paired t test dan uji One Way Anova.

Hasil : Hasil uji statistic dengan paired t test menunjukkan perbedaan bermakna kadar SGOT dan SGPT sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,0001). Pada uji One Way Anova terdapat rerata penurunan yang berbeda pada setiap kelompok (p=0,0001). Seduhan yang paling efektif menurunkan kadar SGOT dan SGPT yaitu dosis 750 mg/200 grBB.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian seduhan daun kersen dapat menurunkan kadar SGOT & SGPT dengan dosis optimal 750 mg/200 grBB namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dosis maksimal agar kadar SGOT sampel menjadi normal.

Kata kunci : Diabetes Melitus, Muntingia calabura, SGOT, SGPT, perlemakan hepar non alkoholik.


(17)

xvi

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a degenerative disease that caused many complications where in diabetes mellitus blood glucose levels is increase and oxidative stress. Oxidative Stress and high blood glucose levels can cause liver damage and characterized by the increase in liver enzymes are AST and ALT. Cherry (Muntingia calabura L.) is one kind of plant that is easy to live in Indonesia and thrives around the neighborhood. The previous study mentions that cherry has antioxidant activity because it contains flavonoids. These antioxidants can be used to prevent oxidative stress. The purpose of this study was to examine the effectiveness of cherry leaves steeping in decreased levels of SGOT and SGPT rat (Rattus novergicus) diabetes mellitus induced by Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

Methods: This study is an experimental research study design with pre and post test control design. The subjects are 30 white rats Sprague Dawley were divided into 5 groups: group 1 (negative control), group 2 (metformin), group 3 (steeping leaves of cherry 250 mg/200 grBW), group 4 (steeping leaves of cherry 500 mg/200 grBW), and group 5 (cherry leaves steeping 750 mg/200 grBW). The duration of the study was 26 days. 1-5 group induced with streptozotocin dose of 65 mg/kgBW and nicotinamide 230 mg/kgBW for 5 days until the rats be diabetes mellitus (fasting blood sugar >135 mg/dl) and then given treatment for 14 days. Cherry leaves steeping made by mixing dried cherry leaves with water and suitable dosage is given according to the weight of each rat. Intake levels of GDP using GOD-PAP enzymatic method, whereas SGOT and SGPT using a UV-Vis spectrophotometer. Data were analyzed using paired t test and One Way Anova.

Results: The results of statistical tests with paired t-test showed significant differences in the levels of SGOT and SGPT before and after treatment (p =0.0001). One way Anova test on average there are distinct decrease in each group (p =0.0001). Steeping most effectively reduce levels of SGOT and SGPT ie

the dose 750 mg/200 grBW.

Conclusion: From this study it can be concluded that the administration cherry leaves steeping can reduce levels of SGOT and SGPT with the optimal dose of 750 mg/200 grBW but further research is needed to a maximum dose that SGOT sample to be normal.

Keywords: Diabetes Melitus, Muntingia calabura, SGOT, SGPT, non-alcoholic


(18)

(19)

xv

INTISARI

Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan penyakit degenaratif yang mempunyai banyak komplikasi dimana pada keadaan Diabetes Melitus ini terjadi kenaikan kadar glukosa darah serta stress oksidatif. Stress oksidatif dan tingginya kadar glukosa darah bisa menyebabkan kerusakan hepar dan ditandai dengan naiknya enzim hepar yaitu SGOT dan SGPT. Kersen (Muntingia calabura L.) adalah salah satu jenis tanaman yang mudah hidup di Indonesia dan tumbuh subur di sekitar lingkungan. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa kersen mempunyai aktivitas antioksidan karena mengandung flavonoid. Antioksidan ini disebutkan bisa digunakan untuk mencegah terjadinya stress oksidatif . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas seduhan daun kersen dalam penurunan kadar SGOT & SGPT tikus putih (Rattus novergicus) Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

Metode : Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian pre and post test control design. Subjek penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague dawley sebanyak 30 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok 1 (kontrol negatif), kelompok 2 (metformin), kelompok 3 (seduhan daun kersen 250 mg/200 grBB), kelompok 4 (seduhan daun kersen 500 mg/200 gramBB), dan kelompok 5 (seduhan daun kersen 750 mg/200 grBB). Lama waktu penelitian adalah 26 hari. Kelompok 1-5 diinduksi dengan streptozotocin dosis 65 mg/KgBB dan nicotinamide 230 mg/KgBB selama 5 hari hingga tikus menjadi Diabetes Melitus (Gula Darah Puasa >135 mg/dl) kemudian diberikan perlakuan selama 14 hari. Seduhan daun kersen dibuat dengan mencampur daun kersen kering sesuai dosis dengan air dan diberikan sesuai berat badan masing-masing tikus. Pengambilan kadar GDP menggunakan metode enzimatik GOD-PAP, sedangkan SGOT & SGPT menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Data dianalisis menggunakan uji paired t test dan uji One Way Anova.

Hasil : Hasil uji statistic dengan paired t test menunjukkan perbedaan bermakna kadar SGOT dan SGPT sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,0001). Pada uji One Way Anova terdapat rerata penurunan yang berbeda pada setiap kelompok (p=0,0001). Seduhan yang paling efektif menurunkan kadar SGOT dan SGPT yaitu dosis 750 mg/200 grBB.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian seduhan daun kersen dapat menurunkan kadar SGOT & SGPT dengan dosis optimal 750 mg/200 grBB namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dosis maksimal agar kadar SGOT sampel menjadi normal.

Kata kunci : Diabetes Melitus, Muntingia calabura, SGOT, SGPT, perlemakan hepar non alkoholik.


(20)

xvi

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a degenerative disease that caused many complications where in diabetes mellitus blood glucose levels is increase and oxidative stress. Oxidative Stress and high blood glucose levels can cause liver damage and characterized by the increase in liver enzymes are AST and ALT. Cherry (Muntingia calabura L.) is one kind of plant that is easy to live in Indonesia and thrives around the neighborhood. The previous study mentions that cherry has antioxidant activity because it contains flavonoids. These antioxidants can be used to prevent oxidative stress. The purpose of this study was to examine the effectiveness of cherry leaves steeping in decreased levels of SGOT and SGPT rat (Rattus novergicus) diabetes mellitus induced by Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

Methods: This study is an experimental research study design with pre and post test control design. The subjects are 30 white rats Sprague Dawley were divided into 5 groups: group 1 (negative control), group 2 (metformin), group 3 (steeping leaves of cherry 250 mg/200 grBW), group 4 (steeping leaves of cherry 500 mg/200 grBW), and group 5 (cherry leaves steeping 750 mg/200 grBW). The duration of the study was 26 days. 1-5 group induced with streptozotocin dose of 65 mg/kgBW and nicotinamide 230 mg/kgBW for 5 days until the rats be diabetes mellitus (fasting blood sugar >135 mg/dl) and then given treatment for 14 days. Cherry leaves steeping made by mixing dried cherry leaves with water and suitable dosage is given according to the weight of each rat. Intake levels of GDP using GOD-PAP enzymatic method, whereas SGOT and SGPT using a UV-Vis spectrophotometer. Data were analyzed using paired t test and One Way Anova.

Results: The results of statistical tests with paired t-test showed significant differences in the levels of SGOT and SGPT before and after treatment (p =0.0001). One way Anova test on average there are distinct decrease in each group (p =0.0001). Steeping most effectively reduce levels of SGOT and SGPT ie

the dose 750 mg/200 grBW.

Conclusion: From this study it can be concluded that the administration cherry leaves steeping can reduce levels of SGOT and SGPT with the optimal dose of 750 mg/200 grBW but further research is needed to a maximum dose that SGOT sample to be normal.

Keywords: Diabetes Melitus, Muntingia calabura, SGOT, SGPT, non-alcoholic


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Angka Diabetes Melitus (DM) berkembang pesat tiap tahunnya baik di Negara maju maupun Negara berkembang. Terdapat 382 juta orang yang hidup dengan Diabetes Melitus di dunia pada tahun 2013. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat pada tahun 2035 menjadi 592 juta orang . Prevalensi penyakit Diabetes Melitus di Indonesia yang tergolong tinggi terdapat di 17 provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua Barat. Prevalensi ini semakin meningkat dengan bertambahnya Usia (Riskesdas, 2013).

Diabetes Melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, yang lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan Diabetes Melitus tipe 1. Penderita Diabetes Melitus tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Diabetes tipe 2 ini disebabkan karena berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap Insulin (Depkes, 2005).

Keadaan hiperglikemia pada penderita Diabetes Melitus akan menyebabkan berbagai komplikasi pada tubuh, baik fisik maupun


(22)

psikologis. Komplikasi fisiknya antara lain gangguan kardiovaskular, peningkatan akumulasi lipid dalam hepar dan otot polos (Krssak et al., 2011), Gagal ginjal kronik, dan kanker (Giovannucci et al., 2010).

Keadaan resistensi insulin pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 akan menyebabkan peningkatan pelepasan glukosa di hepar dan menurunkan pengambilan (uptake) glukosa ke dalam jaringan adiposa (Jung et al., 2006). Sebagai umpan baliknya, akan terjadi proses glukoneogenesis dan glikogenesis sehingga dapat memicu terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia yang kronis dapat memicu komplikasi pada organ tubuh lainnya seperti perlemakan hepar. Perlemakan hepar ini dikenal dengan NAFLD (Non Alcoholic Fatty Liver Disease) yang erat kaitannya dengan resistensi insulin (Sianturi et al., 2013).

Pasien Diabetes Melitus membutuhkan obat-obatan untuk mengontrol kadar glukosa darah. Obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien DM tipe 1 yaitu insulin yang dikonsumsi seumur hidup. Terapi utama untuk pasien DM tipe 2 yaitu perbaikan gaya hidup dan ditunjang obat-obatan hipoglikemik oral maupun injeksi. Harga obat-obatan pengontrol glukosa darah untuk penderita DM tidak murah dan juga menimbulkan efek samping seperti gangguan faal hati dan ginjal, kembung, serta kelainan kardiovaskular (PERKENI, 2011).


(23)

3

Faktor resiko Diabetes Melitus terdiri dari faktor resiko yang bisa dimodifikasi dan tidak bisa dimodifikasi. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi berhubungan dengan gaya hidup. Pencegahan Diabetes Melitus bisa dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat. Islam telah mengajarkan pada manusia untuk memilih makanan yang baik dan halal, serta tidak berlebihan dalam rangka menjalankan pola hidup sehat. Seperti firman Allah SWT dalam Surat thaha ayat 81 :

Artinya : “Makanlah dari rezeki yang baik-baik yang talah Kami berikan kepadamu dan janganlah melampaui batas, yang menyebabkan kemukaan-Ku menimpamu. Barang siapa ditimpa kemurkaan-kemukaan-Ku maka sungguh binasalah dia.”

Dalam keadaaan normal kadar radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh selalu seimbang, namun dalam keadaan tertentu seperti hiperglikemia pada Diabetes Melitus, iskemia, dan hypoxia jumlah radikal bebas sangat meningkat dan antioksidan dalam tubuh tidak bisa melawannya, sehingga diperlukan antioksidan tambahan dari luar (Setyohadi et al., 2006).

Kersen (Muntingia calabura L.) sebagai salah satu tumbuhan yang tumbuh subur di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi alternatif pengobatan. Selain mudah didapat dan murah, juga sangat bermanfaat karena kandungan komponen fitokimia di dalamnya, yaitu saponin, flavonoid dan polifenol (Wijoyo, 2004). Secara kualitatif diketahui bahwa senyawa yang dominan dalam daun kersen adalah flavanoid (Zakaria et al., 2007). Flavonoid sebagai antioksidan yang bermanfaat untuk


(24)

melindungi sel-sel dan organ tubuh dari radikal bebas, salah satunya sel pada organ hepar (Zakaria et al., 2007).

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menguji efektifitas seduhan daun kersen terhadap kadar SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan kadar SGPT (Serum Glutamate Pyruvic Transaminase) pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA) .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, Rumusan masalah pada penelitan ini adalah :

1. Apakah seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) efektif terhadap penurunan kadar SGOT pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA)?

2. Apakah seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) efektif terhadap penurunan kadar SGPT tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas seduhan daun Kersen (Muntingia calabura L.) untuk menurunkan kadar SGOT & SGPT pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kadar SGOT & SGPT normal pada tikus (sebelum diinduksi streptozotocin-nicotinamide).


(25)

5

2. Untuk mengetahui kadar SGOT & SGPT tikus Diabetes Melitus (setelah diinduksi streptozotocin-nicotinamide).

3. Untuk mengetahui kadar SGOT & SGPT tikus Diabetes Melitus setelah diberi seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.).

4. Untuk mengetahui dosis efektif seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) untuk menurunkan kadar SGOT & SGPT tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1. Pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian ini diharapkan dapat

memberi referensi ilmiah tentang efektifitas seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap kadar SGOT & SGPT pada tikus DM yang diiinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA) sehingga diharapkan dapat dipatenkan dan diproduksi secara masal.

2. Kepada praktisi kesehatan. Apabila terbukti efektif, diharapkan dapat menambah wawasan terkait pilihan terapi menggunakan zat flavonoid yang terkandung pada seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) untuk menurunkan kadar SGOT & SGPT pada pasien Diabetes Melitus. 3. Kepada masyarakat. Diharapakan penelitian ini dapat memberi informasi kepada masyarakat bahwa daun kersen (Muntingia calabura L.) bukan hanya tumbuhan yang tumbuh subur di lingkungan sekitar tetapi sangat potensial di aplikasikan sebagai solusi penanganan alternatif obat-obatan Diabetes Melitus.


(26)

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian penelitian Nama

peneliti

Tahun Judul Hasil Perbedaan

Mohand is haki Elvi Nurlaili Abdul Rasyid 2009 2010 2015

Efek Ekstrak Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap Aktivitas Enzim Sgpt Pada Mencit Yang Diinduksi Karbon Tetraklorida

Pengaruh Ekstra Biji Klabet (Trigonella Foenum-Graecum Linn.) Terhadap Kadar Transminase (GPT Dan GOT) Dan Gambaran Histologi Pada Hepar Mencit (Mus Musculus) Yang Terpapar Streptozotocin

Efek Pemberian Ekstrak Habbatussauda (Nigella Sativa) Terhadap Gambaran Histopatologik Pankreas dan Hepar Tikus Diabetes Mellitus Yang Diinduksi Streptozotocin

Belum diketahui dosis efektif dari ekstrak daun kersen dalam menurunkan kadar enzim SGPT akibat pemberian CCl4.

Dosis yang paling efektif untuk memperbaiki fungsi hepar yaitu dosis 3 (3,52 mg/oral/hari)

Ekstrak

Habbatussauda 300 mg/kgBB/hari memberikan efek perbaikan terhadap gambaran patologis pada organ pankreas dan hepar yang diinduksi streptozotocin dengan

menggunakan pewarnaan HE.

Penelitian ini menggunakan ekstrak daun kersen, hanya meneliti SGPT, dan induksi dengan karbon tetraklorida Pada penelitian ini yang digunakan adalah biji klabet, dan menggunakan mencit (mus musculus) Intervensi yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak habbatussauda, selain fungsi hepar peneliti juga mengamati fungsi pankreas


(27)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Diabetes Mellitus

a. Definisi

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu sendiri (berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap insulin). Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah adalah efek yang tidak terkontrol dari Diabetes Melitus dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung, dan syaraf (WHO, 2011).

Diabetes Melitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini dapat menyerang semua lapisan umur tanpa membedakan status sosial dari penderita.


(28)

Gejala klinis yang khas pada DM yaitu “Triaspoli” : polidipsi (banyak minum), poliphagia (banyak makan) & poliuri (banyak kencing) disertai dengan keluhan sering kesemutan terutama pada jari-jari tangan, badan terasa lemas, berat badan menurun drastis, gatal-gatal dan bila ada luka sukar sembuh, gangguan mata, dan disfungsi ereksi, yang merupakan gejala-gejala klasik yang umumnya terjadi pada penderita DM (Rismayanthi, 2011).

Penegakan Diabetes Melitus ditegakkan berdasarkan penemuan:

1) Trias klasik Diabetes Melitus (polidipsi, polifagia, poliuri). 2) Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7 mmol/L).

3) Kadar glukosa plasma yang didapat selama tes toleransi glukosa oral (OGTT) ≥200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan (ADA, 2010).

B. Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi Diabetes Melitus antara lain:

1) Diabetes Melitus tipe I atau disebut DM yang tergantung pada insulin. Diabetes Melitus tipe ini hanya menyumbang prevalensi 5-10% dari seluruh penderita Diabetes Melitus dan diibagi dalam dua subtipe yaitu subtipe autoimun, dimana terjadi akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta pankreas dan subtipe idiopatik, pada subtipe ini tidak terdapat bukti adanya autoimun dan tidak diketahui


(29)

9

sumbernya. Untuk bertahan hidup, pasien DM tipe 1 bergantung terhadap insulin (Price & Wilson, 1995).

Diabetes Melitus tipe I diperantarai oleh degenerasi sel β langerhans pankreas akibat infeksi virus, pemberian senyawa toksin, atau secara genetik (wolfram syndrome) yang mengakibatkan produksi insulin sangat rendah atau berhenti sama sekali. Hal tersebut mengakibatkan penurunan pemasukan glukosa dalam otot dan jaringan adiposa. Secara patofisiologi, penyakit ini terjadi lambat dan membutuhkan waktu yang bertahun-tahun, biasanya terjadi sejak anak-anak atau awal remaja (Lawrence, 1994; Karam et al., 1996).

Pada Diabetes Melitus tipe 1, kadar glukosa darah sangat tinggi, tetapi tubuh tidak dapat memanfaatkannya secara optimal untuk membentuk energi. Oleh karena itu, energi diperoleh melalui peningkatan katabolisme protein dan lemak. Seiring dengan kondisi tersebut, terjadi perangsangan lipolisis serta peningkatan kadar asam lemak bebas dan gliserol darah (Unger & Foster, 1992; Lawrence, 1994).

2) Diabetes mellitus tipe II atau disebut DM yang tidak tergantung pada insulin.

Prevalensinya sekitar 90-95% dari seluruh penderita Diabetes Melitus. Tujuh puluh lima persen penderita DM tipe II adalah penderita obesitas atau sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun. Kegemukan atau obesitas salah satu faktor penyebab


(30)

penyakit DM. Dalam pengobatan penderita DM, selain obat-obatan anti diabetes, perlu ditunjang dengan terapi diit untuk menurunkan kadar gula darah serta mencegah komplikasi-komplikasi yang lain (ADA, 2010).

Pada kondisi DM tipe II, insulin masih cukup untuk mencegah terjadinya benda-benda keton sehingga jarang dijumpai ketosis. Secara patofisiologi, DM tipe II disebabkan karena dua hal yaitu (1) penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan (2) Penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Sebagai kompensasi, sel β pankreas merespon dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia).

Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini membawa dampak pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Di lain pihak, kondisi hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreseptor, yaitu penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi glucose transporter dan aktivasi glycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Pada resistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula


(31)

11

darah (hiperglikemik). Seiring dengan kejadian tersebut, sel β pankreas mengalami adaptasi sehingga responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitif, dan pada akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin (Unger & Foster, 1992; Lawrence, 1994; Kahn, 1995). 3) Diabetes tipe lain

Diabetes yang disebabkan karena adanya malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata. Sering ditemukan di daerah tropis dan negara berkembang (Suyono, 2014).

4) Diabetes gestasional

Diabetes tipe ini terjadi saat kehamilan. Faktor resiko Diabetes gestasional antara lain : usia, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat gestasional terdahulu. Terjadi karena peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa (Price & Wilson, 1995).

C. Komplikasi

Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati (Powers, 2008).

Komplikasi kronik yang dapat terjadi akibat DM yang tidak terkendali antara lain:

1) Kerusakan ginjal (Nefropati). Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi tubuh


(32)

akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf (Tapp et al., 2003).

2) Kerusakan mata (Retinopati). Diabetes Melitus bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu: retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina; katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi; dan glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata (Tapp et al., 2003).

3) Penyakit pembuluh darah perifer. Kerusakan pembuluh darah di perifer atau ditangan dan kaki, yang dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita Diabetes Melitus dibandingkan dengan yang bukan penderita (Ndraha, 2014).


(33)

13

4) Gangguan pada hepar. Hepar bisa terganggu akibat Diabetes Melitus. Dibandingkan orang normal, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hepar (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena infeksi atau radang hepar yang lama atau berulang. Gangguan hepar yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hepar non alkoholik, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk (Ndraha, 2014). 5) Infeksi. Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh

dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak system saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi (Ndraha, 2014).

D. Penatalaksanaan

Diabetes Melitus tipe 2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis (PERKENI, 2011).


(34)

1) Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat (Piette, 2003; PERKENI, 2011).

2) Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3 gr, dan diet cukup serat sekitar 25 gr/hari (PERKENI, 2011).

3) Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic seperti berjalan santai, jogging, dan bersepeda. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin (PERKENI, 2011).


(35)

15

4) Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan 3 pilar penatalaksanan lainnya yang terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan (PERKENI, 2011). Obat yang saat ini ada antara lain:

a) OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO).

i. Pemicu sekresi insulin: Sulfonilurea, Glinid.

ii. Peningkat sensitivitas insulin: Biguanid, Tiazolidindion. iii. Penghambat gluconeogenesis: Biguanid (Metformin). iv. Penghambat glukosidase alfa : Acarbose (Ndraha, 2014). b) OBAT SUNTIKAN

i. Insulin kerja cepat. ii. Insulin kerja pendek. iii. Insulin kerja menengah. iv. Insulin kerja panjang.

v. Insulin campuran tetap

Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini, maka dapat dipahami bahwa yang menjadi dasar utama terapi adalah gaya hidup sehat (GHS). Semua pengobatan DM tipe 2 diawali dengan GHS yang terdiri dari edukasi yang terus menerus, mengikuti petunjuk pengaturan makan secara konsisten, dan melakukan latihan jasmani secara teratur. Sebagian penderita DM tipe 2 dapat terkendali kadar glukosa darahnya dengan menjalankan GHS ini. Bila dengan GHS glukosa darah belum terkendali, maka diberikan monoterapi OHO (Ndraha, 2014).


(36)

Pilar tata laksana DM yang keempat, yaitu intervensi farmakologis, mempunyai kekurangan yaitu harganya relatif mahal dan menimbulkan efek samping, oleh karena itu perlu dicari strategi baru dalam penanganan masalah DM di Indonesia (PERKENI, 2011). Misalnya dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati Indonesia yang masih belum banyak diteliti dan diketahui.

2. Daun kersen (Muntingia calabura L.)

a. Morfologi

Kersen merupakan tanaman buah tropis yang mudah dijumpai dan termasuk dalam famili Elaeocarpaceae. Kersen berkhasiat sebagai antioksidan, obat sakit kuning, memelihara kesehatan hepar dan ginjal, mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran tubuh (Sentra IPTEK net, 2005).

Deskripsi tanaman kersen berperawakan pohon kecil yang selalu hijau, tingginya 3-12 meter (m), percabangannya mendatar, menggantung ke arah ujung, berbulu halus-halus, daunnya tunggal, berbentuk bulat telur sampai berbentuk lanset, berukuran (4-14) cm x (1-4) cm, dengan pangkal lembaran daun yang nyata tidak simetris, tepi daun bergerigi, lembaran daun bagian bawah berbulu kelabu. Bunga-bunga [(1-3-5) kuntum] terletak pada satu berkas yang letaknya supra-aksilar dari daun, bersifat hermafrodit. Buahnya bertipe buah buni, berwarna merah kusam, berdiameter 15 mm, berisi beberapa ribu biji yang kecil, terkubur dalam daging buah yang lembut (Sentra IPTEK net, 2005).


(37)

17

Gambar 1. Kersen (Pranitasari, 2009).

b. Manfaat

Daun kersen mengandung kelompok senyawa atau lignan antara lain flavonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol yang menunjukkan aktivitas antioksidatif (Zakaria et al., 2007). Secara kualitatif diketahui bahwa senyawa yang dominan dalam daun kersen adalah flavonoid (Zakaria et al., 2007).

Aktivitas antioksidatif daun kersen (Muntingia calabura L.) melalui mekanisme sebagai berikut:

1) Pengikatan radikal bebas 2) Dekomposisi peroksida lipid

3) Pengikatan katalis ion logam transisi

4) Pencegahan inisiasi dan berlanjutnya kerusakan rantai hydrogen (Zakaria et al., 2007).


(38)

c. Taksonomi

Taksonomi Muntingia calabura L. adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili : Muntingiaceae Genus : Muntingia L.

Spesies : Muntingia calabura L.

3. Stress oksidatif

Pertahanan antioksidan dan sistem perbaikan seluler pada penderita Diabetes Melitus akan terangsang sebagai respons tantangan oksidatif. Sumber stres oksidatif yang terjadi berasal dari peningkatan produksi radikal bebas akibat autooksidasi glukosa, penurunan konsentrasi antioksidan berat molekul rendah di jaringan, dan gangguan aktivitas pertahanan antioksidan enzimatik. Stres oksidatif juga memiliki kontribusi pada perburukan dan perkembangan kejadian komplikasi (Nuttal et al., 1999; Kowluru et al., 2001).

Stres oksidatif didefinisikan sebagai kondisi ketidakseimbangan produksi SOR dan status antioksidan endogenus (Barcelo et al., 2006). Kondisi demikian merupakan komorbiditas obesitas, Diabetes Melitus, serta


(39)

19

gangguan fungsi ginjal (Sharma et al., 2007). Jika produksi radikal bebas melebihi dari kemampuan antioksidan intrasel untuk menetralkannya maka kelebihan radikal bebas sangat potensial menyebabkan kerusakan sel. Sering kali kerusakan ini disebut sebagai kerusakan oksidatif, yaitu kerusakan biomolekul penyusun sel yang disebabkan oleh reaksinya dengan radikal bebas.

Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas berimplikasi pada berbagai kondisi patologis, yaitu kerusakan sel, jaringan, dan organ seperti hepar, ginjal, jantung baik pada manusia maupun hewan (Kevin et al., 2006). Sel hepar merupakan jaringan utama yang menjadi sasaran dari peningkatan konsentrasi radikal bebas, karena hepar merupakan tempat terjadinya proses metabolisme senyawa senobiotik (Ernawati, 2006). Untuk mencegah kerusakan oksidatif lebih lanjut akibat radikal bebas ini diperlukan antioksidan tambahan dari luar .

Stress oksidatif juga menyebabkan kerusakan di pankreas pasien DM dengan bentuk utama berupa apoptosis (kematian sel pankreas) baik pada DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Paparan kronik diet dengan kadar glukosa tinggi dan lemak bebas menyebabkan glukotoksik yang mengakibatkan disfungsi sel dan memicu apoptosis pada DM tipe 2 melalui stress retikulum endoplasma tanpa melibatkan jalur NO dan NF-B (Clare et al., 2003; Hruban &Wilentz, 2005). Pada pulau Langerhans pankreas pasien DM tipe 2, ditemukan deposit amiloid yang berasal dari islet amyloid peptide protein (IAPP), disebut juga amilin. Peptida tersebut menyebabkan


(40)

terjadinya apoptosis pada sel β, terutama jika dalam bentuk IAPP oligomer kecil. Oligomer IAPP dalam bentuk besar bersifat inert (Butler et al., 2003). 4. Hepar

a. Anatomi hepar

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.

Gambar 2. Anatomi hepar (Netter, 2014)

Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung


(41)

21

dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ organ abdomen ke hepar berupa ligamen. Macam-macam ligamen pada hepar:

1) Ligamentum falciformis : menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan terletak di antara umbilicus dan diafragma. 2) Ligamentum teres hepatis = round ligament : merupakan bagian

bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v. umbilicalis yang telah menetap.

3) Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis : merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah proksimal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.

4) Ligamentum coronaria anterior kiri–kanan dan lig. coronaria posterior kiri-kanan : merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

5) Ligamentum triangularis kiri-kanan : merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi


(42)

oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri (Genneser, 1994).

b. Fungsi Hepar

Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hepar, yaitu (Gartner et al., 2011) :

1) Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat. 2) Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak. 3) Fungsi hepar sebagai metabolisme protein.

4) Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah. 5) Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin.

6) Fungsi hepar sebagai detoksikasi.

7) Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas. 8) Fungsi hemodinamik.

c. Perlemakan Hepar Non Alkoholik

Diabetes Melitus menyebabkan lebih dari 20% kasus perlemakan hepar non-alkoholik (Mittal, 2008). Kerusakan hepar biasanya ditandai dengan peningkatan kadar Serum Glutamate Oxaloacetate Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamate Pyruvic Transaminase (SGPT), namun


(43)

23

hanya SGPT yang spesifik. SGOT selain dihepar juga terdapat pada miokardium, otot rangka, otak, dan ginjal (Sugondo, 2006). SGPT merupakan yang paling dekat hubungannya dengan akumulasi lemak hepar. Peningkatan konsentrasi SGPT dianggap sebagai akibat kerusakan hepatosit pada perlemakan hepar (Talwar et al., 2006; Widjaya, 2010). Walaupun SGPT lebih khas untuk penyakit hati dibandingkan SGOT, tetapi kedua enzim ini sering digunakan bersama-sama untuk pemeriksaan kelainan hati (Syahrizal, 2008).

Adanya kadar lemak yang berlebihan dalam tubuh seperti obesitas, hipertrigliserida, dan Diabetes Melitus akan menyebabkan penimbunan lemak dalam jaringan hepar sehingga terjadi perlemakan hepar (Hasan, 2006). Kerusakan hepar akibat paparan radikal reaktif pada penderita DM dapat dicegah oleh senyawa antioksidan (Tomasi et al., 2003; Winarsi, 2007).

Gangguan metabolisme lipid pada Diabetes Melitus menyebabkan adanya kelainan pada sel-sel hepar. Patogenesis kelainan pada sel hepar ini muncul karena adanya resistensi insulin yang dihasilkan oleh lipolisis. Lipolisis ini akan meningkatkan sirkulasi asam lemak bebas yang kemudian diambil oleh hepar. Asam lemak di hepar ini akan menyebabkan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan peroksidasi lipid (Tolman et al., 2006).

Perlemakan hepar pada Diabetes Melitus juga berhubungan dengan ketosis yang terjadi akibat tidak adanya insulin yang


(44)

menyebabkan transport glukosa ke dalam sel, sehingga karbohidrat yang harusnya dimetabolisme dan disimpan dalam bentuk glikogen di hepar akan dimetabolisme menjadi lemak. Faktor hormonal juga terlibat, diantaranya peningkatan sekresi glukokortikoid oleh korteks adrenal, peningkatan sekresi glukagon oleh pankreaas, dan penurunan sekresi insulin oleh pankreas akan meningkatkan pengeluaran asam lemak dari jaringan lemak yang akan menyebabkan asam lemak tersedia dalam jumlah yang sangat besar di sel jaringan perifer untuk digunakan sebagai energi dan di sel hati (Guyton & Hall, 2012).

Diabetes Melitus tipe 2 mempunyai hubungan erat dengan perlemakan hepar non alkoholik, karena frekuensi obesitas cukup tinggi pada Diabetes Melitus tipe 2. Menurut Soemarto dan Djanas (2004) mekanisme perlemakan hepar pada Diabetes Melitus disebabkan karena kekurangan insulin dan kelebihan glukagon. Hal ini meningkatkan lipolisis dan menghambat ambilan glukosa, sehingga terjadi peningkatan sintesis trigliserida oleh jaringan adiposa. Akibatnya terjadi peningkatan transportasi asam lemak bebas atau FFA (Free Fatty Acid) ke hepar, sehingga trigliserida tertimbun dalam sel hepar dan terjadilah steatosis makrovesikular.

Resistensi insulin, stres oksidatif dan inflamasi dipercaya memainkan peran pada patogenesis dan progresi NAFLD. Hipotesis „multi-hit‟ (yang dulunya disebut sebagai „two-hit‟) telah digunakan dalam menjelaskan patogenesis NAFLD (Kim et al., 2001; Clark et al., 2002).


(45)

25

NAFLD dianggap merepresentasikan komponen hepatik dari sindroma metabolik berupa obesitas, hiperinsulinemia, resistensi insulin, diabetes, hipertrigliserida dan hipertensi. Diabetes tipe 2 merupakan komponen utama dari sindroma metabolik dan berkaitan dengan obesitas maupun NAFLD (Adams, 2007; Amarapurkar et al., 2007; Bellentani & Marino, 2009). Resistensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas yang diabsorbsi oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis sebagai Hit pertama (first hit). Hal tersebut dilanjutkan dengan berbagai interaksi kompleks (multiple second hit) yang melibatkan sel hati, sel stelata, sel adiposa, sel kupfer, mediator-mediator inflamasi dan reactive oxygen species yang dapat menyebabkan inflamasi (NASH) atau berlanjut sirosis. Resistensi insulin menginisiasi hit pertama. Keadaan resistensi insulin menyebabkan sel adiposa dan sel otot cenderung mengoksidasi lipid, yang menyebabkan pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak lalu diabsorbsi oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis. Asam lemak bebas di dalam hati dapat terikat dengan trigliserida atau mengalami oksidasi di mitokondria, peroksisom atau mikrosom (Clark et al., 2002).

Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan menimbulkan peningkatan oksidasi dan edterifikasi lemak. Proses ini terfokus di mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan mitokondria itu sendiri. Inilah yang disebut sebagai hit kedua. Peningkatan stress oksidatif sendiri dapat juga terjadi karena resistensi insulin, peningkatan konsentrasi endotoksin di hati, peningkatan aktivitas


(46)

un-coupling protein mitokondria, peningkatan aktivitas sitokrom P-450 2E1, peningkatan cadangan besi dan menurunnya aktivitas antioksidan. Ketika stress oksidatif yang terjadi di hati melebihi kemampuan perlawanan anti oksidan, maka aktivasi sel stelata dan sitokin pro inflamasi akan barlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan hepatosit dan kematian sel, pembentukan badan Mallory, serta fibrosis (Hasan, 2006).

Gambaran histologi hepar pada penderita perlemakan hepar non alkoholik terdiri dari berbagai tingkatan histologis, dimulai dari steatosis sederhana (tanpa inflamasi dan fibrosis), steatosis dengan inflamasi dengan atau tanpa fibrosis (non-alcoholic steatohepatitis-NASH) dan dapat berlangsung menjadi sirosis (Bellentani & Marino, 2009). Produk-produk hasil oksidasi sifatnya berbahaya dan dapat menyebabkan cedera pada hati yang selanjutnya dapat berlanjut menjadi fibrosis (Bellentani et al., 2010).

Tes yang lazim dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan hepar yaitu berdasarkan adanya kebocoran zat-zat tertentu dari sel hepar kedalam peredaran darah dan sebagian besar dari tes ini dengan mengukur aktivitas enzim dalam serum atau plasma. Aktivitas enzim yang dilakukan adalah aktivitas transferase seperti aminotransferase aspartat (AST) atau SGOT dan aminotransferase alanine (ALT) atau SGPT (Sulaiman, 1997).


(47)

27

d. Penilaian Fungsi Hepar

Hepar merupakan pusat metabolisme tubuh dengan kapasitas cadangan yang besar, karena itu kerusakan sel hepar secara klinis baru dapat diketahui jika sudah lanjut. Kerusakan pada sel hepar yang sedang berlangsung dapat diketahui dengan mengukur parameter fungsi berupa zat dalam peredaran darah yang dibentuk oleh sel hepar yang rusak atau mengalami nekrosis. Pemeriksaan enzim seringkali menjadi satu-satunya petunjuk adanya penyakit hepar (Widmann, 1995). Enzim adalah protein dan senyawa organik yang dihasilkan oleh sel hidup dan merupakan katalisator biologis yang mempercepat reaksi kimia di dalam sel hidup. Enzim umumnya terdapat di dalam sel dan bisa berada dalam struktur yang spesifik seperti organel, mitokondria atau di dalam sitosol. Walaupun terdapat keseimbangan antara penghancuran dan pembentukan enzim, akan selalu terdapat sedikit enzim yang keluar ke ruangan ekstraselular. Kerusakan sel atau peningkatan permeabilitas membran sel akan menyebabkan enzim banyak keluar ke ruang ekstraselular dan dapat digunakan sebagai sarana untuk membuat diagnosis (Akbar, 2006).

Pemeriksaan enzim dapat dibagi dalam beberapa bagian :

1) Enzim yang berhubungan dengan kerusakan sel yaitu SGOT, SGPT, glutamate dehydrogenase (GLDH), dan laktat dehidrogenase (LDH).


(48)

2) Enzim yang berhubungan dengan kolestasis seperti gamma glutamil transferase (GGT) dan alkalifosfatase.

3) Enzim yang berhubungan dengan kapasitas sintesis hepar misalnya kolinesterase (Akbar,2006).

SGPT (Serum Glutamat Piruvate Transaminase) atau nama lain dari alanin aminotransferase (ALT) adalah suatu enzim golongan transferase yang mengkatalisis pemindahan reversible sebuah gugus amino dari alajin ke α-ketoglutarate untuk membentuk glutamat dan piruvat, dengan piridoksal fosfat sebagai kofaktor. Reaksi ini memindahkan nitrogen ke dalam senyawa–senyawa lain untuk ekskresi atau inkorporasi. SGPT dapat ditemukan dalam serum dan jaringan– jaringan tubuh, terutama pada hepar (Dorland, 2002). Bila jaringan tersebut mengalami kerusakan yang akut, kadarnya dalam serum meningkat. Diduga hal ini disebabkan karena bebasnya enzim intraseluler dari sel-sel yang rusak ke dalam sirkulasi. Kadar yang sangat meningkat terdapat nekrosis hepatoseluler atau infark miokard (Hadi, 1995).

SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) atau nama lain dari Enzim aspartat aminotransferase (AST) merupakan enzim mitokondria yang berfungsi mengkatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat ke asam α-oksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat (Price & Wilson, 1995). Kenaikan aktivitas enzim pencernaan di dalam serum dapat terjadi karena kerusakan sel-sel


(49)

29

yang membuatnya. Kerusakan tersebut bersifat akut (Gaze, 2007). Keadaan tersebut dapat terjadi pada berbagai radang dari kelenjar yang menghasilkannya (Sadikin, 2002). Menurut kusumawati (2004) kadar normal SGOT adalah 30,2-45,7 IU/L sedangkan kadar normal SGPT untuk tikus antara 17,5-30,2 IU/L.

5. Metformin

Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hepar. Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai resistensi insulin (Sugondo, 2006).

Sebagai salah satu obat hipoglikemik oral, metformin mempunyai beberapa efek terapi antara lain menurunkan kadar glukosa darah melalui penghambatan produksi glukosa hepar dan menurunkan resistensi insulin khususnya di hepar dan otot. Metformin tidak meningkatkan kadar insulin plasma. Metformin menurunkan absorbsi glukosa di usus dan meningkatkan sensitivitas insulin melalui efek peningkatan ambilan glukosa di perifer ( Marić, 2010).

Metformin terbukti dapat menurunkan berat badan, memperbaiki sensitivitas insulin, dan mengurangi lemak visceral (Reinehr et al., 2004). Pada penderita perlemakan hepar (fatty liver), didapatkan perbaikan dengan penggunaan Metformin (Tock et al., 2010).


(50)

Pedoman tatalaksana Diabetes Melitus tipe 2 yang terbaru dari American Diabetes Association/European Association for the Study of Diabetes (ADA/EASD) dan American Association of Clinical Endocrinologists/American College of Endocrinology (AACE/ACE) merekomendasikan pemberian metformin sebagai monoterapi lini pertama. Rekomendasi ini terutama berdasarkan efek metformin dalam menurunkan kadar glukosa darah, harga relatif murah, efek samping lebih minimal dan tidak meningkatkan berat badan (Rodbard et al., 2009, PERKENI, 2011).

6. Flavanoid

Flavanoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman (Rajalakshmi & Narasimhan, 1985). Quercetin dikategorikan sebagai flavonol, salah satu dari enam subclass senyawa flavonoid (Williamson & Manach, 2005).

Penelitian pada hewan menunjukkan antioksidan quercetin mampu memberikan efek perlindungan pada otak, jantung, dan jaringan lain terhadap cedera iskemia-reperfusi, senyawa beracun , dan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan stres oksidatif (Skaper et al., 1997). Diabetes yang diinduksi quercetin telah dilaporkan untuk menurunkan glukosa plasma, menormalkan tes toleransi glukosa, menjaga integritas sel β pankreas dan fungsi, dan membantu melindungi


(51)

31

terhadap penurunan diabetes yang diinduksi dalam kognisi , mood, dan fungsi ginjal pada model tikus diabetes (Youl et al., 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Ramdhani (2008) menunjukkan bahwa tikus DM yang diinduksi aloksan dan diberikan ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) mengalami penurunan kadar glukosa darah. Penurunan kadar glukosa darah tersebut diduga terjadi karena ekstrak etanol daun kersen mengandung flavonoid yang bersifat antioksidan, sehingga dapat menghambat kerusakan sel-sel β pulau Langerhans di pankreas secara terus menerus akibat penyuntikan aloksan. Sel-sel β pulau-pulau Langerhans di pankreas akan beregenerasi dan mensekresikan insulin kembali ke dalam darah. Selain itu, flavanoid juga diduga dapat mengembalikan sensitifitas reseptor insulin pada sel. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan kadar glukosa darah tikus.

7. Streptozotocin

Streptozotocin (STZ) atau 2-deoksi-2-[3-(metil-3-nitrosoureido)-D-gluko piranose] diperoleh dari Streptomyces achromogenes yang dapat digunakan untuk menginduksi baik DM tipe 1 maupun tipe 2 pada hewan uji (Arulmozhi et al., 2004).

Streptozotocin masuk ke sel β pankreas melalui glucose transporter (GLUT-2) dan akan menyebabkan alkilasi deoxyribonucleic acid (DNA) sehingga terjadi kerusakan DNA. Kerusakan DNA tersebut nantinya akan mengaktifkan poly adenosine diphosphate (ADP)-ribosylation. Proses ini akan mengakibatkan penghabisan nicotinamide


(52)

adenine dinucleotide (NAD+) seluler, lebih lanjut akan terjadi pengurangan adenosine triphosphate (ATP) dan akhirnya akan menghambat sekresi dan sintesis insulin. Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara drastis nukleotida sel β pancreas (Szkudelski, 2001).

Selain itu, streptozotocin merupakan donor nitric oxide (NO) yang juga mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel β pankreas melalui peningkatan aktivitas guanilil siklase dan pembentukan cyclic guanosine monophosphate (cGMP). Nitric oxide dihasilkan sewaktu streptozotocin mengalami metabolisme dalam sel (Lenzen, 2008).

8. Nicotinamide (NA)

Nicotinamide, piridin-3-karboksamida, adalah vitamin B3 (niacin) derivate dengan kapasitas antioksidan yang mengurangi tindakan sitotoksik STZ (Szkudelski, 2012). Nicotinamide (NA) adalah penangkap radikal bebas oksigen dan NO, serta menyediakan NAD+. NA juga meningkatkan regenerasi dan pulau pertumbuhan sel β-sel dan menghambat apoptosis (Pandya et al., 2010). Pemberian NA sebelum pemberian STZ tidak berpengaruh pada metilasi DNA dalam organ-organ lain kecuali dalam pankreas β-sel, yang mengurangi metilasi DNA (Bennett & Pegg, 1981). NA dilarutkan dalam saline normal (Ananda et al., 2012).

Data dari literature menyimpulkan bahwa mekanisme proteksi Nicotinamide terhadap kerusakan sel beta pankreas yang


(53)

33

ditimbulkan oleh Streptozotocin, melalui 2 mekanisme, yaitu inhibisi PARP-1, dan peningkatan NAD+, dimana mekanisme lain kurang berperan (Szkudelski, 2012).


(54)

E. Kerangka Teori

Ket : :meningkatkan : menghambat

Gambar 3. Kerangka Teori Patofisiologi DM

komplikasi Hiperglikemia

Stress Oksidatif Kerusakan jaringan

dan organ

Gangguan ginjal

Genetik, Autoimun Resitensi Insulin,

Defek sekresi insulin

Retinopati

Gangguan pembuluh

darah perifer

Infeksi Gangguan hepar Gangguan metabolisme lipid

Perlemakan hepar non alkoholik Antioksidan


(55)

35

F. Kerangka Konsep

Ket : :meningkatkan : menghambat

Gambar 4. Kerangka Konsep

Seduhan daun kersen

Streptozotocin

SGOT & SGPT

Defek sekresi dan sintesis insulin

Efek toksik

Nicotinamide

DM tipe 2 Hiperglikemia Stress oksidatif Kerusaka sel hepar

Perlemakan hepar non alkoholik


(56)

G. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian adalah :

1. Seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) efektif menurunkan kadar SGOT pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

2. Seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) efektif menurunkan kadar SGPT pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).


(57)

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian pre and post test with control group design yang menggunakan hewan coba sebagai obyek penelitian.

B. Populasi dan sampel penelitian

Obyek penelitian penelitian ini adalah tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley jantan yang diperoleh dari laboratorium hewan uji Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang memenuhi kriteria penelitian sebagai berikut :

Kriteria inklusi :

1. Berjenis kelamin jantan galur Sprague dawley 2. Berusia ± 8 minggu

3. Berat badan ± 150-200 gram Kriteria eksklusi :

1. Aktivitas kurang/tidak aktif

2. Mati selama masa pemberian perlakuan


(58)

4. Penurunan berat badan >10% selama masa adaptasi di laboratorium

Menurut World Health Organization (WHO) Besar sampel tiap kelompok minimal 5 ekor (Wulandari & Ismail cit. Chin, 2008). Besar sampel dihitung dengan rumus frederer, dimana (t) merupakan jumlah kelompok uji , dan (n) adalah besar sampel per kelompok. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

(t-1) (n-1) ≥ 15 (Frederer, 1995 cit. Murti, 2006)

Sehingga dalam percobaan ini jumlah sampel minimal yang dibutuhkan per kelompok adalah sebagai berikut :

(t-1) (n-1) ≥ 15 (5-1) (n-1) ≥ 15

4n-4 ≥ 15

4n ≥ 19

n ≥ 4,75 ≈ 5

Jumlah sampel yang digunakan minimal 5 ekor tikus putih (Rattus novergicus) per kelompok.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih (Rattus novergicus) yang terbagi dalam 5 kelompok, yaitu :

1. Kontrol negatif : Tikus putih yang diinduksi STZ-NA tanpa diberikan intervensi apapun, hanya diberikan aquades.


(59)

39

2. Kontrol positif : Tikus putih yang diinduksi STZ-NA dan diberikan obat hipoglikemik oral (metformin) .

3. Kelompok perlakuan : Tikus putih yang diberikan seduhan daun kersen, terbagi menjadi 3 kelompok, dengan variasi dosis pada tiap kelompok perlakuan, kelompok 1 diberi seduhan daun kersen dosis 250 mg /200 grBB, kelompok 2 diberi seduhan daun kersen dosis 500 mg/200 grBB, dan kelompok 3 diberi seduhan daun kersen dosis 750 mg/200 grBB.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada (UGM) guna mendukung pelaksanaannya.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu ± 1 bulan.

D. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas (Independent) :

Perlakuan dan dosis seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) masing-masing 250 mg/200 grBB, 500 mg/200 grBB, dan 750 mg/200 grBB.


(60)

b. Variabel tergantung (dependent) : Kadar SGOT dan kadar SGPT.

c. Variabel terkendali :

1) Subyek penelitian adalah tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague dawley (umur ± 8 minggu dengan berat badan 150-200 gram).

2) Faktor genetik menggunakan tikus satu galur Sprague dawley dan proses pengambilan menggunakan randomisasi.

3) Kondisi pakan dan kandang sama.

2. Definisi Operasional a. Tikus Diabetes Melitus

Tikus Diabetes Melitus adalah tikus yang diinduksi dengan streptozotocin 65 mg/KgBB, dimana 15 menit sebelumnya diinjeksi nicotinamide 230 mg/KgBB, dibiarkan selama 5 hari dengan parameter peningkatan kadar gula darah puasa (GDP) yang diambil dari pembuluh darah sinus orbita pada mata tikus. Kadar GDP normal tikus SD adalah 55-135 mg/dl (Puspitasari, 2015). Tikus dinyatakan DM apabila kenaikan gula darah puasanya >135 mg/dl setelah 5 hari induksi STZ-NA. Kadar GDP diukur dengan metode enzimatic colorimetric test “GOD-PAP” (Sulistyorini, 2015).


(61)

41

b. Seduhan Daun Kersen

Seduhan daun kersen didapatkan dengan cara menyeduh daun kersen kering dengan air mendidih hingga bewarna kecoklatan menyerupai teh. Daun kersen yang digunakan didapatkan dari Universitas Gajah Mada dan dikeringkan dengan sinar matahari hingga berwarna kecoklatan. Seduhan daun kersen kemudian diberikan kepada tikus yang telah diinduksi STZ-NA melalui sonde dengan dosis masing – masing 250 mg/200 grBB, 500 mg/200 grBB dan 750 mg/200 grBB.

c. Kadar SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT adalah enzim yang mengindikasikan adanya gangguan pada hepar jika jumlahnya meningkat. kadar SGPT normal tikus putih adalah 17,5-30,2 IU/l, sedangkan kadar SGOT normal adalah 30,2-45,7 IU/l (Kusumawati, 2004).

d. Induksi streptozotocin-nicotinamide

Induksi streptozotocin ditujukan untuk menghasilkan tikus Diabetes Melitus. Dosis yang digunakan adalah 65 mg/KgBB diinjeksikan secara intraperitoneal, 15 menit sebelumnya dilakukan injeksi intraperitoneal nicotinamide 230 mg/KgBB yang mempunyai efek protektif dari toksisitas streptozotocin.


(62)

E. Instrument Penelitian 1. Alat penelitian

a. Timbangan digital. b. Sonde.

c. Gelas kaca. d. Spuit.

e. Gloves sarung tangan. f. Masker

g. Panci. h. Saringan. i. Kompor.

j. Kandang hewan percobaan. k. Sentrifuge.

l. Spektrofotometer UV-Vis. m. Tabung mikrokapiler. n. Vortex.

2. Bahan Penelitian a. Streptozotocin. b. Metformin. c. Daun kersen. d. Nicotinamide. e. NaCl 0,9%.

f. Buffer sitrat 0,1 M. g. Aquades.


(63)

43

h. Plasma darah puasa. i. ALT/SGPT reagen kit. j. AST/SGOT reagen kit.

F. Jalannya Penelitian 1. Persiapan

a. Kandang tikus disiapkan, tikus putih (Rattus novergicus) sebanyak 30 ekor ditimbang, lalu dilakukan pembagian kelompok secara randomisasi menjadi 5 kelompok. Kelompok penelitian terdiri dari kelompok kontrol negatif diberi aquades, kelompok kontrol positif diberi metformin , kelompok perlakuan yang diberi seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) dosis I, II, dan III.

b. Tikus putih (Rattus novergicus) Diadaptasi selama 7 hari dan diberi makan AD 2 serta aquades yang diberikan secara ad libtium.

2. Pengambilan sampel pre induksi

Pada hari ke-7 dilakukan pengambilan sampel darah pre injeksi setelah sehari sebelumnya tikus putih (Rattus novergicus) dipuasakan selama 8-12 jam. Sampel darah diambil dari pembuluh darah sinus orbita pada mata tikus, parameter yang diukur adalah kadar gula darah puasa (GDP), kadar SGOT, dan kadar SGPT. Pengukuran kadar gula darah puasa menggunakan metode GOD-PAP. Sedangkan untuk kadar SGOT dan SGPT digunakan alat Spektrofotometer UV. Pada analisis ini 100µL plasma darah dimasukkan dalam kuvet, kemudian ditambah 1000µL larutan monoreagen. Blangko yang digunakan adalah campuran antara


(1)

perlakuan sesuai kelompok masing-masing. Dari hasil paired t test setelah perlakuan didapatkan penurunan kadar GDP, SGOT, dan SGPT pada kelompok kontrol positif, kelompok seduhan 250 mg/200 grBB, kelompok seduhan 500 mg/200grBB, dan kelompok seduhan 750 mg/200 grBB. Sedangkan kelompok kontrol negatif tidak terjadi penurunan melainkan peningkatan.

Penilaian dosis pada pemberian seduhan daun kersen terhadap kadar GDP, SGOT, dan SGPT pada penelitian ini dilakukan dengan uji One Way Anova yang ditunjukkan pada tabel 7,8 dan 9. Dari uji One Way Anova GDP, SGOT, dan SGPT didapatkan nilai p=0,0001 (p<0,05) yang artinya rata-rata penurunan kadar GDP, SGOT, dan SGPT dari kelima perlakuan tersebut berbeda. Untuk menentukan dosis seduhan mana yang paling efektif dalam menurunkan kadar GDP, SGOT, dan SGPT maka dilakukan uji analisis Post Hoc test. Hasil uji Post Hoc test menunjukkan penurunan kadar

GDP yang paling efektif adalah hasil kelompok kersen 750 mg/200 grBB dengan selisih penurunan terbesar yaitu 108, 72 mg/dl, penurunan kadar SGOT yang paling efektif yaitu kelompok kersen 750 mg/200 grBB dengan selisih penurunan 31,23 IU/L, dan penurunan kadar SGPT paling efektif yaitu kelompok kersen 750 mg/200 grBB dengan selisih penurunan 9,30 IU/L.

Penelitian yang dilakukan oleh Vembriarto Jati Pramono dan Rahmad Santoso (2014) dengan judul Pengaruh Ekstrak Buah Kersen (Muntingia calabura) Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus Novergicus) Yang Diinduksi Streptozotocin (STZ) juga mendapatkan hasil penurunan kadar glukosa darah puasa bermakna pada kelompok perlakuan19.

Seduhan daun kersen juga terbukti menurunkan kadar GDP secara bermakna pada tikus Diabetes Melitus (p<0,05), hal ini dikarenakan kandungan daun kersen yaitu flavonoid. Flavanoid dapat berperan


(2)

sebagai antioksidan yang mampu menurunkan stress oksidatif sehingga menimbulkan efek protektif terhadap sel beta pankreas dan meningkatkan sensitivitas insulin20. Flavanoid terutama quercetin merupakan penghambat terhadap GLUT 2 pada mukosa usus, suatu lintasan absorpsi glukosa dan fruktosa pada membran usus. Mekanisme penghambatan ini bersifat nonkompetitif sehingga terjadi pengurangan penyerapan kadar glukosa darah21. Penghambatan GLUT 2 usus dapat menjadi terapi potensial untuk mengatur kadar glukosa darah.

Penelitian mengenai efek kersen terhadap kadar SGOT dan SGPT masih sangat jarang dilakukan sebelumnya. Penelitian yang mirip yaitu penelitian yang dilakukan oleh Elvi Nurlaili (2010) yang meneliti tentang pengaruh ekstrak biji klabet (Trigonella foenum graecum linn.) terhadap kadar transaminase (GPT DAN GOT) dan gambaran histologi pada hepar mencit (mus musculus) yang terpapar streptozotocin. Kemiripannya yaitu

menggunakan tanaman yang mengandung flavonoid untuk Diabetes Melitus, dan perbedaannya yaitu tanaman yang digunakan dalam penelitian Elvi adalah biji klabet sedangkan pada penelitian ini menggunakan daun kersen dan hewan coba yang digunakan dalam penelitian Elvi adalah mencit sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih. Ekstrak biji klabet dalam penelitian Elvi dibagi menjadi 3 dosis, yaitu dosis 1 (0,88 mg/oral/hari), dosis 2 (1,76 mg/oral/hari), dan dosis 3 (3,52 mg/oral/hari) dimana dosis yang paling efektif untuk memperbaiki fungsi hepar (GOT dan GPT) yaitu dosis 3 (3,52 mg/oral/hari)22.

Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar GDP post perlakuan kelompok kontrol negatif, seduhan 250 mg/200 grBB dan kelompok seduhan 500 mg/200 grBB >135 mg/dl sedangkan kelompok metformin dan kelompok seduhan 750 mg/200 grBB <135mg/dl. Kadar GDP normal tikus putih Sprague dawley menurut Puspitasari (2015) adalah 55-135


(3)

mg/dl. Hal ini menunjukkan pemberian metformin dan seduhan daun kersen 750 mg/200 gram BB efektif menurunkan kadar glukosa darah puasa tikus Diabetes Melitus.

Rerata kadar SGOT berdasarkan hasil penelitian yaitu kelompok kontrol negatif, seduhan 250 mg/200 grBB, kelompok seduhan 500 mg/200 grBB, dan kelompok 750 mg/200 grBB > 46 IU/L sedangkan kelompok metformin < 46 IU/L. Menurut Kusumawati (2004) kadar normal SGOT tikus putih antara 30,2-45,7 IU/L. Hal ini menunjukkan Pemberian metformin dan seduhan daun kersen efektif menurunkan kadar SGOT pada tikus putih (Rattus novergicus) Diabetes Melitus yang diinduksi streptozotocin-nicotinamide namun kadarnya masih belum mencapai normal, sehingga masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap dosis daun kersen terhadap kadar SGOT. Hasil penelitian kadar SGPT post perlakuan pada kelompok kontrol negatif, kelompok seduhan 250 mg/200 grBB, dan

kelompok seduhan 500 mg/200 grBB > 30 IU/l sedangkan pada kelompok metformin dan kelompok seduhan 750 mg/200 grBB < 30 IU/l. Menurut Kusumawati (2004) kadar normal SGPT tikus putih antara 17,5-30,2 IU/l. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian metformin dan seduhan daun kersen dosis 750 mg/200 grBB efektif menurunkan kadar SGPT tikus putih (Rattus novergicus) Diabetes Melitus yang diinduksi streptozotocin-nicotinamide.

Kesimpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pemberian Seduhan daun kersen efektif menurunkan kadar SGOT pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi streptozotocin-nicotinamide dengan dosis optimal 750 mg/200 grBB.

2. Pemberian seduhan daun kersen efektif menurunkan kadar SGPT pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi streptozotocin-nicotinamide dengan dosis optimal 750 mg/200 grBB.


(4)

Saran

Dari penelitian diatas, disarankan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap mengenai dosis optimal seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) yang dapat diberikan kepada manusia, dosis seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) yang paling tepat untuk kadar SGOT & SGPT khususnya pada Diabetes Melitus, uji toksisitas dengan mengkaji efek samping seduhan daun kersen (Muntingia calabura L), manfaat daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap kadar SGOT & SGPT dengan pembanding jenis obat lain, serta penelitian tentang efek quersetin. Daftar pustaka

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penderita Diabetes Mellitus. Jakarta.

2. Krssak, M., Winhofer, Y., Gobl, C., Bischof, M., Reiter, G., Kautzky-Willer, A., et al, k2011, Insulin resistance is not associated with myocardial stearismtosis in women. Diabetologia, 54(7):1871-8.

3. Giovannucci, E., Harlan, DM., Archer, MC., Bergenstal, RM., Gapstur, SM., Habel LA., et al, 2010, Diabetes and cancer: a consensus report, Diabetes Care, 33(7):1674-85.

4. Sianturi, M., Johan, A & Tjahjono, K,2013, Pengaruh Pemberian Asam Lemak Trans Terhadap Penyakit Perlemakan Hati Non Alkohol Tikus

Sprague Dawly. Jurnal Ilmu Keperawatan, 1(3) : 1.

5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan Pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2011, pp 4-10, 15-29.

6. Zakaria, Z.tA., Mustapha , S., Sulaiman, M.R., Jais, A.M., Somchit, M.N & Abdullah, F.C, 2007, The antinociceptive action of aqueous extract from muntingia calabura leaves: the role of opioid receptors, Med Prlinc Pracyt, 16:130.

7. Puspitasari, S.A.P, 2015, Pengaruh Pemberian Pisang Kepok (musa paradisiaca forma tupical ) Terhadap Kadar malondialdehdyde (MDA) Tikus Sprague Dawley Pra-Sindrom Metabolik. Pp 6.

8. Kusumawati, D, 2004, Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

9. Szkudelski, T, 2001, The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in B Cells of Rat Pancreas, Physiol, 50: 536-546.

10.Szkudelski, T, 2012, Streptozotocin-nicotinamide-induced diabetes in the rat. Characteristics of the experimental model, Exp. Biol. Med. (Maywood): 237, 481–490.

11.Pandya, K.G., Patel, M.R & Lau-Cam CA, 2010, Comparative study of the binding characteristics to and inhibitory potencies towards PARP and in vivo antidiabetogenic potencies of taurine, 3-aminobenzamide and nicotinamide, J. Biomed, 17 :1,16.

12.Suhardinata, F, 2015, Pengaruh Bubuk Daun Kenikir (Cosmos caudatus) Terhadap Kadar Malondialdehyde Plasma Tikus Wistar Diabetes Diinduksi Streptozotocin, Semarang, Universitas Diponegoro.

13.Nagarajan, S., Manonmani, A.J., Duraiswami, S,. Balasubramanian, N.K , 2013, Effect of Sylmarin on streptozotocin-nicotinamide Induced Type 2 Diabetic Nephropathy in Rats. Department of pharmacology Swamy 14


(5)

Vivekanandha College of Pharmacy, Elayampalayam Tiruchengode, Tamil Nadu, India. IJKD 2013;7:117

14. Ghasemi, A, 2014, Streptozotocin-nicotinamide induced rat model of type 2 diabetes. Impact Factor : A physiol. 101:4.2.

15.Ernawati, D.W, 2006, Pengaruh Paparan Udara Halotan Dengan Dosis Subanestesi Terhadap Gangguan Hati Mencit. Jurnal Sains Dan Teknologi Farmasi, 11 : 2.

16.Marchesini G., Brizzi M., Morselli-Labate AM., Bianchi G., Bugianesi E., McCullough., et al., 1999, Association of nonalcoholic fatty liver disease with insulin resistance, AM J med, 107:405-5.

17.Portincasa P., Grattagliano I., Palmieri VO., Palasciano G, 2005, The Emerging Problem of Nonalcholic Steohepatitis (NASH), Rom J Gastroenterol, 14:43-51.

18.Hanley AJ., Williams K., Festa A., Wagenknecht LE., D’Agustino RB Jr., Kempt J, 2004, Elevations in Markers of Liver Injury and Risk of Type 2 Diabetes :The Insulin resistance atherosclerosis study, Diabetes , 53:2623-32.

19.Vembriarto, J.P., Rahmad , S, 2014, Pengaruh Ekstrak Buah Kersen (Muntingia calabura) Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus Novergicus) yang Diinduksi streptozotocin (STZ). Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

20.Kaneto, H., Kajimoto, Y., Migawa, J., Matsuoka, T., Fujitani, Y., Umayahara, Y., et al, 1999, Beneficial effects of antioxidants in diabetes:possible protection of pancreatic beta cells against glucose toxicity, Diabetes, 48:2398-2406. 21.Oran, K., Jian, S., Shenglin, C.,

Rushad, D., Peter, E., Jae, B.P., et al, 2002, Membrane Transport Structure Function and Biogenesis: Flavanoid

Inhibition Glycemic control continues to SVCT1 and GLUT2, Intestinal Transporter for Deteriorate After Sulfonylurea are Added to Vitamin C and Glucose, Chemistry, 277(18):15252-15260.

22.Nurlaili, E, 2010, Pengaruh Ekstra Biji Klabet (Trigonella Foenum-Graecum Linn.) Terhadap Kadar Transminase (Gpt Dan Got) Dan Gambaran Histologi Pada Hepar Mencit (Mus Musculus) Yang Terpapar Streptozotocin, Malang : Universitas Islam Negeri Malang.


(6)

Dokumen yang terkait

UJI EFEKTIFITAS JUS BUAH KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

0 17 1

UJI EFEKTIFITAS FILTRAT DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) TERHADAP KADAR SGOT DAN SGPT PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus ) YANG DIINDUKSI DENGAN KARBON TETRAKLORIDA (CCL4)

0 4 1

1 EFEK EKSTRAK DAUN TALOK (Muntingia calabura L.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM SGPT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

0 3 40

EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP KADAR ENZIM ENDOGEN SUPEROKSIDA DISMUTASE (SOD) PADA TIKUS DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)

1 6 112

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP HAMBATAN Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L.) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Enterococcus faecalis Dominan Pada Saluran Akar Secara In Vitro.

0 8 15

PEMANFAATAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) DAN DAUN SIRSAK DALAM PEMBUATAN TEH DENGAN PENAMBAHAN Pemanfaatan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Dan Daun Sirsak Dalam Pembuatan Teh Dengan Penambahan Pemanis Daun Stevia.

0 2 15

PEMANFAATAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) DAN DAUN SIRSAK DALAM PEMBUATAN TEH DENGAN PENAMBAHAN Pemanfaatan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Dan Daun Sirsak Dalam Pembuatan Teh Dengan Penambahan Pemanis Daun Stevia.

0 3 14

UJI EFEK EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA CALABURA L) TERHADAP KADAR ALANINE AMINOTRANSFERASE (ALT) PADA Efek Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L) Terhadap Kadar Alanine Aminotransferase (ALT) pada Tikus yang Diinduksi Asetaminofen.

0 4 12

UJI EFEK EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA CALABURA L) TERHADAP KADAR ALANINE AMINOTRANSFERASE (ALT) PADA Efek Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L) Terhadap Kadar Alanine Aminotransferase (ALT) pada Tikus yang Diinduksi Asetaminofen.

0 3 14

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN DAUN KELOR (Moringa oleifera) DAN SEDUHAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI DESA PANGARANGAN, KECAMATAN KOTA SUMENEP, KABUPATEN SUMENEP Repository - UNA

0 0 113