EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP KADAR ENZIM ENDOGEN SUPEROKSIDA DISMUTASE (SOD) PADA TIKUS DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)
i
DISMUTASE (SOD)
PADA TIKUS DIABETES MELITUS
YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN-NICOTINAMIDE
(STZ-NA)
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh
Derajad Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh ARIFIN NUGROHO
20130310058
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(2)
i
DISMUTASE (SOD)
PADA TIKUS DIABETES MELITUS
YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN-NICOTINAMIDE
(STZ-NA)
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh
Derajad Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh ARIFIN NUGROHO
20130310058
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(3)
ii
DISMUTASE (SOD)
PADA TIKUS DIABETES MELITUS
YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN-NICOTINAMIDE
(STZ-NA)
Disusun oleh : ARIFIN NUGROHO
20130310058
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 8 Desember 2016
Dosen Pembimbing Dosen Penguji
dr. RatnaIndriawati, M.Kes Dr. dr. Ikhlas M. Jenie, M. Med.Sc NIK : 19720820200101173038 NIK : 19770925200204173051
Mengetahui,
Kaprodi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG, M.Kes. NIK : 19711028199709173027
(4)
iii
Nama : Arifin Nugroho
NIM : 20130310058
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa karya tulis ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 8 Desember 2016
Yang membuat pernyataaan,
(5)
iv
Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur hanya kepada Allah SWT tuhan seru sekalian alam yang telah memberikan nikmat dan rahmat-Nya. sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah membawa kita menuju era penuh ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Efektifitas Seduhan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap Kadar Enzim Endogen Superoksida Dismutase (SOD) Pada Tikus Diabetes Melitus Yang Diinduksi Streptozotocin-Nicotinamide (STZ-NA)”.
Dengan selesainya Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan terimakasih
kepada,
1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An selaku Dekan Fakultas Keddokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2. dr. RatnaIndriawati, M.Kes selaku pembimbing yang telah memberikan banyak pengarahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya
tulis ilmiah.
3.
Dr. dr. Ikhlas M. Jenie M. Med.Sc selaku dosen penguji karya tulis ilmiah ini, yang sudah memberikan kritikan dan saran yang membangun dalampenyusunan karya tulis ilmiah ini.
4. Kedua orang tua tercinta, Kuyanto dan Purwaningsih yang selalu
memberikan dukungan moral, material dan doa di setiap sholatnya.
5. Kakak-kakak tercinta Mike Marantika dan Dicky Setiardi yang selalu
(6)
v
7. Rianti yang selalu memberi semangat, dukungan moril dan doa untuk
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
8. Teman-teman KTI Daun Kersen yang memberi saran dan dukungan dalam
karya tulis ilmiah ini.
9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu
satu, terima kasih atas dukungannya semoga Allah SWT membalas amal
ibadahnya.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak
kekurangannya, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan dan peningkatan kualitas karya tulis
ilmiah ini. Selanjutnya apabila ada kesalahan kepada pembaca, ataupun pihak
pihak yang terkait dengan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis memohon
maaf dengan segala kerendahan hati. Semoga Allah SWT selalu memberikan
nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yogyakarta, 8 Desember 2016
(7)
vi
DAFTAR ISI
KARYA TULIS ILMIAH ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
INTISARI ... xii
ABSTRACT ... xiii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Keaslian Penelitian ... 6
BAB II ... 7
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Tinjauan Teoritis ... 7
1. Diabetes Melitus ... 7
2. SOD ... 18
3. Daun Kersen ... 19
4. Flavanoid ... 22
5. Streptozotocin ... 23
6. Metformin ... 25
(8)
vii
B. Kerangka Teori... 28
C. Kerangka Konsep ... 29
D. Hipotesis ... 30
BAB III ... 31
METODOLOGI PENELITIAN ... 31
A. Desain Penelitian ... 31
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 31
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
1. Lokasi ... 33
2. Waktu ... 33
D. Variabel dan Definisi Operasional ... 33
1. Variabel ... 33
2. Definisi Operasional ... 34
E. Instrument Penelitian ... 35
1. Alat penelitian ... 35
2. Bahan Penelitian ... 36
F. Jalannya Penelitian ... 37
1. Persiapan ... 37
2. Pengambilan Sampel Pre-Induksi... 37
3. Induksi Streptozotocin-nicotinamide... 37
4. Pengambilan Sampel Post-Induksi ... 38
5. Pembuatan Seduhan Daun Kersen (Muntingia calabura L.)... 38
6. Pemberian Perlakuan ... 39
7. Pengambilan sampel post perlakuan ... 40
G. Analisis Data ... 42
H. Kesulitan Penelitian ... 42
I. Etika Penelitian ... 43
BAB IV ... 44
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Hasil ... 44
(9)
viii
BAB V ... 57
KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
LAMPIRAN ... 63
Lampiran 1 ... 63
Lampiran 2 ... 64
Lampiran 3 ... 65
Lampiran 4 ... 67
Lampiran 5 ... 69
Lampiran 6 ... 81
(10)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Keaslian Penelitian...6 Tabel 2. Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Sebelum
Induksi STZ-NA... 45 Tabel 3. Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Sesudah
Induksi STZ-NA... 46
Tabel 4. Rerata GDP Tikus Putih (Rattus novergicus) Sebelum dan
Sesudah Induksi STZ-NA dengan paired t-test... 47 Tabel 5. Rerata GDP Tikus Putih (Rattus novergicus) Sebelum dan
Sesudah Perlakuan Seduhan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) dengan paired sample t test... 48 Tabel 6. Selisih Penurunan Kadar Glukosa Darah Puasa Tikus Putih
(Rattus novergicus) Sesudah Perlakuan dan Sebelum Perlakuan... 50 Tabel 7. Rerata Kadar Enzim SOD Tikus Putih (Rattus novergicus)
Sesudah Perlakuan... 51 Tabel 8. Selisih Kadar Enzim SOD Dibandingkan Kelompok Normal.... 51 Table 9. Konversi Dosis Berbagai Senyawa Bioaktif Pada
Hewan dan Manusia……… 65
(11)
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Daun Kersen ... 20
Gambar 2. Struktur Kimia Streptozotocin……… 25
Gambar 3. Struktur Kimia Nicotinamide... 27
Gambar 4. Kerangka Teori... 28
Gambar 5. Kerangka Konsep Alur Penelitian... 29
Gambar 6. Alur Penelitian... 41
Gambar 7. Rerata Kadar GDP Sebelum dan Sesudah Induksi STZ-NA.. 48
(12)
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian... 61
Lampiran 2. Surat Keterangan Kelayakan Etika Penelitian... 62
Lampiran 3. Perhitungan Dosis... 63
Lampiran 4. Tanggal Rencana Penelitian……….. 65
Lampiran 5. Analisis Data……... 69
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian... 81
(13)
xii
INTISARI
Stress oksidatif terjadi jika kadar radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh tidak seimbang. Radikal bebas dapat terbentuk akibat peningkatan kadar glukosa darah pada Diabetes Melitus yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan sel, jaringan, dan organ seperti hati, ginjal, jantung. Antioksidan diperlukan untuk meredam dampak negative oksidan. Flavanoid pada tanaman kersen bersifat antioksidatif. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian post test only with control group design. Subjek penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague dawley sebanyak 36 ekor yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok 1 (normal), kelompok 2 (kontrol negatif), kelompok 3 (kontrol positif), kelompok 4 (seduhan daun kersen 250 mg/200 grBB), kelompok 5 (seduhan daun kersen 500 mg/200 grBB), dan kelompok 6 (seduhan daun kersen 750 mg/200 gram). Kelompok 2-6 diinduksi dengan streptozotocin
dosis 65 mg/KgBB dan nicotinamide 230 mg/KgBB selama 5 hari hingga tikus menjadi Diabetes Melitus (Gula Darah Puasa >135 mg/dl) kemudian diberikan perlakuan selama 14 hari. Pengambilan kadar GDP menggunakan metode enzimatik GOD-PAP, sedangkan SOD menggunakan Kit BioVision. Data dianalisis menggunakan uji paired t test dan uji One Way Anova. Hasil uji statistic dengan paired t test menunjukkan perbedaan bermakna kadar GDP sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,0001). Pada uji One Way Anova terdapat rerata kadar SOD yang berbeda pada setiap kelompok (p=0,0001). Seduhan yang paling efektif meningkatkan kadar SOD yaitu dosis 750 mg/200 grBB.
(14)
xiii
ABSTRACT
Oxidative stress occurs when the levels of free radicals and antioxidants in the body is not balanced. Free radicals can be formed as a result of an increase in blood glucose levels in Diabetes Mellitus that can cause damage to cells, tissues, and organs such as the liver, kidneys, heart. Antioxidants are necessary to dampen the negative effects of oxidants. Flavonoids on the cherry crop is antioxidative. This research is experimental research design with post test with only control group design. The subjects were white rats Sprague dawley many as 36 tails were divided into 6 groups: group 1 (normal), group 2 (negative control), group 3 (positive control), group 4 (steeping leaves of cherry 250 mg/200 grBW), a group of 5 (cherry leaves steeping 500 mg/200 grBW), and group 6 (cherry leaves steeping 750 mg/200 grBW). 2-6 group induced with streptozotocin dose of 65 mg/KgBW and nicotinamide 230 mg/KgBW for 5 days until the rats became Diabetes Mellitus (fasting blood sugar >135mg / dl) were then given treatment for 14 days. Intake levels of GDP using enzymatic method GOD-PAP, while SOD using Kit BioVision. Data were analyzed using paired t test and One Way Anova. The results of statistical tests with paired t test showed significant differences in the levels of GDP before and after treatment (p = 0.0001). In One Way Anova mean SOD are different in each group (p = 0.0001). The most effective steeping increase SOD is the dose of 750 mg/200 grBW.
(15)
(16)
xii
INTISARI
Stress oksidatif terjadi jika kadar radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh tidak seimbang. Radikal bebas dapat terbentuk akibat peningkatan kadar glukosa darah pada Diabetes Melitus yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan sel, jaringan, dan organ seperti hati, ginjal, jantung. Antioksidan diperlukan untuk meredam dampak negative oksidan. Flavanoid pada tanaman kersen bersifat antioksidatif. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian post test only with control group design. Subjek penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague dawley sebanyak 36 ekor yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok 1 (normal), kelompok 2 (kontrol negatif), kelompok 3 (kontrol positif), kelompok 4 (seduhan daun kersen 250 mg/200 grBB), kelompok 5 (seduhan daun kersen 500 mg/200 grBB), dan kelompok 6 (seduhan daun kersen 750 mg/200 gram). Kelompok 2-6 diinduksi dengan streptozotocin
dosis 65 mg/KgBB dan nicotinamide 230 mg/KgBB selama 5 hari hingga tikus menjadi Diabetes Melitus (Gula Darah Puasa >135 mg/dl) kemudian diberikan perlakuan selama 14 hari. Pengambilan kadar GDP menggunakan metode enzimatik GOD-PAP, sedangkan SOD menggunakan Kit BioVision. Data dianalisis menggunakan uji paired t test dan uji One Way Anova. Hasil uji statistic dengan paired t test menunjukkan perbedaan bermakna kadar GDP sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,0001). Pada uji One Way Anova terdapat rerata kadar SOD yang berbeda pada setiap kelompok (p=0,0001). Seduhan yang paling efektif meningkatkan kadar SOD yaitu dosis 750 mg/200 grBB.
(17)
xiii
ABSTRACT
Oxidative stress occurs when the levels of free radicals and antioxidants in the body is not balanced. Free radicals can be formed as a result of an increase in blood glucose levels in Diabetes Mellitus that can cause damage to cells, tissues, and organs such as the liver, kidneys, heart. Antioxidants are necessary to dampen the negative effects of oxidants. Flavonoids on the cherry crop is antioxidative. This research is experimental research design with post test with only control group design. The subjects were white rats Sprague dawley many as 36 tails were divided into 6 groups: group 1 (normal), group 2 (negative control), group 3 (positive control), group 4 (steeping leaves of cherry 250 mg/200 grBW), a group of 5 (cherry leaves steeping 500 mg/200 grBW), and group 6 (cherry leaves steeping 750 mg/200 grBW). 2-6 group induced with streptozotocin dose of 65 mg/KgBW and nicotinamide 230 mg/KgBW for 5 days until the rats became Diabetes Mellitus (fasting blood sugar >135mg / dl) were then given treatment for 14 days. Intake levels of GDP using enzymatic method GOD-PAP, while SOD using Kit BioVision. Data were analyzed using paired t test and One Way Anova. The results of statistical tests with paired t test showed significant differences in the levels of GDP before and after treatment (p = 0.0001). In One Way Anova mean SOD are different in each group (p = 0.0001). The most effective steeping increase SOD is the dose of 750 mg/200 grBW.
(18)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes Melitus menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar.
Data dari studi global menunjukan bahwa jumlah penderita Diabetes
Melitus (DM) pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang, dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta pada tahun 2030. Penderita
DM di Asia Tenggara pada tahun 2006 sendiri mencapai lebih dari 50 juta
orang. International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM.
Sebesar 80% orang dengan DM tinggal di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Penderita DM sebagian besar berusia antara 40-59 tahun
(Trisnawati, 2013).
Proporsi penduduk yang berusia ≥ 15 tahun di Indonesia pada tahun 2013 dengan DM adalah 6,9%. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter
tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi
Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang
terdiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi
Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa
Tenggara Timur (3,3%) (Kemenkes, 2013).
Diabetes Melitus terjadi karena adanya kelainan sekresi insulin, kerja
(19)
oleh sel beta yang berada didalam pulau langerhans pankreas (Squires,
2003). Kerusakan sel-sel beta pankreas dapat menyebabkan keadaan
hiperglikemia (Robertson et al., 2004). Hiperglikemia pada DM terlibat dalam pembentukan radikal bebas. Radikal bebas sendiri merupakan
molekul yang tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan
dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi. Radikal bebas
sebagian besar diproduksi oleh mitokondria dan sebagian besar kerusakan
akibat radikal bebas adalah pada membran mitokondria dan DNA
mitokondria. Hiperglikemia menyebabkan autooksidasi glukosa, glikasi
protein dan aktivasi jalur metabolisme poliol yang selanjutnya mempercepat
pembentukan senyawa oksigen reaktif. Pembentukan senyawa oksigen
reaktif tersebut dapat meningkatkan modifikasi lipid, DNA dan protein pada
berbagai jaringan. Modifikasi molekular pada berbagai jaringan tersebut
mengakibatkan ketidakseimbangan antara antioksidan protektif (pertahanan
antioksida) dan peningkatan produksi radikal bebas hal ini merupakan awal
kerusakan oksidatif yang dikenal sebagai stres oksidatif (Suryohudoyo,
2000).
Antioksidan diperlukan untuk meredam kerusakan oksidatif.
Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang dapat meredam dampak negatif
oksidan. Antioksidan terbagi menjadi 2 berdasarkan sumbernya, yaitu
antioksidan endogen dan antioksidan eksogen. Antioksidan endogen berasal
dari dalam tubuh sendiri, terdiri dari superoksida dismutase (SOD),
(20)
dari luar melalui makanan yang kita makan untuk membantu tubuh
melawan kelebihan radikal bebas dalam tubuh. Peningkatan suplai
antioksidan yang cukup akan membantu pencegahan komplikasi klinis DM
(Suhartono & Setiawan, 2005).
Faktor resiko tingginya prevalensi DM sudah seharusnya kita
hindari, salah satunya adalah pola makan yang tidak sehat, islam telah
menjelaskan untuk minum dan makan secara sehat yaitu pada Surat
al-Baqarah ayat 57:
Yang memiliki arti: “Dan Kami menaungi kamu dengan awan, dan Kami menurunkan kepadamu mann dan salwa. Makanlah (makanan) yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu”
Obat DM diperlukan untuk menghindari komplikasi yang cukup
serius . Bahan-bahan kimia yang terkandung dalam obat termasuk obat
diabetes memberikan berbagai efek samping yang tidak sedikit dan harga
yang diberikan pun tidak murah. Alternatif yang sangat diperlukan
masyarakat adalah penanganan DM alami tanpa banyak efek samping,
efektif dan terjangkau. Penelitian kali ini ingin mengkaji tentang
penggunaan bahan alami yaitu pemanfaatan daun kersen (Muntingia calabura L.) dalam sediaan seduhan sebagai alternatif pengobatan DM.
(21)
Kersen merupakan tanaman buah tropis yang mudah dijumpai dan
termasuk dalam famili Elaeocarpaceae. Kersen berkhasiat sebagai antioksidan, obat sakit kuning, memelihara kesehatan hati dan ginjal,
mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran tubuh (IPTEK, 2005).
Daun kersen telah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional yang
digunakan sebagai obat sakit kepala dan anti radang oleh masyarakat Peru
(Ekasari, 2009). Daun kersen mengandung kelompok senyawa atau lignan
antara lain flavonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol yang
menunjukkan aktivitas antioksidatif (Priharyanti, 2007). Senyawa yang
dominan dalam daun kersen secara kualitatif adalah flavonoid (Zakaria,
2007).
Penelitian kali ini akan meneliti apakah seduhan daun kersen
(Muntingia calabura L.) efektif terhadap pengobatan DM melalui pengamatan enzim SOD.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada
penelitan ini adalah:
Apakah seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) efektif terhadap peningkatkan kadar enzim endogen superoksida dismutase (SOD)
pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide
(22)
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas
seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) dalam meningkatkan kadar enzim SOD pada Tikus Diabetes Melitus melalui pengamatan histopatologis
hepar.
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kadar enzim SOD normal (sebelum diinduksi
streptozotocin) pada Tikus.
2. Untuk mengetahui kadar enzim SOD Tikus Diabetes Melitus yang telah
diberi seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.).
3. Untuk mengetahui dosis efektif seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) dalam meningkatkan kadar enzim SOD.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1. Pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan dapat memberi referensi
ilmiah untuk penelitian lebih lanjut tentang efektifitas seduhan daun
kersen (Muntingia calabura L.) dalam meningkatkan enzim SOD pada tikus DM.
2. Kepada praktisi kesehatan apabila terbukti efektif, Seduhan daun kersen
(Muntingia calabura L.) sangat potensial untuk dapat di aplikasikan terhadap masyarakat sebagai solusi penanganan untuk DM.
(23)
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Tahun Judul Hasil Perbedaan
Retnaningsih, C.
et al
Suarsana et al
Wresdiyati, T. et al 2013 2013 2015 Peningkatan Aktivitas Antioksidan Superoksida Dismutase Pada Tikus Hiperglikemi Dengan Asupan Tempe Koro Benguk
(Mucuna Pruriens L.). Respon Stres Oksidatif dan Pemberian Isoflavon terhadap Aktivitas Enzim Superoksida Dismutase dan Peroksidasi Lipid pada Hati Tikus.
Teripang Pasir Meningkatkan Kandungan Antioksidan Superoksida Dismutase pada Pankreas Tikus Diabetes (Sea Cucumber Increased Antioxidant Superoxide Dismutase In The Pancreatic Tissue Of Diabetic Rats). Pada tikus yang mendapat asupan tempe koro benguk mengalami penurunan kadar glukosa darah dan peningkatan aktivitas antioksidan SOD serum. Stres oksidatif pada tikus menyebabkan kadar enzim superoksida dismutase menurun. Pemberian hidrolisat, konsentrat, dan isolat protein teripang pasir dapat meningkatkan kandungan antioksidan Cu, Zn-SOD pada jaringan pankreas tikus DM. Penelitian ini menggunakan intervensi asupan tempe koro benguk. Tikus dalam penelitian ini diberi intervensi tempe dan tidak dijadikan tikus DM.
Peneliti ini menggunakan intervensi
teripang pasir dan mengamati SOD di pancreas.
(24)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 1. Diabetes Melitus
a. Definisi
Diabetes Melitus merupakan penyakit yang ditandai oleh
meningkatnya kadar gula darah yang lebih tinggi dari batas normal,
yang erat kaitannya dengan insulin. Insulin adalah hormon yang
disekresikan oleh sel-sel β dari pulau Langerhans dan bertanggung jawab untuk mengendalikan, transportasi, pemanfaatan dan
penyimpanan glukosa dalam tubuh (Afdal, 2012). Mediator utama
sekresi insulin adalah konsentrasi plasma glukosa. Kenaikan kadar
glukosa darah memicu sel-sel β pankreas untuk mensekresikan insulin ke dalam tubuh, pada individu normal. Penderita DM memerlukan
penanganan yang tepat dan serius karena terganggunya mekanisme
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Tandra, 2007).
Kadar gula darah yang meningkat melebihi batas normal pada
penyakit DM sering menimbulkan komplikasi kardiovaskuler.
Komplikasi diabetes antara lain seperti penyakit pembuluh koroner
(jantung koroner), pembuluh darah perifer, gangren diabetik,
(25)
Komplikasi yang terjadi pada penderita DM ini menjadikan penyebab
kematian terbesar ke empat di dunia (Tandra, 2007).
b. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi DM antara lain:
1) Diabetes Melitus tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat
terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai
oleh hiperglikemia kronis. Keadaan ini disebabkan oleh proses autoimun yang merusak sel β pankreas sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti, penderitanya
akan memerlukan asupan insulin eksogen. Penyakit ini
menimbulkan komplikasi kronik sehingga memerlukan
manajemen pengobatan yang berkelanjutan dan edukasi
pada pasien serta keluarganya. Penyakit yang tidak
terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi
metabolisme, gangguan makrovaskular dan mikrovaskular
yang menyebabkan penurunan kualitas dan harapan hidup
penderita.
2) Diabetes tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM), disebabkan karena kegagalan relatif sel β pankreas dan resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan menurunnya kemampuan reseptor insulin untuk
memacu pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
(26)
pankreas tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, maka terjadi defisiensi relatif insulin. Hal ini
terlihat dari menurunnya sekresi insulin pada rangsangan
glukosa (Mansjoer, 2001).
Standard yang umum digunakan untuk
mendiagnosis DM adalah sebagai berikut; jika kadar
glukosa atau urine seorang pasien saat berpuasa >120 mg/dl
atau seling waktu 2 jam sesudah berbuka sebesar 140-190
mg/dl, maka pasien tersebut didiagnosa menderita DM.
Seorang dikatakan normal kadar gulanya dalam darah
atau urine jika saat berpuasa <110 mg/dl dan setelah 2 jam
berbuka puasa sebesar <140 mg/dl (Sudewo, 2004).
Diabetes Melitus tipe 2 paling banyak dijumpai di
masyarakat. Sekitar 90 % dari semua pasien terkena DM
adalah DM tipe 2. Diabetes Melitus tipe dua biasanya
terdapat pada orang dengan penyakit kelebihan berat badan,
dan juga bisa berkembang pada orang-orang yang kurus
terutama biasanya terdapat pada orang dewasa setelah usia
40 tahun. Faktor keturunan merupakan faktor yang dapat
membuat sebagian besar seseorang mengidap DM tipe 2
selain gaya hidup yang tidak sehat. Diabetes Melitus tipe 2
tidak perlu tergantung pada pengobatan insulin, tetapi
(27)
dikendalikan dalam jangka panjang supaya dapat
menghindari kadar gula darah yang meningkat melebihi
batas normal (Zen, 2011).
c. Komplikasi
Secara garis besar komplikasi DM dibagi 2 yaitu:
1) Komplikasi metabolik
Komplikasi metabolik yang paling sering ditemui adalah
pada DM tipe 1 yaitu ketoasidosis diabetik, yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia (gula darah >300 mg/dl), asidosis
metabolik akibat penimbunan benda keton dan diueresis
osmotik.
2) Komplikasi vaskular
Komplikasi vaskular jangka panjang melibatkan
pembuluh-pembuluh darah kecil (mikroangiopati)
diantaranya retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati
diabetik, dan pembuluh darah sedang maupun besar
(makroangiopati) antara lain aterosklerosis, gangren pada
(28)
d. Stress Oksidatif pada DM
Stres oksidatif timbul akibat reaksi metabolik yang
menggunakan oksigen dan mengakibatkan gangguan pada
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan sel. Stres oksidatif
adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara radikal bebas
dengan antioksidan, dimana jumlah radikal bebas lebih banyak bila
dibandingkan dengan antioksidan (Halliwell, 2006).
Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas
berimplikasi pada berbagai kondisi patologis, yaitu kerusakan sel,
jaringan, dan organ seperti hati, ginjal, jantung baik pada manusia
maupun hewan. Kerusakan ini dapat berakhir pada kematian sel
sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai penyakit
degeneratif (Valko et al., 2007).
Pertahanan antioksidan dan sistem perbaikan seluler akan
terangsang sebagai respons tantangan oksidatif, pada DM (Nuttal et al., 1999). Sumber stres oksidatif yang terjadi berasal dari peningkatan produksi radikal bebas akibat autooksidasi glukosa,
penurunan konsentrasi antioksidan berat molekul rendah di
jaringan, dan gangguan aktivitas pertahanan antioksidan enzimatik
(Kowluru et al., 2001).
Radikal bebas dalam tubuh dapat berasal dari dalam
(endogen) atau dari luar tubuh (eksogen). Radikal bebas secara
(29)
biokimia dalam tubuh, seperti reaksi redoks dengan reaksi fisik
ikatan homolitik atau pemindahan elektron. Radikal nitrogen
dibentuk dari oksigenasi rantai terminal atom guanidonitrogen pada
L-arginin yang dikatalisasi oleh enzim NOS (Droge, 2002). Radikal
bebas secara eksogen diperoleh dari bermacam-macam sumber,
antara lain polutan, makanan dan minuman, radiasi, ozon, dan
pestisida. Radikal bebas diproduksi di dalam sel oleh mitokondria,
membran plasma, lisosom, peroksisom, endoplasmik retikulum dan
inti sel (Kumar et al., 2004). Radikal bebas menyebabkan kerusakan atau kematian sel, hal ini terjadi karena radikal bebas
mengoksidasi dan menyerang komponen RNA, DNA, protein,
lipoprotein, lipid membran sel (Winarsi, 2007). Tidak selamanya
senyawa oksigen reaktif yang terdapat di dalam tubuh itu
merugikan. Pada kondisi-kondisi tertentu keberadaannya sangat
dibutuhkan, misalnya, untuk membunuh bakteri yang masuk ke
dalam tubuh, melawan radang dan mengatur tonus otot polos dalam
organ dan pembuluh darah. Oleh sebab itu, keberadaannya harus
dikendalikan oleh sistem antioksidan dalam tubuh (Winarsi, 2007).
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki
elektron yang tidak berpasangan dan bersifat dapat menarik
elektron dari senyawa lain sehingga terbentuk radikal bebas yang
baru. Radikal bebas yang sangat reaktif bersifat tidak stabil,
(30)
hidroksil (-OH), radikal peroksil (OOH), ion superoksida (O2),
Hidrogen peroksida (H2O2), adalah contoh senyawa reaktif.
Keberadaan radikal bebas dalam tubuh dapat menyebabkan
terjadinya penyakit degeneratif, misalnya jantung, DM,
ateroskelorosis, kanker dan sebagainya. Bahkan radikal bebas ini
dapat merusak selaput sel dan DNA (Agbafor & Nwachukwu,
2011).
Stres oksidatif meningkat pada pasien yang menderita DM.
Kerusakan sel oksidatif disebabkan oleh radikal bebas yang dapat
menyebabkan peningkatan resiko penyakit DM. Reaktivitas
oksigen secara umum pada sel ditangkap oleh enzim antioksidan.
Diabetes Melitus juga menginduksi perubahan jaringan dan
aktivitas enzim antioksidan. Agen hipoglikemik herbal bereaksi
pada penangkapan metabolit oksigen atau meningkatkan sintesis
molekul antioksidan (Mahdi, 2012).
e. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat atau
mencegah oksidasi substrat dengan cara membersihkan (scavenger)
atau memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas
(Sies et al., 2005). Senyawa-senyawa antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan dalam
(31)
Antioksidan dalam arti biologis memiliki pengertian yang
lebih lebih luas yaitu merupakan senyawa yang dapat meredam
dampak negatif oksidan. Senyawa ini mencegah stres oksidatif.
Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu
menginaktivasi bekembangnya reaksi oksidasi, dengan mencegah
terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang
dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas
dan molekul yang sangat reaktif (Suryohudoyo, 2000).
Tubuh memiliki mekanisme sistem pertahanan alami berupa
enzim antioksidan endogen yang berfungsi menetralkan dan
mempercepat degradasi senyawa radikal bebas untuk mencegah
kerusakan komponen makromolekul sel, sehubungan dengan
potensi toksisitas senyawa radikal bebas. Sistem ini dibagi dalam
dua kelompok besar yaitu: sistem pertahanan preventif seperti
SOD, GPx, dan sistem pertahanan melalui pemutusan reaksi radikal
seperti isoflavon, vitamin A, vitamin C, dan vitamin E. Tubuh
memiliki tiga ensim antioksidan intrasel atau antioksidan endogen,
yaitu SOD, GPx, dan katalase (Valko et al., 2007).
Langkah yang paling tepat untuk mengurangi stres oksidatif
adalah dengan mengurangi radikal bebas atau mengoptimalkan
pertahanan tubuh dengan memperbanyak antioksidan (Rusdi,
(32)
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM dapat dibagi menjadi 4 pilar utama
yaitu :
1) Edukasi
Keberhasilan pengelolaan DM secara mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif yang meliputi pemahaman tentang:
a) Penyakit DM.
b) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
c) Penyulit DM.
d) Intervensi farmakologis dan non-farmakologis.
e) Hipoglikemia.
f) Masalah khusus yang dihadapi.
g) Cara mengembangkan system pendukung dan
mengajarkan ketrampilan.
h) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
2) Perencanaan Makanan
Perencanaan makanan merupakan salah satu pilar
pengelolaan DM. Faktor yang berpengaruh pada respon
glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan
(33)
(karbohidrat, lemak dan protein), yang dimaksud dengan
karbohidrat adalah gula, tepung dan serat. Jumlah masukan
kalori makanan yang berasal dari karbohidrat lebih penting dari
pada sumber atau macam karbohidratnya. Standar yang diajukan
adalah makanan dengan komposisi:
- Karbohidrat 60 – 70 % - Protein 10 – 15% - Lemak 20 – 25%
3) Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan latihan jasmani
teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit)
merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2.
Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan (jalan,
bersepeda santai, jogging, berenang). Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Perlu
dibatasi atau jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang
kurang gerak seperti menonton televisi.
4) Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran
glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani, yaitu dengan OHO (Obat Hipoglikemik Oral).
(34)
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid.
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin,
tiazolidindion.
c. Penghambat absorbs glukosa: penghambat glukosidase
alfa.
Pendekatan dalam penatalaksanaan DM pada dasarnya
ada dua, yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua
adalah pendekatan dengan obat. Langkah pertama yang harus
dilakukan dalam penatalaksanaan DM adalah penatalaksanaan
tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Langkah
farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik
oral, atau kombinasi keduanya dapat dikombinasikan apabila
dengan langkah pertama tujuan penatalaksanaan belum tercapai
(Depkes, 2005).
Penderita DM membutuhkan obat seumur hidupnya agar
gula darahnya terkontrol, namun hal ini tentu sangat
memberatkan dari segi harga dan perlu difikirkan banyaknya
efek samping yang ditimbulkan, Oleh karena itu dibutuhkan
alternatif pengganti obat-obatan DM yang dapat dijangkau oleh
semua masyarakat dan tentunya terhindar dari efek samping
(35)
2. SOD
SOD merupakan salah satu antioksidan endogen yang
berfungsi mengkatalisis reaksi dismutasi radikal bebas anion
superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen
(Halliwell, 2006).
Enzim-enzim yang dapat memusnahkan radikal bebas adalah
SOD, GPx, dan katalase. Antioksidan sering diistilahkan sebagai
peredam dan pemerangkap (scavenger) radikal bebas yaitu molekul
yang dapat bereaksi dengan radikal bebas dan berfungsi menetralkan
radikal bebas (Brownlee, 2003).
Spesies oksigen reaktif (ROS) yang ada di dalam sel tubuh
terjadi karena jumlah radikal bebas jauh lebih banyak dibandingkan
dengan antioksidan. Bentuk radikal yang termasuk dalam kelompok
ROS ini seperti radikal hidroksil, anion superoksida, hidrogen
peroksida, dan peroksida lipid. Senyawa radikal tersebut dapat
bereaksi dengan membran lipid, asam nukleat, protein dan enzim yang
berakibat pada kerusakan sel dan sering disebut sebagai stress
oksidatif (Brownlee, 2003). Hiperglikemi banyak menghasilkan ROS
dan kondisi ini akan menimbulkan disfungsi sel beta pancreas, bahwa
pada sel beta pankreas yang terganggu fungsinya akan mengalami
penurunan kadar enzim-enzim antioksidan seperti SOD, GPx, dan
(36)
Enzim SOD memiliki kemampuan mendegradasi anion
superoksida radikal menjadi oksigen dan hidrogen peroksida, yang
kemudian perannya dilanjutkan oleh enzim GPx dan katalase hingga
dihasilkan air dan oksigen. Superoksida Dismutase termasuk enzim
primer di dalam tubuh karena mampu melindungi sel-sel dalam tubuh
akibat serangan radikal bebas (Poitout, 2008).
3. Daun Kersen
a. Sistematika Tumbuhan Seri
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales Famili : Elaeocarpaceae
Genus : Muntingia
Spesies : Muntingia calabura L.
b. Morfologi
Tumbuhan Kersen merupakan perdu atau pohon kecil yang
tingginya sampai 12 meter, meski umumnya hanya sekitar 3 - 6
meter saja. Selalu hijau dan terus menerus berbunga dan berbuah
sepanjang tahun. Cabang-cabang mendatar, menggantung di
(37)
berambut halus bercampur dengan rambut kelenjar, demikian pula
daunnya.
Gambar 1. Daun Kersen (Penulispro.com, 2015)
Daun-daunnya tunggal, terletak mendatar, berselingan.
Helaian daun tidak simetris, berbentuk bulat telur sampai berbentuk
lanset dengan tepi bergerigi danberujung runcing, berukuran
panjang 4-14 cm dan lebar 1-4 cm sisi bawah berambut kelabu
rapat dan bertangkai pendek. Bunga dalam berkas berisi 1-5
kuntum, terletak di ketiak agak di sebelah atas tumbuhnya daun,
bertangkai panjang, berkelamin dua dan berbilangan lima, kelopak
berbagi dalam, taju meruncing bentuk benang, berambut halus,
mahkota bertepi rata, bundar telur terbalik, putih tipis gundul.
Benang sari berjumlah banyak, 10 sampai lebih dari 100 helai.
Bunga yang mekar menonjol keluar, ke atas helai-helai daun,
namun setelah menjadi buah menggantung ke bawah, tersembunyi
(38)
menjadi buah dalam tiap berkasnya, Bertangkai panjang, bulat
hampir sempurna, diameter 1-1,5 cm, hijau kuning dan akhirnya
merah apabila masak, bermahkota sisa tangkai putik yang tidak
rontok serupa bintang hitam bersudut lima. Berisi beberapa ribu biji
yang kecil-kecil, halus, putih dan kekuningan, terbenam dalam
daging dan sari buah yang manis sekali (Simatupang, 2011).
c. Efek Farmakologis
1) Penyembuh Asam Urat (anti urid acid)
Secara tradisional di Indonesia buah kersen digunakan
untuk mengobati asam urat dengan cara mengkonsumsi buah
kersen sebayak 9 butir 3 kali sehari hal ini terbukti dapat
mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan dari penyakit asam
urat.
2) Antiseptik
Kandungan dan rebusan daun kersen ternyata dapat
berkhasiat sebagai pembunuh mikroba berbahaya dan dapat
digunakan sebagai anti septik. Penelitian yang dilakukan oleh
penelitian herbal dari Malaysia didapat hasil bahwa rebusan
daun kersen dapat digunakan untuk membunuh bakteri C. Diptheriea, S. Aureus, P Vulgaris, S Epidemidis, dan K. Rizhophil pada percobaan yang dilakukan secara invitro.
(39)
3) Antiflamasi
Rebusan daun kersen juga memiliki khasiat anti radang
atau mengurangi radang (antiflamasi) dan menurunkan panas.
4) Antitumor
Kandungan senyawa flavonoid yang dikandung daun
kersen ternyata memiliki khasiat dapat menghambat
perkembangan sel kanker (mouse hapatoma) secara laboratoris yang dilakukan para ilmuwan dari peru (Simatupang, 2011).
4. Flavanoid
Flavanoid merupakan senyawa metabolit sekunder, senyawa
metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme, polifenol
dengan berat molekul rendah yang banyak terdapat pada tumbuhan
hijau dan terletak dalam vakuola sel. Flavonoid bertanggung jawab
untuk memberikan warna, aroma bunga, dan buah, membantu
perkecambahan dan perkembangan bibit pada tumbuhan. Flavonoid
dapat digunakan untuk melindungi mukosa lambung, sebagai
antioksidan, dan mengobati gangguan pada hepar (Samanta et al., 2011).
Flavonoid merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu tanaman, yang bisa
dijumpai pada bagian daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, dan
biji (Sriningsih, 1999). Antioksidan flavonoid menstimulasi aktivitas
(40)
memerangkap anion superoksida sehingga tidak terbentuk hidrogen
peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (Szkudelski, 2012).
Salah satu antioksidan yang merupakan antioksidan potensial
golongan flavonoid sub kelas flavonols yaitu kuesertin, yang memiliki
efek proteksi pada beberapa penyakit seperti kanker, penyakit
kardiovaskular, arthtritis, hiperurisemia, dan DM melalui proteksi
membran sel untuk menghambat stress oksidatif (El-baky, 2011).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa secara in vivo kuersetin
dapat menurunkan glukosa darah, melindungi fungsi sel beta pankreas
serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada tikus model
komplikasi vaskular diabetes (Youl & Bardy, 2010).
5. Streptozotocin
Streptozotocin merupakan derivat nitrosuria yang diisolasi dari
Streptomyces achromogenes yang mempunyai aktivitas anti-neoplasma dan antibiotik spektrum luas. Streptozotocin dapat secara langsung merusak masa kritis sel β Langerhans atau menimbulkan proses autoimun terhadap sel β sehingga lebih banyak digunakan dalam pembuatan hewan uji DM (Nugroho, 2006). Efek samping yang
sering terjadi adalah mual, toksisitas ginjal dan hati terjadi kira-kira
2/3 kasus, sementara kerusakan tubulus proksimal adalah efek toksik
(41)
Streptozotocin menginduksi terjadinya DM melalui perusakan DNA sel beta pankreas. Didalam sel beta pankreas, streptozotocin
merusak DNA melalui pembentukan NO, radikal hidroksil dan
hydrogen perioksida. Perusakan DNA ini menstilmulasi ribosilasi poli
ADP yang selanjutnya menyebabkan deplesi NAD+ dan ATP didalam
sel. Akibatnya produksi insulin terganggu dan jumlah yang dihasilkan
berkurang atau bahkan dapat menyebabkan apoptosis sel. Peningkatan
defosforilasi ATP akan memacu peningkatan substrat untuk enzim xantin oksidase (sel β pankreas mempunyai aktivitas tinggi terhadap enzim ini), lebih lanjut meningkatkan produksi asam urat xantin
oksidase mengkatalisis reaksi pembentukan anion superoksida aktif.
Pembangkitan anion superoksida akan membentuk hidrogen peroksida
dan radikal superoksida. NO dan oksigen reaktif tersebut adalah
penyebab utama kerusakan sel β pankreas (Nugroho, 2006).
Streptozocin adalah senyawa penghasil radikal NO dan radikal OH dalam jumlah besar (Wahyuningsih, 2008).
STZ membuat produksi superoksida (oksigen radikal) dalam
mitokondria meningkat, selanjutnya mengaktivasi protein kinase C
(PKC) dan pembentukan advanced glycosilated end- products (AGEs) yang mana keduanya akan mengganggu fungsi sel beta (Poitout,
(42)
Gambar 2. Struktur Kimia Streptozotocin (Szkudelski, 2012)
6. Metformin
Satu-satunya golongan biguanida yang masih dipergunakan
sebagai obat hipoglikemik oral yang bekerja menurunkan kadar
glukosa darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel-sel
otot. Obat ini dapat memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 10-40%, Menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi
glikogenolisis dan glukoneogenesis. Metformin merupakan obat oral
DM yang bekerja tanpa mempengaruhi kadar insulin dalam plasma.
Metformin menurunkan kadar glukosa dengan menurunkan resistensi
insulin, terutama di hati dan otot. Metformin juga menurunkan kadar
glukosa dengan menurunkan absorbsi glukosa didalam usus
(Soegondo, 2005).
7. Nicotinamide
a. Mekanisme Nicotinamide Melindungi Sel Beta Pankreas
Nicotinamide (pyridine - 3 - carboxamide) adalah amida dari vitamin B3 (Niacin). Efek protektif nicotinamide dalam melindungi sel beta pankreas, telah dibuktikan. Banyak
(43)
penelitian in vitro dan in vivo menyimpulkan bahwa
nicotinamide dapat melindungi sel beta pankreas terhadap efek toksik streptozotocin.
Penambahan induksi nicotinamide untuk mengendalikan kerusakan sel beta pankreas yang berlebihan dan memberikan
proteksi sel beta pankreas hewan coba akibat induksi streptozotocin
(Szkudelski, 2012).
b. Efek in vitro Nicotinamide
Penelitian in vitro pada sel beta pankreas yang diisolasi,
menemukan bahwa nicotinamide bekerja dengan cara (Szkudelski, 2012):
1) Menghambat aksi streptozotocin dalam menurunkan biosintesa proinsulin.
2) Memperbaiki efek penghambatan sekresi insulin (setelah
stimulasi glukosa) oleh streptozotocin.
3) Menghambat kegagalan oksidasi glukosa dan menghambat
penurunan kemampuan hidup sel beta pankreas, yang dipicu
oleh streptozotocin.
4) Hal yang paling penting adalah efek protektif nicotinamide
pada sel islet yaitu menurunkan kerusakan DNA akibat
(44)
c. Efek in vivo Nicotinamide
Pemberian nicotinamide baik intraperitoneal, maupun intravena memiliki efek sebagi berikut (Szkudelski, 2012):
1) Meminimalkan penurunan berat badan yang ditimbulkan oleh
streptozotocin.
2) Menghentikan aksi streptozotocin dalam meningkatkan gula darah.
3) Melindungi sel beta pankreas, sehingga terjadi peningkatan
insulin darah.
(45)
B. Kerangka Teori
Keterangan :
: meningkatkan
: menghambat
Gambar 4. Kerangka Teori Faktor risiko DM
Stress oksidatif Kerusakan sel β
Defek sekresi insulin
Hiperglikemia
Genetik, Autoimun Gaya hidup, lingkungan
Radikal Bebas
Enzim SOD
Gangguan metabolisme lipid
Glukosa plasma puasa, Glukosa plasma sewaktu Kerusakan
(46)
C. Kerangka Konsep
Keterangan :
: meningkatkan : menghambat
Gambar 5. Kerangka Konsep
Seduhan daun kersen Streptozotocin
Radikal bebas
Kerusakan sel β pankreas Toksisitas
Nicotinamide
Defek sekresi insulin
DM Tipe 2
Hiperglikemia
(47)
D. Hipotesis
Seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) efektif terhadap peningkatkan kadar enzim endogen superoksida dismutase (SOD) pada
tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).
(48)
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian
eksperimental murni dengan rancangan penelitian post test only with control group design yang menggunakan hewan coba sebagai obyek penelitian.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Obyek penelitian penelitian ini adalah tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley (SD) jantan yang diperoleh dari laboratorium hewan uji Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Sampel
penelitian ini adalah tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley
yang memenuhi kriteria penelitian sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi:
a. Berjenis kelamin jantan galur Sprague dawley
b. Berusia ± 8 minggu
c. Berat badan ± 150-200 gram
2. Kriteria eksklusi:
a. Aktivitas kurang/tidak aktif
(49)
c. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok, atau botak)
d. Penurunan berat badan >10% selama masa adaptasi di laboratorium
Besar sampel tiap kelompok minimal 5 ekor (Murti, 2010). Besar
sampel dihitung dengan rumus frederer, dimana (t) merupakan jumlah
kelompok uji, dan n adalah besar sampel per kelompok. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:
(t-1) (n-1) ≥ 15 (Wulandari et al., 2010)
Jumlah sampel yang digunakan minimal 5 ekor tikus putih per
kelompok. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 36
ekor tikus putih (Rattus novergicus) yang terbagi dalam 6 kelompok, yaitu: 1. Kontrol Negatif : Tikus putih yang diinduksi STZ-NA tanpa
diberikan intervensi apapun, hanya diberikan aquades.
2. Kontrol Positif : Tikus putih yang diinduksi STZ-NA dan diberikan
obat Hipoglikemik oral (metformin).
3. Kontrol perlakuan : Tikus putih yang diberikan seduhan daun
kersen, terbagi menjadi 3 kelompok, dengan variasi dosis pada tiap
kelompok perlakuan, kelompok 1 diberi seduhan daun kersen dosis
250 mg/200 grBB, kelompok 2 diberi seduhan daun kersen dosis 500
mg/200 grBB, dan kelompok 3 diberi seduhan daun kersen dosis 750
mg/200 grBB.
4. Kelompok normal : Tikus putih yang tidak diinduksi STZ-NA
(50)
C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Pusat Studi Pangan
dan Gizi Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas Gajah Mada
(UGM) Yogyakarta.
2. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu ± 1 bulan.
D. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel
a. Variabel bebas (Independent) : Perlakuan dan dosis seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.)
masing- masing 250 mg/200
grBB, 500 mg/200 grBB, dan
750 mg/200 grBB.
b. Variabel tergantung (dependent) : Kadar enzim SOD.
c. Variabel terkendal : 1. Subyek penelitian adalah
Tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur
Sprague dawley (umur 8 minggu dan berat 150-200
gr).
(51)
tikus satu galur yaitu dari
galur Sprague dawley dan proses pengambilan
menggunakan randomisasi.
3. Kondisi pakan dan kandang sama.
2. Definisi Operasional
a. Tikus Diabetes Melitus
Tikus Diabetes Melitus adalah tikus yang diinduksi dengan
streptozotocin 65 mg/kgBB, dimana 15 menit sebelumnya diinjeksi
nicotinamide 230 mg/kgBB, dibiarkan selama 5 hari dengan parameter peningkatan kadar gula darah puasa (GDP) yang diambil
dari pembuluh darah sinus orbita pada mata tikus (Puspitasari,
2015). Kadar GDP normal tikus Sprague dawley adalah 55-135 mg/dl. Tikus dinyatakan DM apabila kenaikan gula darah puasanya
>135 mg/dl setelah 5 hari induksi STZ-NA. Kadar GDP diukur
dengan metode glukosa oksidase (GOD-PAP) (Sulchan et al., 2014).
b. Seduhan Daun Kersen
Seduhan daun kersen didapatkan dengan cara menyeduh
daun kersen kering dengan air mendidih hingga bewarna
(52)
didapatkan dari halaman laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi
Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas Gadjah Mada dan
dikeringkan dengan sinar matahari hingga berwarna kecoklatan.
Seduhan daun kersen kemudian diberikan kepada tikus yang telah
diinduksi STZ-NA melalui sonde dengan dosis masing – masing 250 mg/200 grBB, 500 mg/200 grBB,dan 750 mg/200 grBB.
c. Kadar SOD
Enzim SOD merupakan enzim endogen yang kadarnya akan
menurun pada kondisi DM. Kadar enzim SOD didapatkan dengan
menggunakan Kit BioVision dan pembacaannya menggunakan
spektrofotometer.
d. Induksi Streptozotocin-nicotinamide
Induksi streptozotocin ditujukan untuk menghasilkan tikus DM. Dosis yang digunakan adalah 65 mg/kgBB diinjeksikan secara
intraperitoneal, 15 menit sebelumnya dilakukan injeksi
intraperitoneal nicotinamide 230 mg/kgBB yang mempunyai efek protektif dari toksisitas streptozotocin.
E. Instrument Penelitian 1. Alat penelitian
a. Timbangan digital
b. Sonde
(53)
d. Spuit
e. Gloves sarung tangan
f. Masker
g. Panci
h. Saringan
i. Kompor
j. KIT Biovision
k. Kandang hewan percobaan
l. Sentrifuge
m. Spektrofotometer
2. Bahan Penelitian
a. Streptozotocin
b. Metformin
c. Daun kersen
d. Nicotinamide
e. NaCl 0,9%
f. Buffer sitrat 0,1 M
g. Aquades
h. Plasma darah puasa
(54)
F. Jalannya Penelitian 1. Persiapan
a. Kandang tikus disiapkan, tikus putih (Rattus novergicus)
sebanyak 36 ekor ditimbang, lalu dilakukan pembagian kelompok
secara randomisasi menjadi 6 kelompok. Kelompok penelitian
terdiri dari kelompok kontrol negatif diberi aquades, kelompok
kontrol positif diberi metformin, kelompok perlakuan yang diberi
seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) dosis 250 mg/200 grBB, 500 mg/200 grBB, dan 750 mg/200 grBB serta kelompok
kontrol tanpa perlakuan sama sekali.
b. Tikus putih (Rattus novergicus) Diadaptasi selama 7 hari dan diberi makan pelet (pakan tikus) serta diberikan minum aquades
yang diberikan secara ad libtium.
2. Pengambilan Sampel Pre-Induksi
Pada hari ke-7 dilakukan pengambilan sampel darah pre
injeksi setelah sehari sebelumnya tikus putih (Rattus novergicus)
dipuasakan selama 8-12 jam. Sampel darah diambil dari pembuluh
darah sinus orbita pada mata tikus, parameter yang diukur adalah
kadar gula darah puasa (GDP).
3. Induksi Streptozotocin-nicotinamide
Tikus putih (Rattus novergicus) dipuasakan selama 12 jam sebelum penginduksian pada pagi harinya. Induksi DM tipe 2
(55)
dilakukan dengan injeksi intraperitoneal nicotinamide 230 mg/kgBB
yang dilarutkan dalam larutan salin (NaCl 0,9%). Setelah 15 menit,
dilanjutkan dengan pemberian streptozotocin 65 mg/kgBB yang dilarutkan dalam buffer sitrat 0,1 M dengan pH 4,5 secara intraperitoneal untuk merusak sel β pankreas.
4. Pengambilan Sampel Post-Induksi
Setelah 5 hari post injeksi, dilakukan pengambilan sampel
darah melalui pembuluh darah sinus orbita mata pada tikus, dengan
parameter kadar gula darah puasa (dikatakan DM jika kadar GDP
>135 mg/dl).
5. Pembuatan Seduhan Daun Kersen (Muntingia calabura L.)
Daun kersen (Muntingia calabura L.) yang digunakan adalah daun kersen yang berkualitas, yaitu daun yang hijau tua, tidak
menggulung, serta tidak ada bekas gigitan serangga.
Pembuatan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.)
dilakukan dengan cara berikut:
a. Daun kersen (Muntingia calabura L.) dijemur dibawah sinar matahari hingga kering (berwarna kecoklatan).
b. Daun kersen (Muntingia calabura L.) yang sudah kering diseduh dengan aquades yang telah mendidih dan dibiarkan hingga
(56)
c. Seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) disaring sehingga air seduhan terpisah dengan daun.
6. Pemberian Perlakuan
Jika tikus sudah dinyatakan DM, selanjutkan dilakukan
Pemberian perlakuan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.)
sesuai kelompoknya.
a. Kelompok I: Kelompok kontrol negatif
Hari ke-13 hingga hari ke-26 diberi pakan pelet dan aquades
secara ad libtium.
b. Kelompok II: Kelompok kontrol positif
Hari ke-13 hingga hari ke-26 diberi pakan pelet dan aquades
secara ad libtium dan metformin 0,09 mg/kgBB/hari/tikus sebanyak 1 ml dengan sonde pada pagi hari pukul 08.00.
c. Kelompok III: Kelompok dosis I
Hari ke-13 hingga hari ke-26 diberi pakan pelet dan aquades
secara ad libtium dan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) dosis 250 mg/200 grBB/hari/tikus dengan sonde pada pagi hari pukul 08.00.
d. Kelompok IV: Kelompok dosis II
Hari ke-13 hingga hari ke-26 diberi pakan pelet dan aquades
secara ad libtium dan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) dosis 500 mg/200 grBB/hari/tikus dengan sonde pada pagi hari pukul 08.00.
(57)
e. Kelompok V: Kelompok dosis III
Hari ke-13 hingga hari ke-26 diberi pakan pelet dan aquades
secara ad libtium dan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) dosis 750 mg/200 grBB/hari/tikus dengan sonde pada pagi hari pukul 08.00.
f. Kelompok VI: Kelompok normal
Kelompok tikus yang dari awal hingga nanti akhir tidak
diberikan perlakuan sama sekali hanya sebagai pengontrol saja.
7. Pengambilan sampel post perlakuan
Setelah 14 hari post perlakuan, dilakukan pengambilan
sampel darah melalui pembuluh darah sinus orbita mata pada tikus,
dengan parameter kadar gula darah puasa dan juga jaringan hepar
tikus untuk dilakukan pengujian. Desain penelitian yang digunakan
pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan
rancangan post test only with control group design. Penelitian ini menggunakan kit BioVision dan pembacaan akhirnya
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 450
(58)
Gambar 6. Alur Penelitian
GDP & dimatikan diambil hepar kemudian baru diukur kadar SOD Pengambilan sampel setelah
14 hari Metformin 0,9 gr/kgBB Placebo Aquades Perlakuan Seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) 250 mg/200 grBB Seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) 500 mg/200 grBB Seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) 750 mg/200 grBB Induksi STZ-NA
Dipuasakan 8 – 12 jam
Pengambilan sampel GDP
Randomisasi Adaptasi 7 hari Tikus (Rattus novergicus)
Timbang Berat
Pengambilan sampel 5 hari post induksi
GDP
Tanpa induksi STZ-NA
(59)
G. Analisis Data
Pengolahan statistik dari data hasil penelitian enzim SOD dimulai
dengan uji normalitas dan uji homogenitas data. Kemudian dilakukan uji
statistik dengan paired t test (untuk data yang berdistribusi normal) atau dengan uji wilcoxon test (jika ada data tidak berdistribusi normal), untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan kadar enzim SOD pada kelompok
kontrol dan sesudah perlakuan pada tikus Diabetes Melitus. Setelah itu
dilakukan uji One Way Anova (jika data berdistribusi normal) atau kruskal-wallis (jika data tidak berdistribusi normal). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 36 ekor tikus sehingga uji normalitas yang
digunakan adalah uji Shapiro-wilk. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varians populasi homogen atau tidak. Jika hasil uij One Way Anova menunjukkan nilai yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji post hoc test dengan uji rata-rata tuckey. Uji One Way Anova adalah uji untuk membandingkan perbedaan rerata lebih dari dua kelompok,
sedangkan post hoc test membandingkan antar kelompok.
H. Kesulitan Penelitian
Kesulitan dalam penelitian ini adalah sulit mendapatkan sampel
tikus, tempat penelitian jauh dari lingkungan kampus, sulit perijinan tempat
(60)
I. Etika Penelitian
Hewan uji pada penelitian ini diperlakukan dengan memperhatikan
etika pada penelitian dengan subyek hewan. Selama dilakukan penelitian
hewan uji diamati status kesehatannya. Pada saat memberikan perlakuan,
tindakan-tindakan yang bersifat melukai didampingi tenaga terlatih untuk
(61)
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Hasil
Penelitian ini dilakukan selama ± 1 bulan dengan menggunakan
subyek tikus putih (Rattus novergicus) jantan yang telah ditentukan kriteria inklusinya yaitu galur Sprague dawley dengan berat antara 150-200 gram, umur ± 8 minggu, dan tikus dikeluarkan jika aktivitas kurang/tidak aktif,
mati selama perlakuan, sakit (penampakan rambut botak, kusam, dan
rontok), serta mengalami penurunan berat badan >10%. Tikus dalam
penelitian ini berjumlah 36 ekor, dibagi menjadi 6 ekor per kelompok
perlakuan. Desain penelitian ini adalah post test only with control group design. Penelitian ini menggunakan kit BioVision dan pembacaan akhirnya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 450 nm.
Tikus akan diadaptasi terlebih dahulu sebelum ditimbang berat
badannya dan dibagi menjadi 6 kelompok secara randomisasi, sehingga per
kelompok terdiri dari 6 ekor tikus putih (Rattus novergicus). Kelompok 1 yaitu kelompok normal (tanpa induksi STZ-NA dan tanpa perlakuan),
Kelompok 2 yaitu kontrol negatif (hanya diinduksi STZ-NA tanpa diberikan
perlakuan), kelompok 3 yaitu kontrol positif (di induksi STZ-NA dan
diberikan perlakuan metformin 0,9 mg/200 grBB), kelompok 4 yaitu
(62)
kersen dosis 250 mg/200 grBB), perlakuan 2 (di induksi STZ-NA dan
diberikan perlakuan seduhan daun kersen 500 mg/200 grBB), dan perlakuan
3 (di induksi STZ-NA dan diberikan perlakuan 750 mg/200 grBB). Tikus
kemudian diadaptasi di kandang selama 7 hari.
Berat badan tikus pada masing-masing kelompok ditimbang terlebih
dahulu diawal penelitian untuk memenuhi kriteria inklusi dan penentuan
dosis sebelum di induksi STZ-NA.
Tabel 2. Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Sebelum Induksi STZ-NA
Kelompok Rerata Berat Badan (gram) ± SD Normal
Kontrol Negatif Kontrol Positif P1(250 mg kersen) P2(500 mg kersen) P3(750 mg kersen)
171,83± 10,30 168,50 ± 21,99 179,83 ± 15,22 169,50 ± 16,12 176,17 ± 14,85 184,00 ± 10,64
Tabel 2 menunjukkan bahwa berat badan tikus semua kelompok
sebelum induksi STZ-NA >150 gr sehingga semua tikus memenuhi syarat
inklusi dengan rerata berat terendah pada kelompok kontrol negatif (168,50
gr) dan rerata berat tertinggi pada kelompok perlakuan 3 (184 gr).
Berat badan tikus juga diukur setelah induksi STZ-NA untuk
menentukan dosis metformin maupun seduhan daun kersen sesuai kelompok
(63)
Tabel 3. Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Sesudah Induksi STZ-NA
Kelompok Rerata Berat Badan (gram) ± SD
Normal Kontrol Negatif
Kontrol Positif P1(250 mg kersen) P2(500 mg kersen) P3(750 mg kersen)
178,67 ± 11,21 171,50 ± 21,99 183,67 ± 15,25 173,17 ± 15,80 179,83 ± 14,79 188,50 ± 11,60
Dari tabel 3 didapatkan bahwa rerata berat badan terendah ada pada
kelompok kontrol negatif (171,5 gr) dan berat badan tertinggi pada
kelompok perlakuan 3 (188,5 gr).
Setelah Penimbangan berat badan, dilanjutkan pengambilan plasma
darah puasa pada sinus orbita tikus untuk mengukur kadar Glukosa Darah
Puasa (GDP). Pengambilan sampel darah dilakukan selama 3 kali.
Pengukuran pertama untuk menentukan kadar glukosa darah normal pada
tikus, pengukuran kedua untuk mengetahui keberhasilan induksi Diabetes
Melitus dengan menggunakan STZ-NA, sedangkan pengukuran ketiga
untuk mengetahui efek perlakuan terhadap kadar GDP tikus. Di akhir
perlakuan, akan dilakukan pembedahan untuk pengambilan organ hepar
tikus yang akan digunakan untuk pengamatan enzim superoksida dismutase
(SOD).
Uji normalitas data dengan uji shapiro wilk didapatkan hasil data berdistribusi normal pada uji normalitas sehingga untuk kadar GDP sebelum
dan sesudah STZ-NA, sebelum dan sesudah perlakuan digunakan uji paired t test sedangkan untuk signifikansi perbedaan serta efektifitas seduhan daun
(64)
kersen kadar SOD digunakan uji One Way Anova dilanjutkan post hoc test
dan uji tuckey.
Tabel 4. Rerata GDP Tikus Putih (Rattus novergicus) Sebelum dan Sesudah Induksi STZ-NA dengan paired t test
Kelompok
Glukosa Darah Puasa (mg/dl) ± SD Nilai p ( paired-t-test) Sebelum STZ-NA Sesudah STZ-NA Normal Negatif Positif P1(250 mg kersen) P2(500 mg kersen) P3(750 mg kersen)
58,52 ± 1,53 60,73 ± 2,26 59,47 ± 1,62 62,24 ± 1,72 59,97 ± 1,91 58,83 ± 2,08
58,81 ± 1,71 213,32 ± 5,71 206,82 ± 1,91 211,00 ± 4,26 207,52 ± 2,22 211,84 ± 3,18
0,65 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001
Tabel 4 didapatkan bahwa ada perbedaan kadar GDP bermakna
secara statistik pada semua kelompok perlakuan (p<0,05). Setelah di induksi STZ-NA. Kadar GDP pada semua kelompok perlakuan (kecuali kelompok
normal) >135 mg/dl. Menurut puspitasari (2015) kadar GDP normal pada
tikus Sprague dawley adalah 55-135 mg/dl. Pada kelompok normal, terjadi peningkatan glukosa darah namun bukan akibat induksi STZ-NA dan
peningkatan tersebut masih dalam rentang kadar GDP normal. Perbedaan
kadar GDP sebelum dan sesudah induksi STZ-NA bisa dilihat lebih jelas
(65)
Gambar 7. Rerata Kadar GDP Sebelum dan Sesudah Induksi STZ-NA
Hasil data sebelum dan sesudah diinduksi seduhan daun kersen
(Muntingia calabura L.) dengan dosis 250 mg/200 grBB, 500 mg/200 grBB dan 750 mg/200 grBB akan diuji menggunakan analisis statistik paired sample t test untuk menunjukkan adanya penurunan kadar GDP yang signifikan. Hasil uji paired sample t test tersebut ditunjukkan pada tabel 5. Tabel 5. Rerata GDP Tikus Putih (Rattus novergicus) Sebelum dan Sesudah Perlakuan Seduhan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) dengan paired sample t test
Kelompok
Rerata Glukosa Darah Puasa (mg/dl) ± SD
Nilai p (
paired-t-test) Sesudah STZ-NA Sesudah Perlakuan
Normal Negatif Positif P1(250 mg kersen) P2(500 mg kersen) P3(750 mg kersen)
58,81 ± 1,71 213,32 ± 5,71 206,82 ± 1,91 211,00 ± 4,26 207,52 ± 2,22 211,84 ± 3,18
59,21 ± 1,84 214,22 ± 5,26 99,25 ± 1,57 157,65 ± 1,88 136,99 ± 2,35 103,11 ± 2,42
0,01 0,029 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0 50 100 150 200 250
Normal Negatif Positif P1 P2 P3
GDP sebelum dan sesudah STZ
(66)
Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna kadar
GDP semua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan (p<0,05). Pada kelompok kontrol positif, kelompok P1, P2, dan P3 terjadi penurunan kadar
GDP, sedangkan pada kelompok kontrol negatif dan kelompok normal tidak
terjadi penurunan melainkan peningkatan kadar GDP. Perbedaan kadar GDP
sebelum dan sesudah perlakuan bisa dilihat lebih jelas pada grafik dibawah
ini.
Gambar 8. Kadar GDP Sebelum dan Sesudah Perlakuan daun kersen
Dari grafik 8 terlihat bahwa pada kelompok seduhan daun kersen 750
mg/200 grBB mengalami penurunan rerata kadar GDP yang paling tinggi.
Sedangkan yang paling rendah yaitu kelompok seduhan daun kersen 250
mg/200 grBB.
0 50 100 150 200 250
Normal Negatif Positif P1 P2 P3
GDP sebelum dan sesudah perlakuan
(67)
Tabel 6. Selisih Penurunan Kadar Glukosa Darah Puasa Tikus Putih (Rattus novergicus) Sesudah Perlakuan dan Sebelum Perlakuan
Kelompok Rerata Penurunan
GDP±SD (mg/dl)
Nilai p (One Way Anova) Normal
Negatif
-0,39 ± 0,09 -0,90 ± 0,72
0,0001
Positif 107,56 ± 0,53
P1 (250mg Kersen) 53,34 ± 3,36 P2 (500mg Kersen) 70,53 ± 0,75
P3 (750mg Kersen) 108,72 ±1,82
Tabel 6 menunjukkan rerata penurunan kadar glukosa darah puasa
tikus sebelum dan sesudah diberi perlakuan selama 14 hari. Kelompok yang
mengalami penurunan tertinggi yaitu kelompok seduhan daun kersen 750
mg/200 grBB (P3) dengan nilai penurunan 108,72 mg/dl. Kelompok yang
mengalami penurunan terendah yaitu kelompok seduhan daun kersen 250
mg/200 grBB dengan nilai penurunan 53,34 mg/dl. Kelompok yang
mengalami peningkatan kadar glukosa darah puasa yaitu kontrol negatif
dengan nilai peningkatan 0,90 mg/dl. Perbedaan yang bermakna terdapat
pada semua kelompok percobaan pada penelitian yang ditunjukkan nilai
p=0,0001 (p<0,05).
Tikus akan dibedah untuk diambil hepar nya dan diamati kadar SOD
pada hari ke-26 dengan dibandingkan dengan kadar SOD pada kelompok
(68)
Tabel 7. Rerata Kadar Enzim SOD Tikus Putih (Rattus novergicus) Sesudah Perlakuan
Kelompok Rerata SOD ±SD
(%)
Nilai p (One Way Anova) Normal
Negatif
73,13 ± 5,38 15,30 ± 3,82
0,0001
Positif 66,32 ± 6,29
P1 (250mg Kersen) 23,12 ± 6,66 P2 (500mg Kersen) 45,92 ± 3,81
P3 (750mg Kersen) 61,22 ± 5,77
Tabel 7 menunjukkan terdapat signifikansi perbedaan rerata kadar
enzim SOD setelah perlakuan (p<0,05) pada setiap kelompok. Jika dibandingkan dengan kelompok normal, semua kelompok perlakuan
mengalami penurunan kadar SOD. Kelompok kontrol positif dan kelompok
perlakuan 1, 2, dan 3 mampu meningkatkan kadar enzim SOD.
Tabel 8. Selisih Kadar Enzim SOD Dibandingkan Kelompok Normal
Kelompok Rerata selisih
SOD (mg/dl)
Nilai p (One Way Anova)
Negatif 57,82
0,0001
Positif 6,80
P1 (250mg Kersen) 50,00
P2 (500mg Kersen) 27,21
P3 (750mg Kersen) 11,90
Tabel 8 menunjukkan jumlah selisih kadar enzim SOD pada semua
kelompok perlakuan dibandingkan kelompok normal dimana jumlah selisih
yang paling kecil adalah kelompok kontrol positif diikuti kelompok
perlakuan 3 (seduhan daun kersen 750 mg/200 grBB) yang berarti kedua
(69)
paling besar yaitu pada kelompok kontrol negatif diikuti kelompok P1 (250
mg/200 grBB).
B. Pembahasan
Penelitian ini menggunakan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) sebagai alternatif pengobatan untuk Diabetes Melitus . Daun kersen mengandung beberapa senyawa kimia diantaranya flavonoid.
Menurut Wulandari (2010), flavonoid berpotensi sebagai agen hipoglikemik
melalui mekanisme penghambatan terhadap enzim alpa amylase yang berperan dalam pemecahan karbohidrat. Dengan terhambatnya enzim alpa
amylase maka terhambat juga pembentukan glukosa dari pemecahan pati
yang ada pada karbohidrat.
Metformin digunakan sebagai anti diabetik pilihan utama untuk
penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai resistensi
insulin. Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan
menurunkan produksi glukosa hepar (Sugondo, 2006). Metformin
digunakan sebagai pembanding dalam penelitian karena banyak digunakan
di masyarakat, harganya murah dan mudah didapat.
Dosis yang digunakan pada penelitian ini bertingkat yaitu dosis 250
mg/200 grBB, 500 mg/200 grBB, dan 750 mg/200 grBB. Alasan peneliti
menggunakan dosis bertingkat karena dari penelitian sebelumnya yang
(1)
Kelompok Rerata selisih SOD
(mg/dl)
Nilai p (One Way Anova)
Negatif 57,82
0,0001 Positif 6,80
P1 (250 mg Kersen) 50,00 P2 (500 mg Kersen) 27,21 P3 (750 mg Kersen) 11,90
Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah selisih kadar enzim SOD pada semua kelompok perlakuan dibandingkan kelompok normal dimana jumlah selisih yang paling kecil adalah kelompok kontrol positif diikuti kelompok perlakuan 3 (seduhan daun kersen 750 mg/200 grBB) yang berarti kedua kelompok ini yang paling mendekati angka normal. Sedangkan selisih yang paling besar yaitu pada kelompok kontrol negatif diikuti kelompok P1 (250 mg/200 grBB).
Diskusi
Tabel 1 menunjukkan perbedaan bermakna pada kelima kelompok sesudah induksi Streptozotocin-nicotinamide dengan nilai p=0,0001 (p<0,05). Seluruh sampel tikus dinyatakan Diabetes Melitus tipe 2 dengan kadar GDP >135 mg/dl7.
Streptozotocin merupakan derivat
nitrosuria yang diisolasi dari Streptomyces
achromogenes yang mempunyai aktivitas
anti-neoplasma dan antibiotik spektrum luas. Streptozotosin dapat secara langsung merusak masa kritis sel β Langerhans atau menimbulkan proses autoimun terhadap sel β sehingga lebih banyak digunakan dalam pembuatan hewan uji DM8.
Streptotozotocin menginduksi
terjadinya DM melalui perusakan DNA sel beta pankreas. Didalam sel beta pankreas,
streptozotocin merusak DNA melalui
pembentukan NO, radikal hidroksil dan hydrogen perioksida. Perusakan DNA ini menstilmulasi ribosilasi poli ADP yang selanjutnya menyebabkan deplesi NAD+ dan ATP didalam sel. Akibatnya produksi insulin terganggu dan jumlah yang dihasilkan berkurang atau bahkan dapat menyebabkan apoptosis sel. Peningkatan defosforilasi ATP akan memacu peningkatan substrat untuk enzim xantin
oksidase (sel β pankreas mempunyai
aktivitas tinggi terhadap enzim ini), lebih
(2)
lanjut meningkatkan produksi asam urat xantin oksidase mengkatalisis reaksi pembentukan anion superoksida aktif. Pembangkitan anion superoksida akan membentuk hidrogen peroksida dan radikal superoksida. NO dan oksigen reaktif tersebut adalah penyebab utama kerusakan sel β pankreas8
.
Sedangkan Penambahan induksi
nicotinamide untuk mengendalikan
kerusakan sel beta pankreas yang berlebihan dan memberikan proteksi sel beta pankreas hewan coba akibat induksi streptozotocin9.
Penelitian yang dilakukan oleh Suhardinata (2015) membuktikan tikus putih yang diinduksi streptozotocin dosis 65 mg/kgBB tikus dan nicotinamide 230 mg/kg BB tikus menjadi Diabetes Melitus dalam waktu 5 hari10.
Tabel 2 menunjukkan perbedaan bermakna pada semua kelompok uji (p<0,05) setelah diberikan perlakuan sesuai kelompok masing-masing. Dari hasil paired t test setelah perlakuan
didapatkan penurunan kadar GDP pada kelompok kontrol positif, kelompok seduhan 250 mg/200 grBB, kelompok seduhan 500 mg/200 grBB, dan kelompok seduhan 750 mg/200 grBB. Sedangkan kelompok kontrol negatif tidak terjadi penurunan melainkan peningkatan.
Penilaian dosis pada pemberian seduhan daun kersen terhadap kadar GDP dan enzim SOD pada penelitian ini dilakukan dengan uji One Way Anova yang ditunjukkan pada tabel 3. Dari uji
One Way Anova GDP dan enzim SOD
didapatkan nilai p=0,0001 (p<0,05) yang artinya rata-rata penurunan kadar GDP dan peningkatan kadar SOD dari kelima perlakuan tersebut berbeda. Untuk menentukan dosis seduhan mana yang paling efektif dalam menurunkan kadar GDP, dan meningkatkan maka dilakukan uji analisis Post-Hoc. Hasil uji Post-Hoc menunjukkan penurunan kadar GDP yang paling efektif hasil kelompok kersen 750 mg/200 grBB dengan selisih penurunan terbesar yaitu 108,72 mg/dl, sedangkan
(3)
peningkatan terbesar kadar SOD yang paling efektif yaitu hasil kelompok kersen 750 mg/200 grBB.
Penelitian yang dilakukan oleh Vembriarto Jati Pramono dan Rahmad Santoso (2014) dengan judul Pengaruh Ekstrak Buah Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus novergicus) Yang Diinduksi
streptozotocin (STZ) juga mendapatkan
hasil penurunan kadar glukosa darah puasa bermakna pada kelompok perlakuan11.
Seduhan daun kersen juga terbukti menurunkan kadar GDP secara bermakna pada tikus Diabetes Melitus (p<0,05), hal ini dikarenakan kandungan daun kersen yaitu flavonoid. Flavanoid dapat berperan sebagai antioksidan yang mampu menurunkan stress oksidatif sehingga menimbulkan efek protektif terhadap sel beta pankreas dan meningkatkan sensitivitas insulin12.
Penelitian mengenai efek kersen terhadap kadar enzim SOD masih sangat jarang dilakukan sebelumnya. Penelitian
yang mirip yaitu penelitian yang dilakukan oleh Penelitian yang dilakukan oleh Retnaningsih et al (2013) dengan judul peningkatan aktivitas antioksidan superoksida dismutase pada tikus hiperglikemi dengan asupan tempe koro benguk (Mucuna pruriens L.) mendapatkan hasil Pada tikus yang mendapat asupan tempe koro benguk mengalami penurunan kadar glukosa darah dan peningkatan aktivitas antioksidan SOD serum13.
Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar GDP post perlakuan kelompok kontrol negatif, seduhan 250 mg/200 grBB dan kelompok seduhan 500 mg/200 grBB >135 mg/dl sedangkan kelompok metformin dan kelompok seduhan 750 mg/200 grBB < 135 mg/dl. Kadar GDP normal tikus putih Sprague dawley menurut Puspitasari (2015) adalah 55-135 mg/dl. Hal ini menunjukkan pemberian metformin dan seduhan daun kersen 750 mg/200 grBB efektif menurunkan kadar
(4)
glukosa darah puasa tikus Diabetes Melitus.
Tabel 5 menunjukkan jika dibandingkan dengan kelompok normal terjadi peningkatan kadar SOD setelah diberikan perlakuan daun kersen. Dari hasil Post Hoc test dosis efektif untuk peningkatan kadar SOD dosis 750 mg/200 grBB sama seperti dosis paling efektif untuk menurunkan kadar GDP yaitu 750 mg/200 grBB. Jadi, jika kadar GDP menurun pada Diabetes Melitus, maka kadar SOD dalam darah akan meningkat. Kesimpulan
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
Seduhan daun kersen efektif dalam meningkatkan kadar SOD pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi
Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA)
dengan dosis optimal 750 mg/200 grBB yaitu sebesar 61,22 %.
Saran
Dari penelitian diatas, disarankan penelitian lebih lanjut tentang dosis
seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) yang paling tepat untuk kadar enzim SOD khususnya pada Diabetes Melitus, dan disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji toksisitas dengan mengkaji efek samping seduhan daun kersen (Muntingia calabura L).
Daftar pustaka
1. Purnamasari, D. (2009). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In A. B. Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:
Purnamasari, D., 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Sudoyo, A.W.,Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., SetiInterna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 1880-1883.
2. Squires, J. (2003). Applied Animal Endrocrinology. UK: CABI publishing. 3. Robertson, R. R. (2004). β-Cell glucose
toxicity, lipotoxicity, and chronic oxidative stress in type 2 diabetes. Diabetes53 , S119-S124. .
4. Suryohudoyo, P. (2000). Kapita Selekta
Ilmu Kedokteran Molekula. Jakarta:
Info Medika.
5. Suhartono., B. S. (2005). Stres Oksidatif dan Peran Antioksidan pada Diabetes Melitus. In Majalah Kedokteran Indonesia (Vol. 55, pp. 87-90).
6. Priharyanti, D. (2007). Muntingia
Calabura. Retrieved Maret 13, 2016,
from
http://florabase.calm.wa.gov.au/browse/ flora?f=220&level=f&id=220.
7. Puspitasari, S.A.P, 2015, Pengaruh Pemberian Pisang Kepok (musa paradisiaca forma tupical ) Terhadap 11
(5)
Kadar malondialdehdyde (MDA) Tikus Sprague Dawley Pra-Sindrom Metabolik. Pp 6.
8. Nugroho, A. E. (2006). Review Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi Dan Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas issn, 378-382.
9. Szkudelski, T, 2012, Streptozotocin-nicotinamide-induced diabetes in the rat. Characteristics of the experimental model, Exp. Biol. Med. (Maywood): 237, 481–490.
10.Suhardinata, F, 2015, Pengaruh Bubuk Daun Kenikir (Cosmos caudatus) Terhadap Kadar Malondialdehyde Plasma Tikus Wistar Diabetes Diinduksi Streptozotocin, Semarang, Universitas Diponegoro.
11.Vembriarto, J.P., Rahmad , S, 2014, Pengaruh Ekstrak Buah Kersen (Muntingia calabura) Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus Novergicus) yang Diinduksi streptozotocin (STZ). Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 12.Kaneto, H., Kajimoto, Y., Migawa, J.,
Matsuoka, T., Fujitani, Y., Umayahara, Y., et al, 1999, Beneficial effects of antioxidants in diabetes:possible protection of pancreatic beta cells against glucose toxicity, Diabetes, 48:2398-2406.
13.Retnaningsih, C., Darmono., Widianarko B. and Muis, S.F. Peningkatan Akativitas Antioksidan Superoksida Dismutase Pada Tikus Hiperglikemi Dengan Asupan Tempe Koro Benguk (Mucuna pririens L.).
Tesis.Semarang: Universitad
Diponegoro.
(6)