FORMULASI DAN KARAKTERISASI MEMBRAN HIDROGEL BERPORI BERBASIS ETIL SELULOSA DAN GELATIN DENGAN METODE ICE PARTICLE LEACHING SEBAGAI PERANCAH DALAM PENGEMBANGAN REKAYASA JARINGAN LUNAK

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

FORMULASI DAN KARAKTERISASI MEMBRAN HIDROGEL BERPORI BERBASIS ETIL SELULOSA DAN GELATIN DENGAN METODE ICE PARTICLE LEACHING SEBAGAI PERANCAH DALAM PENGEMBANGAN REKAYASA

JARINGAN LUNAK

Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : PUTRI NORMASARI

20120350088

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

FORMULASI DAN KARAKTERISASI MEMBRAN HIDROGEL BERPORI BERBASIS ETIL SELULOSA DAN GELATIN DENGAN METODE ICE PARTICLE LEACHING SEBAGAI PERANCAH DALAM PENGEMBANGAN REKAYASA

JARINGAN LUNAK

Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : PUTRI NORMASARI

20120350088

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Putri Normasari NIM : 20120350088 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, Juni 2016 Yang membuat pernyataan

Putri Normasari NIM. 20120350088


(4)

iv MOTTO

“Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut”.

(H.R. Ibnu Abdil Bar)

“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah

memudahkannya mendapat jalan ke syurga”.

(HR. Muslim)

“Belajar tak akan berarti tanpa disertai budi pekerti”. (Anonymous)


(5)

v

PERSEMBAHAN Bismillahirahmanirrahim..

Alhamdulillah, puji syukur saya limpahkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas nikmat rahmat dan karuniaNya yang berlimpah..

Karya tulis ini saya persembahkan untuk Ayahanda tercinta RC. Kirman dan Ibunda tercinta Ariyani, terimakasih atas setiap doa yang menghadirkan keridhaan untukku, terimakasih atas nasehat yang menuntun jalanku, terimakasih atas segala cinta, kasih sayang dan pengorbanan yang tiada terganti..

Kakak dan Adik tersayang, Nur Eka Herry Purnama dan Mega Putri Kartika yang senantiasa menghadirkan tawa dan rindu.. yang telah memberikan dukungan dan motivasi..

Semoga dengan selesainya karya tulis ilmiah ini dapat memberikan kebanggaan..


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas segala petunjuk dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Formulasi dan Karakterisasi Membran Hidrogel Berpori Berbasis Etil Selulosa dan Gelatin dengan Metode Ice Particle

Leaching sebagai Perancah dalam Pengembangan Rekayasa Jaringan Lunak”.

Banyak hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaan, namun akhirnya Karya Tulis Ilmiah ini dapat penulis selesaikan tepat waktu.

Dalam kesempatan ini penulis ingin berterima kasih sebanyak-banyaknya kepada :

1. dr. Ardi Pramono Sp.An.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY.

2. Sabtanti Harimurti, S.Si., M.Sc., Ph.D., Apt selaku kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY.

3. LP3M Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu mendanai hibah penelitian tahun 2014.

4. Ibu Ingenida Hadning, M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing dengan penuh ketekunan, kesabaran dan ketulusan sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Rifki Febriansah, M.Sc.,Apt dan Ibu Sabtanti Harimurti, S.Si., M.Sc., Ph.D., Apt selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran dan bimbingan.

6. Ibu Dian Purwita Sari, M.Biotech., Apt atas kesediaan dan kesabarannya dalam membimbing.

7. Bapak Drs. Sunarto, Zelmi Dwi Novita, dan Satria Amurwa Wijaya selaku laboran yang telah banyak membantu dalam penelitian di laboratorium. 8. Dini Hayatur Rodiyah dan Yayan Suptrianti Triputra teman seperjuangan

dan teman yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Iis Lestari, Rustina, dan Ismanurrahman Hadi yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat.

10.Seluruh teman Farmasi angkatan 2012 dan semua pihak yang telah membantu dalam karya tulis ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namanya.

Tentunya ada hal-hal yang ingin penulis berikan dalam dunia kesehatan dari hasil karya ilmiah ini. Oleh karena itu diharapkan semoga karya ilmiah ini dapat menjadi hal yang berguna bagi kita bersama. Penulis menyadari bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Yogyakarta, Juni 2016 Penulis


(7)

vii DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH ...i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

MOTTO ...iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ...vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ...xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Perumusan Masalah ... 3

C.Keaslian Penelitian... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E.Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A.Teknologi Rekayasa Jaringan (Tissue Engineering)... 6

B.Sistem Perancah (Scaffold) ... 7

C.Hidrogel ... 9

D.Etil selulosa ... 11

E.Gelatin ... 12

F. Metode Ice Particle Leaching ... 14

G.Karakteristik Membran Hidrogel ... 15

H.Kerangka Konsep ... 19

I. Hipotesis ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

A.Desain Penelitian ... 22

B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

C.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 22

D.Instrumen Penelitian ... 24

E.Cara Kerja ... 25

F. Analisa Data ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A.Formulasi Membran Hidrogel... 31

B.Karakteristik Fisik Membran Hidrogel ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A.KESIMPULAN ... 54

B.SARAN ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Chemical Hydrogel dan Physical Hydrogel ... 11

Gambar 2. Rumus Struktur Etil Selulosa ... 12

Gambar 3. Rumus Struktur Gelatin ... 13

Gambar 4. Skema Kerangka Konsep ... 21

Gambar 5. Skema Prosedur Pembuatan ... 27

Gambar 6. Ilustrasi Crosslink Polimer Etil Selulosa dan Gelatin ... 34

Gambar 7. Ilustrasi Pori pada Ice Particle Leaching ... 36

Gambar 8. Membran Hidrogel Berpori ... 39

Gambar 9. Skema Dasar SEM ... 51


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Jumlah Komponen ... 25

Tabel 2. Analisis Organoleptik ... 38

Tabel 3. Data Uji Persen Age Swelling ... 41

Tabel 4. Data Uji Weight Loss t = 15 menit ... 44

Tabel 5. Data Uji Weight Loss t = 30 menit ... 44

Tabel 6. Data Konstanta Elastisitas (k) ... 48


(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Volume Gliserin, Metil dan Propil Paraben …..…... 61

Lampiran 2. Perhitungan Persen Age Swelling dan Weight Loss ………….……...61

Lampiran 3. Perhitungan Konstanta Elastisitas (K) dan Gaya Putus (F) ……… 63

Lampiran 4. Perhitungan Pengukuran Ultimate Tensile Strength (UTS) ………. 64

Lampiran 5. Hasil Uji SEM (Scanning Electron Microscope)……… 65

Lampiran 6. Uji Statistik % Age Swelling ……….. 68

Lampiran 7. Uji Statistik Weight Loss pada t=15 menit ………. 69

Lampiran 8. Uji Statistik Weight Loss pada t=30 menit ………. 72


(11)

xi

DAFTAR SINGKATAN

% S Persen Age Swelling

% Persen

°C Derajat Celcius

μm Mikrometer

A Luas Penampang

Avr Average

CV Coefficient of Variation

ECM Extra Celluler Matrix

F Gaya Putus

g/mm Gram/milimeter k Konstanta Elastisitas

L Panjang mula-mula

m Meter

mm Milimeter

mL Mililiter

MPa Mega Paskal N/m Newton/meter NaCl Natrium Klorida

P Probabilitas

SD Standar Deviasi

SEM Scanning Electron Microscope UTS Ultimate Tensile Strength

Wd Berat membran hidrogel sebelum direndam Wd, t=0 Berat kering membran hidrogel pada saat t=0

Wd, t=n Berat kering membran hidrogel yang sudah terdegradasi pada saat t=n Ws Berat membran hidrogel setelah direndam


(12)

(13)

FORMULASI DAN KARAKTERISASI MEMBRAN HIDROGEL BERPORI BERBASIS ETIL SELULOSA DAN GELATIN DENGAN METODE ICE PARTICLE LEACHING SEBAGAI PERANCAH DALAM PENGEMBANGAN

REKAYASA JARINGAN LUNAK INTISARI

Jaringan dan organ dalam kondisi baik dan utuh memiliki banyak fungsi dalam membantu mekanisme kerja tubuh. Kerusakan pada jaringan dan organ dapat mengurangi fungsi kerja tubuh, sehingga tubuh membutuhkan pemulihan. Pemulihan dapat dilakukan dengan pengobatan yang standar, jika pengobatan tidak berhasil maka upaya untuk mengatasi masalah terapi tersebut adalah dengan terapi baru yaitu rekayasa jaringan. Rekayasa jaringan bertujuan untuk menstimulasi tubuh membentuk jaringan baru pada area yang rusak yang dilakukan dengan cara memberikan bahan-bahan yang tepat untuk memicu sel-sel agar dapat melakukan regenerasi.

Pembuatan membran hidrogel berpori dilakukan menggunakan metode ice particle leaching. Formulasi membran hidrogel berpori dibuat dalam tiga formula dengan perbandingan etil selulosa dan gelatin adalah sebagai berikut : formula 1 (F1) yaitu (1:1), F2 (1:1,5) dan F3 (1:2). Membran hidrogel diuji karakteristiknya berdasarkan sifat organoleptik, persen age swelling, weight loss, UTS (Ultimate Tensile

Strength) serta gambaran morfologi permukaan membran hidrogel berpori

menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi etil selulosa dan gelatin dapat diformulasikan menjadi membran hidrogel berpori dengan metode ice particle leaching. Hasil uji organoleptik kehalusan paling tinggi terdapat pada formula 3 (F3), paling elastis terdapat pada F1. Persen age swelling dengan persentase paling besar terdapat pada F1 sebesar 23,73 ± 9,20%. Weight loss pada t=15 menit pada F2 memiliki nilai paling kecil sebesar 0,45 ± 0,01% dan pada t=30 menit terdapat pada F1 sebesar 0,82 ± 0,05%. Nilai UTS F1 memiliki nilai terkecil yakni 0,8967 MPa. Hasil pemeriksaan menggunakan SEM pada F3 menunjukkan terbentuknya pori dengan ukuran paling besar 2,830 μm pada perbesaran 3.000 kali. Karakteristik fisik-mekanik membran hidrogel tersebut perlu ditingkatkan untuk tujuan aplikasi rekayasa jaringan.

Kata Kunci: Rekayasa Jaringan, Perancah, Etil Selulosa, Gelatin, Ice Particle Leaching.


(14)

FORMULATION AND CHARACTERIZATION MEMBRANE BASED POROUS HYDROGEL OF ETHYL CELLULOSE AND GELATIN BY USING ICE PARTICLE LEACHING METHOD AS SCAFFOLDING IN

SOFT TISSUE ENGINEERING ABSTRACT

Tissues and organs had many functions for every mechanisms in the body. If its get damaged, body will automatically restore it. However body’s recovery has its limit, especially with mild or severe damage in tissues and organs. Because of its important function, recovery of the damaged tissues and organs need be done as soon as possible. Recovery can be done with standard treatment, using drugs or pharmacological treatment. Tissue engineering therapy could became an alternative if standard treatment fails. The aims of tissue engineering is stimulate body to form new tissue at the damaged area and carried out by providing the right materials to trigger the cells to regenerate.

Porous hydrogel membranes producted using ice particle leaching method. Hydrogel formulation of porous membrane was conducted by varying the composition of ethyl cellulose and gelatin i.e F1 (1: 1), F2 (1: 1.5) and F3 (1: 2). Yields analysis will be conducted using physics characteristic such as organoleptic test, percent of age swelling, weight loss, UTS (Ultimate Tensile Strength) and the description of porous hydrogel membrane using SEM (Scanning Electron Microscope).

The results showed that the combination of ethyl cellulose and gelatin can be formulated into a porous hydrogel membranes with ice particle leaching method. Organoleptic test has the highest fineness in F3, and the most elastic in F1. Percentage of swelling age with highest value in the F1 is 23.73 ± 9.20%. The smallest values of weight loss at t=15 minutes found the F2 is 0.45 ± 0.01% and at t=30 minutes the smallest value found in F1 is 0.82 ± 0.05%. UTS in F1 has the smallest value i.e 0,8967 MPa. The result of the examination using SEM at F2 showed pores with a size of 2,830 μm at a magnification of 3.000 times. The physical-mechanical characteristics of the hydrogel membrane needs to be improved for the purpose of tissue engineering applications.

Keyword : Tissue Engineering, scaffold, ethyl cellulose, gelatin, ice particle leaching


(15)

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Terjadinya peningkatan kebutuhan kesehatan maka secara tidak langsung kemajuan teknologi dalam dunia kesehatan juga mengalami perkembangan. Salah satu masalah kesehatan adalah kerusakan jaringan dan organ yang disebabkan oleh berbagai kelainan, trauma, maupun penyakit. Jaringan dan organ dalam kondisi yang baik dan utuh memiliki banyak fungsi dalam membantu mekanisme kerja tubuh, namun jika mengalami kerusakan fungsi kerja tubuh menjadi berkurang sehingga membutuhkan pemulihan. Pemulihan karena kerusakan jaringan atau organ dapat dilakukan pengobatan yang standar namun jika pengobatan yang standar tidak berhasil maka dilakukan pembedahan seperti pencangkokan, bedah plastik dan amputasi (Peter, 2006). Pengobatan standar memiliki keterbatasan seperti kurangnya donor organ sehingga diperlukan terapi lain. Upaya untuk mengatasi masalah dan keterbatasan terapi tersebut adalah dengan dikembangkan terapi alternatif dan terapi baru seperti rekayasa jaringan.

Rekayasa jaringan adalah bidang interdisipliner yang bertujuan untuk menstimulasi tubuh membentuk jaringan baru pada area yang rusak dan dilakukan dengan cara memberikan bahan-bahan yang tepat untuk memicu sel-sel agar dapat melakukan regenerasi (Abidin, 2007). Pendekatan dalam rekayasa jaringan diklasifikasikan menjadi tiga kategori : (1) berbasis sel saja, (2) sel dengan perancah atau scaffold, dan (3) perancah saja. Perancah sebagai


(17)

salah satu pendekatan rekayasa jaringan memiliki fungsi sebagai substrat pendukung pertumbuhan sel yang diformulasi dalam bentuk atau teknik gelasi pada biohydrogel (Fatimi et al, 2009). Sejumlah teknik fabrikasi telah dikembangkan dan dilaporkan dalam literatur, teknik ini secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori : konvensional dan maju. Teknik konvensional antara lain solvent-casting, particulate-leaching, and freeze drying dapat membentuk perancah dengan struktur berpori yang saling berhubungan (Zhu et al, 2013). Metode ice particle leaching dengan melelehkan butiran es memiliki keuntungan yaitu dapat mengontrol struktur pori, dapat memproduksi perancah yang lebih tebal dan dapat diaplikasikan pada porous scaffold tiga dimensi untuk rekayasa jaringan (Kang et al, 2006).

Perancah diformulasi dalam bentuk membran hidrogel dengan komposisi dari kombinasi antara polimer sintetis dan alami. Bahan atau polimer yang digunakan sebagai penyusun membran hidrogel yakni etil selulosa dan gelatin. Etil selulosa telah banyak digunakan dalam sistem penghantaran obat (Shokri dan Adibkia, 2013). Gelatin adalah polimer yang dibuat secara alami dari kolagen yang merupakan komponen utama pada matriks ekstrasel. Perancah berbahan gelatin dikenal memiliki karakteristik fisik-mekanik yang baik (Chang et al, 2003). Kombinasi etil selulosa dan gelatin diharapkan bersifat aman dan baik dalam penggunaan karena berdasar ajaran islam bahwa segala sesuatu yang penggunaannya untuk tubuh harus baik dan jelas kehalalannya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-a’raf ayat 157 yang berbunyi :


(18)

َبَخْلاَثِئا

مِ ْيَ َع

ِ رَح ي َ

م َل

ِتاَبِ يَطلا

ل ِح ي َ

Artinya : “Dan dia (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat membran hidrogel berpori menggunakan polimer etil selulosa dan gelatin dengan metode ice particle leaching serta penetapan karakteristik fisik – mekanik meliputi analisis organoleptik, kekuatan tarik (Ultimate Tensile Strength), persen age swelling, weight loss, dan morfologi dengan SEM (Scanning Electron Microscope).

B. Perumusan Masalah

1. Apakah kombinasi polimer etil selulosa dan gelatin dapat diformulasi menjadi membran hidrogel berpori dengan metode ice particle leaching?

2. Bagaimanakah karakteristik fisik dan mekanik membran hidrogel kombinasi polimer etil selulosa dengan gelatin?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya, namun terdapat referensi yang menyinggung pembuatan hidrogel berpori dengan komponen dan formulasi yang berbeda. Pembuatan hidrogel berpori dilakukan oleh Dlukha (2014) dengan basis kombinasi HPMC dan gelatin dengan metode ice particle leaching menunjukkan bahwa membran hidrogel basis HPMC dengan gelatin melalui


(19)

ikatan silang atau crosslink dapat terbentuk. Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Fathi et al (2006), yaitu dengan basis chitosan menunjukkan bahwa hidrogel dapat terbentuk menggunakan metode gas foaming.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan karena dalam penelitian ini digunakan polimer alami gelatin dan polimer sintesis etil selulosa dengan berbagai macam formula menggunakan metode ice particle leaching sehingga didapatkan membran hidrogel berpori yang lebih baik.

D. Tujuan Penelitian

1. Membuat membran hidrogel berpori dengan kombinasi polimer etil selulosa dan gelatin dengan metode ice particle leaching.

2. Mempelajari dan mengetahui karakteristik fisik dan mekanik membran hidrogel kombinasi polimer etil selulosa dengan gelatin.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengeksplorasi potensi polimer derivat selulosa dan gelatin dalam kegunaan medis khususnya di bidang rekayasa jaringan sebagai bahan pembuatan membran hidrogel serta sebagai dasar pengembangan terapi alternatif untuk pasien yang mengalami kerusakan jaringan lunak.


(20)

2. Bagi peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan memberikan motivasi dalam mengembangkan etil selulosa dan gelatin sebagai pengobatan alternatif kerusakan jaringan


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Teknologi Rekayasa Jaringan (Tissue Engineering)

Istilah tissue engineering (rekayasa jaringan) dideskripsikan pertama kali pada 1980an, dan definisi resmi pertama disetujui pada tahun 1987 (Lysaght dan Crager, 2009). Rekayasa jaringan merupakan suatu bidang multidisiplin yang berkembang pesat melibatkan ilmu hayati, fisika, dan teknik yang dipelajari untuk menumbuhkan fungsi sel, jaringan, dan organ buatan untuk memperbaiki, menggantikan, atau meningkatkan fungsi biologis yang hilang oleh abnormalitas bawaan, luka, penyakit atau penuaan (Pettersson, 2009). Strategi yang umum diterapkan pada rekayasa jaringan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok : (1) implantasi sel terisolasi atau pengganti sel ke dalam organisme, (2) memberikan zat yang menginduksi jaringan seperti faktor pertumbuhan, dan menempatkan sel pada atau di dalam matriks (Lanza et al, 2007). Rekayasa jaringan memiliki prinsip kerja yaitu dapat menghubungkan antara fungsi struktur jaringan normal dan kondisi patologis, serta memiliki fungsi sebagai pengganti jaringan biologis yang mampu memulihkan, mempertahankan atau meningkatkan fungsi jaringan (Lanza et al, 2007).

Menurut Seitz et al (2006), faktor-faktor yang berpengaruh pada pembentukan jaringan baru yaitu faktor pertumbuhan, sitokin dalam sistem imunologi, faktor kekuatan mekanik, pengaruh genetik, dan molekul ECM (Extra Celluler Matrix) serta molekul permukaan sel yang berpengaruh pada pengaturan


(22)

fungsi sel baru melalui interaksi sel matriks. Pada prakteknya, pendekatan umum dalam teknologi rekayasa jaringan adalah melalui penanaman sel pada suatu perancah yang berperan sebagai substrat perlekatan bagi sel yang tidak mampu tumbuh sendiri. Lanza et al (2007), menyebutkan hal–hal yang dikendalikan dalam menciptakan rekayasa jaringan meliputi sel, material dan faktor lingkungan. Tiga faktor tersebut dapat mempengaruhi terbentuknya rekayasa jaringan, namun tidak setiap strategi regenerasi harus melibatkan ketiga elemen tersebut. Perancah biomaterial dapat diimplankan tanpa penanaman sel terlebih dulu. Biomaterial dapat berperan sebagai perancah disaat sel di jaringan sekitarnya bermigrasi dan tumbuh pada perancah untuk menghasilkan jaringan baru. Faktor lingkungan tidak dapat dikesampingkan sepenuhnya, sebagaimana sel selalu dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, baik secara fisiologis maupun buatan (Pettersson, 2009).

B. Sistem Perancah (Scaffold)

Penelitian tentang penggunaan perancah saat ini sangat banyak dilakukan dan menjadi bagian perkembangan ilmu rekayasa jaringan (tissue engineering). Perancah secara umum didefinisikan sebagai suatu material yang mampu mendukung, menghantarkan matriksatau vehicle untuk memfasilitasi migrasi sel, mengikat atau mengirim sel atau molekul bioaktif yang digunakan untuk mengganti, memperbaiki, atau regenerasi jaringan. Perancah yang mulai berkembang saat ini tidak hanya mendukung pertumbuhan sel tetapi bisa


(23)

membawa molekul bioaktif yang memiliki fungsi biologis tertentu (Gualandi, 2011). Perancah yang digunakan harus mempunyai karakteristik kunci yang sesuai dengan jaringan atau organ yang dituju antara lain : porositas, mikrostruktur, makrostruktur, biokompatibilitas, biodegradabilitas, dan kekuatan mekanik (Yoon dan Fisher, 2007).

Material scaffold ada yang bersumber dari bahan-bahan sintetik, semi sintetik dan ada yang berasal dari bahan-bahan alam. Sebagian besar bahan-bahan ini telah dikenal di bidang medis sebelum munculnya teknik jaringan sebagai topik penelitian. Biomaterial baru telah direkayasa untuk memiliki sifat yang ideal, seperti penelitian Fernandes (2011) yang mengemukakan beberapa karakteristik lain dan persyaratan yang harus dipertimbangkan untuk semua desain perancah, yaitu :

1. Biokompatibel, perancah harus mendukung pertumbuhan jaringan baru dan mencegah reaksi yang mempengaruhi kerusakan jaringan di sekitarnya.

2. Biodegradable, kecepatan biodegradasi harus dikendalikan dan sesuai dengan pembentukan jaringan baru pada sel normal.

3. Meningkatkan perlekatan sel, penyebaran dan proliferasi sel yang mempengaruhi regulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel.

4. Memiliki kekuatan mekanis yang sesuai, kekuatan mekanis dari perancah bersifat fleksibel yakni tergantung pada tempat atau organ target.


(24)

5. Sebagai penghantar yang baik dalam transfer nutrisi ke dalam sel, karena sel harus memiliki nutrisi yang cukup.

6. Memiliki karakteristik permukaan yang sesuai, selain sifat fisika dan kimia yang optimal perancah harus mampu meningkatkan fungsi organ.

7. Bentuk tiga dimensi yang tepat dapat mempengaruhi perkembangan teknologi pada rekayasa jaringan.

Beberapa karakteristik yang telah disebutkan diharapkan saat sel membentuk matriks pengikat, penyangga dapat memberi dukungan sruktural dan setelah jaringan terbentuk perancah mulai terurai (Fernandes et al, 2011). C. Hidrogel

Hidrogel merupakan suatu jaringan polimer hidrofilik yang telah mengalami crosslink, berbentuk tiga dimensi, tidak larut dalam air dan telah banyak digunakan untuk berbagai aplikasi biomedis (Pal et al, 2006). Hidrogel mampu menyerap air dalam jumlah besar, bersifat biokompatibel, dan tidak menyebabkan iritasi pada jaringan lunak. Hidrogel memiliki biokompatibilitas yang tinggi karena mempunyai tegangan antarmuka yang rendah dengan substansi biologis sehingga meminimalkan adhesi sel. Sifatnya yang lunak dapat meminimalkan gesekan dan iritasi pada jaringan oleh karena itu hidrogel dapat digunakan sebagai pelindung atau barriers dan perancah pada jaringan yang luka atau rusak untuk membantu dan mempercepat proses penyembuhan (Mohsen et al, 2011). Menurut Hoffman (2002), hidrogel dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan cara crosslink-nya yaitu secara kimiawi (chemically) dan fisik


(25)

(physical). Proses crosslinking secara kimiawi merupakan crosslink secara kovalen, mampu menyerap air hingga mencapai kesetimbangan dan memiliki stabilitas yang tinggi pada berbagai kondisi di antaranya temperatur tinggi, asam atau basa dan tegangan atau stress yang tinggi. Senyawa yang biasa digunakan untuk proses crosslinking atau crosslinking agent secara kimiawi antara lain glutaraldehid, formaldehid, dan polialdehid (Schacht, 2004). Proses crosslinking secara fisik merupakan crosslink non-kovalen, lebih lemah dibandingkan crosslinking secara kimiawi, interaksi antar rantainya lebih bersifat reversibel, dan bereaksi terhadap perubahan fisik atau lingkungan. Pembentukan crosslink secara fisik melalui interaksi hidrofobik, interaksi muatan, atau dengan ikatan hidrogen. Proses crosslink secara fisik maupun kimia menyebabkan hidrogel mampu menyerap air tanpa larut karena molekul-molekul hidrofilik saling berikatan satu dengan yang lain. Hidrogel dapat dibuat dari polimer sintetis atau alami. Polimer tersebut bersifat hidrofilik dan dapat membentuk ikatan silang dalam beberapa cara baik kimia maupun fisik untuk mencegah degradasi polimer. Polimer sintetik yang paling sering digunakan untuk teknik jaringan adalah poli etilena glikol (PEG), poli vinil alkohol (PVA), polimer akrilik, dan derivatnya (Lutolf, 2003). Struktur hidrogel melalui proses crosslinking secara kimia (chemical hydrogel) lebih teratur dibandingkan proses crosslinking secara fisik (physical hydrogel) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.


(26)

Gambar 1. Struktur Chemical Hydrogel dan Physical Hydrogel (Hoffman, 2002)

Polimer alami yang paling sering digunakan sebagai perancah hidrogel dalam rekayasa jaringan adalah alginat, hyaluronate, kolagen, dan derivatnya.

D. Etil selulosa

Etil selulosa merupakan polimer semi sintetik derivat selulosa. Etil selulosa (Gambar 2) bersifat hidrofobik akibat substitusi alkil pada berbagai posisi gugus hidroksi selulosa. Menurut Shokri dan Adibkia (2013), etil selulosa digunakan secara luas sebagai bahan pelapis tablet dan matriks dalam mikrokapsul serta bentuk sediaan controlled release dosage. Etil selulosa membentuk karakteristik yang sangat baik sehingga menjadi salah satu polimer yang paling penting dalam controlled release dosage form. Film etil selulosa tanpa plasticizer sulit untuk digunakan sebagai pelapis, oleh karena itu plasticizer atau agen pelunakan ditambahkan ke etil selulosa agar lebih kenyal. Penambahan plasticizer juga mengurangi tekanan internal pada lapisan film sehingga membuat membran atau


(27)

film menjadi lebih bagus. Dalam studi sebelumnya standard 10 premium film ethyl cellulose dibuat menggunakan berbagai kuantitas plasticizer sehingga pelepasan obat melambat serta meningkatkan fleksibilitas rantai polimer yang menghasilkan cangkang keras menjadi fleksibel dan kuat (Murtaza, 2012).

Dalam bidang farmasi, etil selulosa dimanfaatkan sebagai bahan pengikat tablet, penyalut, penambah viskositas sediaan liquid, memodifikasi pelepasan obat, meningkatkan stabilitas sediaan obat (Kulvanich et al, 2002). Semakin tinggi viskositas atau semakin tinggi bobot molekul etil selulosa, menghasilkan karakteristik membran yang lebih tangguh dan tahan lama (Chandel et al, 2013).

Gambar 2. Rumus Struktur Etil Selulosa (Murtaza, 2012)

E. Gelatin

Gelatin merupakan hasil hidrolisis parsial dari jenis protein kolagen yang merupakan penyusun terbesar pada jaringan pengikat yang memiliki berat molekul gelatin berkisar 90.000 (Pranoto, 2006). Menurut Bestebroer et al (2007), gelatin tersusun oleh 18 asam amino yang saling terikat, terdiri dari glisin (21%), prolin (12%), hidroksiprolin (12%), asam glutamat (10%), alanin (9%), arginin (8%),


(28)

asam aspartat (6%), lisin (4%), serin (4%), leusin (3%), valin (2%), fenilalanin (2%), treonin (2%), isoleusin (1%), hidroksilisin (1%), metionin dan histidin (<1%), serta tirosin (<0,5%). Muatan asam amino dapat berubah positif atau negatif tergantung dari komposisi gelatin dan media sekitarnya (pelarut). Struktur molekul gelatin dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Rumus Struktur Gelatin (Chaplin, 2006)

Gelatin memiliki sifat yang khas. Gelatin larut dalam air panas dan jika didinginkan akan membentuk gel yang dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel seiring dengan menurun atau naiknya suhu, membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan dan dapat melindungi sistem koloid (Amiruldin, 2007). Berdasarkan sifat-sifatnya gelatin digunakan sebagai bahan tambahan (additive) pada beberapa bahan utama industri baik pangan maupun non-pangan.

Ada beberapa keuntungan penggunaan gelatin sebagai bahan untuk pembuatan perancah yaitu : (1) secara luas tercatat memiliki sifat biokompatibel


(29)

yang baik dan (2) tersedia sebagai molekul yang teridentifikasi dengan baik ( well-defined compound) sehingga memberikan sifat well-controlled processing (Chang et al, 2003). Hidrogel gelatin mengalami pembengkakan atau mengembang (swelling) ketika menyerap air, gelatin mampu menyerap air 5-10 kali bobotnya, dan dapat berubah secara reversibeldari sol ke gel (Maddu et al, 2006).

F. Metode Ice Particle Leaching

Metode yang digunakan untuk membuat perancah berpori tiga dimensi adalah metode porogen-leaching. Metode ini dapat dengan mudah mengendalikan struktur pori dan telah banyak dimanfaatkan. Baru-baru ini, beberapa partikel larut air termasuk garam dan karbohidrat, telah digunakan sebagai bahan pembuat pori (Subia et al, 2010). Pembuatan jaringan perancah melibatkan : (1) melarutnya polimer dalam pelarut organik, (2) penggabungan porogen, dan (3) leaching porogens. Struktur pori yaitu, porositas, ukuran pori, dan morfologi pori dapat dengan mudah dikontrol dengan mengendalikan sifat-sifat porogen. Perancah berpori 3D ini mendukung pertumbuhan sel baik in vitro dan in vivo (Gilson et al, 2006). Menurut Gilson et al (2006), metode porogen-leaching menggunakan butiran es sebagai bahan perancah. Porogen dibuat dengan mencampur larutan polimer dalam pelarut dengan butiran es, yang kemudian dilakukan pembekuan campuran, dan freeze drying. Karakteristik dari metode ini adalah :

1. Ukuran partikel es dikendalikan oleh saringan dan diukur dengan photomicrographs.


(30)

3. Perancah yang dihasilkan secara fisik terlihat stabil.

4. Perancah berpori 3D yang dihasilkan memiliki derajat porositas hingga 99% dan diameter pori hingga 400 µm.

Metode ice particle leaching harus dilakukan dalam kondisi dingin karena selama pembekuan mengalami perubahan bentuk butiran es dan dapat terjadi pemisahan fase dalam larutan polimer, sehingga struktur pori yang dihasilkan setelah kering mengalami kecacatan. Teknik ini dapat dilakukan pada skala kecil, sehingga banyak digunakan selama tahap pengembangan sistem hidrogel baru, namun karena keterbatasan yang terkait dengan menghilangkan partikel padat dari hidrogel, teknik ini biasanya terbatas pada fabrikasi hidrogel yang tipis (biasanya kurang dari 500 mm) yang kemudian harus dirakit menjadi sebuah konstruksi yang lebih besar (Annabi, 2010).

G. Karakteristik Membran Hidrogel 1. Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah cara mengukur, menilai atau menguji mutu suatu komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia, yaitu mata, hidung, mulut, dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran subjektif karena didasarkan pada respon subjektif manusia sebagai alat ukur (Soekarto, 1990). Penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditas diperlukan satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif. Menurut Soekarto (1990),


(31)

pengujian organoleptik memiliki berbagai macam cara yang digolongkan dalam beberapa kelompok. Berikut adalah jenis pengelompokan untuk menguji sifat organoleptik :

a. Uji pembedaan

Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua sampel.

b. Uji hedonik atau kesukaan

Dalam uji ini mengungkapan tanggapan pribadi tentang kesukaan atau ketidaksukaan, sekaligus tingkatannya. Tingkat kesukaan disebut skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka dan amat tidak suka.

c. Uji mutu hedonik

Pengujian ini merupakan penilaian sensorik yang didasarkan pada sifat-sifat sensorik yang lebih spesifik dan meliputi banyak sifat sensorik yang dinilai dan dianalisa sehingga dapat menyusun mutu sensorik secara keseluruhan, karena mutu umumnya ditentukan oleh beberapa sifat sensorik. Sifat sensorik yang dipilih sebagai pengukur mutu adalah yang paling peka dan paling relevan terhadap mutu.

2. Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Kekuatan tarik atau tensile strength merupakan salah satu indikator kekuatan mekanis suatu material. Kekuatan tarik diukur sebagai parameter


(32)

kekuatan mekanis membran hidrogel karena tujuan material ini sebagai perancah harus mampu menahan dan melindungi jaringan target. Ketika terjadi gerakan atau stress di sekitar jaringan, maka perancah harus mampu bertahan dan tidak berubah strukturnya sehingga perancah bisa berfungsi dengan baik (Schlogl, 2012).

Kemampuan bertahan suatu material terhadap suatu gaya tarik berhubungan dengan posisi dan jarak antar atom-atom. Atom-atom dalam suatu material selalu menjaga jarak stabilnya. Apabila ada gaya luar yang bekerja, material tersebut akan bertahan agar atom-atomnya tetap berada pada jarak idealnya sehingga struktur material tidak berubah. Kekuatan tarik diperoleh dengan menggunakan pengukuran elastisitas (k) dan gaya putus membran yang dikonversi menjadi nilai UTS (Ultimate Tensile Strength), persamaan (1).

= �

� (1)

3. Analisis Persen Age Swelling

Salah satu karakteristik yang sangat penting apabila membran hidrogel akan digunakan dalam aplikasi biomedis adalah persen age swelling (%S). Persen age swelling menunjukkan kemampuan suatu material untuk menyerap suatu larutan di lingkungannya baik air maupun cairan tubuh hingga mencapai keadaan setimbangnya. Banyaknya cairan yang mampu diserap oleh hidrogel mempengaruhi kemampuan difusi hidrogel (Pal et al, 2009). Persen age swelling membran hidrogel diuji menggunakan NaCl fisiologis sebagai analog


(33)

cairan tubuh. Besarnya persen age swelling dapat dihitung menggunakan persamaan (2).

% =� −��

�� × (2)

Dalam persamaan tersebut Ws adalah berat membran hidrogel setelah direndam di dalam NaCl fisiologis, dan Wd adalah berat membran hidrogel sebelum sampel direndam di dalam NaCl fisiologis. Hasil analisis persen age swelling membran hidrogel dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan difusi hidrogel sebagai perancah dalam menghantarkan obat maupun growth factor.

4. Analisis Weight Loss

Uji Weight loss digunakan untuk mengetahui kehilangan berat terhadap waktu yang diukur pada keadaan kering setelah membran mulai mengalami degradasi. Besarnya weight loss dapat dihitung menggunakan persamaan (3).

����ℎ �� =��, =0− ��, =�

��, =0 (3)

dengan Wd, t=0 adalah berat kering membran hidrogel pada saat t=0 sedang Wd, t=n adalah berat kering membran hidrogel yang sudah terdegradasi pada saat t=n. Uji weight loss yang diukur terhadap waktu dapat mengetahui besarnya degradasi intermolekuler crosslinks di dalam jaringan polimer ketika mulai rusak atau disintegrated (Dutta, 2012).


(34)

SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan suatu metode untuk membentuk bayangan daerah mikroskopis permukaan sampel. Analisis menggunakan SEM akan menghasilkan gambaran morfologi spesimen yang diteliti (Bestebroer et al, 2007). Membran yang dibuat dalam penelitian ini juga akan memberikan suatu berkas elektron berdiameter antara 5 hingga 10 nm dilewatkan sepanjang spesimen sehingga terjadi interaksi antara berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena berupa pemantulan elektron berenergi tinggi, pembentukan elektron sekunder berenergi rendah, penyerapan elektron, pembentukan sinar-X, atau pembentukan sinar tampak. Setiap sinyal yang terjadi dapat dimonitor oleh suatu detektor (Rohaeti, 2009).

H. Kerangka Konsep

Rekayasa jaringan dipelajari untuk menumbuhkan fungsi sel, jaringan, dan organ buatan untuk menggantikan atau meningkatkan fungsi biologis yang rusak oleh abnormalitas bawaan, luka, penyakit atau penuaan (Pettersson, 2009). Pendekatan umum dalam teknologi rekayasa jaringan adalah melalui penanaman sel pada suatu perancah yang berperan sebagai substrat perlekatan bagi sel yang tidak mampu tumbuh sendiri.

Hidrogel merupakan suatu jaringan polimer hidrofilik yang telah mengalami crosslink, berbentuk tiga dimensi, tidak larut dalam air dan telah banyak digunakan untuk berbagai aplikasi biomedis (Pal et al, 2006). Hidrogel dapat dibuat menggunakan polimer sintetis maupun alami melalui ikatan silang antara


(35)

gugus-gugus yang terdapat pada polimer. Etil selulosa merupakan polimer semi sintetik derivat selulosa, sedangkan gelatin merupakan polimer alami. Metode yang digunakan untuk membuat perancah berpori 3D adalah ice particle leaching. Pori dibuat dengan mencampur larutan polimer dalam pelarut dengan butiran es, yang kemudian dilakukan pembekuan dan pelelehan membran hidrogel.

Suatu membran hidrogel berpori yang baik harus memiliki sifat dan karakteristik yang mirip dengan jaringan target. Membran hidrogel yang diperoleh dilakukan uji karakterisasi fisik-mekaniknya. Analisis organoleptik dilakukan untuk melihat gambaran fisik membran hidrogel secara visual. Persen

age swelling menggambarkan kemampuan membran hidrogel dalam menyerap

air atau cairan tergantung dari banyaknya jumlah ikatan silang yang terjadi antar polimer. Weight loss dilakukan untuk mengetahui waktu terdegradasinya membran hidrogel dalam tubuh. Semakin banyak ikatan silang yang terbentuk antara polimer menyebabkan nilai weight loss suatu membran hidrogel berpori semakin kecil dan kemampuannya bertahan dalam proses degradasi menjadi meningkat sehingga tidak mudah rusak ketika diaplikasikan ke dalam jaringan tubuh. UTS merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengukur kekuatan tarik membran hidrogel. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan bertahan membran hidrogel terhadap gaya tarik. Uji SEM dilakukan untuk mengetahui struktur/morfologi mikroskopisnya. Struktur morfologi atau pori yang terbentuk diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai tempat


(36)

perlekatan dan pertumbuhan sel. Skema kerangka konsep dapat dilihat pada Gambar 4.

I. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas, dibuat suatu hipotesis, yaitu :

1. Kombinasi etil selulosa dengan gelatin dapat diformulasi menjadi membran hidrogel.

2. Membran hidrogel dengan kombinasi etil selulosa dengan gelatin memiliki karakteristik fisis dan mekanis yang cukup baik

Gambar 4. Skema Kerangka Konsep Polimer semi sintetik

menggunakan etil selulosa

Formulasi hidrogel dengan metode ice particle leaching

Membran hidrogel berpori

Polimer alami menggunakan gelatin Perancah rekayasa jaringan

dibuat dengan polimer

Pengujian karakteristik fisik-mekanik


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai November 2015, bertempat di Laboratorium Penelitian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada, dan Laboratorium Fisika Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada.

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas

Variasi komposisi etil selulosa dan gelatin sebagai polimer yang digunakan untuk formulasi membran hidrogel dengan teknik ice particle leaching.

b. Variabel Tergantung

Karakteristik fisik mekanik membran hidrogel meliputi karakteristik organoleptik, besaran tegangan tarik dan konstanta elastisitas, kemampuan membran hidrogel untuk mengembang (% age swelling), selisih berat membran sebelum dan sesudah


(38)

terdegradasi (weight loss), dan image hasil pemeriksaan mikroskopik menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope).


(39)

c. Variabel Terkendali

1) Perbandingan pelarut terhadap polimer 2) Suhu uji persen age swelling dan weight loss

3) Waktu yang dibutuhkan dalam pembekuan membran hidrogel 4) Waktu yang dibutuhkan membran hidrogel untuk mengembang

dan berdegradasi 2. Definisi Operasional

a. Variasi komposisi dari membran hidrogel adalah perbandingan antara jumlah massa etil selulosa, gelatin, volume aquadest dan volume etanol.

b. Metode ice particle leaching adalah dengan pembekuan campuran polimer untuk membentuk membran solid dan pelelehan butiran es dalam suhu ruang sehingga menghasilkan membran yang berpori. c. Analisis organoleptik adalah mengukur mutu membran hidrogel

dengan menggunakan indra manusia.

d. Ultimate Tensile Strength adalah kekuatan mekanis membran dalam menahan beban.

e. Persen age swelling adalah kemampuan membran untuk menyerap air dilihat dari selisih berat basah dan berat kering.

f. Weight loss adalah besarnya kehilangan berat material terhadap waktu yang diukur pada keadaan kering setelah membran mulai mengalami degradasi.


(40)

g. Pemeriksaan mikroskopik menggunakan SEM (Scanning Electron

Microscope) adalah pemeriksaan morfologi membran dengan

mikroskop elektron.

D. Instrumen Penelitian 1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pipet ukur, pipet tetes, timbangan analitik, blender, pengaduk, kertas label, gelas beker (Iwaki pyrex®), gelas ukur (Iwaki pyrex®), cawan petri (Steriplan), gelas arloji (Iwaki pyrex®), pembolong hidrogel, disposable petridish (Iwaki pyrex®), hot plate, water bath (Memmert), Universal Testing Machine (Traveling Microscope), SEM (Scanning Electron Microscope).

2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah etil selulosa (pharmaceutical grade), gelatin (pharmaceutical grade), etanol 96% dan aquadest yang diperoleh dari CV. General Lab, gliserin (Brataco), metil paraben (Brataco), propil paraben (Brataco), NaCl fisiologis yang diperoleh dari PT. Otsuka

E. Cara Kerja


(41)

Formulasi membran hidrogel dilakukan dengan beberapa bahan yaitu etil selulosa, gelatin, etanol, dan aquadest. Perbandingan jumlah komponen dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perbandingan Jumlah Komponen

Formula Komponen Etil Selulosa (gram) Gelatin (gram) Etanol 96% (ml) Aquadest (ml) Metil dan Propil Paraben (%) Gliserin (tetes)

1 3 3 10 6 0,1 6

2 2,4 3,6 7 6 0,1 6

3 2 4 5 6 0,1 6

Formulasi membran hidrogel berpori dilakukan dengan beberapa komposisi campuran etil selulosa dan gelatin. Perbandingan etil selulosa dan gelatin yang digunakan adalah formula satu (F1) 1:1, formula dua 1:1,5 dan formula tiga 1:2. Formula tersebut didapatkan dari hasil trial and error yang dilakukan sebelumnya. Formula dengan perbandingan 3:1 ketika sudah dikeringkan menghasilkan membran hidrogel yang mudah patah atau rapuh dikarenakan adanya gugus yang tidak berikatan silang dengan gelatin, sedangkan perbandingan 1:3 menghasilkan membran hidrogel yang terlalu keras hal ini dikarenakan sifat gelatin yang dipengaruhi oleh berat molekul dan panjang ikatan rantai asam aminonya. Semakin panjang ikatan rantai asam amino maka berat molekul gelatin semakin besar sehingga ikatan yang terbentuk semakin padat dan kuat (Junianto, 2006). Metode pelarutan digunakan


(42)

dalam pembuatan formulasi ini. Etil selulosa dilarutkan dalam etanol 96% sebanyak 10 ml untuk formula satu, 7 ml untuk formula dua dan 5 ml untuk formula tiga. Volume etanol yang digunakan berbeda-beda karena pada volume tertentu ikatan antara etanol dan etil selulosa sudah mengalami kejenuhan sehingga berapapun volume etanol yang diberikan maka tidak akan berpengaruh terhadap kelarutan etil selulosa. Gelatin dilarutkan dengan aquadest panas masing-masing formula sebanyak 6 ml karena pada volume tersebut gelatin sudah dapat larut dan membentuk campuran yang tidak terlalu kental maupun cair. Gelatin yang telah dilarutkan kemudian ditambahkan antimikroba yaitu metil paraben dan propil paraben dengan konsentrasi 0,1% yang diperoleh dari perhitungan (Lampiran 1). Campuran tersebut kemudian ditambahkan 6 tetes gliserin untuk menambah elastisitas membran. Perhitungan volume gliserin dapat dilihat pada perhitungan (Lampiran 1). Bahan yang sudah homogen tersebut dituang secara bertahap dalam disposable petri dish hal ini untuk memudahkan butiran es untuk membentuk pori saat setelah terjadi pelelehan membran hidrogel. Campuran hidrogel ditambahkan butiran es sebagai agen pembentuk pori melalui dua tahap yaitu setengah campuran hidrogel dituang dalam petri dish kemudian ditambahkan butiran es pada permukaannya dan ditambahkan sisa campuran hidrogel serta butiran es. Pembentukan membran berpori dengan metode ice

particle leaching dilakukan dengan membekukan membran pada almari es


(43)

dilelehkan pada suhu ruang selama kurang lebih 6 hari. Skema pembuatan membran hidrogel berpori dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 1. Skema Prosedur Pembuatan

2. Analisis Karakteristik Membran Hidrogel a. Analisis Organoleptik

Membran hidrogel dari kombinasi etil selulosa dan gelatin dianalisis karakteristik fisiknya secara organoleptik. Aspek yang dianalisis meliputi


(44)

warna, kehalusan dan elastisitas dengan menggunakan panca indra manusia.

b. Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Membran dipotong dengan lebar 2 cm dan panjang 6 cm kemudian diletakkan antara pelat atas dan bawah dari tensile tester (Dutta, 2012). Kekuatan tarik diperoleh dengan menggunakan pengukuran elastisitas (k) dan gaya putus membran yang dikonversi menjadi nilai UTS (Ultimate Tensile Strength). Pengukuran gaya putus (F) dilakukan dengan memberi beban pada sampel dan perhitungan waktu dengan persamaan 1.

= �

� (1)

c. Analisis Persen Age Swelling

Analisis persen age swelling dilakukan dengan memotong sampel sebagai berat kering kemudian ditambahkan 1 mL NaCl fisiologis ke dalam masing-masing test tube, setelah itu sampel diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37C. Setelah diinkubasi, NaCl fisiologis diserap dengan kertas adsorben kemudian sampel dibilas dengan aquadest. Aquadest bekas bilasan dihilangkan dengan kertas adsorben dan dilakukan perhitungan berat basah dengan persamaan 2.

% =� −��

�� × (2)


(45)

Langkah yang dilakukan adalah dengan menimbang berat kering membran pada waktu t=0 kemudian direndam di dalam NaCl fisiologis dengan interval waktu 15 dan 30 menit pada suhu 37C. Kemudian ditimbang untuk mengetahui berat basah, sebagai t=n. Besar weight loss dihitung menggunakan persamaan 3.

����ℎ �� =��, =0− ��, =�

��, =0 (3)

e. Pemeriksaan Mikroskopik (Scanning Electron Microscope)

Morfologi permukaan membran diamati menggunakan alat Scanning Electron Microscope dengan perbesaran hingga 10.000 kali dengan standar ASTM F2900-11 yaitu suatu standar metode yang digunakan untuk mengetahui karakterisasi hidrogel dalam produk rekayasa jaringan (International ASTM, 2011).

F. Analisa Data

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan metode statistik parametrik yaitu uji analisis variansi (ANOVA) satu jalur. ANOVA satu jalur digunakan untuk menguji rata-rata lebih dari dua sampel berbeda dengan tingkat signifikansi 95%. Data disajikan sebagai rata-rata±standar deviasi. Sebelum menggunakan hasil analisis ini sebagai alat pengambil keputusan, harus diuji terlebih dahulu validitas hasil analisisnya. Kevalidan hasil dapat diketahui melalui uji asumsi yang mendasari ANOVA satu jalur, asumsi


(46)

pertama yaitu populasi terdistribusi normal, kedua sampel diambil secara acak dari masing-masing populasi, dan ketiga adalah variansi semua populasi sama (homogeneity of variance). Sampel yang digunakan kurang dari 50 maka untuk asumsi pertama dan ke dua dapat dilihat dari test normality Shapiro-Wilk, sedangkan pada asumsi ketiga harus dipenuhi saat pengambilan sampel yang dilakukan secara acak terhadap beberapa kelompok yang independen. Apabila salah satu asumsi tersebut tidak dipenuhi maka uji ANOVA satu jalur tidak dapat digunakan sebagai alat pengambil keputusan yang valid sehingga harus menggunakan metode statistik non-parametrik yaitu Kruskal Wallis Test


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Membran Hidrogel

Membran hidrogel berpori berbasis polimer etil selulosa dan gelatin dengan metode pembuatan ice particle leaching diformulasi dengan perbandingan 3 formula yaitu 1:1 ; 1:1,5 dan 1:2. Formula tersebut didapatkan dari hasil trial and error yang dilakukan sebelumnya. Formula dengan perbandingan 3:1 ketika sudah dikeringkan menghasilkan membran hidrogel yang mudah patah atau rapuh dikarenakan masih terdapat etil selulosa yang tidak berikatan silang dengan gelatin. Perbandingan 1:3 menghasilkan membran hidrogel yang keras dikarenakan sifat gelatin yang dipengaruhi oleh berat molekul dan panjang ikatan rantai asam aminonya. Semakin panjang ikatan rantai asam amino maka berat molekul gelatin semakin besar sehingga ikatan yang terbentuk semakin padat dan kuat (Junianto, 2006). Etil selulosa dan gelatin digunakan sebagai basis yang dapat membentuk membran hidrogel dengan ikatan silang atau crosslink, sedangkan pori dibentuk dengan metode ice particle leaching. Polimer semi sintetik yang digunakan yakni etil selulosa dilarutkan dengan pelarut etanol 96%, hal yang sama dilakukan pada gelatin dengan penambahan pelarut aquadest. Etil selulosa adalah polimer derivat selulosa, struktur kimia mengandung unsur karbon (C), oksigen (O) dan hidrogen (H) dengan rumus empirik (C6H10O5)n (Rowe et al, 2009). Pemilihan etil selulosa berdasarkan sifat serat selulosa yang memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang baik


(48)

(Murtaza, 2012). Gelatin digunakan sebagai polimer karena secara luas memiliki sifat biokompatibel yang baik (Young et al, 2005). Gelatin juga mampu menyerap air 5-10 kali bobotnya (Maddu et al, 2006). Pencampuran kedua basis untuk membentuk membran hidrogel dibantu dengan penambahan gliserin untuk meningkatkan elastisitas (Rowe et al, 2009). Gliserin juga berfungsi menjaga kelembaban membran hidrogel agar tidak terlalu keras dan tidak mudah rapuh. Penambahan metil dan propil paraben digunakan sebagai antimikrobial. Campuran hidrogel ditambahkan butiran es sebagai agen pembentuk pori melalui dua tahap yaitu setengah campuran hidrogel dituang dalam petri dish kemudian ditambahkan butiran es pada permukaannya dan ditambahkan sisa campuran hidrogel serta butiran es. Hidrogel disimpan selama 24 jam dalam lemari pendingin dengan tujuan mempercepat pembekuan. Komponen air yang membeku dilelehkan pada suhu ruang selama kurang lebih 6 hari.

Muyonga et al (2004), mengatakan bahwa terjadi crosslink atau ikatan silang dengan rantai atau polimer lain dalam hal ini adalah gelatin dengan kadar asam amino tinggi sehingga akan memiliki kekuatan gel lebih besar. Gugus fungsi primer pada gelatin yang diduga menjadi target crosslink adalah gugus amina (-NH2), amida (-CONH) dan karboksilat (-COOH) pada gelatin yaitu pada gugus yang memiliki muatan positif (H) dalam strukturnya (Syed, 2011). Gelatin yang dicampurkan dengan air akan membentuk ikatan hidrogen. Ikatan ini terbentuk antara gugus amina (-NH2) dan amida (-CONH) pada gelatin yaitu pada gugus yang memiliki


(49)

muatan positif (H) dalam strukturnya. Atom H pada molekul H2O memiliki muatan parsial positif, dan atom O memiliki muatan parsial negatif. Hal ini dikarenakan ikatan H2O pada air bukan ikatan kovalen sempurna. Adanya penambahan suhu, mengakibatkan semakin reaktifnya atom O. Terbentuknya ikatan hidrogen akan memungkinkan gelatin untuk membentuk ikatan dengan gelatin maupun polimer lainnya dalam hal ini akan berikatan dengan gugus etoksi (-OC2H5) pada etil selulosa melalui proses crosslink sehingga akan terbentuk suatu membran hidrogel. Ikatan hidrogen merupakan mekanisme ikatan yang terbentuk secara molekuler. Ikatan hidrogen menunjukkan bahwa ikatan silang yang terjadi merupakan ikatan antara atom hidrogen dengan satu atom elektronegatif dan tertarik ke arah atom elektronegatif lainnya. Mekanisme ikatan secara molekuler yang dimungkinkan terjadi pada penelitian ini adalah terbentuknya ikatan hidrogen yang ditunjukan dengan garis putus-putus pada Gambar 6.


(50)

Gambar 1. Ilustrasi Crosslink Polimer Etil Selulosa dan Gelatin

Menurut Wahyuni (2001), penambahan gliserin pada formulasi digunakan sebagai plasticizer yang berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas membran dan mengurangi kerapuhan membran jika disimpan pada suhu rendah. Plasticizer meningkatkan fleksibilitas dikarenakan polimer mempunyai ikatan yang berbentuk 3 dimensi pada rantai-rantainya sehingga plasticizer akan masuk ke tengah-tengah rantai yang menyebabkan ikatan melemah karena jarak antar polimer lebih luas. Kondisi lingkungan seperti kelembaban udara dan tingginya kadar air pada formulasi membran hidrogel dapat memicu terjadinya kontaminasi mikroba dan jamur, sehingga perlu dilakukan pencegahan dengan penambahan bahan pengawet


(51)

kombinasi metil paraben dan propil paraben. Pemilihan kombinasi metil paraben dan propil paraben sebagai pengawet karena merupakan pengawet berspektrum luas, kuat dan berefek sinergis (Rowe, 2009). Metil paraben digunakan sebagai antibakteri, propil paraben sebagai antifungi. Penambahan bahan pengawet ini bukan merupakan material atau polimer yang memiliki karakteristik untuk membentuk scaffold. Komposisinya yang sangat sedikit juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ikatan silang yang terjadi antara etil selulosa dan gelatin (Dhirisma, 2014). Antimikroba ini menimbulkan efek yang tampak secara visual pada membran hidrogel yakni warna membran yang dihasilkan menjadi tidak bening menyerupai gel atau plastik (Dhirisma, 2014).

Gilson et al (2006), menyatakan bahwa pada metode ice particle leaching struktur pori yaitu ukuran pori dan morfologi pori dapat dikontrol dengan mudah. Setelah membran hidrogel dibekukan, dilakukan pelelehan membran hidrogel pada suhu ruang sehingga terbentuk pori pada membran hidrogel. Pori terbentuk karena butiran es meninggalkan ruang berdasarkan dari bahan yang terdapat pada membran. Hal yang mempengaruhi terbentuknya pori dalam proses ice particle leaching adalah pengadukan, volume polimer dan pelarut yang digunakan. Perbedaan perbandingan komposisi polimer dan volume pelarut berhubungan dengan banyaknya ruang kosong yang terbentuk setelah proses pengadukan dan pelelehan butiran, hal ini dikarenakan saat polimer dilarutkan dalam pelarut maka polimer akan mengembang sedangkan volume pelarut tidak ikut


(52)

mengembang (Dhirisma, 2014). Pori yang terbentuk pada hidrogel dengan metode ice particle leaching dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa butiran es akan meninggalkan ruang berdasarkan dari bahan yang terdapat pada membran.

Gambar 2. Pori pada Ice Particle Leaching

Dalam penelitian ini terdapat tiga formula yang berbeda komposisinya. Pemilihan komposisi formula didasarkan pada sifat yang dimiliki oleh masing-masing polimer sehingga diharapkan mampu menghasilkan karakteristik fisik dan mekanik dari membran. Variasi formula membran hidrogel didesain dengan komposisi persentase jumlah gelatin yang lebih banyak dibandingkan dengan etil selulosa untuk menghasilkan membran hidrogel yang biokompatibel dan biodegradabel, hal ini karena gelatin merupakan gelling agent dan mudah membentuk ikatan silang dengan polimer lain (Maddu et al, 2006).


(53)

B. Karakteristik Fisik Membran Hidrogel a. Identifikasi Organoleptik

Membran hidrogel berpori yang terbentuk dari kombinasi polimer etil selulosa dan gelatin menggunakan metode ice particle leaching diformulasi menjadi 3 formula. Identifikasi organoleptik membran hidrogel dilakukan dengan membandingkan ketiga formula selama waktu penelitian. Pengujian secara organoleptik pada saat trial menghasilkan membran hidrogel dengan tekstur kasar, rapuh atau mudah patah. Hal ini dikarenakan komposisi etil selulosa pada masing-masing formula yang terlalu banyak sehingga membran hidrogel tidak bisa dilakukan pengujian lebih lanjut. Etil selulosa yang terlalu banyak memungkinkan sedikitnya ikatan silang antara etil selulosa dengan polimer lain yaitu gelatin, sehingga menghasilkan membran hidrogel yang mudah rusak. Pengujian secara organoleptik yang kedua menghasilkan membran dengan sedikit pori, keras atau tidak elastis. Hal tersebut dikarenakan komposisi gelatin yang terlalu banyak karena berdasarkan sifat gelatin yang menghasilkan ikatan yang kuat dengan gelatin atau polimer lain. Selain itu berdasarkan sifat gelatin yang dipengaruhi oleh berat molekul dan panjang ikatan rantai asam aminonya. Semakin panjang ikatan rantai asam amino maka berat molekul gelatin semakin besar sehingga ikatan yang terbentuk semakin padat dan kuat. Sedikitnya pori yang terbentuk dikarenakan dari faktor pengadukan yang menyebabkan lelehnya butiran es sebelum dilakukan


(54)

pelelehan. Penelitian ketiga menghasilkan membran hidrogel yang lebih baik, terdapat pori-pori dan lebih elastis dibandingkan dengan pengujian sebelumnya. Pengujian warna dan kehalusan dilakukan dengan menggunakan metode pembedaan yaitu membandingkan semua formula yang menghasilkan warna kuning opak (kuning tidak bening) serta tekstur yang halus atau rata. Kehalusan membran hidrogel juga dikarenakan penambahan gliserin (De Caro, 1997). Pengujian tingkat elastisitas dilakukan dengan menarik membran hidrogel secara berulang untuk semua formula. Analisis organoleptik dari ketiga formula dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Analisis Organoleptik

Formula Warna Kehalusan Elastisitas

1 Kuning opak  +++

2 Kuning opak  +

3 Kuning opak  ++

Keterangan :  halus,  sangat halus, + kurang elastis, ++ elastis, +++ sangat elastis

Data di atas menggambarkan karakteristik fisik dari masing-masing membran hidrogel yang secara organoleptik tidak terdapat perbedaan yang signifikan baik formula 1 (F1), formula 2 (F2), maupun F3. F1 memberikan hasil elastisitas lebih tinggi sehingga tidak mudah patah atau rapuh, sedangkan pada F3 memiliki tekstur permukaan membran hidrogel yang lebih halus dan komposisi gelatin lebih banyak dibandingkan yang lain sehingga mudah diatur pada saat penuangan ke petridish. Secara visual hasil dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil pengujian tersebut tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh


(55)

Rofifah (2015), yang menyebutkan bahwa patch hidrogel berbasis HPMC dan PVP menghasilkan karakteristik fisik berwarna bening dan transparan.

Gambar 3. Membran Hidrogel Berpori (A) Formula 1 Etil selulosa : Gelatin (1:1) ; (B) Formula 2 Etil selulosa : Gelatin (1:1,5) ; (C) Formula 3

Etil selulosa : Gelatin (1:2)

b. Analisis Persen Age Swelling

Persen age swelling menggambarkan kemampuan membran hidrogel untuk mengembang yang menunjukkan kemampuan suatu material untuk menyerap suatu larutan, baik air maupun cairan tubuh hingga mencapai keadaan setimbang. Membran hidrogel berpori memiliki karakteristik fisik yang perlu dianalisa, salah satunya adalah kemampuan untuk mengembang dalam larutan NaCl fisiologis yang merepresentasikan cairan tubuh (Mohsen et al, 2011).

Uji persen age swelling dilakukan dengan menimbang berat kering sampel yang telah dipotong dengan ukuran tertentu kemudian ditambahkan 2 ml NaCl 0,9%. Larutan NaCl fisiologis merupakan salah satu jenis larutan garam yang umumnya digunakan untuk pengujian daya serap terhadap air (Erizal, 2010). Sampel diinkubasi selama 5 menit pada


(56)

suhu 37C yang mempresentasikan suhu tubuh manusia. Setelah diinkubasi, sampel dibilas dengan aquadest untuk menghindari terjadinya ikatan silang dengan polimer. Kemudian dihilangkan sisa aquadestnya dengan menggunakan kertas adsorben. Selanjutnya dilakukan penimbangan berat setelah perendaman.

Analisis statistika kebermaknaan data dari uji persen age swelling membran hidrogel dilakukan menggunakan analisis Shapiro-Wilk. Hasil yang didapat dari analisis statistika menunjukkan bahwa data uji persen age swelling terdistribusi normal dengan nilai P>0,05 (Lampiran 6). Data terdistribusi normal sehingga analisis statistika data dilanjutkan menggunakan uji one way ANOVA. Uji one way ANOVA dilakukan untuk menganalisis variasi yang terjadi pada data yang didapat. Tabel uji statistik menggunakan one way ANOVA terlihat nilai P>0,05 (Lampiran 6) yang mengidentifikasikan tidak adanya perbedaan yang bermakna dari setiap formulasi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan analisis lanjut menggunakan Post Hoc Test Tukey seperti yang tertera pada lampiran 6 yang menunjukkan bahwa perbedaan jumlah komposisi etil selulosa dengan gelatin pada formula 1, 2, dan 3 tidak mempengaruhi pengembangan. Data hasil perhitungan uji persen age swelling (Lampiran 2) pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.


(57)

Tabel 2. Data Uji Persen Age Swelling

Formula Avr ± SD (%)

FI (1:1) 23,73 ± 9,20

F2 (1:1,5) 19,59 ± 3,88

F3 (1:2) 5,22 ± 2,29

Pada Tabel 3 persen age swelling tertinggi terdapat pada F1 dengan perbandingan konsentrasi etil selulosa : gelatin (1:1) sebesar 23,73% ±9,20%. Komposisi etil selulosa pada F1 lebih banyak dibandingkan formula 2 dan 3 menyebabkan membran hidrogel mampu mengembang dan menyerap air lebih banyak sehingga terbentuk sebuah pola F1>F2>F3.

Ikatan silang dalam hidrogel mempunyai kemampuan menyimpan air di dalam struktur porinya dengan cara meregangkan rantainya sehingga dapat membentuk lapisan gel. Adanya peregangan rantai tersebut menyebabkan membran hidrogel dapat mengembang dalam air (swelling) namun tetap dapat mempertahankan bentuk aslinya dan bersifat tidak larut dalam air. Proses regenerasi jaringan membutuhkan asupan nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dan hormon sehingga mengembangnya membran hidrogel mendukung proses tersebut. Semakin tinggi kandungan air yang mampu diserap, maka semakin baik sifat biokompatibilitas suatu membran hidrogel (Ganji et al, 2010).

Biokompatibilitas membran hidrogel secara umum berhubungan dengan sifat hidrofilik. Banyaknya gugus hidrofilik, ikatan silang dan struktur pori mempengaruhi kemampuan swelling dari membran hidrogel


(58)

berpori. Gelatin merupakan polimer yang bersifat hidrofilik sehingga ketika berada dalam air atau cairan tubuh maka akan terjadi pengembangan (swelling) hal ini dikarenakan pada prinsipnya gugus hidrofil yang dimiliki oleh gelatin mampu mengikat air lebih banyak karena gugus hidrofil pada gelatin membuat molekul dari gelatin memiliki afinitas tinggi terhadap air sehingga jika gelatin kontak dengan air maka terjadi hidrasi dan peregangan rantai (Maddu et al, 2006). Gelatin yang dicampur dengan air memiliki ikatan hidrogen pada strukturnya, yang memungkinkannya untuk melakukan ikatan silang dengan gelatin ataupun polimer lainnya. Ikatan hidrogen yang terbentuk disertai dengan penambahan suhu akan memberikan kesempatan kepada etil selulosa untuk membentuk ikatan silang dengan gelatin.

Dutta (2012), menyatakan bahwa semakin sedikit ikatan silang maka persen age swelling semakin tinggi, hal ini dibuktikan dengan hasil penelitiannya persen age swelling dari hidrogel berbasis PVA, PEG dan CaCl2 dalam waktu 3 hari mencapai 350-375% pada jaringan kulit. Hal serupa juga telah dijelaskan oleh Omidian et al, (1994) bahwa semakin tingginya ikatan silang maka densitas ikatan silang juga akan semakin tinggi. Ikatan silang yang tinggi menyebabkan ruang kosong (pores) antara ikatan silang semakin rendah atau sempit sehingga kemampuan swelling dari suatu polimer menurun. Hasil penelitian pada F1 memiliki persentase age swelling yang paling tinggi hal ini dikarenakan faktor– faktor yang tidak dikategorikan. Menurut Gurdag (2013), selulosa


(59)

memiliki struktur yang menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut, namun di dalam selulosa juga terbentuk rangkaian struktur yang tidak tersusun secara teratur sehingga membentuk daerah nonkristalin atau amorf yang menyebabkan selulosa mudah mengembang. Derajat kristalin selulosa dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan seperti pengadukan. Selain itu mengembangnya membran hidrogel juga disebabkan oleh semakin banyaknya gugus aktif dari etil selulosa yang tidak mengalami crosslink dengan gelatin. Menurut Rofifah (2015), gugus aktif tersebut akan dimanfaatkan oleh air untuk membentuk ikatan hidrogen sehingga membran hidrogel mudah mengembang.

c. Weight Loss

Membran hidrogel berpori sebagai scaffold akan mengalami degradasi seiring dengan pertumbuhan jaringan yang dikehendaki. Kehilangan berat atau weight loss pasti terjadi karena dalam aplikasinya membran hidrogel akan selalu terpapar cairan fisiologis selama proses regenerasi. Dalam penelitian ini digunakan interval perendaman dalam NaCl 0,9% yang berbeda yaitu 15 dan 30 menit. Perbedaan waktu menjadi faktor dari jumlah berat yang hilang (weight loss) yaitu semakin lama waktu perendaman semakin banyak berat yang hilang disetiap membran hidrogel (Dutta, 2012). Sampel yang telah direndam kemudian dikeringkan dan ditimbang untuk mengetahui berat kering setelah


(60)

perendaman. Hasil penelitian pada waktu 15 menit dan 30 menit dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 3. Data Uji Weight Loss t = 15 menit

Formula Avr ± SD (%)

FI (1:1) 0,54 ± 0,13 F2 (1:1.5) 0,45 ± 0,01 F3(1:2) 0,71 ± 0,09

Tabel 4. Data Uji Weight Loss t = 30 menit

Formula Avr ± SD (%)

FI (1:1) 0,82± 0,05 F2 (1:1,5) 0,91± 0,06 F3 (1:2) 0,92± 0,05

Berdasarkan analisis statistik pada hasil uji weight loss menggunakan Shapiro-Wilk pada interval waktu 15 menit didapat bahwa data terdistribusi normal dengan nilai P>0,05 (Lampiran 7) untuk F1 dan F3 sedangkan F2 tidak terdistribusi normal (P<0,05). Oleh karena itu dilakukan analisis Kruskal Wallis (Lampiran 7). Hasil analisa dengan menggunakan metode Kruskal Wallis maka didapat hasil bahwa hipotesis 0 (H0) antara formula 1:2 dan formula 1:3 adalah dapat diterima sehingga tidak terdapat perbedaan, sedangkan H0 pada formula 2:3 terdapat perbedaan karena p<0,05. Hasil uji weight loss pada interval waktu 30 menit didapat bahwa data dari ketiga formula adalah terdistribusi normal dengan nilai p>0,05 dan H0 tidak terdapat perbedaan (Lampiran 8).


(61)

Hasil analisis nilai weight loss pada interval 15 menit perbandingan komposisi pada F2 yaitu etil selulosa : gelatin (1:1,5) memiliki nilai rata-rata weight loss paling kecil yaitu 0,45% ± 0,01% dibanding formula yang lain memungkinkan ikatan crosslink yang terbentuk antara etil selulosa dan gelatin lebih kuat sehingga membran lebih lama bertahan dalam proses degradasi. Hal tersebut disebabkan karena adanya pengaruh dari banyaknya ikatan hidrogen yang terbentuk, suhu yang dapat mempengaruhi kemampuan etil selulosa dan gelatin untuk membentuk ikatan silang sehingga dapat menyebabkan perbedaan kerapatan ikatan silang pada membran hidrogel.

Hasil analisis interval waktu 30 menit pada F1 memiliki nilai weight loss paling kecil yaitu 0,82% ± 0,05%. Ketiga formula tidak menunjukkan perbedaan signifikan sehingga perbedaan komposisi pada ketiga formula tidak mempengaruhi weight loss dan membentuk sebuah pola F1 < F2 < F3. Pola tersebut dapat terjadi karena komposisi jumlah gelatin pada F3 lebih tinggi dibandingkan dengan F1 dan F2. Komposisi jumlah gelatin yang tinggi mengakibatkan nilai weight loss tinggi. Menurut Dutta (2012), semakin tinggi nilai weight loss maka semakin cepat membran hidrogel mengalami degradasi hal ini karena adanya hidrasi yang tinggi sehingga rantai antar molekul tidak dapat menahan kekuatan dari luar dan mengakibatkan hilangnya fungsi scaffold karena membran hidrogel lebih cepat larut sebelum terbentuknya sel normal, sedangkan komposisi jumlah etil selulosa yang lebih banyak


(1)

PUTRI NORMASARI 20120350088 | FARMASI FKIK UMY menunjukkan bahwa ikatan silang

yang terjadi merupakan ikatan antara atom hidrogen dengan satu atom elektronegatif dan tertarik ke arah atom elektronegatif lainnya. Mekanisme ikatan secara molekuler yang dimungkinkan terjadi pada penelitian ini adalah terbentuknya ikatan hidrogen yang ditunjukan dengan garis putus-putus pada Gambar 2.

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet. Penambahan gliserin pada formulasi berfungsi sebagai plasticizer yang dapat meningkatkan fleksibilitas membran dan menurunkan sifat barrier membran jika disimpan pada suhu rendah (Wahyuni, 2001). Bahan yang ditambahkan seperti antimikrobial dan gliserin tidak mempengaruhi membran secara molekuler, karena komposisinya yang jauh lebih sedikit.

Metode pembentukan membran hidrogel berpori pada penelitian ini

menggunakan metode ice particle leaching. Menurut Gilson et al (2006), kelebihan dari metode ini adalah pori dapat dikontrol dengan mudah. Hal yang mempengaruhi terbentuknya pori dalam proses ice particle leaching adalah pengadukan, volume polimer dan pelarut yang digunakan.

Analisis karakteristik fisik-mekanik membran hidrogel berpori.

Analisis persen age swelling. Kemampuan membran untuk mengembang dalam larutan NaCl seperti halnya cairan tubuh ditunjukkan dengan data hasil perhitungan uji persen age swelling dapat dilihat pada Tabel 2.

Formula Avr ± SD (%) FI (1:1) 23,73 ± 9,20 F2 (1:1,5) 19,59 ± 3,88 F3 (1:2) 5,22 ± 2,29 Pada Tabel 2 persen age swelling tertinggi terdapat pada F1 dengan perbandingan konsentrasi etil selulosa : gelatin (1:1) sebesar 23,73% ±9,20%. Ikatan silang dalam hidrogel mempunyai kemampuan menyimpan air di dalam struktur porinya dengan cara meregangkan rantainya. Adanya peregangan rantai tersebut menyebabkan membran hidrogel dapat mengembang dalam air (swelling). Banyaknya gugus hidrofilik, ikatan silang dan struktur pori mempengaruhi kemampuan swelling dari membran hidrogel berpori. Gelatin memiliki afinitas


(2)

PUTRI NORMASARI 20120350088 | FARMASI FKIK UMY tinggi terhadap air karena sifat

hidrofiliknya (Maddu et al, 2006). Gelatin yang dicampur dengan air memiliki ikatan hidrogen pada strukturnya, yang memungkinkannya untuk melakukan ikatan silang dengan gelatin ataupun polimer lainnya. Ikatan hidrogen yang terbentuk disertai dengan penambahan suhu akan memberikan kesempatan kepada etil selulosa untuk membentuk ikatan silang dengan gelatin.

Dutta (2012), menyatakan bahwa semakin sedikit ikatan silang maka persen age swelling semakin tinggi, hal ini dibuktikan dengan hasil penelitiannya persen age swelling dari hidrogel berbasis PVA, PEG dan CaCl2 dalam waktu 3 hari mencapai 350-375% pada jaringan kulit. Hal ini jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan.

Analisis weight loss. Karakteristik fisik membran hidrogel dapat diketahui melalui berat membran yang terdegradasi setelah berada pada cairan fisiologis.

Tabel 3. Data Uji Weight Loss t = 15 menit

Formula Avr ± SD (%)

FI 0,54 ± 0,13 F2 0,45 ± 0,01 F3 0,71 ± 0,09 Tabel 4.Data Uji Weight Loss t = 30 menit

Formula Avr ± SD (%)

FI 0,82± 0,05

F2 0,91± 0,06

F3 0,92± 0,05

Hasil analisis nilai weight loss pada interval 15 menit perbandingan komposisi pada F2 yaitu etil selulosa : gelatin (1:1,5) memiliki nilai rata-rata weight loss paling kecil yaitu 0,45% ± 0,01% dibanding formula yang lain memungkinkan ikatan crosslink yang terbentuk antara etil selulosa dan gelatin lebih kuat sehingga membran lebih lama bertahan dalam proses degradasi. Hal tersebut disebabkan karena adanya pengaruh dari banyaknya ikatan hidrogen yang terbentuk, suhu yang dapat mempengaruhi kemampuan etil selulosa dan gelatin untuk membentuk ikatan silang sehingga dapat menyebabkan perbedaan kerapatan ikatan silang pada membran hidrogel. Hasil analisis interval waktu 30 menit pada F1 memiliki nilai weight loss paling kecil yaitu 0,82% ± 0,05%.

Menurut Dutta (2012), semakin tinggi nilai weight loss maka semakin cepat membran hidrogel mengalami degradasi hal ini karena adanya hidrasi yang tinggi sehingga rantai antar molekul tidak dapat menahan kekuatan dari luar dan mengakibatkan hilangnya fungsi scaffold. Penelitian ini menghasilkan nilai weight loss yang jauh lebih kecil dari penelitian sebelumnya. Dutta (2012) menyatakan bahwa agar hidrogel dapat diterima oleh jaringan yang luka, hidrogel berbasis PVA,


(3)

PUTRI NORMASARI 20120350088 | FARMASI FKIK UMY PEG dan CaCl2 menghasilkan nilai

weight loss kurang dari 19% selama 72 jam.

Analisis tensile strength.

Membran hidrogel harus memiliki sifat mekanik yang mendekati sifat mekanik jaringan atau organ tubuh yang dituju sehingga mampu bertahan selama proses regenerasi sel dan tidak mengalami perubahan struktur ketika dikenai gaya dari luar. Ultimate Tensile Strength (UTS) merupakan hasil konversi besarnya beban atau gaya yang diberikan terhadap luas penampang (A) membran yang akan diukur. Penelitian ini menghasilkan konstanta elastisitas (k) paling kecil pada F2 sehingga membran hidrogel pada F2 adalah yang paling elastis. Nilai konstanta elastisitas membran hidrogel jika semakin kecil nilai konstanta maka membran hidrogel akan bersifat elastis yang berarti membran hidrogel membutuhkan sejumlah gaya (N) yang kecil untuk menghasilkan setiap meter (m) pertambahan panjang. Berikut table nilai konstanta elastisitas. Tabel 5. Data Konstanta Elastisitas (k)

Formula Avr ± SD (N/m)

FI 59,22 ± 15,68

F2 48,47 ± 20,58

F3 53,57 ± 19,40

Besarnya Ultimate Tensile Strength (UTS) yang didapatkan dalam membran hidrogel dengan berbagai

perbandingan formulasi

menghasilkan nilai UTS terkecil pada F1. Nilai UTS pada formulasi membran hidrogel yang telah dianalisis tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jacquemoud et al, (2007) tentang sifat mekanik kulit menunjukkan bahwa kulit memiliki nilai UTS (Ultimate tensile strength) sebesar 3±1,5 Mpa. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Arvanitoyannis et al (1997), komposisi gelatin yang lebih banyak menghasilkan nilai UTS lebih besar dibanding formula lain ini disebabkan oleh sifat deformasi plastis, bentuk anyaman dan protein dalam kolagen yang dimiliki gelatin. Struktur morfologi membran dengan SEM. Chiono et al (2009), mengatakan bahwa dalam penggunaannya sebagai scaffold, material harus memiliki bentuk morfologi yang sesuai dengan jaringan yang dituju untuk menghindari terbentuknya jaringan parut pada saat proses regenerasi.

Gambar 2 (A) menunjukkan hasil SEM pada perbesaran 3.000 kali dengan ukuran pori terbesar 2,830 µm, gambar (B) pada perbesaran 10.000 kali dengan ukuran pori terbesar 1,404 µm. Menurut Gilson (2006), pori yang terbentuk dengan menggunakan metode ice particle leaching pada membran memiliki ukuran 400 μm. Perbedaan ukuran pori disebabkan oleh adanya pengaruh dari luar seperti perubahan suhu secara drastis yang tidak


(4)

PUTRI NORMASARI 20120350088 | FARMASI FKIK UMY terkontrol saat proses pembekuan

dan pelelehan hidrogel. Perbedaan ukuran juga disebabkan oleh kecepatan dan lama pengadukan campuran polimer saat pembuatan membran hidrogel serta perbedaan sisi permukaan yang diuji.

A

B

Gambar 2. Hasil Uji SEM KESIMPULAN

1. Kombinasi etil selulosa dan gelatin dapat diformulasikan menjadi membran hidrogel berpori dengan metode ice particle leaching menggunakan butiran es sebagai agen pembentuk pori.

2. Karakteristik membran hidrogel berpori yang dihasilkan dari ketiga formulasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Hasil analisis organoleptik

membran hidrogel

menghasilkan tingkat

kehalusan yang paling tinggi yaitu F3, sedangkan yang paling elastis adalah F1. b. Hasil persen age swelling

paling besar terdapat pada F1 dengan perbandingan komposisi etil selulosa : gelatin (1:1) yakni sebesar 23,73 ± 9,20%.

c. Nilai weight loss t=15 menit pada F2 memiliki nilai paling kecil sebesar 0,45 ± 0,01. Weight loss t=30 menit pada F1 memiliki nilai paling kecil sebesar 0,82 ± 0,05.

d. Hasil perhitungan konstanta elastisitas (k) menunjukkan F2 memiliki nilai paling kecil dengan perbandingan komposisi jumlah etil selulosa : gelatin (1:1,5) yakni sebesar 48,477 x 103N/m ± 20,584 x 103N/m dan nilai Ultimate Tensile Strength (UTS) paling kecil terdapat pada F1 sebesar 0,8967 MPa.

e. Struktur morfologi pada formula 3 yang diamati

menggunakan SEM

menggambarkan bentuk pori paling besar dengan ukuran 2,830 μm pada perbesaran 3.000 kali.

SARAN

1. Perlu dilakukan reformulasi lebih lanjut dan eksplorasi jenis material lain untuk


(5)

PUTRI NORMASARI 20120350088 | FARMASI FKIK UMY menghasilkan membran hidrogel

berpori dengan karakteristik fisik-mekanik yang baik.

Perlu dilakukan kontrol dan evaluasi dalam teknik formulasi ice particle leaching yaitu evaluasi terhadap perbandingan jumlah pemberian butiran es untuk menghasilkan ukuran pori yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Trimurni, 2007, Inovasi Perawatan Konservasi Gigi Melalui Teknologi Tissue Engineering, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan, 4-13

Arvanitoyannis I.E, Psomiadou A, Nakayama S, Aiba dan N. Yamamoto. 1997. Edible film made from gelatin, soluble starch and polyols, Part 3. Int. J. Food Chem. 60(4), p593-604.

Chang, C.H., Liu, H.C., Lin, C.C., Chou, C.H., Lin, F.H., 2003, Gelatin chondroitin–hyaluronan tri-copolymer scaffold for cartilage tissue engineering, Biomaterials 24, p4853–4858. Chiono V, Tonda-Turo C, Ciardelli

G., 2009, Chapter 9: Artificial scaffolds for peripheral nerve reconstruction, 87, p173-98.

Dutta, J. 2012. Synthesis and Characterization of γ-irradiated PVA/PEG/CaCl2 Hydrogel for Wound Dressing. Department of Chemistry, Disha Institute of Management and Technology, Satya Vihar, India

Fatimi, A., Tassin, J-F., Turczyn, R., Axelos, M.AV., dan Weiss, P, 2 Gelation Studies of a cellulose-based biohydrogel: the influence of pH, temperature and sterilization, Acta Biomater, 5(9), p3423-3432

Gilson K., M.S. Ktm., H.B. Lee, 2006, A Manual for Biomaterials Scaffold Fabrication Technology, vol 4 Jacquemoud, C., Bruyere-Garnier, K.

Dan Coret, M, 2007, Methodology

to determine failure

characteristics of planar soft tissues using a dynamic tensile

test, Journal of

Biomechanics 40(2), p468-475. Maddu A., Kun M., sar S., Hamdani

Z., 2006, “Pengaruh Kelembaban Terhadap Sifat Optik Film Gelatin”, vol. 10, no. 1,: p30-34 Murtaza, 2012, Ethyl Cellulose

Microparticles: A Review, vol. 69, no.1, pp. 11-22

Shokri, J., Adibkia, K. 2013. Application of Cellulose and Cellulose Derivatives in Pharmaceutical Industries. University of India.

Syed K.H. Gulrez, Saphwan Al-Assaf and Gyln O Philips 2011, Method s of Preparation, Characterisation and Applications. Intech

Wahyuni, S (2001), Mempelajari Karakteristik Fisik dan Kimia Edible Film Gelatin Tulang Domba dengan Plasticizer Gliserol”,Skripsi Jurusan Ilmu

Produksi Ternak

Fak.Peternakan,IPB

Young, Wong M. Tabata Y. Mikos AG., 2005. Gelatin as a delivery


(6)

PUTRI NORMASARI 20120350088 | FARMASI FKIK UMY vehicle for the controlled release of