Campur Kode Landasan Teori

daerah. Dan ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antar anggota keluarga, atau antar teman yang sudah karib, yang biasanya ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang seringkali tidak jelas. Hal ini dikarenakan antar partisipan sudah memiliki pengetahuan yang sama.

3. Campur Kode

Di dalam linguistik ada suatu kajian yang dinamakan dengan sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah suatu ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat. Kridalaksana 1978: 94 dalam Chaer 2004: 3 mengatakan bahwa sosiolinguistik didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa. Jadi sosiolinguistik adalah suatu ilmu yang mempelajari bahasa dan penggunaannya dalam masyarakat. Dalam sosiolinguistik ada kajian yang membahas tentang penggunaan dua bahasa atau lebih dalam satu kalimat atau ujaran atau paragraf yang disebut campur kode. Campur kode merupakan akibat dari bilingualisme, karena untuk dapat melakukan campur kode, seseorang setidaknya harus menguasai dua bahasa atau bilingual. Campur kode adalah penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa. Yang termasuk di dalamnya adalah pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dsb. Campur kode adalah proses yang sama yang digunakan untuk membuat bahasa pidgin, tetapi perbedaannya adalah bahasa pidgin diciptakan di dalam kelompok-kelompok yang tidak menggunakan satu bahasa yang sama, sedangkan campur kode terjadi ketika para penutur multilingual menggunakan satu bahasa yang sama atau lebih. Campur kode code-mixing terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Thelander 1976: 103 dalam Chaer 2004: 115 menjelaskan perbedaan alih kode dan campur kode, bila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain maka disebut alih kode, sedangkan apabila dalam suatu peristiwa tutur , klausa- klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran serta tidak lagi mendukung fungsinya sendiri-sendiri maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode. Namun demikian, Wardhaugh 2006:101 mengatakan bahwa alih kode juga dapat disebut sebagai campur kode.

4. Iklan