Pengelasan Titik

K. Pengelasan Titik

  Dewasa ini, industri perkereta-apian di Indonesia berkembang cukup pesat, seiring dengan perkembangan teknologi. PT INKA, Madiun, sebagai pabrik pembuat gerbong, terus mengembangkan konstruksi gerbong-gerbong produknya. Salah satu pengembangan konstruksi gerbong yang dilakukan adalah akan digunakannya kerangka dari baja karbon rendah dan dinding samping (side wall) dari baja tahan karat (stainless steel) SUS 304 yang disambung dengan teknik pengelasan titik (spot welding atau disingkat SW), yang merupakan salah satu jenis las tahanan listrik (resistance welding atau disingkat RW) (Leman A., 2003).

  Dibandingkan metode pengelasan lain, RW lebih menguntungkan dipandang dari sisi kimia, struktur, dan karakteristik fisik (Rossi, 1954). Keuntungan lainnya adalah tidak diperlukan filler, proses penyambungan singkat, kecil kemungkinan terjadi distorsi, dan dimensi akhir lebih Dibandingkan metode pengelasan lain, RW lebih menguntungkan dipandang dari sisi kimia, struktur, dan karakteristik fisik (Rossi, 1954). Keuntungan lainnya adalah tidak diperlukan filler, proses penyambungan singkat, kecil kemungkinan terjadi distorsi, dan dimensi akhir lebih

  Pada hakekatnya RW adalah proses produksi yang dipakai untuk menyambung logam yang tidak terlalu tebal sehingga dapat saling ditumpang-tindihkan (Amstead, et.al., 1978; Ostwald dan Muñoz, 1997). Sambungan tumpang tindih ini menimbulkan celah yang menjadi stress-raiser pada beban fatik dan menjadi sumber korosi (Rossi, 1954). Tiga parameter yang harus dipertimbangkan pada RW, dinyatakan oleh (Rossi, 1954):

  Q 2  KI Rt ……………………………………….................................. (1)

  dengan, Q =

  Masukan panas (Joule)

  I = Arus pengelasan (amp) R = Tahanan (ohm) t

  = Waktu pengelasan (detik) K = Faktor kerugian panas total akibat, radiasi, konveksi dan konduksi Distribusi suhu pada SW ditunjukkan pada gambar 1.7.

  Gambar 1.7. Grafik distribusi tahanan dan suhu sebagai fungsi dari lokasi pada las

  tahanan titik (Messler, 1999: 237)

  Siklus pengelasan dasar SW, terbagi dalam empat periode (Messler, 1999), yaitu: (1) Waktu penekanan (squeeze time –ST), yaitu selang waktu ketika elektroda menyentuh dan mulai menekan logam. (2) Waktu pengelasan (weld time –WT), yaitu ketika arus listrik dialirkan di antara kedua logam sehingga timbul panas yang cukup untuk menyambung logam. (3) Waktu penahanan (hold time –HT), yaitu ketika elektroda masih menekan tetapi arus listrik telah dihentikan. HT kadang-kadang juga di kenal sebagai cooling time (CT), karena pada selang waktu ini dapat diberikan laju pendinginan tertentu. (4) Waktu jeda (off time –OT), yaitu ketika tekanan elektroda dilepas dan benda kerja diambil sehingga dapat dilakukan pengelasan berikunya. Siklus pengelasan ini ditunjukkan pada gambar 1.7.

  Panas yang terjadi pada proses pengelasan akan mempengaruhi distribusi suhu, tegangan sisa dan distorsi. Panas juga mempengaruhi transformasi fasa yang selanjutnya berpengaruh pada struktur mikro dan sifat-sifat fisis dan mekanis las.

  SW membutuhkan 2 hal penting yaitu: energi panas dan energi mekanis berupa tekanan. Energi panas yang disalurkan ke logam melalui elektroda akan terdistribusi tidak merata, mencapai maksimum pada pusat dan berkurang pada jarak yang semakin jauh dari pusat. Pada kenyataannya perpindahan panas dari sumber panas ke benda lasan berjalan tidak sempurna, ditandai dengan adanya panas yang hilang ke lingkungan. Besarnya panas yang hilang menentukan efisiensi perpindahan panas. Perpindahan panas pada pengelasan sebagian besar terjadi secara konduksi dan hanya sebagian kecil SW membutuhkan 2 hal penting yaitu: energi panas dan energi mekanis berupa tekanan. Energi panas yang disalurkan ke logam melalui elektroda akan terdistribusi tidak merata, mencapai maksimum pada pusat dan berkurang pada jarak yang semakin jauh dari pusat. Pada kenyataannya perpindahan panas dari sumber panas ke benda lasan berjalan tidak sempurna, ditandai dengan adanya panas yang hilang ke lingkungan. Besarnya panas yang hilang menentukan efisiensi perpindahan panas. Perpindahan panas pada pengelasan sebagian besar terjadi secara konduksi dan hanya sebagian kecil

  Sumber panas sesaat merupakan bentuk penyederhanaan pada pengelasan, yaitu waktu pemanasan dan pendinginan berlangsung pada waktu yang pendek seperti pada las titik. Pada kondisi steady state, model perpindahan panas dinyatakan dengan persamaan berikut (Radaj, 1992):

  d T d T d T 1  dT

  2 

  ……………………………………………. (2)

  dx

  dy

  dz

   dt

  Apabila sumber panas Q dianggap sebagai titik yang bekerja pada plat tipis infinite dengan ketebalan pada arah z, sehingga panas mengalir dalam 2 dimensi, maka distribusi suhu dinyatakan oleh persamaan berikut (Radaj, 1992):

  T  To 

  2 Q

   r 2 4  t

  e

  3 2 …..…………..…..…………………… (3)

   c ( 4  at )

  2 2 dengan: r 2 =x +y (mm)

  Q

  = Masukan panas (J)

  0  = Massa jenis (grmm ) T-To = Distribusi perubahan suhu ( C)

  c = Kapasitas panas (Jgr 0 C)

  t

  = Waktu pengelasan (s)

  2  = Difusivitas (mm s)

  Distribusi panas pada pengelasan titik terhadap waktu diperlihatkan pada gambar 1.8.

  Gambar 1.8. Variasi suhu terhadap waktu pada suatu jarak tertentu ketika suhu puncak

  1500 0 C (Lancaster, 1999: 150)