Pengamatan Parameter Genetik Pada Generasi M3 Tanaman Kedelai (Glycine max L. (Merrill.)) Berdasarkan Kehijauan Daun dan Produksi Tinggi

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T.2005. Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan
Pengoptimalan Peran Bintil Akar Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Atman. 2009. Strategi Peningkata Produksi Kedelai di Indonesia. J. Imiah
Tambua Vol 8 (1) : 39-45.
Barus, J. 2013. Potensi Pengembangan dan Budidaya Kedelai pada Lahan
Suboptimal di Lampung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Lampung.
BATAN. 2006. Kelompok Pemuliaan Tanaman. Diakses
http://www.batan.go.id/p3tir/pertanian/pemuliaan/pemuliaan.htm.
Pada tanggal 19 Juli 2015.
Campbell, N.A, J.B. Reece, dan L.G. Mitchell.
(Terjemahan) Erlangga, Jakarta.

2003.

melalui
Diakses

Biologi Jilid 1

Hanafiah, D. S. 2007. Respon Pertumbuhan dan Produksi Mentimun (Cucumis

sativus L) dengan Mutagen Kolkhisin. Repositori Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Hanafiah, D. S., S. Trikosoeningtyas, D. Yahya, dan Wirnas. 2010. Studi
Radiosensitivitas Kedelai (Glycine max L(Merril)) Varietas Agromulyo
Melalui Iradiasi Sinar Gamma. J. Bionatura Vol 12 (2) : 105- 111.
Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2. Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta.
Hendriyani, I. S dan N. Setiari. 2009. Kandungan Klorofil dan Pertumbuhan
Kacang Panjang (Vigna sinensis) pada Tingkat Penyediaan Air yang
Berbeda. J. Sains & Mat. Vol 17(3): 145-150.
Irwan, A.W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merill).
Universitas Padjajaran, Bandung.
Laily, D. W., Syafrial, dan Heriyanto. 2014. Dampak Kebijakan Ekonomi
Terhadap Penghematan Devisa Negara dari Perdagangan Internasional
Kedelai Indonesia. Jurnal. Universitas Brawijaya, Malang.
Meirina, T., D. Sri, dan H. Sri. 2008. Produktivitas kedelai (Glycine max (L)
Merrill var Lokal) yang Diperlakukan Dengan Pupuk Organik Cair
Lengkap Pada Dosis dan Waktu Pemupukan Yang Berbeda. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Misniar, R. P. 2008. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Keragaan

Tanaman Aglaonema sp. Institut Pertanian Bogor, Bogor

33

Universitas Sumatera Utara

Muhuria, L., N. T. Kartika, K. Nurul, Trikoesoemaningtyas, dan S. Didy. 2006.
Adaptasi
Tanaman
Kedelai
Terhadap
Intensitas
Cahaya
Rendah : Karakter Daun untuk Efisiensi Penangkapan Cahaya.
J. Bul. Agron Vol. 34(3). 133 – 140.
Mustaqim, I. 2015. Keragaman Morfologi danGenotif Tanaman Kedelai
(Glycine max L. Merrill) Hasil
Iradiasi
Sinar Gamma Pada
Generasi M2. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Nasaruddin dan Parawansa. 2010. Pertumbuhan dan Evaluasi Kandungan
Nitrogen Melalui Indikasi Warna Daun pada Tanaman Kakao
(Theobroma Cacao L.) Belum Menghasilkan. J. Agrisistem Vol 6 No 2.
65-76.
Oktavina, Z. 2011. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Pertumbuhan
Anggrek Hibrid Dendrobium schulerii x May Neal Wrap secara in vitro.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Permata, J. D. 2002. Analisa Sistem Agribisnis Kedelai. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Purba, K. R., S.B. Eva, dan N. Isman. 2013. Induksi Mutasi Radiasi Sinar Gamma
Pada Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine mac (L) Merril). J. Online
Agroekotek Vol 1 (2) : 154-165.
Ritonga, A. W. dan D. Sukma. 2009. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Terhadap
Keragaan Dua Varietas Aglaonema. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ratma, R dan A.M. R. Sumanggono. 1998. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma
Terhadap Mutasi Klorofil dan Variasi Genetik Sifat Agronomi pada
Tanaman Kedelai. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN.
Steenis, V. C. G. G. J., den Hoed, D.,Bloembergen, S., dan Eyma, P.J., 2003.
Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Edisi Kesembilan. PT Pradnya Paramita.
Jakarta.

Suharni, S. 2004. Evaluasi Morologi, Anatomi, Fisiologi Dan Sitologi Tanaman
Rumput Pakan Yang Medapat Perlakuan Kolkhisin. Tesis. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Sundarsih dan Y. Kurniati. 2009. Pengaruh Waktu dan Suhu Perendaman Kedelai
Pada Tingkat Kesempurnaan Ekstraksi Protein Kedelai Dalam Pembuatan
Tahu. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Syafni. 2013. Mutasi Anggrek Dendrobium. J. Agroinovasi. Edisi 25 No. 3525
Tahun XLIV.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

34

Universitas Sumatera Utara

Syukur, S. 2000. Efek Iradiasi Gamma pada Pembentukan Variasi Klon dari
Catharantus roseus [L.] Don. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi. Biochemistry
Biotechnology Lab. Andalas University Padang. Padang. 33-37.
Wagadara, M. 2008. Pengaruh Sinar Gamma Pada Buah Terhadap Keragaan
Tanaman Anthurium (Anthurium andreanum). Institut Pertanian Bogor.

Bogor.
Zakiah. 2011. Dampak Impor Terhadap Produksi Kedelai Nasional. J. Agrisep.
Vol 12 No 1 : 1-10.

35

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dilahan Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

25 meter di atas

permukaan laut, yang di mulai dari bulan Agustus 2015 sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai hasil
radiasi sinar gamma Anjasmoro yang merupakan benih generasi ke-3 , dengan
taraf 100 Gy, 200 Gy dan 300 Gy sebagai objek yang diamati, kapur dolomit

sebagai bahan tambahan untuk menggemburkan dan menetralkan pH tanah, pupuk
kandang sebagai tambahan bahan organik, pupuk anorganik (Urea, KCl, TSP),
insektisida untuk mengendalikan hama, fungisida untuk mengendalikan jamur,
dan bahan-bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan adalah cangkul, parang, pacak sampel, handsprayer
sebagai alat aplikasi insektisida dan fungisida, timbangan analitik, gembor,
meteran untuk mengukur luas lahan dan tinggi tanaman, tali plastik, alat tulis,
kalkulator, kertas label dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan benih M3 Anjasmoro hasil dari perlakuan
iradiasi sinar gamma (I) dengan 3 taraf, yaitu :
P0 = Benih A0(Anjasmorodengan perlakuan kontrol)
P1 = Benih M3A100(Anjasmoro hasil dari perlakuan dosis radiasi 100 Gray)
P2=Benih M3A200(Anjasmoro hasil dari perlakuan dosis radiasi 200 Gray)
P3= Benih M3A300(Anjasmoro hasil dari perlakuan dosis radiasi 300 Gray)

13

Universitas Sumatera Utara


Jarak Tanam

: 40 cm x 20 cm

Jumlah plot

: 16 plot

Ukuran plot

: 100 cm x 100 cm

Jarak antar plot

: 50 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut:
Yij = µ + ρi + αj + Σij
Yij = Hasil pengamatan blok ke-i akibat perbedaan aksesi tanaman jenis ke-j

µ

= Nilai tengah

ρi

= Efek dari blok ke-i

αj

= Efek perbedaan aksesi tanaman dari jenis ke-j

Σij = Galat percobaan dari blok ke-i dan aksesi tanaman jenis ke-j
Data dianalisis dengan analisis sidik ragam, perlakuan yang nyata
dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf α=5% (Steel dan Torrie, 1995).
Heritabilitas

σ² G
h² = --------σ²P
σ ² G = varians Genotipe

σ ² P = varians Fenotipe

Kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut :
h2 > 0,5

: tinggi

h2 0,2 – 0,5

: sedang

h2< 0,2

: rendah

(Stansfield, 1991 ).

14

Universitas Sumatera Utara


Koefisien Keragaman Genotipe (KKG)

σ²G

= akar kuadrat varians genotipe

X

= nilai contoh suatu sifat

Kriteria pembagian koefisiensi keragaman genotipe menurut Murdaningsih (1988
dalam Masnenah, 1997) sebagai berikut :
1. Rendah (KKG = 0 %-6.8%)
2. Agak Rendah (KKG= 6.9 %- 13.6 %)
3. Agak tinggi (KKG = 13.7 %- 22%)
4. tinggi (KKG > 22 %)
Koefisien Keragaman Fenotipe (KKF)

σf


= akar kuadrat varians fenotipe

X

= nilai contoh suatu sifat

Sedangkan kriteria pembagian koefisiensi keragaman fenotipe sebagai berikut:
1. Rendah (KKF = 0 % -5.4%)
2. Agak Rendah (KKF= 5.5 % - 10.84 %)
3. Agak tinggi (KKF = 10.85 % - 16%)
4. tinggi (KKF > 16 %)

15

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan vegetasi gulma,
sampah/kotoran, bebatuan, dan bongkahan kayu. Tempat penelitian dekat dengan
sumber air, bebas mendapat cahaya matahari dan areal tanam tidak tergenang air.
Kemudian dibuat bedengan atau plot dengan ukuran 80 cm x 200 cm, kemudian
dibuat saluran drainase antar plot atau bedengan dengan lebar 50 cm. Bedengan
diolah menggunakan cangkul dan digemburkan pada tahap ke-2 dicampur dengan
kompos .
Penanaman
Benih kedelai M3 dengan 4 taraf, yaitu 0 Gy (Kontrol), 100 Gy, 200 Gy
dan 300 Gy di rendam dalam air selama + 15 Menit. Lubang tanam dibuat dengan
menggunakan tugal sedalam ± 3cm, dengan jarak tanam 40cm x 20cm. Dimana
setiap lubang tanam dimasukkan 1 biji per lubang tanam kemudian ditutupi
dengan kompos atau top soil.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada saat awal penanaman sesuai dengan dosis
anjuran kebutuhan pupuk kedelai yaitu 100 kg Urea/ha (0,625 g/lubang tanam),
200 kg TSP/ha (1,25 g/lubang tanam) dan 100 kg KCl/ha (0,625 g/lubang tanam).
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari,
disesuaikan dengan keadaan cuaca.

16

Universitas Sumatera Utara

Penyiangan
Penyiangan

bertujuan

untuk

membebaskantanaman

dari

tanaman

pengganggu (gulma).Penyiangan dapat dilakukan dua kali tergantung kondisi,
yaitu padasaat tanaman berumur 2-3 minggu dan 5-6minggu setelah tanam,
tergantung pada keadaangulma.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian

hama

dilakukan

jika

terjadi

serangan,

dengan

menyemprotkan insektisida dengan konsentrasi 2 cc/liter air. Sedangkan
pengendalian penyakit dengan menggunakan fungisida dengan dosis 2 cc/liter.
Pengendalian disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Panen
Panen dilakukan dengan cara memetik polong satu persatu dengan
menggunakan tangan. Panen dilakukan pada tanaman yang berumur 76 – 85 hari.
Kriteria panen kedelai ditandai dengan kulit polong sudah berwarna kuning
kecoklatan sebanyak 95% dan daun sudah berguguran tetapi bukan karena adanya
serangan hama dan penyakit.
Parameter Pengamatan
Kehijauan Daun
Pengukuran tingkat Kehijauan daun dilakukan pada saat V5 (masa
vegetatif tertinggi sebelum memasuki fase generatif) dan R6 (masa pementukan
biji penuh dalam polong) dengan menggunakan alat yaitu, klorofil meter.
Umur Tanaman Berbunga (hari)
Pengamatan umurtanaman berbunga diamati tiap tanaman dilakukan
apabilabunga telah keluar dari ketiak daun, diamati tiap tanaman.

17

Universitas Sumatera Utara

Umur Panen (hari)
Pengamatan umur panen dihitung ketika polong kedelai telah mencapai
warna polong matang

90 % yang ditandai dengan warna kecoklatan pada

polong.
Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman kedelai dilakukan hingga titik tumbuh batang
utama pada akhir penelitian dengan menggunakan meteran.
Jumlah Cabang Produktif per Tanaman (cabang)
Cabang yang dihitung adalah cabang yang keluar dari batang utama dan
dilakukan pada saat panen.
Jumlah Polong Berisi per tanaman (polong)
Polong berisi diamati saat panen, dengan cara menghitung polong yang
berisi sempurna pada tiap tanaman.
Jumlah Biji per Polong (biji)
Jumlah biji dihitung dengan cara menghitung banyaknya biji yang terdapat
dalam satu polong, dan biji yang dihitung adalah biji yang berisi sempurna.
Caranya polong dibuka dan biji didalamnya dihitung tiap polong per tanaman.
Bobot 100 Biji (g)
Pengamatan dilakukan setelah panen, bobot dari 100 butir biji kering
ditimbang dari setiap tanaman.
Bobot Biji per Tanaman (g)
Penimbangan dilakukan dengan menimbang seluruh biji per tanaman dari
masing-masing perlakuan pada tanaman sampel dengan menggunakan timbangan
analitik.

18

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kehijauan Daun
Hasil pengamatan kehijauan daun beserta analisis sidik ragam dapat dilihat
pada Lampiran 6 dan Lampiran 7 diketahui bahwa pada tanaman kedelai
anjasmoro turunan ketiga hasil perlakuan dosis iradiasi sinar gamma tidak berbeda
nyata terhadap peubah amatan tingkat kehijauan daun pada pengamatan masa
vegetatif (V5), tetapi berbeda nyata pada pengamatan masa gen eratif (R6).
Tabel 1.

Rataan pengamatan tingkat kehijauan daun pada masa vegetative
(V5)
dan
masa
generatif
(R6)
dengan
perlakuan
tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Minggu pengamatan
Perlakuan
Masa Vegetatif (V5)
Masa Generatif (R6)
A0

39,12

49,36a

M3A100

39,08

44,29c

M3A200

39,67

45,90b

M3A300

37,61

43,86c

Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji
Duncan pada taraf α = 5%

Berdasarkan Tabel 1 pengamatan tingkat kehijauan daun pada masa
generatif (R6) dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada A0
(49,36) yang berbeda nyata dengan M3A200 (45,90) yang berbeda nyata
denganM3A100 (44,29) dan M3A300 (43,86) .
Umur Berbunga Tanaman (HST) dan Umur Panen (HST)
Hasil pengamatan umur berbunga tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 8 dan hasil pengamatan umur panen tanaman beserta
analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil sidik ragam
diketahui bahwa pada tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil perlakuan

19

Universitas Sumatera Utara

dosis iradiasi sinar gamma berbeda nyata terhadap parameter umur berbunga dan
umur panen tanaman.
Tabel 2.

Rataan pengamatan umur berbunga tanaman (HST) dan umur panen
tanaman (HST) dengan perlakuan tanaman kedelai anjasmoro turunan
ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan
Umur berbunga (HST)
Umur panen (HST)
A0

35,20b

89,25b

M3A100

36,50a

89,95b

M3A200

36,60a

89,80b

M3A300

36,75a

100,05a

Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji
Duncan pada taraf α = 5%

Berdasarkan Tabel 2 pengamatan umur berbunga tanaman dapat dilihat
bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A300 (36,75 HST), M3A200
(36,60 HST), dan M3A100 (36,50 HST) yang berbeda nyata terhadap A0 (35,20).
Sedangkan untuk umur panen tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan
tertinggi terdapat pada M3A300 (100,05 HST) yang berbeda nyata terhadap M3A100
(89,95 HST), M3A200 (89,80 HST) dan M3A0 (35,20 HST).
Tinggi Tanaman (cm) dan Jumlah Cabang Produktif per Tanaman
Hasil pengamatan tinggi tanaman beserta analisis sidik ragam dapat dilihat
pada Lampiran 10. Sedangkan hasil pengamatan jumlah cabang tanaman beserta
analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil sidik
ragam diketahui bahwa pada tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil
perlakuan dosis iradiasi sinar gamma tidak nyata terhadap parameter tinggi
tanaman dan berbeda sangat nyata terhadap parameter jumlah cabang.

20

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.

Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan tanaman kedelai
anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah cabang
A0

54,22

4,3c

M3A100

56,63

7,9b

M3A200

54,18

9,7a

M3A300

49,39

6,7b

Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji
Duncan pada taraf α = 5%

Berdasarkan Tabel 3 pengamatan tinggi tanaman dapat dilihat bahwa
perlakuan iradiasi sinar gamma dengan taraf yang berbeda tidak nyata terhadap
tinggi tanaman kedelai anjasmoro. Sedangkan pada pengamatan jumlah cabang
tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (9,7)
yang berbeda nyata terhadap M3A100 (7,9), M3A300 (6,7) dan A0 (4,3) tetapi pada
perlakuan M3A100 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A300.
Jumlah Polong
Hasil pengamatan polong berisi 1 tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 12. Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui pada
generasi M3 jumlah polong berisi 1, 2, 3,dan 4 berbeda nyata. Rataan jumlah
polong berisi 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.

Rataan polong berisi tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai
anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan
polong isi 1
polong isi 2
polong isi 3 polong isi 4
A0

7,6b

36,6c

27,35b

0b

M3A100

9,25b

61,75b

38,9a

0,25ab

M3A200

16,3a

85,65a

42,75a

0,65a

M3A300

8,9b

53,2b

28,2b

0,35ab

Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji
Duncan pada taraf α = 5%

21

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 4 pengamatan polong berisi 1 tanaman dapat dilihat
bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (16,3) yang berbeda nyata
terhadap M3A100 (9,25), M3A300 (8,9) dan A0 (7,6) tetapi pada perlakuan M3A100
berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A300 dan A0. Pada polong berisi 2
tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200
(85,65) yang berbeda nyata terhadap M3A100 (61,75) dan A0 (36,6) tetapi pada
perlakuan M3A0 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A300. Pada polong
berisi 3 tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada
M3A200 (42,75) yang berbeda nyata terhadap M3A300 (28,2) dan A0 (27,35) tetapi
pada perlakuan M3A200berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A100. Serta
polong berisi 4 tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat
pada M3A200 (0,65) yang berbeda nyata terhadap M3A300 (0,35), M3A100 (0,25),
dan A0 (0) tetapi pada perlakuan M3A300 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan
M3A100.
Jumlah Polong Per Tanaman
Hasil pengamatan jumlah polong per tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 16. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa
pada tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil perlakuan dosis iradiasi
sinar gamma berbeda sangat nyata terhadap parameter jumlah polong per
tanaman.

22

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.

Rataan jumlah polong per tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai
anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan
Rataan jumlah polong per tanaman
A0

71,55c

M3A100

110,15b

M3A200

145,4a

M3A300

90,65c

Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji
Duncan pada taraf α = 5%

Berdasarkan Tabel 5 pengamatan bobot biji tanaman dapat dilihat bahwa
rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (145,4) yang berbeda nyata
terhadap M3A100 (110,15), M3A300 (90,65), dan A0 (75,55) tetapi pada perlakuan
M3A300 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A0.
Jumlah Biji per Polong (biji)
Hasil pengamatan biji polong berisi 1 tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 17. Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui pada
generasi M3 jumlah biji 1, 2, 3,dan 4 berbeda nyata. Rataan jumlah biji 1, 2, 3 dan
4 dapat dilihat pada Tabel 11
Tabel 6.

Rataan biji polong berisi tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai
anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
jumlah biji
jumlah biji
jumlah biji
jumlah biji
Perlakuan
polong isi 1
polong isi2
polong isi3
polong isi4
A0

7,6b

60,55c

68,95b

0b

M3A100

8,8b

108,65b

96a

0,65ab

M3A200

15,8a

148,95a

101,6a

1,7a

M3A300

8,2b

81,35c

56b

0,8ab

Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji
Duncan pada taraf α = 5%

Berdasarkan Tabel 6 pengamatan biji polong berisi 1tanaman dapat dilihat
bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (15,8) yang berbeda nyata

23

Universitas Sumatera Utara

terhadap M3A100 (8,8), M3A300 (8,2), dan A0 (7,6) tetapi pada perlakuan M3A300
berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A100 dan A0. Pada biji polong berisi 2
tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200
(148,95) yang berbeda nyata terhadap M3A100 (108,65), M3A300 (81,35), dan A0
(60,55) tetapi pada perlakuan M3A100 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan
M3A300. Padabiji polong berisi 3 tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan
tertinggi terdapat pada M3A200 (101,6) yang berbeda nyata terhadap A0 (68,95)
dan M3A300 (56) tetapi pada perlakuan M3A200 berbeda tidak nyata terhadap
perlakuan M3A100 dan perlakuan A0 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan
M3A300. Dan padabiji polong berisi 4 tanaman dapat dilihat bahwa rataan
perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (1,7) yang berbeda nyata terhadap
M3A300 (0,8), M3A100 (0,65), dan A0 (0) tetapi pada perlakuan M3A300 berbeda
tidak nyata terhadap perlakuan M3A100.
Jumlah Biji Per Tanaman
Hasil pengamatan jumlah biji per tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 21. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa
pada tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil perlakuan dosis iradiasi
sinar gamma berbeda sangat nyata terhadap parameter jumlah biji per tanaman.
Tabel 7.

Rataan jumlah biji per tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai
anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan
Rataan jumlah biji per tanaman
A0

137,1c

M3A100

214,1b

M3A200

268,05a

M3A300

146,35c

Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji
Duncan pada taraf α = 5%

24

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 7 pengamatan bobot biji tanaman dapat dilihat bahwa
rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (268,05) yang berbeda nyata
terhadap M3A100 (214,1), M3A300 (146,35), dan A0 (137,1) tetapi pada perlakuan
M3A300 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan A0.
Bobot Biji per Tanaman
Hasil pengamatan bobot biji tanaman beserta analisis sidik ragam dapat
dilihat pada Lampiran 22. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pada
tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil perlakuan dosis iradiasi sinar
gamma berbeda sangat nyata terhadap parameter bobot biji.
Tabel 8.

Rataan bobot biji per tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai
anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan
Rataan bobot biji / tanaman
A0

24,5c

M3A100

35,01b

M3A200

43,76a

M3A300

27,275c

Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji
Duncan pada taraf α = 5%

Dari Tabel 8 pengamatan bobot biji tanaman dapat dilihat bahwa rataan
perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (43,7) yang berbeda nyata terhadap
M3A100 (35,01), M3A300 (27,275), dan A0 (24,5) tetapi pada perlakuan M3A300
berbeda tidak nyata terhadap perlakuan A0.
Bobot 100 Biji
Hasil pengamatan bobot 100 biji tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 23. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa
pada tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil perlakuan dosis iradiasi
sinar gamma tidak nyata terhadap parameter bobot 100 biji.

25

Universitas Sumatera Utara

Tabel 9.

Rataan bobot 100 biji tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai
anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan
Rataan bobot 100 biji tanaman
A0

14,1055

M3A100

16,6

M3A200

16,185

M3A300

15,27

Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji
Duncan pada taraf α = 5%

Berdasarkan Tabel 9 pengamatan bobot 100 biji tanaman dapat dilihat
bahwa perlakuan iradiasi sinar gamma dengan taraf yang berbeda tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai anjasmoro.
Parameter Genetik
Tabel 10. Variabilitas genetik (σ²g), variabilitas fenotipe (σ²p), koefisien
variabilitas genetik (KKG), koefisien variabilitas fenotipe (KKF), dan
nilai duga heritabilitas arti luas
Karakter
kehijauan daun (V5)
kehijauan daun (R6)
Umur Berbunga
Umur Panen
Tinggi Tanaman
Jumlah Cabang
Jumlah polong Berisi 1
Jumlah polong Berisi 2
Jumlah polong Berisi 3
Jumlah polong Berisi 4
Jumlah Polong per
Tanaman
Jumlah biji polong 1
Jumlah Biji polong 2
Jumlah Biji polong 3
Jumlah Biji polong 4
Jumlah Biji per
Tanaman
Bobot Biji per Tanaman
Bobot 100 Biji per
Tanaman

ragam g
(δ2g)
2,486
39,858
3,195
178,501
34,251
32,315
88,246
2627,436
360,522
0,311

ragam p
(δ2p)
5,196
41,592
3,415
180,293
61,390
34,200
103,894
2784,056
395,722
0,482

KKG
(%)
4,056r
13,769at
4,929r
14,481at
10,917ar
79,505t
89,253t
86,439t
55,357t
178,356t

KKF
(%)
5,864ar
14,065at
5,096ar
14,553at
14,615at
81,791t
96,844t
88,978t
57,996t
222,151t

Nilai h2
(%)
0,479s
0,958t
0,936t
0,990t
0,558t
0,945t
0,849t
0,944t
0,911t
0,645t

6318,184

6627,204

76,110t

77,949t

0,953t

82,911
9240,590
2848,217
2,286

97,867
9722,194
3153,415
3,271

90,154t
96,248t
66,183t
192,007t

97,948t
98,725t
69,639t
229,656t

0,847t
0,950t
0,903t
0,699t

24011,967

25263,344

80,960t

83,043t

0,950t

466,725

498,476

66,196t

68,410t

0,936t

-1,298

8,156

7,332ar

18,378t

0,000r

Keterangan: r = rendah, ar=agak rendah, s=sedang, at=agak tinggi, dan t =tinggi

26

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan
Berdasarkaan hasil penelitian menunjukkan bahwa kehijauan daun pada fase
V5 tertinggi terdapat pada perlakuan 200 Gy (39,67) berbeda nyata dengan
perlakuan 300 Gy (37,61). Sedangkan kehijauan daun pada fase R6 tertinggi
terdapat pada perlakuan 0 Gy (49,36) berbeda nyata dengan perlakuan 300 Gy
(43,86). Terjadi penurunan tingkat kehijauan daun pada tanaman yang di irradiasi
dari fase V5 ke fase R6, sedangkan tanaman tanpa iradiasi mengalami peningkatan.
Muhuria (2006) menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara klorofil total
dengan tingkat kehijauan, semakin hijau suatu helaian daun kandungan
klorofilnya akan semakin tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa umur berbunga tanaman
tertinggi terdapat pada perlakuan 300 Gy (36,75) berbeda nyata dengan perlakuan
0 Gy (35,2). Umur berbunga tanaman dosis 0 Gy lebih cepat dibandingkan dengan
populasi tanaman dosis 100 Gy, 200 Gy dan 300 Gy. Hal ini dikarenakan umur
berbunga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Semakin tinggi dosis
iradiasi sinar gamma yang diberikan menyebabkan umur berbunga tanaman
semakin lama. Hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh Khan dan Tyagi
(2013) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman akan terhambat dan
menurun seiring dengan meningkatnya dosis iradiasi yang diberikan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa umur panen tertinggi
terdapat pada perlakuan 300 Gy (100,05) berbeda nyata dengan perlakuan 0 Gy
(89,25). Hal ini dikarenakan dosis radiasi yang diberikan pada benih kedelai
menyebabkan terjadinya mutasi dan memperpanjang umur panen sehingga
berbeda dengan benih yang tidak mendapat perlakuan irradiasi. Umur panen

27

Universitas Sumatera Utara

dipengaruhi oleh sifat genetik dan juga faktor lingkungan. Hal ini sesuai dengan
literatur Iqbal et al. (2007) yang menyatakan karakter umur panen dikendalikan
oleh adanya pengaruh aditif dan keturunan yang diperoleh dari induknya.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan tinggi tanaman
antara perlakuan 0 Gy (54,22cm) dengan perlakuan 300 Gy (49,395cm). Semakin
tinggi dosis irradiasi yang diberikan mengakibatkan penurunan tinggi tanaman
pada tanaman kedelai yang dihasilkan, diduga dosis irradiasi yang berlebihan
menyebabkan jaringan yang berperan pada pertumbuhan tanaman menjadi rusak.
Hal ini sesuai dengan penelitian Wegadara (2008) yang menyatakan bahwa
terhambatannya tinggi tanaman yang dihasilkan terjadi seiring dengan
meningkatnya dosis irradiasi jika dibandingkan dengan tanaman kontrol. Dosis
yang tinggi dapat menghambat tinggi tanaman karena banyak sel atau jaringan
tanaman yang rusak.
Berdasarkan penelitin yang telah dilakukan terdapat jumlah cabang primer
produktif tertinggi terdapat pada perlakuan 200 Gy (9,7) berbeda nyata dengan
perlakuan 0 Gy (4,3). Iradiasi meningkatkan jumlah cabang produktif dengan
dosis optimal pada 200 Gy. Hal ini sejalan dengan Khan dan Tyagi (2013) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan maka
pertumbuhan jumlah cabang akan semakin padat.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah polong berisi
total meningkat dengan adanya iradiasi, rataan tertinggi terdapat pada populasi
200 Gy (128,88). Hal ini dikarenakan benih yang diberikan iradiasi sinar gamma
dengan dosis tertentu dapat membuat produktivitas tanaman meningkat
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sesuai yang di kemukakan Hanafiah, et al.,

28

Universitas Sumatera Utara

(2010) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan produksi jumlah polong
akibat iradiasi sinar gamma yang mencapai 15 - 23% dari populasi kontrol.
Pemberian dosis

terlalu tinggi juga akan menyebabkan produksi polong per

tanaman semakin menurun.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah biji total per
tanaman yang diberikan iradiasi sinar gamma menunjukkan hasil yang positif,
dimana ada beberapa tanaman yang mengalami peningkatan produksi. Rataan
tertinggi terdapat pada dosis iradiasi 200 Gy (236,76) berbeda sangat nyata
dengantanpa iradiasi. Seperti yang dikemukakan oleh Suryowinoto (1987) yang
mengatakan bahwa penggunaan energi seperti sinar gamma pada tanaman akan
memberikan pengaruh yang baik di bidang pertanian, dengan perlakuan dosis
radiasi sinar gamma dengan dosis yang tepat diperoleh tanaman yang mempunyai
sifat-sifat yang seperti hasil tinggi, umur pendek, tahan terhadap penyakit.
Berdasarkan hasil analisis pada karakter bobot biji per tanaman rataan
tertinggi terdapat pada dosis iradiasi 200 Gy (43,76) dan bobot 100 biji
menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma tidak berbeda nyata dengan tanpa
iradiasi. Hal ini dapat dilihat dari ukuran biji yang dihasilkan pada tanaman
iradiasi lebih besar, sehingga bobot yang dihasilkan akan semakin berat.
Peningkatan yang sama juga terjadi pada tanaman M1 yang diteliti oleh Tah
(2006), dimana peningkatan jumlah polong akibat adanya iradiasi sinar gamma
mencapai 15-23% dan mencapai jumlah maksimum pada dosis iradiasi 30 Krad.
Berdasarkan hasil analisis pada populasi tanaman 100 Gy memiiki nilai
KKG tertinggi terdapat pada parameter tinggi tanaman dan nilai KKF tertinggi
terdapat pada parameter jumlah polong berisi empat. Pada populasi 200 Gy nilai

29

Universitas Sumatera Utara

KKG tertinggi terdapat pada parameter jumlah polong berisi empat dan nilai KKF
tertinggi terdapat pada parameter jumlah polong berisi empat. Sedangkan pada
populasi 300 Gy nilai KKG tertinggi terdapat pada parameter berat 100 biji dan
nilai KKF tertinggi terdapat pada parameter jumlah biji polong berisi empat. Ini
menandakan adanya variasi yang timbul pada populasi tanaman mutasi yang
berasal dari genotip individu anggota populasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Mangoendidjojo (2003) yang menyatakan bahwa perbedaan kondisi lingkunga
memberikan kemungkinan mmunculnya variasi

yang akan menentukan

penampilan akhir tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada
populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi
tersebut merupakan variasi atau perbedaan yang berasal dari genotip individu
anggota populasi.
Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa nilai heritabilitas kriteria
tinggi (>50%)pada dosis iradiasi 100 Gy pada parameter kehijauan daun fase
R6,pada dosis 200 Gy seluruh parameter kecuali parameter kehijauan daun fase V5
dan bobot 100 biji, sertadosis 300 Gyseluruh parameter kecuali jumlah polong
berisi 1,2,3,dan 4, jumlah biji polong berisi 1,2,3,dan 4. Heritabilitas tinggi
menunjukkan bahwa variabilitas genetik besar dan variabilitas lingkungan kecil.
Mangoendidjojo (2003) menyatakan bahwa heritabilitas tinggi dikatakan bila h2
>50% dikatakan sedang bila h2 terletak antara 20%-50% dan dikatakan rendah bila
h2 < 20%. Knight (1979) menyatakan bahwa nilai heritabilitas tinggi menunjukkan
bahwa faktor genetik relatif lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat
dibandingkan faktor lingkungan.

30

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai heritabilitas yang beragam
baik positif dan negatif. Terdapat juga nilai heritabilitas yang rendah yaitu negatif.
Ini menandakan bahwa faktor lingkungan lebih besar dibandingan dengan factor
genetik. Populasi tanaman dengan sifat-sifat heritabilitas tinggi memungkinkan
dilakukan seleksi, sebaliknya dengan heritabilitas rendah masih harus dilihat
tingkat rendahnya, yakni bila terlalu rendah (hampir mendekati nol), berarti tidak
akan banyak berguna bagi pekerjaan seleksi tersebut. Menurut Makmur (1985),
besaran nilai heritabilitas dapat digunakan untuk menentukan apakah seleksi yang
dilakukan terhadap suatu sifat dari populasi tanaman pada lingkungan tertentu
mengalami kemajua genetik atau tidak.

31

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.

Populasi generasi ke 3 (M3) tanaman kedelai anjasmoro yang diberi
penyinaran 200 gy menunjukkan perbedaan produksi yang nyata terhadap
populasi lainnya.

2.

Populasi generasi ke 3 (M3) tanaman kedelai anjasmoro yang diberi
penyinaran 100 gy menunjukkan perbedaan yang nyata pada karakter
kehijauan daun (R6) terhadap populasi lainnya.

3.

Seluruh populasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada karakter
kehijauan daun (V5).

4.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa nilai KKG dan KKF tinggi
terdapat pada karakter jumlah cabang produktif, jumlah polong dan jumlah
biji 1, 2, 3, dan 4; jumlah polong dan jumlah biji per tanaman serta bobot biji
per tanaman sedangkan pada karakter bobot 100 biji nilai KKF juga memiliki
kriteria tinggi meskipun kriteria KKG agak rendah.

5.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa nilai duga heritabilitas pada
hampir keseluruhan karakter memiliki kriteria tinggi kecuali pada karakter
bobot 100 biji per tanaman memiliki kriteria rendah serta pada karakter
tingkat kehijauan daun dengan kriteria sedang.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik
individu M4 tanaman kedelai (Glycine max L. (Merrill)) berdasarkan tingkat
kehijauan daun dan produksi tinggi.

32

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Tanaman

kedelai

dapat

diklasifikasikan

sebagai

berikut

:

Kingdom : Plantae; Divisi : Spermatophyta; Kelas : Dicotyledoneae;
Ordo : Rosales; Famili : Papilionaceae (Leguminosae); Genus : Glycine ;
Species : Glycine max L. (Steenis, 2003).
Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang
terbentuk dari calon akar. Bintil akar pertama terlihat 10 hari setelah tanam.
Panjang akar tunggang ditentukan oleh berbagai faktor, seperti kekerasan tanah,
populasi tanaman, varietas, dan sebagainya. Akar tunggang dapat mencapai
kedalaman 200 cm (Permata, 2002).
Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe
determinate dan indeterminate. Jumlah buku pada batang tanaman dipengaruhi
oleh tipe tumbuh batang dan periode panjang penyinaran pada siang hari. Pada
kondisi normal, jumlah buku berkisar 15-30 buah. Jumlah buku batang
indeterminate umumnya lebih banyak dibandingkan batang determinate. Cabang
akan muncul di batang tanaman (Irwan, 2006).
Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu (1) kotiledon atau daun
biji, (2) dua helai daun primer sederhana, (3) daun bertiga, dan (4) profila. Daun
primer berbentuk oval dengan tangkai daun sepanjang 1-2 cm, terletak
berseberangan pada buku pertama diatas kotiledon. Bentuk daun kedelai adalah
lancip, bulat dan lonjong serta terdapat perpaduan bentuk daun misalnya antara
lonjong dan lancip (Permata, 2002).

5

Universitas Sumatera Utara

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna (hermaphrodite), yakni pada
tiap kuntum bunga terdapat alat kelamin betina (putik) dan alat kelamin jantan
(benangsari). Mekarnya bunga berlangsung pada pukul 08.00-09.00 dan
penyerbukannya bersifat menyerbuk sendiri. Kuntum bunga tersusun dalam
rangkaian bunga, namun tidak semua bunga dapat menjadi polong (buah), sekitar
60% bunga rontok sebelum membentuk polong (Hanum, 2008).
Jumlah polong yang terbentuk pada setiap tangkai daun sangat beragam,
antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Di dalam polong terdapat biji yang
berjumlah 2-3 biji. Setiap biji yang kedelai memiliki ukuran bervariasi, mulai dari
kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (> 13 g/100 biji)
(Adisarwanto, 2005).
Biji merupakan komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis.
Bentuk biji kedelai beragam dari lonjong hingga bulat, dan sebagian besar kedelai
yang ada di Indonesia berkriteria lonjong. Pengelompokan ukuran biji kedelai
berbeda antar negara, di Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar
(berat > 14 g/100 biji) (Permata, 2002).
Syarat Tumbuh
Iklim
Pada lingkungan yang optimal biji kedelai berkecambah setelah 4 hari
setelah tanam, sedangkan pada suhu sekitar 10º C biji baru berkecambah 2 mingu
setelah tanam. Pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu 29,4º C dan menurun bila
suhu lebih rendah. Apabila air mencukupi kedelai masih dapat tumbuh baik pada
suhu yang sangat tinggi

36º C dan akan berhenti tumbuh pada suhu 9º C

(Meirina dan Sri, 2008).

6

Universitas Sumatera Utara

Kedelai dapat tumbuh subur pada curah hujan optimal 100- 200
mm/bulan. Temperatur 25- 27º Celcius dengan penyinaran penuh minimal 10
jam/hari. Tinggi tempat dari permukaan laut 0-900 m, dengan tanah tipis-tipis
(Hanum, 2008).
Tanah
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase
dan aerasi tanah yang cukup baik serta air yang cukup selama pertumbuhan
tanaman. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol,
grumosol, latosol atau andosol. Pada tanah yang kurang subur (miskin unsur hara)
dan jenis tanah podsolik merah-kuning, perlu diberi pupuk organik dan
pengapuran (Hanum, 2008).
Pada lahan kering terdapat tipe tanah dengan pH < 5 dan kejenuhan basa
< 50% disebut lahan kering masam. Tanah akan menjadi bereaksi masam dengan
kejenuhan basa rendah, dan menunjukkan kejenuhan aluminium

yang

tinggidisebabkan karena tingginya curah hujan. Curah hujan yang tinggi
menyebabkan tingkat pencucian hara tinggi terutama basa-basa, sehingga basabasa dalam tanah akan segera tercuci keluar lingkungan tanah dan yang tinggal
dalam kompleks adsorbsi liat dan humus adalah ion H dan Al (Barus, 2013).
Kedelai sebaiknya ditanam pada jenis tanah bertekstur lempung berpasir
atau liat berpasir untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produksi yang optimal.
Ketersediaan air pada jenis tanah seperti ini cukup tinggi sehingga mendukung
pertumbuhan kedelai. Kedelai dapat bertahan dan produksi pada cekaman
kekeringan maksimal 50% dari kondisi tanah optimal. Kedelai memiliki fase kritis

7

Universitas Sumatera Utara

dalam pertumbuhannya yaitu pada saat perkecambahan, masa berbunga, dan
pengisian polong (Adisarwanto, 2005).
Mutasi
Keragaman genetik yang dapat ditingkatkan melalui induksi mutasi antara
lain adalah peningkatan variasi karakter kualitatif seperti morfologi tanaman,
morfologi daun, bentuk bunga dan warna bunga. DNA merupakan komponen
utama dari gen yang merupakan sasaran utama dari pemberian mutagen untuk
menimbulkan mutasi

yaitu perubahan sifat yang diatur oleh gen dan dapat

diwariskan. Mutasi tersebut akhirnya akan membentuk keragaman genetik yang
baru. Keragaman ini merupakan harapan pemulia tanaman untuk memperbaharui
varietas-varietas

yang

telah

ada

menjadi

varietas

yang

diinginkan

(Syafni, 2013).
Mutasi adalah perubahan dari struktur gen yang sifat keturunannya yang
diwariskan yang dapat terjadi secara spontan maupun buatan. Mutasi buatan
terjadi akibat penyinaran radioaktif atau perlakuan dengan zat–zat kimia tertentu.
Kultivar – kultivar unggul dapat diperoleh melalui pemuliaan tanaman
diantaranya mutasi dan produk transgenik. Pemuliaan dengan mutasi dapat
dilakukan

dengan

menggunakan

kolkhisin

pada

jaringan

meristem

(Suharni, 2004).
Pada bidang pemuliaan tanaman, teknik mutasi dapat meningkatkan
keragaman genetik tanaman memungkinkan pemulia melakukan seleksi genotipe
tanaman sesuai dengan tujuan pemuliaan yang dikehendaki. Mutasi induksi dapat
dilakukan pada tanaman dengan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap organ

8

Universitas Sumatera Utara

tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar, rizhoma, media kultur jaringan
dan sebagainya (BATAN, 2006).
Mutasi terjadi secara acak dan mutagen jarang mengubah hanya satu gen
tertentu, maka perlakuan mutagenic terhadap karakter yang diwariskan secara
kuantitatif dapat juga dipertimbangkannya. Semua agensia mutagenik yang telah
dikenal diaplikasikan pada taraf yang menghasilkan sejumlah mutasi yang dapat
terlihat, juga untuk menimbulkan keragaman pada karakter yang diwariskan
secara kuantitatif (Hanafiah, 2007).
Mutasi makro menggunakan dosis iradiasi yang tinggi, biasanya
menyebabkan ketidakstabilan genetik. Adapun mutasi mikro mengubah karakter
kuantitatif yang diturunkan dan lebih bermanfaat bagi pemulia, karena mutasi
mikro sedikit merusak walaupun mutasi ini sulit dideteksi. Mutasi mikro
meningkatkan keragaman pada hasil, kandungan protein, tinggi tanaman,
pembungaan, produksi polong, berat biji dan hasil-hasil lain yang berhubungan
dengan karakter kuantitatif yang diturunkan. Dosis irradiasi sinar gamma yang
direkomendasikan oleh IAEA (International Atomic Energy Agency) untuk
tanaman kedelai adalah pada penyinaran 200 Gy, yang berguna untuk
memperbaiki karakter kuantitatif tanaman. Dosis iradiasi ini berbeda untuk tiap
kultivar dan spesies kedelai yang ada. (Hanafiah et al., 2010).
Kehijauan Daun
Klorofil merupakan pigmen utama daun yang terdapat pada kloroplas,
klorofil juga merupakan faktor utama yang berperan dalam proses fotosintesis
(Campbell et al., 2003). Klorofil yang terdapat pada daun berfungsi sebagai
penangkap cahaya matahari. Dimana, jumlah cahaya matahari yang dibutuhkan

9

Universitas Sumatera Utara

setiap jenis tumbuhan berbeda-beda. Sintesis klorofil dalam daun dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor
genetik, unsur-unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O. Prosess sintesis
klorofil dapat terhambat jika tumbuhan mengalami kekurangan air. Akibatnya laju
fotosintesis yang menurun dan terjadinya peningkatan temperatur dan transpirasi
yang menyebabkan disentegrasi klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009).
Tingkat kehijauan daun sangat dipengaruhi oleh pemberian pupuk.
Dimana, semakin tinggi dosis pupuk nitrogen yang diberikan maka warna daun
juga akan semakin hijau, namun jika dosis pupuk nitrogen yang diberikan sedikit
atau tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman maka warna daun yang dihasilkan
akan berwarna kekuningan (Nasaruddin dan Parawansa, 2010).
Menurut Muhuria et al. (2006), intensitas kehijauan meningkat secara
nyata oleh perlakuan intensitas cahaya. Dimana, semakin tinggi kandungan
klorofil maka semakin tinggi intensitas kehijauan daun yang dihasilkan. Karena
itu diduga peningkatan intensitas kehijauan dalam cahaya rendah merupakan
gambaran adanya akumulasi klorofil pada permukaan daun bagian atas.
Menurut penelitian Ritonga dan Sukma (2009), calon tanaman mutan ini
diperoleh dari berbagai taraf dosis iradiasi, yaitu 30 Gy, 60 Gy dan 90 Gy pada
aglaonema Butterfly memiliki warna daun lebih merah dibandingkan dengan
tanaman kontrolnya. Hal ini diduga karena iradiasi sinar gamma dapat
menurunkan kandungan klorofil daun tanaman aglaonema. Hasil penelitian
Syukur (2000) juga menunjukkan bahwa meningkatnya dosis radiasi akan
menurunkan kandungan klorofil.

10

Universitas Sumatera Utara

Menurut penelitian Imelda et al. (2011) menyatakan bahwa dosis radiasi
sinar gamma 10 Gy menunjukkan dapat menstimulasi penggandaan dan
pertumbuhan kultur in vitro dan dosis radiasi yang lebih tinggi yaitu 20 Gy,
menghasilkan perubahan kadar klorofil lidah buaya.
Mutasi DNA kloroplas (cpDNA) pada tanaman hias mengakibatkan
plastida pada sebagian jaringan kurang atau bahkan tidak bisa memproduksi
klorofil, sedangkan bagian yang lain produksi klorofil normal, sehingga daun
sebagian berwarna hijau dan bagian lainnya berwarna kuning atau putih
(Misniar, 2008).
Menurut penelitian Oktavina (2011), menyatakan dosis iradiasi 60 dan 90
Gy menghasilkan rata-rata jumlah daun yang terendah. Daun yang mati karena
pengaruh iradiasi dicirikan dengan daun yang berwarna cokelat dan kering pada
daun baru maupun daun sebelumnya. Dalam penelitian Natawijaya et al. (2009)
bahwa daun yang mati karena efek iradiasi dicirikan dengan daun yang berwarna
cokelat dan kering, terjadi karena iradiasi dicirikan dengan daun yang berwarna
cokelat dan kering, terjadi karena iradiasi dapat mendegradasi klorofil pada daun,
sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis dan pada akhirnya akan
mengalami kematian.
Menurut penelitian Ratman dan Sumanggono (1998), frekuensi mutasi
klorofil pada tanaman kedelai M-2 pada iradiasi sinar gamma S0Co dosis 0,10;
0,20; 0,30 dan 0,40 kGy menunjukkan bahwa tipe inutasi klorofil yang timbul ada
dua macam yakni tipe xantha yang berwarna kuning dan tipe albino yang
berwarna putih. Mutan dengan tipe xantha dan albino akan mati pada umur
± 10 hari setelah tanam. Hal ini dapat terjadi karena tanaman yang mengalami

11

Universitas Sumatera Utara

mutasi tipe xantha atau albino tidak memiliki butir-butir klorofil sehingga tidak
dapat melakukan fotosintesis dengan sempurna. Mutasi klorofil yang sulit
dideteksi adalah tipe viridis. Tanaman dengan mutasi tipe viridis dapat hidup
sampai panen karena tanaman tersebut mempunyai butirklorofil. Pada dosis 0,10
kGy ada 4 mutan tipe xantha, dan 2 mutan tipe albino sedang pada dosis 0,20 kGy
terdapat 5 mutan tipe xantha, dan satu mutan tipe albino. Pada dosis 0,30 kGy
hanya terdapat sebanyak satu mutan tipe xantha. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa iradiasi sinar gamma dosis 0,10 dan 0,20 kGy dapat meningkatkan mutasi
klorofil pada tanaman kedelai.

12

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman utama dalam sistem palawija di Indonesia.
Kedelai merupakan sumber pangan masa depan yang penting, karena memiliki
manfaat sangat luas. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan
pangan manusia, kedelai juga merupakan makanan ternak penting dan bahan
mentah bagi industri. Kedelai merupakan komoditi yang mempunyai nilai
strategis dalam skala perekonomian nasional, karena mampu mensuplai
kebutuhan gizi masyarakat berpenghasilan rendah dan juga merupakan sumber
pendapatan bagi petani.Kedelai mempunyai peran dan sumbangan yang besar bagi
penyediaan bahan pangan bergizi bagi penduduk dunia, sehingga disebut sebagai
“Gold from the soil” (Emas yang muncul dari tanah) dan juga disebut sebagai
“The World’s Miracle”, karena kandungan proteinnya kaya akan asam
amino(Laily et al., 2014).
Produktivitas kedelai (Glycine max L.) di Indonesia kurang maksimal,
sehingga diperlukan perlakuan yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman
kedelai. Kebutuhan kedelai setiap tahunnya ± 2.300.000 ton biji kering dalam
kurun waktu lima tahun (2010-2014), tetapi kemampuan produksi dalam negeri
saat ini baru mampu sebanyak 783.158 ton atau 34,05%, sehingga kekurangan
tersebut harus dipenuhi dari impor (Sundarsih dan Kurniati, 2009).
Untuk peningkatan produksi kedelai guna memenuhi kebutuhan juga perlu
dilakukan pemuliaan untuk memperbaiki karakter tanaman. Peningkatan produksi
bisa dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain melalui usaha pemuliaan
tanaman yaitu dengan induksi mutasi. Mutasi bisa dihasilkan oleh beberapa agen

1

Universitas Sumatera Utara

mutagenik seperti radiasi, non radiasi maupun kimia. Sumber radiasi yang sering
digunakan adalah sinar X, sinar gamma, ultra-violet. Radiasi sinar gamma dapat
dipancarkan oleh Co60, Cs137 dan lain-lain. Sinar gamma mempunyai kemampuan
penetrasi yang cukup kuat ke dalam jaringan tanaman. Dosis sinar gamma untuk
mutasi pada kedelai adalah 10-20 kRad (Purba et al., 2011). Mutasi merupakan
salah satu cara meningkatkan keragaman genetik tanaman. Keragaman genetik
tanaman diperlukan untuk dapat melakukan seleksi dalam memperoleh varietas
unggul tanaman.
Proses pertumbuhan tanaman memerlukan beberapa faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan, salah satunya unsur radiasi matahari.Unsur radiasi
matahari yang penting bagi tanaman ialah intensitas cahaya, kualitas cahaya, dan
lamanya penyinaran. Bila intensitas cahaya yangditerima rendah, maka jumlah
cahaya yang diterima oleh setiap luasan permukaan daundalam jangka waktu
tertentu rendah (Gardner et al., 1991). Kondisi kekurangan cahayaberakibat
terganggunya metabolisme, sehingga menyebabkan menurunnya lajufotosintesis
dan sintesis karbohidrat (Djukri dan Purwoko, 2003). Intensitas dan panjang
penyinaran dari matahari akan mempengaruhi laju fotosintesis tanaman
berhubungan dengan kehijaun daun dan klorofil pada daun yang pada akhirnya
akan mempengaruhi produksi tanaman.
Berdasarkan penelitian Sibarani (2014) dan Mustaqim (2015) dalam usaha
pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan proses iradiasi. Namun keberhasilan
terjadinya mutasi dipengaruhi oleh dosis iradiasi yang diberikan. Berdasarkan
hasil analisis didapatkan bahwa dosis iradiasi yang diberikan untuk tanaman
kedelai tidak terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan pertumbuhan yang

2

Universitas Sumatera Utara

abnormal pada tanaman dan produktivitasnya cenderung menurun. Pada tanaman
dengan dosis iradiasi 100 Gray berpotensi untuk dilanjutkan dan dilakukan
pengamatan parameter genetik. Setelah penelitian Sibarani (2014) mengenai
respon morfologi tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) varietas Anjasmoro
terhadap beberapa iradiasi sinar gamma, kemudian dilakukan penelitian lebih
lanjut pada generasi M2 oleh Mustaqim (2015) mengenai keragaman morfologi
dan genotif tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) hasil iradiasi sinar gamma
dan diperoleh hasil bahwa iradiasi sinar gamma pada generasi M2 dosis 100 Gy,
200 Gy dan 300 Gy mempengaruhi karakter umur berbunga, umur panen, tinggi
tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong,jumlah biji,bobot biji
pertanaman,bobot 100 biji. Pada populasi 100 Gy jumlah produktivitas tanaman
semakin meningkat dan pada populasi 300 Gy umur berbunga menjadi semakin
lama.
Berdasarkan

uraian

diatas,

peneliti

tertarik

untuk

melakukan

penelitian pengamatan parameter genetik pada generasi M3 tanaman kedelai
(Glycine max L. Merrill) berdasarkan tingkat kehijauan dan produksi tinggi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini

bertujuan

untuk melakukan seleksi individu terpilih

generasi M3 berdasarkan tingkat kehijauan daun dan produksi tinggi.
Hipotesa Penelitian
Terdapat nilai parameter genetik berbeda berdasarkan tingkat kehijauan
daun dan produksi tinggi pada masing-masing populasi iradiasi.

3

Universitas Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu