Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan Konsorsium Mikroba

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR (FMA)
DAN KONSORSIUM MIKROBA
SKRIPSI
Oleh: DINI OKTAVIANI
090301175
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR (FMA)
DAN KONSORSIUM MIKROBA
SKRIPSI
Oleh: DINI OKTAVIANI 090301175/ AGROEKOTEKONOLOGI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

Judul Penelitian
Nama Nim Program Studi Minat

: Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan Konsorsium Mikroba

: Dini Oktaviani : 090301175 : Agroekoteknologi : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh :

(Ir.Yaya Hasanah, MSi) Ketua Pembimbing
NIP. 19690110 200502 2 001

(Ir. Asil Barus, MS) Anggota Pembimbing NIP. 19540424 198203 1 005

Diketahui Oleh :

(Ir. T Sabrina, M.Agr.Sc, Ph.D) Ketua Departemen
NIP. 19640620 0199803 2 001
Tanggal Lulus :
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
DINI OKTAVIANI: Pertumbuhan dan Produksi Kedelai terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan Konsorsium Mikroba dibimbing oleh YAYA HASANAH dan ASIL BARUS.
Penggunaan pupuk kimia pada budidaya kedelai semakin tinggi. Untuk menekan penggunaan pupuk kimia secara terus menerus, pemanfaatan pupuk hayati pada budidaya kedelai dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. Penelitian dilaksanakan di Jalan Setiabudi Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan pada April-Juli 2013, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu pemberian FMA (0, 20, 40 g/tanaman) dan pemberian konsorsium mikroba (0, 5, 10, 15 g/kg benih). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, bobot kering tajuk, bobot kering akar, kehijauan daun, total luas daun, derajat infeksi FMA, jumlah bintil akar, jumlah bintil akar efektif,bobot bintil akar, serapan hara N tajuk, serapan hara P tajuk, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, bobot kering biji per tanaman, bobot kering 100 biji, bobot kering biji per plot.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian FMA meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah bintil akar, jumlah bintil akar efektif, derajat infeksi, jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman, bobot kering biji per tanaman, bobot kering 100 biji dan bobot biji per plot. Pemberian konsorsium mikroba meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah bintil akar, jumlah bintil akar efektif, kehijauan daun, total luas daun, derajat infeksi, jumlah cabang produktif, jumlah plong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, bobot kering biji per tanaman dan bobot biji per plot. Interaksi kedua perlakuan meningkatkan bobot bintil akar dan jumlah bintil akar efektif. Kata kunci : FMA, konsorsium mikroba, kedelai

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
DINI OKTAVIANI: Growth and Yield of Soybean to Addition of Arbuscular Mycorrhiza Fungi (AMF) and Addition of microbe Concortium, supervised by YAYA HASANAH and ASIL BARUS.
Using of chemical fertilizer is increasing for soybean plantation. The action to compress that situation, utilization of biological fertilizer aims to increase growth and yield of soybean. This research had been conducted at Jalan Setiabudi Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan on April-July 2013, using a factorial randomized block design with two factors. The factors were addition of AMF (0, 20, 40 g per plant) and addition of microbe concortium (0,5,10,15 g per kg of seed). Parameters observed were plant height, stem diameter, weight of dry shoot, weight of dry root, leaf greenness level, total of leaf area, analysis substance N of shoot, analysis substance P of shoot, infection degree AMF, number of nodules, number of effective nodules, weight of nodules, number of productive branches, number of pods per plant, number of filled pods per plant, dry seeds weight per plant, 100 seeds dry weight, and dry seeds weight per plot.
The result showed that addition of AMF increase plant height, stem diameter, infection degree AMF, number of nodules, number of effective nodules, number of productive branches, number of filled pods per plant, dry seeds weight per plant, 100 seeds dry weight, and dry seeds weight per plot. The addition of microbe concortium increase plant height, stem diameter, leaf greenness level, total of leaf area, infection degree AMF, number of nodules, number of effective nodules, number of productive branches, number of pods per plant, number of filled pods per plant, dry seeds weight per plant, and dry seeds weight per plot. Interaction both of treatment increase weight of nodules and number of effective nodules. Keywords : AMF, microbe concortium, soybean
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Dini Oktaviani, lahir pada tanggal 25 Oktober 1991 di Bandung dari ibunda

Hj. Halimatussakdiyah dan ayahanda Alm.H.Ir.M.Udin, MT. Penulis merupakan

anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah diperoleh penulis antara lain : tahun 1997-

2003 menempuh pendidikan dasar di SD Percobaan Negeri; tahun


2003-2006

menempuh pendidikan di SMP Negeri 1 Medan; tahun 2006-2009 menempuh

pendidikan di SMA Negeri 15 Medan dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2009 melalui Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih minat Budidaya Pertanian

dan Perkebunan, Program Studi Agroekteknologi. Selama perkuliahan penulis

mendapatkan beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA) pada tahun 2010

sampai 2012.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek), sebagai asisten praktikum di


Laboratorium Fisiologi Tumbuhan (2010-2013) dan Laboratorium Teknologi

Budidaya Tanaman Pangan (2012-2013). Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di
PT. PD Paya Pinang Group, Laut Tador, Tebing Tinggi dari tanggal 9 Juli sampai 4 Agustus 2012.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan Konsorsium Mikroba ”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Program Studi Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis menghanturkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah berjuang membesarkan, merawat, dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Yaya Hasanah, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Asil Barus, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai saran yang berharga kepada penulis mulai dari penetapan judul, melakukan penelitian sampai ujian akhir mengelar sarjana. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, semua teman-teman angkatan 2009 serta adikadik angkatan 2012 yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga hasil skripsi ini bermanfaat bagi budidaya kedelai serta bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, November 2013 Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Hal. ABSTRAK ......................................................................................................... i ABSTRACT......................................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP............................................................................................ iii KATA PENGANTAR ............................................................................... ....... iv DAFTAR ISI...................................................................................................... v DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xi
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................ 3 Hipotesis Penelitian............................................................................. 3 Kegunaan Penelitian............................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman .................................................................................. 4 Syarat Tumbuh .................................................................................... 6 Iklim ......................................................................................... . 6 Tanah.......................................................................................... 6 Pupuk Hayati....................................................................................... 7 Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) .................................................... 7 Konsorsium Mikroba .......................................................................... 9
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................14 Bahan dan Alat.....................................................................................14 Metode Penelitian ................................................................................14
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Media Tanam.......................................................................17 Inokulasi FMA ....................................................................................17 Penanaman Jagung sebagai Tanaman Inang........................................17 Pemberian Pupuk Organik Cair ...........................................................17 Pemeliharaan ........................................................................................17 Panen Inokulan FMA ...........................................................................17 Penanaman Kedelai..............................................................................18 Aplikasi FMA .....................................................................................18 Aplikasi Konsorsium mikroba ............................................................18 Penanaman Benih................................................................................18 Pemupukan N dan K ...........................................................................19 Penjarangan .........................................................................................19

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman.......................................................................................... 19 Penyiangan ..........................................................................................19 Pengendalian Hama dan Penyakit.......................................................19
Panen .............................................................................................................19
Universitas Sumatera Utara

Pengamatan Parameter .......................................................................................20 Tinggi tanaman (cm) ..........................................................................20 Diameter batang (mm) .......................................................................20 Bobot kering akar (g) .........................................................................20 Bobot kering tajuk(g) .........................................................................20 Jumlah bintil akar (bintil) ...................................................................20 Jumlah bintil akar efektif (bintil) ........................................................21 Bobot bintil akar (g) ............................................................................21 Kehijauan daun (SPAD)......................................................................21 Total luas daun (cm²) ..........................................................................21 Derajat infeksi FMA(%) ....................................................................21 Kandungan N tajuk tanaman...............................................................21 Kandungan P tajuk tanaman................................................................22 Jumlah cabang produktif (cabang) ......................................................22 Jumlah polong per tanaman sampel (polong) .....................................22 Jumlah polong berisi per tanaman sampel (polong) ...........................22 Bobot kering 100 biji (g) ....................................................................22 Bobot kering biji per sampel (g) ........................................................22 Bobot kering biji per plot (g) .............................................................23
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ....................................................................................................24 Pembahasan ......................................................................................... 53
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .........................................................................................64 Saran.................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................65 LAMPIRAN ....................................................................................................... 68
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Rataan tinggi tanaman (cm) 2-6 MST pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba ......................................................................................................... 24
2. Rataan diameter batang (mm) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba .............. 28
3. Rataan bobot kering akar (g) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba .............. 30
4. Rataan bobot kering tajuk (g) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba .............. 31
5. Rataan jumlah bintil akar (bintil) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba .............. 32
6. Rataan bobot bintil akar (g) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba .............. 34
7. Rataan jumlah bintil akar efektif (bintil) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba ......................................................................................................... 35
8. Rataan kehijauan daun pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba.............................. 37

9. Rataan total luas daun (cm²) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba .............. 38
10. Rataan derajat infeksi FMA (%)pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba .............. 39
11. Rataan kandungan N tajuk tanaman (%) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba ......................................................................................................... 41
12. Rataan kandungan P tajuk tanaman (%) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba ......................................................................................................... 42
13. Rataan jumlah cabang produktif (cabang) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba ......................................................................................................... 42
Universitas Sumatera Utara

14. Rataan jumlah polong per tanaman sampel (polong) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba...................................................................................... 45
15. Rataan jumlah polong berisi per tanaman sampel (polong) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba.................................................................... 46
16. Rataan bobot kering biji per tanaman sampel (g) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba...................................................................................... 48
17. Rataan bobot kering 100 biji (g) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba .............. 50
18. Rataan bobot kering biji per plot (g) pada perlakuan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan pemberian konsorsium mikroba .............. 52
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Grafik hubungan tinggi tanaman 2 MST dengan interaksi pemberian FMA dan konsorsium mikroba ..................................................................... 26
2. Grafik hubungan tinggi tanaman 6 MST dengan pemberian FMA .............. 27
3. Grafik hubungan tinggi tanaman 6 MST dengan pemberian konsorsium mikroba...................................................................................... 27
4. Grafik hubungan diameter batang dengan pemberian FMA ........................ 29

5. Grafik hubungan diameter batang dengan pemberian konsorsium mikroba ......................................................................................................... 29
6. Grafik hubungan jumlah bintil akar dengan pemberian FMA ...................... 32
7. Grafik hubungan jumlah bintil akar dengan pemberian konsorsium mikroba ......................................................................................................... 33
8. Grafik hubungan bobot bintil akar dengan interaksi pemberian FMA dan pemberian konsorsium mikroba ............................................................. 34
9. Grafik hubungan jumlah bintil akar efektif dengan interaksi pemberian FMA dan konsorsium mikroba ................................................... 36
10. Grafik hubungan kehijauan daun dengan pemberian konsorsium mikroba ......................................................................................................... 37
11. Grafik hubungan total luas daun dengan pemberian konsorsium mikroba ......................................................................................................... 38
12. Grafik hubungan derajat infeksi dengan pemberian FMA............................ 40
13. Grafik hubungan derajat infeksi dengan pemberian konsorsium mikroba ......................................................................................................... 40
14. Grafik hubungan jumlah cabang produktif dengan pemberian FMA ........... 43 15. Grafik hubungan jumlah cabang produktif dengan pemberian
konsorsium mikroba...................................................................................... 44
16. Grafik hubungan jumlah polong per tanaman sampel dengan pemberian FMA ............................................................................................ 45
Universitas Sumatera Utara

17. Grafik hubungan jumlah polong berisi per tanaman sampel dengan pemberian FMA ............................................................................................ 47
18. Grafik hubungan jumlah polong berisi per tanaman dengan pemberian konsorsium mikroba...................................................................................... 47
19. Grafik hubungan bobot kering biji per tanaman sampel dengan pemberian FMA ............................................................................................ 49
20. Grafik hubungan bobot kering biji per tanaman sampel dengan pemberian konsorsium mikroba.................................................................... 49
21. Grafik hubungan bobot kering 100 biji dengan pemberian FMA................. 51 22. Grafik hubungan bobot kering biji per plot dengan pemberian FMA .......... 52 23. Grafik hubungan bobot kering biji per plot dengan pemberian
konsorsium mikroba...................................................................................... 53

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal. 1. Deskripsi tanaman kedelai varietas Grobogan.............................................. 69 2. Bagan penanaman pada plot.......................................................................... 70 3. Bagan plot penelitian .................................................................................... 71 4. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian........................................................ 72 5. Teknik pewarnaan untuk menghitung derajat infeksi FMA (%) .................. 73 6. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MST (cm) ............................................. 74 7. Sidik ragam tinggi tanaman 2 MST .............................................................. 74 8. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm) ............................................. 75 9. Sidik ragam tinggi tanaman 3 MST .............................................................. 75 10. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) ............................................. 76 11. Sidik ragam tinggi tanaman 4 MST .............................................................. 76 12. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) ............................................. 77 13. Sidik ragam tinggi tanaman 5 MST .............................................................. 77 14. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm) ............................................. 78 15. Sidik ragam tinggi tanaman 6 MST .............................................................. 78 16. Data pengamatan diameter batang (mm) ...................................................... 79 17. Sidik ragam diameter batang ........................................................................ 79 18. Data pengamatan bobot kering akar (g) ........................................................ 80 19. Sidik ragam bobot kering akar ...................................................................... 80 20. Data pengamatan bobot kering tajuk (g)....................................................... 81 21. Sidik ragam bobot kering tajuk ..................................................................... 81 22. Data pengamatan jumlah bintil akar (bintil) ................................................. 82
Universitas Sumatera Utara

23. Sidik ragam jumlah bintil akar ..................................................................... 82 24. Data pengamatan bobot bintil akar (g).......................................................... 83 25. Sidik ragam bobot bintil akar........................................................................ 83 26. Data pengamatan jumlah bintil akar efektif (bintil)...................................... 84 27. Sidik ragam jumlah bintil akar efektif .......................................................... 84 28. Data pengamatan kehijauan daun.................................................................. 85 29. Sidik ragam kehijauan daun .......................................................................... 85 30. Data pengamatan total luas daun (cm2)......................................................... 86 31. Sidik ragam total luas daun ........................................................................... 86 32. Data pengamatan derajat infeksi FMA (%) .................................................. 87 33. Sidik ragam derajat infeksi FMA.................................................................. 87 34. Data pengamatan jumlah cabang produktif (cabang).................................... 88 35. Sidik ragam jumlah cabang produktif ........................................................... 88 36. Data pengamatan jumlah polong per tanaman sampel.................................. 89 37. Sidik ragam jumlah polong per tanaman sampel .......................................... 89 38. Data pengamatan jumlah polong berisi per tanaman sampel........................ 90 39. Sidik ragam jumlah polong berisi per tanaman sampel ................................ 90 40. Data pengamatan bobot kering biji per tanaman sampel .............................. 91 41. Sidik ragam bobot kering biji per tanaman sampel....................................... 91 42. Data pengamatan bobot kering 100 biji ........................................................ 92 43. Sidik ragam bobot kering 100 biji................................................................. 92 44. Data pengamatan bobot kering biji per plot.................................................. 93 45. Sidik ragam bobot kering biji per plot .......................................................... 93 46. Hasil analisis tanah ....................................................................................... 94
Universitas Sumatera Utara

47. Hasil analisis kandungan hara N dan P tajuk tanaman ................................. 95 48. Foto biji kedelai per perlakuan...................................................................... 96
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
DINI OKTAVIANI: Pertumbuhan dan Produksi Kedelai terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan Konsorsium Mikroba dibimbing oleh YAYA HASANAH dan ASIL BARUS.
Penggunaan pupuk kimia pada budidaya kedelai semakin tinggi. Untuk menekan penggunaan pupuk kimia secara terus menerus, pemanfaatan pupuk hayati pada budidaya kedelai dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. Penelitian dilaksanakan di Jalan Setiabudi Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan pada April-Juli 2013, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu pemberian FMA (0, 20, 40 g/tanaman) dan pemberian konsorsium mikroba (0, 5, 10, 15 g/kg benih). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, bobot kering tajuk, bobot kering akar, kehijauan daun, total luas daun, derajat infeksi FMA, jumlah bintil akar, jumlah bintil akar efektif,bobot bintil akar, serapan hara N tajuk, serapan hara P tajuk, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, bobot kering biji per tanaman, bobot kering 100 biji, bobot kering biji per plot.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian FMA meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah bintil akar, jumlah bintil akar efektif, derajat infeksi, jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman, bobot kering biji per tanaman, bobot kering 100 biji dan bobot biji per plot. Pemberian konsorsium mikroba meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah bintil akar, jumlah bintil akar efektif, kehijauan daun, total luas daun, derajat infeksi, jumlah cabang produktif, jumlah plong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, bobot kering biji per tanaman dan bobot biji per plot. Interaksi kedua perlakuan meningkatkan bobot bintil akar dan jumlah bintil akar efektif. Kata kunci : FMA, konsorsium mikroba, kedelai
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
DINI OKTAVIANI: Growth and Yield of Soybean to Addition of Arbuscular Mycorrhiza Fungi (AMF) and Addition of microbe Concortium, supervised by YAYA HASANAH and ASIL BARUS.

Using of chemical fertilizer is increasing for soybean plantation. The action to compress that situation, utilization of biological fertilizer aims to increase growth and yield of soybean. This research had been conducted at Jalan Setiabudi Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan on April-July 2013, using a factorial randomized block design with two factors. The factors were addition of AMF (0, 20, 40 g per plant) and addition of microbe concortium (0,5,10,15 g per kg of seed). Parameters observed were plant height, stem diameter, weight of dry shoot, weight of dry root, leaf greenness level, total of leaf area, analysis substance N of shoot, analysis substance P of shoot, infection degree AMF, number of nodules, number of effective nodules, weight of nodules, number of productive branches, number of pods per plant, number of filled pods per plant, dry seeds weight per plant, 100 seeds dry weight, and dry seeds weight per plot.
The result showed that addition of AMF increase plant height, stem diameter, infection degree AMF, number of nodules, number of effective nodules, number of productive branches, number of filled pods per plant, dry seeds weight per plant, 100 seeds dry weight, and dry seeds weight per plot. The addition of microbe concortium increase plant height, stem diameter, leaf greenness level, total of leaf area, infection degree AMF, number of nodules, number of effective nodules, number of productive branches, number of pods per plant, number of filled pods per plant, dry seeds weight per plant, and dry seeds weight per plot. Interaction both of treatment increase weight of nodules and number of effective nodules. Keywords : AMF, microbe concortium, soybean
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) termasuk komoditas pangan ketiga
terpenting setelah padi dan jagung bagi Indonesia. Tahu, tempe, kecap, dan tauco adalah produk pangan yang dibuat dari kedelai untuk sumber protein nabati dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Produksi kedelai 2012 menurut Badan Pusat Statistik (2012) diperkirakan sebesar 783,16 ribu ton biji kering atau mengalami penurunan sebesar 68,13 ribu ton (8,00%) dibandingkan 2011. Kebutuhan nasional kedelai dewasa ini telah mencapai 2,2 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mampu memenuhi 35-40% dari total kebutuhan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2012).
Rendahnya produksi kedelai Indonesia dikarenakan mahalnya harga sarana produksi, keterbatasan modal usaha tani, belum maksimalnya pengetahuan petani dalam penggunaan teknologi produksi yang mendukung pertanian berkelanjutan, semakin berkurangnya sumber daya lahan yang subur karena penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus, serta alih fungsi lahan (Jumrawati, 2008).
Pertumbuhan tanaman kedelai yang banyak mengandung protein membutuhkan banyak unsur hara terutama N dan P. Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tersebut diperlukan pupuk buatan yang membutuhkan biaya yang mahal. Bahkan selain biaya yang tinggi, penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan dan menurunkan kesuburan tanah. Oleh karena itu perlu diupayakan beberapa alternatif untuk memulihkan produksi kedelai nasional seperti pupuk alternatif berupa pupuk hayati berupa inokulan
Universitas Sumatera Utara

mikroorganisme tanah misalnya konsorsium mikroba dan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) (Bertham, 2007).
Konsorsium mikroba yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan mikroorganisme yang berasosiasi membentuk kerja sama untuk memfiksasi N, sebagai penyedia unsur hara agar tersedia bagi tanaman dan sebagai biokontrol patogen akar. Selain Rhizobium sp., didalam konsorsium mikroba yang digunakan terdiri dari Bacillus sp., Azospirillum sp., Pseudomonas sp.,dan Bakteri Endofitik (Ocrobactrum pseudogrigmonense) yang berasal dari PT Bio Industri Nusantara, Balai Penelitian Tanah.
Menurut hasil penelitian Noertjahyani (2007) menyatakan bahwa inokulasi konsorsium Bradyrhizobium japonicum dan Pseudomonas sp. sebanyak 12 g/kg benih dapat mempercepat keluarnya bunga kedelai dan meningkatkan bobot 100 biji tanaman, tetapi tidak berpengaruh terhadap kandungan N dan P pada tanaman kedelai. Pemberian takaran konsorsium yang semakin tinggi akan mempercepat waktu berbunga.
Menurut hasil penelitian Musfal (2010) penambahan FMA pada tanaman jagung sebanyak 20 g/tanaman dapat meningkatkan infeksi akar, serapan fosfat, bobot kering tanaman dan hasil pipilan kering dan Zein (2004) dalam penelitian nya dengan penggunaan FMA jenis Glomus manihotis pada kedelai dengan dosis tertinggi 15 g/tanaman dapat meningkatkan serapan P tanaman dan jumlah biji per polong tetapi tidak nyata meningkatkan bobot 100 biji, serapan hara N, bobot kering biji dan jumlah polong berisi.
Rao (1994) dalam Zein (2004) menambahkan penggunaan bakteri rhizobium dalam menambat N2 berinteraksi positif dan bekerja sinergis dengan
Universitas Sumatera Utara

Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) sehingga koinokulasi keduanya dapat menghasilkan bintil akar, pengambilan nutrien dan hasil panen lebih baik. Salah satu pengaruh utama mikoriza dengan tanaman kedelai adalah pertukaran dan pengambilan unsur hara terutama P, yang dapat meningkatkan bobot kering biji kedelai.
Berdasarkan uraian diatas dalam upaya menghasilkan produksi kedelai yang berkualias dengan meningkatkan penyerapan unsur hara, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merill) terhadap pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan konsorsium mikroba. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merrill) terhadap pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan konsorsium mikroba serta interaksi keduanya. Hipotesis Penelitian
Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan konsorsium mikroba serta interaksi keduanya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan diharapkan dapat pula berguna untuk pihak yang berkepentingan dalam budidaya kedelai.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2003), tanaman kedelai diklasifikasikan ke dalam
kingdom Plantae dengan divisi Spermatophyta. Kedelai merupakan tanaman berbiji terbuka yaitu dengan subdivisi Angiospermae. Tanaman kedelai termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, berordo Polypetales dengan famili Leguminosae. Genus tanaman ini adalah Glycine dengan nama spesies dari tanaman ini adalah Glycine max (L.) Merrill.
Tanaman kedelai memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, sejumlah akar sekunder yang tersusun dalam empat barisan sepanjang akar tunggang, cabang akar sekunder, dan cabang akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Umumnya sistem perakaran tanaman kedelai terdiri dari akar lateral yang berkembang 10-15 cm di atas akar tunggang (Adie dan Krisnawati, 2007).
Tanaman kedelai berbatang pendek (30–100 cm), memiliki 3-6 percabangan, berbentuk tanaman perdu. Batang tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah. Menurut tipe pertumbuhannya, tanaman kedelai dapat dibedakan menjadi determinate dan indeterminate. Pertanaman determinate memiliki karakteristik tinggi tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang tengah dan berbunga serentak sedangkan indeterminate memiliki tinggi tanaman sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah, agak melilit dan beruas panjang, daun teratas lebih kecil dari daun bagian tengah dan pembungaan secara bertahap mulai dari pangkal hingga ke bagian atas (Silalahi, 2009).
Universitas Sumatera Utara

Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu (1) kotiledon atau daun biji, (2) dua helai daun primer sederhana, (3) daun bertiga, dan (4) profila. Daun primer berbentuk oval dengan tangkai daun sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama diatas kotiledon. Bentuk daun kedelai adalah lancip, bulat dan lonjong serta terdapat perpaduan bentuk daun misalnya antara lonjong dan lancip (Adie dan Krisnawati 2007).
Berdasarkan Poelman and Sleper (1995) menyatakan kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu bunga mempunyai alat jantan dan betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih tertutup sehingga kemungkinan perkawinan silang akan kecil.
Jumlah polong kedelai bervariasi mulai 2-20 dalam satu pembungaan dan lebih dari 400 dalam satu tanaman. Pada umumnya berisi 2-3 biji per polong. Polong masak berwarna kuning muda sampai kuning kelabu, coklat atau hitam. Polong kedelai terbentuk pertama kali sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama (Ramadhani, 2011).
Somaatmadja, dkk (1999) menyatakan bentuk biji umumnya bulat telur. Pembentukan protein dan lemak pada biji membutuhkan unsur hara terutama N dan P. Adapun bobot 100 butir biji kedelai berkisar antara 5 sampai 30 gram. Adie dan Krisnawati (2007) menambahkan pengelompokan ukuran biji di Indonesia dikelompokkan yaitu berukuran besar (berat > 14g/100 biji), sedang (10-14g/100 biji) dan kecil ( 50cm, bahan organik sedang sampai tinggi, pH tanah 5,8-6,9 unsur N, P, K, Ca, Mg sedang sampai tinggi
Universitas Sumatera Utara

dengan topografi datar dan tanpa naungan, serta tidak ada pengaruh salinitas (Mulyatri dan Firdaus, 2008). Pupuk Hayati
Pupuk hayati didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu sehingga tersedia bagi tanaman. Penyediaan hara ini dapat berlangsung simbiotis dan nonsimbiotis. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza. Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan, maka sebagian kecil petani beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik (Simanungkalit, dkk, 2006).

Meningkatnya perhatian terhadap aplikasi pupuk hayati karena kegunaannya yang dapat menyediakan sumber hara bagi tanaman, melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit, menstimulir sistem perakaran agar berkembang sempurna sehingga memperpanjang usia akar, sebagai penawar racun beberapa logam berat. Pada tanaman kedelai aplikasi pupuk hayati dapat menekan kebutuhan pupuk nitrogen sampai 100%, fosfor 25-50% dan kalium 50% dari takaran anjuran (Damanik, dkk, 2011). Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)
Mikoriza merupakan struktur yang terbentuk karena asosiasi simbiosis mutualisme antara cendawan tanah dengan akar tanaman tingkat tinggi. Adapun manfaat mikoriza bagi perkembangan tanaman yang menjadi inangnya, yaitu meningkatkan absorbsi hara dari dalam tanah, sebagai penghalang biologis terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan inang terhadap kekeringan, meningkatkan hormon pemacu tumbuh. Dalam hubungan simbiosis ini, cendawan
Universitas Sumatera Utara

mendapatkan keuntungan nutrisi untuk keperluan hidupnya dari akar tanaman (Noli, dkk, 2011).
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) adalah salah satu tipe cendawan mikoriza termasuk kedalam golongan endomikoriza. Karakteristik FMA digambarkan sebagai berikut (a) sistem perakaran yang terinfeksi FMA tidak membesar, (b) cendawan membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar, (c) hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks (Delvian, 2003).
Selain meningkatkan penyerapan unsur P telah diketahui bahwa mikoriza juga meningkatkan penyerapan beberapa unsur mikro seperti Cu dan Zn. Pada tanaman kedelai yang bermikoriza, penyerapan Cu dan Zn meningkat (Islami dan Utomo, 1995). Hal yang serupa juga disampaikan oleh Salisburry and Ross (1995) yang menyatakan bahwa manfaat mikoriza yang paling besar dalam meningkatkan penyerapan ion yang biasanya berdifusi secara lambat menuju akar atau yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, terutama fosfat.
Mekanisme penyerapan hara P oleh akar yang bersimbiosis dengan mikoriza, yaitu : 1. Kolonisasi mikoriza mengubah morfologi akar sedemikian rupa, sehingga
mengakibatkan pembesaran sistem akar untuk mengabsorpsi P. 2. Hifa dalam tanah mengabsorpsi P dan mengangkutnya ke akar-akar yang
dikolonisasi, dimana P ditransfer ke inang mikoriza. 3. Daerah akar bermikoriza tetap aktif dalam mengabsorpsi hara untuk jangka
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan akar yang tidak bermikoriza.
Universitas Sumatera Utara

Ketika fosfat di sekitar rambut akar sudah terkuras, maka hifa membantu menyerap fosfat di tempat-tempat yang tidak dapat lagi dijangkau rambut akar (Simanungkalit, dkk, 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan mikoriza selain pH tanah, kondisi tanah yang lain yang mempengaruhi adalah drainase, ketersediaan bahan organik dan ketersediaan hara. Mikoriza akan dapat berkembang dengan baik apabila tidak ada hambatan aerasi. Ketersediaan hara terutama nitrogen dan fosfat yang rendah akan mendorong pertumbuhan mikoriza. Sebaliknya kandungan hara yang terlalu rendah atau terlalu tinggi menghambat pertumbuhan mikoriza (Islami dan Utomo, 1995).
Berdasarkan Hanum (2006) melaporkan bahwa pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) pada tanaman kedelai membantu meningkatkan potensi sistem perakaran tanaman untuk mengabsorbsi air. Pada serapan hara P, tanaman yang berasosiasi dengan mikoriza memperlihatkan peningkatan serapan fosfor lebih tinggi pada kedelai dibandingkan tanpa mikoriza. Pemanfataan MVA juga dapat meningkatkan bobot kering biji kedelai yang akhirnya akan memberikan kontribusi positif bagi peningkatan produksi. Konsorsium Mikroba
Dalam inokulan konsorsium mikroba terdiri dari gabungan bermacammacam mikroba yang dapat saling bersimbiosis dan bekerja sama dalam memfiksasi dan menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman. Mikroba yang membantu fiksasi N dari udara adalah bakteri rhizobium, Bacillus sp. yang dapat melarutkan fosfat dan sebagai biokontrol fungi patogen akar tanaman kedelai, Azospirillum sp. yang membantu penyerapan nitrogen dan mengurangi terjadinya
Universitas Sumatera Utara

pencucian, Pseudomonas sp. yang dapat memacu pertumbuhan kecambah kedelai dan mampu memproduksi fitohormon (IAA) dan bakteri endofitik yakni Ocrobactrum pseudogrigmonense yang hidup didalam tanaman sebagai anti patogen (Prihastuti, 2008).
Interaksi mikroba dengan tanaman di rizosfer dapat berupa hubungan yang menguntungkan, netral, atau menggangu pertumbuhan tanaman. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (RPPT) berpotensi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan tanaman, seperti dalam menghadapi hama dan penyakit; memproduksi fitohormon (biostimulant): IAA (Indole Acetic Acid), sitokinin, giberellin dan penghambat produksi etilen, dapat menambah luas permukaan akar-akar halus, meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman. Berbagai isolat Pseudomonas sp., Azospirillum sp., Azotobacter sp., Bacillus sp., dan Serratia sp. diketahui sebagai RPPT (Widodo, 2006).
Bakteri penambat nitrogen (Rhizobium) mempunyai kemampuan menambat nitrogen bebas (N2) dari udara dan merubahnya menjadi amonia (NH3) yang akan diubah menjadi asam amino yang akan digunakan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Penambatan nitrogen secara biologis diperkirakan menyumbang lebih dari 170 juta ton nitrogen ke biosfer pertahun, 80% merupakan hasil dari simbiosis antara bakteri Rhizobium dengan tanaman Leguminosae (Purwaningsih, 2004).
Penambatan nitrogen bebas oleh bakteri nodul diperantarai oleh enzim yang diketahui sebagai nitrogenase. Dalam aktivitasnya, enzim nitrogenase peka terhadap oksigen sehingga tidak berfungsi dengan adanya oksigen (O2). Di dalam
Universitas Sumatera Utara

nodul akar, level oksigen diatur oleh haemoglobin khusus yaitu leghemoglobin (Yurnalis, 2006).
Leghemoglobin berfungsi sebagai tempat absorbsi dan reduksi nitrogen, pembawa elektron khusus dalam fiksasi nitrogen, dan pembawa dari oksigen. Jumlah leghemoglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi yang berkorelasi positif. Rhizobium berasosiasi dengan tanaman legum biasanya memfiksasi 100-300 kg nitrogen/ha dalam satu musim tanam (Fitriani, 2007).
Pada tanaman kedelai menghasilkan bintil akar yang gepeng dan bulat dengan daya hidup yang pendek. Bintil akar yang efektif dapat dilihat dari jaringan bintil akar bagian tengah setelah dibelah berwarna merah, karena mengandung legemoglobin dan letak bintil akar yang efektif cenderung mengumpul pada leher akar (Islami dan Utomo, 1995).
Kelangsungan hidup rhizobium di dalam tanah sangat tergantung pada kondisi tanah terutama pH, kelembaban, bahan organik, lamanya jarak (periode) antara tanaman budidaya yang menjadi inangnya, serta bahan organik sebagai sumber nutrisi. pH optimum bagi bakteri Rhizobium adalah sekitar 5,5-7,0. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada pH < 5,5 dan > 7,0 Rhizobium tidak dapat berkembang atau berkembang dengan lambat sehingga kegiatan infeksi akan terhenti (Risnawati, 2010).
Pembentukan bintil akar yang maksimal juga mmbutuhkan unsur P fosfor. Ternyata unsur P yang diperlukan bagi pembentukan bintil akar lebih banyak daripada bagi pertumbuhan tanaman leguminosae itu sendiri. Pada tanaman kedelai
Universitas Sumatera Utara

yang dipupuk dengan pupuk P, jumlah bintil akar akan meningkat (Islami dan Utomo, 1995).
Hormon IAA atau yang dikenal sebagai auksin merupakan pemacu pertumbuhan dan mengontrol berbagai proses fisiologi seperti pembelahan sel, diferensiasi jaringan dan respons terhadap cahaya dan gravitasi. Bakteri penghasil IAA mempunyai kemampuan membantu berbagai proses tersebut dengan memasukkan IAA ke dalam bagian auksin tanaman. Akar merupakan organ tanaman yang paling sensitive terhadap fluktuasi kadar IAA dan responsnya pada peningkatan jumlah IAA eksogenous meluas dari pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan akar liar, sampai penghentian pertumbuhan (Widyawati, 2008).
Hasil penelitian Dewi, dkk (2012) mengatakan bahwa pemberian konsorsium mikroba yang terdiri dari Rhizobium leguminosarum, Azotobacter chroococcum, Azospirillum brasilense, Pseudomonas flurescens, Bacillus megaterium serta Saccharomyces cerevisiae sebagai biofertilizer berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dimana rata-rata tinggi tanaman tertinggi dan rata-rata berat kering tanaman tertinggi dicapai dengan pemberian 15 ml biofertilizer sebanyak 1 kali, rata-rata berat basah bintil akar tertinggi dicapai dengan pemberian 6 ml biofertilizer sebanyak 1 kali, serta rata-rata berat kering polong tertinggi dan rata-rata berat kering biji tertinggi dengan pemberian 6 ml biofertilizer sebanyak 2 kali.
Hanum (1997) dalam penelitiannya menyatakan bahwa FMA dan rhizobium memiliki suatu sinergistik yang unik yakni FMA dapat menyumbangkan P untuk membantu proses penambatan nitrogen dan nitrogen yang difiksasi oleh bakteri
Universitas Sumatera Utara

rhizobium dapat dimanfaatkan untuk metabolisme tanaman inang. Inokulasi Rhizobium dapat meningkatkan kolonisasi akar oleh jamur mikoriza. Inokulasi ganda ini meningkatkan nodulasi, kolonisasi mikoriza dan kadar N dan P tanaman. Sesuai dengan hasil penelitiannya bahwa Rhizobia strain USDA 110 memiliki peranan dalam meningkatkan serapan N dan P tanaman, jumlah dan bobot kering bintil akar, maka pertumbuhan tanaman baik vegetatif maupun produksi juga akan meningkat.
Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Masyarakat Jalan Setiabudi Kelurahan
Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, mulai bulan April sampai dengan Juli 2013. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Grobogan, benih jagung varietas P12, tryphan blue, KOH 10%, HCl 2% konsorsium mikroba, mycorhiza fertilizer (mycofer), polibeg ukuran 45 x 30 cm, pasir, pupuk organik cair Hyponex merah, plastik transparan, amplop serta bahan yang lain yang mendukung penelitian.
Adapun alat yang digunakan adalah cangkul, gembo