Latar Belakang Masalah kesetaraan jender adalah persoalaan yang Cerita Rakyat Batu Belah Cerita ini terdapat di berbagai daerah, terutama di

❏ Ismed Nur Folklor Batu Belah dan Persoalan Jender LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume IV No. 2 Oktober Tahun 2008 Halaman 73 FOLKLOR BATU BELAH DAN PERSOALAN JENDER Ismed Nur Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Abstract The problem of equivalent gender was a popular issue in society recently. Not less than world organization as the United Nations also responds about this matter. Indonesian folklore actually also ever brought up this issue in folklore that has educational function in the post. That folklore was Cerita Rakyat Batu Belah. This story used woman’s point of view that was regarded telling the idea of equivalent gander. Key words: popular issue, folklore, educational

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah kesetaraan jender adalah persoalaan yang

belakangan ini menjadi sorotan di dalam alampemikiran modern ini. Tidak kurang salah satu badan di PBB yakni UNDP sejak 1990 telah pengkampanyekan isu kesetaraan ini lewat sebuah program yang diberi nama Tujuan Pembangunan Milenium Millenium Development Goal, kemudian disepakati oleh 195 kepala Negara dan kepala Pemerintahaan negara-negara anggota PBB dalam Konferensi Tingkat Tinggi Milenium PBB pada bulan September tahun 2000. Isu tersebut merupakan isu yang sangat populer dalam masyarakat terutama bila dikaitkan dengan isu hak asasi manusia. Di Indonesia sendiri isu kesetaraan jender sudah sangat populer dan diikuti dengan pendirian sejumlah LSM yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan perempuan. Akan tetapi, kekerasan terhadap perempuan masih terus berlanjut, keseweng-wenangan terhadap perempuan masih banyak ditemukan dalam masyarakat, bahkan perempuan masih menjadi obyek perlakuan yang tidak menyenangkan. Perlakuan yang diskriminatif terhadap perempuan adalh sebuah fenomena yang menggejala di mana-mana. Perlawanan terhadap perlakuan tersebut pun bukan hanya dimulai sejak pertama kali diangkat oleh UNDP, tetapi sudah ada jauh sebelum itu. Jauh sebelum Kartini pun sudah ada perlawanan terhadap perlakuan-perlakuan yang diskriminatif terhadap kaum perempuan, tetapi karena isu jender pada masa itu belum merebak seperti sekarang ini, orang hanya menganggap itu sebagai suatu kewajaran belaka. Namun, bila dikaji secara mendalam di dalam cerita-cerita rakyat folklore Nusantara pun terdapat persoalan-persoalan jender. Salah satu di antara cerita-cerita rakyat yang mengetengahkan persoalan jender adalah cerita Batu Belah.

1.2 Cerita Rakyat Batu Belah Cerita ini terdapat di berbagai daerah, terutama di

Sumatera bagian Utara dan di beberapa daerah Melayu lainnya seperti Tanjung Pura, Tanjung Morawa, Riau, dan lain-lain. Di Takengon Gayo cerita ini disebut “Atu Belah”, sesuai dengan bahasa daerah setempat Danandjaja, 1986:64-65. Akan tetapi, pembicaraan ini tidak akan mengungkapkan wilayah persebaran cerita ini, melainkan hanya berusaha mengungkapkan nilai- nilai yang terkandung di dalam cerita rakyat tersebut. Adapun cerita Batu Belah tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut. Adapun seorang ibu yang memiliki dua orang anak yang masih kecil-kecil. Usia anak besar sudah tujuh tahun, sedangkan adiknya masih menetek walaupun sudah berumur dua tahun. Si ibu sangat memanjakan kedua anaknya itu sehingga keduanya begitu tergantung pada Ibunya. Hal ini tentu saja sangat merepotkann sang ibu karena selain mengurus keduanya juga memiliki kewajiban lain yakni mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Suami si ibu yang juga adalah bapak kedua anak tersebut adalah seorang petani yang memiliki pekerjaan sampingan berburu rusa di hutan. Sebenarnya, si bapak adalah tipe seorang bapak yang memiliki tanggung jawab yang besar pada keluarganya. Walaupun tidak berlebihan, tetapi kebutuhan rumah tangga senantiasa dicukupi oleh sang bapak. Sampai-sampai persiapan untuk persiapan musim paceklik pun disiapkan si bapak dengan mengumpulkan belalang untuk dijadikan lauk. Suatu kali si bapak pergi berburu rusa di dalam hutan. Namun rupanya nasib baik belum berpihak padanya. Sudah tiga hari berkeliling hutan, tidak seekor rusa pun ditemukannya. Karena bekal yang dibawanya pun sudah habis, si ❏ Ismed Nur Folklor Batu Belah dan Persoalan Jender LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume IV No. 2 Oktober Tahun 2008 Halaman 74 bapak pun memutuskan untuk pulang saja ke rumahnya. Pada saat yang bersamaan, di kediaman si bapak tersebut, isterinya sedang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari. Kerepotan itu bertambah karena kedua anaknya sebentar-sebentar merengek eminta keperluannya. Si ibu sangat memanjakan kedua anak itu sehingga betapa pun repotnya, ia tetap memenuhi kebutuhan kedua anaknya itu.sampai suatu kali, ketika si ibu sedang mencuci pakaian, anak yang besar meminta makan. Karena si ibu merasa tidak bias meninggalkan pekerjaannya, ia menyuruh si anak untuk mengambil saja nasi yang sudah ditanak di belanga. Si anak pun menuruti kata si ibu, tetapi sewaktu si anak hendak mengambil lauk teman makannya ia tidak menemukan apa-apa di atas meja makan. Ia pun merengek kembali kepada ibunya. Si ibu yang masih sangat repot itu pun menyuruh si anak untuk mengambil belalang yang disimpan suaminya di lumbung padi mereka. Si anak pun mengikuti suruhan ibunya, ia menuju lumbung padi yang semasa paceklik dalam keadaan kosong dan di situlah bapaknya menyimpan belalang sebagai persiapan menghadapi paceklik. Akan tetapi, ia masih sangat kanak-kanak, ia tidak berhati-hati membuka pintu lumbung sehingga belalang yang sudang dikumpulkan bapaknya dengan susah payah beterbangan tak tersisa seekor pun. Tidak berapa lama antaranya si bapak pun tiba di rumah itu. Dalam keadaan kelaparan si bapak segera saja mencari nasi yang sudak ditanak isterinya. Begitu juga ketika ia tidak mendapatkan lauk di atas meja, ia pun segera menuju lumbung tempat ia menyimpan belalang yang dikumpulkannya. Alangkah terkejutnya dia ketika di tempat itu tak seekor belalang pun ditemukannya. Karena letih dan lapar ditambah rasa dongkol karena tidak memperoleh hasil buruan, ia pun mudah sekali kalap. Dicarinya sang isteri, ditemukannya sang isteri sedang mencuci. Diseretnya sang isteri tersebut, kemudian dipukulinya, tidak puas sampai di situ saja ia memotong kedua payudara isterinya untuk kemudian dipanggang untuk menjadi teman makan nasinya. Dalam keadaan berlumuran darah dan kesakitan yang luar biasa, sang isteri tertatih-tatih pergi meninggalkan rumah. Kedua anaknya sambil menangis mengikuti ibunya dari belakang. Si abang menggendong adiknya yang masih kecil itu. Si ibu masih terus melangkah menuju sebuah tempat yang dikenal masyarakat sebagai Batu Belah. Tempat tersebut berada di tengah-tengah persawahan, berupa batu yang sangat besar. Batu tersebut menelan siapa saja yang mau menjadi korbannya. Dalam keadaan yang putus asa si ibu menghadapi batu tersebut. Dari mulutnya keluarlah nyanyian dengan kata-kata,”Batu belah, batu bertangkup, sudah tiba janji kita masa yang lalu.” Kata-kata itu dinyanyikannya dengan suara lirih berkali-kali. Tak lama antaranya, belahan batu tersebut merekah dan terbuka. Tanpa ragu- ragu wanita malang itu masuk ke dalamnya. Kedua anaknya menyaksikan dari kejauhan dengan menjerit-jerit agar ibunya tidak meninggalkan mereka. Namun, ibunya yang sudah terluka lahir batin itu tetap pada pendiriannya. Perlahan-lahan batu itu pun menutup, menelan sang ibu malang. Sesudah batu itu tertutup, tempat itu pun kembali seperti sediakala tanpa sesuatu pun yang tersisa. Si anak hanya bisa menemukan beberapa helai rambut ibunya dari sela-sela batu. 2. KLASIFIKASI DAN KERANGKA TEORI

2.1 Klasifikasi Di luar kota Tanjung Pura ada sebuah tempat di