Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak merupakan iuran wajib Negara yang dipungut dari Wajib Pajak baik badan maupun orang pribadi
dengan tarif dan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang perpajakan dimana pemungutan pajak bersifat memaksa kepada setiap wajib pajak akan tetapi timbal
balik yang diterima tidak secara langsung dirasakan karena digunakan untuk membiayai pembangunan Negara yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat.
2.1.2 Fungsi Pajak
Menurut Sudirman dan Amiruddin 2012:3 fungsi pajak diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Pendapatan
Pendapatan Negara melalui pajak cukup besar jumlahnya.Pajak merupakan suatu sumber atau alat untuk memasukan uang ke kas Negara sesuai dengan
peraturan. Menurut fungsi ini, pajak dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan.Jika masih ada sisa, maka dapat
digunakan untuk membiayai investasi pemerintah. b.
Fungsi Stabilitas Melalui
penerimaan pajak,
pemerintah dapat
mengatur kegiatan
perekonomian, sehinga tercipta kondisi yang lebih stabil di bidang ekonomi. c.
Fungsi Pemerataan Peranan pemerintah diantaranya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi. Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah membutuhkan dana dalam mmbiayai pembangunan. Pajak merupakan salah satu sumber
pembiayaan pembangunan.Pembangunan sarana dan prasarana dilakukan dengan tujuan agar dapat mendorong meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan kesempatan kerja, sehingga pemerataan pembangunan dapat dicapai.
Selain itu menurut Resmi 2014 :3 terdapat dua fungsi pajak, yaitu: a.
Fungsi Budgetair Sumber Keuangan Negara Artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. b.
Fungsi Regularend Pengatur Artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
2.1.3 Sistem Pemungutan dan Stelsel Pajak 2.1.3.1 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak adalah metode atau tata cara pemungutan pajak atas objek pajak. Adapun sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo 2011 :7,8 ada
tiga macam, yaitu: a.
Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada pemerintah
fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Cirinya-cirinya:
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. Wajib Pajak bersifat pasif.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment Sytem
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada Wajib Pajak untuk menetukan sendiri besarnya pajak terutang.
Ciri-cirinya: Wewenang untuk menentukkan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak itu sendiri.
Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c.
Witholding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada
pihak ketiga bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak.
2.1.3.2 Stelsel Pajak
Menurut Sudirman dan Amiruddin 2012:8 pemungutan pajak dibagi dalam Stelsel :
a. Stelsel Nyata
Pemungutanpengenaan pajak berdasarkan stelsel ini didasarkan pada penghasilan nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir
tahun pajak yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. b.
Stelsel Anggapan Stelsel ini menyatakan bahwa pemungutanpengenaan pajak didasarkan pada
suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.Dalam stelsel ini, pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu sampai akhir
tahun dan tidak berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya. c.
Stelsel Campuran Stelsel ini menyatakan bahwa pemungutanpengenaan pajak didasarkan pada
kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan dimana pada awal tahun dihitung berdasarkan suatu anggapan dan pada akhir tahun disesuaikan dngan
keadaan sebenarnya.
2.1.4 Kepatuhan Perpajakan S
istem pemungutan pajak dengan menggunakan self assessment system di Indonesia menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak. Dalam menyelenggarakan
perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya karena
sistem pemungutan ini mengharuskan wajib pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya. Kepatuhan dalam perpajakan berarti Wajib
Pajak taat dan tepat waktu dalam menyampaikan kewajiban pajaknya serta tidak mimiliki tunggakan pajak terhutang.
Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. nowak Moh. Zain:2004 dalam Devano dan Siti 2006:110 sebagai suatu iklim kepatuhan dan
kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercemin dalam situasi di mana: a.
Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Safri Nurmantu dalam Devano dan Siti 2006:110 mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana wajib pajak
memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Menurut Devano dan Siti 2006:110 ada dua macam kepatuhan, yaitu: a.
Kepatuhan Formal, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang
Perpajakan. b.
Kepatuhan Material, adalah suatu keadaan di mana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan,
yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544KMK.042000 Pasal 1 Ayat 1 Wajib Pajak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran