ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (STUDI EMPIRIS PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN)

(1)

ANALYSIS OF THE FACTORS THAT INFLUENCE TAX EVASION ETHICS (An Empirical Study of Individual Taxpayer in Sleman Regency)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

MIA RIZKI DAMAYANTI 20120420119

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat

suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan

bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun

” (Ir. Soekarno)

“Aja Adigang, adigung, adiguna” (Falsafah Jawa)

Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya


(6)

vi

Akhirnya perjalanan dan perjuangan yang berliku ini telah dapat saya lewati. Satu titik awal menuju masa depan yang lebih panjang lagi baru

akan dimulai.

Tidak ada kata lain yang dapat terucap hanya rasa syukur kepada-Nya atas segala nikmat dan karunia-Nya.

Semoga karya sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi banyak orang.

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk:

Bapak, Ibu, Kedua Kakakku, keluarga besarku, serta teman-teman Akuntansi 2012, khususnya mbak Tata, Nova, Rice, Devi, mbak Oppi,Ela, Marine, Dwina,Destia, Fika, Fadhilah,

Igar, dan Aying.Terima kasih selama 4 tahun ini sudah sama-sama terus.

Tidak lupa juga untuk Sahabat-sahabatku Bunga, Listina, Nova, Upik, dan Inggar.


(7)

vii

terhadap etika penggelapan pajak yang dilihat melalui variabel keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, ketepatan pengalokasian, dan etika uang. Objek penelitian ini adalahwajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha kecil menengah yang berada di wilayah Kabupaten Sleman. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 84 responden yang dipilih dengan menggunakan metode consecutiverandom

sampling. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dalam program SPSS.

Hasil penelitian ini menunjukkankeadilan tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak, sistem perpajakan dan ketepatan pengalokasian berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak, sedangkan diskriminasi dan etika uang berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.

Kata kunci: Etika, Penggelapan Pajak, Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminas i, Ketepatan Pengalokasian, Etika Uang.


(8)

viii

ethicsthat is investigated by justice, tax system, discrimination, the accuracy of tax,

and money ethicss. The object of this research are the individual taxpayer that has

small and medium enterprises in Sleman Regency. This research has target of

respondents up to 84 respondents, selected by applying consecutiverandom

sampling method. The data is analyzed by using multiple linear regression in SPSS.

The results of this research show that justice is not influence against tax

evasionethics, tax system and the accuracy of tax has a positive infuence against

tax evasionethics, meanwhile discrimination and money ethicss has a negative

influence against tax evasion ethics.

Keywords: Tax Evasion, Ethisc, Justice, Tax System, Discrimination, The Accuracy of Tax, Money Ethicss


(9)

ix

berkah, rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Studi Akuntansi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis sadar betul bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dengan mudah tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampa ika n ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak, Ibu, kedua Kakakku, dan Adik-adikku yang selalu memberika n doa dan semangat, serta nasihat dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

2. Dr. Nano Prawoto, SE. Msi., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Rizal Yaya, SE., M.Sc., Ph.D., Ak., CA. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasihat, serta tidak pernah lupa memberikan semangat bagi anak bimbingannya.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi yang telah memberikan ilmu serta pengalaman yang baru yang bermanfaat bagi penulis.

5. Staff TU, pengajaran, maupun Prodi yang telah banyak membantu dan bersabar demi kelancaran/kebutuhan penulis selama perkulia ha n hingga penulisan skripsi


(10)

x

selaku responden.

8. Sahabat-sahabatku SMP, SMA yang selalu memberikan semangat dan dukungannya, serta sahabat seperjuangan Akuntansi UMY 2012yang mau membantu penulis dan mau penulis repotiselama menjalani lika-liku penulisan skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, dan bagi kita semua dalam rangka menambah wawasan khususnya bidang perpajakan.


(11)

xi

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Masalah Penelitian ... 6

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Landasan Teori ... 9

1. Wajib Pajak ... 9

2. Etika ... 9


(12)

xii

6. Ketepatan Pengalokasian ... 14

7. Etika Uang (Money Ethics) ... 15

B. Penurunan Hipotesis ... 15

C. Model Penelitian ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Objek Penelitian ... 23

B. Jenis Data ... 23

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 23

D. Teknik Pengumpulan Data ... 24

E. Definisi Operasional Variabel ... 24

F. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 27

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 32

B. Uji Kualitas Instrumrn dan Data ... 34

C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 38

D. Pembahasan (Interpretasi) ... 48

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN ... 53

A. Simpulan ... 53

B. Implikasi ... 54


(13)

(14)

xiv

4.2. Persentase Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 33

4.3. Persentase Data Responden Berdasarkan Umur ... 33

4.4. Ringkasan Hasil Uji Validitas ... 35

4.5. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas ... 37

4.6. Statistik Deskriptif ... 38

4.7. Uji Normalitas ... 40

4.8. Ringkasan Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 41

4.9. Ringkasan Hasil Uji Multikolinearitas ... 42

4.10. Hasil Regresi Linear Berganda H1 sampai H5 ... 44

4.11. Ringkasan Hasil Hipotesis Penelitian ... 45

4.12. Uji Koefisien Determinasi H1 sampai H5 ... 46


(15)

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Kebijakan ekonomi sangat menentukan perekonomian suatu negara terutama bagi negara berkembang. Suatu negara membutuhkan penerimaan

dana yang digunakan untuk membiayai seluruh pembangunan dan

pengeluaran untuk kegiatan yang digunakan untuk kemajuan infrastruktur dan perkembangan suatu negara.

Salah satu sumber penerimaan terbesar negara adalah dari sektor pajak. Pajak merupakan iuran wajib yang harus dibayarkan oleh wajib pajak yaitu orang pribadi maupun badan kepada negara yang sifatnya memaksa dan pelaksanannya diatur di dalam undang-undang. Kewajiban pajak tidak memberikan imbal balik secara langsung, namun dana pajak digunakan oleh pemerintah untuk kebutuhan negara sehingga manfaatnya bisa dirasakan di masa mendatang (Soemitro dalam Suminarsasi, 2012).

Karena pelaksanaannya sangat krusial dan menjadi penerimaan terbesar bagi negara, maka pelaksanaan, pemungutan, dan penyetorannya diatur di dalam undang-undang agar tidak terjadi kecurangan dalam pelaksanaannya. Selain itu juga penting adanya transparansi pelaporan ketepatan pengalokasian pajak. Hal ini bertujuan untuk menjunjung keadilan dan menghindari adanya diskriminasi bagi wajib pajak, karena pajak bersumber dari warga negara secara keseluruhan. Sehingga dibutuhkan adanya kesamaan aturan dan transparansi pengalokasian pajak agar warga negara mengetahui


(17)

dana pajak digunakan secara tepat atau tidak. Begitu pula yang diterapkan di Indonesia.

Menurut Dirjen Pajak, Realisasi penerimaan pajak pada tahun 2015, hingga akhir triwulan 1 mencapai Rp 198.226 triliun atau mencapai 15,32% dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294.258. Realisasi penerimaan pajak mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan di sektor tertentu namun juga mengalami penurunan di sektor lainnya jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014. Pertumbuhan penerimaan pajak ini harus diimbangi dengan maksimalnya hak yang diterima oleh wajib pajak dan seluruh masyarakat.

Wajib pajak perlu mengetahui bahwa kewajiban pajak yang telah dilakukannya benar-benar memberikan dampak positif bagi negara, dengan dana yang dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan negara. Baik

berupa perbaikan infrastruktur maupun perkembangan daerah-daerah

terpencil bukan hanya di kota besar saja. Karena, ketika pengalokasian pajak tidak disalurkan dengan tepat, maka hal tersebut dapat memicu timbulnya berbagai masalah perpajakan, diantaranya yaitu penggelapan pajak (tax

evasion).

Penggelapan pajak (tax evasion) merupakan upaya yang digunakan untuk

menghindari kewajiban pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak dan merupakan perbuatan yang tidak sesuai aturan dan melanggar undang-undang pajak. Misalnya adalah wajib pajak tidak melaporkan pendapatan yang


(18)

sebenarnya untuk mengurangi pajak yang dibayarkannya (Siahaan, 2010 dalam Ardyaksa, 2014).

Pelanggaran-pelanggaran pajak ini dilakukan oleh wajib pajak karena pajak dianggap biaya oleh wajib pajak, sehingga wajib pajak melakukan beberapa cara untuk menurunkan pajak yang dibayarkannya. Penurunan biaya pajak oleh wajib pajak yang tidak sesuai dengan aturan undang-undang dan merugikan negara termasuk ke dalam tindakan penggelapan pajak. Hal ini semakin kuat dilakukan wajib pajak apabila kewajiban pajak yang dilakukan tidak seimbang dengan pengalokasian dana pajak untuk kepentingan negara oleh pemerintah.

Pajak yang dianggap sebagai biaya menjadikan wajib pajak melakukan tindakan pengurangan biaya pajak dengan berbagai cara. Terdapat beberapa pihak yang berusaha melakukan tindakan menyimpang aturan perpajakan yang mengarah kepada penggelapan pajak.Tercatat beberapa contoh kasus penggelapan pajak, antara lain kasus penggelapan pajak oleh PT Asian Agri Group, salah satu perusahaan penghasil minyak sawit mentah terbesar di Asia.

Selain itu, pada tahun 2013, Penyidik di Kanwil Dirjen Pajak Riau dan Kepulauan Riau, menjemput paksa tersangka kasus pengelapan pajak di Pekanbaru Riau. Tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh tersangka, Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perdagangan alat-alat elektronik, adalah sangkaan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tetapi isinya tidak benar, yaitu dengan cara melaporkan omset yang tidak sesuai dengan


(19)

keadaan yang sebenarnya untuk Tahun Pajak 2005 s.d. 2008. Atas perbuatannya tersebut, diperkirakan negara mengalami kerugian sebesar Rp 5 miliar.

Kemudian pada tahun 2015, Kanwil Dirjen Pajak Jawa Barat melakukan penangkapan terhadap DS, Direktur CV. TC di Bandung, yang bergerak di bidang usaha perdagagan pupuk non subsidi, yang diduga melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) huruf c UU KUP, yaitu tidak melaporkan SPT Masa PPN dan pasal 39 ayat (1) huruf l UU KUP, yaitu tidak menyetorkan PPN yang telah dia pungut dari pembeli pupuk. Atas perbuatannya tersebut Negara dirugikan sebesar 5 miliar (www.pajak.go.id).

Atas dasar beberapa kasus penggelapan pajak yang terjadi di Indonesia tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Menurut Suminarsasi (2012), terdapat beberapa faktor yang memengaruhi etika penggelapan pajak. Penelitian tersebut menggunakan faktor antara lain, keadilan, sistem perpajakan, dan diskriminasi sebagai faktor yang memengaruhi etika penggelapan pajak.

Hasil penelitian Suminarsasi (2012) menunjukkan bahwa, sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak, diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak. Sedangkan keadilan, tidak terbukti berpengaruh pada etika penggelapan pajak. Namun, pada penelitian Handyani M (2014) keadilan dan sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. Semakin


(20)

tidak adilnya perlakuan terhadap wajib pajak dan semakin buruknya sistem perpajakan yang ada, maka penggelapan pajak dianggap sebagai perbuatan yang etis untuk dilakukan, sehingga semakin tinggi pula kemungkinan adanya penggelapan pajak. Sedangkan diskriminasi berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak.

Faktor lain yang diprediksi dapat mempengaruhi penggelapan pajak adalah ketepatan pengalokasian (Ardyaksa, 2014), serta etika uang (money

ethic) (Lau et al., 2013; Basri, 2014). Hasil penelitian Ardyaksa (2014)

menunjukkan bahwa ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak.

Menurut Lau et al. (2013), etika uang berhubungan positif dengan etika

penggelapan pajak. Semakin tinggi etika uang maka penggelapan pajak dianggap perbuatan yang etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak pajak menjadi tinggi. Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Basri (2014) yang menyatakan bahwa etika uang berpengaruh secara positif terhadap etika penggelapan pajak. Semakin tinggi etika uang menunjukkan tingkat cinta uang yang tinggi maka etika seseorang semakin rendah dan menyebabkan adanya tindakan penggelapan pajak.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suminarsasi (2012), yaitu pengaruh keadilan, sistem perpajakan, dan diskriminasi terhadap etika penggelapan pajak. Namun, kontribusi pengaruh ketiga faktor tersebut masih terlalu kecil. Oleh sebab itu,


(21)

peneliti bermaksud menambahkan faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi etika penggelapan pajak.

Penelitian ini menambahkan variabel independen lain yaitu ketepatan pengalokasian yang dilakukan oleh Ardyaksa (2014), dan variabel etika uang (Basri, 2014). Responden yang digunakan adalah wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha kecil menengah yang berada di wilayah Kabupaten Sleman.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi etika penggelapan pajak dengan

judul penelitian, “FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH

TERHADAP ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION)”.

B. Batasan Masalah Penelitian

1. Penelitian ini hanya menganalisis melalui variabel keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, ketepatan pengalokasian, dan etika uang.

2. Sampel penelitian tidak dalam jumlah yang besar dan masih kurang dari 100 responden saja.

3. Lingkup penelitian hanya pada satu wilayah saja yaitu Kabupaten Sleman.

C. Rumusan Masalah

1. Apakah keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak? 2. Apakah sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan


(22)

3. Apakah diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak?

4. Apakah ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap

penggelapan pajak?

5. Apakah etika uang berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk menguji pengaruh keadilan terhadap etika penggelapan pajak. 2. Untuk menguji pengaruh sistem perpajakan terhadap etika penggelapan

pajak.

3. Untuk menguji pengaruh diskriminasi terhadap etika penggelapan pajak. 4. Untuk menguji pengaruh ketepatan pengalokasian terhadap etika

penggelapan pajak.

5. Untuk menguji pengaruh etika uang terhadap etika penggelapan pajak.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi pembuat kebijakan perpajakan agar dapat lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat menyebabkan wajib pajak melakukan tindakan penggelapan pajak. Terutama dari sisi kebijakan dan regulasi yang dibuat agar tidak menyebabkan ketidakadilan dan timbulnya tindakan


(23)

penggelapan pajak yang dampaknya dapat mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak.

Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi wajib pajak agar dapat lebih berhati-hati dalam melakukan manajemen pajak agar tidak digolongkan dalam penggelapan pajak serta masukan bagi wajib pajak agar melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

2. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru atau wawasan tambahan bagi para akademisi untuk dapat memahami beberapa faktor yang memengaruhi etika penggelapan pajak. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah masukan dan pelengkap bagi penelitian terdahulu serta menjadi literature review


(24)

9 1. Wajib Pajak

Menurut Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan, wajib pajak terbagi menjadi dua, yaitu wajib pajak orang pribadi dan badan yang meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Selain itu, wajib pajak merupakan objek pajak dengan syarat-syarat objektif berdasarkan undang-undang yaitu dalam rangka UU PPh 1984 menerima atau mendapatkan penghasilan kena pajak, yaitu penghasilan yang melebihi batasan penghasilan tidak kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri (Soemitro dalam Suminarsasi, 2012).

Dengan kata lain, seseorang mempunyai kewajiban membayar pajak ketika mempunyai pajak terutang yang terjadi akibat dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Wajib pajak wajib melaksanakan kewajiban membayar pajak sesuai dengan kewajiban atau pajak terutangnya.

2. Etika

Etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan baik dan buruk. Etika adalah ilmu yang bersifat normatif,


(25)

karena berperan menentukan apa yang harus dilakukan dan atau tidak boleh dilakukan oleh seseorang maupun kelompok (Velasquez dalam Suminarsasi, 2012).

Dengan kata lain, etika merupakan suatu hal yang dilakukan secara benar dan baik, serta tidak melakukan tindakan yang buruk. Hal ini erat kaitannya dengan agama Islam, bahwa etika merupakan cerminan akhlak seorang muslim dalam melaksanakan kegiatan dunia dan akhiratnya (Rivai, 2012).

3. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Mardiasmo (2009) mengidentifikasikan penggelapan pajak

merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mengurangi beban pajak yang dibayarkan dengan cara yang melanggar undang-undang. Wajib pajak meringankan biaya pajak yang harus dibayarkannya dengan cara yang tidak etis dengan mengabaikan ketentuan perpajakan yang berlaku, memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar.

Penggelapan pajak sangat merugikan negara karena dapat

mengurangi penerimaan negara yang cukup besar. Siahaan (2010) menyatakan bahwa penggelapan pajak membawa dampak dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain bidang keuangan, ekonomi, dan psikologi.


(26)

Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, pemerintah menerapkan undang-undang dan aturan yang ketat, sehingga pelaksanaan pajak harus dilakukan dengan tepat dan benar. Hal ini dilakukan untuk memperkecil adanya kesempatan wajib pajak dalam melakukan tindakan penggelapan pajak. Wajib pajak sendiri telah memiliki kesempatan dalam mengurangi beban pajak tanpa melanggar aturan, salah satunya dengan cara penghindaran pajak (tax avoidance).

4. Keadilan Pajak

Rawls (dalam Ardyaksa, 2014) menyatakan bahwa pemungutan pajak harus bersifat final, adil, dan merata. Pajak dianggap sebagai beban oleh wajib pajak, sehingga mereka memerlukan suatu kepastian dan perlakuan yang sama pada tiap wajib pajak atas biaya pajak yang telah mereka keluarkan. Pajak harus dikenakan kepada wajib pajak secara merata dan tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.

Keadilan dalam pajak juga digambarkan dengan wajib pajak mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Wajib pajak harus mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal pelayanan, pemungutan, maupun penyetorannya. Karena keadilan yang diberikan kepada wajib pajak dapat menumbuhkan kesadaran wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban pajaknya dan tidak melakukan penggelapan pajak.


(27)

Dengan kata lain, keadilan perpajakan ini bertujuan untuk membentuk dan menciptakan pribadi wajib pajak yang patuh terhadap undang-undang pelaksanaan kewajiban perpajakan. Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa sesuai dengan tujuan pencapaian keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan pajak harus adil.

5. Sistem Perpajakan

Secara umum sistem perpajakan di sini adalah hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana mekanisme pembayaran pajak diterapkan. Semakin mudahnya sistem dan sarana pembayaran pajak yang diberikan oleh pelayanan pajak, maka akan semakin meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk melakukan kewajiban pajaknya.

McGee (dalam Suminarsasi, 2012) mengaitkan sistem perpajakan dengan tarif pajak dan kemungkinan korupsi dalam sistem apapun. Selain dengan tarif pajak, sistem perpajakan juga dapat dikaitkan dengan alur penerimaan dana pajak hingga pengalokasian pajak oleh pemerintah. Dengan sistem yang tepat, pembayaran pajak dapat dilakukan dengan cara yang mudah dan tidak terlalu rumit.

Pengisian formulir pajak yang membingungkan dan sulit akan menyebabkan wajib pajak enggan untuk melakukan pengisian secara tepat dan benar. Hal ini dapat mengakibatkan informasi wajib pajak yang diberikan tidak sesuai dengan informasi yang sebenar-benarnya dan


(28)

pengalokasian pajak juga harus dilakukan secara tepat sasaran dan secara transparan untuk menghindari dana pajak yang dikorupsi oleh pihak-pihak terkait.

6. Diskriminasi

Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3), diskriminasi merupakan adanya batasan, pelecehan, perlakuan tidak adil, atau pengucilan yang dilakukan kepada seseorang dengan berdasarkan adanya perbedaan agama, ras, suku, etnik, golongan, status global, kelompok, bahasa, jenis kelamin, keyakinan politik, dan lain-lain yang bersifat negatif.. Diskriminasi terhadap perlakuan kepada wajib pajak dapat menyebabkan tingginya tindakan penggelapan pajak karena ketidakadilan yang diterima oleh wajib pajak.

Suminarsasi (2012) menyatakan bahwa beberapa bentuk

diskriminasi perpajakan antara lain kebijakan fiskal luar negeri terkait dengan kepemilikan NPWP yang saat ini kebijakan tersebut telah dihapuskan, serta kebijakan diperbolehkannya zakat sebagai pengurang beban pajak yang dibayarkan dan adanya zona bebas pajak, karena kebijakan tersebut hanya menguntungkan kelompok masyarakat tertentu

saja. Sehingga dapat menyebabkan timbulnya kecemburuan oleh

kelompok masyarakat lain yang tidak menerima keuntungan dari kebijakan tersebut.


(29)

Hal tersebutlah yang melatarbelakangi wajib pajak melakukan peggelapan pajak. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Handyani M (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara diskriminasi dengan penggelapan pajak.

7. Ketepatan Pengalokasian

Ayu (2009) ketepatan pengalokasian menunjukkan indikator seberapa tepat dana pajak yang termasuk di dalam APBN dialokasikan dalam pembangunan negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa pajak

merupakan sumber penerimaan terbesar bagi negara. Alokasi

pengeluaran pemerintah tercermin dalam APBN dan APBD di dalam pelaporan belanja negara/daerah.

Secara umum pajak seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang dapat dilihat dari semakin banyaknya fasilitas umum yang tersedia. Menurut Ayu (2009) ketepatan pengalokasian pengeluaran diukur menggunakan indikator sebagai berikut: prinsip manfaat dari penggunaan uang yang bersumber dari pajak, dan pendistribusian dana yang bersumber dari pajak. Indikator tersebut dapat mengukur sejauh mana ketepatan pengalokasian dana pajak diberikan untuk kontribusi kepentingan pembangunan negara.


(30)

8. Etika Uang (Money Ethic)

Tang (dalam Basri, 2014) memperkenalkan konsep cinta uang yang mengukur perasaan subjektif seseorang tentang uang. etika uang yang tinggi disebut juga dengan cinta uang, yaitu seseorang yang menempatkan kepentingan yang besar pada uang dan menganggap uang adalah segala-galanya dalam kehidupan.

Etika uang merupakan persepsi dan pandangan seseorang terhadap uang. Seseorang yang memiliki etika uang yang tinggi atau disebut juga dengan cinta uang maka mereka akan meletakkan kepentingan yang lebih tinggi terhadap uang (Basri, 2014). Orang tersebut cenderung untuk memandang segala sesuatunya dengan uang.

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki etika uang yang tinggi akan kurang etis dan sensitif daripada orang dengan etika uang yang rendah. Kecintaannya terhadap uang akan menyebabkan seseorang melakukan tindakan penggelapan pajak karena tidak ingin melakukan kewajibannya membayar pajak. Karena pajak dianggap beban dan tindakan penggelapan pajak dianggap menjadi tindakan etis yang boleh dilakukannya.

B. Penurunan Hipotesis

a. Keadilan dan Penggelapan Pajak

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara keadilan dengan etika penggelapan pajak. Semakin tinggi tingkat


(31)

keadilan dalam sistem maupun pelayanan perpajakan, maka penggelapan pajak dianggap perilakuyang tidak etis, sehingga semakin rendah kemungkinan adanya tindakan penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak dan sebaliknya.

Menurut Elmiza dkk. (2013), Rahman (2013), dan Handyani M (2014) keadilan berpengaruh positif terhadap penggelapan pajak. Karena wajib pajak merasa mereka melakukan kewajiban yang sama, maka harus diberikan hak yang sama. Semakin tidak adilnya perlakuan terhadap wajib pajak dan semakin buruknya sistem perpajakan yang ada, maka perilaku penggelapan pajak dianggap etis dilakukan, sehingga semakin tinggi pula kemungkinan adanya penggelapan pajak.

Penelitian tersebut juga konsisten dengan hasil penelitian Marlina (2014) yang menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Artinya adalah, keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Semakin tingginya tingkat keadilan yang ada, maka tingkat kepatuhan dan etika akan semakin tinggi dan kecenderungan untuk melakukan penggelapan pajak akan semakin rendah.

Sedangkan menurut Suminarsasi (2012) dan Ardyaksa (2014) keadilan tidak berpengaruh terhadap penggelapan pajak. Hal ini sesuai dengan pengertian pajak yang dikemukakan oleh Soemitro (dalam Suminarsasi, 2012) bahwa pajak merupakan iuran wajib bagi seluruh warga negara tanpa adanya imbalan langsung. Sehingga, meskipun


(32)

kontribusi manfaat pajak yang dirasakan belum sesuai, akan tetapi membayar pajak tetap menjadi kewajiban yang harus dibayarkan oleh warga negara. Sehingga dalam kondisi apapun, wajib pajak harus tetap melaksanakan kewajiban pajaknya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak.

b. Sistem Perpajakan dan Penggelapan Pajak

Penelitian Suminarsasi (2012) menunjukkan bahwa sistem

perpajakan berpengaruh secara positif terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Semakin baik sistem perpajakan, maka perilaku penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang tidak etis.

Hasil tersebut sama dengan penelitian Rahman (2013), Janitra (2013) dan Handyani M (2014) yang menyimpulkan bahwa kemudahan sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap persepsi wajib pajak atas etika penggelapan pajak. Hal ini berarti para wajib pajak menganggap bahwa semakin baik sistem perpajakannya maka perilaku penggelapan pajak dianggap sebagai perilaku yang tidak etis dan penggelapan pajak menjadi lebih rendah.

Hasil ini juga konsisten dengan penelitian dari Elmiza dkk. (2013) dan Marlina (2014), yang menunjukkan sistem perpajakan berpengaruh


(33)

terhadap etika penggelapan pajak. Artinya adalah semakin tinggi pengetahuan wajib pajak terhadap sistem perpajakan, maka akan semakin rendah pula etika penggelapan pajaknya tetapi jika semakin rendah pengetahuan wajib pajak terhadap sistem perpajakan maka akan semakin tinggi etika penggelapan pajaknya. Dengan kata lain, sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. Artinya, semakin baik sistem perpajakan, maka perilaku penggelapan pajak dianggap tidak etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya tindakan penggelapan pajak menjadi semakin rendah dan sebaliknya.

Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan

pajak.

c. Diskriminasi dan Penggelapan Pajak

Menurut Handyani M (2014) dan Marlina (2014), diskriminasi tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Suminarsasi (2012), Janitra (2013), dan Elmiza dkk. (2013).

Suminarsasi (2012) mengemukakan bahwa adanya kebijakan untuk

zakat sebagai pengurang kewajiban perpajakan hanya akan


(34)

mengakibatkan kecemburuan pada kelompok masyarakat yang tidak menerima keuntungan dari kebijakan tersebut.

Adanya kecemburuan yang diterima masyarakat, berdampak pada tindakan penggelapan pajak menjadi perilaku yang dianggap etis untuk dilakukan, yang nantinya dapat memicu terjadimya tindakan penggelapan pajak.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3: Diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.

d. Ketepatan Pengalokasian dan Penggelapan Pajak

Hasil penelitian Ardyaksa (2014) menunjukkan bahwa persepsi terhadap ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak. Hasil ini didukung dengan hasil penelitian Ayu (2009), Permatasari (2013), dan Marlina (2014) yang menunjukkan bahwa ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap tindakan penggelapan pajak.

Hal tersebut dikarenakan pajak merupakan penerimaan terbesar suatu negara, maka alokasi pengeluaran pemerintah tercermin dalam APBN dan APBD di dalam pos belanja. Oleh sebab itu, secara umum pajak sebaiknya dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan umum yang dapat dilihat dari semakin banyaknya fasilitas umum yang tersedia bagi masyarakat secara merata di seluruh wilayah.


(35)

Menurut Ayu (2009) ketika pengeluaran pemerintah dianggap tidak baik maka kecenderungan melakukan penggelapan pajak semakin tinggi. Wajib pajak akan taat membayar pajak tepat waktu jika dalam pengamatan dan pengalamannya hasil dari pajak itu telah berkontribusi nyata pada pembangunan umum. Maka, ketika pengeluaran pemerintah dianggap tidak baik maka kecenderungan melakukan penggelapan pajak semakin tinggi.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, hubungan ketepatan pengalokasian terhadap etika penggelapan pajak adalah positif. Artinya adalah, semakin baik tingkat ketepatan pengalokasian pajak, maka perilaku penggelapan pajak dianggap perilaku yang tidak etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi semakin rendah, dan sebaliknya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4: Ketepatan pengalokasian berpengaruh positif terhadap etika

penggelapan pajak.

e. Etika Uang dan Penggelapan Pajak

Penelitian Basri (2014) menyimpulkan bahwa etika uang

berpengaruh terhadap kecurangan pajak. Penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lau et al., (2013) yang


(36)

Etika uang yang tinggi atau sikap cinta uang cenderung menyebabkan seseorang memiliki perilaku etika yang rendah dan berpandangan bahwa kecurangan pajak adalah etis dan cenderung untuk melakukan tindakan penggelapan pajak (Lau et al., 2013).

Semakin tinggi kecintaan seseorang terhadap uang, maka

kewajiban dalam membayar pajak akan dirasakan cukup berat untuk dilakukan, sehingga orang tersebut akan melakukan upaya agar kewajiban pajaknya menjadi rendah dengan melakukan berbagai hal, yang dapat mengarah kepada perilaku penggelapan pajak. Karena orang dengan etika uang yang tinggi, menganggap bahwa penggelapan pajak adalah hal yang etis untuk dilakukan.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, hubungan etika uang terhadap etika penggelapan pajak adalah negatif. Artinya adalah, semakin tinggi etika uang, maka perilaku penggelapan pajak dianggap perilaku yang etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi tinggi dan sebaliknya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:


(37)

C. Model Penelitian

GAMBAR 2.1. Model Penelitian Ketepatan

Pengalokasian

Etika Uang Sistem Perpajakan

Penggelapan Pajak

Diskriminasi Keadilan


(38)

23

Objek dalam penilitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha kecil menengah yang berada di wilayah Kabupaten Sleman.

B. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha kecil menengah yang berada di wilayah Kabupaten Sleman secara acak, yaitu dengan mendatangi satu per satu wajib pajak yang memiliki usaha kecil menengah secara acak sejumlah sampel yang dibutuhkan penulis.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel dalam penelitian dengan menggunakan metode

consecutive random sampling, yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner

kepada responden wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha kecil menengah yang berada di wilayah Kabupaten Sleman secara acak tanpa kriteria tertentu kepada wajib pajak tersebut..


(39)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik observasi dan survey terhadap hasil tabulasi data pada kuesioner yang telah diisi oleh responden yang dipilih secara acak.

E. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Dependen

a. Penggelapan Pajak

Pengukuran kecurangan pajak menggunakan instrumen yang

dikembangkan oleh McGee (2006) dalam Basri (2014). Secara umum terdapat 3 pandangan dasar mengenai etika kecurangan pajak. Pertama pandangan bahwa kecurangan pajak tidak etis, kedua, kecurangan pajak kadang-kadang etis dan ketiga, kecurangan pajak etis.

Variabel penggelapan pajak diukur dengan lima item pertanyaan pada kuesioner yang disebarkan. Kuesioner dalam penelitian ini diukur menggunakan skala likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi nilai 4, Netral (N) diberi nilai 3, dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang digunakan pada penelitian Suminarsasi (2012) dan dikembangkan oleh Nickerson et al.,


(40)

2. Variabel Independen a. Keadilan

Variabel keadilan diukur dengan enam item pertanyaan pada kuesioner yang disebarkan. Kuesioner dalam penelitian ini diukur menggunakan skala likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi nilai 4, Netral (N) diberi nilai 3, dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang digunakan pada penelitian Suminarsasi (2012) dan dikembangkan oleh Nickerson et al., (2009 dalam Suminarsasi, 2012).

b. Sistem Perpajakan

Variabel sistem perpajakan diukur dengan delapan item pertanyaan pada kuesioner yang disebarkan. Kuesioner dalam penelitian ini diukur menggunakan skala likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi nilai 4, Netral (N) diberi nilai 3, dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang digunakan pada penelitian Suminarsasi (2012) dan dikembangkan oleh Nickerson et al., (2009 dalam Suminarsasi,


(41)

c. Diskriminasi

Variabel diskriminasi diukur dengan dua item pertanyaan pada kuesioner yang disebarkan. Kuesioner dalam penelitian ini diukur menggunakan skala likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi nilai 4, Netral (N) diberi nilai 3, dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang digunakan pada penelitian Suminarsasi (2012) dan dikembangkan oleh Nickerson et al., (2009 dalam Suminarsasi, 2012) dengan sedikit

pengembangan menyesuaikan dengan perubahan kebijakan yang ada saat ini.

d. Ketepatan Pengalokasian

Menurut Ayu (2009) dalam Ardyaksa (2014) ketepatan pengalokasian pengeluaran diukur menggunakan indikator sebagai berikut: prinsip manfaat dari penggunaan uang yang bersumber dari pajak, pendistribusian dana yang bersumber dari pajak. Indikator tersebut direpresentasikan melalui dua item pertanyaan pada kuesioner yang disebarkan. Kuesioner dalam penelitian ini diukur menggunakan skala likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi nilai 4, Netral (N) diberi nilai 3, dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5.


(42)

e. Etika Uang

Etika uang pada penelitian ini diukur dengan Money Ethic

Scale (MES) yang dikembangkan oleh Tang (1992 dalam Basri, 2014)

yang digunakan untuk mengukur cinta uang. Skala ini mengukur makna etis bagaimana seseorang menilai uang, diukur dengan sebelas item pernyataan dan lima pilihan jawaban, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Netral (N) diberi nilai 3, Setuju (TS) diberi nilai 4, dan Sangat Setuju (STS) diberi nilai 5. Skor yang tinggi menunjukkan kepentingan uang dalam kehidupan. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang digunakan pada penelitian Basri (2014).

F. Uji Kualitas Instrumen dan Data 1. Uji Validitas

Uji validitas yangdigunakan untuk menguji instrumen penelitian ini, yaitu kuesioner. Uji validitas digunakan untuk menunjukkan alat ukur variabel yang digunakan sudah tepat atau belum dan mampu menjelaskan variabel tersebut atau tidak (Sugiyono, 2004: 137). Suatu variabel dikatakan valid apabila seluruh item pembentuk variabel memiliki korelasi (r) dengan skor total lebih besar dari 0,25 (Nazaruddin dan Basuki, 2015).


(43)

2. Uji Reliabilitas

Uji statistik Cronbach’s Alpha digunakan untuk mengukur reliabilitas suatu variabel. Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan dan tetap konsisten jika dilakukan dua kali pengukuran atau lebih pada kelompok yang sama dengan alat ukur yang sama. Variabel penelitian dapat dikatakan reliabel apabila Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,60,

dan apabila nilai Cronbach’s Alpha semakin mendekati 1

mengidentifikasikan bahwa semakin tinggi pula konsistensi internal reliabilitasnya (Hair et al., 2010 dalam Suminarsasi, 2012).

Untuk melakukan uji reliabilitas data, maka digunakan pengujian Cronbach’s Alpha, adapun kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut (Nazaruddin dan Basuki, 2015):

a. Jika alpha > 0,90 maka dapat dikatakan reliabilitas sempurna b. Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi

c. Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderate d. Jika alpha < 0,50 maka dapat dikatakan reliabilitas rendah

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data 1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dapat digunakan untuk menunjukkan gambaran umum responden dalam suatu penelitian yang ditunjukkan dalam nilai jangkauan, nilai minimum, nilai maksimum, jumlah keseluruhan


(44)

responden (N), nilai rata-rata, standar deviasi, varian, maupun nilai tengah (Ghozali, 2011).

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Uji Normalitas merupakan salah satu uji asumsi klasik yang wajib digunakan sebelum melakukan regresi. Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan uji normalitas non-parametrik

kolmogorov-smirnov. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov

digunakan untuk menguji apakah variabel dependen atau variabel independen dalam penelitian memiliki data yang terdistribusi secara normal. Jika nilai sig > 0,05 maka data terdistribusi secara normal dan jika nilai sig < 0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal.

b. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi (Nazaruddin dan Basuki, 2015). Apabila nilai sig > 0,05 maka data terbebas dari heteroskedastisidas, sedangkan jika nilai sig < 0,05 maka data terkena heteroskedastisitas dan tidak bisa dilakukan analisis lebih lanjut.


(45)

c. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas atau Kolinearitas Ganda ( Multicollinearuty)

adalah adanya hubungan linear antara peubah bebas X dalam Model

Regresi Ganda (Nazaruddin dan Basuki, 2015). Pengujian

multikolinearitas dapat dilihat melalui nilai Variance Inflation

Factors (VIF) pada output yang dihasilkan oleh SPSS. Kriteria

pengujiannya adalah apabila nilai VIF < 10 maka tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel independen dan apabila nilai VIF > 10 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut terkena multikolinearitas (Nazaruddin dan Basuki, 2015).

3. Uji Hipotesis

Pengujian ini dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar

pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel

dependen, secara parsial maupun bersama-sama atau simultan, dengan asumsi variabel lainnya konstan (Ghozali, 2011). Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan analisis regresi berganda, yaitu pengujian hipotesis dengan satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel independen. Hipotesis terdukung apabila nilai sig lebih kecil dari nilai alpha yang digunakan, dalam penelitian ini nilai alpha yang digunakan adalah sebesar 5%. Adapun model regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:


(46)

Keterangan:

PP : Penggelapan Pajak KE : Keadilan

SP : Sistem Perpajakan DIS : Diskriminasi

KP : Ketepatan Pengalokasian e : Standar error


(47)

32

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada sampel penelitian yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha kecil menengah yang berada di wilayah Kabupaten Sleman. Jumlah kuesioner yang disebar adalah sebanyak 150 kuesioner, akan tetapi yang dapat digunakan dan memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam pengolahan data adalah sebanyak 84.

Selanjutnya, analisis statistik deskriptif dengan tabel frekuensi dilakukan untuk memberikan informasi mengenai data demografi responden dibagi menjadi beberapa karakteristik berbeda, yaitu jenis kelamin dan umur responden. Karakteristik tersebut disajikan secara berurutan dalam tabel 4.1 sampai tabel 4.3.

TABEL 4.1.

Kelengkapan Data Umum Responden RESPONDEN

Jenis kelamin Umur

Jumlah Lengkap 84 84

Jumlah Tidak Lengkap 66 66


(48)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semua kuesioner yang dimasukkan ke dalam tahap pengolahan data, tidak ditemukan adanya data kuesioner yang tidak lengkap dari responden yang telah ditentukan. Dengan kata lain, semua kuesioner masuk ke dalam kategori lengkap dan bisa dilanjutkan ke tahap analisis berikutnya.

TABEL 4.2

Persentase Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Pria 53 63%

Wanita 31 37%

Total 84 100%

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah 2016

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki partisipasi terbanyak dalam pengisian kuesioner adalah 53 responden pria (63%) dan 31 responden wanita (37%) menunjukkan terdapat perbedaan jumlah responden menurut jenis kelamin, namun masih dikatakan ideal untuk meningkatkan kemampuan generalisasi hasil penelitian.

TABEL 4.3

Persentase Data Responden Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Persentase

20-24 16 19%


(49)

Umur Frekuensi Persentase

>35 29 35%

Total 84 100%

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah 2016

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden yang berumur 20-24 tahun sebanyak 16 responden (19%); 25-35 tahun sebanyak 39 responden (46%); sedangkan yang memiliki umur >35 tahun sebanyak 29 responden (35%).

B. Uji Kualitas Instrumen dan Data

1. Uji Validitas

Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan (Nazaruddin dan Basuki, 2015). Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dapat dikatakan valid jika pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner mampu menjelaskan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam mengetahui tingkat kevalidan instrumen, maka peneliti menggunakan program spss 15. Untuk melihat validitas dari masing-masing item kuesioner digunakan corrected item-total correlation. Seluruh item

pembentuk variabel yang memiliki korelasi (r) > 0,25 maka item dari variabel tersebut dikatakan valid (Nazaruddin dan Basuki, 2015).


(50)

TABEL 4.4

Ringkasan Hasil Uji Validitas

Variabel Item Pertanyaan Korelasi Keterangan

Keadilan

K1 0,915 Valid

K2 0,850 Valid

K3 0,876 Valid

K4 0,975 Valid

K5 0,835 Valid

K6 0,876 Valid

Sistem Perpajakan

SP1 0,538 Valid

SP2 0,560 Valid

SP3 0,594 Valid

SP4 0,849 Valid

SP5 0,463 Valid

SP6 0,849 Valid

SP7 0,463 Valid

SP8 0,849 Valid

Diskriminasi

DIS1 0,938 Valid

DIS2 0,937 Valid

Ketepatan Pengalokasian

KP1 0,982 Valid


(51)

Variabel Item Pertanyaan Korelasi Keterangan

Etika Uang

EU1 0,488 Valid

EU2 0,549 Valid

EU3 0,533 Valid

EU4 0,633 Valid

EU5 0,322 Valid

EU6 0,578 Valid

EU7 0,522 Valid

EU8 0,611 Valid

EU9 0,576 Valid

EU10 0,773 Valid

EU11 0,378 Valid

Etika Penggelapan

Pajak

PP1 0,823 Valid

PP2 0,822 Valid

PP3 0,777 Valid

PP4 0,753 Valid

PP5 0,801 Valid

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016

Tabel 4.4. menyajikan ringkasan hasil uji validitas untuk semua variabel dalam penelitian. Berdasarkan penyajian dari tabel diatas, seluruh total skor untuk variabel keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, ketepatan pengalokasian, etika uang, dan etika penggelapan pajak


(52)

menunjukkan nilai > 0,25 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam variabel penelitian ini adalah valid.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten (Nazaruddin dan Basuki, 2015). Dengan kata lain, hasil penelitian dikatakan reliabel apabila terdapat kesamaan data atau konsistensi dalam waktu yang berbeda.

TABEL 4.5

Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan

Keadilan 0,937 Reliabilitas Sempurna

Sistem Perpajakan 0,806 Reliabilitas Tinggi

Diskriminasi 0,862 Reliabilitas Tinggi

Ketepatan Pengalokasian 0,964 Reliabilitas Sempurna

Etika Uang 0,743 Reliabilitas Tinggi

Etika Penggelapan Pajak 0,849 Reliabilitas Tinggi

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016

Tabel 4.5 menyajikan ringkasan hasil uji reliabilitas untuk semua variabel dalam penelitian. Berdasarkan penyajian dari tabel diatas, variabel keadilan dan ketepatan pengalokasian memiliki reliabilitas sempurna.


(53)

Sedangkan variabel sistem perpajakan, diskriminasi, etika uang dan etika penggelapan pajak memiliki reliabilitas tinggi.

C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis)

1. Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui jumlah responden, nilai maksimum dan nilai minimum, nilai rata-rata (mean), serta standar deviasi dari data yang diolah.

TABEL 4.6

Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

TOTAL_KE 84 18 30 28.12 3.202

TOTAL_SP 84 24 40 33.04 3.434

TOTAL_DIS 84 4 6 4.65 .885

TOTAL_KP 84 4 6 4.43 .811

TOTAL_EU 84 38 50 43.89 3.401

TOTAL_EPP 84 15 20 18.35 1.753

Valid N (listwise) 84

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016

Tabel 4.6 merupakan hasil uji statistik deskriptif yang menunjukkan bahwa seluruh variabel memiliki jumlah sampel (N) sebanyak 84 sampel. Variabel Keadilan (KE) memiliki nilai minimum sebesar 18, nilai maksimum sebesar 30 dengan rata-rata 28,12 dan standar deviasi sebesar 3,202. Variabel Sistem Perpajakan (SP) memiliki nilai minimum sebesar


(54)

24, nilai maksimum sebesar 40 dengan rata-rata 33,04 dan standar deviasi sebesar 3,434. Variabel Diskriminasi (DIS) memiliki nilai minimum sebesar 4, nilai maksimum sebesar 6, dengan rata-rata 4,65 dan standar deviasi sebesar 0,885. Variabel Ketepatan Pengalokasian (KP) memiliki nilai minimum sebesar 4, nilai maksimum sebesar 6 dengan rata-rata 4,43 dan standar deviasi sebesar 0,811. Variabel Etika Uang memiliki nilai minimum sebesar 38, nilai maksimum sebesar 50 dengan rata-rata 43,89 dan standar deviasi sebesar 3,401. Variabel Etika Penggelapan Pajak (EPP) memiliki nilai minimum sebesar 15 nilai maksimum sebesar 20 dengan rata-rata 18,35 dan standar deviasi sebesar 1,753.

2. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik yang akan diuji dalam model persamaan penelitian ini meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas merupakan salah satu uji asumsi klasik yang wajib digunakan sebelum melakukan regresi. Uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menguji apakah variabel dependen atau

variabel independen dalam penelitian memiliki data yang terdistribusi secara normal.


(55)

TABEL 4.7

Uji Normalitas

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016

Syarat uji normalitas adalah, apabila nilai sig > 0,05 maka data terdistribusi secara normal dan apabila nilai sig < 0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal. Berdasarkan tabel 4.7 mengenai uji normalitas, dapat dilihat bahwa nilai sig pada penelitian ini 0,692 atau 69,2% artinya 0,692 > 0,05 pada uji normalitas non-parametrik

Kolmogorov-Smirnov. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data

terdistribusi secara normal.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Gleiser untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan dari syarat-syarat asumsi klasik pada model regresi dimana dalam model

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

84 ,0000000 ,66504708 ,078 ,071 -,078 ,712 ,692 N Mean

Std. Dev iat ion Normal Parametersa,b

Absolute Positiv e Negativ e Most Extreme

Dif f erences

Kolmogorov -Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz ed Residual

Test distribution is Normal. a.

Calculated f rom data. b.


(56)

regresi harus dipenuhi dengan tidak adanya heteroskedastisitas yang dapat dilihat dari nilai signifikansi. Apabila nilai sig > 0,05 maka data terbebas dari heteroskedastisidas, sedangkan jika nilai sig < 0,05 maka data terkena heteroskedastisitas dan tidak bisa dilakukan analisis lebih lanjut.

TABEL 4.8

Ringkasan Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Nilai Sig Keterangan

Keadilan 0,266 Bebas Heteroskedastisitas

Sistem Perpajakan 0,361 Bebas Heteroskedastisitas

Diskriminasi 0,817 Bebas Heteroskedastisitas

Ketepatan Pengalokasian 0,903 Bebas Heteroskedastisitas

Etika Uang 0,108 Bebas Heteroskedastisitas

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016

Pada tabel 4.8. menerangkan ringkasan hasil uji

heteroskedastisitas untuk pengujian hipotesis 1 sampai 5

menggunakan model regresi berganda. Berdasarkan Tabel 4.8. seluruh variabel memiliki nilai sig > 0,05 atau terbebas dari heteroskedastisitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian dapat dilakukan analisis lebih lanjut.


(57)

c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas merupakan salah satu bagian dari uji asumsi klasik yang wajib dilakukan sebelum menguji hipotesis setelah uji normalitas dan uji heteroskedastisitas. Model regresi dapat dikatakan baik apabila tidak terjadi korelasi antara satu variabel bebas dengan variabel bebas lainnya.

Pengujian multikolinearitas dapat dilihat melalui nilai Variance

Inflation Factors (VIF) pada output yang dihasilkan oleh SPSS.

Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai VIF < 10 maka tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel independen dan apabila nilai VIF > 10 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut terkena multikolinearitas (Nazaruddin dan Basuki, 2015). Tabel 4.9. menyajikan ringkasan hasil uji multikolinearitas untuk seluruh variabel bebas.

TABEL 4.9.

Ringkasan Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Nilai Tolerance Nilai VIF Keterangan

Keadilan 0,657 1,521

Non Multikolinearitas

Sistem Perpajakan 0,621 1,609

Non Multikolinearitas

Diskriminasi 0,553 1,807

Non Multikolinearitas


(58)

Variabel Nilai Tolerance Nilai VIF Keterangan

Ketepatan Pengalokasian

0,469 2,131

Non Multikolinearitas

Etika Uang 0,762 1,313

Non Multikolinearitas

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016

Pada Tabel 4.9. menunjukkan bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini memiliki nilai tolerance untuk seluruh variabel > 0,01

dan atau nilai Variance Inflation Factors (VIF) < 10. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen dalam penelitian ini tidak mengandung multikolinearitas dan dapat dilakukan analisis lebih lanjut.

3. Uji Hipotesis

a. Regresi Linear Berganda

Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif umumnya memiliki variabel independen lebih dari 2. Dalam penelitian ini, regresi linear berganda digunakan untuk menguji hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 5.


(59)

TABEL 4.10.

Hasil Regresi Linear Berganda H1 sampai H5

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 4.10. yang menunjukkan hasil regresi linear berganda untuk menguji hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 5, maka dapat dibuat persamaan sebagai berikut:

EPP = 29,725 + 0,048 KE + 0,075 SP - 1,116 DIS - 0,962 KP – 0,131 EU + e

Variabel keadilan memiliki nilai sig sebesar 0,102; sistem perpajakan memiliki nilai sig sebesar 0,009; diskriminasi memiliki nilai sig sebesar 0,000; ketepatan pengalokasian memiliki nilai sig sebesar 0,000; dan etika uang memiliki nilai sig sebesar 0,000. Setelah dilakukan uji regresi berganda pada kelima variabel independen, menunjukkan variabel keadilan memiliki nilai sig lebih dari 0,05. Artinya adalah hipotesis satu (H1) ditolak. Sedangkan nilai sig untuk

variabel sistem perpajakan, diskriminasi, ketepatan pengalokasian, Coefficientsa

29.725 1.577 18.844 .000

.048 .029 .088 1.654 .102 .657 1.521

.075 .028 .147 2.690 .009 .621 1.609

-1.116 .114 -.563 -9.752 .000 .553 1.807 -.962 .136 -.445 -7.099 .000 .469 2.131 -.131 .025 -.254 -5.159 .000 .762 1.313 (Constant) TOTA L_KE TOTA L_SP TOTA L_DIS TOTA L_KP TOTA L_EU Model 1

B Std. E rror Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF Collinearity Statistics

Dependent V ariable: TOTAL_E PP a.


(60)

dan etika uang kurang dari 0,05. Artinya adalah hipotesis dua (H2)

sampai dengan hipotesis 5 (H5) diterima (lihat tabel 4.11.). Penjelasan

lebih lanjut dan terperinci akan dibahas pada pembahasan hipotesis di bagian selanjutnya.

Tabel 4.11

Ringkasan Hasil Hipotesis Penelitian

Kode Hipotesis Hasil

H1

Keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak

Ditolak

H2

Sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak

Diterima

H3

Diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak

Diterima

H4

Ketepatan pengalokasian berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak

Diterima

H5

Etika uang berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak

Diterima

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016

b. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)

Dalam pengujian hipotesis menggunakan metode regresi linear berganda, uji koefisien determinasi sangatlah diperlukan. Tujuannya


(61)

adalah untuk melihat sejauh mana kemampuan variabel independen yang diteliti dapat menjelaskan variabel dependen. Hal ini dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square pada tabel berikut.

TABEL 4.12.

Uji Koefisien Determinasi H1 sampai H5

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 4.12. yang menyajikan hasil dari uji koefisien determinasi untuk pengujian hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 5, nilai Adjusted R Square adalah sebesar 0,847 atau 84,7%. Artinya,

kemampuan variabel independen yaitu Keadilan (KE), Sistem Perpajakan (SP), Diskriminasi (DIS), Ketepatan Pengalokasian (KP), dan Etika Uang (EU) dalam menjelaskan variasi perubahan variabel dependen Etika Penggelapan Pajak (EPP) adalah sebesar 84,7%. Sedangkan sisanya 15,3% (100%-84,7%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini.

Model Summaryb

.925a .856 .847 .686 1.729

Model 1

R R S quare

Adjusted R S quare

Std. E rror of the Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), T OT AL_EU, TOTAL_S P, TOTA L_DIS , TOTAL_ TOTA L_KP

a.

Dependent V ariable: TOTA L_EPP b.


(62)

c. Uji F

Uji F dilakukan untuk menguji secara keseluruhan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat (dependen). Kriteria pengujiannya adalah jika Fhitung > Ftabel atau sig <α (0,05), maka hal ini

berarti variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat secara bersama-sama.

TABEL 4.13.

Uji F (ANOVA) H1 sampai H5

Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016

Berdasarkan hasil uji Anova pada Tabel 4.13. menunjukkan bahwa nilai F n sebesar 92,758 dengan nilai sig adalah sebesar 0,000 hal ini menunjukkan bahwa 0,000 < α (0,05). Artinya adalah, variabel independen yaitu Keadilan (KE), Sistem Perpajakan (SP), Diskriminasi (DIS), Ketepatan Pengalokasian (KP), dan Etika Uang (EU) mempunyai pengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen Etika Penggelapan Pajak (EPP).

ANOV Ab

218.278 5 43.656 92.758 .000a

36.710 78 .471

254.988 83 Regression

Residual Total M odel 1

Sum of

Squares df M ean Square F Sig.

Predictors: (Constant), TOTA L_EU, T OT AL_SP , TOTAL_DIS, TOTA L_KE, T OT KP

a.

Dependent V ariable: TOTAL_E PP b.


(63)

D. Pembahasan (Interpretasi)

1. Keadilan dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa keadilan tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini ditolak.

Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2012) dan Ardyaksa (2014) yaitu keadilan tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini sesuai dengan pengertian pajak yang dikemukakan oleh Soemitro (dalam Suminarsasi, 2012) bahwa pajak merupakan iuran wajib bagi seluruh warga negara tanpa adanya imbalan langsung. Sehingga, meskipun kontribusi manfaat pajak yang dirasakan belum sesuai, akan tetapi membayar pajak tetap menjadi kewajiban yang harus dibayarkan oleh warga negara. Sehingga dalam kondisi apapun, wajib pajak harus tetap melaksanakan kewajiban pajaknya.

Hasil ini berbeda dengan penelitian Rahman (2013) Elmiza dkk. (2013), Marlina (2014), dan Handyani M (2014) yang menyatakan bahwa keadilan berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak. Karena wajib pajak merasa mereka melakukan kewajiban yang sama, maka harus diberikan hak yang sama. Semakin tidak adilnya perlakuan terhadap wajib pajak dan semakin buruknya sistem perpajakan yang ada, maka penggelapan pajak dianggap perilaku yang etis untuk dilakukan, sehingga semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya penggelapan pajak.


(64)

2. Sistem Perpajakan dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Artinya adalah, semakin baik sistem perpajakan, maka perilaku penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang tidak etis untuk dilakukan, maka kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi rendah.

Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suminarsasi (2012), Rahman (2103), Janitra (2013), Handyani M (2014) Elmiza dkk. (2013) dan Marlina (2014) yang menyatakan bahwa kemudahan sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap persepsi wajib pajak atas etika penggelapan pajak. Hal ini berarti para wajib pajak menganggap bahwa semakin baik sistem perpajakannya maka perilaku penggelapan pajak dianggap sebagai perilaku yang tidak etis dan penggelapan pajak menjadi lebih rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin buruk sistem perpajakan maka penggelapan pajak dianggap sebagai

perilaku yang etis dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya

penggelapan pajak menjadi semakin tinggi.

3. Diskriminasi dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa diskriminasi berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Artinya adalah semakin


(65)

tinggi diskriminasi perpajakan yang diterima masyarakat, maka perilaku penggelapan pajak dipandang etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi semakin tinggi.

Hasil ini konsisten dengan penelitian Suminarsasi (2012), Janitra (2013), dan Elmiza dkk. (2013) yang mengemukakan bahwa adanya kebijakan untuk zakat sebagai pengurang kewajiban perpajakan hanya akan menguntungkan sebagian kelompok masyarakat saja. Hal tersebut akan mengakibatkan kecemburuan pada kelompok masyarakat yang tidak menerima keuntungan dari kebijakan tersebut, yang dapat memicu terjadimya tindakan penggelapan pajak (Suminarsasi, 2012).

4. Ketepatan Pengalokasian dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa ketepatan pengalokasian berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Artinya adalah semakin baik tingkat ketepatan pengalokasian pajak, maka perilaku penggelapan pajak dianggap tidak etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi semakin rendah.

Hasil ini konsisten dengan penelitian Ayu (2009), Permatasari (2013), Ardyaksa (2014), dan Marlina (2014) yang menunjukkan bahwa

ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap tindakan

penggelapan pajak. Artinya adalah, semakin rendah tingkat ketepatan pengalokasian pajak maka semakin tinggi terjadinya penggelapan pajak.


(66)

Sehingga, hubungan antara ketepatan pengalokasian dengan etika penggelapan pajak adalah positif.

Hal tersebut dikarenakan pajak merupakan penerimaan terbesar suatu negara, maka alokasi pengeluaran pemerintah tercermin dalam APBN dan APBD di dalam pos belanja. Oleh sebab itu, secara umum pajak sebaiknya dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan umum yang dapat dilihat dari semakin banyaknya fasilitas umum yang tersedia bagi masyarakat secara merata di seluruh wilayah (Ayu, 2009). Dalam hal ini, pemerintah hendaknya juga memberikan transparansi kondisi pengalokasian pajak dengan hasil yang maksimal yang dapat dirasakan oleh masyarakat secara merata.

5. Etika Uang dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Hasil pengujian hipotesis kelima menunjukkan bahwa etika uang berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Artinya adalah semakin tinggi etika uang seseorang, maka perilaku penggelapan pajak dianggap perilaku yang etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi semakin tinggi.

Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Basri (2014) dan Lau et

al., (2013) yang menyatakan bahwa etika uang berpengaruh terhadap

penggelapan pajak. Etika uang yang tinggi atau sikap cinta uang cenderung menyebabkan seseorang memiliki perilaku etika yang rendah


(67)

dan berpandangan bahwa kecurangan pajak adalah etis dan cenderung untuk melakukan tindakan penggelapan pajak (Lau et al., 2013).

Semakin tinggi kecintaan seseorang terhadap uang, maka kewajiban dalam membayar pajak dirasakan cukup berat untuk dilakukan, karena beranggapan bahwa uang yang dikeluarkan adalah suatu kerugian bagi dirinya. Sehingga orang tersebut akan melakukan upaya agar kewajiban pajaknya menjadi rendah dengan melakukan berbagai hal, yang dapat mengarah kepada perilaku penggelapan pajak.


(68)

53 A. Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bahwa keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, ketepatan pengalokasian, dan etika uang berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Pengujian dilakukan dengan menyebar kuesioner dengan jumlah data yang dapat diolah adalah sebanyak 84 data/responden. Berdasarkan pada data yang telah dikumpulkan dan diuji dengan menggunakan model regresi berganda, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa keadilan tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa responden menganggap tidak terlalu mempermasalahkan keadilan yang diterimanya dalam melakukan kewajiban perpajakannya. Karena

membayar pajak merupakan kewajiban yang harus dilakukan

bagaimanapun kondisinya.

2. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan, responden berpandangan bahwa semakin baik sistem perpajakan yang ada, maka perilaku penggelapan pajak dianggap tidak etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi semakin rendah.


(69)

3. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan, responden menganggap bahwa semakin tinggi diskriminasi perpajakan yang diterima wajib pajak (dalam hal ini adalah zakat sebagai pengurang pajak), maka perilaku penggelapan pajak diamggap perilaku yang etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi semakin tinggi.

4. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa ketepatan

pengalokasian berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan, responden menganggap bahwa semakin baik tingkat

ketepatan pengalokasian pajak oleh pemerintah, maka perilaku

penggelapan pajak dianggap tidak etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi semakin rendah. 5. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa etika uang berpengaruh

negatif terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan, responden menganggap bahwa semakin tinggi etika uang atau sikap cinta uang seseorang, maka perilaku penggelapan pajak dianggap etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya perilaku penggelapan pajak menjadi semakin tinggi.

B. Implikasi

Adapun implikasi dari hasil penelitian ini terhadap pembuat kebijakan perpajakan, sehingga dapat memberikan keadilan dalam pembuatan kebijakan


(70)

dan tidak memberatkan kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Selain itu agar pemerintah memberlakukan sistem perpajakan yang tidak terlalu rumit prosedurnya, yang dapat menyulitkan wajib pajak.

Adapun implikasi dari hasil penelitian ini terhadap wajib pajak adalah agar berhati-hati dalam melakukan manajemen pajak, agar tidak digolongkan dalam penggelapan pajak.

C. Keterbatasan

Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya menganalisis melalui variabel keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, ketepatan pengalokasian, dan etika uang.

2. Sampel penelitian tidak dalam jumlah yang besar dan masih kurang dari 100 responden saja, sehingga hasil dirasa kurang merata untuk wilayah penelitian secara keseluruhan.

3. Lingkup penelitian hanya pada satu wilayah saja yaitu Kabupaten Sleman, sehingga tidak menggambarkan hasil penelitian secara general, karena masih belum ada generalisasi antara wilayah yang satu dengan yang lain.

D. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut:


(71)

1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mengganti atau

menambahkan variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap

penggelapan pajak (tax evasion).

2. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk menambah jumlah sampel penelitian dengan menyebarkan kuesioner secara merata pada suatu wilayah, misalnya tidak dalam satu kabupaten saja.

3. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan komparasi hasil penelitian pada wilayah satu dengan wilayah lain, sehingga diketahui bahwa hasil penelitian adalah general yang dapat merepresentasikan pengaruh terhadap penggelapan pajak di wilayah satu dengan yang lainnya.


(72)

57

Ayu, Stephana Dyah. 2009. Persepsi Wajib Pajak: Dampak Pertentangan Diametral pada Tax Evasion Wajib Pajak dalam Aspek Kemungkinan Terjadinya Kecurangan, Keadilan, Ketetapan Pengalokasian, Teknologi Sistem Perpajakan, dan Kecenderungan Personal (Studi Wajib Pajak Orang Pribadi). Jurnal. Semarang: UNIKA.

Basri, Yesi Mutia. 2014. Efek Moderasi Religuisitas dan Gender terhadap hubungan Etika Uang (Money Ethics) dan Kecurangan Pajak (Tax Evasion), Jurnal Simposium Nasional Akuntansi.

Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Direktorat Jenderal Pajak, http://www.pajak.go.id/content/ditjen-pajak-jemput-paksa-tersangka-kasus-penggelapan-pajak-di-riau, diakses pada tanggal 14 Mei 2015, pukul 20:15 WIB.

Direktorat Jenderal Pajak, http://www.pajak.go.id/content/kanwil-djp-jabar-i-bekuk-tersangka-penggelapan-pajak, diakses pada tanggal 14 Mei 2015, pukul 20:15 WIB.

Direktorat Jenderal Pajak, http://www.pajak.go.id/content/realisasi-penerimaan-pajak-triwulan-i-2015, diakses pada tanggal 15 Mei 2015, pukul 19:35 WIB.

Ghozhali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS (edisi 5). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Handyani M, Annisa. 2014. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peersepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak. Diponegoro Journal of Accounting: Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 1-7. Semarang: UNDIP.

Janitra, M. Archard Taufan. 2013. Pengaruh Keadilan, Kemudahan Sistem, Risiko Audit, dan Diskriminasi Pajak terhadap Persepsi Etis Mahasiswa atas Penggelapan Pajak. Skripsi. Yogyakarta: UGM.

Lau, Teck-Chai, Kum-Lung Choe, & Luen-Peng Tan. 2013. The Moderating Effect of Religiosity in the Relationship between Money Ethics and Tax Evasion. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation 17


(73)

Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: Andi.

Nazaruddin dan Basuki. 2015. Analisis Statistik dengan SPSS. Yogyakarta: Danisa Media.

Permatasari, Inggrid. 2013. Meminimalisasi Tax Evasion Melalui Tarif Pajak, Teknologi dan Informasi Perpajakan, Keadilan Sistem Perpajakan, dan Ketepatan Pengalokasian Pengeluaran Pemerintah (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Wilayah KPP Pratama Pekanbaru Senapelan). Jurnal. Semarang: UNDIP.

Rahman, Irma Suryani. 2013. Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan,

Diskriminasi, dan Kemungkinan Terjadinya Kecurangan Terhadap

Persepsi Wajib Pajak mengenai Etika Penggelapan Pajak. Skripsi. Jakarta : UIN.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia.

Rivai, Veithzal, 2012. Islamic Business and Economic Ethics, Edisi Pertama, Jakarta: Bumi Aksara.

Siahaan, Marihot P. 2010. Hukum Pajak Material. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soemitro, Rochmat. 1992. Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1994.

Bandung: Eresco.

Soemitro, Rochmat. 2004, Asas dan Dasar Perpajakan I. Bandung: Refika Aditama.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suminarsasi, Wahyu. 2012. Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, dan Diskriminasi terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Jurnal. Yogyakarta: UGM.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16, Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 6, Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Buku Berita Pajak.


(74)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17, Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7, Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta: Buku Berita Pajak.


(75)

(76)

LAMPIRAN 1:

KUESIONER


(1)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

84

,0000000

,66504708

,078

,071

-,078

,712

,692

N

Mean

Std. Dev iat ion

Normal Parameters

a,b

Absolute

Positiv e

Negativ e

Most Extreme

Dif f erences

Kolmogorov -Smirnov Z

Asy mp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz

ed Residual

Test distribution is Normal.

a.

Calculated f rom data.

b.

Coefficientsa

29.725 1.577 18.844 .000

.048 .029 .088 1.654 .102 .657 1.521

.075 .028 .147 2.690 .009 .621 1.609

-1.116 .114 -.563 -9.752 .000 .553 1.807

-.962 .136 -.445 -7.099 .000 .469 2.131

-.131 .025 -.254 -5.159 .000 .762 1.313

(Constant) TOTA L_KE TOTA L_SP TOTA L_DIS TOTA L_KP TOTA L_EU Model 1

B Std. E rror Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent V ariable: TOTAL_E PP a.

Coeffi ci ents

a

-1,679

1,015

-1,654

,102

,021

,019

,151

1,121

,266

,016

,018

,127

,919

,361

-,017

,074

-,034

-,232

,817

-,011

,087

-,019

-,122

,903

,027

,016

,204

1,628

,108

(Constant)

TOTAL_KE

TOTAL_SP

TOTAL_DIS

TOTAL_KP

TOTAL_EU

Model

1

B

St d. Error

Unstandardized

Coef f icients

Beta

St andardized

Coef f icients

t

Sig.

Dependent Variable: Abs_Resid

a.


(2)

LAMPIRAN 5:

HASIL ANALISIS DATA

UNTUK HIPOTESIS 1-5


(3)

Descriptive Statistics

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

TOTAL_KE

84

18

30

28.12

3.202

TOTAL_SP

84

24

40

33.04

3.434

TOTAL_DIS

84

4

6

4.65

.885

TOTAL_KP

84

4

6

4.43

.811

TOTAL_EU

84

38

50

43.89

3.401

TOTAL_EPP

84

15

20

18.35

1.753

Valid N (listwise)

84

Model Summary

b

.925

a

.856

.847

.686

1.729

Model

1

R

R Square

Adjusted

R Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), T OT AL_EU, TOTAL_SP, TOTAL_DIS, TOTAL_

TOTAL_KP

a.

Dependent Variable: TOTAL_EPP

b.

ANOV A

b

218.278

5

43.656

92.758

.000

a

36.710

78

.471

254.988

83

Regression

Residual

Total

Model

1

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Predictors: (Constant), TOTA L_EU, T OT AL_SP , TOTAL_DIS, TOTA L_KE, T OT

KP

a.

Dependent V ariable: TOTAL_E PP

b.


(4)

Residuals S tatistics

a

14.65

20.35

18.35

1.622

84

-1.562

1.809

.000

.665

84

-2.277

1.234

.000

1.000

84

-2.277

2.637

.000

.969

84

Predicted Value

Residual

Std. P redicted V alue

Std. Residual

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

N

Dependent V ariable: TOTAL_E PP

a.

Observed Cum Prob

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

E

xpe

ct

ed

C

um

P

ro

b

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual


(5)

LAMPIRAN 6:

HASIL UJI REGRESI LINEAR

BERGANDA UNTUK


(6)

Coefficientsa

29.725 1.577 18.844 .000

.048 .029 .088 1.654 .102 .657 1.521

.075 .028 .147 2.690 .009 .621 1.609

-1.116 .114 -.563 -9.752 .000 .553 1.807

-.962 .136 -.445 -7.099 .000 .469 2.131

-.131 .025 -.254 -5.159 .000 .762 1.313

(Constant) TOTA L_KE TOTA L_SP TOTA L_DIS TOTA L_KP TOTA L_EU Model

1

B Std. E rror Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent V ariable: TOTAL_E PP a.


Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Kecamatan Panji Kabupaten Situbondo)

1 23 60

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS (Studi empiris di Kabupaten Kulon Progo)

0 7 88

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak Pra

0 5 18

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKANNYA Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakannya (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaft

0 7 18

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKANNYA Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakannya (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdafta

0 6 17

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surakarta).

0 5 16

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surakarta).

0 6 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Survey Pedagang di Pasar Klewer Surakarta).

0 0 10

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MEMBAYAR Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak Penghasilan (Studi Kasus Pada Wajib pajak Orang Pribadi Yang Te

0 0 13

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA ATAS PENGGELAPAN PAJAK (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang)

1 1 18